You are on page 1of 12

5 Fakta HIV/ AIDS yang Perlu diketahui Remaja

Kasus HIV/AIDS di Indonesia makin mengkhawatirkan. Di Indonesia secara kumulatif kasus pengidap HIV dan AIDS mulai Januari 1987 hingga 31 Maret 2009 terdiri dari HIV 6.668 kasus, AIDS 16.964 kasus. Proporsi kumulatif untuk kasus AIDS menurut golongan usia, antara lain di bawah usia satu tahun mencapai 135, usia satu hingga empat tahun mencapai 175, usia lima hingga empat belas tahun mencapai 88. Usia lima belas hingga sembilan belas tahun mencapai 522, usia dua puluh hingga dua puluh sembilan tahun mencapai 8.567 kasus. Sedangkan usia 30 hingga 39 tahun mencapai 4.997, usia 40 hingga 49 tahun mencapai 1.427, usia 50 hingga 59 tahun mencapai 404, usia di atas 60 tahun mencapai 91, dan tak diketahui usia penderita mencapai 558 kasus. Dari data ini, penderita usia remaja dan produktif cukup banyak. Ini mengkhawatirkan. Sebagian besar remaja menganggap HIV sebagai penyakit yang tak berbahaya. Lebih parah lagi, banyak sekali pemahaman salah terkait HIV/AIDS. Mari kita lihat 5 fakta mengenai HIV/AIDS yang wajib diketahui remaja: 1. HIV tidak pandang bulu Sejak epidemi HIV dimulai 20 tahun lalu, stereotipe yang beredar di masyarakat tentang penderita HIV yaitu para gay, pemakai narkoba dan para pekerja seks komersial lah yang mendapat label tersebut. Faktanya, semua orang bisa terkena HIV, dari usia tua, muda , kaya, miskin, wanita, pria, maupun anak anak dan dari berbagai macam profesi. 2. Seks oral tak seaman yang dipikir Oral seks seringkali dianggap sebagai cara aman melakukan hubungan seksual. Faktanya, berdasar penelitian, cairan tubuh yang terinfeksi seperti semen dan sekresi vagina yang mengandung konsentrasi virus HIV tinggi bisa memasuki aliran darah melalui membran mukosa mulut. 3. Jangan cuma khawatir hamil Banyak remaja percaya, satu satunya risiko berhubungan seks tanpa proteksi adalah kehamilan. Karena itu dipakailah pil KB, oral seks dan ejakulasi di luar demi mencegah kehamilan. Padahal, banyak hal yang harus dikhawatirkan selain kehamilan, yakni adanya penyakit menular seksual (PMS) seperti sifilis, herpes, termasuk HIV yang bisa mengancam

kehidupan. 4. Kadang orang tidak mengatakan sesungguhnya dan kita tidak tahu kenyataannya Coba Anda pikir sejenak kalimat di atas. Berapa banyak orang yang mengakui bahwa mereka menderita HIV jika ditanya oleh pasangan barunya? Berapa banyak orang yang mengakui kehidupan seksual mereka ketika mereka baru mengenal seseorang? Berapa banyak orang yang benar benar mengetahui status HIV mereka dan status kesehatan orang orang yang bersama mereka sebelumnya? Sebuah pernyataan partner saya tidak mengidap HIV hanya bisa diterima jika disertai dengan bukti nyata tes HIV negatif. Tanyalah dengan jelas status HIV mereka dan mintalah mereka melakukan tes sebagai bukti. 5. Belum ada obat untuk si pembunuh Meski orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bisa hidup lebih lama berkat obat antiretroviral, obat ini tidak menyembuhkan. Kalau pun obat-obat ini melindungi dari infeksi opportunistik ini bukanlah jalan pintas dari infeksi HIV. Obat ini bahkan menyebabkan efek samping seperti diare, kelelahan berlebihan, kemerahan, mual dan muntah. Jadi, sebaiknya pikirkanlah dahulu sebelum berbuat terlalu jauh dan merusak masa depan Anda, karena HIV merupakan silent killer, si pembunuh senyap yang jelas akan membuat Anda menyesal di masa depan karenanya. oleh Dr. Intan Airlina Febiliawanti kompas.com

Ternyata Di Indonesia Sudah Ada Yang menemukan OBAT HIV AIDS Tokek yang dibeli dengan harga Mahal yang di percaya sebagai OBAT HIV AIDS namun Orang Indonesia Putra Indonesia Telah berhasil menemukan Obat HIV AIDS dan sudah Berhasil mengobati Penderita HIV AIDS, berikut Info Lengkapnya Belum diPatenkan, Racik dari Biota Laut Pasien dan penderita HIV/AIDS umumnya hanya bisa pasrah meski menjalani pengobatan bertahun-tahun.

