You are on page 1of 12

Fakta & Kondisi e-Government di Indonesia *

oleh : Donny B.U. **

Infrastruktur Dasar (Telekomunikasi & Komputer)


Terdapat 468 Pemerintah Daerah (pemda) tingkat propinsi, kabupaten/kota di Indonesia, tetapi baru 214 pemda yang telah memiliki situs web sebagai tahap pertama pembangunan e-gov. Dari 214 situs tersebut, 186 buah dapat dibuka, sedangkan 28 buah sisanya tidak dapat dibuka (under construction / not found). Pemda propinsi, kabupaten/kota yang telah memiliki situs web o 80% - 100% : DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali o 60% - 79% : Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur o 40% - 59% : Sumatera Barat, Riau, Banten, dan Sulawesi Utara; o 20% - 39% : Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan o 1% - 19% : Nanggro Aceh Darussalam, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Maluku Utara. o 0% : Bangka Belitung, dan Maluku. Kementerian Komunikasi dan Informasi, sebagai pihak yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mewujudkan e-gov di Indonesia, tengah melakukan penilaian (rating) terhadap situs Pemda. o Jumlahnya mencapai 283 situs, yang terbagi atas 37 situs departemen/kementerian/lembaga tinggi, 32 situs lembaga pemerintah non departemen, dan 214 situs pemerintah daerah (pemda) tingkat propinsi, kabupaten, dan kota. o Poin penilaian yang ditetapkan adalah : kecepatan akses, tampilan, konten, kontekstual, usability, readibility, mobilitas data (dinamis/statis), akurasi, informasi layanan publik, hits dan platform yang digunakan. o Tujuan dari rating situs web pemerintah antara lain: 1. mengetahui tingkat kemampuan, kehandalan, dan mutu suatu situs web

pemerintah 2. memberikan masukan mengenai kondisi situs web kepada pengelola 3. menumbuhkan inovasi dan memberikan motivasi pengelola situs web pemerintah Jaringan komputerisasi yang akan digunakan saat Pemilu 2004 nanti, seusai acara akan dihibahkan kepada pemerintah untuk membangun pondasi e-gov. Menurut beberapa praktisi IT di Indonesia, hal tersebut akan sulit dilakukan karena : o tidak akan ada lagi pihak yang merawat dan menjaga komputerkomputer yang disebarkan hingga ke kabupaten/kota dan kecamatan o pihak yang akan mengoperasikan komputer saat Pemilu 2004 nanti adalah mahasiswa atau pelajar yang diberi pelatihan khusus, dan memiliki tanggungjawab secara terbatas kemampuan dan waktunya o pihak yang menerima atau menyimpan komputer tersebut di daerah adalah bukan SDM yang memiliki pemahaman cukup tentang komputer Menurut dokumen yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana pembangunan jaringan komputerisasi Pemilu 2004 tersebut, akan disebar sekitar 8000 unit komputer ke 438 kabupaten/kota dan 5059 kecamatan. Jumlah kecamatan di Indonesia berjumlah 4994 buah, tetapi tidak semua kecamatan telah terhubung dengan jaringan telepon dan/atau Internet. o 2552 kecamatan akan dilayani oleh jaringan telepon kabel PT Telkom o 2442 kecamatan lainnya yang belum tersambung telepon akan dilayani oleh jaringan satelit Pasific Satelit Nusantara (PSN) Berdasarkan keterbatasan infrastruktur di Indonesia saat ini, kesiapan layanan e-gov hanya akan menjangkau 9% penduduk Indonesia. Hal tersebut berdasarkan hasil survei dan studi yang dilakukan oleh Kominfo, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian pemerintah terhadap kesiapan implementasi e-government. Aspek

