You are on page 1of 136

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA

ANALISIS PELAYANAN PUBLIK DESA DINAS DAN DESA PEKRAMAN WONGAYA GEDE KABUPATEN TABANAN

DESERTASI

Disusun Oleh : I WAYAN SUARJAYA NPM : 8900310053

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Administrasi Jakarta, 2007

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA

TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING DISERTASI

Nama NPM

: I WAYAN SUARJAYA : 8900310053

Judul

: ANALISIS PELAYANAN PUBLIK DESA DINAS DAN DESA PEKRAMAN WONGAYA GEDE KABUPATEN TABANAN

Dosen Pembimbing

Prof.Dr. Bhenyamin Hoessein

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., ii 2007.

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

ANALISIS PELAYANAN PUBLIK DESA DINAS DAN DESA PEKRAMAN WONGAYA GEDE KABUPATEN TABANAN
Oleh : I WAYAN SUARJAYA NPM : 8900310053

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PROMOTOR

Prof.Dr. Bhenyamin Hoessein

Ko-Promotor

Ko-Promotor

Dr. Surya Dharma, MPA

Dr.I Made Suwandi, M.Soc.Sc.

MENGETAHUI: KETUA PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA

Prof.Dr. Bhenyamin Hoessein

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., iii 2007.

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA

TIM PENGUJI Prof.Dr.Azhar Kasim, MPA Prof.Dr. Bhenyamin Hoessein Dr.I Made Suwandi, M.Soc.Sc Dr. Surya Dharma.MPA Prof.Dr. Martani Huseini Dr. Irfan Ridwan Maskum, Msi Prof.Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.Publ Prof.Dr. Muchlis Hamdi, MPA Ketua Pelaksana Promotor Ko-Promotor Ko-Promotor Anggota Penguji Anggota Penguji Anggota Penguji Anggota Penguji

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., iv 2007.

PERNYATAAN ORISINILITAS

Disertasi ini adalah hasil karya sendiri Dan seluruh sumber yang dikutif maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku

I WAYAN SUARJAYA

v Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

UNIVERSITY OF INDONESIA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF ADMINISTRATIVE SCIENCE GRADUATE PROGRAM

ABSTRACT

I WAYAN SUARJAYA 89 003 3100 53 The Analysis of Public Services Art State Administrative Village Of Wongaya Gede, Tabanan Regency xvii + 275 pages + Bibliography : 215 books + 7 Disertation + 27 Journal + 12 paper

Research on villages have been done by esperts from diverse discipline. Those kinds of research have also been carried out in different places in Indonesia. In Bali Many similar researches have been conducted by both local and international experts. However, the previous studies conducted are merely focused on analyzing some aspects of the village such as the governmental administration, politcs, economy, social culture and resources. Bali has two types of villages, that give services to the public; they are State Administrative Village (desa Dinas) and Traditional Village (Desa pakraman). The Previous experts have not yet done research on the public services in both types of villages. This present research is focused on analyzing public services by the State Administrative Village an The Tradisional Village in Wongaya Gerde Village, Tabanan Regency. The Method used in this research in a qualitative method. The objectives of this research are to describle public services provides by both types of villages; to analyze whether the public services geve by those villages can be synergized and how that can be done. The theories used for the analyzis are (1) the theory of administration development and the empowerment of the society; (2) the theory of decentralitation and local government; (3) and the theory of public services. The State Administrative Village and the Tradisional Village, have different historical backgrounds in terms of their formation. These villages have their respective function and duties. The Traditional village is formed by the community for the community itself so it has a true autonomy. The main duties and functions of the Traditional Village are to give services to the society especially in the field of the social aspect, local custom, culture and religion. The State Administrative Village was first formed by the Colonial Government for its own bemefits. At the beginning. The State Administrative Village only gives services in the field of governmental administration

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., vi 2007.

and other governmental duties. Since the time decentralitation was introduced in Indonesia. In giving public services both villages undergo difficulties, since the independence era, government used the State Administative Village as the centre of government in running the government Administration. From the era of old 0rder (Orde Lama) to the New Order (Orde Baru) the Traditional Village was marginalized. This is due to the introduction of the unifying concept of villages which was centrally regulated by the government. During the reformation era, the regulation No. 32 Year 2003 was implemented and the existence of the Traditional Village was acknowledged for its role in giving public services in order to improve the welfare of the community. The Study shows that the Traditional Village has more privilege position, in the society because the society pays more respect to the Traditional Village in terms of the public services given to the society. Because in carrying out in activities, the Traditional Village is guided by the traditional law (Awig-awig). The members of the society obey this traditional law because they feel that the social punishment is much severer then the punishment of paying fine. It is found that the are nine services provides by the State Administrative and Traditional Village, they are; (1) in the field of religion, (2) in the field of development, (3) in the field of environment, (4) in the field security, (5) In the field of economy, () in the filed of society welfare, (7) in the field of conflicts of custom, and (8) in the field of government. Those services can be jointly provided by both types of village. The fields that can be synergized in providing services to the society are in the field of religion, development, government. Security, and economy. This can be done through coordination and consultation in implementing those service programs. In this case regulation are needed to control the coordination and consultation between both types of villages so that both of the villages can live in harmony and they can avoid conflicts of interest.

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI.,vii 2007.

KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia - Nya, karya ilmiah dengan Pokok Bahasan ANALISIS PELAYANAN PUBLIK DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian tentang Desa telah banyak dilakukan oleh Para Pakar sesuai dengan Bidang Ilmu masing masing. Berbagai penelitian tersebut juga berbeda dalam dimensi kurun waktu, locus, dan fokusnya. Hasil berbagai penelitian tentang Desa di Indonesia, terpusat pada empat isu: (1) isu ketatanegaraan dan kepemerintahan, (2) isu Adat, Budaya, Agama dan kearifan lokal, (3) isu Demokrasi Politik Ekonomi, (4) isu keterbatasan sumber daya. Kajian tentang pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman , belum ada yang menelitinya. Masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman ? Bagaimana menyinergikan pelayanan publik, dan jenis pelayanan pulik yang mana saja yang dapat disinergikan ? Mengacu pada permasalahan sebagaimana dikemukakan tadi, maka penelitian ini bertujuan untuk: Mendiskripsikan pelayanan publik. Menganalisis pelayanan publik yang bisa disinergikan oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman Pelayanan publik dianalisis dengan landasan teoritik; Administrasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, teori Desentralisasi dan pemerintahan lokal, teori pelayanan publik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah metodologi Kualitatif. Hasil penelitian dipilah menjadi tiga; pertama tentang karakteristik Desa Dinas dan Desa Pakraman, Kedua analisis pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman, dan yang ketiga Sinergi pelayanan publik. Desa Dinas dan Desa Pakraman mempunyai karakteristik tersendiri baik ditinjau dari segi: (1) Historis terbentuknya, (2) Tugas pokok dan fungsi dalam memberi pelayanan publik. (3) Wilayah. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa Desa Dinas dan Desa Pakraman mempunyai 9 bidang pelayanan meliputi: (a). Tata Keagamaan, b). Sosial kemasyarakatan, (c) Lingkungan hidup, (d) Pembangunan, (e). Keamanan, (f). Sengketa Adat, (g) Kesejahteraan rakyat, (h) Pemerintahan (i). Perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan: Pertama, ditinjau dari segi sistem pemerintahan teori Desentralisasi dan Pemerintahan Lokal. Desa Dinas, melaksanakan desentralisasi. Mendapatkan pelimpahan wewenang untuk mengatur masyarakat setempat dari Pemerintah atau Pemerintah Kabupaten. Desa Pakraman memiliki otonomi asli. Kedua, dikaji berdasarkan landasan teori Administrasi Pembangunan dan Pemberdayaan masyarakat, ditemukan bahwa Desa dalam memberikan pelayanan, didukung sepenuhnya oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat, bila dikaji berdasarkan teori Stewart yang dikutip oleh Waluyo tidak semua teori partisipasi dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh perangkat Desa, terutama; Belum memiliki visi yang jelas, masih kurangnya pendidikan dan pelatihan pelayanan publik, yang dilaksanakan oleh Desa maupun oleh pemerintah. Menurut pendapat masyarakat, kemampuan Pengurus untuk mendorong masyarakat Bentuk partisipasi masyarakat dikaitkan teori Davis dan teori Khaeruddin, sejalan dengan pendapatnya Diessedorf, yang menyatakan partisipasi masyarakat, didorong
Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI.,viii 2007.

oleh delapan jenis; (1), kekeluargaan, (2) ikatan organisasi, (3) kesadaran sendiri, (4) kharisma pemimpin, (5) politik, (6) ekonomi, (7) bakat dan emosional, (8) kepentingan bersama. Ketiga, jenis pelayanan oleh kedua Desa ini bidangnya sama. Tetapi kalau dikaji secara mendalam. Walaupun menangani bidang yang sama tetapi unit pelayanannya yang berbeda. Keempat, unsur pelayanan dalam bidang yang sama seperti keamanan, pembangunan, perekonomian, sosial budaya dan agama dapat disinergikan. Kelima, kemungkinan untuk manggabungkan Desa Dinas dan Desa Pakraman amat sulit karena sesungguhnya bidang tugasnya berbeda, apalagi keberadaan masyarakat saat ini sudah hetrogen tidak homogen lagi. Desa Pakraman hanya melayani yang beragama Hindu saja. Dengan demikian mengingat dua Desa ini tidak mungkin digabung/disatukan, konsekuensinya adalah struktur tetap berbeda. Maka perlu adanya payung hukum yang mengatur Desa Dinas dan Desa Pakraman. Saat ini Desa Pakraman diatur berdasarkan Perda No. 3 tahun 2003, sedangkan Desa Dinas tunduk pada Undang-undang No. 32 tahun 2004. Pada bidang pelayanan yang sama , dapat disinergikan untuk lebih efisien dari segi biaya, tenaga dan waktu. Sebab obyek pelayanan Desa Dinas dan Desa Pakraman adalah anggota masyarakat dan wilayah yang sama. Adapun bidang-bidang pelayanan publik yang dapat disinergikan meliputi: (1) bidang keamanan, (2) bidang ekonomi, (3) bidang pemerintahan, (4) bidang sosial, dan (5) bidang agama, adat dan budaya. Hasi penelitan ini masih jauh dari sempurna mengingat, keterbatasan peneliti, baik dari segi waktu penelitian dan kekurangan data data yang menunjang penelitian. Maka dari itu sangat diharapkan bimbingan dan tutunan serta saran konstruktif dari berbagai pihak demi penyempurnaan disertasi ini. Semoga amal baik dari berbagai pihak yang telah membantu memberikan kontribusi dalam penyelesaikan kuliah dan disertasi, mendapatkan pahala yang setimpa dari Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta, 7 Juli 2007 Penulis

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., ix 2007.

DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... LEMBAR TIM PENGUJI .............................................................................. LEMBAR ORISINIL ...................................................................................... ABSTRAK .............................................................................................. KATA PENGANTAR......................... DAFTAR ISI.................................. DAFTAR TABEL...................................... DAFTAR GAMBAR......................................... DAFTAR BAGAN................................................ DAFTAR GRAFIK............................................ BAB I PENDAHULUAN......................................................... A. Latar Belakang ................................ B. Permasalahan.................................. C. Tujuan Penelitian........................................... D. Signifikansi..................................... E. Kerangka Pikir................................................................................ F. Sistematika Penelitian........................................... BAB II LANDASAN TEORITIS................ A. Administrasi Pembangunan dan Pemberdayaa Masyarakat........ 1. Administrasi Pembangunan .................................................... 2. Pemberdayaan Masyarakat .................................................... B. Desentralisasi dan Pemerintahan Lokal.................................... C. Pelayanan Publik....................................................... 1. Jenis Pelayanan Publik.................................. 2. Kriteria Pelayanan Publik...................................... 3. Kualitas Pelayanan Publik................................. D. Proposisi Teoritik ....................................................................... BAB III METODE PENELITIAN........................................... A Pemilihan Obyek Penelitian................................ B. Jenis Penelitian...................................................... C. Disain Penelitian.................................................... D. Teknik Pengumpulan Data............................................... E. Analisis Data................................................................. F. Tahap Penelitian................................................ BAB IV HASIL PENELITIAN..................................................... A. Karakteristik Desa..................................... 1. Desa Dinas ......................................................................... a. Letak dan Luas Wilayah.......................................... b. Penduduk dan Mata Pencaharian............................... c. Kehidupan Sosial, Budaya, dan Agama......................... d. Keberadaan Desa Dinas ........................................ 2. Desa Pakraman ........................................ a. Wilayah Desa Pakraman.....................................

i ii iii iv v vi viii x xii xiii xiv xiv 1 1 10 27 27 28 33 35 35 36 52 58 61 67 81 89 92 101 101 103 116 115 115 117 119 119 119 126 129 135 147 148 153

x Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

b. Kerama / Penduduk.................................. c. Struktur Desa Pakraman.................................. d. Awig awig Desa Pakraman ................................. e. Keuangan .............................. f. Kahyangan Tiga.............................. 3. Hubungan Fungsional Desa Pakraman dan Desa Dinas............................ B. Analisis Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman 1. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Keagamaan .................................. 2. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Sosial Kemasyarakatan.................................. 3. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Lingkungan Hidup.......................... 4. PelayananPublik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Pembangunan...................... 5. PelayananPublik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Keamanan............................ 6. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Sengketa Adat....................... 7. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Kesra................... 8. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Pemerintahan....................... 9. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Perekonomian....................... 10. Kelembagaan Desa Pakraman dan Desa Dinas............ C. Sinergi Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. 1. Sinergi Bidang Keamanan.............................. 2. Sinergi Bidang Ekonomi.............................. 3. Sinergi Bidang Pemerintahan................................ 4. Sinergi Bidang Sosial..................................... 5. Sinergi Bidang Agama, Adat dan Budaya........................ BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................ A. Kesimpulan..................................................... 1. Pelayanan Publik Oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas... 2. Sinergi Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas.. B. Saran-saran.............................. DAFTAR PUSTAKA.................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................

153 156 160 164 165 167 171 176 193 196 197 198 201 203 208 214 215 219 221 223 224 225 225 233 234 234 237 239 242

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., xi 2007.

DAFTAR TABEL

TABEL 1. Tipologi Kelembagaan Masyarakat ......................................... TABEL 2. Luas Wilayah Desa Dinas Wongaya Gede Menurut Penggunaan Tanah riil ( Hektar )............................... TABEL 3. Struktur Wilayah Desa Dinas.................................. TABEL 4. Jumlah Penduduk Desa Dinas Berdasarkan Umat Beragama ....................................................................... TABEL 5. Penduduk Desa Wongaya Gede Berdasarkan Jenis Kelamin. Tahun 2000 ...................................................... TABEL 6. Jumlah Penduduk Desa Dinas Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2000 ................................................ TABEL 7. Unsur Desa Dinas dan Desa Pakraman................................. TABEL 8. Stuktur Wilayah Desa Wongaya Gede................................... TABEL 9. Unsur Tri Hita Karana Dalam Desa Pakraman dan Rumah Tangga............................................................. TABEL 10. Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas.......................... TABEL 11. Kegiatan Pos Yandu dan Jenis Pelayanan Lepada Masyarakat.......................... TABEL 12 Jumlah Sekolah dan Siswa................................................

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI.,xii 2007.

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Wilayah Desa Pakraman Sama Dengan Wilayah Desa Dinas.................................................... GAMBAR 2. Wilayah Desa Pakraman Terdiri Atas Beberapa Desa Dinas.......................................... GAMBAR 3 Wilayah Desa Dinas Terdiri Atas Beberapa Desa Pakraman................................... GAMBAR 4 Wilayah Desa Pakraman dalam Desa Dinas Wongaya Gede.................. GAMBAR 5 Sumber Penyusunan Awig Awig ..................... GAMBAR 6 Sinergi Pelayanan Publik ..................

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI.,xiii 2007.

DAFTAR BAGAN BAGAN 1 Struktur Desa Dinas Dalam Sistem Pemerintahan.. BAGAN 2 Struktur Desa Dinas Wongaya Gede..................... BAGAN 3 Struktur Desa Pakraman ............................................................ BAGAN 4 Pengaturan Kegiatan Desa ........................................................ BAGAN 5 Hubungan Struktural dan Fungsional Antara Desa Dinas Desa Pakraman dan Banjar Dengan Pola Satu Desa Dinas Mencakup Beberapa Desa Pakraman........................................................ DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1 Jumlah Kunjungan Masyarakat ke Puskesmas Pembantu Tahun 2004 .............................................................

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI.,xiv 2007.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia terdapat satuan-satuan masyarakat hukum adat yang menyelenggarakan pemerintahan daerah. Satuan-satuan tersebut dengan pelbagai nama, misalnya Desa di Jawa dan Bali, Marga di Sumatra Selatan, Nagari di Sumatra Barat, Huta di Tapanuli, Gampong di Aceh, Dasan di Satuan-satuan Lombok, dan Temukung di NTT. masyarakat itu disebut oleh Pemerintah Hindia Inlandsche Belanda dahulu dengan istilah Gemeenten. Satuan masyarakat hukum adat tersebut terdapat baik di dalam swapraja maupun di wilayah yang dikuasai langsung oleh Belanda ( direct gebied ). Pengakuan Belanda terhadap satuan masyarakat tersebut di wilayah yang dikuasainya tertuang dalam pasal 71 Regeringsreglement 1854 yang kemudian diubah menjadi pasal 128 Indische Staatsregeling 1924. Pasal tersebut mengakui otonomi satuan masyarakat hukum adat, untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dengan memperhatikan (a) peraturan Gouverneur Generaal ; (b) peraturan Hoofd van Gewestelijke Bestuur dan (c) peraturan daerah otonom yang terbentuk dengan ordonnantie . 1 Dalam kaitannya dengan otonomi desa dikatakan oleh J.J. Schrieke sebagaimana dikutip Bayu Suryaningrat, bahwa: Kepada desa dijamin dua hal. Pertama, ialah pemilihan kepala desa dan pamong desa, dengan persetujuan pemerintah Gewest . Gubernur Jenderal diperintahkan untuk mempertahankan hak tersebut terhadap segala macam pelanggarannya. Kedua, ialah wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, dengan memperhatikan
1 G.J. Wolholf, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: Timun Mas 1960, hal 284.

peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal dan pemerintah Gewest , artinya dari ordonansi atau reglemen dan aturan residen atau peraturan lokal. 2 Pengaturan lebih lanjut bagi satuan-satuan masyarakat hukum adat tersebut dilakukan dengan ordonansi yang berbeda. Bagi satuan masyarakat hukum adat di Jawa dan Madura diatur dengan sesuai dengan stb.1906 No.83 jo stb.1910 No.591, stb 1913 No.235 dan stb 1919 No.217. Aturan-aturan ini kemudian diganti dengan stb.1941 No.256 yang disebut Desa Ordonnantie . - Ordonnantie tersebut tidak diberlakukan pada masa penjajahan Jepang. Bagi satuan-satuan masyarakat hukum adat di luar Jawa dan Madura diatur dengan Inlandsche sesuai Gemeente Ordonnantie Buitengeweten, dengan Stb.1938 No.490. 3 Masyarakat hukum adat yang beraneka tersebut dalam disertasi ini disebut desa. Menurut J.S Furnivall, ordonansi tersebut dirancang untuk memperkuat satuan masyarakat hukum tersebut. Dikatakannya bahwa

Inlandsche Gemeente Ordonnantie Java en Madoera

...both to strengthen the village community and to adapt it to the modern world, to stimulate social growth, and enable local officials to cope with their main function, the care of public welfare 4

Ordonans i Pemerintah Hindia Belanda mengakui otonomi desa dan membiarkannya sebagai the little republics di bawah kepalanya sendiri dan campur tangan Pemerintah Hindia Belanda kecil.
2 Bayu Suryaningrat, Pemerintahan dan Administrasi Desa, Bandung: PT Mekar Djaya, 1976, hal. 65 3 Amrah Muslimin, Ichtisar Perkembangan Otonomi Daerah 19031908. Jakarta. Penerbit Djambatan 1960. hal 11 4 JS. Furnivall, Colonial Policy and Practice, A Comparative Study of Burma and Netherlands Indie. New York University Press, 1956, hal. 241

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

Dalam pembahasan rancangan undang-undang dasar, terdapat perbedaan pendapat antara Soepomo dan M. Yamin mengenai keberadaan desa di alam kemerdekaan. Soepomo berpendapat bahwa desa dengan susunannya yang asli perlu dihormati dan seperti daerah swapraja dijadikan daerah istimewa 7. Sementara M. Yamin berpendapat perlu pembahasan mengenai desa secara seksama di luar UUD: apakah pemerintah desa perlu diseragamkan di seluruh Indonesia atau akan tetap beraneka ragam diserahkan kepada DPR 8. Penjelasan pasal 18 UUD 1945 butir II menjelaskan bahwa: Dalam teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volksgemeenschappen , seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. 9 Setelah proklamasi kemerdekaan, pengaturan tentang desa tersebut dilakukan dengan Undangundang No.22 tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini desa dijadikan
5 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1981, hal 78. 6 Furnivall, Op. cit, hal 140 7 Sekrertariat Negara Republik Indonesia, Risalah Sidang Badan

of recent years, and the increasing welfare and prosperity must be largely ascribed to the village government. 6

Pemerintah Desa dipandang sebagai pemelihara ( palladium ) perdamaian . 5 Belanda memegang prinsip bahwa: the peace (rust) which had been so notable

daerah otonom tingkat III di bawah kabupaten. Bahkan dalam penjelasan undang-undang tersebut ditegaskan bahwa titik berat otonomi daerah diletakkan pada desa. Kebijakan ini ditempuh agar desa ditarik ke dalam lingkungan pemerintahan modern. Berbeda dengan kondisi di zaman Hindia Belanda, walaupun Belanda mengerti bahwa desa adalah sendi negara, tetapi Belanda membiarkan desa tetap statis. Sesuai dengan aspirasi pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 agar tercapai kemakmuran maka kemakmuran dimaksud harus dimulai dari desa. Seperti dalam penjelasan Undang Undang No. 22 Tahun 1948, djelaskan juga oleh Gerald S. Maryanov, bahwa:

The desa is placed within the circle of modern government not drawn out of it as was the case in the past. ..... That the village had been bound, under Dutch practices, by adat rules which were in reality already dead, and that it often happened that the dead rules were brought to life again. It is perhaps appropriate to observe here that the struggle in Indonesian life for an adjustment between tradition and innovation is probably not going to be resolved by a clear out victory of one or the another. 10

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 29 Mei 1945 19 Agustus 1945. Cetakan ke II. Jakarta. Sekretariat Negara RI, 1992, hal 218. 8 Ibid, hal 150 9 Ibid, hal 153

Jumlah desa sangat banyak dan luasnya belum mencukupi untuk dijadikan daerah otonom terbawah, maka Undang Undang No. 22 Tahun 1948 akan menggabungkan desa. Penggabungan desa tersebut disarankan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo sebagai desapraja dengan cara penyerahan wewenang di lapangan tatapraja ( staatsrechtelijke bevoegdheden ) kepada desapraja.
10 Gerald S. Maryanov, Decentralization in Indonesia: Legislative Aspects, New York: Cornell University, 1957, hal 11 - 12

3 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

Dengan demikian desa hanya menjadi masyarakat hukum adat dalam rangka desentralisasi fungsional. 11 Otonomi desapraja supaya tetap seperti otonomi desa dahulu yang meliputi perundangundangan, pemerintahan, kepolisian, peradilan dan bahkan pertahanan. 12 Pembentukan desa sebagai Daerah Tingkat III ternyata tidak dapat terealisasikan. Pemerintah menghadapi kesulitan besar dalam pembentukan daerah otonom tersebut. Kesulitan yang dihadapi tercermin pada kritik J D. Legge tentang pemakaian istilah desa.

It was unfortunate that the term desa was used in law 22, since the desa of Java has no exact counterpart elsewhere. It is a territoial unit very different in character from say Nagari of Minangkabau partly based on kindship or the Marga of South Sumatra, or even desa in Bali 13

ada di seluruh Indonesia dengan berbagai macam nama menjadi Desapraja. b. Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum lainnya yang tidak bersifat teritorial dan belum mengenal otonomi sebagaimana terdapat di berbagai bagian wilayah Indonesia (daerah administratif), tidak dijadikan Desapraja, melainkan kelak dapat langsung dijadikan daerah administrasi dari Daerah Tingak III. c. Desapraja tidaklah merupakan suatu tujuan tersendiri, melainkan hanyalah sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya Daerah Tingkat III dalam rangka Undang Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kelak bila telah tiba waktunya semua Desapraja harus ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat III dengan atau tanpa menggabungkannya lebih dulu mengingat besar kecilnya berbagai Desapraja itu. 14 Kebijakan penyeragaman desa yang ditempuh oleh Undang Undang No. 19 Tahun 1965 juga dikritisi oleh Theodore M. Smith.

Dalam upaya pembentukan Dati III, diundangkan UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja. Menurut pasal 1 UU tersebut bahwa desapraja ialah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta benda sendiri. Dalam penjelasan umum UU tersebut dikemukakan bahwa: a. Undang Undang 1965/19 tidak membentuk baru Desapraja, melainkan mengakui ( constateren ) kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang telah

Soetardjo Kertohadikoesoemo, Konsepsi Hatta, dalam Swatantra, Tahun ke I nomor 2, 1957 hal 8 - 9 12 Soetardjo Kertohadikoesoemo, Bentuk Pemerintahan Desapraja, dalam Swatantra, Tahun ke II nomor 3, 1958 hal 178 13 J. D. Legge. Central Authority and Regional Autonomy in Indonesia: A study in Local Administration 1956-1960. Ithaca, New York. Cornell University Press 1963, hal 89.

11

Generalization concerning Indonesian village structure and functions are risky. There are a number of reasons for this. First, the villagecomplex (kelurahan) which subsumed several hamlets under one roof was not natural one and it took place in different regions at different times. Second, traditional customary law (adat) varies wedely across regions impinging heavily on such important resources at authority and status. In the Luwu district of South Sulawesi, village-complex headmen who are descendants of earlier kings perceive their

14

Penjelasan Undang-Undang Nomer l9 tahun 1965.

5 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

Dalam masa Orde Baru, kebijakan penyeragaman desa makin ditingkatkan. Dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dibangun hubungan yang jelas antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah Pusat. Hans Antlov mencatat dua tujuan resmi ditempuhnya kebijakan tersebut. Pertama, menstandardisasi variasi pemerintahan desa di Indonesia. Desa-desa diseragamkan dan disinkronisasikan. Kedua, untuk membawa berbagai urusan desa di bawah pengawasan dan kendali pemerintah yang lebih atas. Menurut Hans Antlov terdapat tiga komponen untuk mencapai tujuan tersebut.

role and function in term far different from the Minangkabau trader who has become a village headman in West Sumatera. Third, while Indonesia does have a basic law for government at the village-complex level (Law No. 19 of 1965), that law was promulgated during the old order of President Sukarno and all three governors have deviated from it without fear of embarrassment. Fourth, the status of the village government in relation to the national and provincial governmental apparatus is still ambiguous in some cases. There has been pressure to make it part of the national administrative system by designating it the thrird level (tingkat III) of the decentralized system following the province (I) and the regency (II); but this change has not yet materialized except for some experimental attempts in Surakarta and Jogjakarta . 15

First, village councils were replaced by the Village Assembly (Lembaga Musyawarah Desa), whose members are approved by higher authorities (Schulte Nordholt 1987b:60).

Decicions taken by the Village Assembly must be approved by the sub-district office before they gain legal status. Sub-district officials often attend Village Assembly meetings to ensure that decisions are in accord with the demands of higher authorities. The sub-district chairman can reject any decision he regards as conflicting with higher regulations, the publik interest or Pancasila. Second, the autonomous Village Social Board was replaced by the Village Community Resilience Board (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa-LKMD), with members appointed by the village headman and approved by sub-district officials. The Village Community Resilience Board received its funding from the Department of the Interior and is under the jurisdiction of Regional Planning Bureaux (MacAndrews 1986) Third, the village headman and his staff were made the governments direct representatives in the village, faithful and devoted to Pancasila and to the 1945 constitution. The village government became dependent on higher authorities for directives and funds. The village head can no longer act independently of the sub-district chairman; he must seek approval from the sub-district for decisions on a wide range of matters. The village administration has become miniature replicas of the central government, enforcing decrees and policies determined from above. 16
Reformasi mengakibatkan yang melanda Indonesia pergeseran paradigma dalam

Theodore M. Smith, The Indonesian Bureucracy: Stability, Change and Productivity; dissertation, hal 42 -43

15

16 Hans Antlov, Exemplary Centre, Administrative Periphery: Rural Leadership and the New Order in Java, Nordic Institute of Asian Studies, Monograph Series, No. 68, 1995, hal. 43.

7 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

penyelenggaraan otonomi daerah. Paradigma penyeragaman otonomi daerah berubah menjadi paradigma kemajemukan penyelenggaraan otonomi daerah melalui perubahan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah menjadi Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Istilah desa dalam undang-undang yang baru disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat seperti nagari, kampung, huta , bari dan marga . Pengertian Desa dalam undangundang ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 diteruskan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Serangkaian kebijakan yang tertuang dalam berbagai undang-undang tentang Desa berlaku secara nasional. Dampak dari kebijakan nasional terhadap desa-desa tertentu acapkali berbeda. Kebijakan pemerintah bagi desa-desa dalam masyarakat tertentu yang menarik untuk dijadikan objek kajian yaitu Desa Pakraman dan Desa Dinas di Bali. Pada zaman sebelum penjajahan Belanda di Bali terdapat Desa Pakraman . Desa Pakraman mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.Hal yang diatur; memberikan layanan dalam bidang keagamaan dan sosial budaya kepada masyarakat serta pembangunan. Anggaran bagi

kegiatan tersebut diperoleh dari warga / krama desa. 17 Pada mulanya Belanda mengakui Desa Pakraman melalui Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengeweten (IGOB ) . Dalam perkembangan selanjutnya, pada pemerintahan Hindia Belanda ( berdinas/bertugas ) yaitu dikenal istilah dienst seorang pejabat di desa, yang mempunyai tugas pelayanan publik . Dienst mempunyai tugas mewakili pemerintahan Hindia Belanda dalam melaksanakan pemerintahan kedinasan di Desa. Pada masa kemerdekaan lembaga kedinasan tetap berfungsi dalam pemerintahan desa menjadi Desa Dinas 18. Desa Pakraman bekerja dengan hukum adat , sedangkan Desa Dinas bekerja dengan hukum tertulis yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, dan peraturan Daerah setempat. Sejak itu terjadi dua jenis Desa yang memberikan pelayanan publik di Bali. Dua jenis Desa tersebut hingga kini masih berlangsung. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1997, memberikan pengakuan terhadap Desa Adat yang ada, diberdayakan dan dilestarikan serta dikembangkan, sehingga berguna bagi masyarakat, nusa dan bangsa. Hal ini menarik untuk diteliti dari dimensi administrasi publik. B. Permasalahan Penelitian tentang desa, telah banyak dilakukan dari perspektif keilmuan yang berbeda. Berbagai penelitian tersebut juga berbeda dalam dimensi kurun waktu, locus, dan fokusnya. Penelitian tersebut memberikan sumbangan yang besar untuk penelitian

17 Kerama Desa adalah anggota yang tercatat dalam Desa Pakraman sesuai dengan ketentuan peraturan dalam Awig awig Desa setempat. 18 Sirtha, I Nyoman, Desa Pakraman, Fakultas Hukum Universitas Udayana, hal 4.

