You are on page 1of 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi dan Morfologi Daun Sirih Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, tanaman sirih termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut: Divisio Subdivision Kelas Ordo Family Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper betle Linn(9)

Tanaman sirih dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Tanaman sirih (Piper betle Linn)(10)

Daun sirih mempunyai bau khas yang aromatik dan rasanya agak pedas. Secara makroskopik daun sirih berupa (11):

1) Helai-helai daun berbentuk built telur atau memanjang, 2) Ujung daun meruncing, sedang pangkal daun berbentuk jantung yang kadangkadang tidak setangkup, 3) Ukuran daun, panjang sekitar 5 cm sampai 18 cm, lebar sekitar 2 cm sampai 20 cm, dan 4) Warna daun hijau tua, hijau muda agak kekuning-kuningan. Sirih banyak ditanam di halaman dengan batang berwarna kecoklatan, permukaan kulit kasar dan berkerut-kerut, mempunyai nodul/ruas yang besar tempat keluarnya akar, tumbuh memanjat dan bersandar pada pohon lain, tinggi dapat mencapai 5 sampai 15 m. Tumbuh subur pada ketinggian 100-900 m di atas permukaan laut. Dikenal beberapa macam sirih yaitu daun sirih yang berwarna hijau tua dengan rasa pedas merangsang, daun sirih yang bewarna kuning, daun sirih kaki merpati bewarna kuning dengan tulang daun berwarna merah, dan sirih hitam yang ditanam khusus untuk obat (11,15).

B. Kandungan Kimia Daun Sirih Kandungan kimia pada daun sirih adalah (11) : 1) Minyak atsiri sampai 4,2%, mengandung fenol yang khas dan disebut betlefenol atau aseptosal (isomer dengan eugenol), 2) kavikol dan suatu seskuiterpen, 3) diastase 0,18% sampai 1,8%, dan 4) gula dan pati. Daun sirih mengandung senyawa aktif kavikol yang merupakan gabungan antara gugus fenol dan terpena. Kavikol bersifat mudah teroksidasi dan dapat

menyebabkan perubahan warna. Mekanisme fenol sebagai agen anti bakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding serta

mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim essensial di dalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Fenol dapat menyebabkan kerusakan pada sel

bakteri,denaturasi protein, menginaktifkan enzim dan menyebabkan kebocoran sel. Daun sirih juga mengandung alkaloid yang khasiatnya sama dengan kokain. Daun yang lebih muda mengandung minyak atsiri, diastase, dan gula yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan daun yang tua (5,13,14).

C. Manfaat Daun Sirih Tanaman sirih dapat digunakan untuk menghilangkan keputihan, sifilis, penyakit jantung, alergi (urtikaria), diare, menghentikan perdarahan gusi dan hidung, mengurangi sakit pada gigi berlubang mengobati bronkhtis, batuk, sakit mata, eksim, gatal-gatal sehabis melahirkan, menghilangkan bau mulut, menghilangkan jerawat, sariawan, radang selaput lendir tenggorokan, obat bisul, obat sariawan, dan masih banyak lagi. Sifat kimia dan efek farmakologis sirih memberikan rasa hangat, pedas, menghentikan batuk, mengurangi peradangan dan menghilangkan gatal. Hasil penelitian terdahulu, sediaan tunggal infus daun sirih pada konsentrasi 20% memperlihatkan efek daya antibakteri dalam menghambat pertumbuhan S. aureus in vitro (15,).

D. Taksonomi Dan Morfologi Jeruk Nipis Berdasarkan taksonominya tanaman jeruk nipis termasuk dalam (16) : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Species : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Rutales : Rutaceae : Citrus : Citrus aurantifolia swingle

Buah jeruk nipis dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Jeruk nipis (Citrus aurantifolia swingle)(17)

Jeruk nipis atau lemo, jeruk mipis (Sunda), jeruk pecel (Jawa), jeruk dhurga (Madura), bukanlah tanaman asli Indonesia. Jeruk nipis ini diduga berasal dari kawasan Asia Tenggara, terutama daratan Cina yang kemudian menyebar luas ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia (16). Morfologi tanaman jeruk nipis terdiri dari pohon atau batang, daun, bunga, buah, dan akar. Merupakan tanaman perdu yang bercabang banyak. Daunnya berbentuk bulat telur bertepi rata, warna bagian atas hijau mengkilap dan warna

bagian bawah hijau lebih terang. Diameter bunga 2 cm, buahnya berbentuk bola berwarna kuning setelah tua dan berwarna hijau ketika masih muda dengan diameter 3,55 cm. Kulit buah tebalnya 0,2 sampai 0,5 cm dengan permukaan licin penuh bintikbintik halus (18).