infrastruktur pendukung e-gov yang diukur adalah infrastruktur telekomunikasi, penetrasi komputer & Internet, peraturan perundangan, sumber daya manusia, pendanaan, dan strategi. Kementerian Komunikasi dan Informasi menyebutkan nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun jaringan tulang punggung e-Indonesia, sebagai salah satu prasyarat keberlangsungan e-gov nasional, diperkirakan sekitar US$ 50 juta (sekitar Rp 430 miliar). Kementerian Komunikasi dan Informasi memberikan ilustrasi investasi untuk membangun solusi e-gov di suatu daerah, berupa perangkat satu komputer server, lima komputer klien dan pelatihan sumber daya manusia selama enam bulan diperkirakan sebesar Rp 300 juta Regulasi Pendukung (Kebijakan Pemerintah) Presiden RI Abdurrahman Wahid telah mengeluarkan Inpres No 6 tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia yang didalamnya menyebutkan konsep Government Online. Konsep tersebut pada intinya bertujuan untuk meningkatkan : good governance, transparansi & akuntabilitas kinerja pemerintah, partisipasi masyarakat, pelayanan publik dan hubungan kerja antar instansi pemerintah, Presiden RI Megawati Soekarnoputri telah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan eGovernment, pada bulan Juli 2003. Pada intinya, Inpres tersebut menekankankan agar instansi pemerintah baik di pusat dan di daerah dapat memahami pentingnya e-gov, tujuan strategis e-gov, kendala-kendala yang akan dihadapi dalam implementasi e-govt, arah perkembangan, strategi dan langkah-langkah pelaksanaan dalam mengembangkan egov baik secara nasional maupun untuk masing-masing instansi.

Kementerian Komunikasi dan Informasi menyatakan bahwa e-gov di Indonesia baru memasuki tahap pertama, yakni baru berupa tampilan di situs web. Namun demikian, ada sebagian yang lebih maju dan sudah dapat menjalankan fungsi interaksi antara pengguna dengan pemerintah yang memasuki situs web tersebut. Interaksi ini antara lain berupa tanya jawab, konsultasi dan forum komunikasi lewat internet. Sementara untuk mencapai tahap transaksi, situs web e-gov masih membutuhkan perangkat berupa regulasi. Untuk itu, selain Inpres No. 3/2003 di atas, masih diperlukan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dapat menjadi landasan hukum untuk setiap transaksi. RUU ITE telah selesai disampaikan oleh Kementerian Kominfo kepada Presiden melalui Sekretaris Negara, untuk diagendakan pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat usai Pemilu 2004 nanti. RUU ITE tersebut merupakan gabungan antara RUU yang diajukan oleh tim Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan tim Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informasi akan mengeluarkan 10 dokumen tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) e-gov di Indonesia. Juklak tersebut untuk mendukung implementasi Inpres no. 3/2003 tentang e-gov. Kesepuluh juklak tersebut adalah tentang (1) standar infrastruktur portal pemerintah, (2) e-record management, (3) standar mutu, (4) jangkauan pelayanan & pengembangan aplikasi, (5) kebijaksanaan kelembagaan otorisasi, (6) pertukaran informasi, (7) keikutsertaan swasta, (8) kebijakan pengembangan pemerintahan yang baik & manajemen perubahan, (9) kebijakan pendidikan, pelaksanaan proyek & penganggaran, serta (10) panduan penyusunan rencana induk pengembangan e-government lembaga. Menurut Task Force e-gov Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia,

sejumlah institusi pemerintah di daerah sejauh ini sudah menanamkan investasi untuk pemanfaatan TI dalam penyelenggarakan operasional pemerintahan tapi baru pada tahap awal yakni front office. Sehingga untuk merealisasikan penyelenggaraan e-gov yang ideal di Indonesia dalam kurun waktu 5-10 tahun, sudah cukup bagus. Pendapat Publik (e-Government Award 2003) Pertengahan tahun 2003, majalah Warta Ekonomi, sebuah media nasional yang mengkhususkan diri pada informasi/berita new economy dan memiliki sisipan khusus tentang e-gov Indonesia, memberikan anugerah e-Government Award 2003. Kriteria penilaiannya adalah pada proses perubahan kepemerintahan, visi-misi kepemimpinan., investasi strategis, kolaborasi dengan pihak lain, pelayanan publik, serta informasi umum dan teknis lainnya. Untuk pemenang e-Government Award 2003 versi majalah Warta Ekonomi tersebut adalah sebagai berikut : o Kategori kabupaten/kota : 1. kota tarakan www.kotatarakan.go.id 2. kabupaten kutai timur www.kutaitimur.go.id 3. kota denpasar www.denpasar.go.id o Kategori propinsi : 1. daerah istimewa yogyakarta www.pemda-diy.go.id 2. kalimantan timur www.kaltim.go.id 3. sulawesi utara www.sulut.go.id o Kategori kementerian / departemen : 1. departemen pendidikan nasional www.depdiknas.go.id 2. departemen dalam negeri www.depdagri.go.id 3. kementerian koordinator politik dan keamanan www.polkam.go.id o Kategori pemerintah non departemen : 1. bank indonesia www.bi.go.id 2. badan koordinasi survei dan pemetaan nasional www.bakorsurtanal.go.id 3. badan SAR nasional www.basarnas.go.id o Lembaga lain yang relevan : 1. badan pengawas pasar modal www.bapepam.go.id 2. Pusat Informasi Energi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral www.pie-esdm.go.id 3. Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi Departemen Energi www.djlpe.go.id