9 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

10

disertasi ini. Hasil penelitian terdahulu akan disajikan sebagian dari penelitian-penelitian tersebut. Penelitian Yan Breman menunjukkan bahwa desa di Jawa merupakan konstruksi kolonial. Berbagai peraturan dan kebijakan pihak kolonial merupakan intervensi yang intensif terhadap desa. 19 Setelah intervensi dan eksploitasi Belanda terhadap desa berlangsung mapan, pemerintah kolonial mengeluarkan Regeringsreglement 1854. Pasal 71 RR 1854 menegaskan tentang kedudukan dan otonomi desa. Pasal tersebut menjadi landasan terbitnya Inlandsche Gemeente Ordonnantie dan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengeweten . 20 Berbagai perubahan undang-undang yang mengatur desa semasa kemerdekaan, Zaman Orde Lama, Orde Baru, pengaturan tentang Desa cenderung menyeragamkan Desa. Kebijakan pengaturan tentang Desa secara sentralistik banyak dikritisi dalam berbagai penelitian. Penelitian Abdul Rosaki dkk, 21 mengemukakan kegagalan kebijakan dan pengaturan tentang desa disebabkan kekeliruan dalam empat hal: a. Kekeliruan paradigma (cara pandang) terhadap desa. Pemerintah dianggap tidak mengusung paradigma pembaruan desa untuk membawa perubahan desa menuju kondisi yang lebih sejahtera, adil, otonom, mandiri dan demokratis. b. Kekeliruan dalam orientasi pembangunan desa. Di tingkat desa, pembangunan desa berarti pembangunan fisik dan kekayaan yang kemudian juga menjadi ukuran sukses bagi kehidupan masyarakat.
Yan Breman, Desa jawa dan Negara Kolionial, Comparative Asian Studies Program Social Science Faculty, Erasmus University Rotterdam Hal. 1 20 Sutoro Eko, Otomomi Desa Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan,,Dalam Pasang Surut Otonomi Daerah, Sketsa Perjalanan 100 Tahun, TIFA - ILD Jakarta 2005 hal. 438., 21 Abdul Rosaki dkk, Prakarsa Desentralisasi dan otonomi Desa, IRE Press, Yogyakarta, 2005 hal xi -xiii
19

c. Berbagai kebijakan dan pengaturan desa ditempuh secara sentralistik, dan seragam. Padahal Indonesia sudah lama masyarakat eneraponesiakan model perencanaan dari bawah Selama lima tahun terakhir ( bottom-up ). melaksanakan desentralisasi. d. Design berbagai kebijakan dan program pembangunan desa tidak diterapkan secara berkelanjutan, melainkan menyerupai patahanpatahan proyek jangka pendek. Mempertimbangkan pelbagai kegagalan tersebut, maka Rosi mengemukakan perlunya Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa. Hal ini didasari pada berbagai pertimbangan: a. Secara historis desa-desa (atau nama lainnya) telah lama ada di Indonesia sebagai kesatuan self-governing masyarakat hukum atau community yang memiliki sistem pemerintahan lokal berdasarkan pranata lokal yang unik dan beragam. b. Lebih dari 60 persen penduduk Indonesia bertempat tinggal di desa. c. Dari sisi ekonomi politik, desa (yang memiliki tanah dan penduduk) selalu menjadi medan tempur antara negara, kapital, dan masyarakat. d. Konstitusi maupun regulasi negara memang telah memberikan pengakuan terhadap desa sebagai kesatuan masyarakat hukum ( self-governing community ), tetapi pengakuan ini masih bersifat formalistik ketimbang substantif. e. Selama lima tahun terakhir masalah desa tengah bergolak, suara desa membahana di seluruh pelosok negeri, yang menuntut desentralisasi dan otonomi desa 22. Penelitian ini kurang mengungkap peran desa dalam menyejahterakan warga desanya. Telaah
Ibid, hal. xvii xix.

22

11 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

12

mengenai desa juga dilakukan oleh Sumarjono dkk 23 yang mengemukakan bahwa di desa telah terjadi mobilitas sosial tanpa tranformasi, dan adanya ketimpangan posisi dan peran desa. Ketimpangan posisi dan peran desa misalnya dilihat dari berbagai sudut. Pertama, dilihat dari demografi yang menyatakan bahwa laju pendapatan penduduk mengikuti deret hitung, sementara laju pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur jauh lebih cepat. Kedua, dari pandangan budaya ( culture ), yang mengatakan bahwa rendahnya kesejahteraan atau tingginya angka kemiskinan rakyat desa akibat dari kebodohan, kemalasan, keterbelakangan, ketertinggalan, fatalisme, dan lain-lain. Pandangan budaya kemiskinan menyebabkan kaum miskin tidak berdaya untuk berjuang sendiri mengatasi kemiskinan, sehingga dalam meningkatkan kesejahteraan patut didampingi dan dilindungi. Tetapi pendekatan budaya kemiskinan itu mengandung banyak kelemahan. Para penganutnya tidak pernah melihat secara kritis bahwa rakyat miskin hidup dalam konteks struktur sosial, ekonomi politik yang lebih besar darinya. Ada aktor negara dan modal di luar rakyat miskin, yang harus dilihat untuk memahami kemiskinan 24. Kajian mengenai Transformasi Ekonomi Politik Desa juga cenderung mengabaikan wacana desa dalam pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Kajian mengenai pembaharuan desa dikemukakan oleh Chandra dkk 25. Hasil penelitian tersebut meliputi berbagai perspektif. Pertama, dari perspektif ekonomi politik, menunjukkan involusi dan
23 Sumarjono dalam Gregorius Sahdan, Transformasi Ekonomi Politik Desa, APMD Press, STPMD, APMD Yogyakarta bejkerjasama dengan The Ford

marginalisasi desa. Kedua, pembaharuan desa tidak mempunyai model tunggal dan mujarab. Setidaknya ada dua belas konsep pembaharuan desa yaitu: (1) desentralisasi, (2) kontrol negara terhadap pasar, (3) demokratisasi yang membuat democratic governance development state , (5) di atas desa, (4) pertumbuhan berkelanjutan, (6) pemberdayaan dan partisipasi, (7) pertumbuhan pemerataan dan keadilan, (8) Fair trade , (9) ekonomi rakyat, (10) corporate social pembangunan sosial, (11) responsibility , (12) modal sosial. Hasil penelitian Chandra dkk tersebut dinilai oleh Iberamsyah mengabaikan peranan elit dalam pembangunan desa 26. Dalam mengisi keterbatasan penelitian Chandra dkk tersebut, penelitian peranan elit dalam pembaruan desa dilakukan oleh Iberamsyah dari sudut ilmu politik. Penelitian Iberamsyah di Desa Pangrango, Kecamatan Kadudampit menemukan perubahan konstelasi desa yang telah mendorong pembangunan baru dalam aspek posisi dan pengaruhnya di masyarakat 27. Perubahan tersebut terdiri atas pertama, kelompok elit desa yang posisinya semakin menguat pengaruhnya dalam pembentukan opini dan sikap masyarakat. Kedua, kelompok elit desa yang posisinya tetap bertahan seperti sebelum terjadi perubahan. Ketiga, kelompok elit desa yang posisinya semakin berkurang atau cenderung melemah. Dari perspektif administrasi publik penelitian Erwin Fahmi 28, Lazarus Revassy 29,

26 27

Foundation, 2005, hal. xxxi xli. 24 Abdul Rosaki dkk, Op. cit hal. xxxviii 25 Ade Chandra dkk dalam Sutoro Eko eds, Manifesto Pembaharuan Desa, Persembahan 40 Tahun STPMD APMD, APMD Press, 2003 hal. xiv xv.

Indonesia, 2002, hal. 117 28 Fahmi, Erwin., Pengaturan Dan Pengurusan-Sendiri Di Desa Pulau Tengah, Jambi, Dan Kontribusinya Bagi Administrasi Publik, Disertasi, Program

Pengambilan Keputusan di Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Pada Masa Awal Penerapan Otonomi Daerah 2000 2001, Disertasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Iberamsjah Elit Desa Dalam Perubahan Politik Kajian Kasus

Ibid, hal xv.

13 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

14

dan Walujo Iman Isworo 30 akan melengkapi penelitian tentang desa. Penelitian Erwin Fahmi menemukan bahwa pengaturan dan pengurusan-sendiri yang berjalan di desa Pulau Tengah Jambi, menyediakan barang/jasa dan CPR ( common-pool resources ), selain sampai tingkat tertentu barang/jasa privat dan toll goods. Bidang kelola yang luas ini dimungkinkan karena kontinuumnya wilayah privat publik dan individu, keluarga, komuniti pada lingkungan yang menempatkan keselamatan dan kelangsungan hidup bersama sebagai tujuan kolektif tersebut 31. Kontinuumnya wilayah individu, keluarga, komuniti juga berimplikasi pada organisasi pengaturan dan pengurusan sendiri. Selain memiliki aparat adat, yaitu Depati Gento Rajo (DGR) dan perangkatnya. Pengaturan dan pengurusan sendiri di desa Pulau Tengah juga berjalan karena keterlibatan warga adat, baik penyepakatan aturan-main maupun pelaksanaannya. Dasar hukum pengaturan dan pengurusan sendiri adalah DGR. Kajian dinamika pengaturan dan pengurusansendiri menunjukkan bahwa reproduksi institusi anak ladang induk semang (AL-IS) terjadi terutama karena desakan dari dalam yaitu keinginan untuk menarik manfaat dari proses komersialisasi dari proses pertanian yang berlangsung, dan rangsangan dari luar berupa terbukanya pasar, ketersediaan

Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. 2002, 29 Revassy, Lazarus., Administrasi Pemerintahan Lokal Irian Jaya, Disertasi, Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. 2002, 30 Isworo, Walujo Iman. Pemberdayaan Organisasi Lokal Tingkat Desa

Sebuah Studi Di Desa Harapan Kwamki Lama, Timika, Kabupaten Mimika,

(Kajian Tentang Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas)., Disertasi, Program Studi Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. 2002 31 Fahmi, Op.cit, hal. v vi.

tenaga kerja (anak ladang), dan adanya komiditi yang relatif menguntungkan 32. Keunggulan penelitian Fahmi adalah difokuskan pada pengaturan dan pengurusan sendiri desa dalam menyediakan barang/jasa. Keterbatasan penelitiannya adalah mengabaikan peranan administrasi desa dalam pelayanan publik di desa. Penelitian Revassy mengenai Administrasi Pemerintahan Lokal di Papua menemukan tiga varian yang menjadi isu dominan. Masing-masing (1) administrasi pemerintah lokal,(2) program-program pembangunan yang melekat dengannya, dan (3) hakikat kesukuan, yang berada di desa HarapanKwamki Lama. Tiga varian tersebut mempunyai hubungan fungsional yang saling mumpuni. Ketika berbicara tentang efektifitas pemerintahan desa dalam kaitan dengan kepentingan umum ( publik goals ), masing-masing varian tadi dilihat sebagai perekat yang memberikan dukungan yang berarti sesuai dengan perannya masing-masing 33. Tarik ulur tiga varian di atas dalam perspektif pembangunan kesukuan dengan mengacu pada konflik sosial yang digelar di desa Harapan Kwamki Lama pada hakikatnya ingin mendeskripsikan secara sistemik atau holistik masing-masing varian. Artinya varian administrasi pemerintahan lokal akan berjalan secara efektif apabila mendapat dukungan dari varian-varian program pembangunan, dan varian kesukubangsaan. Demikian sebaliknya, varian program-program pembangunan akan berperan dengan baik apabila mendapat dukungan dan tanggapan dari varian administrasi lokal dan kesukubangsaan, demikian pula halnya dengan varian suku bangsa. Suku bangsa akan membangun hubungan antar suku bangsa dengan mengacu pada atribut dan
32 33

Fahmi, Op. cit, hal. vi. Revassy, Op. cit, hal. 452.

15 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

16

simbol sebagai upaya mencari jati diri atau identitasnya. Apabila mendapat dukungan dari varian administrasi pemerintahan lokal dan programprogram pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa, maka pembangunan akan berhasil 34. dalam meneliti Pemberdayaan Isworo 35 Organisasi Lokal Tingkat Desa menemukan terdapatnya hubungan antara elemen organisasi dengan elemen masyarakat. Baik untuk kalangan masyarakat maupun tokoh masyarakat akan tetapi kadar hubungannya lemah. Organisasi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa sesuai Keppres No.28 tahun 1980, tidak sesuai dengan konsep organisasi lokal dengan prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat serta untuk masyarakat. Kenyataannya kebijakan keseragaman sangat dominan. Padahal karakteristik satu daerah dengan daerah lain tidak sama. Organisasi lokal Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa yang mandiri atau dengan sebutan lain masih diperlukan keberadaannya. Hal ini perlu dipertahankan dan selanjutnya diberdayakan. Organisasi lokal LKMD belum berfungsi dengan baik karena kombinasi faktor kepemimpinan dan campur tangan birokrasi, di samping belum terlaksanannya sub-sub elemen yang lain. Pemberdayaan masyarakat desa menuntut adanya tipe kepemimpinan partisipatif, transformasional, dan paternalistik. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Kushandayani 36 di Semarang dari perspektif ilmu hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitiannya
Revassy, Op. cit, hal. 473. Isworo, Walujo Iman. Op. cit, hal. 390 391. 36 Kushandajani, Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial, Perspektif Sosio Legal, Desertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponogoro, Semarang, 2006.
35 34

mengungkapkan, bahwa esensi dari otonomi desa adalah manakala kewenangan pembuatan kebijakan sekaligus implementasinya ada di tangan desa. Dalam realitasnya melalui sarana legal atau hukum (dalam bentuk perundang-undangan) pemerintah supra desa (terutama pemerintah kabupaten) mengatur dan menuntut ketaatan desa. Bagi masyarakat desa, otonomi desa bukanlah menunjuk pada otonomi pemerintah desa sematamata, tetapi juga otonomi masyarakat desa dalam menentukan diri dan mengelola apa yang dimiliki untuk kesejahteraan sendiri. Dimensi sosial masyarakat desa masih memiliki otonomi dalam melaksanakan tradisi nenek moyang sendiri. Pelembagaan kegiatan-kegiatan sosial masyarakat desa juga menunjukkan kemandirian. Kegiatan-kegiatan sosial budaya itulah yang membentuk social capital masyarakat desa. Melalui social capital terbentuk rasa saling percaya, saling menghormati, saling berbagi, tumbuhnya emosiemosi positif bagi pembangunan desa yang lebih baik. Penguatan modal sosial dilakukan melalui tiga komponen: jaringan sosial, norma sosial, dan sanksi 37. Kelebihan dari penelitian ini adalah menekankan pentingnya modal sosial dalam kerangka otonomi desa. Keterbatasannya adalah belum dikemukakan mengenai bagaimana pola pelayanan publik di Desa yang didasarkan pada modal sosial. Sementara itu penelitian mengenai desa di Bali, dari berbagai perspektif telah banyak dilakukan. I Wayan Surpha 38, meneliti tentang Eksistensi Desa Adat dan Desa Dinas di Bali ditinjau dari aspek hukum adat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
37 38

Surpha, I Wayan, , Eksistensi Desa Adat dan desa Dinas di Bali, Pustaka Bali Post, 2004 hal. 24

Ibid, hal. 219.

17 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

18

peranan Desa Pakraman dan Desa Dinas mengalami pasang surut. Pada mulanya sebelum kedatangan pemerintah Kolonial Belanda di Bali, hanya ada Desa Pakraman yang mengatur pemerintahan desa. Sejak pemerintahan Hindia Belanda, dibentuk lembaga baru yang berfungsi untuk menangani pemerintah Kolonial dengan istilah Inlandsche gemeenten yang saat ini disebut dengan Desa Dinas. Kedua lembaga itu dibiarkan hidup berdampingan. Desa Pakraman diatur berdasarkan awig-awig dan perarem sedangkan Desa Dinas diatur berdasarkan stb.1938 No.490 jo Stb.681 39. Pada masa kemerdekaan sampai dengan pemerintahan Orde Baru, kedua jenis Desa tersebut diteruskan berjalan berdampingan. Desa Perkembangan selanjutnya peranan Pakraman agak melemah karena adanya pengaturan secara sentralistik. Adanya upaya untuk penyeragaman desa di seluruh Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang No.5 tahun 1979. Diberlakukannya Undang-undang No.22 tahun 1999, terjadi perubahan sistem pemerintahan, yaitu mengakui desa sesuai dengan hak asal-usulnya. Desa Pakraman mendapat kesempatan dan peluang untuk tampil dalam memberikan pelayanan publik. 40 Hasil penelitian tersebut hanya menitik beratkan pada kekuasaan serta pengaruh pemimpin Desa Pakraman dan Desa Dinas terhadap pemerintahan desa. Kelemahannya belum mengangkat secara rinci pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas. Sejalan dengan penelitian tersebut di atas, I Gede Parimartha menulis tentang Desa Pakraman dan Desa Dinas ditinjau dari segi historis, diuraikan tentang desa, mulai dari pembentukan desa, tugas pokok dan fungsi desa. Munculnya desa ada empat
39 40

klasifikasi pokok yang mendorong yaitu; (1) prinsip hubungan kekerabatan, atau genealogis,(2) prinsip tinggal dekat atau teritorial, (3) prinsip tujuan bersama, dan (4) prinsip hubungan dari atas (raja) atau pemerintah. 41 Klasifikasi prinsip hubungan dari atas (pemerintah), memenuhi kriteria munculnya Desa Dinas di Bali, karena Desa Dinas dibentuk oleh pemerintah kolonial. Desa Pakraman tumbuh dari bawah dibentuk dengan prinsip hubungan kekerabatan atau genealogis, prinsip wilayah dan memiliki tujuan bersama. Pada masa pengaruh kekuasaan raja raja Majapahit, pengaruh raja semakin kuat masuk ke dalam desa. Masuknya penjajahan Belanda, desa dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintahan kolonial, mulai sejak itulah ada dua jenis desa di Bali 42. Hasil penulisan tentang desa tersebut, lebih banyak dilihat dari persepektif historis, mulai dari terbentuknya desa, pasang surut tugas pokok dan fungsi desa, sampai dengan jaman reformasi, dengan diberlakukannya UndangUndang Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan diberlakukannya Peraturan Daerah Bali Nomer 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman . Dalam tulisan ini belum diuraikan tentang pelayanan publik oleh kedua jenis desa tersebut. Ahli Antropologi James Danandjaya 43 melakukan penelitian tentang petani di Desa Trunyan Bali. Penelitiannya mengungkapkan bahwa desa Trunyan adalah desa yang sangat tradisional. Desa ini mempunyai berbagai macam keunikan. Tata cara

Ibid., hal. 12 Ibid, hal. 14.

Denpasar, 2003, hal 16 42 Ibid, hal 24. 43 James Danandjaya, Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali, Universitas Indonesia Press, Jakarta. 1989. hal. 611.

41 Parimartha, I Gede, Memahami Desa Adat, Desa Dinas, Desa Pakraman di Bali Tinjauan Historis Kritis, Fakultas Sastra Universitas Udayana,

19 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

20

pengasuhan anak yang dipengaruhi oleh latar belakang etnografis seperti lingkungan hidup yang berupa habitat, pola menetap dan sebagainya. Kekhususan mengenai unsur-unsur kebudayaan Trunyan antara lain: sistem mata pencaharian, kekerabatan, kemasyarakatan, kepercayaan, upacara keagamaan. Keunikan yang lebih spesifik adalah upacara perawatan jenazah yang sangat unik, dengan meletakkan secara khusus di bawah pohon Taru Menyan yang ada di Setra 44. Semua unsur etnografis ini berkaitan, dan mempengaruhi tatanan hidup masyarakat setempat. 45 Agung dan Purwita 46 meneliti tentang Peranan Adat Dalam Menunjang Usaha-usaha Pembangunan , (Pakraman) menyatakan bahwa Desa Adat mempunyai posisi yang lebih kuat dalam menunjang aspek pembangunan dibandingkan dengan peranan Desa Dinas. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberhasilan sistem Keluarga Berencana, pengentasan buta angka dan aksara melalui sistem Banjar (perangkat terbawah dari Desa Pakraman ) menunjukan hasil yang optimal. Keberhasilan pembangunan, lebih cepat melalui jalur bahasa agama, adat dan budaya setempat. Peranan Desa Dinas lebih banyak dalam melakukan pelayanan di bidang administrasi dan pemerintahan. Jenis pelayanan publik yang dilayani, terutama perijinan, Kartu Tanda Penduduk (KTP) perpajakan dan administrasi pertanahan. Desa Pakraman berfungsi mengayomi, membina dan mengembangkan adat dan budaya Bali yang dilandasi oleh filsafat Tri Hita Karana . Dalam penelitian
Setra bahasa bali, yang artinya kuburan khusus untuk kerama Desa Pakraman setempat. 45 Ibid. hal 211. 46 Agung, AA dan IBP Purwita, Pemantapan Adat dalam Menunjang Usaha-Usaha Pembangunan, Proyek Pemantapan Lembaga Adat dan
44

tersebut ditekankan pula pentingnya pemantapan adat sebagai filter masuknya budaya asing, serta menunjang pembangunan di segala bidang 47. Penelitian desa ditinjau dari perspektif pariwisata, dilakukan oleh I Wayan Suardana 48 meneliti Pengembangan Desa Wisata berbasis ekowisata dan kerajinan rakyat (Studi Kasus Desa Ambengan Kabupaten Buleleng). Penelitian mengemukakan, bahwa berdasarkan analisis SWOT, Desa Ambengan berpotensi dikembangkan menjadi desa wisata dengan berbasis ekowisata. Adapun arah pengembangannya melalui penyajian atraksi-atraksi seni budaya dengan memanfaatkan potensi Desa Adat berupa potensi budaya, agama dan adat istiadat setempat. Berdasarkan letaknya yang jauh dari Ibu Kota Kabupaten, maka arah pengembangan pariwisata diselenggarakan dalam bentuk paket wisata. Wisatawan dapat mempersiapkan diri sekaligus menetapkan pilihannya atas berbagai alternatif rangkaian atraksi untuk wisata yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman Ambengan. Peranan Bendesa prajuru dan Kepala Desa dengan beserta perangkatnya mendukung pengembangan Pariwisata Desa Ambengan. 49 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada sinergi yang baik antara Desa Pakraman dan Desa Dinas tetapi belum dikaji/diteliti tentang Pelayanan yang dilaksanakan oleh kedua desa tersebut. Penelitian mengenai partisipasi masyarakat desa dalam pengembangan pariwisata di Desa Kemenuh dan Tenganan, diteliti oleh Nyoman Sukma
47
48

Pengembangan Museum Subak, Majelis Pembinaan Lembaga Adat Prop. DATI I Bali, Denpasar, 1984, hal 17

Suardana, I Wayan, Pengembangan Desa Wisata Berbasis Ekowisata dan Kerajinan Rakyat. Studi kasus desa Ambengan Kabupaten Buleleng. Majalah Ilmiah pariwisata Universitas Udayana Denpasar Vol.7 No.1 2005 ISSN 1410-3729. 2005 hal 13 49 Ibid, hal 15

Ibid, hal. 18

21 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

22

Arida. Tingkat partisipasi dan tanggapan masyarakat pada kedua desa penelitian tersebut menunjukkan gejala yang berbeda. Tingkat partisipasi dan tanggapan masyarakat di Desa Tenganan lebih menonjol dari pada masyarakat di Desa Kemenuh. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor: a. Situasi dan kondisi sosial politik yang melatarbelakangi perkembangan Ekowisata di Desa Tenganan lebih menunjang. Suasana reformasi menciptakan masyarakat lebih terbuka dan bersedia menerima ide baru yang datang dari luar, b. Inisiatif untuk mengembangkan Ekowisata di Desa Tenganan pertama kali muncul dari pihak masyarakat, khususnya pemuda, sedangkan pihak luar hanya berperan sebagai pendamping. Desa Kemenuh pertama kali muncul dari pihak eksternal (LSM bidang pariwisata Bali) sehingga rasa ikut memiliki dari warga masyarakat agak kurang. 50 Penelitian Desa Pakraman ditinjau dari aspek keagamaan, dilaksanakan oleh Agung. Penelitiannya mengemukakan bahwa pokok-pokok materi pada pembinaan Desa Pakraman diarahkan keharmonisan di kalangan tokoh-tokoh agama, agar masyarakat , krama adat. Desa Pakraman mempunyai visi dan misi yang sama dalam menciptakan ketenteraman, keamanan dan kesejahteraan masyarakat yang dilandasi oleh filsafat Tri Hita Karana , yakni: parhyangan (tempat suci : Pura Puseh, Pura Dalem dan Baleagung ), pawongan (anggota masyarakat), dan palemahan (wilayah desa) 51.

Disamping penelitian penelitian yang disajikan tersebut, Arsana 52 melakukan penelitian mengenai tata laksana dan pergaulan keluarga desa Adat Selunglung Sebayan Taka . Dalam penelitian tersebut dinyatakan kehidupan yang harmonis ditentukan oleh tiga unsur tata hubungan: Pertama , hubungan yang harmonis di kalangan sesama umat manusia. Kedua, keharmonisan antara manusia dengan alam, yang diwujudkan dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ketiga, hubungan manusia dengan Tuhan, yang telah menciptakan makhluk hidup serta alam semesta. Mencermati pelbagai hasil penelitian terdahulu, dapat dinyatakan bahwa, kajian institusi lokal desa (local gavermment, dan self governing community) sebagai wilayah otonom pemerintahan yang paling bawah melahirkan berbagai isu. Isu dimaksud mengenai otonomi desa dari perspektif ketatanegaraan, pemerintahan, adat dan lokalisme, ekonomi politik, dan keterbatasan sumber daya53. Kajian tentang pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas, belum ada yang menelitinya. Pemilihan lokasi Penelitian Desa Pakraman dan Desa Dinas Wongaya Gede, karena memiliki kekhususan tradisi adat budaya yang unik, dibandingkan desa lainnya. Keunikannya adalah tradisi perawatan jenasah tidak dilakukan dengan membakar, dan letak geograpisnya ada di pegunungan. Hal ini akan dijelaskan pula dalam metodologi penelitian, pada pemilihan lokasi penelitian. Masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas ?
Arsana, IGKG,Tata Laksana di Lingkungan Pergaulan Keluarga dan Masyarakat Setempat Daerah Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
52

Arida, I Nyoman Sukma, Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pengembangan Pariwisata, studi kasus Desa Tenganan dan Desa Kemenuh, Majalah Ilmiah Pariwisata, Universitas Udayanan Denpasar 2005,hal 35 51 Agung, AA. Materi Pembinaan Desa Adat, Majelis Pembina Lembaga Adat Prop.Dati I Bali. 1984 Hal 22.

50

RI, Jakarta. 1990. hal. 24. 53 Soetandyo Wignosubroto, Sentralisasi dan Desentralisasi Pemerintahan masa Pra Kemerdekaan ( 1903 -1945 ) dalam, Pasang Surut Otonomi Daerah Sketsa Perjalanan 100 tahun, Institute for Local Development, Yayasan Tifa, 2005, hal. 14 - 39

23 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

24

2. Bagaimana menyinergikan pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas dan jenis pelayanan pulik yang mana saja yang dapat disinergikan? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas di Desa Wongaya Gede. 2. Menganalisis pelayanan publik yang bisa disinergikan Pakraman dan Desa Dinas di Desa oleh Desa Wongaya Gede. D. Signifikansi Signifikansi teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa sumbangan pemikiran, dalam rangka pengembangan ilmu administrasi publik, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik oleh kesatuan organisasi pemerintahan terendah (desa). Pelayanan publik secara teoritis diharapkan dapat meningkatkan pola pelayanan oleh aparatur pemerintah dari budaya yang dilayani menjadi budaya melayani masyarakat. Hasil penelitian ini kiranya dapat mengkritisi teori dan sistem pelayanan publik yang telah ada dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan yang lebih optimal. Signifikansi praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Otonom dan Desa ( Desa Pakraman dan Desa Dinas) dalam upaya menyusun konsep dan strategi pelayanan publik agar dapat dilaksanakan lebih optimal, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan otonomi desa. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a. Sebagai bahan masukan dalam mengungkapkan jenis pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas b. Bahan pemikiran mengenai aspek pelayanan yang dapat disinergikan oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas E. Kerangka Pikir Dalam rangka menganalisis pelayanan publik, terdapat teori dan konsep yang telah dikembangkan oleh para ahli antara lain: Frederickson, Savas dan Grindle yang terukur secara efisien, efektif, economis, responsive dan equity.54 Kriteria efisien berhubungan dengan biaya, efektivitas berhubungan dengan ketepatan, dan economis berhubungan dengan biaya penyelenggaraan pelayanan, responsive berkaitan dengan daya tanggap pemberi pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan, equity berkaitan dengan kesetaraan atau keadilan yang diterima oleh penerima layanan. Dalam undang undang No. 22 tahun l999 yang disempurnakan dengan undang undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah; untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat semakin baik. Mengembangkan kehidupan demokrasi, pemerataan dan keadilan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.55 Pemberian otonomi daerah salah satu tujuannya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik dan
Frederickson, HG, The Spirit Of Public Administration, San Francisco, Jossey-Bass Publishers, l967, hal. 96, Hal yang sama diungkapkan oleh Savas, l987, dengan menambahkan ukuran equity, sementara itu Grindle M.S.l997, dalam Getting Good Gavernment Capacity Building in the Public Sectors of Deploving Countreis, New York Harvad Institute for International Development,Harvad University Press, menambahkan ukuran responsive, berkenaan dengan pelayanan publik. 55 Undang-undang No. 22 tahun 1999 diperbaharui dengan UndangUndang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah, Pradnya Pramita Jakarta hal. 4.
54

25 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

26

government organization (NGO)/grass root organization/civil institution (GRO). Pada sektor ketiga dalam penelitian ini diangkat pelayanan oleh grass root organization yakni organisasi yang tumbuh dari bawah.

kesejahteraan masyarakat dalam bingkai prinsip-prinsip good government dan national unity. Pelayanan publik yang dilakukan oleh Pemerintah dewasa ini, mesti dalam rangka pemberdayaan masyarakat, bukan untuk menyuburkan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Para pakar menyebutkan ada tiga sektor yang pertama sektor memberikan pelayanan publik56; pemerintah/negara, kedua sektor privat/swasta, ketiga non

Pelayanan publik oleh tiga sektor tadi adalah saling melengkapi dan membutuhkan kerjasama dalam mewujudkan pelayanan yang prima.57. Pemberi pelayan publik di akar rumput; pertama oleh Desa Pakraman sebagai self-governing community., kedua oleh Desa Dinas sebagai local government. Kajian mengenai analisis pelayanan publik oleh Desa Pakraman, dan Desa Dinas meneliti bagaimana pelayanan yang diberikan oleh ke dua desa tersebut, serta jenis pelayanan yang mungkin disinergikan. Kajian mengenai pelayanan publik dilakukan berdasarkan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan landasan teori; (1) administrasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat; (2) desentralisasi dan pemerintahan lokal; (3) pelayanan publik. Konskwensi dari otonomi asli, yang melekat pada desa, maka pelayanan publik di akar rumput menjadi

tanggung jawab desa setempat58 Titik berat pelaksanaan desentralisasi ada di Daerah tingkat Kabupaten/Kota59. Desa tidak mempunyai posisi yang clear seperti posisi Daerah. Posisi Desa tampak ganda dan ambigu, sehingga tidak jelas dan sulit. Di satu sisi, karena alasan hitoris sosiologis, desa merupakan kesatuan masyarakat hukum (self-governing community) sehingga disebut mempunyai otonomi asli, berdasarkan hak dan kewenangan asal-usul atau adat setempat. , Desa di sisi lain juga mempunyai posisi sebagai unit pemerintahan local (local government) seperti status yang dimiliki oleh Daerah. Desa tidak mempunyai keleluasaan sebesar Daerah, bahkan posisi desa berada dalam yurisdiksi (control) Daerah. Menurut Bhenyamin Hoessein, local government dapat berarti pemerintah local. Istilah local tidak diartikan sebagai daerah, tetapi sebagai masyarakat setempat. Oleh karena masyarakatnya berbeda-beda, maka local government juga bervariasi60. Variasi desa ditemukan juga di Bali, adanya Desa Pakraman sebagai self-governing community. dan Desa Dinas sebagai local government Mengingat tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan pelayanan publik oleh kedua desa tersebut, serta menganalisis pelayanan yang bisa disinergikan, maka paradigma yang digunakan adalah paradigma konstruktivisme (contructivism). Paradigma ini oleh Guba dan Lincoln sebagai seperangkat keyakinan mendasar (a set of basic beliefs)61. Paradigma ini
58 Team penulis, Abdur Rozaki, Anang Sabtoni, Joko Purnomo, Sutoro Eko, Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, Penerbit IRE Press, Ygyakarta 2005, hal. 30 59 Wijaya, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, PT Raja Grafindo Persada, 2001, hal 3 60 Bhenyamin Hoessein, Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Antar Daerah, Makalah yang disampaikan pada seminar sehari tentang Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah di Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, tanggal 20 Nopember 2003, hal 5 61 Guba and Lincoln, Competing Paradigms in Qualitative Research, dalam Norman K Denzin and Ivonna S Lincoln ed, Handbook of Qualitative Research, London, SAGE Publications, 1994, hal 12.

