You are on page 1of 17

TUGAS MAKALAH KIMIA BAHAN BAKAR HAYATI (JBKB 261)

Optimalisasi Pengggunaan Kotoran Kuda dengan Serasah Daun Jati sebagai Substrat Dalam Pembuatan Biogas

OLEH ZURMIATUL HELDA IFDAH J1B109040 J1B109050

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA S-1 KIMIA BANJARBARU 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang memberikan kekuatan dan ketabahan hati kepada kami sehingga penulisan makalah yang berjudul Optimalisasi Pengggunaan Kotoran Kuda dengan Serasah Daun Jati sebagai Substrat Dalam Pembuatan Biogas ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini kami tak lupa mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada kami mendapat balasan dari Allah SWT. Kami menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan, bahkan jauh dari yang diharapkan karena keterbatasan waktu, kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, baik dari segi ilmu ataupun pengalaman. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Banjarbaru, Maret 2011

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................ B. Perumusan Masalah.......................................................................... C. Tujuan Penulisan .............................................................................. D. Metode Penulisan ............................................................................. BAB II ISI A. Biogas sebagai Sumber Energi ......................................................... B. Proses pembuatan biogas dari kotoran kuda dengan serasah daun jati ............................................................................................ C. Penampungan dan Penggunaan Biogas ............................................ BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 12 B. Saran .................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA 5 9 4 1 2 2 3

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sumber energi dapat berasal dari matahari, bahan bakar minyak, gas alam, dan kayu bakar. Energi tersebut digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti memasak dan penerangan, kepentingan yang lebih besar seperti industri serta pengolahan hasil-hasil pertanian. Pada umumnya, di daerah pedesaan, orang menggunakan sumber energi dari kayu bakar sebagai bahan bakar. Hampir setiap waktu penduduk desa mencari kayu bakar yang dapat diperoleh dari hutan dan gunung tempat mereka tinggal untuk mencukupi kebutuhan energinya. Secara teoritis pertambahan penduduk yang cepat, khususnya di Jawa dan Madura akan menyebabkan kebutuhan kayu bakar menjadi meningkat pula. Usaha-usaha untuk mencukupi kebutuhan kayu bakar ini dikhawatirkan mengakibatkan; hutan-hutan dan gunung menjadi gundul, hilangnya tempat penahanan dan penyimpanan air di musim kemarau, terjadinya banjir di musim hujan, hilangnya kesuburan tanah, dan rusaknya tata lingkungan hidup. Di lain pihak, di Indonesia terdapat energi yang sampai sekarang masih belum dimanfaatkan secara maksimal, yaitu energi gas. Energi ini antara lain dapat berasal dari proses degradasi bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, sampah, dan sisa-sisa limbah lainnya, dan gas ini biasanya disebut sebagai biogas. Pemanfaatan kotoran ternak selain dapat menghasilkan biogas untuk bahan bakar juga membantu kelestarian lingkungan dan memperoleh manfaat-manfaat lain seperti; pupuk yang baik bagi tanaman dan kehidupan di dalam air (aqua kultur), mencegah lalat, bau tidak sedap yang berarti ikut mencegah sumber penyakit, waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencari kayu bakar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah peternakan sering menjadi banyak sorotan di lingkungan masyarakat. Perlunya pengolahan limbah peternakan tersebut mendorong terciptanya teknologi tepat guna untuk

memanfaatkan limbah tersebut menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu, pengembangan industri di suatu daerah sudah saatnya dilakukan usaha untuk memanfaatkan limbahnya, mengingat sebagian besar senyawa dari alam bersifat biodegradable artinya dapat diuraikan secara biologis. Sebagian besar senyawa tersebut adalah karbohidrat, lemak, dan protein (Hvelplund, 1991). Berdasarkan tinjauan di atas dimana kuda menjadi suatu masalah dalam pencemaran lingkungan di peternakan, serta guguran daun jati yang lamakelamaan dapat menimbulkan kebakaran hutan, dibutuhkan pengolahan secara biologis. Dengan demikian, potensi kandungan bahan organik dalam kotoran ternak dan serasah daun jati dapat dimanfaatkan dalam pembuatan biogas. Untuk itu, perlu adanya penelitian mengenai optimasi dan efisiensi penggunaan kotoran kuda dengan penambahan daun jati (Tectona Grandis L) sebagai substrat dalam pembuatan biogas, sehingga akan diketahui proses fermentasi methanogenik dan produksi gas metan.
.