Statistik Pendukung (Nama Domain GO.ID , Internet dan


Telepon) Statistik pertumbuhan nama domain GO.ID (government - Indonesia)
Month Year Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug S ep Okt Nov Des T otal 2001 1 62 9 72 2002 8 9 10 5 9 14 18 10 18 15 19 19 154 2003 36 16 20 14 23 13 32 20 42 21 27 43 307 2004 31 31 T otal 564 S ource : IdNic.net.id

Statistik jumlah pelanggan dan pemakai internet Indonesia :


Year Subscriber User 1998 134.000 512.000 1999 256.000 1.000.000 2000 400.000 1.900.000 2001 581.000 4.200.000 2002 667.002 4.500.000 2003 865.706 8.080.534
S ource : APJI I .or .id

Jumlah penduduk Indonesia mencapai 214.561.040 orang. Jumlah telepon tetap konvensional Telkom di Indonesia mencapai sekitar 7,8 juta satuan sambungan telepon (sebanyak 2 juta diantaranya berada di daerah Universal Service Obligator). Pelanggan Telkom mencapai 7,4 juta pelanggan. Jumlah desa di Indonesia mencapai 72 ribu desa, sedangkan yang belum terjangkau telepon masih mencapai 42 ribu desa. Data pada minggu pertama Januari 2004, terdapat 18,6 juta nomor telepon selular : o telkomsel 9,7 juta o indosat group 6 juta o excelcom 2,9 juta Jumlah pengguna telepon selular di Indonesia tahun 2002 mencapai 11,45 juta nomor, sedangkan pada tahun 2003 mencapai 18,2 juta nomor. Diproyeksikan pada tahun 2004 ini, pelanggan selular akan menjadi 22 juta hingga 25 juta nomor. Data dan perkiraan pasar seluler Indonesia 2001 2002 2003 2004** Pelanggan* 6,35 11,45 18,2 25,5 Populasi* 205 210 216 223 Penetrasi 3% 5% 8% 11% Pertumbuhan - 80% 59% 40%
Source : Alcatel / Bisnis Indonesia (januari 2004) *) dalam juta **) perkiraan

Hambatan e-Gov di Indonesia (menurut beberapa sumber)


Budi Rahardjo MSc, PhD (dosen ITB dan penulis buku TI) o Kultur berbagi informasi belum ada o Kultur mendokumentasi informasi belum lazim o Kurangnya SDM TI yang handal di pemerintahan o Infastruktur telekomunikasi yang belum memadai (mahal dan tidak merata) o Tempat akses informasi yang belum memadai Gempar Ikka Wijaya (jurnalis dan kolumnis TI) o Sistem rekrutmen pegawai di Pemda yang masih tidak transparan dan belum bebas KKN o Banyaknya oknum pemda yang akan tersisih atau dirugikan dengan keberadaan e-gov o Proyek Pemda terancam hanya berusia pendek yaitu 4-5 tahun, sesuai dengan jabatan bupati/walikota maupun gubernur o Keterbatasan pengetahuan SDM di Pemda akan mengakibatkan banyak pihak/vendor menawarkan solusi e-gov yang mahal tetapi kurang bermanfaat o Infastruktur telekomunikasi yang belum memadai (mahal dan tidak merata) o Pemda membangun sendiri-sendiri aplikasi e-gov menurut versi mereka, tanpa memperhatikan konsep integrasi dan interkoneksi antar sistem informasi. Manuel Diaz Rossano (Staf Kantor Pengelolaan Data Elektronis Kota Bekasi dan Pengelola Situs www.kotabekasi.go.id) o Pembangunan e-gov terlalu mengejar pembangunan infrastrukturnya saja, bukan pada pengembangan SDM maupun perubahan budaya o Insentif bagi pengelola e-gov sangat rendah, tidak sebanding dengan pekerjaan o Kebijakan Pemda dan DPRD yang sering berubah-ubah, pemahaman tentang TI yang masih rendah, keinginan memperoleh hasil yang instan sehingga IT dianggap sebagai pemborosan o e-gov sering dimanfaatkan oleh vendor/konsultan tertentu untuk menawarkan proyek pada pengambil kebijakan demi keuntungan sesaat dengan memanfaatkan vendor ternama sebagai tameng