Grassroots Organization and NGPs in Rural Development, Oppurtunities with Diminishing States and Rxpanding Market dalam Janvry, Alain de et.all, State, Market and Civil Organization; New Theories New Practices and Their Implication for Rural Development, Mac Millan Press LTD London, l99 57 Lembaga Administrasi Negara RI, Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, LAN. Cetakan pertama 2006, hal l5

for the World Bank, New York, Oxford University Press, Uphoff, Norman,

56 Para pakar yang di maksud, Roth, G, The Private Provision and Public Service in Developing Countries EDI Series in Economic Development Published

27 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

28

digunakan karena konstruktivisme mentakrifkan ilmu sosial sebagai relativisme. Relativisme merupakan hasil konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosilal.62 Selain itu pemahaman paradigma konstruktivisme ini, realitas bersifat subyektivitas, artinya pemahaman tentang sesuatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Oleh karena demikian penggunaan paradigma konstruktivisme tepat, dengan beberapa alasan: 1) penelitian ini mencoba mengembangkan teori dan menggambarkan realitas yang kompleks, pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman dengan berbagai dimensi yang ada di dalamnya; 2) kajian pelayanan publik tidak bisa dipisahkan dengan pemerintah. Paradigma ini dapat digunakan untuk menganalisis pelayanan publik, tidak bisa dipisahkan antara teori desentralisasi dengan teori pelayanan publik; 3) oleh karena tidak bisa dipisahkan dari konteks desentralisasi dengan pelayanan publik, maka hasil penelitian ini tidak dimaksudkan untuk mencari generalisasi yang luas, karena temuan tergantung pada interaksi antara peneliti dengan informan; 4) menggunakan perspective emic, artinya mementingkan pandangan informan, yaitu bagaimana memahami dan menafsirkan desentralisasi dan pelayanan publik dari segi persepsinya. Arah penelitian ini adalah berupaya membangun perpaduan jenis dan kritewria pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman, sesuai kondisi objektif yang dihadapi yaitu; bidang Agama, sosial budaya, kemasyarakatan, keamanan, dan bidang pembangunan. F. Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian ini tertuang dalam lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, signifikan penelitian, kerangka pikir, serta sistematika penulisan. Bab II berisi landasan teori yang memuat tentang desentralisasi dan pemerintahan lokal, pelayanan publik, mulai dari pengertian, konsep, serta strategi peningkatan kualitas pelayanan publik. Bab III berisi mengenai metode penelitian, dimulai dari penentuan jenis penelitian, disain penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, pemilihan obyek penelitian, diakhiri dengan tahapan penelitian. Bab IV memuat tentang hasil penelitian, diawali dengan karakteristik Desa, letak dan luas wilayah, penduduk dan mata pencaharian, kehidupan sosial, budaya dan Agama, berikutnya khusus membahas tentang Desa Dinas dan Desa Pakraman. Inti dari hasil penelitian ini dianalisis tentang pelayanan publik oleh Desa Dinas, Pelayanan publik oleh Desa Pakraman, kelembagaan Desa Dinas dan Desa Pakraman, analisis pelayanan publik Desa Dinas dan Desa Pakraman, kemudian dilanjutkan dengan sinergi pelayanan publik Desa Dinas dan Desa Pakraman; sinergi bidang keamanan, ekonomi, pemerintahan, sosial, agama adat dan budaya. Bab V merupakan bab akhir yang berisi kesimpulan dan sejumlah saran yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman di Desa Wongaya Gede.

62

Ibid, hal iii

29 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

30

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Administrasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Penerbitan Perserikatan Bangsa Bangsa di tahun 1975 yang berjudul Development Administration: Current Approaches

mengembangkan kapasitas administrasi negaranya. Umumnya pada saat itu, diadopsi praktek (metode dan prosedur) administrasi negara maju. Henderson mempertegas kegagalan pada masa awal beberapa negara berkembang mengadopsi administrasi negara maju dengan pernyataan berikut:

mengisyaratkan bahwa Administrasi Pembangunan merupakan administrasi publik yang memusatkan perannya pada proses pembangunan nasional. Sebagaimana Fred W. Riggs 1 dan Hahn Been Lee2, dalam penerbitan PBB tersebut dibahas dua aspek dari administrasi pembangunan. Kedua aspek tersebut adalah Administration of Development dan Development of Administration3. Kedua aspek dari administrasi pembangunan dirinci lebih lanjut. Administration of development mencakup policy formulation and planning serta management of development sedangkan development of programs and projects, administration mencakup conduct administrative reform dan institutions building4. Administrasi Pembangunan dalam disertasi ini dipergunakan sebagai pisau analisis pelayanan publik, Desa Dinas dan Desa Pakraman.

and Trends in Public Administration for National Development

1. Administrasi Pembangunan Administrasi pembangunan lahir sebagai reaksi atas kegagalan reformasi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang yang umumnya lepas dari penjajahan untuk
1
2

Reaksi awal kegagalan tersebut dimulai dengan berkembangnya analisis perbandingan administrasi publik melalui alat-alat analisis perbandingannya. Kontribusi analisis perbandingan ini yang kemudian melahirkan administrasi pembangunan sebagai suatu pendekatan pembenahan administrasi negara (khususnya administrasi negara berkembang) dan juga sebagai suatu paradigma dalam ilmu Tjokroamidjojo administrasi negara itu sendiri.6 mengungkapkan hal tersebut sebagai berikut: Perkembangan studi komparatif ilmu administrasi negara ini dapat pula dilihat dari segi alasan yang mendasarinya ....Dalam perkembangannya kemudian terdapat kurang lebih empat kecenderungan dasar dalam ilmu administrasi negara. Klasifikasi dalam empat kecenderungan ini
Henderson, Keith, Indigenization Versus Internationalization. Dalam Farazmand, Ali,. Handbook of Comaparative and Development Public Administration. Marcel Dekker: 1991. USA, hal. 342 6 Tjokroamidjojo, Bintoro, Pengantar Administrasi Pembangunan. LP3ES. Jakarta: 1994. Cet. XVI. Hal 6-7 dan juga Heady, Ferrel. Public Administration: Comparative Perpsective, Ed. IV., Marcel Dekker, New York: 1991. hal 38, juga dalam Kartasasmita, Ginanjar. Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia. LP3ES. Jakarta:1997. hal 34.
5

Enormous amounts of money have been transferred to developing countries since the second world war. A relatively small portion has been devoted to administrative improvement as such, but nearly all of it has been administered, in the sense of passing through the hands of officials.5

Fred W. Riggs, Introduction, dalam buku editorialnya, Frontiers of

Hahn Been Lee, Systematization of Knowledge on Public Administration: The Perspective of Development Administration, dalam buku editorial Gerald E. Caiden dan Bun Woong Kim, A Dragon: Progress Development Administration in Korea, Connecticut : Kumarlan Press, Inc, 1991, hal 5. 3 United Nations, Development Administration: Current Approaches and Trends in Public Administration for National Development, New York: 1975, hal 3 4 Hahn Been Lee, Op, cit, hal 5

Development Administration. Duke University Press, 1971 hal 6

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

32

tidak konklusif, karena memang tidak ada sistematisasi yang diterima.....kecenderungan pertama, adalah perhatian administrasi negara terhadap masalah-masalah pelaksanaan dan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan....7 Heady8 di tempat lain menyatakan hal yang sama dalam sub judul prospects and options dari studi perbandingan administrasi dengan munculnya area atau fokus-fokus kajian yang salah satunya adalah administrasi pembangunan. Pierre9 hampir senada juga mengemukakan perkembangan Comparative Administration Group (CAG) dalam tiga fase: (1) fase konsolidasi; (2) fase perkembangan ilmu perilaku; (3) fase middle-range theory. Fase pertama ditandai dengan pendekatan struktural-fungsional yang kuat, fase kedua dengan pendekatan kuantitatif (positivisme), dan fase yang disebut terakhir ditandai dengan meluasnya pendekatan yang digunakan dalam ilmu perbandingan administrasi. Oleh karena itu menjadi sangat logis ketika Neff dan Dwivendi menuliskan teori administrasi pembangunan sebagai sebuah a fence around an empty lot yakni sebuah pemagaran bagi tanah yang kosong10. Administrasi pembangunan bisa disimpulkan dapat berujud sebagai dua bentuk yakni; pertama sebagai gejela empiris yakni gerakan untuk mempengaruhi kemampuan administrasi negara dalam proses pembangunan suatu negara; atau kedua, sebagai satu pendekatan dalam ilmu
Tjokroamidjojo, Bintoro, Op. cit, hal 6-7 Heady, Ferrel.,Public Administration: Compative perspective, Ed IV, Marcel Dekker, New York, 1991, hal 38-39 9 Pierre, Jon,Bureaucracy in the Modern State: An Introduction to Comparative Public Administration. Edward Elgar. 1994. hal 5 10 Neff, J, dan Dwivendi, OP, Development Theory and Administration: A Fence Around an Empty Lot. dalam Development Theory and Administration. 1982. hal 42-65. Neff dan Dwivendi pun menggambarkan perkembangan administrasi pembangunan sebagai suatu gerakan reformasi dan pemikiran yang dimulai dari kegagalan administrative state baik dengan pendekatan ortodoks scientific management maupun neo-ortodoks.
8

administrasi negara. Kartasasmita menuliskan sebagai berikut: Administrasi pembangunan berkembang karena adanya kebutuhan di negara-negara yang sedang membangun untuk mengembangkan lembaga-lembaga dan pranata-pranata sosial, politik, dan ekonominya agar pembangunan dapat berhasil.11 Esman lebih rinci menuliskan tiga kelompok masalah dalam administrasi pembangunan sebagai berikut:

I have identified thre clusters of problem: (1) the political dimensions of development administration; (2) the process of development planning; (3) the performance of the administrative system of developing countries.12

Karena permasalahan yang cukup luas dan heterogen maka seperti dikemukakan oleh Neff dan Dwivendi di atas, administrasi pembangunan menjadi multidisiplin. Formula proses perencanaan (kebijakan) dan reformasi administrasi tidak bisa dilakukan hanya dari satu disiplin ilmu. Sebagai sebuah gejala empirik, administrasi pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas administrasi negara dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan seperti dikatakan Tjokroamidjojo di atas, meliputi dua aspek (1) mengelola pembangunan yang
11 Kartasasmita, Ginanjar, Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia. LP3ES. Jakarta. 1997. hal 34 12 Esman Milton, J, CAG and the Study of Public Administration dalam Frontiers of Development Administration. Edited by Riggs, Fred, W,. North Carolina.

Duke University Press: 1970. hal 46. Hahn Been Lee juga senada dengan pendapat tersebut dalam tulisannya Systematization of Knowledge on Public Administration: The Perspective of Development Administration dalam A Dragons Progress: Development Administration in Korea, Editor Gerald E. Caiden. Kumarian Press. USA: 1991. hal 3-8.

33 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

34

dapat berupa formulasi kebijakan pembangunan dan pelaksanaannya, sampai evaluasi (perencanaan pembangunan); (2) membangun administrasi negara bagi pencapaian tujuan pembangunan yang meliputi penyempurnaan organisasi, pembinaan lembaga, kepegawaian, tata kerja serta pengurusan sarana-sarana administrasi negara lainnya.13 Yang pertama lebih banyak menguraikan pada level proses kebijakan, sedangkan yang kedua berkaitan dengan reformasi administrasi walaupun keduanya sama-sama dalam rangka meningkatkan kapasitas administrasi (administrative capacity). Pembangunan oleh Kartasasmita disebutnya sebagai sisi. Jadi Kartasasmita menyebutkan dua aspek administrasi pembangunan seperti dikemukakan oleh Tjokroamidjojo di atas sebagai dua sisi dari administrasi pembangunan.14 Sisi pertama, adalah administrasi bagi pembangunan; sedangkan sisi yang kedua, pembangunan administrasi. Sisi pertama yang disebutnya sama saja dengan manajemen pembangunan, terdiri dari kegiatan-kegiatan perencanaan pembangunan, pengerahan sumberdaya pembangunan, pemanfaatan teknologi, penguatan kelembagaan, menggerakkan partisipasi masyarakat, penganggaran, pelaksanaan pembangunan, koordinasi, pemantauan dan evaluasi, dan pengawasan pembangunan, serta sistem informasi dalam manajemen pembangunan. Sementara itu, pembangunan administrasi menurut Kartasasmita menyangkut reformasi administrasi (pembaharuan administrasi), privatisasi dan ko-produksi, debirokratisasi, reorganisasi, perubahan sikap birokrasi, deregulasi dan regulasi, serta pengembangan etika birokrasi. Jika kita anut pendapat Kartasasmita di atas, pengembangan instrumen desentralisasi dalam sebuah administrasi negara berkaitan dengan administrasi pembangunan lebih banyak menyangkut pembangunan administrasi walaupun tidak
13 14

trelepas dari sisi manajemen pembangunan. Oleh karena itu kedua lingkup administrasi dua sisi yang tidak terpisahkan satu sama lainnya.15 Bintoro maupun Kartasasmita sama-sama menyampaikan instrumen desentralisasi sebagai bagian dari administrasi pembangunan. Tjokroamidjojo, mengatakan bahwa Perhatian administrasi pembangunan adalah apakah usaha desentralisasi dalam berbagai bentuknya itu dapat lebih mendorong usaha - usaha perubahan ke arah pembaharuan dan pembangunan ?.16 Kartasasmita menyebutkan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai salah satu komponen administrasi pembangunan di Indonesia.17 Berbeda dengan kedua pakar, Turner dan Hulme, menyebutkan jenis-jenis desentralisasi lebih lengkap dengan dua dimensi: (1) territorial; dan (2) fungsional merujuk G. Hyden18. Turner dan Hulme menuliskan sebagai berikut:

Kaitannya dengan pembangunan, walaupun secara teoritis pengambilan keputusan menjadi tidak sentralistik dan dapat lebih dekat dengan masyarakat, di berbagai negara berkembang, Turner dan Hulme menyatakan tidak selamanya berhasil. Dituliskannya sebagai berikut: The decentralization policies that third world

The basis for such transfer is most often territorial, that is grounded in the desire to place authority at lower level in a territorial hierarchy...However, transfer can also be made functionally, that is by transferring authority to an agency that is functionally specialized.19

nations have pursued have not proven to be a

Tjokroamidjojo, Bintoro, Op, cit hal 14. Kartasasmita, Ginanjar, Op cit, hal 47-71.

Kartasasmita, Ginanjar, Op, cit. hal 47-71. Tjokoramidjojo, Bintoro, Op cit. hal 81 17 Kartasasmita, Ginanjar, Op cit. hal 97 18 Turner, Mark, dan Hulme, David,. Governance, Administration, and Devlopment: Making the State Work. Mac Millan Press: 1997. Hongkong: hal. 150 19 Ibid, Hal 152
16

15

35 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

36

Pengembangan desentralisasi dalam sebuah sistem administrasi negara dengan demikian diakui sebagai instrumen untuk memperkuat kapasistas administrasi negara dalam proses pembangunan. Bryant dan White menyatakan sebagai berikut: Karena kelemahan yang tampak dengan jelas dalam kontrol sentral, desentralisasi makin dipandang sebagai faktor penting dalam administrasi pembangunan.21 Cheema dan Rondinelli, di tempat lain mengatakannya sebagai berikut:

panacea for making state-sponsored interventions more effective in promoting development.20

Secara teoritis dalam administrasi pembangunan, desentralisasi adalah instrumen yang digunakan untuk menjamin kemampuan administrasi negara dalam meraih tujuan-tujuan pembangunan. Bahkan Hoessein23 merujuk Maryanov menyatakan bahwa desentralisasi sudah menjadi semacam keharusan dalam satu tatanan kehidupan negara. Sebagai sebuah pendekatan, administrasi pembangunan sangat lebar membuka pengembangan model analisis obyek kajiannya dari berbagai disiplin ilmu seperti dikemukakan oleh Neff dan Dwivendi24. Namun, berbagai
20

The growing interest in decentralized planning and administration is attributable not only to the disillusionment with the results of central planning and the shift of emphasis to growth-with-equity policies, but also to the realization that development is a complex and uncertain process that cannot be easily planned and controlled from the centre. 22

model telah banyak dikemukakan oleh para ahli administrasi pembangunan itu sendiri. Sebagai bagian dari ilmu sosial, pendekatan administrasi pembangunan mengikuti alur besar teori (grand theory) struktural fungsional seperti ditulis oleh Heady.25 Lebih khusus lagi alur besar teori ini diikuti dalam kaitannya memahami pembangunan bagi sebuah sistem sosial dalam pendekatan administrasi pembangunan. Riggs mengemukakan kriteria ekologi administrasi untuk menganalisis adanya pembangunan yang diartikannya lebih luas sebagai pembangunan sistem sosial. Ditulis oleh Riggs sebagai berikut:

In the same way we might recognize development in social system whenever certain specified consequences or sight are present. Elsewhere I have suggested that the increasing capacity of a social system to manipulate its environment so as ti enhance the ability of the system to make free choice among alternative courses of action might be one way to recognize the presence of development change.26

Bryant, Coralie, dan White, Lousie, G,. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. Terj. Rusyanto L Simatupang. LP3ES. Jakarta. Hal: 213. 22 Cheema, G, Shabir, Dan Rondinelli, Dennis, Op, cit, hal. 14 23 Hoessein,. Bhenyamin. et al, Laporan Penelitian Kajian Tata Hubungan Kewenangan antara Pemeirntah dan Pemerintah Daerah, Kerjasama antara PKPADK-FISIP-UI dengan Kantor Menpan (2003) 24 Neff, J., dan Dwivendi, OP, cit, Hal 42-65

Ibid, hal 174


21

Terlihat sekali dalam tulisan tersebut pengaruh struktural fungsional. Bagi Riggs, sebuah sistem sosial terdiri dari berbagai unsur ekologis yang saling kait-mengkait satu sama lainnya dan membuat satu susunan struktural fungsional yang menentukan kapasitas sistem tersebut untuk terus-menerus berubah. Model awal yang dikembangkan oleh Riggs seperti ditulis oleh Pamudji27 adalah apa yang dikenal sebagai model). Model ini keseimbangan (equilibrium
Heady, Ferrel, Op cit, Hal 7-9. Riggs, Fred, W, Modernization and Development Administration dalam Journal of Public Administration. Volume IX/ January. 1967 No.1. 27 Pamudji S, Kepemimpinan Pemerintah di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1982. hal 53-57
26 25

37 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

38

menggambarkan faktor-faktor ekologis yang terdiri (1) economic foundation; (2) social structure; (3) communication networks; (4) ideological/ symbol patterns; dan, (5) political systems. Faktor-faktor ini mempengaruhi secara timbal balik suatu sistem administrasi negara, baik di negara-negara agraria maupun negara industri. Oleh karena itu dikembangkan sub-sub model dari model tersebut yang terdiri dari sub-model imperial bureaucratic dan feudalistik dalam model negara Agraria; dan sub-model demokratik dan sub-model totalitarian dalam model Negara industrial. Perubahan-perubahan antar sub model dalam sebuah negara dapat terjadi dengan catatan pergerakan linear terjadi dari model negara agraria ke model negara industrial dan tidak sebaliknya. Peter Waldman yang dirujuk oleh Prasojo, menyebutkan tipologi masyarakat tersebut sebagai satu titik (pola) keteraturan sosial.28 Oleh karena itu, ada kesulitan menjelaskan fenomena empirik bagi masyarakat yang sedang berubah (the changing society). Prasojo merujuk Peter Waldman kemudian menyebut masyarakat seperti ini sebagai masyarakat dalam keadaan transisional yang umumnya ditandai dengan gejala anomi (ketiadaan aturan).29 Shah menawarkan tiga pola kelembagaan untuk mengatasi penjelasan berbagai negara yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu titik ekstrim tradisional dan modern, yakni (1) less developed; (2) developing countries; dan, (3) Industrial; dengan kesimpulan bahwa developing countries memang ada dalam tahapan transisional melalui berbagai dimensi30. Dapat digambarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 1 Tipologi Kelembagaan Masyarakat
28 Prasojo, Eko, Demokrasi, Kampanye, dan Anomi Sosial. Kompas. Opini. 23 Maret 2004. 29 Ibid, hal 30 Shah, Anwar,Balance, Accountability, and Responsiveness: Lesson about decentralization. Worldbank Report: 1997, hal 3-4

Dimensions

Less Developed Countries

Developing Countries

Industrial Countries

Goals Authorizin g environm ent. Operational Capacity. Public Sector orietntation. Public sector decision making. Private Sctor. Environment.

Clear and Realistic Strong Consistent and functional. Strong Output

Vague and Grandiose. Weak Dysfunctional. Weak or extant Input control, comman and control. Centralized.

Celar and realistic. Strong Consistent and functional. Strong Input and output monitoring. Decentralized. Formal and legal.

Decentraliz ed. Informality and trust

Semi-informality but lack of trust disregard for rule of law. gitcha

Learning and improving

Evaluation Culture

Snake and ladders

Berdasarkan tabel ini, nampak negara berkembang dicirikan kapasitas kelembagaan yang disfungsional dengan orientasi yang lemah, tujuan tidak jelas, semi-informal, dan tidak terarah dalam evaluasi. Disamping itu, sulitnya mendapatkan realita bahwa beberapa negara terdapat ciriciri yang tidak selalu ekstrim antara model negara agraria (fused society) dan model negara industri (refracted kemudian Riggs mengembangkan model society), masyarakat prismatik (prismatic society). Ciri-ciri dari

39 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

40

masyarakat seperti ini terjadi apa yang disebut: (1) heterogenitas; (2) formalisme; dan (3) overlapping.31 Pengembangan kelembagaan dari adanya pola-pola modern di sejumlah negara berkembang tidak menjamin adanya kemajuan dan efektivitas instrumen yang diterapkan. Sejumlah riset membuktikan hal tersebut terutama mempertanyakan ide developementalisme yang terlalu menekankan rasionalitas, a-historis, dan non-struktural . Oleh karena itu dalam berbagai lapangan ilmu, ide developmentalisme ini kemudian ditandingi dengan munculnya pendekatan pembangunan yang strukturalis.32 Dalam administrasi pembangunan, seperti dikatakan oleh Heady dikenal juga grand theory Neo-institusional. Ditulis oleh Heady sebagai berikut

misalnya, menganggap bahwa pandangan terhadap negara beralih menjadi sebuah institusi yang otonom. Negara merupakan satu struktur yang tidak mewakili kepentingan siapapun melainkan kepentingannya sendiri. Carino menuliskannya berikut ini:

Neo-institusional ini dalam literatur lain, Carino35

Perhatian terhadap struktur ini ditujukan terutama pada Negara (state) yang dibedakan dengan masyarakat (society). Peran negara pada neo-institusional ini oleh Heady merupakan pandangan lain dari kelompok mainstream yakni baik kubu struktural fungsional maupun Marksis, bahkan aliran yang diikuti Almond yang dinilai statis34.

Finally, and more recently, functionalism has been questioned by a variety of neoinstitutionaliests who differ in important respects but are in agreement that the primacy of emphasis on functions should be replaced by increasing attention to structures33

oleh pandangan perilaku inividu dan pilihan rasional seperti ditulis oleh Peters.37 Institusi lama mempertentangkan antara siapa yang memerintah dan diperintah agar dicapai satu tujuan yang lebih baik dan untuk itu terdapat kemungkinan tekanan bagi yang memerintah oleh kelompok kepentingan; yang menghasilkan model sedangkan neo-institusional public choice, dan principal-agent (agency model), membawa adanya negara yang otonom. Carino melukiskan birokrasi dalam pandangan ketiga ini sebagai berikut:

A third view sees the state as the entity forced to decide on labor-capital conflicts, ethnic clashes, religious riots, and other societal problems. This view continues the liebral assumption of a relatively autonomous state but accepts the Marxist image of a society composed of conflicting groups with unequal economic and political power. The state here practically has the status of playing referee, tending to side with the already priviledge.36 Lahirnya neo-institusional ini didasari

CNSW, Leiden: 1999, hal 16. 32 Misalnya yang ditulis Webster, Andrew dalam Introduction to the Sociology of Development. MacMillan. London: 1984, So, Alvin dan Suwarsono dalam Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. LP3ES. Jakarta: 1991. cet I, dan berbagai buku-buku perihal pembangunan dan perubahan sosial. 33 Heady, Ferrel. Op cit, Hal 10 34 Heady, Ferrel. Op cit, hal 11

31 Pamudji, S, Op, cit, hal 57-59 seperti diungkap pula oleh Heady, Ferrel, Op cit, hal 93 dan Niessen, Nicole dalam Muncipal Government in Indonesia,

If this larger perspective is accepted, then the state is not only placed in a turbulent environment but the bureaucracy itself has to be recognized as among the

35 Carino, Ledivina, V, Regime Changes, the Bureaucracy, and the Political Development,. dalam Farazmand, Ali, Handbook of Comaparative and Development Public Administration. Marcel Dekker: 1991. USA, hal 731-734 36 Ibid, hal 732 37 Peters, Guy, B, Institutional Theory in Political Science: The New Institutionalism. Continum. London. 2000 (reprinted). hal 15-17.

41 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

42

Administrasi pembangunan yang diilhami oleh pendekatan ini tentu menghasilkan analisis yang berbeda. Dalam hal desentralisasi, instrumen ini dikembangkan karena negara menganggap penting untuk pengembangan kelembagaannya bukan mewakili kepentingan pihak lain. Baker mengembangkan dua pola perilaku negara yang amat tepat digunakan untuk menganalisis pengembangan desentralisasi dan keterlibatan masyarakat lokal: (1) negara intervensionis (interventionist state); dan (2) negara terencana (planned state). Merujuk Das, Baker menuliskan apa yang dimaksud interventionist state sebagai berikut:

groups involve in the struggle .., this view regards bureaucratic autonomy from both the state and society as an empirical question.38

employ between 40 and 75% of those in paid employement and Nigerias public sector grew from 200,000 in 1960 to 2 million in 1980.40
Apa yang dituliskan Baker sejalan dengan Rondinelli dan Cheema41 bahwa negara banyak berperan dalam tersebut dan secara mengembangkan delegation keseluruhan negara banyak mengambil peran dalam berbagai sektor kehidupan. Dalam ilmu administrasi negara, pendapat Baker di atas, hampir sejalan dengan konsep the administrative state jauh sebelum aliran the new public berkembang. Konsep The sector management administrative state ini berkembang sejalan dengan munculnya konsep administrasi publik modern yang berkembang pada awal abad 18.42 Konsep ini kemudian mendapat kritikan tajam ketika paradigma welfare state berkembang karena membawa akibat dahsyatnya kekuatan negara memasuki banyak aspek kehidupan. Kritikan ini membawa administrasi publik banyak mengadopsi teori-teori manajemen dalam studi dan gejalanya. Pendekatan manajemen ini diakui oleh Nef dan Dwivendi sebagai pendekatan neo-ortodoks.43 Pendekatan neo-ortodoks ini sebenarnya tidak jauh berbeda dari pendekatan perilaku dan (atau) hubungan kemanusiaan dalam teori organisasi.44 Belakangan the new public sector management memperbaiki konsep awal manajemen dalam administrasi publik. Sementara itu, model negara terencana adalah model status quo, yakni bagaimana negara-negara
40
41 42

Gambaran negara intervensionis dicontohkan dengan pengembangan delegation di Nigeria sejak kemerdekaan, sebagai berikut:

The government had to act as leader, investor, regulate and, at times even as innovator, with a view to accelerating growth and inducing major changes in the industrial sector. This could not be left to the private sector, because the latter not only did not have the resources or imagination for such massive operation but also lacked the detachment and objectivity required for successful implementation of such program.39

After independence Nigeria created over 800 parastatals, while in seven nonMarxist African Countries, the state came to

Carino, Ledivina, V, Op cit, hal 732 Baker, Randall, The Role of The State and Bureaucracy in Developing Countries Since World War II dalam Farazmand, Ali, Handbook of Comaparative and Development Public Administration. Marcel Dekker: 1991. USA, hal 353-354.
39

38

Cheema, G, Shabir. Op cit, hal 21-22 Salomo, Roy Valiant, dan Bake, Jamal,. Administrasi Publik, Aransemen Kelembagaan dan Reformasi Pelayanan di Tingkat Lokal. Jurnal PSPK. Edisi 1, Februari 2002. Nef dan Dwivendi menyebutnya sebagai pendekatan Orthodoks. 43 Nef, J dan Dwivendi, Op cit, hal 42-65 44 Henry, Nicholas, Administrasi Negara Berkembang dan Masalah-masalah Kenegaraan. Rajawaali Press. Terj. Luciana D. Lontoh,. Jakarta:1988 hal 43.

Ibid, hal 353-354.