B.

PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan ini dapat dibatasi

dengan ruang lingkup sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh penggunaan kotoran kuda dengan serasah daun jati? 2. Seperti apa unit penampungan biogas? 3. Apa saja cara terbaik penggunaan dari biogas?

C.

TUJUAN PENULISAN Penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kotoran kuda sebagai substrat dengan penambahan serasah daun jati (Tectona grandis). 2. Untuk mengetahui bagaimana unit penampungan 3. Untuk mempelajari serta memahami cara terbaik dari penggunaan biogas.

D.

METODE PENULISAN Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode pustaka dan metode internet atau browsing lewat internet. Metode pustaka yakni dengan mengumpulkan data-data, perbendaharaan pengetahuan, dan mencari beberapa masalah yang berhubungan dengan lingkungan hidup baik dari segi pengertiannya, permasahannya dan upaya-upaya untuk melestarikan lingkungan hidup tersebut. Sedangkan, metode internet yakni dengan mengumpulkan data data berdasarkan informasi yang di dapat melalui media internet.

BAB II ISI

A.

Biogas Sebagai Sumber Energi Biogas adalah gas yang mudah terbakar (flammable) karena dihasilkan

dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yangcocok untuk sistem biogas sederhana (BLHD, 2010). Biogas memiliki komposisi sebagai berikut: CH4 (metana) 60 % CO2 (karbon dioksida) 38 % (N2, O2, H2, & H2S) 2 % (Abizakarya, 2009)

Bahan baku biogas biasanya adalah kotoran hewan (sapi, kuda, dan lainnya), kotoran manusia, atau lainnya. Secara garis besar, unit untuk memproduksi biogas terdiri dari digester, pengaduk, dan penampung (Abizakarya, 2009). Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester,

pH, tekanan dan kelembaban udara (BLHD, 2010). Satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem Biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar8-20 (BLHD, 2010). Di negara Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, 5 juta rumah tangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak & manusia serta limbah pertanian. Kemudian di negara India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, 3 juta rumah tangga menggunakan biogasReaktor biogas yang digunakan model

sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Dan yang terakhir negara Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi (Alpen, 2011). Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah (Alpen, 2011). Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula (Tahir, 2009). B. Pembuatan Biogas dari Kotoran Kuda Dengan Serasah Daun Jati Salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari sumber daya alam hayati adalah biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif kurang oksigen (anaerob). Sumber bahan untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas; dapat juga berasal dari sampah organik. Komponen biogas adalah CH4 (metana) 60 % , CO2 (karbon

dioksida) 38 % dan (N2, O2, H2, & H2S) 2 % . Biogas merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan dapat dugunakan sebagai sumber energi penggerak generator listrik (Sulaiman, 2009). Menurut C. John Fry (1973) proses degradasi bahan organik baik secara aerobik maupun anaerobik, diperoleh hasil dalam fase gas dan suspensi padat-cair. Proses degradasi secara aerobik dengan cukup oksigen, dapat berlangsung secara alamiah atau secara tiruan, misalnya dalam proses pembuatan kompos untuk pupuk. Sedangkan proses degradasi secara anaerobik dengan oksigen terbatas, juga dapat berlangsung secara alamiah atau tiruan. Misalnya proses yang berlangsung secara alamiah terjadi dalam perut binatang atau manusia, dan secara tiruan proses degradasi terjadi dalam bak pencerna dengan bahan baku sampah organik. Noegroho Hadi (1980), mengemukakan bahwa pembentukan biogas merupakan proses biologis. Penggunaan bahan baku yang berupa bahan organik, berfungsi sebagai sumber karbon dan nitrogen merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan mikroorganisme. Secara garis besar reaksi kimia proses dekomposisi anaerobik