o Masalah koordinasi yang tidak pernah tuntas, sehingga masingmasing instansi membuat sistem sendiri yang akhirnya tidak dapat diintegrasikan o Budaya manual yang masih hinggap di birokrasi, karena terkait dengan ancaman minimnya insentif yang diterima, sehingga komputerisasi dianggap menjadi ancaman o Kesenjangan pemahaman TI antara pimpinan dengan bawahan, atau antara bupati/walikota dengan kepala dinas o Infrastruktur telekomunikasi yang belum mendukung, terutama di daerah o Vendor/konsultan tidak serius menangani SDM, sehingga begitu selesai suatu proyek, dianggap selesai pula pekerjaannya. Akibatnya alat yang telah terpasang menjadi menganggur, bahkan terkadang dikanibal untuk hal lain o Isu e-gov juga menjadi modus baru untuk melakukan tindak korupsi, karena nilai jasanya tidak terukur seperti pada proyek yang lain. Jika Kementerian Komunikasi dan Informasi sedang / sudah mengeluarkan standar teknisnya, belum tentu hasilnya bisa disamaratakan antar daerah. Ashwin Sasongko (Sekretaris Menteri Negara Riset dan Teknologi) menyatakan bahwa salah hambatan pengembangan e-gov di Indonesia adalah karena tidak disiapkannya anggaran pengoperasian dan pemeliharaan oleh pemerintah, dan yang dikeluarkan hanyalah anggaran pembangunannya saja. Lazuardi Ilyas (Staf Ahli Sistem Komunikasi Departemen Dalam Negeri) menyatakan bahwa perkembangan e-gov di Indonesia masih jalan di tempat. Hal tersebut terjadi karena aparatur pemerintah masih enggan untuk membuka diri. Selain itu ada kesalahan persepsi di kalangan pemerintah daerah dan pusat bahwa situs (web site) yang dibangun oleh kabupaten dan propinsi sudah dapat dinyatakan sebagai egov. Menurutnya, situs hanyalah sebuah sarana memasyarakatkan hasilhasil e-gov

dan bukannya e-gov itu sendiri.

Pendapat Bupati Kab. Takalar Sulawesi Selatan, Drs. Zainal Abidin.