43 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

44

berkembang melakukan perubahan dilalui dengan satu pola yang teratur. Dituliskan oleh Baker sebagai berikut:

Dalam penghampiran seperti ini, administrasi pembangunan tidak bisa terlepas dari ekonomi-politik. Oleh karena itu dalam bukunya, Frederickson, administrasi negara baru menguraikan perkembangan ilmu administrasi yang mirip dengan perkembangan ekonomi-politik dimana paradigma yang mutakhir menurut penulis tersebut adalah public choice.46 Apa yang dimaksud sebagai administrasi negara baru oleh Frederickson adalah sebuah pandangan administrasi negara yang memasukkan dimensi keadilan sosial dalam analisisnya. Jadi apakah administrasi negara dalam berperan mampu meningkatkan keadilan sosial ?47 Sesungguhnya hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Tjokroamidjojo sebagai administrasi pembangunan untuk dibedakan dengan administrasi negara (lama) 48. Administrasi negara (lama) menurut Tjokroamidjojo, berbeda dari administrasi pembangunan sebagai contoh misalnya (1) administrasi negara (lama) lebih banyak terkait dengan lingkungan negara maju, sedangkan administrasi pembangunan terkait dan memberi perhatian pada negara berkembang; (2) administrasi negara (lama) membawa pada
Baker, Randall, Op, cit hal 357 Frederickson, H, George, Administrasi Negara Baru. Terj. Al-Ghozei-Usman. Cet IV. LP3ES. Jakarta: 1994. hal 28-45 47 Ibid, hal 10 48 Tjokoramidjojo, Bintoro, Op cit, hal 9-10
46 45

The planned state emphasized status quo. The colonial bureaucracy was taken over rather that substantial changed, and its hierarchical priviledge structure and reward by seniority rather than result was fossilized. In essence the public administration, under its guise or neutrality and objectivity, became an instrument for system maintenance rather than any substantial change.45

peran sebagai balancing agent, sedangkan administrasi pembangunan lebih berperan kepada change agent; dan, (3) administrasi negara cenderung legalistic approach, administrasi pembangunan cenderung ecological approach.49 Pada titik ini antara Tjokroamidjojo dengan Frederickson mungkin dapat disamakan, tetapi jika ditelusuri dengan baik apa yang dimaksud oleh Frederickson ternyata administrasi negara bagi negara maju dengan dimensi keadilan sosial. Administrasi Pembangunan terkait erat, saling berhubungan dan saling mempengaruhi keadaan dan proses perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya. dan lain lain. Hubungan ini dapat saling bertentangan, hubunan yang netral, maupun hubungan yang saling mendukung. Administrasi pembangunan memberikan prasarana peralatan dan penggerakan, perkembangan di bidang kehidupan masyarakat lain. Administrasi pembangunan dapat juga berarti kemampuan untuk menanggapi akibat-akibat dalam proses perkembangan dan pembangunan. Administrasi pembangunan bergerak dalam perkembangan pembaharuan yang cepat (change), sering kali disebut turbulence.50 Aspek aspek yang saling mempengaruhi administrasi pembangunan; aspek politik, ekonomi, sosial budaya, iptek dan lingkungan hidup. Aspek sosial budaya yang terkait dengan proses administrasi pembangunan banyak dilaksanakan oleh berbagai negara, umumnya melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tersebut khususnya di Indonesia menjadi isu penting sejak tahun 1970-an. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh partisipasi, melalui pemberdayaan masyarakat. Dalam penelitian ini, lebih menekankan pada pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan publik. Pemberdayaan masyarakat melalui

Tjokoramidjojo, Bintoro, Op cit, hal 10 Sumitro Djojohadikusumo, dkk, Pengantar Administrasi Pembangunan, Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Penerbit LP3ES,Jakarta 1974, hal 54.
50

49

45 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

46

partisipasi masyarakat merupakan salah satu prasyarat untuk keberhasilan pembangunan di Indonesia. Berdasarkan pandangan tersebut pemerintah dalam merancang program pembangunan maupun dalam bidang pelayanan publik, berorientasi kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat bukan hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam pelayanan publik. 2. Pemberdayaan masyarakat Konsep pemberdayaan merupakan konsep baru, mulai dikaji secara mendalam sejak dekade tahun 1970-an, berkembang terus sampai sekarang. Pranarka yang dikutip Waluyo mengatakan bahwa konsep empowerment muncul di awal gerakan modern di Eropah, saat itu muncul gelombang pemikiran baru yang menentang kekuasaan mutlak dari Agama ( gereja dan raja ). Masyarakat menghendaki adanya alternatif lain yang memerintah melalui proses empowerment.51 Menurut Stewart mengatakan bahwa

yang dimaksud adalah partisipasi staf atau masyarakat yang dimanfaatkan oleh pimpinan organisasi. Keberhasilan empowerment menurut Stewart sebagaimana yang dikutip oleh Waluyo mengatakan bahwa ada tujuh variabel yang perlu diperhatikan oleh organisasi yaitu; envision, educate, eliminate, barriers, express, enthuse, equip dan ev eluate.52 Tujuh variabel tersebut penjelasannya sebagai berikut; (1) envision maksudnya para aktor harus mampu menggambarkan apa yang diingini oleh organisasi, apabila anggota/masyarakat mengetahui dengan jelas vissi organisasi, maka akan tumbuh sale coordinating, shared vision; (2) educate, staf organisasi perlu diberi pendidikan
51 52

empowerment is quite simply, a highly practical and productive way to get the best from yourself and your staff. Jadi empowerment merupakan suatu alat bukan tujuan. Alat

dan pelatihan yang cukup tentang program organisasi; (3) eliminate , seorang aktor harus mampu mengatasi segala halangan dalam proses pemberdayaan, menjamin agar seluruh sistem dan prosedur menjaminpencapaian tujuan, maupun proses pemberdayaan; (4) express seorang aktor harus dapat mengekspresikan dengan jelas tentang pemberdayaan; (5) enthuse , seorang aktor harus mampu membangkitkan semangat pemberdayaan bagi seorang aktor harus mampu organisasi;(6) equip, menyediakan segala keperluan anggota; (7) evaluate, evaluasi dan manitoring harus dilaksanakan terus menerus.53 Variabel yang dikemukakan oleh Stewart tadi merupakan tujuh persyaratan dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam menyukseskan program pembangunan Nasional. Para pakar menyatakan bahwa bentuk pemberdayaan masyarakat dalam program pembangunan adalah dalam bentuk partisipasi. Bentuk partisipasi masyarakat bukan saja dalam bentuk politik, ekonomi. Tetapi yang lebih penting adalah partisipasi dalam pembangunan. Davis dalam Khaeruddin54 memberikan pengertian partisipasi sebagai bentuk keterlibatan orang secara mental dan emosional dalam situasi kelompok yang mendorong orang tersebut untuk berbagi tanggung jawab dan memberikan kontribusi terhadap tujuan kelompok. Pengertian partisipasi mengandung tiga unsur penting yaitu: 1) partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional; 2) partisipasi menghendaki adanya kontribusi; dan 3) partisipasi merupakan tanggung jawab terhadap kelompok. Sejauh ini mekanisme yang tersedia bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyediaan pelayanan publik dan mengemukakan keinginannya terhadap
53 54

Waluyo, Op, cit, hal . 64 Waluyo, Op, cit, hal. 65-66

Waluyo, Op, cit, hal. 65-66 Khaeruddin. Op. cit, hal 28

47 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

48

kebijakan publik dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian suara. Penyaluran aspirasi dapat dilakukan melalui pemilihan umum, jajak pendapat, jalur hukum, keterlibatan langsung masyarakat dalam penyediaan pelayanan. Apabila mekanisme tersebut ternyata tidak efektif dan pelayanan yang tersedia tidak memuaskan, maka masyarakat dapat mencari jalan keluar seperti berhenti memanfaatkan pelayanan dan mengambil alternatif pelayanan dari penyedia jasa lainnya dalam wilayah hukum yang sama atau dengan pindah ke wilayah hukum lainnya55 Pelayanan publik oleh masyarakat adalah pelayanan umum diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan sesuai dengan tingkat partisipasi pelayanan yang diberikan. Wujud kongkrit pelayanan oleh masyarakat untuk masyarakat adalah gotong royong, sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam kebersamaan.56 Telah diuraikan sebelumnya bahwa tugas utama pemerintah adalah berkewajiban memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Tetapi mengingat keterbatasan dalam berbagai hal sehingga tidak semua kebutuhan masyarakat dapat diberikan pelayanan oleh pemerintah. Maka dibutuhkan partisipasi masyarakat, seperti halnya kebutuhan masyarakat di bidang suka dan duka dilayani oleh masyarakat, terutama pelayanan di bidang sosial keagamaan, adat dan budaya gotong royong masyarakat setempat melibatkan partisipasi masyarakat/Kerama Desa Pakraman.57 Guna melengkapi partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik pada berbagai sektor diperlukan beberapa syarat, yaitu: memiliki peluang untuk memberikan pelayanan; memiliki akses untuk memanfaatkan peluang;
55 Hessel Nogi, S Tangkilisan, Manajemen Publik, Pt Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2005, hal 208. 56 Ibid, hal 209 57 Kerama Desa adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Awig awig Desa Pakraman. Kerama itu ada tiga kelompok; pengarep, pengele, penyade

dan memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Partisipasi masyarakat dalam pelayanan timbul karena adanya; 1) kesadaran orang untuk ikut berpartisipasi; 2) keikutsertaan orang dalam berbagai kegiatan karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhannya; 3) memiliki kemampuan pendidikan yang dapat mempengaruhi perilaku dan sikap masyarakat untuk berpartisipasi; 4) berbagai wujud partisipasi masyarakat diarahkan untuk mengembangkan pikiran, tenaga, waktu, uang dan 5) tujuan partisipasi ialah untuk mencapai kepentingan bersama.58 Cohen dan Uphoff59 yang dikutip oleh Selamet, mengklasifikasi empat tipe partisipasi, yaitu: (1) partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan, (2) partisipasi dalam implementasi kontribusi sumber daya, administrasi dan koordinasi kegiatan yang menyangkut tenaga kerja, biaya dan informasi, (3) partisipasi dalam kegiatan yang memberi keuntungan material, sosial dan personil, (4) partisipasi dalam kegiatan evaluasi, termasuk keterlibatan dalam proses yang berjalan, untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. yang dikutip oleh Selamet, Diessedorf60 memperkenalkan sembilan kategori bentuk partisipasi, yaitu: (1) partisipasi berdasarkan derajat kesukarelaan, (2) partisipasi berdasarkan cara keterlibatan, (3) partisipasi berdasarkan pada keterlibatan dalam berbagai tahap dan proses pembangunan terencana, (4) partisipasi berdasarkan tingkat organisasi, (5) partisipassi berdasarkan intensitas dan frekuensi kegiatan (6) partisipasi berdasarkan lingkup liputan kegiatan, (7) partisipasi berdasarkan tingkat efektivitas, (8)

Hessel Nogi, S Tangkilisan, Op. cit, hal. 11 Slamet. Konsep-konsep Dasar Partisipasi Sosial, PAU Studi Sosial, UGM Yogyakarta. 1989.hal. 27 60 Ibid, hal. 29
59

58

49 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

50

partisipasi berdasarkan siapa yang terlibat, dan (9) Partisipasi berdasarkan gaya partisipasi. Efektifitas partisipasi masyarakat terhadap penyediaan pelayanan publik tergantung pada efektifitas keberadaan masyarakat madani dan struktur sosial dalam masyarakat madani tersebut. Keberadaan masyarakat madani terlihat dalam bentuk LSM atau organisasi nirlaba seperti kelompok kepentingan yang diwadahi dalam asosiasi, kelompok atau forum. Menurut Azfar et al61, masyarakat madani yang aktif dapat mempengaruhi proses pemilihan dan hasil pemilihan secara langsung, atau melengkapi administrasi daerah dalam mencari tahu pemerintahan yang efektif dan responsif terhadap aspirasi rakyat. Jadi, masyarakat madani akan memberikan pedoman dan arah alokasi sumber daya serta membantu menekan pertanggungjawaban (akuntabilitas) yang menghasilkan tekanan eksternal atas pemerintah. Aspek struktur sosial meliputi keberagaman sistem dan struktur sosial dan ekonomi masyarakat, kepercayaan antar kelompok, norma budaya dan tradisi yang berpengaruh terhadap hubungan dalam dan antar masyarakat (kohesivitas). Menurut Azfar et al62, aspek struktur sosial ini bisa menjadi sumber masalah jika tidak dimanajemeni secara tepat. Heterogenitas sosial penduduk dalam kaitannya dengan etnik, bahasa, dan agama dapat berpotensi untuk mengurangi efisiensi alokasi sumber daya dan penyediaan pelayanan publik. Ada dua alasan yang mendasari efek detrimental aspek struktur budaya; a) heterogenitas etnik akan meningkatkan perburuan rente dan akan mengurangi insentif bagi pengeluaran pelayanan publik produktif. Kelompok etnik yang berbeda sifatnya eksklusif, bersaing satu sama lain, dan

first and foremost, there is growing awarenes among many developing nation that their greatest resource in the development process is in their own people63. Sementara

berkeinginan untuk lebih mengutamakan kesejahteraan anggota kelompoknya. b) heterogenitas etnik sering menyulitkan orang-orangnya untuk melakukan kerjasama dan melahirkan keputusan bersama atas suatu permasalahan. Orang-orang yang berasal dari latar belakang etnik dan budaya yang berbeda seringkali sulit berkomunikasi dan bertindak secara kolektif. Hal serupa juga akan terjadi akibat keberagaman ekonomi dan kepercayaan masyarakat. Pada dewasa ini hampir seluruh proses pembangunan di dunia ketiga sangat tergantung pada partisipasi masyarakat. Rogers dkk. yang dikutip oleh Waluyo mengatakan

James J Heaphey mengkaji administrasi pembangunan dari dimensi spasial dengan pusat perhatian pada tiga hal. Pertama, hubungan variabel yang penting antara aspek-aspek spasial dan administrasi pembangunan. Kedua, visi elit pembangunan mengenai dimensi spasial. Ketiga, strategi yang dirumuskan untuk menangani dimensi spasial seperti federalisme, dekonsentrasi dan desentralisasi.64

B. Desentralisai dan Pemerintahan Lokal


Kajian administrasi pembangunan James J. Heaphey terlihat bahwa salah satu strategi yang ditempuh untuk menangani dimensi spasial adalah desentralisasi dalam organisasi pemerintahan. James J. Heaphy tidak menjelaskan konsep yang disebutnya. Philip Mawhood menjelaskan konsep desentralisasi sebagai berikut:

63
64 61 62

Azfar, et. al , Op. cit, hal. 19. Azfar,et. al, Op. cit, hal. 20 .

James J. Heaphey, Spatial Aspects of Development Administration, dalam buku editorial James J. Heaphy Spatial Dimension of Development Administration, Duke University Press, 1971 hal 5 - 6

Waluyo Imam Isworo, Op, cit. hal. 57

51 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

52

...... the creation of bodies sparated by law from the national centre, in which local representatives are given formal power to decide on a range of public matters. Their political base is the locality and not-as it is with the commisioners and civil servants the nation. Their area of outhority is limited but within that area their right to make decision is entrenched by the law and can only be altered by new legislation. They have resources which, subject to the stated limits, are spent and invested at their own discretion65
Badan yang dibentuk tersebut lazim disebut local government. Menurut Philip Mawhood, local government memiliki anggaran sendiri dengan rekening yang terpisah dari rekening pemerintah dan memiliki wewenang untuk mengalokasikan sumber-sumber daya yang substansial.66 Local government juga memiliki multi fungsi.67 Menurut Bhenyamin Hoessein, local government dapat berarti pemerintah lokal dan/atau pemerintahan lokal. Istilah local tidak diartikan sebagai daerah, tetapi sebagai masyarakat setempat.68 Oleh karena masyarakatnya berbedabeda, maka local govenment juga bervariasi.69 Perspektif wilayah, penduduk dan identitas hukum (legal identity), SS. Meenakshisundaram70 mengidentifikasi sejumlah ciri dari pemerintah (an) lokal. Tiap pemerintah (an) lokal memiliki wilayah dan penduduk tertentu, struktur
65 Phillip Mawhood, Local Government in the Third World: The Experience of Tropical Africa, New York: John Wiley & Sons, 1983 hal. 2 66 Ibid, hal 9 67 Ibid, hal 42 68 Bhenyamin Hoessein, Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Antar Daerah.. Makalah yang disampaikan pada Seminar Sehari

kelembagaan, kesatuan hukum yang terpisah, sejumlah kekuasaan dan fungsi yang diberikan atau diakui oleh pemerintah. Atas dasar kekuasaan dan fungsi tersebut tercipta otonomi. Sejalan dengan pendapat Meenakshisundaram, G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan berbagai ciri dari pemerintah (an) lokal. Pertama, pemerintah lokal bersifat otonom dan mandiri. Kedua, pemerintah lokal dipandang sebagai tingkat pemerintahan yang terpisah dari pemerintah. Ketiga, pemerintah menjalankan sedikit pengawasan kepada pemerintah lokal. Keempat, pemerintah lokal memiliki batas-batas geografi yang jelas dan secara yuridis diakui dimana berlangsung kewenangan dan fungsi publik yang dijalankannya. Kelima, pemerintah lokal mempunyai status badan hukum dan kekuasaan untuk menarik sumber daya guna melaksanakan fungsi-fungsinya. Keenam, pemerintah lokal dipandang berfungsi menyelenggarakan layanan publik.71 Local government dalam disertasi ini meliputi kesatuan-kesatuan pemerintahan di bawah Pemerintah Pusat di negara kesatuan atau di bawah negara bagian dalam negara federal. Kesatuan pemerintahan tersebut adalah province, distric, subdistric, municipality dan village.72 Dalam disertasi ini local government dibatasi pada village (desa). Harold F. Alderfer, mengidentifikasi empat pola pemerintahan lokal: pola Perancis, pola Inggris, pola Soviet dan pola tradisional. Dikatakan:

Exept for the traditional local government as it is to day is a product of Western civilization-even the Soviet with all of its revolutionary and socialistic instituions and practices has features not only from

Tentang Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah di Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, tanggal 20 Nopember 2003, hal. 5. 69 Ibid, hal 5 70 SS. Meenakshisundaram, Decentralization in Developing Countries, dalam SN Jha & PC Mathur (ed), Decentralization and Local Politices. New Delhi, London: Sage Publication, 1999. hal 58-59

71 G. Shabbir Cheema & Dennis A. Rondenelli, Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries. London, Sage

Publications Ltd, 1983 hal. 22. 72 Harold F. Alderfer, Local Government in Developing Countries. New York, Toronto, London: Mc Graw-Hill Book Company, 1964 hal 23

53 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

54

prerevolutionary Russia but also from nineteenth century continental Europe.73 The term traditional local government as far as we are concerned here, means that a government is indigenous to the place where it exists. But in all the world today, it is difficult to point to any governmental system that is unaffacted by Western culture, so for our purposes traditional means non-Western. In other words, all governmental institutions and practices are either Western or traditional; there is no other category.74
Selanjutnya dikatakan bahwa

Oleh karena itu, dalam disertasi ini, Administrasi Pembangunan dan teori desentralisasi akan digunakan pula, sebagai pisau analisis pelayanan publik. C. Pelayanan Pubblik Menurut Ivancevich, Lorenzi, Skiner dan Crosby yang dikutip oleh Ratminto & Winarsih bahwa pelayanan adalah produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha manusia dan menggunakan sarana. Gronroos menyatakan bahwa Pelayanan adalah suatu atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau oleh organisasi pemberi 77 Ciri pokok dari pelayanan sifatnya tidak kasat pelayanan. mata (tidak dapat diraba) dan melibatkan upaya orang dan sarana yang disediakan oleh pelayan. Difinisi ini masih ada kelemahannya bahwa pelayanan itu bukan semata mata tidak kasat mata, tetapi dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. DeVery menyatakan bahwa pelayanan berasal dari kata service yang mengandung dua pengertian yakni ... the

Dalam tulisannya, Sutoro Eko menyebut pemerintahan lokal tradisional di Indonesia sebagai Desa Adat atau Desa Pakraman di Bali. Desa Adat merupakan self governing community (otonomi Asli). Disamping Desa Adat terdapat pula Desa Dinas sebagai local self government.75 Berbagai penelitian dan kajian tentang desa di Indonesia selama ini terpusat pada empat isu kritis. Pertama, isu ketatanegaraan dan pemerintahan. Kedua, isu adat dan lokalisme. Ketiga, isu ekonomi politik. Keempat, isu keterbatasan sumber daya. Sementara, Nazeem Ismail, Saheed Bayat dan Ivan Meyer mengamati bahwa:

Undoubtedly, there is inadequate literature on indigenous administration. Lungu (1980), for example, observes that existing descriptions of indigenous administration come mainly from anthropologist and historians, and little from administrative theories.76

attendance of an inferior upon a superior atau to be useful78. Pengertian pertama mengandung unsur ikut serta atau tunduk. Pengertian kedua mengandung suatu

Ibid, hal. 14 Ibid, hal. 14 75 Sutoro Eko, Otonomi Desa Masa lalu, Masa Kini dan Masa Depan, Dalam Pasang Surut Otonomi Daerah, Sketsa Perjalanan 100, Tahun, 2005 , hal 94 TIFA
74

73

kebermanfaatan atau kegunaan. Pengertian kedua ini sejalan dengan pendapat Davidow Uttal seperti yang dikutif oleh Endang Wiryatmi Trilestari yang menyatakan bahwa ...whatever enhances customer satisfaction.79 Dengan demikian pelayanan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kepuasan pelanggan. Terminologi publik di sisi lain, sering diartikan sekelompok masyarakat. Mengenai pengertian publik dapat
77

ILD Jakarta, hal. 438 76 Nazeem Ismail, Saheed Bayat & Ivan Meyer, Indigenous/traditional local government, dalam editorialnya. Local Government Management, South Africa, International Thomson Publishing (Southern Africa) (Pty) Ltd, 1999, hal. 118

78 DeVery,Catherine, Good Cervice is Good Busineess,7 Sample Stratrgies for Success, Competitive Edge, Management Series, AIM, l994: 8 79 Endang Wirjatmi Trilestari, Op, cit, hal 33

2006 hal. 2

Ratminto & Atik Septi Winarsih, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar,

55 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

56

adalah suatu masyarakat - polis, dan semua penduduk berpartisipasi di dalamnya. Pengertian publik selanjutnya diungkapkan ... the public to mean oll the people in a society, without disthinguish between them 81. Kedua pengertian ini saling memperkuat pengertian publik atau masyarakat, yakni semua penduduk tanpa kecuali dalam suatu komunitas yang ikut berpartisipasi di dalam pemerintahan.82 Pengertian pelayanan dan pengertian publik tersebut di atas, memberikan landasan pengertian mengenai pelayanan publik. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik menurut pandangan Roth adalah any services available to the public whether provided

the public choice perspective, the service providing perspective, the citizen persepective.80 Frederickson mengungkapkan pengertian publik; ...The public as a political community the polis-in which all citizens (that is adult males and nonsleves) participated Artinya publik

dilihat dari berbagai perspektif seperti pluralist perspective,

publicly (as is a museum) or privately (as is a restaurant meal)83 Any services yang diungkapkan oleh Roth berkaitan
dengan barang dan jasa dalam pelayanan. Pelayanan publik yang dimaksud adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh suatu organisasi atau individu dalam

University Press, 1987 hal 1.

Agustino, Leo, Publik dalam aneka perspektif: htt://www.pikiran rkyat .com/cetak/1204/30/0801.htm, diakses 29 Maret 2006 81 Fredreckson, H. G, Op, cit, hal 21 82 Endang, W. T., Op. cit. hal 33 83 Gabriel Roth, The Private Provision of Public Services in Developing Countries EDI Series in Economic Development Published for the World Bank. Oxford

80

bentuk barang dan jasa kepada masyarakat baik secara individu maupun kelompok atau organisasi. Menurut Soepodo pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan institusi yang mempresentasikan tugas dan fungsi pemerintah/negara terhadap pemenuhan hak dan kebutuhan masyarakatnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lebih lanjut dinyatakan bahwa jenis pelayanan publik adalah seluruh pelaksanaan tugas dan fungsi institusi yang bermuara pada pelayanan kepada masyarakat.84 Pandangan Soepodo ini memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahannya adalah pelayanan publik seakan-akan hanya tugas pemerintah/negara saja. Padahal pada kenyataannya, institusi di luar negara juga memberikan pelayanan publik, seperti halnya Desa Pakraman memberikan pelayanan publik. Kelemahan dari pengertian mengenai pelayanan publik juga dinyatakan oleh Dwiyanto85 bahwa pelayanan publik masih dikonsepsikan sebagai pelayanan pemerintah, dimana pemerintah memonopoli pengaturan, penyelenggaraan, distribusi, sedangkan pemantauan/pengawasan oleh masyarakat ditempatkan sebagai pengguna layanan yang pasif. Dalam konsep ini peran utama masyarakat hanyalah menerima pelayanan publik, yang diberikan oleh pemerintah. Masyarakat dan warga pengguna layanan tidak memiliki hak untuk ikut terlibat dalam proses produksi, pengaturan dan penyelenggaraan pelayanan publik. Akibatnya, masyarakat dan stakeholders bukan hanya merasa teralienasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik tetapi yang lebih buruk lagi adalah pelayanan tersebut sering tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, penempatan masyarakat sebagai pengguna pelayanan yang pasif, juga didorong oleh
84 Soepodo, Harjoso, Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan publik, Jurnal Forum Inovasi September Nopember. 2003, hal 12 85 Dwiyanto, Agus. Peran Masyarakat Dalam Reformasi Pelayanan Publik Di Indoensia, Jurnal Forum Inovasi, September Nopember 2003, hal. 24.

57 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

58

orientasi birokrasi yang cenderung lebih terfokus kepada kekuasaan daripada pelayanan. Birokrasi publik dibentuk sering bukan untuk melayani warganya tetapi untuk menjalankan kekuasaan negara atas warganya. 86 Pelayanan publik pada umumnya pemerintah melakukan pengaturan terhadap barang publik atau barang setengah publik. Sejalan dengan kegiatan pelayanan publik dikatakan oleh Londsdale & Enyedi dikutif oleh Endang, W.T. adalah ...something made available to the whole of population, and it Pengertian ini memberikan ciri bahwa setiap orang tidak dapat menyediakan kebutuhannya sendiri melainkan harus disediakan secara berkelompok. Dalam penyediaan kebutuhan secara berkelompok tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan secara filosofis barang layanan. Barang dan jasa dalam pelayanan publik oleh Olson dan Lean yang dikutip oleh Endang WT diketagorikan dalam dua kelompok; 1) barang publik (public good), 2) barang privat (private good). Barang yang satu dengan barang yang lain mempunyai karakteristik yang berbeda. Lean menyatakan barang publik adalah ...a pure public good, non rivalness, and non-excludability.88 Oleh karena demikian barang publik murni dikonsumsi secara bersama, dan setiap orang tidak dapat dicegah untuk mengkosumsinya, disamping itu tidak dapat dipisahkan antara konsumen dengan produsen. Sedangkan Savas mengembangkan jenis barang tersebut menjadi empat; private goods, toll goods, common pool goods and collective

involves things which people can not provide for them selves, i.e. people must act collectively.87

goods89.

Dwiyanto, Agus, Kemitraan Peneruntah Swasta dan Relevansi terhadap Reformasi Administrasi Negara, Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Vol I, 1996 , hal 23 87 Endang W.T. Op. cit, hal 34. 88 Iain Mc Lean, Public Choice an Introduction, New York, l987: 18 89 E. S. Savas, Privatization The Key to Bettrr Government, Chatham House Phublishers, Inc, New, Jersey, 1987; 38

86

Hakekat dari pelayanan publik adalah pemberian pemenuhan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah atau institusi sebagai abdi masyarakat. Pelayanan publik ini terutama diberikan untuk hal hal yang sifatnya mendasar seperti pendidikan, perekonomian, kependudukan, ketenaga kerjaan dan pertanahan. Pelayanan publik yang merupakan bentuk pelayanan terhadap warga negara, menuntut instansi penyedia pelayanan lebih bertanggung jawab terhadap pelanggannya tidak hanya sekadar melayani. Pelayanan publik yang dilakukan birokrasi, bukanlah pelayanan pelanggan (customer) tetapi melayani warga negara.90 Implikasi dari konsep pelayanan terhadap pelanggan dan warga negara memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Warga negara yang juga sebagai pembayar pajak memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pelayanan publik, mengingat biaya pelayanan publik, antara lain bersumber dari pajak yang dibebankan kepada setiap warga negara. Oleh karena itu semangat organisasi publik dalam memberikan pelayanan tidak hanya mengatur penyediaan pelayanan tetapi lebih mengutamakan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pendekatan baru yang melibatkan masyarakat dalam pelayanan publik adalah maklumat pelayanan (citizen charter)91. Pendekatan ini menekankan warga dan stakeholders bersama-sama dengan penyelenggara pelayanan menyepakati keseluruhan aspek pelayanan publik. Aspek pelayanan meliputi; aspek prosedur, biaya, waktu pelayanan, dan indikator kualitas pelayanan. Mengacu pada berbagai pengertian pelayanan publik yang dikemukakan pakar di atas, masih terdapat satu hal yang diabaikan dalam pemberian definisi. Secara empiris pelayanan publik dapat pula bersumber dari institusi yang lahir dan berkembang dari masyarakat itu sendiri (self-governing community ) dan bukan atas dasar insititusi bentukan
90 91

Dwiyanto, Agus, 1996, Op. cit, hal 23 Dwiyanto, Agus, 1996, Op. cit, hal. 29.