pembentukan biogas dengan komposisi utamanya adalah gas metana dapat dibagi menjadi tiga tahap proses yaitu: 1. Tahap pelarutan bahan-bahan organik, bahan padat yang mudah larut atau yang sukar larut akan berubah menjadi senyawa organik yang larut. 2. Tahap asidifikasi atau pengasaman, merupakan tahap terbentuknya asamasam organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri. 3. Tahap metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan metana. Menurut Sihombing (1980), pada umumnya di dalam kotoran hewan seperti kotoran sapi, kuda, kerbau, babi, ayam, dan sebagainya sudah banyak mengandung mikroorganisme yang dapat mengubah limbah organik sampai menjadi biogas. Oleh karena itu proses pembuatan biogas dari kotoran hewan tidak perlu menambahkan mikroorganisme secara khusus, misalnya dengan

biakan murni, namun cukup dengan mengatur kondisi operasinya agar pertumbuhan dan proses fermentasinya berlangsung dengan optimal. Guguran daun jati (Tectona Grandis L) yang lebar yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran daun jati dapat memicu kebakaran hutan kecil yang justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati. Namun demikian, jika tumpukan serasah dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kebakaran hutan yang besar dan mematikan vegetasi dalam hutan (Perum Perhutani, 2000). Secara umum daun kering yang termasuk sampah coklat kaya akan karbon (C) yang menjadi sumber energi atau makanan untuk mikrobia. Tanda sampah daun biasanya kering, kasar, berserat dan berwarna coklat (sampah coklat) (Musyafa, 2004). Substrat dicampur dengan air dengan perbandingan 1:2. Sebelum dimasukkan ke dalam fermentor campuran substrat dengan air dihomogenisasikan dengan cara dicampur air kemudian diaduk. Perubahan suhu, volume dan pH diamati setiap 10 hari sekali.

Gambar Unit Produksi Biogas Bahan baku biogas dimasukkan ke dalam digester, lalu dicampur air dengan perbandingan (biasanya) 1:2. Lalu campuran tersebut diaduk oleh suatu pengaduk agar campuran bahan baku dengan air merata. Setelah itu didiamkan sehingga terbentuk gas metana. Semakin besar kandungan metana, semakin besar pula kandungan energy (nilai kalor) pada biogas tersebut. Setelah itu, gas metana dialirkan menuju suatu penampung untuk disimpan sementara atau bisa langsung digunakan. Tapi biasanya ditampung dahulu di penampung biogas karena banyak

manfaatnya. Saat kita membutuhkan biogas untuk keperluan kita, kita tinggal mengalirkan biogas dari penampung ke kompor/unit instalasi biogas untuk dikonsumsi (Abizakarya, 2009) Percobaan dilakukan dengan menggunakan kotoran kuda, yang