(catatan ICT Watch : pernyataan berikut ini dikutip dari wawancara yang dilakukan oleh majalah eBizzAsia pada edisi Januari 2003. e-Gov yang tengah dibangun oleh Kabupaten Takalar ini kerap menjadi percontohan bagi para pakar, praktisi dan pengamat pembangunan / pengembangan e-Gov di tanah air. Selain Kabupaten Takalar, ada satu lagi daerah yang kerap menjadi percontohan, yaitu Kabupaten Kutai. Baik Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kutai Timur, pada dasarnya memiliki kesamaan yang cukup signifikan, yaitu : (a). tingginya kesadaran pemerintah daerah, (b). pendapatan asli daerah yang tinggi dari hasil bumi, dan (c). adanya dukungan pembangunan infrastruktur yang memadai dari PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). e-Gov yang dibangun baik oleh kedua daerah tersebut adalah menayangkan informasi mengenai tata-cara pengurusan surat-surat di situs Internet dan melakukan proses online intranet di internal institusi kantor pemda untuk keperluan administrasi kepengurusan surat-surat yang diperlukan masyarakat) Bagaimana asal mula munculnya inisiatif menerapkan e-Government? Ketika mengikuti program magister LAN, untuk mempelajari kebijakan publik, saya tertarik dengan apa yang disebut Total Quality Management (TQM). Salah satunya TQM untuk pelayanan publik, yang tentu didukung oleh berbagai faktor, terutama dari aparatur itu sendiri. Dalam melakukan studi banding, saya memilih Gianyar, Bali, yang memiliki komitmen pelayanan publik. Rupanya telah dibuat sedemikian rupa, sistem satu atapnya diterapkan di Gianyar, sedangkan teknologinya dikembangkan di RISTI, Bandung. Tetapi, waktu itu Gianyar belum menerapkan teknologinya. Visi saya saat itu adalah bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, yang memuaskan masyarakat. Ukurannya apa? Kecepatan atau ketersediaannya? Kami ingin membuat suatu layanan yang baik, yang memuaskan masyarakat dan berkualitas tinggi, dan segera bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Misalnya saja, pembuatan KTP. Jangan sampai urusan-urusan penting tak dapat dilakukan hanya karena KTP. Padahal, pembuatan KTP bisa dilakukan dalam waktu singkat. Jadi, secara fisik masyarakat tetap harus hadir? Harus hadir, karena web-nya belum dibuka dan teknologinya sedang disiapkan. Kita sekarang masih menggunakan telepon, sudah tahap kedua. Jadi mereka sudah bisa menggunakan telepon, syarat-syarat yang mereka butuhkan sudah diinformasikan. Begitu juga, setiap urusan masyarakat segera sudah bisa diberikan jawaban statusnya. Berapa total kecamatan dan jumlah penduduk Takalar? Kalau kecamatan ada tujuh dengan total jumlah penduduk sebanyak 230 ribu penduduk. Namun, nilai PAD (pendapatan asli daerah) meningkat dua kali selama saya menjabat di sana. Itu terjadi hanya dalam kurun waktu dua tahun. Nilainya tidak begitu besar, yakni yang sebelumnya hanya Rp 2 miliar lebih, sekarang menjadi Rp 5 miliar lebih. Sudah sejak awal bekerjasama dengan RISTI? Saya melakukan benchmarking ke sana dan RISTI juga melakukan promosi atas beberapa program yang sudah dikembangkan, misalnya melalui kerjasama dengan Microsoft. Mereka kan di sana bekerjasama dengan Eropa, misalnya Jerman. Jadi saya menganggap bahwa mereka ahli, dan mungkin karena dia perusahaan negara bisa lebih murah. Sedang perangkat

komputernya didatangkan dari Singapura. Sekarang ini semua pelayanan di-pool di kantor bupati? Tidak. Dia punya kantor tersendiri, namanya gedung pelayanan. Gedung pelayananya sendiri seperti sebuah bank, punya front office sendiri. Di situ merangkap, sebagai operator dan di situ juga penyelesaian akhirnya. Jadi di tingkat desa sendiri apa kegiatannya? Peran mereka sangat penting, yakni melegitimasi surat pengantarnya. Seperti di Singapura, kan negara yang mengurus. Kita di Indonesia masih di tingkat bupati. IMB (izin mendirikan bangunan) juga di kabupaten. Dengan kegiatan terpusat di kantor bupati, akses masyarakat kan cukup jauh? Kabupaten kami tidak jauh, dekat kota. Jadi tinggal naik mikrolet, sebentar sudah sampai. Jika web siap, kami sudah siapkan kios-kios pelayanan di setiap kecamatan. Masyarakat cukup ke kios dan tidak perlu datang lagi ke kabupaten. Jadi dengan web, segala aplikasi dan informasi itu sudah bisa dilihat? Nanti kita siapkan sendiri loket-loket pelayananya. Sekarang ini akses internet sudah ada, juga warnet. Begitu juga webnya, hanya belum kami buka. Bukankah Pos Indonesia, juga menyediakan akses Internet? Bisa, tetapi terbatas karena kantor pos hanya ada satu. Yang saya inginkan adalah tersedianya loket-loket ATM. Pelayanannya bisa di onlinekan, misalnya untuk pembuatan akte kelahiran, membayar biaya rumah sakit, dan sebagainya. Nantinya, semua penduduk memiliki registrasi penduduk. Sekarang ini, yang masuk ke database baru yang meminta KTP saja. Jadi belum keseluruhan 230.000 ribu penduduk? Belum. Apalagi sekarang RAM-nya sudah hampir penuh. Jadi kami harus siap meningkatkan kapasitasnya. Sama halnya dengan Singapura. Singapura kan sudah registrasi penduduk dan imigrasinya sudah disentralisasi. Pelayanannya sudah satu atap. Kalau masing-masing Bupati memikirkan daerahnya, secara nasional akan jadi? Ya, akan jadi. Saya berpendapat bahwa setiap penduduk punya hak untuk didaftar dan memiliki KTP. Itu kewajiban kita memberikannya. Setiap penduduk yang baru lahir, haknya untuk diberikan akte kelahiran. Sekarang tinggal bagaimana kesiapan kita menyediakan itu. Bukankah pembenahan back office harus lancar dulu? Makanya tadi saya katakan, kita belum berani mengembangkan di kecamatan karena SDM dan infrastruktunya belum siap, teknologinya belum siap. Sekarang Bank Dunia sudah melakukan survei, pendataan, dan mudah-mudahan 2003 ini sudah ada programnya. Berapa besar biaya yang telah Anda keluarkan hingga saat ini? Awalnya saya mulai dari gedung, peralatan, berikut pengembangan sistem komputernya, perangkat keras maupun lunaknya. Semuanya itu menghabiskan sekitar 500 juta rupiah, sudah operasional. Berapa banyak komputer yang digunakan? Sekitar 20 unit, tidak termasuk server-nya. Anggarannya sudah termasuk server. Kami terima bantuan Jepang sebesar 125 juta untuk pengembangan jaringan komunikasi suara (voice). Belum lagi biaya maintenance, yakni sekitar 50 juta setiap tahun. Memelihara Web, kemudian jaringan, dan itu belum termasuk gaji. Tapi, kalau dihitung dari segi pelayanan yang kita berikan, sebenarnya itu sudah kembali modal. Tapi yang penting bukan kembali modalnya, melainkan kepuasan masyarakat. Selain pelayanan KTP, pelayanan apa lagi yang diberikan? IMB, izin usaha, PBB, beberapa mutasi PBB, layanan tambang galian C, dan lain sebagainya. Sekarang kami sedang membuat Sistem Informasi Geografis. Penangananya dari kantor bupati atau dari awal sudah kerjasama? Awalnya kan kerjasama dengan PT Telkom (RisTI). Jadi teknologinya diberikan, sumber daya manusianya dilatih. Kemudian, software-nya dibuat oleh RisTI. Itu sekitar tahun 1999. Menurut Anda, idealnya bagaimana implementasi e-Gov di Takalar?

