You are on page 1of 4

Nisa Nurkhotami, Perbandingan Pencegahan Proses Browning pada Daging Buah Apel dengan Media Larutan Garam dan

Sari Jeruk Buah-buahan merupakan makanan yang mengandung banyak nutrisi. Selain mengandung banyak vitamin, buah-buahan juga mengandung serat yang tinggi. Akan tetapi buah-buahan memiliki daya tahan yang lemah. Selang beberapa waktu, buah-buahan akan mengalami penurunan kualitas atau mutu. Contohnya adalah pada buah apel. Buah apel yang telah dikupas akan mengalami pencoklatan pada dagingnya. Hal itu disesbabkan aktivitas enzim. Proses pencoklatan atau dalam istilah biologi disebut browning, tidak hanya terjadi pada buah apel saja. Tetapi terjadi pula pada buah pisang, pir dan masih banyak lagi. Masalah tersebut membuat para konsumen buahbuah tersebut kurang berselera memakannya. Dengan alasan tersebutlah penulis ingin meniliti bagaimana cara mencegah proses pencoklatan pada buah apel dengan membandingkan antara pemberian vitamin C dan garam. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode eksperimen dan studi pustaka. Mula-mula penulis mengupas buah apel yang akan diteliti. Kemudian penulis membuat larutan garam dengan kadar 30% dan larutan dari sari jeruk dengan kada 30% juga. Setelah itu penulis merendam duah potong apel yang telah dikupas pada masing-masing larutan selama tiga menit. Setelah itu masing-masing apel ditiriskan. Kemudian didapatkanlah hasil setelah pengamatan selama lima jam dengan melihat perubahan warna yang terjadi pada masing-masing buah apel. Dari penelitian yang dilakukan penulis menarik kesimpulan bahwa ternyata pemberian garam lebih efektif dibanding dengan air jeruk dalam pencegahan proses pencoklatan pada buah apel. Kerapkali kita melihat, bahwa buah apel, pir, kentang atau salak, yang baru saja dikupas, daging buah atau umbinya menjadi berwarna coklat. Apa sebenarnya yang terjadi di balik itu semua? Apakah gejala itu menguntungkan, atau sebaliknya, merugikan? Dalam ilmu pangan, gejala itu dinamai browning atau pencoklatan. Yaitu, terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami atau karena proses tertentu. Yang pasti bukan akibat zat warna. Pada kelompok makanan tertentu, seperti pada produk bakery (berbagai roti, snack, kacang-kacangan, daging panggang, kopi, teh, dan pada permen coklat) browning umumnya diminati. Sebaliknya, pada kelompok buah-buahan seperti apel, pir, salak dan juga kentang, proses pencoklatan itu nampaknya tak dikehendaki. Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Untuk mencegah terbentuknya warna coklat pada buah-buah itu, kita dapat melakukannya dengan cara blanching atau pemanasan. Caranya, setelah dikupas dan dipotong-potong, buah apel direndam dalam air panas (suhu 82 -93 derajat Celcius) atau dikenai uap air panas selama 3 menit. Selanjutnya, direndam dalam larutan vitamin C, dengan ukuran 200 miligram per liter (dalam 1 liter air diberi tablet kecil vitamin C). Maksudnya, untuk menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan itu. Dengan demikian Anda akan mendapatkan apel yang tetap segar penampilannya dan memperoleh tambahan vitamin C dalam buah tersebut.

Apel itu enak di makan dan rasanya manis!! Tapi jika kulitnya dikupas, mengapa warnanya jadi menguning ya? Apel yang berubah warna tidak sedap untuk dipandang dan rasanya pun kelihatannya tidak enak untuk di makan. Jika kulitnya sudah dikupas, mengapa apel berubah warna? Apel mengandung pektin, unsur penting yang memengaruhi pembentukan aroma, rasa, dan warna apel. Tapi jika komposisi pektin ini bertemu langsung dengan oksigen, maka akan beroksidasi dan warna apel akan menguning. Kulit apel yang belum dikupas tentu saja menghalangi udara bersentuhan langsung dengan bagian dalam apel. Tapi jika kulitnya dikupas maka akan bertemu langsung dengan oksigen, dan beroksidasi. Apel yang sudah dikupas berubah warna karena komposisi pektin bereaksi terhadap oksigen sehingga warnanya menguning. Tak hanya apel, buah lainnya seprti aprikot, pisang, ubi, dan sebagainya juga akan berubah warna jika bertemu langsung dengan oksigen.
Mungkin suhu bukan faktor yang mempengaruhi perubahan warna apel yang sudah dikupas. Tapi oksidasi (karena kulitnya sudah tidak ada lagi, maka daging buah apel bersinggungan langsung dengan O2) yang mempengaruhi. Perubahan warna ini bisa diatasi dengan mencelupkan apel yang sudah dikupas kedalam larutan garam dapur (jangan terlalu pekat karena mempengaruhi rasa apel jadi asin) sebentar saja. Sering kali kita melihat bahwa buah apel, pear, kentang atau salak yang baru saja dikupas, terlihat fenomena warna coklat. Proses apa yang terjadi? Apakah gejala ini menguntungkan atau malah merugikan? Dalam ilmu pengetahuan pangan, gejala ini dinamakan browning (pencoklatan), yaitu terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami yang bukan akibat dari zat warna. Pada kelompok makanan tertentu seperti pada bakery (berbagai roti, snack, nuts, meat roast, steak, kopi, the dan permen coklat), browning umumnya diminati. Sebaliknya pada kelompok buah buahan seperti apel, pear, salak dan juga kentang (potato), proses pencoklatan itu nampaknya tak dikehendaki. Bagaimana proses browning ini terjadi? Setelah buah dikupas, enzim Polyphenol Oxidase (PPO) akan aktif, yang dengan bantuan oxygen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroxyphenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-quinon. Gugus O-quinon inilah yang membentuk warna coklat. Bagaimana mencegah browning ini? Cara yang paling lazim dilakukan adalah pemberian larutan garam (salting) dan pemanasan (blanching). Setelah dikupas dan dipotong, buah direndam larutan garam secukupnya. Bagi yang tidak menyukai garam, rendamlah buah