ditambahkan dengan remahan daun jati sebanyak 0%, 5% dan 10%. Setiap level dilakukan 3 kali ulangan. Evaluasi data penelitian dilakukan setiap 10 hari sekali pada hari ke-10, ke-20, ke-30 dan ke-40 untuk pengukuran aktivitas enzim, kandungan volatile fatty acid dan kadar gas metan. Aktivitas enzim. Digunakan sampel yang diambil disentrifuge pada 3000 G, kemudian disenrtifuge kembali pada 10.000 G (Sunaryanto, 2004). Konsentrasi gas metan diukur dengan menggunakan Gas Chromatography. Pengambilan gas dilakukan dengan cara injeksi dengan jarum suntik, kemudian dipindahkan ke dalam tabung vacuumtainer (Kashani, 2009). Asam lemak volatile dianalisis dengan menggunakan metode gas Chromatography (Bachrudin, 1996). Dimana tiap titik pengambilan sampel dianalisiskan kadar asam lemak volatilnya. Dengan menggunakan mikropipet diambil 2l dan diinjeksikan ke dalam kolom pada alat gas Chromatography. Asam lemak yang diukur kadarnya adalah asam asetat, asam propionate dan asam butirat. Serasah daun jati (Tectona grandis) merupakan salah satu sumber carbon (C) yang dapat digunakan untuk menjadi sumber energi atau makanan untuk mikrobia. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada daun jati dilakukan analisis kimia dengan menggunakan metode analisis proksimat. Hasil analisis kimia yang diperoleh tertera dalam tabel 1.

Dari data tersebut dapat dilihat jika kandungan C-organik dalam serasah daun jati mempunyai kandungan C-organik yang rendah jika dibandingkan dengan kandungan C-organik pada seresah jenis kayu putih (Melaleuca cajuputi)

yang mempunyai kadar C/N dan lignin yang tinggi (Supriyo, 2009), namun selain itu daun jati ternyata mempunyai kandungan tannin yang cukup tinggi, hal ini dapat menghambat pertumbuhan mikrobia didalam proses fermentasi

methanogenesis. Berikut data produksi gas methan yang dihasilkan. tertera dalam tabel 2. Tabel 2. Pengaruh jenis kotoran kuda, konsentrasi substrat dan waktu terhadap produksi rata-rata produksi gas metan (CH4) dalam proses fermentasi methanogenik dalam persen (%). Feses Kuda Konsentrasi 10 0% 18,25 5% 17,70 10% 12,22 Hari ke 20 36,35 21,37 25,18 30 46,69 43,09 40,31 40 63,19 64,99 50,71 Rerata 41,12a 36,78b 32,11c

Hasil diatas menunjukkan bahwa produksi gas methan berbeda tidak nyata. Biogas dengan feses kuda 100% (P4) menghasilkan produksi gas methan, hal ini dikarenakan feses kuda memiliki kandungan C/N ratio 25% lebih tinggi daripada C/N ratio kotoran sapi yang mempunyai nilai C/N ratio 18%, selain itu kotoran kuda juga mempunyai kadar nitrogen (N) sebesar 2,8%, lebih tinggi daripada kadar N dalam kotoran sapi (Suriawiria dan Sastramihardja, 1980). Selain itu feses kuda mengandung hemisellulosa sebesar 23,5%, sellulosa 27,5%, lignin 14,2%, nitrogen 2,29%, fosfat 1,25% dan kalium sebesar 1,38% lebih tinggi nilainya jika dibanding dengan feses sapi yang mengandung semisellulosa sebesar 18,6%, sellulosa 25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11% dan kalium sebesar 0,56% (Sihotang, 2010). Menurut Cheeke (1999), disamping bersifat anti-protozoa, tannin bersifat anti-bakteri terutama terhadap bakteri Gram-positif. Sementara itu Moss (1993) menyatakan bahwa bakteri penghasil CH4 (metanogen) seperti

Methanobrevibacter ruminantium dan Methanosarcina bakteri termasuk dalam klasifikasi bakteri Gram-positif. Oleh sebab itu penurunan CH4 yang sejalan dengan peningkatan konsentrasi penambahan persentase serasah daun jati (Tectona grandis) diduga berhubungan dengan penurunan populasi metanogen.