Yang ideal, mereka tidak perlu datang, cukup akses dari rumah, melalui warnet atau kios-kios yang disediakan. Kemudian nanti kita kirimkan ke rumahnya. Mana yang lebih penting, tersedianya peralatan atau pola pikir? Ya, keduanya. Walaupun kita punya kebijakan, pola pikir kita ubah, tetapi kalau tidak ditunjang dengan sistem dan infrastruktur, ya tidak mungkin. Namun, perubahan pola pikir, itu penting. Jadi mau dulu, ada political will. Bukan hanya kemauan pribadi seorang bupati. Banyak tidak bupati-bupati sepikiran dengan Anda? Bukan di dalam Sulsel yang mencontoh saya, tapi justru di luar. Seperti Kalimantan Timur, yaitu di Kutai Timur, pemekaran dari Kutai Kertanegara, itu yang kedua di Indonesia. Kemudian kalau tidak salah, Gorontalo juga sudah mulai, kemudian Lamongan, di Jawa Timur. Jadi mereka sudah menunjukkan interest ke arah sana. Dengan biaya tidak begitu besar, mestinya semua Bupati bisa melakukannya? Bisa saja. Terus terang saya menginginkan suatu pelayanan standar kepada masyarakat. Jadi tidak lagi mereka berjalan dari kantor ke kantor, tapi semua disatukan. Karenanya, saya buatkan gedung baru waktu itu. Bagaimana tanggapan dari bawah, terutama kecamatan? Mereka merespon dengan baik. Awalnya pengurusan KTP di tingkat bawah itu banyak dikomplain, sekarang kan tidak ada komplain lagi. Sekarang tinggal isi formulir, identitas dari desa dia lihat, langsung selesai.