dalam air panas yang tidak mendidih dengan suhu berkisar antara 82 93C selama 3 menit. Maksudnya untuk menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan itu. Bisa juga anda tambahkan tablet vitamin C dosis 200 mg per liter air. Maka anda akan mendapatkan buah yang tetap segar dengan tambahan vitamin C. Silahkan mencoba! ADA beragam ukuran dan jenis apel. Kalau apel tergolong besar, banyak yang membelahnya menjadi dua. Karena tidak langsung habis dan dibiarkan begitu saja, potongan apel berubah warna menjadi kecokelatan. Menurut Ahli Gizi Luhur Ngudi Setyaningrum, warna kecokelatan pada potongan apel disebut dengan proses browning. Tak hanya dipotong. Meskipun dijus kemudian dibiarkan, apel juga mengalami proses browning. Selain apel, ada buah lain yang mengalami proses tersebut. Yakni, pir dan salak, ujarnya. Proses itu wajar. Hal tersebut disebabkan reaksi enzim polyphenol oxidase yang terdapat dalam apel dengan oksigen. Tak ada yang menyebutkan dengan pasti kemungkinan proses browning berdampak hilangnya kandungan gizi pada apel, tuturnya. Apel memiliki beberapa kandungan. Di antaranya, vitamin A, B. dan C. Selain itu, apel mengandung karbohidrat kompleks dan serat. Tidak hanya daging buah, serat juga dijumpai pada bagian kulit. Jika ingin mengonsumsi beserta kulitnya, sebaiknya apel dicuci hingga bersih. Jika masih ragu, buah bisa dicuci ulang dengan Air matang. Jangan menggunakan Air panas, ucapnya. (med Indo)
A. Kesimpulan Setelah melakukan percobaan, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa : 1. Pada proses browning dapat mempengaruhi mutu pangan yaitu menurunnya kualitas pangan seperti perubahan warna, aroma, tekstur, total asam, dan total vitamin C serta perubahan total padatan terlarutnya. 2. Proses browning dapat dicegah dengan menggunakan beberapa larutan dan blancing

1. Pencegahan pencoklatan enzimatis dengan cara mengurangi kontak dengan oksigen Sampel sayuran terlebih dahulu direndam dalam larutan garam selama 2 menit sedangkan sampel sayuran direndam dalam larutan gula selama 3 menit. Setelah waktu perendaman, dilakukan pengamatan terhadap sifat organoleptik seperti warna, kekerasan, dan aroma. Berdasarkan hasil pengamatan, perendaman sayuran dan buah ternyata dapat memperlambat reaksi pencoklatan enzimatis. Itu terlihat dari warna dan kesegaran yang relatif tidak berubah dan bahkan kerenyahannya menunjukkan tingkat yang sama dengan buah yang masih segar. 2. Pencegahan pencoklatan enzimatis dengan cara menonaktifkan enzim polifenol oksidasi (PFO). Salah satu upaya untuk mencegah pencoklatan buah akibat oksidasi enzim dapat digunakan antioksidan untuk mecegah pencoklatan dan melindungi buah- buahan dan sayuran. Menurut Wisnu, (2006) berdasarkan sumbernya antioksidan terdapat antioksidan yang bersifat alami, seperti komponen fenolik/flavonoid, vitamin E, vitamin C dan beta-karoten. Menurut Murniramli (2008), vitamin C (absorbic acid) akan menghambat enzim di dalam apel untuk bereaksi dengan oksigen atau dengan kata lain kerja enzim dirusak oleh vitamin C. Asam sitrat dalam hal ini fungsinya hampir menyerupai vitamin C dengan mekanisme merusak enzim yang dapat menyebabkan pencoklatan. Menurut beberapa sumber, asam Selain itu penambahan asam