Dengan virus dan penyakit di tubuh, mereka biasanya tinggal menuju ajal. Prihatin atas hal tsb, Josias Hehanusa berhasil menemukan ramuan obat yg diklaim mampu menyembuhkan penyakit tersebut. Dalam 30 hari terakhir kondisi kesehatan Ided, 29, berubah. Itu terjadi setelah pria berkulit gelap itu menikmati ramuan herbal HN1 temuan josias. Warga Jakarta Barat tersebut mengidap HIV/AIDS sejak 2005. Selama menjalani terapi itulah, tingkat kekebalan tubunya mulai meningkat dari 156 pd Maret lalu menjadi 384 saat ini. Hasil uji pendeteksi virus HIV menunjukkan bahwa tidak lagi terdeteksi virusnya, ujar Ided menuturkan kesaksiannya. Ramuan obat itu menimbulkan harapan bagi Ided untuk bisa menikmati hidup lebih panjang. Apalagi, dia jenuh dengan pengobatan yg dijalani di rumah sakit. Dia mengungkapkan bukti bahwa penyakit yg dideritanya kini mulai membaik. Lain lagi cerita Edo, 40, yg terkena HIV/AIDS akibat mengonsumsi narkoba. Warga Tangerang itu mengaku sebetulnya mengikuti program substitusi untuk pengobatan di sebuah puskesmas di kawasan Jakarta Barat. Berathun-tahun mengikuti medis di puskesmas, Edo akhirnya memutuskan berhenti. Dia merasa lelah dengan pengobatan Metadone (substitusi narkoba). Program pengobatan dengan Metadone memang disediakan pemerintah di puskesmas yg dirujuk untuk mengobati pasien HIV/AIDS. Selanjutnya, Edo beralih mengonsumsi herbal HN1 selama sebulan terakhir. Hasilnya, kondisinya makin membaik. Kesaksian beberapa pasien HIV/AIDS itu sudah cukup meyakinkan Josias bahwa penyakit itu bisa disembuhkan. Bahkan, di kampung halamannya, PNS Dinas Kesehatan Maluku Tengah itu berhasil menyembuhkan beberapa penderita. Saya ingin menolong mereka agar sembuh. Ada buktinya, setelah mengonsumsi herbal yg saya buat, pasien berangsur membaik, ujar pria kelahiran Titawai, Maluku Tengah, 1963 itu. Menurut dia, metadone belum bisa menjamin kesembuhan penderita. Sayangnya, karena alasan belum dipatenkan, Josias enggan merinci bahan ramuan obat herbalnya. Dia hanya memastikan bahwa obat itu diramu dari tanaman laut dari kawasan perairan Maluku. Karena ada bukti bahwa penyakit HIV/AIDS bisa sembuh, pemerintah harus peduli menolong pasien dengan memberikan obat alternatif, Ujarnya. Dia mengungkapkan, kekayaan alam laut yg berlimpah di daerah kelahirannya, Titawai, Kabupaten Maluku Tengah, membawa berkah. Apalagi, di tanah leluhurnya itu biota laut masih sangat mudah didapat. Bahkan, sejak 2007 lalu Josias berhasil mengobati salah satu pasien penderita HIV/AIDS. Percaya bahwa temuannya dapat menyembuhkan, dia memberanikan diri