Kondisi Umum e-Gov Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kutai Timur


(catatan ICT Watch : pernyataan berikut ini dikutip dari majalah eBizzAsia edisi September 2003.) Kabupaten Takalar merupakan kabupaten pertama yang mengimplementasikan Sistem Administrasi Satu Atap (SIMTAP) secara digital. Sistem ini memungkinkan pengurusan berbagai perijinan tidak lagi menjadi permainan petak umpet. Paling tidak hingga saat ini 12 perijinan diproses secara digital dalam kantor tersebut. Proses tersebut terintegrasi dengan kantor pimpinannya, sehingga bisa dimonitor setiap saat guna pengambil keputusan. Sebelum kehadiran SIMTAP, mengurus KTP menjadi pekerjaan yang melelahkan bagi semua warga negara ini. Paling tidak dibutuhkan waktu seminggu untuk memperoleh KTP setelah masa pengajuannya. Biayanya pun tergantung kesepakatan antara petugas loket dengan warga. Kehadiran SIMTAP ternyata mampu mengakhiri mimpi buruk setiap warga dalam setiap pengurusan perijinan semacam itu. Setelah tiga tahun beroperasi, SIMTAP kabupaten Takalar telah mampu memproses sekitar 1000 perijinan sebulannya, dan menghasilkan pemasukan sebesar Rp. 400 juta atau sekitar 10% dari PAD pertahunnya. Kehadiran SIMTAP bukan hanya telah menjadi profit center bagi Kabupaten Takalar, tapi juga telah bisa menghilangkan mimpi buruk dan ekonomi berbiaya tinggi bagi masyarakat dan kalangan bisnis dalam pengurusan perijinan. Sedikit berbeda dengan kabupaten Takalar adalah Kabupaten Kutai Timur di Kalimantan Timur. Kabupaten ini telah mengembangkan Badan Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan Kabupaten (SIMPEKAB). Pembentukan badan ini merupakan upaya pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk mendukung program pembangunan dan meningkatkan efisiensi dan kinerjanya. Badan ini bertugas menyediakan informasi dan data yang akurat, cepat dan memberikan layanan prima bagi masyarakat pemakai jasanya. SIMPEKAB Kutai Timur merupakan perluasan dari Pelayanan perijinan satu atap. SIMPEKAB juga terdiri dari layanan sistem informasi manajemen geografis (SIMGEO), kepariwisataan (SIMPAR), agribisnis/industri (SIMAGRI), kepegawaian (SIMPEG), keuangan (SIMKEU), perlengkapan daerah (SIMPERDA), statistik (SIMSTA), penanaman modal (SIMPMD), lingkungan (SIMLIDA), ketenagakerjaan (SIMNAKER). Untuk semua jenis layanan perijinan di bawah SIMPTAP bisa diselesaikan kurang dari 60 menit

sejak formulir diserahkan di loket pelayanan. Bahkan dalam waktu-waktu belakangan ini, proses penyelesaiannya bisa dilakukan hanya dalam waktu 36 menit sejak dokumen diserahkan. Padahal ini hanya proses digital belum lagi proses online. Untuk mengembangkan ke arah proses online, pemerintah Kabupaten Kutai Timur tampaknya masih terbentur pada persoalan masih vakumnya regulasi tentang security dan Cyberlaw, serta regulasi disclosure informasi online. Di samping masih kecilnya penetrasi telekomunikasi sehingga masih lebar jurang digital yang ada dalam masyarakat di Kabupaten Kutai Timur. *) Tulisan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan oleh ICT Watch (www.ictwatch.com), atas dukungan dari Asia Oceania Electronic Marketplace Association (AOEMA www.aoema.org) Australia, bagi keperluan sidang APECTEL 2004. Tulisan ini bebas dikutip asal menyebutkan sumbernya. Tulisan ini menggunakan kepustakaan dari : www.detik.com, national online media www.wartaekonomi.com, national new economy and e-government magazine official website www.apjii.or.id, Internet Service Providers Association official website www.idnic.net.id, ID Domain Registration official website Warta Ekonomi, national new economy and e-government magazine eBizzAsia, national IT, communication and e-business magazine Koran Tempo, national daily newspaper Bisnis Indonesia, national daily newspaper Understanding IT, book by Budi Rahardjo Ph.D. Electronic Government, book by Dr. Richardus Eko Indrajit, MSc, MBA IT, Nation Pillar for Indonesia Resurgence, book by Ministry of Communication and Information Telematika, Indonesia mailing-list at YahooGroups.com **) Penulis adalah Koordinator ICT Watch dan staf pengajar pada Universitas Bina Nusantara. Dapat dihubungi melalui e-mail donnybu@ictwatch.com. Tulisan ini disampaikan pada acara Seminar Teknologi Informasi "Solusi Permasalahan Social Engineering dalam penerapan E-Government" Bandung (9 Maret 2004).

You might also like