59 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

60

negara/pemerintah. Di sisi lain pelayanan publik tidak sematamata dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga dilaksanakan oleh institusi/organisasi yang tumbuh dan berkembang dari bawah. 1. Jenis Pelayanan Publik Penyediaan pelayanan publik, dapat dibedakan menjadi dua; pertama, pelayanan publik yang penyelenggaraannya di lakukan secara bersama-sama antara pemerintah dengan swasta, tetapi kewajiban utama tetap ada di Pemerintah, sebagai contoh, pelayanan pendidikan, kesehatan, perhubungan dan lain sebagainya; kedua, pelayanan publik yang hanya dapat dilaksanakan oleh pemerintah. Pada umumnya jenis pelayanan publik ini lebih bersifat pengaturan, seperti; pelayanan di bidang perijinan, administrasi kependudukan, sertifikat pertanahan dan lain sebagainya. 92 Davit Mc Kevitt, mengelompokkan Pelayanan ke dalam dua jenis pelayanan; pertama, core public sevice dalam pemerintahan didefinisikan sebagai; ...those services, which are important for protection of citizen well-being termasuk di dalamnya pelayanan pendidikan, kesehatan, keamanan dan kesejahteraan; kedua, kelompok pelayanan perkotaan termasuk envrionmental services.93 Devas dalam Endang WT memisahkan pelayanan yang diperlukan atau yang dimungkinkan oleh konsentrasi fisik penduduk. Jenis layanan perkotaan tersebut adalah: jalan, air bersih, listrik, kebersihan sampah, pasar. Devas menambahkan penyediaan pertokoan, pembuangan sampah, penerangan jalan, pemadam kebakaran, pertamanan.94 Berbagai jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat, secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yakni;

a. pelayanan yang bersifat massal seperti penyediaan transportasi, pusat-pusat kesehatan, penyediaan lembagalembaga pendidikan dan pemeliharaan keamanan. b. pelayanan yang bersifat individual (privat service) seperti pelayanan dalam membuat kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, memeriksa kesehatan. Dalam beberapa literatur, kedua jenis pelayanan ini diberi nomenklatur yang berlainan, yaitu untuk pelayanan yang bersifat massal disebut public service, sedangkan pelayanan yang bersifat individual diberi nama privat service. Terlepas dari pembedaan sebutan yang diberikan, kedua pelayanan tersebut merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakan dan hanya dalam hal-hal tertentu yang menyangkut lebih banyak pada kepentingan individu pemerintah dapat melakukan partnership dengan sektor swasta, sehingga beban pemerintah tidak terlalu berat. Pemikiran ini merupakan sebuah pendekatan modern yang dilakukan di negara-negara maju.95 Para pengamat mengakui bahwa dalam era reformasi dan kompetisi yang membutuhkan kerja yang transparan dan efisien, pemerintah harus meningkatkan kualitas aparatnya dan sekaligus perlu belajar dari kalangan swasta yang menyediakan pelayanan yang baik dan mampu menjaga hubungan dengan konsumen. Proses pembelajaran seperti ini serta ditunjang dengan peningkatan kompetensi para aparatur, diharapkan pelayanan publik dapat terus ditingkatkan ke arah yang lebih baik. Menurut Uphoff.96, terdapat tiga sektor yang terlibat dalam memberikan pelayanan publik; pertama sektor pemerintah/negara, kedua sektor privat/pasar, ketiga NonGovernment Organization (NGO)/Grassroot Organization/Civil institution. Uphoff, lebih jauh memaparkan bahwa
Dwiyanto, Agus, Op. cit. hal. 30 Uphoff, Norman, Grassroots Organizations and NGOs in Rural Development: Oppurtunities with Diminishing States and Expanding Markets dalam Janvry, Alain de, et all., State, Market and Civil Organizations: New Theories, New Pratices and Their Implications for Rural Development, Mac Millan Press LTD, London. 1995, hal 79
96 95

92 93

hal 11

Savas E. S. Op. cit, hal 8 Davit Mc Kevitt, Managing Core Public Service, Blackwell Publishers, 1998, Endang WT. Op. cit, hal 38

94

61 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

62

keberhasilan pelayanan publik banyak bergantung pada kolaborasi sinergis antara ketiganya. Ketiga sektor tersebut merupakan institusi yang saling melengkapi dan saling berhubungan dalam memberikan pelayanan97. Pertama sektor pemerintah: (1) yang menjadi mekanisme pengendali pelayanan adalah organisasi birokrasi yang berjenjang mulai dari pusat sampai ke daerah, (2) sebagai pengambil keputusan adalah administrator yang dikelilingi oleh elit ahli, (3) dalam memberikan layanan berdasarkan kepada aturan birokrasi (perundang-undangan), (4) kriteria keberhasilan keputusan adalah banyaknya kebijakan yang berhasil diimplementasikan, (5) dalam memberlakukan sanksi mempergunakan kekuasaan negara yang mempunyai sifat memaksa, dan (6) modus operandi layanan mendasarkan mekanisme yang berasal dari atas (top down) atau pemerintahan sendiri98. Kedua sektor privat: (1) mekanisme pengendali layanan publik mengandalkan proses pasar, (2) pengambilan keputusan dilakukan oleh individu, para penabung dan investor, (3) pedoman perilaku adalah kecocokan harga, (4) kriteria keberhasilan keputusan/layanan adalah efisiensi yaitu memaksimalkan keuntungan dan atau kepuasan dan meminimalkan kerugian dan atau ketidak puasan, (5) sanksi yang berlaku berupa kerugian finansial, (6) modus operandi pelayanan dilakukan oleh perorangan.99 Ketiga sektor NGO dan GRO (1) mekanisme pengendali pelayanan adalah suatu asosiasi sukarela, (2) pembuatan keputusan pelayanan dilakukan secara bersama-sama oleh pemimpin dan anggota, (3) pedoman perilaku adalah persetujuan anggota, (4) yang dijadikan sebagai kriteria keberhasilan suatu keputusan adalah terakomodasinya kepentingan anggota, (5) sanksi yang ada berupa tekanan sosial anggota, dan (6) modus operandi pelayanan dilakukan dari bawah (bottom up).100
Ibid, hal 79 Suwondo, Op. cit, hal 22 99 Uphoff, Norman, Op. cit, hal 23 100 Uphoff, Norman, Op. cit, hal 24
98 97

ke tingkat internasional. Oleh karena itu, strukturnya juga jelas mulai dari tingkat internasional sampai ke tingkat individual. Sedangkan GRO atau organisasi akar rumput adalah suatu organisasi yang tumbuh dari bawah. Organisasi ini tidak terstruktur sampai ke tingkat internasional, bahkan tidak jarang GRO tumbuh dengan tingkatan lokal belaka, setara dengan Desa Pakraman di Bali yang tumbuh dan berkembang dari bawah. Berdasarkan pendapat Uphoff yang menyatakan bahwa ada tiga sektor yang memberikan pelayanan publik, maka dalam penelitian disertasi ini dikaji dua sektor yang memberikan pelayanan publik yakni sektor pemerintah yang dilaksanakan oleh Desa Dinas sebagai local gavermment, sedangkan pelayanan oleh sektor Grassroot Organization (GRO) yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman sebagai

Sektor ketiga terdapat perbedaan antara NonGovernment Organiztion (NGO) dan Grassroot Organization (GRO). NGO merupakan organisasi yang jaringannya sampai

service)

Terminologi pelayanan oleh pemerintah (government diartikan sebagai pemberian pelayanan oleh birokrasi pemerintah melalui pegawainya kepada masyarakat101. Pelayanan publik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fungsi dan tugas pokok pemerintah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa ada jenis pelayanan yang tidak dapat dilaksanakan oleh pihak lain kecuali oleh pemerintah. Jenis pelayanan ini umumnya yang bersifat pengaturan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang undangan yang berlaku. Hakekat pelayanan publik bukan semata-mata persoalan administratif belaka seperti pemberian ijin dan pengesahannya atau pemenuhan kebutuhan fisik seperti pengadaan pasar dan puskesmas, tetapi pelayanan publik mencakup persoalan yang lebih mendasar yakni pemenuhan kebutuhan pelanggan. Hal ini wajar karena dalam setiap
Savas, Es. Op. cit, hal. 62.

self-gaverning community.

101

63 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

64

infrastructure function, personal, and local environmental functions.102 Setiap fungsi dilakukan dengan tujuan; a). Public protection fungtion merupakan pelayanan yang

organisasi, pemenuhan dan pemberian pelayanan kepada pelanggan merupakan suatu tuntutan. Prasyarat dalam pemberian pelayanan adalah kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan demi kelangsungan dan perkembangan organisasi penyedia layanan. Fungsi Pemerintah dalam pelayanan sangat komprehensip. Leach & Davis memisahkan pelayanan dalam tiga fungsi, ...public protection functions, strategic

terkait dengan kebutuhan dasar manusia untuk merespon suatu kejadian yang sangat penting, seperti pelayanan dalam bencana alam, perlindungan masyarakat dari gangguan keamanan oleh petugas keamanan, seperti hansip dan pecalang di Bali.103 b). Strategic infrastructure functions merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah yang berkaitan dengan kebutuhan infrastruktur, pelayanan yang diberikan dalam bentuk pelayanan transportasi, air bersih, serta bentuk pelayanan yang menunjang perekonomian masyarakat. c). Personal and local environmental functions adalah pelayanan untuk memenuhi kebutuhan individu dalam suatu masyarakat, dalam bentuk pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, pertamanan104. Pendapat Leach & Davis tentang pelayan publik oleh pemerintah, menyatakan bahwa; pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok;

102 Steve Leach, The Demensions of Analysis Govermance, Markets and Community, dalam Leach. S, et.al 1996 Enabling or Disabling Local Government. Choices for thr Future Buckingham Philadelphia Open University Press, 1996, hal. 3 103 Pecalang adalah petugas keamanan yang diangkat oleh Desa Pakraman, yang memberikan perlindungan kepada warga, sesuai dengan ketentuan Adat. 104 Endang, WT. Op. cit. hal 38.

1). Pelayanan Administrasi, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, seperti status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang, contoh; BPKB, IMB, paspor, KTP, akte kelahiran dan kematian dan lain sebagainya. 2). Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, seperti jaringan telpon, tenaga listrik, air bersih. 3). pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan jasa pos dan telekomunikasi, transportasi dan sebagainya. Dalam penyediaan layanan barang dan jasa, Roth105 menjelaskan bahwa pelayanan yang disediakan untuk publik diwujudkan dalam bentuk barang dan jasa. Pemerintah dalam hal ini berperan dalam pengaturan dan pembuatan regulasi yang bertujuan untuk mengatur aktivitas pelayanan barang dan jasa kepada individu maupun kelompok yang berhak menerima pelayanan tersebut. Selain regulasi dan pengaturan, pemerintah berfungsi menyediakan jasa layanan bagi masyarakat. Pelayanan publik yang diberikan pemerintah dalam kerangka pemberdayaan masyarakat dan bukan untuk menyuburkan ketergantungan masyarakat kepada Pemerintah. Ketika sumber-sumber daya publik cenderung semakin langka keberadaannya, maka seyogianya dikembangkan pemberdayaan baik di kalangan masyarakat maupun aparatur, guna mengurangi beban pemerintah dalam pelayanan publik. Peran dan posisi birokrasi dalam pelaksanaan pelayanan publik harus diubah, peran yang selama ini suka mengatur dan minta dilayani menjadi suka
105 Roth, G. The Private Provision od Public Services in Developing Countries, EDI Series in Economic Development Published for the World Bank, New York: Oxford University Press, 1987. hal. 36.

65 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

66

melayani, suka mendengarkan tuntutan, kebutuhan dan harapan masyarakat.106 Pemerintah berperan dalam bentuk pelayanan oleh birokrasi kepada masyarakat didasari pada alasan berikut:107 a). Adanya kegagalan mekanisme pasar. Kegagalan mekanisme pasar tersebut dimanifestasikan dalam bentuk monopoli, skala ekonomi, dan ketimpangan informasi; b). Pelayanan yang disediakan oleh pasar belum secara optimal karena adanya barang-barang publik yang dapat dinikmati pada saat yang bersamaan oleh orang lain tanpa mempertimbangkan perannya dalam penyediaan barang publik tersebut; adanya eksternalitas yaitu manfaat dan kerugian dari suatu kegiatan produksi tidak diperhitungkan dalam penetapan harga, sehingga pelaku bisnis tidak tertarik untuk menyelenggarakan pelayanan publik; c). Pertimbangan politik dalam rangka menghindari kemungkinan masyarakat dirugikan oleh pelayanan yang diberikan pasar yang seringkali kepentingannya berbenturan dengan kepentingan publik.108 Uraian di atas menguatkan pemahaman bahwa pelayanan publik merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh institusi baik pemerintah maupun swasta dan lembaga lain dalam menyediakan jasa layanan kepada masyarakat, dimana masyarakat tidak dapat menyediakan kebutuhan pelayanan secara sendiri-sendiri. Kenyataannya pelayanan yang disesuaikan tuntutan standar dan norma oleh organisasi publik masih perlu diperbaiki lebih lanjut, karena terdapat kecenderungan pelayanan yang diterima masyarakat masih jauh dari yang
106 Thoha, Miftah, Beberapa aspek kebijakan Birokrasi, Widya Mandala, Yogyakarta, 1999, hal. 5. 107 Suwondo, Desentralisasi pelayanan Publik, Hubungan komplementer antara sector Negara, mekanisme pasar dan Organisasi Non Pemerintah, Jurnal Admistrasi Negara, Universitas Brawijaya, Malang Vol I No. 2 Maret 2001, hal 2 108 Ibid, hal 12

diharapkan. Organisasi pemerintah mesti dikelola secara baik. Ada beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan pemerintahan yang baik sekaligus dapat mereduksi biaya operasional dan pemberian pelayanan, yaitu: a). mereduksi ukuran dan jumlah lembaga pemerintah, program, dan staf (downsizing); b). mempermudah prosedur (steamining); c). mereformasi lembaga-lembaga secara struktural agar dapat menjalankan misinya dengan baik (re-structuring); dan d). melimpahkan fungsi kepada sektor swasta yang lebih profesional (privatezing). Penerapan konsep privatisasi dalam suatu manajemen pemerintahan akan memiliki implikasi berikut: (1) efisiensi dicapai melalui kompetisi; (2) keadilan; (3) utang pemerintah dikurangi (4) kepemilikan modal perusahaan diperluas; (5) dimungkinkan kepemilikan modal oleh pekerja; (6) modal pasar diperkuat; (7) permasalahan dapat diatasi oleh sektor publik; (8) keterlibatan pemerintah dikurangi dalam pengambilan keputusan oleh swasta; (9) kepentingan nasional terlindungi; (10) tercapainya manfaat politik.109 Pertimbangan filosofis yang mendorong pemerintah untuk privatisasi pelayanan kepada masyarakat, sebenarnya pemerintah tidak seharusnya mengerjakan yang tidak menyangkut hajat hidup orang banyak110. Dalam kondisi demikian, maka pemerintah secara selektif mengidentifikasikan barang atau jasa yang dikategorikan barang publik (public goods) dan dikategorikan barang swasta (private goods). Bila barang dan jasa yang sebenarnya bercirikan swasta masih juga diproduksi atau terlalu banyak disubsidi oleh pemerintah, maka pertumbuhan beban pemerintah
109 110

Ibid, hal 13 Suryawikarta, Zauhar, Soesilo, Op. cit, hal. 6.

67 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

68

akan semakin besar, sehingga efesiensi dan efektivitas dalam manajemen pemerintahan dalam pelayanan, tidak akan tercapai. Hak ini mendorong dikembangkan paradigma reinventing govenrment dengan prinsip a smaller, better, faster and cheafer government111. Berbagai upaya tersebut pada intinya difokuskan bagi penataan pemerintahan dalam pelayanan publik agar dapat merangsang pertumbuhan sektor swasta dan masyarakat luas, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Secara kelembagaan, upaya untuk mendekatkan pengambil keputusan dengan pengguna jasa memang diperlukan perubahan kelembagaan dan pembangunan kelembagaan. Oleh sebab itu, perlu perubahan struktur dari vertikal menjadi horisontal atau dari tall, menjadi flat. Kondisi ini dikatakan sebagai pemerintahan desentralisasi dari hirarki maupun partisipasi dan tim kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pengambil keputusan dengan pelanggan yang oleh Stewart disebut sebagai close to the customer112. Struktur yang didesentralisasi merupakan suatu solusi yang mendekatkan pembuat keputusan publik dengan pengguna jasa publik, sehingga berbagai tuntutan pengguna jasa publik akan lebih cepat dapat direspon. Adapun ciri-ciri dari struktur yang didesentralisasi (flat) adalah sebagai berikut113: a. pendekatan manajemen yang didesentralisasikan; b. jenjang manajemen yang semakin rendah; c. jalur karier fungsional yang melewati berbagai fungsi; d. tugas-tugas didefinisikan secara jelas; e. deskripsi tugas secara umum; f. fleksibilitas yang meliputi tugas-tugas dan unit; g. menekankan pada kerja sama tim;
111 Osborne, David and Ted Gaebler. Reinventing Government: How The Entreprenuerial Spirit is Transforming The Public Sector, Penguin Book, New York.

h. difokuskan terutama pada pelanggan. Tanpa mengabaikan konsep privatisasi yang diterapkan, dalam konteks pelayanan publik, maka pelayanan dilaksanakan oleh pemerintah daerah114 yang memiliki beberapa varian yaitu: kewenangan birokrasi tradisional, penyedia kewenangan tersisa, penyedia yang berorientasi pasar dan penyedia yang berorientasi masyarakat Ada tiga faktor kunci yang menentukan kapasitas pemda daerah; yakni tenaga kerja (SDM), modal, dan insentif dalam pemerintahan. Tenaga kerja yang berkualitas tinggi dapat menjadi tidak efektif pemanfaatannya jika yang bersangkutan tidak memiliki akses yang cukup pada penggunaan teknologi yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan. Modal fisik dan non-fisik memberikan kesempatan kepada organisasi pemda untuk mengembangkan diri sesuai perkembangan jaman agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Insentif yang didasarkan atas prestasi kerja (sistem merit) akan memacu pegawai untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas kerjanya sehingga dapat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan115. Kewenangan birokrasi tradisional dalam penelitian ini difokuskan pada kewenangan Desa Dinas. Pada tipe ini kewenangan pemerintahan Desa Dinas ditekankan sebagai penyedia langsung pelayanan publik pada lapisan grassroot. Kewenangan birokrasi pemerintah daerah yang dilimpahkan kepada pemerintah lokal ini tidak memberikan perhatian yang cukup dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan tidak melakukan perbaikan pada pola-pola yang tepat dari penyediaan pelayanan pemerintah. Tipe ini menurut pandangan Leach dkk116 sangat sulit dipertahankan dalam legislasi pemerintah, muncul desakan untuk berubah terhadap peran pemerintah yang lebih dimungkinkan dan menghilangkan otoriter dan sentralistik menuju pemberdayaan masyarakat (desentralisasi) hal ini tampaknya
114 115 116

1991 , hal. 150. 112 Zauhar,Op, cit., hal. 10. 113 Zauhar, Op. cit, hal. 151

Asfar, et.al., Op, cit, , hal. 24. Asfar, et.al., Op. cit, hal. 24. Leach Op, cit, hal. 283

69 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

70

menjadi starting-point untuk melakukan perubahan. Tiga model117 berikut ini lebih memungkinkan untuk diterapkan dalam penyediaan jasa layanan publik. 1) Model Penyedia layanan tersisa. Model ini menekankan pada peran pemerintah daerah sebagai penyedia terakhir (layanan sisa), yang bertanggung jawab hanya pada seperangkat layanan yang terbatas yang tidak dapat disediakan secara langsung melalui mekanisme pasar atau melalui penyediaan jasa yang lain dengan mekanisme yang lebih tepat seperti pengembangan kerja sama atau melalui lembaga perwakilan pemerintah pusat. Menurut pandangan ini, pasar dapat lebih dipercaya sebagai mekanisme yang lebih efisien dan efektif untuk penyediaan barang/kebutuhan dan jasa. 2). Monel pelayanan yang berorientasi pasar. Filosofi dari pandangan ini menempatkan pemerintah lokal perannya yang lebih kuat dan lebih aktif dalam hubungan dengan pemberian pelayanan kepada publik. Sehingga dengan demikian mampu bersaing dalam pemberian pelayanan barang/jasa. 3). Model pelayanan yang berorientasi masyarakat. Tipe ideal ini didasarkan atas pandangan bahwa seharusnya keberadaan pemerintah adalah menemukan berbagai kebutuhan masyarakatnya, disamping itu dapat memanfaatkan partisipasi/potensi masyarakat untuk bersama sama memberikan pelayanan publik. Menurut Azfar et. al118, partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik adalah keterlibatan masyarakat dalam proses politik memperlancar arus informasi antara pemerintah dengan masyarakat, membantu pemerintah mengalokasikan sumber daya yang sesuai dengan pilihan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik juga dapat mempromosikan akuntabilitas
117 Khaerudin, Pembangunan Masyarakat ditinjau dari Aspek Sosiologis, Ekonomi dan Perencanaan, Liberty Jakarta, l992 hal 27 118 Azfar, et al., Op. cit, hal. 15-17.

pemerintah, sekaligus meningkatkan masyarakat terhadap Pemda.

kualitas

kontrol

2. Kriteria Pelayanan Publik Menurut Chaterine De Very119, aspek pelayanan menekankan pada strategi pelayanan yang disebut sebagai The seven Secrets of Service Succes. Tujuh pola pelayanan yang baik adalah self esteem (harga diri), exceed expectation (harapan yang berlebih), recover (pembenahan), vision (pandangan ke depan), improvement (pengembangan/perbaikan), care (peduli atau perhatian), dan empower (pemberdayaan). Penerapan prinsip ini memerlukan penataan birokrasi pemerintah sebagai organisasi yang menyelengarakan pelayanan. Kelemahan kriteria pelayanan publik yang dipaparkan oleh De Vrye adalah mengabaikan unsur efisiensi dan kecepatan pelayanan. Kecepatan pelayanan dari segi administrasi misalnya merupakan dambaan masyarakat. Demikian pula halnya pada tataran makro, pelayanan dari segi pembangunan kesejahteraan merupakan sesuatu yang urgen. Kelebihan pandangan De Vrye adalah memperkenalkan pemberdayaan, dengan kata lain pelayanan yang diberikan tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat. Guna mereduksi ketergantungan masyarakat akan pelayanan publik oleh pemerintah, masyarakat perlu berpartisipasi. Pelayanan publik yang baik juga didasarkan pada partisipasi masyarakat. Melalui partisipasi, masyarakat akan merasa memiliki, memelihara, dan mengembangkan berbagai sarana pelayanan umum di satu sisi dan di sisi lain akan mengurangi beban pemerintah. Secara historis, terlihat sejak akhir tahun 1970-an di berbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara maju terjadi perubahan paradigma dalam sektor pelayanan publik.

119

DeVery, Catherine, Op, cit, hal. 8

71 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

72

Perubahan paradigma ini menekankan perlunya pelayanan publik yang efisien, efektif, ekonomis, responsif, dan setara120. Efisien merujuk kepada waktu biaya layanan; efektif mengacu kepada kesesuaian program dengan rencana; responsif menjelaskan tanggung jawab dalam merespon pelayanan masyarakat; setara mengacu kepada tingkat kesamaan kualitas layanan yang diterima masyarakat. Efektivitas merupakan salah satu ukuran kinerja pelayanan publik. Kinerja sendiri diartikan dengan beragam dan luas. Rue and Byars (1981) mengartikannya sebagai the degree of accomplishment, sedangkan Trilestari merangkum pendapat para ahli dengan mendefinsikan kinerja pelayanan publik sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan efektivitas merupakan tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi121. Efektivitas pelayanan menurut Skelcher dapat digunakan untuk pelayanan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah didasari pada pertimbangan bahwa efektivitas pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah berkaitan dengan ukuran dari luasnya organisasi dalam pencapaian tujuannya122. Pelayanan publik yang efektif dan berkualitas dapat menjadi salah satu indikator penting bagi keberhasilan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Menurut Skelcher menyatakan ada empat alternatif yang terjadi dalam mengukur kepuasan, kualitas dan efektivitas kinerja pelayanan publik, yaitu: (1) aparat birokrasi yang melayani dan pihak masyarakat yang dilayani sama-sama dapat dengan mudah memahami kualitas pelayanan tersebut (mutual knowledge); (2) aparat birokrasi yang melayani lebih mudah memahami dan mengevaluasi kualitas pelayanan publik dari pada masyarakat pelanggan yang dilayani (provider knowledge); (3) masyarakat yang dilayani lebih mudah memahami dan mengevaluasi kualitas pelayanan dari pada aparat birokrasi
120 121 122

yang melayani (recipient knowledge); dan (4) baik aparat birokrasi pelayanan publik maupun masyarakat yang dilayani sama-sama tidak mengetahui dan mendapat kesulitan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan publik (mutual ignorance)123. Sementara itu, dalam pemahaman Amstrong dan Baron124 terdapat beberapa faktor determinan yang mempengaruhi kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik yang optimal. Pertama, faktor personal keterampilan individu, kompetensi, motivasi dan komitmen. Kedua, faktor kepemimpinan kualitas dorongan, pedoman dan dukungan yang diberikan oleh pimpinan. Ketiga, faktor tim kualitas dukungan yang disediakan oleh kolega. Keempat, faktor sistem sistem kerja dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi. Kelima, faktor kontekstual (situasional) tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal. Hasil studi yang dilakukan Giley, Boughton dan Maycunich125 tentang faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan organisasi dalam mencapai kinerja pelayanan yaitu disebabkan karena organisasi gagal: menfokuskan diri pada kebutuhan stakeholders; menghubungkan kinerja organisasi dengan tujuan dan sasaran strategik organisasi; mengidentifikasi rincian kinerja; mengurangi kekeliruan praktek kepemimpinan; mengelola kinerja; mendorong pegawai untuk terlibat dan mendukung organisasi; serta fokus pada hasil jangka panjang. Penentuan tolok ukur kualitas pelayanan publik dalam praktek tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini diperjelas dengan pernyataan Steers Richad126 bahwa ada beberapa faktor yang perlu diperhitungkan dalam mengidentifikasi kualitas pelayanan publik, di antaranya: (1) variabel karakteristik organisasi, (2) variabel karakteristik aparat, (3) variabel karakteristik kebijaksanaan dan (4)
123 124

Frederickson, G. 1997. Op, cit, hal 78 Endang Wirjatmi Trilestari, Op, cit, hal. 50. Skelcher, C. Managing for Service Quality, London, Longman, 1992, hal. 42.

Armstrong, Michael and Baron, A. Performance Management: The New Realities, New York, Institute of Personnel and Development, 1998, hal. 16-17. 125 Maycunich, Op, cit,, hal. 92 126 Steers Richard, Efektifitas Organisasi. Cetakan II, Erlangga.1985, hal. 11

Ibid., hal. 42.

73 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

74

variabel praktek manajemen. Kompleksitas karakteristik variabel kualitas pelayanan publik ini berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas pelayanan publik yang disediakan. Hoessein127 berpandangan bahwa kinerja pemerintah juga tidak dapat dilepaskan dari fenomena global dan nasional dengan menempatkan masyarakat sebagai elemen utamanya Indikator kinerja yang dikeluarkan pemerintah dianggap normatif dan administratif, serta sulit untuk menggambarkan kinerja yang sesungguhnya. Selain itu, tujuan dan misi pemerintah berbeda dengan tujuan dan misi organisasi swasta yang terdefinisikan secara jelas. Organisasi pemerintah memiliki fungsi yang multi dimensional dengan pelanggan yang amat luas dan beragam. Namun demikian, ada sejumlah metodologi yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi pemerintah. Kinerja pemerintah dipandang efektif apabila proses kegiatan mencapai sasaran sesuai dengan tujuan awal. Dalam kaitannya dengan pemerintah daerah, efektifitas kinerja juga dapat dilakukan secara internal maupun eksternal organisasi. Secara internal, sebagai instrumen untuk melihat tingkat responsibilitas dari suatu kegiatan pelayanan kepada publik. Sedangkan secara eksternal, efektivitas pengukuran kinerja dimaksudkan untuk melihat seberapa besar kepuasan pelanggan yang menerima jasa layanan publik. Pengukuran kinerja dari aspek internal dan eksternal dipandang cukup komprehensif karena menyentuh kepentingan pemberi layanan (pemerintah) dan yang menerima layanan (masyarakat). Kedua belah pihak inilah yang sepatutnya menjadi penekanan dalam efektivitas pelayanan publik. Menurut Ashari128, secara teoritik ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar pelayanan publik efektif yaitu: (1) organisasi harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan publik (memenuhi performance); (2)
127 Hoessein, Bhenyamin, Transparansi Pemerintahan, Mencari format dan Konsep Transparansi dalam Praktek Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik, Jurnal Forum Inovasi, November, 2001, hal. 2. 128 Ashari, Op, cit, hal 35.

isi pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan (need) masyarakat. Persyaratan ini berhubungan dengan utilisasi fasilitas pelayanan publik; (3) masyarakat mempunyai kepercayaan (trust) kepada organisasi penyelenggara pelayanan publik (terkait dengan partisipasi dan komitmen sosial); (4) organisasi pelayanan publik harus selalu dan siap beradaptasi dengan perubahan lingkungan (nilai-nilai baru dalam pelayanan publik). Persyaratan ini menyangkut Efektivitas kinerja layanan publik, dapat digunakan model yang dikemukakan oleh Jowett & Rothwell dan Flynn dikutip oleh Ebdang,WT129. Indikator efektivitas pelayanan masyarakat ini dibangun atas kesepakatan organisasi, birokrasi pelayanan, dan masyarakat penerima layanan. Efektivitas kinerja pemerintah mengandung dimensi akses, pilihan, kualitas, keuntungan, informasi, kesenangan menggunakan, representatif, ekonomi dan efisiensi, ganti rugi, dan efek samping. Dimensi tersebut menjelaskan uraian komponenkomponen yang lebih terperinci yang dijadikan indikator efektivitas organisasi. Akses meliputi ketersediaan layanan dan tingkat keadilan pelayanan untuk masyarakat. Pilihan menyangkut ketetapan akan pilihan masyarakat. Kualitas terkait dengan pelayanan yang bersifat komprehensif, bersifat memperbaiki dan kecepatan layanan. Benefit ditujukan untuk keuntungan kedua belah pihak yakni masyarakat dan pemberi layanan. Informasi terkait dengan ketersediaan informasi untuk membantu meningkatkan kesadaran dalam kualitas layanan. Kesenangan menyangkut faktor-faktor yang memberikan kesenangan, keamanan, dan kenyamanan dalam memberikan layanan. Representasi berkaitan dengan akses komunikasi dari pengguna atau semacam suara pelanggan. Ekonomi dan efisiensi menyangkut kepentingan ekonomi pengguna dan pembayar pajak. Ganti rugi menyangkut jaringan untuk menyalurkan keluhankeluhan. Efek samping menjelaskan tentang prosedur
129

responsiveness.

Endang W.T.i, Op. cit, hal. 62-63.

75 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

76

keamanan dan dampak lingkungan. Dimensi-dimensi tersebut akan digunakan dalam melihat efektivitas kinerja pelayanan publik. Dalam penerapan konsep pelayanan publik di daerah pada era otonomi, pertanyaan yang muncul adalah, siapakah yang membuat standar pelayanan minimum (SPM)? Jika SPM telah dibuat maka sebelum ditetapkan dalam peraturan daerah (Perda), seyogyanya dapat dilontarkan kepada masyarakat guna memperoleh informasi, koreksi dan evaluasi dalam mengkritisinya. Mengingat masyarakat adalah muara dari penerapan pelayanan publik. Hal ini menuntut kesadaran masyarakat untuk peka dan sensitif terhadap pelayanan yang telah diterima. Maksudnya, masyarakat harus lebih informatif dalam menyampaikan berbagai koreksi dan evaluasi balik kepada pemerintah daerah. Tetapi yang terjadi adalah keluhan maupun kepuasan (satisfaction) yang muncul masih secara individual, artinya jika tidak bersentuhan dengan ruang individunya maka seseorang akan bersikap apatis dan tidak mau tahu. Seyogyanya hal tersebut secara kolektif dan terkoordinasi dapat dilakukan melalui sebuah wadah community association tanpa menunggu "korban pelayanan publik" yang semakin bertambah banyak. Masyarakat perlu menyikapi hal ini dengan falsafah komunal yang Care, Share and Fair (peduli, berbagi dan adil)130. Dengan demikian, setiap permasalahan dapat segera terdeteksi dan ditangani secara dini. Aturan normatif tentang penerapan pelayanan publik di daerah belum secara tegas memuat tentang sanksi bagi pelanggaran pelayanan pemerintah daerah kepada publiknya. Hal ini seringkali ditengarai telah terjadi "kekosongan" kebijakan publik dalam penerapan pelayanan publik. Salah satu teori birokrasi pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan publik dikenal dengan konsep; pertama, konsep Pressure to be Competitive, artinya jika suatu era
130

pemerintahan (di daerah) sangat buruk dalam pelayanan publik maka telah ada mekanisme hukum tentang penggantian pimpinan daerah131; kedua, konsep publicity sanction artinya masyarakat berhak tahu dan mengerti institusi daerah atau pemerintah daerah mana yang buruk performannya dalam pelayanan publik, sehingga publik dapat secara komparatif menilai pemda mana saja yang buruk atau baik dalam memberikan pelayanan publik,terlebih lagi dalam hal investasi dan perijinan. 3. Kualitas Pelayanan Publik Konsep Kualitas bersifat relatif, karena penilaian kualitas tergantung kepada perspektif yang digunakan untuk menentukan kualitas pelayanan publik. Pada dasarnya terdapat tiga perspektif kualitas pelayanan publik; (1) pelanggan yang menerima layanan, (2) produk yang dihasilkan, (3) proses dalam memberikan layanan.132 Kebutuhan Pelayanan terhadap barang/jasa berbedabeda. Hal ini dinyatakan oleh Heineke;

... Quality does mean somtering differemce to us, and it even can mean someting difference to the same person in difference service environments. Custamer of services are not always aware of individual dimensions of quality. Rather, they view quality in light of the experience as a whole.133

Pernyataan di atas memberikan semangat untuk melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayanan. Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik terdapat

Trilestari, Op. cit, hal 2.