E. Kandungan Kimia Jeruk Nipis Kandungan kimia dari jeruk nipis terdiri dari golongan senyawa steroid/ triterpenoid, flavanoid dan kuinolon. Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat, misalnya limonene, linalin asetat, geranil asetat, felandren, dan asam sitrat (18,19). Kandungan gizi yang terdapat 100 gram jeruk nipis terdiri dari kalori (37 kal), protein (0,8 gr), lemak (0,1 gr), karbohidrat (12,30 gr), kalsium (40 mg), Fosfor (22 mg), zat besi (0,6 mg), vitamin B1 (0,04 mg), dan vitamin C (27 mg). Selain zat tersebut di atas jeruk nipis juga mengandung minyak astiri dengan kadar 0,45% pada buah segar dan 0,32% pada buah kering. Kulit jeruk nipis juga mengandung hesperidin, dammar, flavanoid, dan glikosida (12,16,19). Konsentrasi minyak astiri di dalam kulit jeruk nipis lebih besar daripada dalam buahnya. Kadar minyak astiri dalam kulit jeruk nipis adalah 1,8% dengan berat jenis 1,87. Minyak atsiri yang dihasilkan jeruk nipis antara lain limonene (53,92%), -pinen (0,33%), mirsen (1,58%), -pinen (0,97%), sabinen (2,06%), dan isokamfen (0,56%) yang termasuk golongan hidrokarbon monoterpen; geraniol (1,33%), linalool (1,20%), neral (9,88%), nerol (1,38%), geranial (12,26%), geranil asetat (2,03%), -terpineol (0,42%), sitronelol (0,67%), dan

neril asetat (4,56%) yang termasuk golongan monoterpen teroksigenasi; serta kariofilen (0,61%) yang termasuk golongan hidrokarbon siskuiterpen (6,18).

F. Manfaat Kulit Jeruk Nipis Minyak astiri dan flavanoid pada kulit jeruk nipis berguna sebagai antibakteri dan antiseptik. Jeruk nipis juga dapat digunakan untuk antiseptik mulut dan kerongkongan, obat batuk, meredakan demam pada anak, meringankan sakit perut disamping kegunaannya sebagai minyak wangi, masakan, dan perawatan tubuh. Hasil penelitian terdahulu, sediaan tunggal ekstrak kulit jeruk nipis pada konsentrasi 25% memperlihatkan efek daya antibakteri dalam menghambat pertumbuhan S. aureus in vitro (6,18,20).

G. Klasifikasi,Morfologi dan Sifat Staphylococcus aureus Staphylococcus berasal dari kata stapyle yang berarti kelompok buah aggur dan coccus yang berarti benih bulat. Taksonomi S. aureus (4): Domain Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus Spesies : Bacteria : Eubacteria : Firmicutes : Bacilli : Bacillales : Staphylococcaceae : Staphylococcus : Staphylococcus aureus

10

Bakteri S. aureus dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2. Staphylococcus aureus (1)

S. aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak, ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikhoat. Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob (4). Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm cembung, buram, mengkilat dan konsistennya lunak. Warna khas ialah kuning keemasan, hanya intensitas warnanya dapat bervariasi. Pada lempeng agar darah umumnya koloni lebih besar dan pada varietas tertentu koloninya dikelilingi oleh zona hemolisis. Koloni yang masih sangat muda tidak berwarna, tetapi dalam pertumbuhannya terbentuk pigmen yang larut dalam alkohol, eter, khloroform dan benzol (4). S. aureus di laboratorium tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37 oC. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 15oC dan 40oC, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35oC (4).

11

Staphylococcus sensitif terhadap beberapa obat antimikroba. Biasanya menghasilkan enzim beta laktamase, membuat organisme resisten terhadap beberapa penisilin (penisilin G, ampisilin, tikarsilin, piperasilin, dan obat-obat yang sama). Beberapa jenis Staphylococcus telah menjadi kebal terhadap antibiotika methicillin dan lainnya yang dulu dipakai mengobati infeksi. S aureus juga mulai resistensi terhadap vankomisin, ini berkaitan dengan perubahan dan pengaturan ulang dinding sel (1,4).

H. Metabolit dan Patogenitas Staphylococcus aureus S. aureus membuat 3 macam metabolit, yaitu metabolit yang bersifat nontoksin, eksotoksin, enterotoksin. Yang termasuk metabolit non toksin adalah antigen permukaan, koagulasa, hialuronidasa, fibronilisin, gelatinasa, proteasa, lipasa, fosfatasa, tributrinasa, dan katalasa. Yang termasuk eksotoksin ialah alfa hemolisin, beta hemolisin, delta hemolisin, leuosidin, sitotoksin, toksin eksfoliatif (4). Enterotoksin ini dibuat jika kuman ditanam dalam perbenihan semi solid dengan konsentrasi CO2 30%. Toksin ini terdiri dari protein yang bersifat non hemolitik, nondermonekrotik, nonparalitik, termostabil (dalam air mendidih tahan selama 30 menit), tahan terhadap pepsin dan tripsin (4). Furunkel atau abses merupakan contoh lesi oleh S. aureus. Kuman berkembang biak dalam folikel rambut dan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan setempat. Kemudian terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Selanjutnya disusul dengan sebukan sel radang, di pusat lesi akan terjadi

12

pencairan jaringan nekrotik, cairan abses ini akan mencari jalan keluar di tempat yang paling kurang tahanannya (4). Infeksi S. aureus dapat juga disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka, misalnya pada infeksi luka pascabedah atau infeksi setelah trauma contohnya seperti osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka. Bila S aureus menyebar dan terjadi bakteremia, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis, atau infeksi paru-paru (1). Pengobatan infeksi S.aureus salah satunya adalah Ampisilin. Ampisilin efektif terhadap bakteri-bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Aktifitas antibakteri ampisilin terletak pada cincin beta laktam, yang mana cincin beta laktam ini akan melisiskan dinding sel S. aureus. (2)

You might also like