menawarkan pengobatan pasien HIV/AIDS ke pemkab Titawai lewat Dinkes. Namun, lantaran ramuan itu dianggap hanya obat herbal, tawarannya ditolak. Tak putus asa, Josias pun ingin membuktikannya ke jakarta. Dia datang ke ibu kota beberapa bulan lalu. Saat itu dia menjalin kerja sama dengan para aktivis dan relawan HIV/AIDS yg memiliki jaringan pasien penderita. Melalui sistem jaringan itulah, informasi terus dikembangkan. Sebulan mecba terpai herbal yg saya temukan, pasien bisa sembuh. Masa pengobatan bergantung pada kondisi tubuh pasien, Jelasnya. Dia mengaku memberikan ramuan obat itu secara gratis. Ramuan itu tidak dijual karena dia ingin menolong. Alasannya, sakit saja sudah susah apalagi harus mengonsumsi obat seumur hidup. Dia bertutur, selama menagani pasien di Jakarta, tak kurang belasan orang yg menjalani terapi. Dan, hasil pemerikasaannya, pasien mulai pulih. Ada juga yg sudah bisa beraktifitas. Dia mencotohkan, salah satu pasien bernama Umar, 29, mengalami gangguan sesak nafas dan tidak memiliki nafsu makan akibat terkena HIV. Kini, dia bisa makan dan sesak nafasnya mulai hilang. Perjuangan Josias menemukan ramuan obat herbal itu adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat. Sebagai raja Titawai, dia menginginkan penderita HIV/AIDS bisa bertahan hidup. Sejak tiga tahun lalu,sepupu saya sembuh dari penyakit itu setelah mengonsumsi ramuan obat herbal. semoga bermanfaat gan.. mari kita Dukung Sodara Kita dan gw Yakin Memang di Dunia Ini sudah di sipakan segala macam Obat dari ALAM yang dapat menyembuhkan Berbagai Penyakit yang ada di Dunia Ini...
http://archive.kaskus.us/thread/4443069

Infeksi virus HIV bisa muncul selama berhubungan seks dan penularan virus HIV pada pria biasanya melalui penis. Bila seorang pria disunat, hal itu bisa mengurangi risiko terinfeksi virus mematikan tersebut dua sampai delapan kali. Sejauh ini berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana sunat pada pria dapat mengurangi risiko terinfeksi HIV. Menurut Carlos R Estrada dan rekan-rekannya dari Pusat Kesehatan St Lukes Rush Presbyterian di Chicago, Illinois, sekitar 80 persen infeksi HIV biasanya muncul selama berhubungan intim. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Sekretariat Badan Dunia untuk Penanggulangan AIDS (UNAIDS) mempertemukan para ahli internasional dalam sebuah konsultasi untuk menentukan apakah sunat pada pria sebaiknya dianjurkan bagi upaya pencegahan infeksi HIV. Setelah dilakukan riset, hasilnya sunat pada

pria mampu mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual pada pria 60 persen. "Apa hubungannya sunat dengan pengurangan resiko penularan HIV/AIDS? Kepala penis merupakan faktor penting dalam penularan virus HIV/AIDS," Karena itu, sosialisasi mengenai manfaat sunat untuk mengurangi risiko terinfeksi HIV perlu digalakkan," kata Direktur Pelayanan Kesehatan Yayasan Kusuma Buana Adi Sasongko dalam temu media, Selasa (31/3) di rumah makan Empu Sendok, Jakarta. Acara itu diprakarsai Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta didukung Kemitraan Australia-Indonesia dan bekerja sama dengan Komunitas Jurnalis Kesehatan Indonesia. Lalu ia menjelaskan, kulit luar ujung atau kepala penis memegang peranan penting dalam jalan masuknya virus HIV. Kulit paling luar dari ujung atau kepala penis terdapat sel-sel yang sangat peka terhadap virus HIV. Bagian yang dipotong dalam proses sunat ini dilapisi kulit yang amat tipis, bagian ini mudah luka saat berhubungan seksual daripada kulit di belakangnya. Maka dari itu, virus dapat menyebar dari luka sekecil apa pun. Penis yang tidak disunat lebih mudah menyebarkan virus HIV terhadap pasangannya karena bagian kulit di ujung penis atau kulub yang lembab dan basah itu menjadi tempat yang cocok bagi virus HIV untuk hidup. Kulub yang basah juga berpotensi membantu penularan berbagai penyakit seksual lain. Dengan disunat, otomatis kulit penis akan terbuka sehingga berisiko rendah terhadap infeksi virus HIV. Menurut data penelitian dari Halperin dan Bailey sebagaimana dikutip Adi menunjukkan, negara-negara Asia dan Afrika dengan prevalensi populasi laki-laki disunat kurang dari 20 persen mempunyai prevalensi HIV beberapa kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara dengan populasi laki-laki disunat yang lebih dari 80 persen. Hasil serupa, ujar Adi, juga ditemui dalam penelitian di Afrika Selatan, Kenya, dan Uganda. Ternyata risiko penularan HIV lebih rendah pada laki-laki disunat dibandingkan dengan yang tidak sunat. "Afrika Selatan 76 persen lebih rendah, Kenya 60 persen lebih rendah, sedangkan Uganda 55 persen lebih rendah," ungkap Adi. "Kenapa Afrika, karena di daerah tersebut terdapat penderita HIV/AIDS paling banyak, yaitu 22 juta orang," katanya. Namun, jangan salah, Adi mengingatkan, sunat ini tidak otomatis membuat laki-