Trilestari, Op. cit, hal. 3. Endang, W.T, Op. cit, hal 42. 133 Mark M Davis & Janelle Heineke, Managing Services, Using Technology to Create Value, McGraw Hill/Irwin. New York. 2003, hal 295
132

131

77 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

78

sejumlah strategi yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut134 Pertama, menumbuh kembangkan prinsip kepemimpinan pelayanan. Menumbuhkan kesadaran pelayanan di antara pegawai bukanlah suatu hal yang mudah. Tanpa adanya kesadaran, maka akan sulit bagi organisasi untuk mengembangkan kualitas pelayanan publik yang prima. Termasuk dalam upaya menumbuh kembangkan kesadaran pelayanan adalah mempromosikan pegawai yang benar pada tempat yang tepat, menekankan pentingnya kolaborasi pegawai, mengembangkan kepercayaan di antara pegawai dan pemimpin, dan terus mengembangkan pembelajaran kepemimpinan. Kedua, membangun sistem informasi kualitas pelayanan. Di dalam memberikan pelayanan yang berkualitas mesti ditopang oleh sistem informasi yang benar, terutama terkait dengan umpan balik. Melalui umpan balik akan diketahui model pelayanan berkualitas seperti apa yang diharapkan publik. Masukan yang diterima mesti ditindak lanjuti dalam rangka memperbaiki, mempertahankan, dan meningkatkan pelayanan publik. Selain itu, diperoleh pula informasi tentang pelayanan publik yang dirasakan berupa kepuasan atau sebaliknya. Melalui sistem informasi yang benar para pelayan publik akan mengetahui apa yang diharapkan dan dirasakan publik dalam pelayanan publik. Ketiga, implementasi melalui struktur, teknologi, dan manusia. Organisasi seyogianya mengembangkan implementasi yang bertumpu pada aspek-aspek struktur, teknologi, dan sumber daya manusia. Struktur organisasi yang pendek misalnya akan menjamin pelayanan yang cepat, dan daya tanggap kepada publik. Demikian halnya teknologi akan mendorong kecepatan dan keakuratan pelayanan. Penggunaan teknologi konvensional mungkin sudah tidak cocok lagi ketika tuntutan pelayanan publik menyangkut ketepatan dan
134 Berry, dalam Permas, Achsan. Keterpaduan Kebijakan dan Strategi Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik, Jurnal Forum Inovasi, September Nopember 2003, hal. 93.

keakuratan pelayanan. Oleh sebab itu, dibutuhkan pelayan yang berkomitmen, dapat bekerja sama, dan memiliki wawasan dan kemampuan dalam mengantisipasi kecepatan dan umpan balik pelayanan. Implementasi pengukuran dan umpan balik pelayanan dapat diupayakan baik melalui internal organisasi maupun melalui kemitraan seperti public private partnership135. Keempat, pengukuran kepuasan publik, diperlukan sistem informasi yang akurat untuk mengenali dan mengukur kepuasan pelanggan terhadap pelayanan publik yang diberikan. Derajat kepuasan pelanggan terkait dengan strategi pelayanan yang ingin diterapkan yang meliputi reliabilitas, kejutan, pemulihan, dan kejujuran. Sejatinya pengukuran kepuasan publik terus dilakukan atas faktor-faktor tersebut. Kelima, perubahan arah akuntabilitas dari proses penyediaan pelayanan pubilk. Negara mesti memberikan akuntabilitas kepada masyarakat. Sementara itu, penyedia pelayanan publik mesti memberi akuntabilitas pada negara dan masyarakat. Keenam, memberdayakan masyarakat agar berpartisipasi dalam pelayanan publik. Partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dilakukan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi136. Selanjutnya, perlu dilakukan perbaikan hubungan masyarakat dengan negara, dimana perubahan dapat dilakukan melalui perubahan sistem politik yang menuntut para politisi memberikan akuntabilitas kepada masyarakat. Selain itu, perlu dikembangkan kebijakan yang mensyaratkan partisipasi publik dalam setiap proses kebijakan publik termasuk kebijakan yang terkait dengan pelayanan publik. Kebijakan pelayanan publik antara lain diwujudkan dalam deregulasi dan debirokratisasi bidang pelayanan publik, peningkatan profesinalisme pejabat pelayanan publik, korporatisasi unit pelayanan, pengembangan dan pemanfaatan
Permas, Op. Cit. hal. 94 Primahendra, Riza, Masyarakat dan Pelayanan Publik, Jurnal Forum Inovasi, September Nopember 2003, hal. 61.
136 135

79 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

80

peningkatan partisipasi masyarakat, dan pemberian penghargaan dan sanksi kepada unit pelayanan masyarakat. Menurut pemahaman Dwiyanto, pelayanan publik mesti direformasi baik menyangkut struktur, budaya, mindset, sistem insentif, dan pemberdayaan masyarakat sipil. Selanjutnya dikembangkan pendekatan baru untuk melibatkan masyarakat dan stakeholders dalam pelayanan publik. Pendekatan baru dalam pelayanan publik adalah maklumat pelayanan publik (citizen charter)137. Dalam pendekatan ini warga dan stakeholders bersama menyepakati keseluruhan aspek pelayanan publik yang penting seperti prosedur, biaya, waktu pelayanan, dan indikator kualitas pelayanan publik. Konteks pelayanan publik di desa di kemukakan beberapa indikator utama pelayanan yaitu pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi, pelayanan administrasi, dan pelayanan lainnya. Berbagai indikator pelayanan publik tersebut dianggap belum menjadi indikator utama untuk mengukur keadilan dan responsitas pemerintah. 138 D. Proposisi Teoritik Penelitian tentang desa telah banyak dilakukan oleh para pakar, dari berbagai disiplin ilmu. Penelitiam tentang desa di Bali, juga telah banyak dilaksanakan, hasil penelitian tersebut meliputi; isu ketatanegaraan, pemerintahan, iisu adat dan lokalisme, isu politik dan ekonomi, isu keterbatasan sumber daya (SDA/SDM). Pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas, belum ada yang menelitinya. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa proses pelayanan publik, dari sudut pandang administrasi publik, ada tiga dimensi pelayanan; aktor pelayanan, system pelayanan, dan cultur pelayanan. Dalam penelitian ini sebagai aktor pelayanan adalah; birokrat Desa Dinas yang dibantu oleh perangkat Desa
137 138

government,

Keikut sertaan masyarakat dalam pelayanan sebagai wujud partisipasi masyarakat, dalam memberikan layanan yang dilandasi oleh sikap toleransi, gotong royong yang didukung oleh sikap; selunglung sebayantaka . Kerangka teori yang mendasari analisis pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman adalah; teori Administrasi Pembangunan dan Pemberdayaan masyarakat, teori desentralisasi dan pemerintahan lokal, teori pelayanan publik. Penyusunan proposisi penelitian ini dibuat sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan. Hal ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian kualitatif dilaksanakan dengan mengkaji landasan teori terlebih dahulu. Pembuatan proposisi sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan dengan maksud agar dalam penelitian bisa lebih terarah dalam pengumpulan data. Data yang digali lebih terfokus pada pokok permasalahan. Proposisi yang disusun masih bersifat sementara, setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan, diadakan penyempurnaan baik dari segi jumlah proposisi, maupun dari materi kajiannya. Proposisi yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Proposisi 1. lebih dahulu ada, Keberadaan Desa Pakraman dibandingkan dengan Desa Dinas, maka jenis pelayanan publik lebih banyak dibandingkan dengan oleh Desa Pakraman pelayanan publik oleh Desa Dinas. Proposisi 1a. Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan publik lebih berat, terutama pelayanan di bidang sosial, adat budaya dan agama. Desa Dinas lebih banyak memberikan pelayanan di bidang administrasi pemerintahan. Proposisi 1b. Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan tidak mengenal waktu pelayanan, setiap saat bersedia memberikan

masyarakat.

dan Pengurus Desa Pakraman, bersama sama dengan Prajuru

Dwiyanto, Op. cit, hal. 25-31. Wignosubroto, Soetandyo et. al., Op, cit, hal. 27 - 39.

81 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

82

pelayanan, sedangkan Desa Dinas ada waktu pelayanan, sesuai dengan jam kerja dinas. Proposisi 2. Sistem ganda dalam pemerintahan desa, maka dapat menimbulkan hubungan positif dan negatif. Hubungan Desa dalam penyelenggaraan Pakraman dengan Desa Dinas pelayanan dapat terjadi hubungan yang harmonis, tetapi dapat juga terjadi konflik. Proposisi 3. Desa Dinas dan Desa Pakraman dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, ada bidang tugas yang sama dan dapat dikerjakan bersama - sama oleh kedua Desa tersebut. Bidang tugas yang sama bisa menumbuhkan adanya sinergi antara Desa Dinas dan Desa Pakraman. Argumentasi Proposisi. Proposisi 1. Desa Pakraman muncul jauh lebih dahulu dibandingkan dengan Desa Dinas. Belum ada data yang pasti kapan Desa Pakraman pertama kali dibentuknya. Zaman Bali Kuno sebelum abad ke - 9, telah ada peninggalan Prasasti Sukawana A (th 804 Saka 882 Masehi), telah menyebutkan adanya desa di Bali. Pada awal abad l4 ada hubungan Raja raja Bali dengan Raja raja Jawa. Pengaruh raja terhadap desa mulai semakin kuat. desa mendapatkan pembinaan dan pengawasan yang lebih nyata dari raja. Zaman kolonilal Belanda baru muncul Desa Dinas. Masuknya Belanda ke Bali pada awal tahun 1908, sistem pemerintahan desa di Bali dalam bentuk Desa Pakraman, masih tetap dihargai dan diberikan hidup dan berkembang sesuai dengan adat, budaya dan Agama Hindu. Belanda dalam melaksanakan tugas pemerintahannya, dikenal istilah dienst ( berdinas atau bertugas ). Dienst yaitu seorang pejabat di desa yang mempunyai tugas mewakili pemerintah Hindia Belanda

untuk melaksanakan pekerjaan kedinasan dibawah Punggawa. Dari kata dienst itu kemudian populer istilah Desa Dinas. 139 Pada masa kolonial pemerintahan Belanda tetap memegang konsep Desa Pekraman yang otonom, merdeka, statis tetap di pertahankan eksistensi nya dari interpensi pihak lain. Pemerintah Belanda mulai membentuk desa - desa baru berdasarkan jumlah penduduk, setiap 200 jiwa penduduk wajib pajak di dalam 1 lingkungan desa yang baru. Pembentukan desa yang baru ini tidak memperhatikan bentuk desa lama (Pekraman) yang sudah ada. Pembentukan desa baru oleh Belanda di harapkan mampu mengakomodasi berbagai kepentingan pemerintah Belanda. Desa Dinas menjalankan fungsi, peranan sebagai wakil pemerintah resmi (Belanda) Terutama memberikan pelayanan di bidang administrasi kependudukan, memungut pajak, kerja rodi, dan yang berkaitan dangan pemerintah Belanda. Desa Pakraman menjalankan fungsi sebagai pengemban tradisi kebudayaan dan aktifitas ke agamaan. Secara politis pemerintah Belanda mempunyai kepentingan untuk tetap mempertahankan tradisi, kebudayaan masyarakat Bali sebagai daya tarik wisata.140 Sistem pemerintahaan desa mengalami pasang surut, pada zaman sebelum kolonial Belanda ke Bali pelayanan publik sepenuhnya di layani oleh desa pekraman. Zaman kemerdekaan sampai dengan zaman orde lama peranan pelayanan di laksanakan ber jalan bersama sama tetapi, semakin nampak pelayanan oleh Desa Dinas. Zaman orde baru peranan Desa Dinas lebih dominan karena di atur secara sentralistik oleh pemerintah dengan menyeragamkan fungsi desa seluruh Indonesia. Zaman reformasi dengan di berlakukan nya Undang Undang No. 32 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Daerah, mengakui keberadaan desa sesuai dengan asal usul dan adat istiadat setempat.

139 Sirtha, I Nyoman,, Desa Pakraman, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, 2007, hal, 4 140 Parimartha, I Gede, Memahami Desa Adat, Desa Dinas, dan Desa Pekraman, Universitas Udayana, , 2003, hal, 18 21

83 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

84

Proposisi 1 a Pelayanan publik oleh Desa Pekraman memberikan pelayanan pada seluruh aspek kehidupan manusia, serta menjaga kelestarian adat budaya dan agama. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomer 3 Tahun 1997, tentang Pemberdayaan , Pelestarian dan pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaankebiasaan Masyarakat dan Lembaga Adat di Daerah Pasal 1 c menyatakan: Adat istiadat adalah seperangkat nilai dan norma, kaedah dan keyakinan sosial yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat desa dan atau satuan masyarakat lainnya, serta nilai atau norma lainnya yang masih dihayati dan dipelihara masyarakat sebagaimana terwujud dalam berbagai pola kelakuan yang merupakan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat setempat.141 Adat istiadat, budya dan tradisi masyarakat setempat, diberdayakan dan dilestarikan, serta dikembangkan oleh Desa Pakraman. Pemberdayaan adat istiadat, budaya tersebut, termasuk memberdayakan lembagaannya dimaksudkan agar kondisi dan keberadaannya dapat lestari dan semakin kukuh. Sehingga dapat berperan positif dalam pembangunan nasional dan berguna bagi masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan tingkat kemajuan dan perkembangan zaman. Tugas pokok dan fungsi Desa Pakraman dalam pelestarian tersebut cenderung lebih berat, dibandingkan dengan Pelayanan publik oleh Desa Dinas. Desa Dinas memberikan pelayanan pada bidang Administrasi pemerintahan saja. Pelayanan pada bidang yang lainnya Desa Dinas hanya bersifat konsultatif dan koordinatif saja. Proposisi 1 b

Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan dalam bidang adat budaya dan agama, selalu mengikuti permintaan dari masyarakat. Kegiatan Upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat, tidak mengenal waktu, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Upacara keagamaan ada yang dilaksanakan 24 jam, maka pelayanan juga diberikan 24 jam yang diatur secara bergilir diantara Prajuru Desa dan masyarakat. Desa Dinas dalam memberikan pelayanan utama di bidang administrasi dilaksanakan di kantor desa sesuai dengan ketentuan jam kerja kantor pemerintah berdasarkan surat edaran pemerintah daerah kabupaten Tabanan tentang disiplin pegawai dan pemberlakuan jam kerja kantor. Proposisi 2 Hubungan Desa Pekraman dan Desa Dinas dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat terjadi hubungan yang harmonis tetapi dapat juga terjadi konflik. Kenyataan menunjukkan Desa Dinas sering menggunakan fasilitas yang dimilki oleh Desa Pekraman. Ketika Desa Pekraman dan lembaga lembaga adat di manfaatkan oleh pemerintah dalam menyukseskan pembangunan di segala bidang, maka Desa Pekraman dan Desa Dinas dalam menyelenggarakan pemerintahan tampak harmonis. Kadang kadang Desa Dinas lebih dominan dari pada Desa Pekraman dalam menyelenggarakan pembangunan desa. Dampak negatif keberadaan 2 desa yang sama sama mempunyai otonomi, untuk mengtur masyarakat setempat, ketika perhatian pemerintah hanya menekankan pada kepentingan Desa Dinas saja, sebaliknya Desa Pekraman beserta Lembaga lembaga desa adat lainnya kurang mendapat perhatian, maka akan terjadi dampak negatif. Karena azas kerukunan yang bersumber dari kehidupan bersama berubah menjadi kehidupan yang berdasarkan kepentingan individual. Nilai nilai luhur warisan budaya bangsa yang tumbuh dan

141

Sirtha, I Nyoman, Op, cit, hal 7

85 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

86

berkembang di bumi Indonesia terdesak oleh nilai nilai baru yang bersifat matrealistik. 142

Desa Pekraman merupakan organisasi tradisional yang mempunyai sifat otonomi asli berdasarkan atas asal usulnya. Desa Dinas mempunyai hak dan kewajiban berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sinerji Desa Pekraman dan Desa Dinas dapat terjadi dalam berbagai bidang kegiatan sebagai contoh pelaksanaan program pembangunan yang di canangkan oleh pemerintah, di teruskan kepada Kepala Desa melalui Camat. Kepala Desa Dinas dalam mensosialisasikan program pemerintah seperti program keluaraga berencana berkordinasi dengan Desa Pekraman. Sinergi yang dapat di laksanakan dalam program tersebut pemerintah menggunakan fasilitas Desa Pekraman seperti wantilan (balai banjar) di samping itu kegiatan yang ada di desa dapat di kerjakan bersama sama saling melengkapi, isi - mengisi, dan bahu membahu dalam melaksanakan program. Munculnya dua sistem pemerintahan desa di Bali dimaknai oleh masyarakat sebagai perwujudan konsep dua unsur yang saling melengkapi (rwabhineda)143. Ada pandangan Desa Dinas merupakan bentuk formal dari sistem pemerintahan terbawah, maka Desa Pakraman adalah bentuk informal dari lembaga kemasyarakatan desa.144

Proposisi 3

Sirtha, I Nyoman, Op, cit, hal 6 Rwabhineda adalah filsafat Hindu yang menyatakan dua unsur yang berbeda tetapi saling memberikan arti, seperti siang dan malam, suka-duka, baik buruk . rwabhineda ini bagaikan mata uang dua sisi yang berbeda tapi salah satu sisinya tidak ada maka mata uang tersebut tidak ada nilainya. 144 Parimartha, I Gede, Op, cit, hal, 32
143

142

87 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

BAB III METODE PENELITIAN A. Pemilihan Objek Penelitian Pemilihan lokasi penelitian di Desa Wongaya Gede Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan Propinsi Bali, di dorong oleh keinginan untuk mendalami keberadaan dua jenis desa yang ada di akar rumput. Sebagaimana diketahui bahwa Propinsi Bali dalam penerapan Otonomi Daerah ternyata dalam pembagian wilayah maupun sistem pemerintahan, mengenal dua institusi Desa (Desa Pakraman dan Desa Dinas) sebagai ciri khas Daerah Bali. Dasar pertimbangan memilih objek penelitian ini sebagai berikut: Pertama, satu-satunya Provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai dua kelembagaan organisasi tingkat desa ( Desa Pakraman dan Desa Dinas ), yang memberikan pelayanan publik. Kedua, Kekhususan sistem pemerintahan tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat Desa Pakraman adalah bentuk desa yang sangat tua, tumbuh dan berkembangnya Desa Pakraman bersamaan dengan masyarakat Bali. Desa Dinas dibentuk oleh pemerintah Balanda, pada mulanya memberikan pelayanan di bidang pemerintahan saja. Setelah kemerdekaan sistem Pemerintahan Desa Dinas masih diterapkan sampai sekarang. Undang-Undang Pemerintahan Desa berulang kali berubah tetapi bentuk Desa Dinas dan Desa Pakraman di Bali masih tetap diakui. Ketiga, peneliti memilih Desa Wongaya Gede, karena Desa Wongaya Gede memiliki tradisi adat dan budaya, sangat unik. Keunikannya adalah mempunyai tradisi sendiri dalam upacara Ngaben. Upacara Ngaben di Desa Wongaya Gede, tidak membakar jenazah, tetapi dengan mengubur saja, tradisi ini berbeda dengan Desa lainnya. Pemberian pelayanan pada saat upacara keagamaan juga mempunyai cara dan bentuk pelayanan tersendiri. Keempat, alasan subyektif karena peneliti lahir di Kabupaten Tabanan dan menjadi bagian anggota Desa Pakraman dan Desa Dinas di Kabupaten Tabanan. Sehingga
Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

dengan demikian diharapkan lebih mudah mendapatkan data. Ingin menyumbangkan pokok pokok pikiran dalam meningkatkan pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pkraman. Kelima, Desa Wongaya Gede pernah diplih sebagai desa percontohan dan sebagai pemenang lomba desa teladan tingkat Propinsi Bali. Keberadaan Desa Pakraman dan Desa Dinas sangat variatif, maka diambil sampel bentuk desa diantara tiga kelompok desa: Pertama, jenis Desa yang wilayah Desa Pakraman berimpit menjadi satu dengan wilayah Desa Dinas. Kedua, jenis Desa yang wilayah Desa Pakraman, mewilayahi beberapa Desa Dinas. Jenis ini biasanya terdapat di wilayah kota Kecamatan. Ketiga, jenis desa yang wilayah Desa Dinas mewilayahi beberapa Desa Pakraman, sedangkan Desa Wongaya Gede tergolong tipe desa yang terakhir. B. Jenis Penelitian Penelitian mengenai analisis pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas Wongoya Gede Kabupaten Tabanan menggunakan pendekatan metode penelitian yang bersifat kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif digunakan didasari beberapa pertimbangan bahwa fenomena pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas dapat digali secara lebih mendalam. Posisi peneliti dalam penelitian adalah sebagai instrumen alat ukur 1 di dalam mengkaji fenomena yang dihadapi. Fenomena mengenai pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas bersifat dinamis. Metode yang digunakan dalam memperoleh data informasi bersumber dari: observasi, wawancara mendalam, catatan lapangan, dan dokumentasi. Hasil data yang diperoleh diharapkan dapat menganalisis mengenai bagaimana pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas, serta bagaimana menyinergikan kedua jenis pelayanan
1

Mohajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan Kedua, Penerbit Sarasin, Yogyakarta, 1990,hal. 16.

89

tersebut. Kedua masalah tersebut merupakan kajian pokok, sebagai tema dari permasalahan penelitian 2. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini didasari pertimbangan bahwa peneliti adalah: 1) sebagai bagian dari lingkungan yang dihadapi, dipandang sebagai faktor penting dalam menemukan originalitas (keaslian) hasil penelitian, 2) dapat menggali secara lebih mendalam mengenai kompleksitas fenomena pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas, karena peneliti sebagai bagian dari masyarakat Wongaya Gede Tabanan, 3) sebagai bagian dari masyarakat Wongaya GedeTabanan,maka diharapkan adanya keterbukaan 3 dari subyek yang diteliti, dengan demikian peneliti akan mudah memperoleh data/informasi yang dibutuhkan. Pendekatan kualitatif berada dalam perspektif yang berorientasi pada sistem manajemen yang kini sangat populer sebagai kerangka pikir untuk meneliti manajemen pelayanan publik. Penggunaan pendekatan kualitatif yang berorientasi sistem, didasari oleh beberapa pertimbangan, yaitu; pertama, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu model pelayanan, sehingga diperlukan pemikiran yang holistik. Checkland yang dikutip oleh Endang WT mengatakan, ... pada umumnya manusia tidak mampu menerjemahkan apa yang dialami dan diobservasinya secara menyeluruh. Juga sering tidak siap menerjemahkan dunia nyata, dalam bentuk atribut diskripsi, cendrung melakukan hal
Bakkar, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, cetakan keempat, Penerbit Kanisius Yogyakarta, 1990.hal. 25. 3 Keterbukaan merupakan faktor penting di dalam memperoleh data kualitatif, dan menganalisis kompleksitas permasalahan penelitian yang dihadapi, lihat Guba, Egon, and Yvonna S. Lincoln, Competing Paradigms I Qualititative Research, in Hanbook of Qualitative Research, edited by N Denzin and Y Lincoln, Macmillan, New York, 1994.hal. 62-67.
2

yang mampu dilakukan dari pada sesuatu yang seharusnya dilakukan. 4 Dasar pertimbangan penggunaan pendekatan kualitatif, adalah data tertulis berupa dokumentasi pada organisasi pemerintah lebih lebih pada organisasi tradisional, dalam praktik pada umumnya tidak lengkap. Hal ini diungkapkan oleh Cassel & Simon bahwa

penggunaan pendekatan kualitatif diharapkan dapat menanggulangi ketidak lengkapan data penelitian, sehingga data yang didapat lebih lengkap dalam praktik penelitian. Dalam menanggulangi keterbatasan dokumen dan data yang dimiliki oleh suatu organisasi, dalam penelitian kualitatif keikut sertaan peneliti dan bantuan orang lain sebagai instrumen atau alat pengumpul data sangat diperlukan 6. Penggunaan jenis penelitian kualitatif, dipandang sangat mendukung kelancaran penelitian. Metode mengenai pananganan data, karakteristik penelitian, serta kemudahan dalam memperoleh data, maka dipandang tepat menggunakan pendekatan kualitatif, baik dalam proses penelitian, maupun dalam penentuan pengumpulan, pengolahan dan analisis data, serta penyusunan konseptualisasi teori 7 Pendekatan metode kualitatif yang bersifat deskriptif tersebut, lebih tepat dalam menggambarkan mengenai pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. Metode kualitatif deskriptif dapat mendeskripsikan sinergi pelayanan publik serta aspek4 5

...quantitatif methods used in organizational research was not well documented 5 sehingga dengan demikian

Endang WT, Op, cit, hal 106 Cassel C & Simon, G Reflection on the Use of Qualitative Methods, dalam Cassel C & Simon, G, Qualitative Methods and Amalysis in Organizational Research A Practical Guide Nrw York, Sage Publication, 1998:1 6 Endang WT Op. cit hal 108 7 Bakkar, Anton., Op.cit. hal. 30

90 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

91

aspek apa saja yang dapat disenergikan. Melalui pola demikian akan diperoleh pemahaman yang mendalam mengenai permasalahan penelitian dan solusinya, serta dalam kerangka menjawab pokok masalah yang dikaji dalam penelitian, sehingga tujuan penelitian dapat dipenuhi. Penelitian juga memperhatikan pada kondisi yang alamiah tanpa adanya intervensi. Peneliti sebagai instrumen penelitian, maka data yang berkenaan dengan pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas dapat dikumpulkan secara langsung dengan menggunakan perpaduan metode emic dan etic, pengamatan dan wawancara mendalam ditekankan pada proses hasil. Data dan informasi bersumber dari para informan.8 Informan yang dipilih adalah orang yang memahami tentang pelayanan publik oleh Desa Pakraman Pengambilan data informasi dengan dan Desa Dinas. mengunakan teknik snowball sampling9. C. Disain Penelitian Disain penelitian kualitatif menggambarkan pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. Pendekatan analisis deskriptif digunakan didasarkan pada pertimbangan bahwa jenis kualitatif diskripif dianggap sesuai (compatible) dengan permasalahan. Hal ini sejalan pandangan yang menyatakan bahwa dalam fenomena orientasi penelitian kualitatifdeskriptif lebih diarahkan pada pengembangan teori, sehingga diperlukan lokasi dan subyek yang sesuai. Atas dasar pemahaman demikian, berusaha menggambarkan realitas pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. Konsep-konsep yang dikembangkan menggunakan landasan teori desentralisasi, dan teori pelayanan publik. Teori tersebut untuk menganalisis pelayanan publik, serta upaya-upaya menyinergikan pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas.
8 9

Mengacu pada uraian di atas, maka penelitian deskriptif-kualitatif yang dilaksanakan adalah menggambarkan pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas, Desa Wongaya Gede. Penelitian deskriptif-kualitatif tentang analisis pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas juga didasarkan pada pertimbangan bahwa di Provinsi Bali sebagai bagian dari Negara Kesatuan RI, terdapat dua Institusi Desa yang memberikan pelayanan publik. Dua tipe desa tersebut memiliki ciri sangat berbeda dari sisi sejarah pembentukannya. Desa Pakraman dibentuk oleh masyarakat dan bertanggung jawab kepada masyarakat, sedangkan Desa Dinas dibentuk oleh Pemerintah dan bertanggung jawab kepada atasan langsung. Teknik penelitian yang digunakan dalam mencari data tentang analisa pelayanan publik adalah survei dan observasi. Penelitian deskriptif-kualitatif yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian bercirikan hypothetico-deductive, dimana penelitian hypothetic-deductive dimaksudkan menguji teori, sementara penelitian deskriptif-kualitatif berupaya melahirkan teori tentatif10. Penelitian deskriptif dilaksanakan didasarkan pada alasan metodologis, yaitu, (1) objek yang diteliti yakni Desa Pakraman dan Desa Dinas diperlakukan secara utuh sebagai permasalahan yang terintegrasi dan mendalam sifatnya, (2) gejala mengenai pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas dikembangkan melalui teori yang dibangun terutama menyangkut konsep desentralisasi dan pelayanan publik merupakan hipotesis kerja dalam penelitian, (3) data yang diperoleh bersifat parsial untuk setiap jawaban subyek individu dan tidak dikuantitatif, (4) mencari, menyingkap, dan menentukan makna, nilai yang terwujud dari subyek penelitian dan (5) melibatkan diri dalam memproduksikan

Nama-nama para informan dapat dilahat pada lampiran Mohajir,Op, cit, hal 35

Vanderberg, Metode-metode Penelitian Sosial, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. 1990,hal 37

10

92 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

93

basis teoritis dari fenomena pelayanan publik oleh kedua tipe desa tersebut. Memperhatikan pada disain penelitian kualitatifdeskriptif, maka penelitian ini dilakukan dalam bentuk pencarian kesamaan, kemiripan, dan kesejajaran dalam makna individual, pola proses, latar belakang, arah dinamikanya, maupun kemungkinan detrimentasi (berlawanan arah) dari berbagai jenis pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas Selanjutnya, data emperis yang diperoleh dari kesamaan sampai detrimentasi lalu dicari lebih mendalam pada nilai logik dan etik mengenai apa maknanya dan apa yang menjadi kebermaknaannya. Satuan analisis penelitian adalah pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. Unit pengamatannya adalah aktivitas yang ditunjukkan oleh kedua desa tersebut dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, dan jenjang analisisnya adalah organisasi Desa Pakraman dan Desa Dinas di Wongaya Gede. Penelitian ini menggunakan disain penelitian pendekatan deskriptif dengan maksud untuk menggambarkan secara luas dan mendalam tentang Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Dinas Dinas melalui pendekatan emic dan etic11 yang digunakan saling melengkapi. Data kualitatif dikumpulkan berasal dari empat macam sumber, yaitu: (1) dari dua institusi lokal yakni Desa Pakraman dan Desa Dinas, (2) informasi lain, yang terdiri dari warga masyarakat yang dilayani dan aparat pemerintahan daerah setempat, (3) dari pakar yang menguasai permasalahan penelitian Desa Pakraman dan Desa Dinas, konsep otonomi daerah dan pelayanan publik, dan (4) sumber tertulis yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data primer dikumpulkan dari pegawai dan tokoh masyarakat Desa Pakraman dan Desa Dinas dengan suatu proses yang bertahap. Mulanya peneliti melakukan observasi dan wawancara mendalam, serta mengembangkan diskusi
11

Lincoln and Guba, Op.cit, hal. 68.

kelompok yang terfokus dengan berbagai tokoh masyarakat seperti Bendesa beserta perangkat Prajuru Desa Pakraman, Kepala Desa serta Perangkat Desa Dinas, dan anggota masyarakat yang mempunyai wawasan dan pemahaman tentang pelayanan oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas. Cara ini ditempuh karena peneliti berharap dapat melakukan interaksi optimal dan menyelami segala permasalahan yang dihadapi oleh institusi lokal tersebut dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta yang terpenting adalah merealisasikan pemahaman bahwa instrumen penelitian kualitatif yang utama adalah peneliti sendiri. Tujuannya adalah agar informan dapat memberikan informasi aktual, sehingga pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas dapat dideskripsikan secara tepat. Selanjutnya, peneliti mewawancarai sejumlah pakar yang berkompeten dalam bidang otonomi daerah dan pelayanan publik, serta pakar yang menguasai seluk-beluk Desa Pakraman dan Desa Dinas. Teknik dokumentasi digunakan sebagai dasar untuk lebih memperkaya data dan informasi tertulis yang diperoleh dari sumber sekunder atau tertier. Selain itu melalui teknik observasi, peneliti memperoleh data dan informasi dengan cara mengamati secara langsung kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh kedua institusi lokal tersebut. Teknik wawancara juga digunakan secara simultan dalam penelitian ini. Melalui teknik ini penelitian membuat pedoman wawancara yang memuat daftar pokok-pokok informasi penting yang dibutuhkan dalam penelitian. Pedoman ini lalu dikembangkan pada saat wawancara berlangsung untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dan lengkap. Wawancara mendalam dilakukan dalam kaitannya dengan topik khusus untuk menjawab tujuan penelitian. Pertanyaan-pertanyaan diformulasi dan disampaikan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami dan seringkali peneliti merubah bentuk pertanyaan ke dalam bahasa ibu responden (bahasa Bali), agar lebih sederhana

94 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

95

dan jelas, dengan urutan logis dari yang sederhana ke yang kompleks dan dari yang konkrit ke yang abstrak. Teknik ini sangat membantu peneliti untuk melakukan pengecekan silang data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan observasi. Melalui teknik ini data diperoleh dari sejumlah informan-informan kunci dan informan pada umumnya yang dipilih secara selektif, baik dari aparat Desa Pakraman dan aparat Desa Dinas, tokohtokoh masyarakat setempat, maupun pakar yang menguasai permasalahan yang diteliti. Selama dilakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan alat bantu penelitian berupa tape recorder dan kamera. Selain itu, peneliti menggunakan catatan harian untuk mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Informan dipilih dengan cara purposive dan snowball sampling12 yakni semula penentuan responden menurut pertimbangan peneliti karena responden tersebut dipandang mengetahui permasalahan yang diteliti. Selanjutnya, melalui responden awal tersebut akan diperoleh informasi tentang responden berikutnya yang mengetahui secara mendalam tentang permasalahan yang diteliti, demikian seterusnya sampai permasalahan yang diteliti dianggap tuntas didalami, maka jumlah informan tidak ditentukan secara ketat, melainkan lebih disesuaikan dengan keterkaitan data dan informasi yang dibutuhkan sampai memenuhi syarat untuk diolah, dianalisis dan diinterpretasikan. Peneliti juga menggunakan teknik dokumentasi, karena melalui teknik ini peneliti dapat mengumpulkan dokumen dari berbagai sumber terpercaya13. Data dokumentasi yang dimaksud antara lain mengenai penerapan kebijakan otonomi pada level Desa Pakraman dan Desa Dinas rangkaian kebijakan tentang model pelayanan
12 Manasse Malo dan S. Trisnoningtias. Metode Penelitian Masyarakat. PAU-IIS Universitas Indonesia Jakarta, 1995. hal. 91, 102, dan 104

publik yang diberikan oleh Desa Pakaraman dan Desa Dinas. Kepemimpinan di Desa Pakraman dan Desa Dinas, sumbersumber monografi desa. Data diolah dan dianalisis dengan cara mengkategorisasi dan menyajikan secara komprehensif berdasar pada setting dan peristiwa, serta kegiatan Desa Pakraman dan Desa Dinas. Hasil kategorisasi data ini lalu dianalisis dan diinterpretasikan secara deskriptif kualitatif. Dengan cara demikian diperoleh pemahaman yang mendalam dan komprehensif tentang Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas dalam mensinergikan dualisme pelayanan publik di Desa Wongaya Gede Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan Propinsi Bali. D. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, penelitian ini difokuskan pada pengembangan model pelayanan publik. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok, yaitu: 1) penduduk (pawongan) mencakup populasi, mata pencaharian, jenis kelamin, 3) agama, adat dan budaya, 4) dasar hukum kewenangan pengaturan masyarakat setempat, 5) sunber dana/keuangan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini beresumber dari informasi atau keterangan dalam bentuk wawancara. Pembicaraan (verbal) data persepsi, data kejadian interaksi, ekspresi tindakan maupun data perilaku (non verbal) dengan berfokus pada unit kajian. Pada setiap konteks yang digunakan penelitian tentang sinergi Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam (in-depth interview) dan metode Pengamatan-partisipan. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan pertanyaan dari dalam, berarti menggunakan

Baker, Theresa L., Doing Social Research, Second Edition, McGraw-Hill, Inc, New York, 1994, hal,98.