Disamping itu menurut Patra et al. (2006), tanin mempunyai aktivitas antimetanogenik. C. Penampungan dan Penggunaan Biogas Perlu diingatkan, jangan membakar gas yang pertama terbentuk karena mengandung udara di dalamnya dan dapat meledak. Beberapa hari setelah drum penangkap biogas terangkat keatas, dianjurkan membuka kran dan mengeluarkan seluruh gas yang terbentuk tersebut. Agar ditangani dengan hati-hati dan jangan ada api di sekitar unit produksi biogas. Untuk mengeluarkan gas yang telah terbentuk, tekan drum ke dalam campuran bahan organik dan air sampai ke dasar tangki digester, untuk mempercepat pengeluaran gas yang terbentuk dari unit biogas. Selanjutnya tutup kran dan unit biogas bekerja mengumpulkan gas kembali. Apabila dikerjakan dengan hati-hati, maka tidak ada lagi udara dalam gas yang terbentuk kemudian dan aman untuk pembakaran. Tidak perlu mengeluarkan lagi gas yang terbentuk dan gas itu aman untuk digunakan memenuhi kebutuhan rumah-tangga (Kamaruddin, 2009). Penampung biogas adalah sebuah komponen dari berbagai komponen penyusun unit produksi biogas yang berfungsi untuk menampung biogas yang dihasilkan dari digester untuk sementara waktu. Umumnya, unit penampung biogas terdiri dari saluran input, water trap, penampung biogas, dan saluran output. Ada juga yang menambahkan sebuah nozzle (seperti pada kompor gas) pada saluran output untuk mengatur penyaluran biogas dari penampung ke kompor (unit instalasi). Pada saluran input, bisa juga ditambahkan sebuah kran pipa untuk menutup aliran ketika penampung sudah terisi penuh untuk menutup saluran sehingga biogas tidak kembali ke digester lagi. Kran pipa tersebut juga dipasang di saluran output untuk mencegah gas yang sedang ditampung mengalir menuju kompor (Abizakarya, 2010).

Gambar. Posisi penampung tidur dan pemberatnya Cara terbaik dari penggunaan biogas yang telah ditampung dari unit produksi biogas, adalah untuk memasak. Apabila unit produksi biogas bekerja dengan baik, akan mencukupi kebutuhan rumah tangga tiap hari untuk memasak pangan sepanjang hari. Kompor yang digunakan, mempunyai pengatur pembakaran, sehingga percampuran gas dan udara dalam komposisi yang tepat. Jika nyala gas berwarna kuning, maka hal itu sebagai tanda pembakaran tidak sempurna dan tidak menghasilkan panas yang diperlukan. Apabila perimbangan antara udara dan gas dalam jumlah yang tepat, maka biogas akan terbakar dengan baik, ditandai dengan nyala yang berwarna biru. Dengan mengatur perimbangan gas-udara, akan diperoleh nyala biru yang diinginkan. Jika nyala yang semula biru dan terbakar dengan baik, berubah menjadi kuning, ini berarti ruang pembakaran tersumbat dengan arang pembakaran atau ada air dalam slang dan perlu pembersihan dengan dicuci menggunakan air dan sabun (Kamaruddin, 2009).

BAB III PENUTUP

A.

KESIMPULAN Biogas dapat dimnafaatkan sebagai sumber energi untuk pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah, selain itu sebagai pembangkit tenaga listrik, dan dari sisa kotoran ternak tersebut dapat pula dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian. Penggunaan kotoran ternak kuda dengan serasah daun jati sebagai substrat berbeda tidak sesuai dengan proses methanogenik. Cara terbaik dari penggunaan biogas yang telah ditampung dari unit produksi biogas adalah untuk memasak. Jadi, apabila unit produksi biogas bekerja dengan baik, akan mencukupi kebutuhan rumah tangga tiap hari untuk memasak pangan sepanjang hari.

B.

SARAN Perlu pengkajian lebih banyak lagi mengenai pemanfaaan biogas dalam kehidupan sehari-hari. Agar pemanfaatan biogas lebih optimal. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai level penambahan serasah daun jati (Tectona grandis) sebagai sumber carbon sehingga dapat diketahui titik optimal yang dapat ditambahkan sebagai sumber carbon.