laki kebal terhadap HIV/AIDS. "Sunat itu hanya mengurangi resiko penularan HIV/AIDS saja," tegasnya. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5159572

Tanda Orang Terkena HIV / AIDS


Cara terbaik untuk mengetahui apakah sesorang mengidap HIV / AIDS atau tidak adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan melalui test darah. Ketika pengujian tidak memungkinkan, ada tanda-tanda tertentu yang bisa menunjukkan apakah seseorang mengidap HIV/AIDS atau tidak, atau minimal megetahui gejala-gejalanya. Harus diingat bahwa seseorang yang mengidap HIV biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda selama paling sedikit beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada orang dewasa, 3 tanda-tanda utama AIDS adalah: 1. Kehilangan 10% dari berat badan lebih dari satu bulan tanpa penyebab. 2. Diare lebih dari satu bulan. 3. Demam yang berlangsung selama lebih dari satu bulan baik konstan atau datang dan pergi Pada orang dewasa, 5 tanda minor AIDS adalah: 1. Batuk kering yang tidak sembuh-sembuh. 2. Kulit gatal di seluruh tubuh. 3. Herpes zoster (mirip cacar air, atau disebabkan virus yang juga mengakibatkan cacar air, virus herpes) yang tidak kunjung sembuh. 4. Candidiasis, yang putih, mengangkat ruam pada mulut, lidah, atau tenggorokan. 5. Pembengkakan kelenjar (di leher, ketiak, atau selangkangan) dengan atau tanpa infeksi aktif. Orang dewasa dapat didiagnosis mengidap AIDS, jika memiliki minimal 2 tanda-tanda utama dan satu tanda minor. Tapi, itu sudah cukup untuk membuat diagnosis AIDS jika seseorang mengidap kanker kulit (disebut Karposi, yang biasanya kemerah-merahan, ungu, atau bintik-bintik hitam pada kulit yang dapat menjadi besar dan menyakitkan) atau kriptokokal meningitis (infeksi pada meliputi otak yang menyebabkan demam, leher kaku, sakit kepala, kebingungan, dan ketidakmampuan untuk bangun).

Pada anak-anak, 3 tanda-tanda utama AIDS adalah: 1. Berat badan, atau pertumbuhan lambat. 2. Diare berat selama 14 hari atau lebih. 3. Demam selama lebih dari satu bulan. Pada anak-anak, 5 tanda minor AIDS adalah: 1. Kulit gatal di seluruh tubuh. 2. Pembengkakan kelenjar (di leher, ketiak, atau selangkangan). 3. Candidiasis (bintik-bintik putih) di dalam mulut, lidah, atau tenggorokan. 4. Infeksi pada telinga, tenggorokan, dan infeksi lainnya. 5. Batuk yang tidak sembuh-sembuh. Tanda kecil lainnya adalah jika sang ibu telah dinyatakan positif HIV / AIDS atau memiliki tanda-tanda AIDS. Bagi seorang anak untuk dapat didiagnosis dengan AIDS, maka harus ada 2 besar dan 2 kecil tanda-tanda yang tercantum di atas.