13

96 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

97

pertanyaan sebagai intuisi dan memungkinkan interpretasi subyektif aktor dan aktifitas pengumpulan data. Karena itu peneliti perlu menempatkan diri di masyarakat sebagai obyek kajian dan membina hubungan langsung pada masyakarakat. Memandang masalah realitas kehidupan masyarakat secara nyata, jujur tanpa prasangka buruk, tetap berpedoman pada pemikiran logic, keabsahan, dan keterpercayaan atau keaslian (authenticity) data. Informan yang dipilih adalah orang yang memahami permasalahan pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. Pengumpulan data dan informasi lebih menggunakan teknik snowball sampling mementingkan makna, dan analisis dilakukan secara induktif sejak awal penelitian, sampai dengan berakhirnya penelitian 14. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman pertanyaan yang dirancang dalam kerangka pertanyaan tidak berstruktur, bersifat terbuka dan dilakukan secara sistematis. Selain itu pertanyaan yang diajukan tidak dengan cara memaksa atau bersifat menginterogasi, tetapi dilakukan dalam hubungan yang harmonis dan simpatik terhadap informan yang dipandang menguasai permasalahan yang dihadapi, sehingga dapat bahan masukan yang lengkap. Bahan masukan para informan, digabungkan hasil pengamatan dan pengalaman, dengan kajian pustaka penggalian mendalam, untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat. Pengambilan data secara mendalam dilakukan secara langsung agar mudah menyesuaikan dengan tujuan penelitian maupun sesuai untuk pemecahan pokok permasalahan penelitian. Untuk mengarahkan studi secara efektif, maka data yang dibutuhkan disesuaikan dengan masalah penelitian. Sebab secara inklusif maupun eklusif, data diperoleh dari jawaban informan, keterangan dan data persepsi atau interpretasi dari para informan. Hasil data
14

yang dijaring adalah merupakan data yang relevan digunakan untuk menghubungkan data realitas yang diperoleh dari pesan atau makna non verbal. Sehingga data penelitian terjamin dari segi keterpercayaan atau authentic menurut pemahaman di antara unit-unit penelitian15. Teknik wawancara dapat mengetahui jenis pelayanan publik yang dilakukan oleh kedua Institusi Desa tersebut. Jika dalam pelaksanaan penelitian itu terjadi konflik diantara subyek penelitian, baik menyangkut persepsinya atau nilai-nilai dalam memberikan pelayanan, maka dibantu menetralkan subyek-subyek tersebut. Selain itu, data penelitian juga dikumpulkan dengan menggunakan metode pengamatanpartisipan yang juga merupakan metode untuk studi makna aktor. Metode ini bersifat natural dengan memperlakukan teknik pengamatan dalam mengkonstruksi makna, nilai-nilai harapan, transaksi dan makna16. Selanjutnya, data yang diperoleh dari hasil lapangan di Desa Pakraman dan Desa Dinas baik melalui metode wawancara maupun hasil pengamatan akan dilakukan pencatatan. Teknik pencatayan data diberi tanda khusus berupa kode-kode secara sistematis sesuai dengan pokok masalah. Hasil pencatatan data yang baik akan mudah digunakan untuk menjawab pokok masalah penelitian. Kemudian, pencatatan data dilakukan dalam bentuk deskriptif. Data berisi rincian; hasil wawancara dan hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian, hasil kajian pustaka baik dari perpustakaan, maupun sumber tertulis yang ditemukan di lokasi penelitian. E. Analisis Data Karakteristik data yang dikumpulkan, untuk menjawab permasalahan penelitian serta mendiskripsikan secara mendalam tentang pelayananpublik dan sinergi pelayanan publik Desa Pakraman dengan Desa Dines dibutuhkan data
15 Suparmoko, Ph.D, Metodologi Penelitian Praktis, Penerbit BPFE-Yogyakarta 1999.hal. 20 16 Ibid. hal 21

Mohajir, Op. cit. hal. 35

98 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

99

tentang Desa Pakraman dan Desa Dinas tentang pelayanan untuk dianalisis. Analisis berfungsi untuk membantu memahami makna yang memiliki esensi dari unit-unit kajian yang benar atau terpercaya (autentik)17. Data dianalisis secara kualittif melalui; 1) analisis dominan, 2) analisis taksonomis, 3) analisis komponensial, dan 4) analisis tema. Ketiga analisis data (dominan, taksonomis, komponensial), dilakukan secara simultan disaat pengumpulan data di lapangan. Analisis dominan dipergunakan pada tahap eksplorasi menyeluruh. Analisis taksonomis dan komponensial dipergunakan pada tahap eksplorasi terfokus. Analisis data yang terakhir yaitu analisis tema dilakukan setelah kegiatan pengumpulan dan analisis data di lapangan.18 Selanjutnya untuk tetap memelihara kredibilitas hasil penelitian maupun esensi kebenaran dari data penelitian yang diperoleh, maka kegiatan analisis data akan lebih memperhatikan data pemaknaan yang tidak saja menyajikan data sensual semata, tetapi harus berusaha untuk mencapai pemaknaan logik dan etik. Analisis keabsahan data dilakukan berdasarkan empat kriteria, yaitu: kredibilitas, kerterangan, kebergantungan, dan kepastian. Untuk memeriksa kredibilitas digunakan tujuh teknik, yaitu: perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, trianggulasi, pengecekan ke lokasi penelitian, kecukupan refrensial, kajian kasus negatif, dan pengecekan kepada anggota peneliti. Kriteria keterangan diperiksa dengan uraian rinci hasil data, kebergantungan dikaji dengan teknik ketergantungan dan kepastian dianalisis dengan kepastian data.19

Analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, tahap pertama dengan menganalisis data sesuai dengan kajian teoritik tentang pelayanan publik. Kedua, dengan mengembangkan teori yang berkaitan dengan Desa Pakraman dan Desa Dinas. Ketiga, kajian emperik tentang sinergi pelayanan publik. Berdasarkan pada data yang memenuhi persyaratan metodologi, maka analisis akan dilakukan dengan menggunakan analisis dalam beberapa tahap dan berlangsung bersamaan dengan usaha-usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan konsep-konsep empiris pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. F. Tahap Penelitian Penelitian ini agar dapat memproleh hasil yang baik, maka dipandang perlu adanya perencanaan yang matang. Tahapantahapan penelitian yang ditempuh sebagai berikut: pertama, menyususun skala prioritas penelitian dengan merumuskan masalah yang akan diteliti. Dari rumusan masalah tersebut disusun draft proposal dengan berbagai pertimbangan agar tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik. Penyusunan proposal dikonsultasikan dengan promotor dan kopromotor. Draft awal penyusunan proposal, dimulai dari diskusi dalam Colloqium, sehingga ada masukan dari para dosen maupun peserta (mahasiswa). Dari hasil masukan dalam colloqium disempurnakan lagi, agar menjadi tahap proposal yang lebih mantap. Pada saat ini usul dan saran serta kritik dari para dosen dan mahasiswa dikaji dengan memadukan landasan teori serta kondisi di Desa Pakraman dan Desa Dinas. Hasil penyempurnaan proposal tahap pertama tersebut berikutnya yang dipresentasikan kemudian dihasilkan draft dalam ujian kualifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan perbaikan sebagaimana yang diharapkan. Tahap kedua, setelah draft proposal selesai, dilanjutkan dengan proses administrasi mengurus perijinan penelitian di Propinsi Bali, kemudian di Pemda Tabanan karena wilayah Desa Pakraman dan Desa Dinas Wongaya Gede ada di Kabupaten Tabanan.Tahap ketiga, mencari pembantu peneliti lapangan tiga orang yang bertugas

17 Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan ketiga belas, Penerbit PT.Remaja Rosdakarya Bandung, 2000, hal. 15. 18 Endang WT, Op. cit, hal 116 19 Endang WT, Op. cit, hal 118

100 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

101

menjajaki ke lapangan untuk menghubungi tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat yang diperkirakan mampu menjadi informan. Tahap Keempat, setelah data informan terkumpul, dilanjutkan dengan terjun ke lapangan untuk mencari data yang dibutuhkan untuk penulisan disertasi. Tahap kelima, proses pengolahan dan analisis data , dan penyusunan dalam bentuk tulisan. Tahap akhir dari proses ini adalah melakukan pengujian kredibilitas hasil penelitian kemudian mendiskusikan dengan para pakar tentang desentralisasi, dan pelayanan publik yaikni promotor dan para ko-promotor, sehingga berbagai masukkan yang diperoleh digunakan untuk terus melakukan berbagai penyempurnaan.

102 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Desa 1. Desa Dinas Pandangan Philip Mawhood bahwa local Government memiliki anggaran sendiri dengan rekening yang terpisah dari rekening pemerintah, dan memiliki wewenang untuk mengalokasikan sumber-sumber daya yang substansial. Local Government juga memiliki multi fungsi. Menurut Bhenyamin Hoessein, local Government dapat berarti pemerintah lokal dan atau pemerintahan lokal, istilah lokal diartikan sebagai masyarakat setempat. Local Government meliputi kesatuan-kesatuan pemerintahan di bawah Pemerintah Pusat di Negara Kesatuan atau di bawah negara bagian. Kemudian dalam penelitian disertasi ini dibatasi pada desa.1 Selanjutnya SS Meenakshisundaram mengidentifikasikan sejumlah ciri dari pemerintahan lokal; memiliki wilayah dan penduduk tertentu, struktur kelembagaan, kesatuan hukum yang terpisah, sejumlah kekuasaan dan fungsi yang diberikan atau diakui oleh Pemerintah. Pendapat para pakar tadi, dalam penelitian ini dijadikan landasan mengkaji dua jenis desa yang ada di Desa Wongaya Gede, Kabupaten Tabanan. Desa Pakraman dan Desa Dinas mempunyai karakteristik tersendiri baik ditinjau dari segi historis pembentukannya,
Pembahasan Desa Dinas dan Desa Pakraman mengacu pada landasan teori pada bab dua, yang dinyatakan oleh Philip Mawhood, Local Gavemment in the Thid World: The Experience of Tropical Africa, New York, bandingkan pula dengan pendapat Bhenyamin Hoessein, Tata hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Sutoro Eko, MasaLlalu, Masa Kini, dan masa depan otonomi Desa, dalam Sketsa Pasang Surut Otonomi Daerah dalam Perjalanan 100 Tahun, TIFA ILD Jakarta.
1

maupun ditinjau dari segi; wilayah, penduduk, sumber dana, dan peraturan yang dipergunakan untuk mengikat warganya. Ditinjau dari segi wilayah Desa Pakraman dan Desa Dinas ada tiga tipe desa: Pertama, luas wilayah Desa Pakraman dengan luas wilayah Desa Dinas berimpit (sama persis). Kedua, luas wilayah Desa Pakraman meliputi beberapa wilayah Desa Dinas. Umumnya tipe Desa Pakraman ini ada di perkotaan. Ketiga, luas wilayah Desa Dinas meliputi beberapa wilayah Desa Pakraman (kebalikan dari tipe desa yang kedua ). Ditinjau dari segi wilayah Desa Pakraman dan Desa Dinas dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 1. Wilayah Desa Pakraman Sama Dengan wilayah Desa Dinas DD Keterangan: DD= Desa Dinas DP= D Pakraman

DP

DD

Gambar 2. Wilayah Desa Pakraman Terdiri atas Beberapa Desa Dinas

D D D

D D

Keterangan: DP= D Pakraman DD=Desa Dinas

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

104

Gambar 3. Wilayah Desa Dinas Terdiri atas Beberapa Desa Pakraman

D D D

D D

Keterangan: DD = Desa Dinas DP = D Pakraman

Karakteristik desa objek penelitian tergolong tipe ketiga yakni Desa Dina meliputi enam wilayah Desa Pakraman. Desa Dinas merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki wilayah, penduduk, sumber daya sendiri, kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di bawah Kabupaten. Desa Pakraman, adalah masyarakat hukum adat, mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata kerama pergaulan hidup Umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa).2 Desa Pakraman mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, sesuai dengan ciri Local yang telah dikemukakan oleh SS Government Meenakshisundaram, bahwa pemerintahan lokal memiliki; wilayah, penduduk, sumber daya, kewenangan. Penelitian ini menyajikan masing masing karakteristik Desa Pakraman dan Desa Dinas sesuai dengan landasan teori para pakar tersebut. a. Letak dan Luas Wilayah Desa Dinas

Desa Dinas Wongaya Gede merupakan salah satu Desa di Kabupaten Tabanan secara geografis terletak antara 08`1417 08`501576 lintang selatan, 115`05`02115`15`24 bujur timur. Kondisi geografis berada pada ketinggian sekitar 650 meter dari permukaan laut. Wilayah nya memiliki luas mencapai 3. 023. 326 hektar. Luas lahan diperuntukkan sebagai prasarana jalan seluas 2.048 hektar. Untuk lahan basah (sawah) 653.620 hektar, tanah pertanian bukan sawah 563.110 hektar. Keperluan bangunan umum dan pemukiman perumahan penduduk 1.380 hektar. Tanah kuburan atau setra seluas 12 hektar. Perkantoran seluas 0.580 hektar. Penggunaan tanah untuk irigasi tradisional atau irigasi sederhana mencapai 23.180 hektar. Lahan tegalan/ perkebunan luas 253.860 hektar. Selebihnya berupa kawasan hutan lindung 954.160 hektar, di samping hutan lindung yang dikuasai oleh negara, masih ada areal hutan produksi yang dikelola oleh rakyat seluas 487.320 hektar. Luas wilayah berdasarkan data statistik Kabupaten Tabanan seperti tabel berikut ini: Tabel 2 Luas Wilayah Desa Dinas Wongaya Gede Menurut Penggunaan Tanah Riil (Hektar)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jenis Penggunaan Tanah Sawah Tanah Pertanian bukan sawah Tanah Perkebunan Hutan Negara Hutan rakyat Tanah. Perumahan Tanah. Kuburan Irigasi. Jalan Raya Lain-lain Luas Wilayah 653.620 563.110 253.860 954.160 487.320 1.380 12 23.180 2.048 93.636

2 Kayangan Tiga adalah merupakan tempat persembahyangan bagi umat Hindu yang terdiri dari tiga bentuk pura, yaitu Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Tuhan dalam manivestasinya sebagai Dewa Wisnu. Pura Desa tempat memuja manivestasi Tuhan sebagai Dewa Brahma, dan Pura Dalem sebagai minivestasi Tuhan sebagai Dewa Siwa

* Jumlah 3.023.326 Sumber data: Monografi Desa Wongaya Gede tahun 2004

105 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

106

Berdasakan tabel di atas bahwa luas tanah Hutan Negara menempati urutan pertama. Hutan Rakyat yang lebih dikenal dengan hutan produksi merupakan luas wilayah nomor dua, karena Wongaya Gede geografisnya berada di bawah kaki Gunung Batukaru. Luas persawahan serta pertanian menduduki urutan ketiga. Wilayah Desa Dinas meliputi 6 enam wilayah Desa Pakraman, yaitu: (1) Wongaya Gede, (2) Keloncing, (3) Batu Kambing, (4) Bengkel, (5) Amplas, dan (6)Sandan. Keenam Desa Pakraman tersebut masing-masing berdiri sendiri dan merupakan desa yang otonom, yang berhak untuk mengatur masyarakat setempat. Otonomi yang dimiliki oleh Desa Pakraman merupakan otonomi asli, yaitu diperoleh berdasarkan asal-asul berdirinya Desa Pakraman tersebut. Setelah kemerdekaan, keenam wilayah Desa Pakraman tersebut dimasukkan dalam satu Desa Dinas Wongaya Gede3. Segala fasilitas desa Dinas, seperti kantor desa, berada di wilayah Desa Pakraman Wongaya Gede. Wilayah Desa Dinas meliputi sembilan wilayah banjar dinas yaitu; Wongaya Kaja, Wongaya Kelod, Wongaya Kangin, Wongaya Bendul, Keloncing, Bengkel, Batu Kambing, Amplas, Sandan. Organisasi di bawah desa disebut dengan Banjar setingkat dengan (RW) di Jawa. Banjar tersebut merupakan Banjar dari Desa Pakraman. Kedudukan maupun wilayah Banjar Pakraman dengan Banjar Dinas berimpit baik ditinjau dari segi wilayah maupun penduduknya. Desa Dinas mewilayahi sembilan Banjar, sedangkan Desa Pakraman mewilayahi empat Banjar. Antara Banjar Dinas dan Banjar Pakraman wilayahnya berhimpit. Hal ini dapat dilihat sesuai dengan tabel Struktur Desa Dinas dan Desa Pakraman sebagai berikut:

Tabel 3 Struktur Wilayah Desa Dinas


NO 1

DESA PAKRAMAN
Wongaya Gede

BANJAR
1. Wongaya Kaja 2. Wongaya Kelod 3. Wongaya Kangin 4. Wongaya Bendul

KETERANGAN

Banjar Dinas dan Banjar Pakraman


berimpit

2.

Keloncing

Keloncing

Desa Pakraman dan Banjar Dinas


berimpit

3.

Bengkel

Bengkel

Desa Pakraman dan Banjar Dinas


berimpit

4.

Batu Kambing

Batu Kambing

Desa Pakraman dan Banjar Dinas


berimpit

5.

Amplas

Amplas

Desa Pakraman dan Banjar Dinas


berimpit

6.

Sandan

Sandan

Desa Pakraman dan Banjar Dinas


berimpit

Sumber data: Monografi Desa Wongaya Gede tahun 20004

Batas-batas wilayah desa, sebelah timur Desa Mengesta dan Desa Jatiluwih, yang dibatasi oleh Sungai Pusut, sebelah selatan Desa Tengkudak (Desa Pakraman Penganggahan),
4

3 Informan Mastra, I Wayan. 75 th, Pensiunan Sekda Kab. Tabanan, Ds. Wongaya Gede Kec. Penebel, Kab. Tabanan. Serta dirangkum dari hasil wawancara dengan Kepala Desa, Bendesa Adat didampingi oleh Prajuru Desa.

Monografi Desa Wongaya Gede tahun 2000

107 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

108

sebelah barat Desa Penatahan yang dibatasi Sungai Telengis, sebelah utara Hutan Llindung Gunung Batukaru, yang merupakan daerah perbatasan antara daerah Kabupaten Tabanan dengan Kabupaten Buleleng. b. Penduduk dan Mata Pencaharian Kalau diperhatikan dari segi populasi penduduk, jumlah penduduk 3.494 jiwa. Penduduk dapat dirinci berdasarkan jenis kelamin: penduduk laki-laki 1.738 jiwa dan perempuan 1.756 jiwa, populasi penduduk wanita lebih banyak. Penduduk merupakan penduduk asli Warga Negara Indonesia (WNI) tidak ada Warga Negara Asing (WNA). 5 Sedangkan jumlah kepala keluarga Desa Pakraman 786 kepala keluarga. Masyarakat mayoritas beragama Hindu 3.491 jiwa, 3 orang memeluk agama Katholik. Berdasarkan Data Statistik Desa Wongaya Gede tentang jumlah penduduk dan penganut umat beragama seperti tertuang dalam tabel sebagai berikut:

Hindu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 * Wongaya Kaja Wongaya Kelod Wongaya Kangin Wongaya Bendul Keloncing Bengkel Batu Kambing Amplas Sandan JUMLAH 376 347 380 386 471 325 475 375 356 3.491

Katholik 3 376 347 380 386 474 325 475 375 356 3.494

Sumber : Kabupaten Tabanan Tahun 2002 dan Monografi Desa Wongaya Gede

Berdasarkan data tersebut bahwa Banjar Batu Kambing dan Keloncing menduduki urutan jumlah penduduk yang paling banyak, sedangkan Banjar-Banjar lainnya jumlahnya berimbang. Dilihat dari segi jenis kelamin, wanita jumlahnya lebih banyak dengan penduduk laki- laki, hal ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4 Jumlah Penduduk Desa Dinas Berdasarkan Umat Beragama 6


No

Tabel 5 Penduduk Desa Dinas Wongaya Gede Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2000
No

Banjar/Dusun
Wongaya Kaja Wongaya Kelod Wongaya Kangin Wongaya Bendul Keloncing Bengkel Batu kambing Amplas Sandan

Banjar/Dusun

Agama

Total

5 Informan Mastra, I Wayan. 75 th, Pensiunan Sekda Kab. Tabanan, Ds. Wongaya Gede Kec. Penebel, Kab. Tabanan. Bandingkan dengan data dalam Monografi Desa Wongaya Gede tahun 2004. 6 Kabupaten Tabanan dalam angka Tahun 2002 dan Monografi Desa Wongaya Gede

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Jenis Laki Laki 180 170 180 195 234 185 235 185 173

Kelamin Perem puan 196 177 200 191 240 140 240 195 178

Jumlah 376 347 380 386 475 325 475 375 356

109 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

110

JUMLAH

1.738

1.756

3.494

Sumber data: Monografi Desa Wongaya Gede tahun 2000

Jumlah penduduk 3.494 orang, penduduk yang memiliki profesi sebagai petani merupakan penduduk yang paling besar, hal ini menunjukkan bahwa secara umum kondisi wilayah yang ada adalah sebagai daerah pertanian. Masyarakat memiliki beragam mata pencaharian, seperti data sebagai berikut; a) Pegawai Negeri Sipil (PNS) 89 orang; b) Angkatan Bersenjata Repuplik Indonesia (ABRI) 12 orang; c) penduduk yang bermata pencaharian dalam wiraswasta 271 orang; d) pedagang 83 orang; e) petani 1.073 orang; f) berprofesi sebagai tukang 277 orang; g) berprofesi sebagai buruh tani 289 orang; h) pensiunan 30 orang; dan i) pengusaha di bidang jasa 6 orang. Wilayah desa sebagai daerah pertanian, perkebunan, dan peternakan, karena wilayahnya merupakan daerah yang sangat strategis dan cocok untuk lahan pertanian. Terlebih lagi bahwa letaknya di daerah Pegunungan Batukaru, yang subur dan produktif dari berbagai jenis tanaman pertanian. Wilayah pertanian yang mencakup lahan kering (ladang) dan lahan basah (sawah). Lahan kering (ladang) untuk berbagai jenis tanaman perkebunan dan hutan, sedangkan lahan basah untuk persawahan. Kondisi daerah pertanian yang sangat subur tersebut, maka masyarakat atau penduduk yang tinggal sebagian terbesar bermata pencaharian sebagai petani. Kemudian selebihnya adalah karyawan, baik PNS, TNI/POLRI, serta karyawan swasta. Mata pencaharian yang lainnya, wiraswasta atau pedagang, tukang, buruh tani, dan berprofesi dalam bidang jasa. Hal ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut ;

Tabel 6 Jumlah Penduduk Desa Dinas Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2000
No . Mata Pencaharian W. Kaje W. Keld W. Kgn W. Bdl Batu Kbg

Klc

Bkl

Apl

Sdn

Jml

1 2 3 4 5 6 7 8 9

PNS TNI/POLRI Wiraswasta Pedagang Petani Buruh Tani Tukang Bgn Jasa Pelajar/Bali ta

16 2 45 9 125 18 14 2 145

15 2 25 15 68 75 28 2 117

17 1 78 21 79 40 11 1 134

8 3 48 16 81 14 15 1 200

12 2 32 4 165 18 21 220

6 1 16 7 125 31 28 106

6 1 12 5 180 35 25 210

4 8 2 95 15 60 191

7 7 4 50 38 15 135

89 12 271 83 1.073 289 217 6 1.454

376

347

380

386

374

325

475

375

356

3.494

Sumber data: Data Statistik Kabupaten Tabanan tahun 2000 Tata kehidupan pertanian melalui organisasi subak, dapat dibedakan menjadi dua kelompok; (1) Subak sawah anggotanya petani yang memiliki sawah. (2) Subak Abian anggotanya petani di lahan kering. Masyarakat yang termasuk anggota/Kerama Subak, memiliki tata aturan tersendiri yang diatur dalam Awig-Awig Subak yang ditaati

111 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

112

dan dipatuhi secara bersama-sama, demi untuk keadilan, keamanan dan kesejahteraan kehidupan petani. c. Kehidupan Sosial, Budaya, dan Agama Desa Wongaya Gede merupakan desa tua yang terletak di daerah pegunungan, tepatnya di kaki Gunung Batukaru. Mengenai tata kehidupan masyarakatnya memiliki kekhasan tersendiri, terutama yang berkenaan dengan tata kehidupan sosial, budaya, dan agama. 1). Tata Kehidupan Sosial Tata kehidupan sosial bagi masyarakat masih nampak adanya semangat kebersamaan, semangat persatuan, dan semangat kegotongroyongan.7 Setiap kegiatan sosial yang berlangsung selalu melibatkan warga masyarakat, secara bersama-sama sebagai cermin tata kehidupan sosial. Bentuk tata kehidupan sosial bagi masyarakat beragam, seperti palemahan yang pemeliharaan lingkungan atau diselenggarakan secara gotong-royong. Pelaksanaan berbagai Upacara Agama secara Suka-Duka, berkelompok dalam wadah kelompok melaksanakan aktivitas seni keagamaan di Pura, serta kegiatan sosial lainnya. Tempat pelaksanaan kegiatan sosial menggunakan fasilitas desa yang secara khusus untuk kegiatan sosial, seperti Balai Banjar, Balai Desa, Balai Gong, Balai Wantilan Pura, Penataran Pura, serta pada tempattempat umum lainnya yang ada di Desa. Kehidupan sosial ditandai dengan semboyan parasparos, salunglung sabayan taka sarpanaya.8 Semboyan ini dipakai sebagai landasan dalam kehidupan sosial, yang menjadi falsafah hidup bermasyarakat, berarti segala kegiatan masyarakat dilakukan secara bersama oleh warga desa, dan
7 Hasil pengamatan langsung di masyarakat, serta berdasarkan rangkuman hasil wawancana dengan Kepala Desa, Bendesa Adat, yang didampingi oleh Perangkat Desa Dinas dan Prajuru Desa Pakraman, tanggal 26 Februari, 2006, Bandingkan pula dengan hasil penelitian Artadi tentang Prilaku Masyarakat Bali, 1999 Departemen Pendidikan Nasional Jakarta hal 67. 8 Paras-paros, salunglung sabayan taka sarpanaya, Semboyan melandasi kehidupan sosial masyarakat, yang menjunjung tinggi rasa kebersamaan, gotong royong, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

diperuntukkan bagi kepentingan bersama pula. Setiap warga desa merasa satu kesatuan dengan warga lainnya. Kehidupan bermasyarakat, segala pekerjaan dipikul bersama, dengan semboyan ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Menunjukkan bahwa warga desa dalam melaksanakan kewajiban dilakukan bersama-sama, sehingga tidak terasa berat baginya. Sistem kerja sama itu mencerminkan kehidupan komunal yang sangat kental pada masyarakat desa.9 Warga Desa Wongaya Gede banyak yang berdomisili di luar desa untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu sistem selunglung sebayantaka kerja sama/gotong-royong mengalami modifikasi. Kerja sama tidak semata-mata kerja fisik yang diwujudkan dalam bentuk kehadiran pada saat melaksanakan pekerjaan, tetapi dapat diganti dengan bentuk lain. Bahkan kerja fisik dapat berwujud bantuan lain atau dengan sejumlah uang tertentu. Wujud kebersamaan dalam kehidupan masyarakat desa mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman, namun pinsip kebersamaan tetap menjadi ciri kehidupan sosial masyarakat desa. Warga desa sebagai individu tidak ada artinya, bila tidak berada ditengah-tengah kehidupan masyarakatnya. Setiap orang dapat menjadi kerama desa atau warga desa yang baik, apabila mereka menaati tata kerama dan aturan-aturan yang dibuat oleh desa. Sebaliknya setiap orang yang tidak peduli dengan aturan-aturan desa akan ditinggalkan oleh masyarakat, dalam arti mereka tidak diikutsertakan dalam kehidupan bersama. Orang yang dikucilkan dari masyarakatnya merupakan hukuman yang sangat berat baginya. Karena itu, setiap orang yang ingin menjadi warga desa yang baik, berusaha untuk menaati aturan-aturan desa dengan baik pula.10 2). Tata Kehidupan Budaya

9 Rangkuman hasil wawancara dengan Gede Teken, didampingi Pemangku Pura Luhur Batukaru, tgl. 26 Februari 2006. 10 Rangkuman hasil wawancara dengan Gede Teken, didanpingi Pemangku Pura Luhur Batukaru, tgl. 26 Februari 2006.

