You are on page 1of 5

AKTIVITAS GURU DALAM MEMOTIVASI BELAJAR

A. 1. Pengertian, Jenis-jenis dan Indikator Aktivitas Guru Selama Kegiatan Belajar Mengajar.

Pengertian Aktivitas Aktivitas menurut kamus umum Bahasa Indonesia artinya kegiatan atau kesibukan (W.J.S. Poerwadarminta, 1985 : 26). Sedangkan menurut Sardiman (2000 : 98) yang dimaksud dengan aktivitas adalah aktivitas yang bersifat fisik atau mental. Dari kedua pendapat itu dapat difahami bahwa aktivitas adalah kegiatan, yang maksudnya kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan. 2. Jenis-jenis Aktivitas Menurut Zakiah Darajat (1995 : 137) aktivitas terbagi dalam aktivitas jasmani dan aktivitas rohani. Keaktifan jasmani adalah kegiatan seseorang yang dilakukan dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja. Seseorang tidak hanya duduk dan mendengar tetapi juga aktif rohaninya, jika daya jiwanya bekerja sebanyakbanyaknya. Jadi seseorang itu beraktivitas melalui mendengar, mengamati, menyelidiki, menguraikan, mengasosiasikan, dan menilai. Aktivitas jasmani atau fisik itu adalah kegiatan yang dilakukan oleh anggota badan, atau disebut juga kegitan motoris; seperti berbicara, berjalan, dan melihat dan mendengar. Sedangkan aktivitas rohani atau psikis adalah kegiatan yang bersifat penerapan fungsi-fungsi seperti mengingat, berpikir, dan berfantasi. Selain itu Abdurrahman an-Nahlawi (1992 : 216) mengatakan makna terpenting bagi aktivitas adalah mengarahkan, membangkitkan potensi anak dalam perbuatan mereka. Hal ini menunjukkan peran guru sebagai pembimbing,sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian kepada kegiatan yang dilakukan oleh guru. Aul B. Diedrich seperti dikutif oleh Sardiman (2000 : 99) membuat suatu daftar kegiatan sebagai berikut: a. Visual activities, yang termasuk didalamnya mislanya membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan dan pekerjaan orang lain b. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi interupsi. c. Listening activities, seperti mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi musik, dan piano. d. Writing activities, seperti melalui cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. e. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta diagram. f. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak. g. Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggap, mengingat. Memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Adanya sejumlah aktivitas tersebut, mengisyaratkan bahwa aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar itu cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah (dalam kegiatan belajar mengajar) tentu sekolah itu akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar mengajar yang maksimal dan bahkan akan memperlancar peranannya sebagai pusat dan transformasi kegiatan. Tetapi sebaliknya itu semua merupakan tantangan yang menuntut jawaban dari para guru, kreatifitas guru mutlak diperlukan agar dapat merencanakan kegiatan belajar mengajar yang sangat variasi itu. 3. Indikator Aktivitas Guru Selama Kegiatan Belajar Mengajar Menurut Sardiman (2000 : 93) didalam kegiatan belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar tanpa aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar. Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua, mereka ini ketika menyerahkan ananknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/ sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru (Zakiah Darajat, 1996 : 39). Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik kearah kebahagiaan dunia akhirat sesungguhnya tidaklah ringan, artinya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut Usman, (1995 : 19) Seorang guru harus memenuhi hal-hal sebagai berikut : Penguasaan materi dan penguasaan metode, adapun menurut Darajat (1995 : 132) guru harus : adil dalam mengajar, bertutur kata yang baik dan sopan, berpakaian rapih dan sopan, tidak absen mengajar, dan menghargai siswa. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut : a. Penguasaan Materi Untuk mengantarkan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan, maka seorang guru dituntut untuk menguasai materi yang akan disampaikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman yang dikutip Suryosubroto (1996 : 3) menyatakan bahwa diantara peranan dan tugas guru itu adalah menguasai dan mengembangkan materi pelajaran. Kemampuan menguasai bahan pelajaran sebagai kegiatan integral dari kegiatan belajar mengajar, guru bertaraf professional penuh mutlak menguasai bahan yang akan diajarkan. Adanya buku pelajaran yang dapat dibaca siswa tidak berarti guru tidak perlu menguasai materi pelajaran. Sungguh ironis dan memalukan jika terjadi ada siswa yang lebih dahulu tahu tentang sesuatu dari pada guru, memang guru bukan maha tahu, tapi guru dituntut untuk berpengetahuan yang luas dan mendalam keahliannya atau mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Bahan pelajaran adalah isi yang akan diberikan kepada siswa pada saat berlangsung kegiatan belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini siswa diantarkan kepada tujuan pengajaran. Dengan kata lain tujuan tercapai siswa diwarnai dan dibentuk oleh bahan pelajaran. Menurut J.J. Hasibuan (1988 : 88) bahwa dalam pengajaran, penyampaian materi berarti mengorganisasikan isi pelajaran dalam urutan terencana sehingga dengan mudah dipahami oleh siswa, penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan

dengan urutan cocok merupakan ciri utama dalam kegiatan menyampaikan materi pelajaran. Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan oleh seorang yang ahli, begitupun hal dengan menyampaikan materi, bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam sebuah hadits yang dikutif olah Ahmad Tafsir (1994:34) dijelaskan bahwa Bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancurannya. (HR. Bukhori) Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa bila seorang guru mengajar tidak dengan keahlian, maka yang hancur adalah muridnya, murid-murid itu kelak akan mempunyai murid lagi, murid-murid iru kelak berkarya, keduanya dilakukan dengan tidak benar karena telah dididik tidak benar, maka akan timbullah kehancuran. b. Penguasaan Metode Menurut Sardiman (1992 : 91) metode pengajaran adalah teknik atau alat dalam melaksanakan pengajaran minimalnya memiliki dampak ganda, yaitu dampak langsung yang disebut instructional effects, hal ini merupakan hasil belajar yang diharapkan tercapai melalui TIK, dan dampak pengiringnya yang merupakan hasil belajar yang bersifat abstrak. Untuk mencapai tujuan pendidikan seorang guru harus tahu metode yang tepat untuk digunakan karena tanpa cara atau metode yang tepat digunakan dan diterapkan kepada siswa maka pendidikan yang akan dicapai tidak akan berhasil dengan baik. Karena itu, untuk menciptakan anak didik yang berbudi pekerti baik maka pendidik dapat menerapkan metodenya dalam mendidik yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Metode yang tepat untuk mata pelajaran akidah akhlak adalah metode keteladan dan pembiasaan. c. Adil dalam Mengajar Adakah manusia itu adil ? Bukankah hanya Tuhan yang mempunyai sifat adil?, di dunia ini tidak seorangpun yang bersifat adil kecuali Tuhan. Tetapi yang dimaksud adil disini adalah yang dapat dilakukan oleh manusia, bukan keadilan Tuhan. Seorang guru wajib memiliki sifat ini, agar dalam hidup pribadi dan dalam mendidik anak didiknya berpegang pada keyakinan semua manusia sebagai makhluk Tuhan adalah sama martabat dan haknya, seorang guru harus adil msialnya dalam perlakuan, ia tidak membedakan yang cantik, anak saudara sendiri, anak orang berpangkat, dan anak yang menjadi kasih sayangnya. Ngalim Purwanto (1985:176) mengatakan perlakuan adil itu perlu bagi guru, misalnya dalam hal memberi nilai dan menghukum anak. Anak-anak tajam pandangannya terhadap perlakuan yang tidak adil. Guru-guru lebih-lebih yang masih muda, kerap kali pilih kasih, guru laki-laki lebih memperhatikan anak perempuan yang cantik atau yang lebih pandai. Hal ini jelas tidak baik, karena ketidakadilan mengganggu hubungan anak didik dengan guru serta dengan siswa atau temannya sendiri. d. Bertutur Kata yang Baik Suatu hal yang sangat penting diperhatikan oleh guru adalah sifat keteladan, karena guru dalam pengajaran menjadi tokoh yang ditiru. Diantara tujuan pendidikan Islam (Akidah Akhlak) ialah membentuk akhlak baik pada diri siswa, yaitu membiasakan siswa berkata benar dan baik. Hal ini hanya mungkin jika guru berkata baik setiap ucapannya, sebagaimana dikatakan oleh Winkell (1991:111) bahwa sebagai

manusia guru berpegang pada nilai-nilai tertentu yang akan menampakan diri dalam pembicaraannya. Berkata baik atau lemah lembut dalam memperlakukan anak didik guna menumbuhkan rasa betah dan jauh dari ketegangan. Bertutur kata baik seperti lemah lembut dan sopan bagi seorang guru mutlak adanya, karena merupakan cermin kasih saying dan kehormatannya kepada siswa. Mengenai berkata baik atau lemah lembut telah diterangkan dalam firman Allah surat Ali Imron ayat 159, yaitu sebagai berikut :

Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut (berkata baik) terhadap mereka. Seandainya kamu bersikap keras lagi kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingm.. Berkata baik bertutur sopan dan lemah lembut sebagai rahmat Allah kebaradaannya bagi seorang pendidik perlu diupayakan, karena Allah menjamin, bahwa sifat itu akan memberikan kesejukan dan kedekatan pihak-pihak yang diajak komunikasi, dalam hal ini terutama siswa. e. Berpakaian Rapih dan Sopan Apa yang dikenakan guru akan menjadi perhatian siswa, karena itu berpakaianlah secara rapi, sopan, potongan, dan corak yang serasi. Guru hendaknya tidak berlebihan dalam berpakaian, tapi jangan pula terlalu lusuh, karena pakaian itu sedikit banyak menentukan kepribadian guru. Dalam hubungan ini maka beberapa jabatan digunakan pakaian dinas. Walaupun pada akhirnya kewibawaan guru didukung oleh integritas pribadi yang bersangkutan, namun pakaian turut membantu penampilan guru. Dikatakan pula pakaian seseorang mencerminkan kepribadiannya, selera serta pilihannya dipengaruhi oleh watak dan kepribadiannya, akan tetapi berpakaian di kelas beda lagi, dalam berpakaian hendaklah rapi, tidak berlebihan dan tidak serampangan. Kaitannya dengan hal ini Soelaiman (1985:68) mengatakan pakaian yang berlebihan atau sebaliknya juga terlalu serampangan kurang serasi dengan peranan guru, pakaian itu memalingkan perhatian siswa dari pengajaran dan seluruhnya tertuju pada pakaian. f. Tidak Absen Mengajar Tidak semua orang yang menjadi guru karena panggilan jiwanya, diantara mereka ada yang menjadi guru karena terpaksa misalnya karena keadaan ekonomi, dorongan teman atau orang tua, dan sebagainya. Dalam keadaan bagaimanapun seorang guru harus mencintai pekerjaannya. Begitupun guru Agama (Akidah Akhlak) pada umumnya kecintaan terhadap pekerjaannya akan nertambah besar apabila dihayati benar-benar keindahan dan kemulyaan tugas itu (Zakiah Darajat, 1996:42). Oleh karena itu hendaknya menjadi guru didorong oleh panggilan jiwanya bukan orientasi ekonomi. Winkell (1991:111) mengatakan guru yang pertama-tama bercita-cita menyumbangkan keahliannya demi perkembangan siswa, akan memandang pekerjaannya sebagai sumber kepuasan pribadi, biarpun tidak lepas dari tantangan. Dia akan rela, mengorbankan waktu dan tenaga lebih banyak dari pada yang dituntut secara formal (tidak absent mengajar) sikap guru semacam ini akan diketahui dan dihargai siswa. Bagaimanapun

motivasi kerja guru jangan tinggal persoalan batin saja, akan tetapi harus tercetus dalam perbuatannya.

g.

Menghargai Siswa Mengajar adalah suatu hubungan antar manusia, guru sebagai manusia menghadapi murid sebagai manusia pula dan bukan sebagai tong sampah atau sebagai makhluk yang lebih rendah dari dirinya. Seorang guru mengakui dan menginsyafi bahwa anak didik adalah makhluk yang mempunyai kemauan, mempunyai kata hati, sebagai daya jiwa untuk menumbuhkan potensi mereka. Guru harus mencintai anak didiknya seperti mencintai anaknya sendiri, anak adalah makhluk yang mempunyai cacat, kecuali cacat yang mereka harapkan dari guru untuk menghilangkannya yaitu kebodohan, kedangkalan dan kurang pengalaman, anak didik adalah manusia penuh yang berhak atau perlakuan baik dari gurunya, agar kelak menjadi warga Negara yang dihormati dan menghormati orang lain. Guru harus sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang dada, sabar dan menghargai siswa. Dari uraian di atas jelas bahwa aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar merupakan hal yang harus diperhatikan, karena aktivitas guru apapun akan menjadi bahan perhatian siswa. Pada dasarnya segala aktivitas guru harus terarah dan terencana sehingga tujuan pendidikan tercapai dengan optimal.

You might also like