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5148308

1926: Beberapa ilmuwan menganggap HIV menyebar dari monyet ke manusia sekitar tahun 1926-1946. 1982: Para ilmuwan menemukan sindrom yang dikenal sebagai GayRelated Immune Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay. 1983: Dokter di Institut Pasteur Prancis memisahkan virus baru penyebab AIDS. Virus itu terkait dengan limfadenopati (Lymphadenopathy-Associated Virus-LAV). 1984: Pemerintah AS mengumumkan, Dr Robert Gallo dari National Cancer Institute (NCI) memisahkan retrovirus penyebab AIDS dan diberi nama HTLV 111. 1986: Suatu panitia internasional menyatakan bahwa virus LAV dan HTLV-III adalah sama sehingga nama virus itu diganti menjadi HIV. 15 April 1987: Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit

Sanglah, Bali. Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS. 1987-Desember 2001: Dari 671 pengidap AIDS, 280 orang diantaranya meninggal dunia. Februari 1999: Peneliti dari University of Alabama di Amerika Serikat (AS) meneliti jaringan yang dibekukan dari seekor simpanse dan menemukan jenis virus SIV yang hampir sama dengan HIV-1.Simpanse itu berasal dari subkelompok simpanse yang disebut pan troglodyte yang terdapat di Afrika Tengah Barat. 2001: UNAIDS (United Nations Joint Program on HIV/AIDS) memperkirakan jumlah Orang Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA) 40 juta. Sampai sekarang, di subsahara Afrika paling banyak terdapat ODHA, yakni 70 persen dari ODHA yang ada di dunia. Sedikitnya 12 juta anak menjadi yatim piatu karena HIV/AIDS. November 2001: Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan obat untuk AIDS dan penyakit lainnya dalam kasus tertentu boleh tidak dipatenkan. 2002: 3,1 juta orang meninggal karena penyakit AIDS. 9 Januari 2003: Penderita HIV/AIDS di Bali bertambah 18 orang lagi. Total kumulatif penderita, dari 233 orang menjadi 251 orang. Sampai saat ini belum bisa dipastikan posisi Bali dalam hal urutan jumlah penderita HIV/AIDS dalam skala nasional. Juli 2003: Salah satu kasus baru yang belum banyak diketahui orang lain adalah merebaknya HIV/AIDS dikalangan para petugas kesehatan akibat secara tidak sengaja tersuntik jarum suntik yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit yang diidentikkan dengan penyakit seksual ini. Kebanyakan yang terkena adalah para suster yang bertugas untuk menyuntikkan zat anti viral (anti virus) kepada para pasien penderita AIDS. Tetapi entah kenapa, secara tidak sengaja jarum suntik yang biasa digunakan untuk para penderita HIV/AIDS, berbalik menyuntik bagian tubuh mereka. Keadaan dikhawatirkan akan menyebabkan ketakutan di kalangan para petugas kesehatan, terutama bagi mereka yang ditugaskan untuk merawat ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Salah satu cara yang telah dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan pemberian obat jenis post exposure prophylaxis atau pencegahan pasca pajanan. Tujuannya, agar dapat dideteksi apakah mereka positif terkena HIV/AIDS atau tidak. Mereka meminumnya selama satu hingga satu setengah bulan, kemudian pemakaian obat dihentikan. Tiga hingga enam bulan setelahnya, mereka kembali diberikan obat anti viral untuk melumpuhkan virus HIV. Kecelakaan yang tidak disengaja itu akan semakin