DAFTAR PUSTAKA

Abizakarya, ibnu. 2009. Membuat penampung biogas. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Serpong Alpen. 2011. Teknologi Pembuatan Biogas Secara Sederhana . Renewable energy: Bandung Bachrudin, Z. 1996. Aplikasi Enzim Dalam Bioteknologi Pertanian. Buletin Peternakan.Edisi Khusus; 221-223. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta BLHD. 2010. Biogas Sumber Energi Alternatif. Balai Lingkungan Hidup Daerah: Makassar Cheeke, P.R. 1999. Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci., 1-10. Crowder, L.V. & H.R. Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman Group Limited, New York, USA. Fry, C.J. dan R. Mevil, 1973, Methane Digester for Fuel Gas and Fertilizer, Fakultas Teknik Kimia, ITS, Surabaya. Hvelplund, T. 1991. Volatile fatty acids and protein production in the ruminants In : J.P. Jouany (Ed.) Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. INRA. Paris. pp. 165 178. Kamaruddin As. 2009. Pembuatan dan Penggunaan Unit Produksi Biogas Sederhana Skala Pedesaan. BPTP: Makassar. Kashani, A. 2009. Application Of Various Pretreatment Methods To Enhace Biogas Potential Of Waste Chicken Feathers. This Thesis Comprises 30 Ects Credits And Is A Compulsory Part In The Master Of Science With A Major In Environmental Engineering, 120 Ects Credits No. 8/2009.University Of Boras. Moss, A.R. 1993. Methane Global Warming and Production by Animals. Chalcombe Publications, Canterbury. p.105. Musyafa. 2004. Peranan Makrofauna Tanah dalam Proses Dekomposisi Serasah Acacia mangium Willd. ISSN: 1412-033X. Nomor 1 Januari 2005. Biodiversitas Volume 6, Nomor 1 Halaman: 63-65 13 Noegroho Hadi Hs., 1980, Teknologi Gas Bio sebagai Sumber Energi dan Pengembangan Desa, LPL, No. IV tahun XIII, LEMIGAS, Jakarta.

Patra, A.K., D.N. Kamra & N. Agarwal. 2006. Effect of plant extracts on in vitro methanogenesis, enzyme activities and fermentation of feed in rumen liquor of buffalo. Anim. Feed Sci. and Technol. 128:276-291. Perum Perhutani. 2000. Marketing and Trade Policy of Perum Perhutani. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik. Sihombing, D. T. H. 1979. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sihotang, Benikditus. 2010. Kandungan Senyawa Kimia Pada Pupuk Kandang Berdasarkan Jenis Binatangnya. Avaliable at r.yuwie.com/blog/entry.29 November 2010. Sulaiman. 2009. Pemanfaatan Limbah Dan Kotoran Menjadi Energi Biogas. Subdit Pengelolaan Lingkungan. Jakarta Ternak

Sunaryanto, R. 2004. Pengaruh Kombinasi Media Sumber Karbon (Dedak : Tapioka) Dan Sumber Nitrogen Pada Kultivasi Media Padat Produksi Enzim Glukoamilase. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses 2004 Issn : 1411 4216 Supriyo, H. 2009. Kandungan C-organik dan N-total pada seresah dan tanah pada 3 tipe fisiognomi (Studi Kasus di Wanagama, Gunung kidul, DIY). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 1 (2009) p: 49-57 Suriawiria dan Sastramihardja. 1980. Faktor Lingkungan Biotis dan Abiotis Didalam Proses Pembentukan Biogas serta Kemungkinan Penggunaan Starter Efektif Didalamnya. Lokakarya Pengembangan Energi NonKonvensional. Direktorat Jendral Ketenagaan Departemen Pertambangan dan Enenrgi, Jakarta. Tahir, Iqmal. 2009. Pemanfaatan Kotoran Kuda untuk Biogas. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta

You might also like