sitrat juga akan mempengaruhi tingkat pencoklatan apel fresh cut. Hal tersebut setidaknya terlihat pada menit ke 0 dimana penambahan asam sitrat 0,5%, menunujukkan tingkat pencoklatan yang paling rendah (Anonim, 2009). Selain larutan di atas, juga ada larutan Nabisulfit (larutan kapur) yang juga bertujuan memperlambat reaksi pencoklatan enzimatis. Dari hasil pengamatan larutan Na-Bisulfit menunjukkan reaksi yang bagus dimana warna lebih mendekati warna kontrol. Berurut dengan perendaman dalam asam sitrat juga mendekati warna kontrol tetapi dari segi kualitas masih dibawah Na-Bisulfit. Sedangkan asam askorbat menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh dengan perendaman dalam air dimana tingkat kecerahan lebih rendah dari aiir.

KESIMPULAN 1. Pencoklatan enzimatis terjadi karena adanya enzim polifenol oksidasi yang masih aktif di dalam buah. 2. Pisau steinless steel lebih dapat memperlambat reaksi pencoklatan enzimatis dibanding pisau besi karena pisau steinless dilapisi oleh baja sehingga lebih tahan terhadap oksidasi. 3. Perendaman sayuran pada larutan garam dan buah-buahan pada larutan gula ternyata dapat memperlambat proses pencoklatan enzomatis. 4. Larutan asam yang paling baik dalam menjaga kualitas bahan pangan adalah Na-Bisulfit, asam sitrat, asam ascorbat dan air.

Browning atau pencoklatan sering terjadi pada buah-buahan seperti peach, pear, salak, pisang dan apel. Kitika kita memakan buah tersebut maka pada potongan sisanya akan berubah warna menjadi ke coklatan. Dalam ilmu pangan, gejala itu dinamai reaksi enzimatis atau browning atau pencoklatan. Yaitu, terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami atau karena proses tertentu. pada kelompok buah-buahan proses pencoklatan itu nampaknya tak dikehendaki karena warnanya menjadi tidak segar. Untuk meminimalisir reaksi pencoklatan enzimatis, dapat dilakukan proses blansing atau penambahan zat kimia.

Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan termasuk buah pir (Pyrus communis L.). Proses pencoklatan ini perlu dicegah karena dapat mempengaruhi rasa dan penampilan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menambahkan vitamin C sebagai suatu reduktor. Tujuan penelitian

ini adalah untuk membuktikan kemampuan vitamin C dalam menghambat aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) secara in vitro, menetapkan konsentrasi vitamin C yang mampu menghambat sebesar 50% aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) secara in vitro dan menentukan jenis hambatan vitamin C. Enzim polifenol oksidase diperoleh dari buah pir dengan metode ultrasentrifugasi. Resorsinol sebagai substrat direaksikan dengan enzim polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) akan membentuk warna coklat yang dapat diukur intensitasnya dengan metode spektrofotometri visibel. Penambahan vitamin C akan dapat mengurangi warna coklat sehingga akan terjadi penurunan aktivitas polifenol oksidase. Penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Biuret untuk menghitung aktivitas spesifik enzim. Hasil yang diperoleh yaitu aktivitas enzim menurun dengan adanya vitamin C. Vitamin C mampu menghambat proses pencoklatan karena vitamin C akan dioksidasi menjadi asam dehidro askorbat. Konsentrasi vitamin C yang mampu menghambat sebesar 50% aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) secara in vitro yaitu 0,285 mM. Jenis hambatan vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) adalah non kompetitif parsial. Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan termasuk buah pir (Pyrus communis L.). Proses pencoklatan ini perlu dicegah karena dapat mempengaruhi rasa dan penampilan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menambahkan vitamin C sebagai suatu reduktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kemampuan vitamin C dalam menghambat aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) secara in vitro, menetapkan konsentrasi vitamin C yang mampu menghambat sebesar 50% aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) secara in vitro dan menentukan jenis hambatan vitamin C. Enzim polifenol oksidase diperoleh dari buah pir dengan metode ultrasentrifugasi. Resorsinol sebagai substrat direaksikan dengan enzim polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) akan membentuk warna coklat yang dapat diukur intensitasnya dengan metode spektrofotometri visibel. Penambahan vitamin C akan dapat mengurangi warna coklat sehingga akan terjadi penurunan aktivitas polifenol oksidase. Penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Biuret untuk menghitung aktivitas spesifik enzim. Hasil yang diperoleh yaitu aktivitas enzim menurun dengan adanya vitamin C. Vitamin C mampu menghambat proses pencoklatan karena vitamin C akan dioksidasi menjadi asam dehidro askorbat. Konsentrasi vitamin C yang mampu menghambat sebesar 50% aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) secara in vitro yaitu 0,285 mM. Jenis hambatan vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase buah pir (Pyrus communis L.) adalah non kompetitif parsial.

You might also like