memperparah kondisi para pasien HIV/AIDS karena akan semakin banyak orang yang tidak peduli kepada mereka. Sementara untuk petugas kesehatan diharapkan mereka bersikap hati-hati dalam bertugas karena pihak rumah sakit tidak menyediakan dana khusus untuk perawatan dan pengobatan mereka. 20 Agustus 2003: Generasi muda Papua lama-kelamaan dirasa akan habis karena kurangnya penanganan masalah HIV/AIDS bagi warga Papua oleh petugas kesehatan. Hal ini dikarenakan penanganan pemerintah terhadap kasus HIV/AIDS di Papua sangat minim, sedangkan penderitanya semakin hari jumlahnya semakin bertambah. 22 Agustus 2003: Sebanyak 27 orang warga Kabupaten Banyuwangi dinyatakan positif terserang AIDS dan 10 orang lainnya masih diduga terkena penyakit yang sama. Ini merupakan Angka terbesar di Jatim setelah Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Data ini berdasarkan survei Dinas Kesehatan pada 45 unit puskesmas dan 12 lokalisasi di Kota Gandrung itu, sejak awal bulan Agustus lalu. Kesimpulan didapat setelah dilakukan pemeriksaan contoh darah yang diuji di laboratorium kesehatan pada Dinas Kesehatan Propinsi Jatim di Surabaya. Penderita adalah para pekerja seks komersial (PSK), mahasiswa, ibu rumah tangga, PNS, TKI, dan waria. Dari 27 orang yang dinyatakan positif mengidap virus itu, lima di antaranya meninggal dunia. Sementara sisanya masih dalam pengawasan dan penanganan pihak Diskes Banyuwangi. 30 November 2003: Deki (22 Tahun), positif mengidap HIV/AIDS karena jarum suntik narkoba. Deki tidak tinggal diam menunggu nasib, bahkan ia tidak takut kematian dan menyerah begitu saja ditengah jepitan ancaman ganda yang harus dihadapinya. Kini, Deki mengisi hari-harinya dengan bergabung pada Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta yaitu sebuah LSM yang mendedikasikan diri mendampingi penderita ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). 24 Januari 2003: Setelah lima hari dinyatakan positif mengidap AIDS, Koko (27 Tahun) meninggal dengan keadaan mengenaskan, dikucilkan dan sempat ditolak berobat oleh sejumlah rumah sakit. Berdasarkan data yang masuk, terdapat 306 penderita HIV/AIDS yang tersebar di Indonesia hingga Desember 2002. Jumlah ini belum termasuk jumlah korban lain yang tidak terdeteksi. 26 Januari 2004: Dalam kegiatan Penyuluhan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba di Balai Kota Bogor, Dr Subagyo Partodiharjo selaku Ketua Yayasan Karya Bhakti mengatakan, selama 2003, Rumah Sakit Karya Bhakti, Bogor menemukan 14 orang pasien pecandu narkoba yang dinyatakan positif terinfeksi virus

HIV/AIDS. Rumah Sakit Karya Bhakti merupakan salah satu tempat di Bogor untuk melakukan rapid detoxivikasi (cara medis membuang ketergantungan narkotika). Pasien narkotika dapat melakukan pencekan untuk mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV atau tidak. Tapi, rumah sakit tidak menerima rehabilitasi bagi pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Kebanyakan pasien narkotika yang dilakukan rapid detoxivikasi adalah narapidana dalam kasus narkoba yang ditahan di penjara Paledang,Bogor. Kegiatan Komite ini melakukan penyuluhan dibeberapa daerah. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu menanggulangi dan memberantas peredaran serta penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data perkiraan jumlah penduduk Indonesia 0.009 % dari tercatat sebagai korban narkoba. Sedangkan 0,001 % tercatat sebagai sindikat pengedar (bandar, pengedar dan sebagainya). Dalam peredarannya, narkoba diistilahkan sebagai food suplemen yang berguna untuk pengembali kesegaran tubuh. Sebagai pengenalan, biasanya pengedar memberikan narkoba secara cuma-cuma kepada pemakai pemula, yang nantinya akan ketagihan, namun setelah itu, Pengedar menjualnya dengan harga tinggi. 14 Februari 2004: I Gusti Dodi, penderita berusia 21 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum Mataram. 11 Maret 2004: Dua orang bekas TKW asal Malang di Singapura, yaitu Syt dan Syn diketahui terserang HIV/AIDS setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Kepanjen. Kedua wanita ini terdeteksi mengidap penyakit ini pada Februari 2004. Dengan ini, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Malang menjadi 30 orang, empat diantaranya meninggal dunia. Penderita yang masih hidup terus dipantau kegiatannya. Para penderita HIV/AIDS berasal dari berbagai kalangan, seperti PSK (Pekerja Seks Komersial), Waria, Gay, Sopir, dan Pecandu Narkoba. 18 Maret 2004: Penderita AIDS di Mataram bertambah lagi dengan terindikasikannya Irw (28 tahun) yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Mataram, Nusa Tenggara Barat lewat instalasi rawat darurat (IRD). 23 Maret 2004: Irw (28 tahun) seorang sopr taksi yang diindikasikan terkena AIDS, kini hanya terbaring lemah. Kondisi badannya hampir tanpa kekebalan tubuh. Bahkan keadaannya semakin memburuk. AIDS tertular padanya melalui suntikan narkoba yang digunakannya. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa bekas suntikan. DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia, dibandingkan dengan Papua, Bali, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ke enam daerah ini memasuki concentrated level epidemic AIDS. Penyebab tingginya kasus AIDS di

enam provinsi itu adalah tidak sehatnya perilaku seksual. Untuk itu diperlukan penanganan serius penularan AIDS, seperti program abstinensi -puasa seks, be faithful -setia pada pasangan dan penggunaan kondom. Kasus AIDS juga banyak ditemukan pada pengguna NAZA, khusunya di DKI Jakarta. Penanganannya, lewat peer group education. Semula kasus AIDS di Indonesia berada pada low level epidemic. Sejak 2000, kasus AIDS di Indonesia meningkat menjadi concentrated level epidemic (data statistik hingga 2003: http://www. mx2.tempo.co.id/pdat/prs/kliping/aids.htm/ danhttp://www.mx2.tempo.co.id/pdat/prs/kliping/aids1.htm/). Tapi, belum masuk tahap epidemi meluas yang diindikasikan dengan tingkat persentase kasus AIDS pada Ibu hamil mencapai di atas satu persen.

Tanaman Asli Indonesia Berpotensi Jadi Obat HIV AIDS Pertama


banyak tanaman asli Indonesia yang berpotensi sebagai anti-HIV/AIDS, tetapi belum diuji skrining hingga menjadi obat yang diakui. Justru skrining terhadap tanaman herbal tropis anti-HIV banyak dilakukan negara-negara maju seperti AS atau Eropa, kata pakar biomedik Suprapto Maat di Jakarta, Rabu (2/12). Suprapto mengatakan skrining itu diawali dengan penentuan sitotoksisitas ekstrak terhadap kultur sel yang telah diinveksi HIV, hingga skrining terhadap fraksi ekstrak tanaman untuk diketahui mana yang memiliki aktivitas mantap sebagai anti-HIV. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu mencontohkan, dari hasil penelitian Barat terhadap kunyit (curcuma domestika/longa) diketahui pigmen berwarna kuningnya ternyata memiliki efek farmakologik seperti antitumor, aktivitas anti infeksi, anti-inflamasi dan dapat menghambat aktivitas enzim integrase HIV-1. Acemannan yang merupakan polisakarida asetilasi dari lidah buaya (aloe vera) yang diteliti laboratorium di AS dan di Kanada, ternyata bersifat antitumor, imunostimulan, dan antiviral.

Diterpenoid lakton yang terdapat pada sambiloto (andrographis paniculata) dapat menghambat pertumbuhan virus HIV-1 maupun virus HIV-2 dan dipatenkan di Universitas Bastyr dengan nama AndroVir. Penelitian terhadap akstrak meniran (phyllanthus niruri) bekerja sebagai anti-viral dan imunostimulator (perangsang imunitas) pada penderita HIV/AIDS. Ekstrak buah mengkudu (morinda citrifolia) telah dipatenkan sejumlah peneliti di negara maju sebagai antiinfeksi dan antikanker. Ekstrak Bratawali (tinospora cordifolia) mampu menurunkan gejala yang terjadi pada infeksi HIV seperti mual, muntah, anoreksia dan lemah. Ekstrak jambu biji (psidium guajava) sebagai penghambat virus HIV dan meringankan efek samping penderita HIV, seperti diare. Agar peneliti Indonesia bisa lebih aktif melakukan pencarian obat anti-HIV dari berbagai tanaman asli tropis, perlu dibangun laboratorium khusus virus dan laboratorium kultur sel, meski lab ini membutuhkan investasi sangat besar. Ia mengatakan China yang sudah melakukan skrining terhadap tanaman anti-HIV terhadap 5.000 spesies tanaman obat, hanya menghasilkan sekitar 90 spesies yang menunjukkan aktivitas anti-HIV atau hanya sekitar 13 persen saja. Sejauh ini penanganan HIV/AIDS mengandalkan HAART (Highly active antiretroviral therapy) yang diperkenalkan sejak 1996, yang mencakup kombinasi tiga obat kimia yang berasal dari sedikitnya dua jenis agen antiretroviral. HAART membuat adanya stabilisasi gejala dan meningkatkan waktu bertahan penderita antara 4-12 tahun, tetapi tidak menyembuhkan pasien dari HIV dan bisa kambuh kembali setelah perawatan berhenti.

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4722842

You might also like