113 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

114

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kehidupan budaya mencakup berbagai aspek kehidupan secara nyata bagi masyarakat. Beberapa aspek tata kehidupan budaya secara turun temurun dilakukan oleh segenap masyarakat, antara lain: dalam aspek pertanian ada budaya bertani melalui wadah Subak. Budaya seni melalui berbagai wadah atau Sekeha, seperti Sekeha Gong, Sekeha Angklung, Sekeha Pesantian, serta kelompok-kelompok kesenian yang lainnya. Tata kehidupan beragama Hindu ada dikenal budaya Nyastra yaitu adanya kegiatan masyarakat untuk melakukan pembacaan kitab-kitab suci Hindu melalui kegiatan nyanyian suci agama Hindu. Nyastra dilakukan dengan melagukan kidung suci, sloka, pembacaan kekawin, pembacaan melafalkan phalawakya, melagukan tembang macepat atau geguritan. Seni tari yang tergolong seni sakral, adalah seni yang dipergunakan saat upacara agama berlangsung. Seni sakral ada beberapa jenis; tari Rejang, topeng sidakarya, seni tari baris memedi 11, dipentaskan pada saat upacara agama berlangsung, serta seni budaya lainnya yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat. Budaya petani masyarakat berkaiatan dengan geografi desa tersebut yang terletak dibawah Gunung Batukaru. Tanah pertanian yang luas yang cocok dengan berbagai jenis tanaman keras seperti, kopi dan cengkeh menjadi sumber penghidupan bagai masyarakat. Alam yang bergunung-gunung serta adanya sungai dan berbagai sumber air merupakan karunia Tuhan yang dimanfaatkan menjadi areal persawahan. tata Budaya agraris ditandai oleh adanya subak, pertanian masyarakat yang sudah ada sejak zaman dahulu, hingga kini hidup terus sepanjang zaman, seolah-olah tidak mengalami perubahan. Apa yang dilakaukan oleh nenek moyangnya sejak dahulu, sampai kini masih dilestarikan. Walaupun pengaruh budaya global sudah masuk pada
Jenis tari tersebut tergolong sakral yang hanya dipentaskan pada upacara agama di pura di Desa Pakraman
11

kehidupan masyarakat desa, namun budaya petani masih tampak utuh. Pengaruh budaya luar yang cocok diterima sebagai upaya untuk memperkaya budaya sendiri. Beberapa contoh pengaruh budaya luar yang diterima dalam kehidupan masyarakat antara lain penggunaan bahan-bahan dari luar negeri untuk melengkapi berbagai upacara keagamaan. Kombinasi seni musik, seni suara dan yang sejenis dari luar negeri dan dalam negeri setelah ditata dengan rapi berwujud seni yang menarik. Dengan demikian, budaya masyarakat menerima pengaruh budaya asing, yang diolah menjadi wujud budaya yang menarik. 3).Tata Kehidupan Agama Pelayanan publik di bidang agama dilaksanakan sepenuhnya oleh Desa Pakraman. Pembinaan kerukunan umat beragama dilakukan secara bersama-sama dengan Desa Pakraman.. Tata kehidupan beragama yang tergolong suka dan duka dilayani oleh Desa Pakraman. Tata keagamaan yang tergolong suka yaitu: Upacara Manusa Yadnya, Upacara Rsi Yadnya, Upacara Dewa Yadnya, Upacara Bhuta Yadnya. Sedangkan tata kehidupan agama yang tergolong duka yaitu Upacara Pitra Yadnya atau Upacara Ngaben.12 Secara umum pelayanan publik tata kehidupan agama mencakup lima jenis,yang disebut Panca Yadnya, yaitu; (1) pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya yang diselenggarakan pada beberapa Pura, seperti Pura Bale Agung, Pura Puseh, Pura Dalem, Pura Hyang Aluh, Pura Luhur Batukaru, maupun di masing-masing Pura Keluarga.(2), pelaksanaan Upacara Rsi Yadnya, seperti Upacara Pewintenan Pinandita atau Pemangku maupun Jero Kubayan, pemberian dana punia kepada orang suci atau sulinggih. (3), pelaksanaan Upacara Pitra Yadnya atau Upacara Ngaben yang bertujuan untuk mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke asalnya. (4), pelaksanaan Upacara Manusa Yadnya, seperti Upacara Pawiwahan, Upacara
Rangkuman hasil wawancara dengan Gede Teken, didanpingi Pemangku Pura Luhur Batukaru, tgl. 26 Februari 2006.
12

115 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

116

Pelayanan publik dalam berbagai kegiatan keagamaan Hindu adalah menyediakan sarana peribadatan bersama sama dengan umat.. Sebagai sarana peribadatan yang utama adalah berupa tempat suci secara khusus bagi umat Hindu disebut Pura. Beberapa sarana peribadatan penting yang ada: Pertama, Pura Sad Kahyangan Batukaru yang berlokasi di tengah hutan Batukaru, yang berstatus sebagai pura umum bagi seluruh umat Hindu dari manapun mereka berasal. Kedua, Pura Kahyangan Desa tujuh buah yang berstatus sebagai pura umum. Khusus bagi umat Hindu yang tinggal di wilayah Desa Pakraman. Ketiga, Pura Subak atau juga dikenal dengan nama Pura Bedugul, yang secara khusus bagi petani sawah untuk melakukan pemujaan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewi Sri13. Desa Pakraman merupakan wadah yang memberikan pelayanan bagi warga desa dalam melaksanakan kehidupan keagamaan. Perwujudan kegiatan masyarakat dalam melaksanakan Agama Hindu ditandai adanya tempat-tempat pemujaan bersama, seperti Pura Puseh, Pura Desa, dan Pura Dalem. Tata cara melaksanakan upacara di pura telah dilaksanakan secara turun-temurun sehingga menjadi adat atau tradisi. Tata kerama berkaitan dengan pelaksanaan upacara agama seperti dalam Upacara Panca Yadnya selalu diiringi oleh berbagai jenis kesenian yang tergolong Seni Sakral.14 Oleh karena itu, ada berbagai jenis kesenian sakral yang hanya dipertunjukkan pada saat melaksanakan upacara agama. Adanya berbagai jenis kesenian yang menjadi pelengkap dalam kegiatan upacara agama, maka penyelenggaraan

Mapandes ( upacara potong gigi ). (5), pelaksanaan Upacara Bhuta Yadnya, seperti Upacara Panca Sanak, Upacara Tawur Agung atau Upacara Tawur Kasanga.

upacara tampak semakin semarak, khidmat, dan memberi makna yang dalam bagi warga masyarakat. d. Keberadaan Desa Dinas Desa Dinas pada awal terbentuknya mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan publik, di bidang administrasi yang berkaitan dengan Pemerintah Kolonial. Kewenangan untuk mengatur masyarakat setempat, berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Kolonial. Desa Dinas pada awal terbentuknya oleh Pemerintah Hindia Belanda disebut dengan istilah Inladsche Gemeente yang diatur berdasarkan Inladsche Gemeente Ordonnanti Buitengeweten, sesuai dengan Stb l938 Nomer 49015. Pengertian Desa mengalami perkembangan sesuai dengan situasi dan kondisi Pemerintah. Hal ini terbukti bahwa pengertian kedudukan dan fungsi Desa selalu mengalami perkembangan sampai pada diletakkannya desa sebagai otonomi asli dalam pemerintahan saat ini. Pengertian Desa tidak lagi bisa diartikan suatu perkampungan yang jauh dari kota, yang masyarakatnya sangat tradisional, hidup dari hasil pertanian, atau hidup dari hasil hutan saja. Dari tahun ke tahun pengertian desa itu diberikan definisi sesuai dengan sudut pandang keilmuannya masing-masing. Berdasarkan undang-undang nomer 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa: Desa atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat Hukum, yang memiliki batas-batas wilayah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan (Negara Kesatuan Republik Indonesia).16 1). Struktur Desa Dinas Hasil penelitian menyatakan bahwa Desa Wongaya Gede telah memenuhi persyaratan sesuai dengan teori ciri-ciri
Amarah Muslimin, Op. cit , hal 11 Perhatikan penjelasan umum Undang-Undang Nomer 32 tahun 2994 tentang Pemerintahan Daerah. Bandingkan pula dengan Sutoro Eko, Manifesto Pembaharuan Desa, Persembahan 40 tahun STPMD APMS Yogyakarta, 2005 hal 217
16 15

13

Sumber data dari beberapa informan hasil wawancara tertanggal 24 Juli

2004

Seni Sakral adalah seni khusus dipergunakan untuk mengiringi rangkaian upacara Agama, seni pertunjukkan untuk umum, disebut dengan balih-balihan.

14

117 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

118

pemerintahan lokal, yang dikemukakan oleh para pakar bahwa pemerintahan lokal ( desa ) memiliki: wilayah, penduduk, struktur perangkat desa, aturan dan kewenangan untuk mengatur rumah tangga sendiri serta mempunyai sumber dana sendiri. Mekanisme desa sebagai otonomi daerah kelihatannya seragam untuk wilayah Indonesia karena merupakan warisan pengaturan desa Zaman Orde Baru adanya penyeragaman desa, yang diatur secara sentralistik. Unsur dari otonomi daerah baik Desa Dinas maupun Desa Pakraman Wongaya Gede dapat dilihat perbandingannya sebagai berikut: Tabel 7 Unsur Desa Dinas dan Desa Pakraman
No 1 2 3 4 5 6 Unsur Desa Wilayah Penduduk Kepala Pemerintahan Dasar Hukum Sumber Dana Tempat Ibadah Desa Dinas 9 Banjar 5.150 hektar 3.494 jiwa Kepala Desa UU, PP, Perda APBN, APBD, Swadaya -

Struktur Desa Dinas Dalam Sistem Pmerintahan17


Propinsi Bali

Kabupaten

Kabupaten Tabanan

Kabupaten

Kec. Penebel

Desa W. Gede

Desa Pakraman

Dusun/Banjar

Tempek

Desa Pakraman
4 Banjar 1.268 hektar 1.498 jiwa

Bendesa Pakraman Awig-awig, Perarem


Swadaya Masyarakat

Kahyangan Tiga

Hasil penelitian menemukan perbedaan prinsip unsur Desa Dinas dengan Desa Pakraman , seperti nampak dalam tabel di atas. Unsur kahyangan tiga yang terdapat syarat utama dalam Desa Pakraman , merupakan terbentuknya Desa Pakraman . Sementara tidak ada yang mengisyaratkan tempat ibadah dalam pembentukan desa. Sesuai dengan pengertian desa tersebut dinyatakan bahwa desa berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Kebijakan pemerintah menganut azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Kedudukan Desa Dinas dalam sistem Pemerintahan NKRI ini nampak dalam gambar sebagai berikut
Bagan 1

Berdasarkan bagan struktur Desa Dinas tadi jelaslah bahwa Desa Dinas merupakan struktur Pemerintahan yang paling bawah, yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Desa memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sesuai kondisi dan sosial budaya setempat. Posisi Desa Dinas yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi Daerah. Karena dengan otonomi Desa Dinas yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan otonomi daerah. Landasan pemikiran pengaturan desa ditegaskan bahwa; a) Keanekaragaman, memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan desa akan menghormati sistem nilai yang berlaku dalam adat-istiadat dan Budaya masyarakat setempat, namun tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, b) Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat merasa memiliki dan turut

17

Pemda Tabanan Dalam Angka, 2001.

119 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

120

bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga Desa, c) Otonomi Asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintah desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat didasarkan pada hak asalusul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus di selenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan modern, d) Demokrasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dengan diagregasi melalui Badan Perwakilan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintahan Desa. e) Pemberdayaan Masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan memberdayakan partisipasi masyarakat, menumbuhkan kemandirian,agar tidak ketergantungan masyarakat kepada pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan, bersama sama dengan masyarakat sehingga sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.18 2). Pemerintahan Desa a). Kepala Desa dan Perangkat Desa Pemerintah Desa Dinas Wongaya Gede terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa, juga dikenal dengan istilah perbekel, Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa, dari calon yang memenuhi syarat. Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disyahkan dengan Surat Keputusan oleh Bupati setempat. Masa jabatan Kepala Desa lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Aspirasi masyarakat berdasarkan hasil penelitian, menghendaki masa jabatan Kepala Desa dikembalikan menjadi delapan tahun, dengan
18

pertimbangan program pembangunan dapat dilaksanakan berkelanjutan19. Pemerintah Desa menerima tugas pembentukkan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta Sumber Daya Manusia. Tugas pokok dan Kewajiban Kepala Desa adalah : (a) memberikan pelayanan publik sesuai dengan ketentuan ; (b). memimpin Pemerintah Desa; (c). membina kehidupan masyarakat Desa; (d). membina perekonomian Desa; (e). memelihara ketentuan dan ketertiban masyarakat; (f). mendamaikan perselisihan masyarakat Desa, dan untuk mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa, Kepala Desa dapat dibantu oleh Lembaga Adat Desa, segala perselisihan yang telah didamaikan oleh Kepala Desa bersifat mengikat pihak-pihak berselisih; (g). mewakili desanya di dalam dan diluar Pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.20 Kepala Desa dalam memberikan pelayanan publik serta melaksanakan tugas dan kewajiban, bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa. Hasil pelaksanaan kegiatan rutin dan pembangunan dilaporkan secara berkala ( semesteran dan tahunan) kepada Bupati, dengan tembusan kepada Camat. Dalam menjalankan sistem pemerintahan di desa dan memberikan pelayanan publik, kepala desa dibantu oleh seorang sekretaris desa, yang bertugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik dibidang administrasi pemerintahan desa. Selain itu, kepala desa juga dibantu oleh kepala dusun. Kepala Dusun adalah pimpinan di tingkat

Perhatikan Penjelasan PP No. 76, Tahun 2001

Penjelasan Kepala Desa Dinas Desa Wongaya Gede pada tanggal 18 Februari 2006 20 Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa pada tanggal 18 Februari 2006.

19

121 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

122

dusun yang bertugas untuk melaksanakan dan menyelenggarakan sistem pemerintahan desa di tingkat dusun, sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan desa. Kemudian untuk kelancaran pelaksanaan administrasi desa, maka Kepala Desa dibantu oleh beberapa tenaga administrasi sebagai Kepala Urusan. Pada tingkat desa ada lima Kepala Urusan yaitu: Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Kesra, Kepala Urusan Keuangan, dan Kepala Urusan Umum. Untuk lebih jelasnya Struktur Organisasi Desa dapat dilihat sesuai dengan bagan sebagai beriku: Bagan 2 Struktur Desa Dinas Wongaya Gede
BPD Kepala Desa Sekretaris

Kaur Pembangunan

Kaur Kesra Kelihan Banjar

Kaur Keu angan

Kaur Umum

Kaur Pemerintahan

Sumber data: Monografi Desa Wongaya Gede tahun 2000 b). Badan Perwakilan Desa Perwujudan demokrasi di tingkat desa diadakan Badan Perwakilan Desa yang berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan dalam hal penetapan serta pelaksanaan peraturan Desa. Mengawasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Desa. Keanggotaan Badan Perwakilan Desa, direkrut melalui pemilihan oleh penduduk Desa setempat dari calon calon yang memenuhi persyaratan. Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berarti terbuka

peluang untuk tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga kemasyarakatan sesuai kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat. Seperti Desa Pakraman, Subak, Sekeha-Sekeha. Lembaga-lembaga Kemasyarakatan dimaksud merupakan mitra dari pemerintah Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat c). Keuangan Desa Dinas Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya ditopang oleh sumber pendapatan asli Desa. Sumber keuangan Desa yang digali dari wilayah Desa yang bersangkutan. Sumber dana berasal dari hasil usaha Desa, kekayaan Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotongroyong, dan lain-lain. Pendapatan asli Desa dipungut berdasarkan peraturan Desa, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.21 Disamping sumber dana dari swadaya desa dalam mengatur rumah tangganya sendiri, juga ditopang oleh APBD Kabupaten/Kota, bantuan dari Pemerintah Propinsi atau Pusat yang dipergunakan untuk kegiatan pelaksanaan proyek berupa: (a) Proyek Fisik, diprioritaskan untuk jalan, air bersih dan listrik masuk desa (JALI). Saat ini bantuan pusat yang agak besar jumlahnya adalah bantuan kegiatan untuk pengentasan wajib belajar sembilan tahun, penyelesaian kejar Paket A, B dan C. Pembangunan gedung perkantoran dan sekolah. (b) Proyek Nonfisik, berupa kegiatan pembinaan desa yang meliputi ekonomi, pertanian, sosial budaya, dan agama. (c) Pengadaan sarana dan prasarana penunjang lainnya. Sumber dana dari pemerintah kabupaten dituangkan dalam bentuk DIPA APBD Kabupaten yang diprioritaskan peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kesehatan masyarakat (pengobatan gratis). Subsidi dibidang peternakan
Penjelasan Kepala Desa Dinas Desa Wongaya Gede pada tanggal 18 Februari 2006
21

123 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

124

dengan memberikan kredit lunak ternak. Bantuan operasional sekolah (BOS) untuk Sekolah Dasar. Sebagian dari dana APBN, APBD dan swadaya masyarakat diperuntukkan meningkatkan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan kartu KK, KTP, Surat Keterangan dan Perijinan. Peningkatan kualitas pelayanan publik dimulai dari peningkatan kesejahteraan perangkat desa dan pegawai desa, sesuai dengan kemampuan sumber dana keuangan yang ada.22 d). Partisipasi Masyarakat Penyelenggaraan Pemerintahaan Desa, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas masyarakat. Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan memanfaatkan Sumber Daya dan potensi yang tersedia. Desa mampu mengembangkan dan memberdayakan potensi Desa. Meningkatkan pendapat Desa, menghasilkan masyarakat yang berkemampuan untuk mandiri. Berkenaan dengan itu otonomi daerah telah membuka peluang kepada pemerintahan Desa untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang cukup potensial. Potensi yang dikembangkan melalui pendirian Badan Usaha milik Desa (BUD) dan Koperasi Unit Desa (KUD), melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. Aparat desa memberikan pelayanan publik dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Potensi partisipasi masyarakat sangat besar dalam memajukan kesejahteraan masyarakat melalui gotong-royong. Hal ini sejalan dengan teori pelayanan publik, yang melibatkan partisipasi masyarakat, sesuai dengan pendapatnya Dafis dan Kairudin mengatakan bahwa; partisipasi masyarakat sebagai bentuk keterlibatan langsung oleh masyarakat.23 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat desa Wongaya Gede dapat dikelompokkan menjadi sembilan bentuk partisipasi yakni;

1) partisipasi berdasarkan kesukarelaan, terutama dalam bentuk membantu masyarakat dalam musibah kedukaan, 2) partisipasi berdasarkan keterlibatan langsung, dalam melaksanakan tugas selaku aparat desa maupun Banjar, 3) partisipasi berdasarkan pada keterlibatan dalam pembangunan, melaksanakan berbagai tahap dan proses pembangunan mulai dari segi merencanakan sampai ikut melaksanakan secara langsung, 4) partisipasi berdasarkan kedudukan dalam organisasi, 5) partisipasi berdasarkan intensitas dan frekuensi kegiatan upacara agama, di dorong oleh keyakinan yang tumbuh dari ajaran agama 6) partisipasi berdasarkan ikatan kelompok/tempek yang ada di Banjar, 7) partisipasi berdasarkan tingkat bakat dan kemampuan dalam masyarakat; seperti sekeha gong, pesantian dan lain sebagainya, 8) partisipasi berdasarkan, ikatan kekeluargaan, hubungan kedekatan/kekerabatan, 9) partisipasi berdasarkan pengaruh kharisma dari seorang pemimpin.24 Dari sembilan jenis partisipasi ini jika dirujuk dengan pendapatnya Dafis dan Khaeruddin, maka partisipasi masyarakat desa Wongaya Gede menunjukkan bahwa kesembilan jenis partisipasi tadi, sejalan dengan teori partisipasi, masih sangat relevan untuk dikembangkan dalam peningkatan pelayanan publik oleh Desa Dinas maupun Desa Pakraman. Merujuk teori pelayanan publik oleh Chaterina DeVery, partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik tersebut, merupakan sebagian dari aspek psikhologis pelayanan publik. Aspek psikhologis pelayanan menurut DeVery ada tujuh pola strategi pelayanan yang disebut dengan ...the seven scret of
24 Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa pada tanggal 18 Pebruari 2006. perhatikan pula pendapat Dafis dalam Khaerudiin, dalam bukunya Pembangunan Masyarakat tinjauan Aspek Sosiologis. Ekonomi dan Perencanaan, l992 hal 25

Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa pada tanggal 18 Februari 2006. 23 Dafis dan Khaeruddin, Op. cit. hal 25

22

125 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

126

service succes, salah satu diantaranya adalah empower.25

Pandangan Dafis dan Khaeruddin dikaitkan dengan partisipasi masyarakat Wongaya Gede sejalan dengan teori Chaterina DeVery. Sama sama menekankan pada pemberdayaan masyarakat, untuk menyukseskan pelayanan publik dengan baik.26

wajib (sebagai syarat utama) memiliki Kahyangan Tiga. Hal ini tidak diungkap oleh para pakar local government.

2. Desa Pakraman Berdasarkan landasan teori tentang local government27, yang menyatakan bahwa local government, memiliki wilayah, penduduk, sumber daya, kewenangan untuk mengalokasikan sumber sumber daya. Desa Pakraman sebagai Obyek Penelitian memiliki; (1) palemahan / wilayah tertentu, (2) pawongan / penduduk yang telah ditetapkan sebagai anggota/kerama, (3) parhyangan / Kahyangan Tiga (4) sistem pemerintahan (struktur desa), (5) sumber dana yang berasal dari Pelaba Pura28 dan partisipasi masyarakat dalam bentuk Dana Punia. (6) hukum tertulis dalam bentuk awig-awig sedangkan hukum yang tidak tertulis disebut dengan Perarem.29 Beberapa ciri local government yang dinyatakan Mawhood dibandingkan dengan ciri Desa Pakraman, adalah kelebihan pensyaratan Desa Pakraman memiliki Parhyangan/Kahyangan Tiga. Setiap Desa
25 26

Desa Pakraman merupakan kesatuan masyarakat hukum adat, yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata kerama pergaulan hidup masyarakat bagi umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga, mempunyai wilayah tertentu dan penduduk sebagai anggota/Kerama desa yang beragama Hindu, mempunyai sumber dana sendiri berhak mengurus masyarakat setempat. Pada saat terbentuknya Desa Pakraman tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan pelayanan di bidang Agama, Adat, Budaya, dan gotong royong yang dilandasi filsafat Selunglung sebayan taka sarpanaya. Unsur Desa Pakraman tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Wilayah Desa Pakraman Wilayah Desa Pakraman Wongaya Gede, merupakan salah satu Desa Pakraman yang ada di wilayah Desa Dinas. Desa Dinas Wongaya Gede mliputii enam wilayah Desa Pakraman yakni: Wongaya Gede, Batu Kambing, Bengkel, Keloncing, Sandan, dan Amplas, hal ini dapat dilihat pada gambar beriku: Gambar 4 Wilayah Desa Pakraman Dalam Desa Dinas Wongaya Gede30

oleh Philip salah satu kewajiban

Pakraman

Chaterina, DeVery. Op, cit, hal 8 Merujuk pada pendapatnya Dafis dan Khaeruddin dan Chatarine. DeVery, tentang pelayanan public, dikaitkan dengan kondisi alamiah di Desa Wongaya Gede. Kabupaten Tabanan. 27 Merujuk pendapatnya Phillif Mahwood, Bhenyamin Hoessein, dan SS Meenakshisundaram, Decentralization and Local Politices, yang menyatakan cirri cirri pemerintahan local, memiliki wilayah, penduduk, dasar hokum, kewenangan dan sumber daya yang memadai. 28 Pelabe pura adalah tanah milik Desa Pakraman, hasilnya dipergunakian untuk kepentingan Agama, sejenis dengan tanah bengkok di Jawa. 29 Kayangan Tiga, merupakan salah satu sarat berdirinya Desa Pakraman, setiap Desa Pakraman di Bali wajib memiliki Kayangan Tiga. Kayangan Tiga adalah tempat suci (Pura) tiga jenis Pura sebagai tempat pemujaan Tuhan dalam berbagai manifestasinya. Khusus di Desa Pakraman Wongaya Gede, memiliki dua Pura Puseh, yang menjadi tanggung jawab pengempon masing-masing,

30 Sumber data: Hasil pengamatan langsung di lokasi. Serta hasil wawancara dengan tokoh-tokoh Adat, Agama, Masyarakat, serta Prajuru dan Prangkat Desa.

127 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

128

DESA PAKRAMAN Wongaya Gede


1) Wongaya Gede

6 5 4 3

2) Batu Kambing

3) Bengkel

4) Keloncing

Keloncing Bengkel Batu Kambing Amplas Sandan

BANJAR 1. Wongaya Kaja 2. Wongaya Kelod 3. Wongaya Kangin 4. Wongaya Bendul Keloncing Bengkel Batu Kambing Amplas Sandan

KETERANGAN Banjar Dinas dan Pakraman berimpit

5) Sandan

6) Amplas

Gambar tersebut menunjukkan bahwa Desa Pakraman Wongaya Gede daerahnya yang paling luas meliputi empat Banjar ( Wongaya Kaja, Wongaya Kelod, Wongaya Kangin, Wongaya Bendul ). Lima Desa Pakraman lainnya hanya meliputi satu Banjar. Wilayan Banjar Desa Pakraman dan Banjar Desa Dinas berimpit. Nama lima Desa Pakraman dengan lima Banjar sama, karena lima Desa Pakraman tersebut hanya memiliki wilayah satu banjar saja. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 8 Struktur Wilayah Desa Wongaya Gede

Banjar Dinas dan Pakraman berimpit Banjar Dinas dan Pakraman berimpit Banjar Dinas dan Pakraman berimpit Banjar Dinas dan Pakraman berimpit Banjar Dinas dan Pakraman berimpit

ber data: Monografi Desa Wongaya Gede tahun 2000

Ssum

Wilayah Desa Pakraman tata ruangnya diatur berdasarkan tata nilai filsafat Agama Hindu yang disebut Tri Mandala;31 ( Utama Mandala, Madya Mandala, Kanistha Mandala ). Masing-masing Mandala tata ruangnya dipergunakan sesuai dengan tatanan yang terdapat dalam awig-awig sebagai berikut; 1) Utama Mandala. Utama Mandala hanya dipergunakan sebagai tempat suci atau wilayah Kekeran32 pada wilayah ini didirikan untuk Pura; Pura Luhur Batukaru, merupakan Pura Khayangan Jagat tempat persembahyangan bagi seluruh umat Hindu, tidak terbatas oleh Umat Hindu dilingkungan Pura saja, tetapi terbuka untuk seluruh
31 Tata ruang Tri Mandala, merupakan nilai filsapat dalam masyarakat Hindu, di samping itu juga dilandasi oleh filsafat Tri Hita Karana, Parhyangan, Pawongan, Palemahan. Tatanan Utama Mandala diperuntukkan wilayah Parhyangan, Madya Mandala dalam konsep Tri Hita Karana disebut dengan tempat tinggal masyarakat. 32 Wilayah Kekeran adalah wilayah yang disakralkan oleh umat Hindu dan diyakini sebagai tempat yang dikeramatkan.

129 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

130

umat Hindu yang berkeinginan untuk bersembahyang di Pura tersebut. Pura yang khusus untuk masyarakat setempat, adalah pura: a) Pura Puseh, merupakan tempat sembahyang bagi umat Hindu setempat, untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu (Dewa pemelihara alam semesta) b) Pura Desa/Bale Agung, merupakan tempat sembahyang bagi umat hindu setempat, untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma (Dewa pencipta alam semesta) c) Pura Dalem, merupakan tempat sembahyang bagi umat hindu setempat, untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa (Dewa pemralina alam semesta) d) Pura Swagina atau Pura yang mempunyai fungsi tertentu seperti, Pura Ulunswi sebagai tempat sembahyang para petani (subak), Pura Melanting untuk para pedagang, Pura Dadya sebagai tempat persembahyangan keluarga tertentu. e) Merajan dan Sanggah merupakan tempat sembahyang bagi keluarga/rumah tangga masing-masing33. Dari hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan tokoh agama setempat utama mandala ini khusus dipergunakan sebagai tempat sembahyang bagi umat Hindu. Dari enam jenis pura tadi dapat diklasifikasikan menjadi; a) Pura Kahyangan Jagat, b) Pura Kahyangan Tiga, c) Pura Swagina, d) Pura Keluarga dalam bentuk merajan/sanggah. Berdasarkan awig-awig Desa Pakraman menyebutkan bahwa untuk menjaga kesucian Utama Mandala serta tempat suci, ada beberapa ketentuan sebagai berikut: 1) yang diperkenankan masuk ke Pura adalah mereka yang hendak sembahyang atau petugas yang telah ditentukan, 2) dilarang masuk ke pura bagi mereka: wanita dalam keadaan datang bulan, yang melahirkan sampai bayinya berumur empat puluh
Hasil wawancara dengan tokoh-tokoh agama, adat dan masyarakat pada tanggal 16 Januari 2006.
33

2) Madya Mandala madya mandala adalah tempat yang Wilayah dipergunakan sebagai tempat tinggal penduduk. Madya Mandala menjadi wilayah pemukiman bagi anggota masyarakat yang disebut dengan Kerama Desa. Disamping sebagai tempat pemukiman juga diperuntukkan sebagai fasilitas umum (pasum) dan fasilitas sosial (pasos). Fasilitas umum di Desa Wongaya Gede dipergunakan untuk lapangan olah raga, jalan, saluran air, parkir, dan pasar. Sedangkan fasilitas sosial untuk Balai Banjar, Balai Kesehatan (Poliklinik), sarana pendidikan (TK dan SD). 3). Kanistha Mandala Kanistha Mandala dipergunakan untuk kuburan, wilayah pertanian (subak), perkebunan, perikanan, agrowisata, semua jenis kegiatan perekonomian tata ruangnya menggunakan wilayah Kanistha Mandala. Pengaturan tata ruang Desa Pakraman yang dilandasi dengan konsep Tri Mandala tercermin pula pengaturan tata ruang rumah tangga. Setiap pekarangan dalam rumah tangga tercermin pula adanya Utama Mandala (tempat Sanggah), Madya Mandala (rumah), Kanistha Mandala (WC/halaman rumah) hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

dua hari, 3) bagi mereka yang mempunyai keluarga dekat meninggal. Ketentuan yang lain juga dijelaskan bahwa untuk menjaga kesucian Utama Mandala tersebut tidak diperkenankan binatang peliharaan berupa sapi dan babi masuk ke Pura. Bagi umat yang ada dilingkungan Utama Mandala tidak diperkenankan berkata-kata kotor seperti memfitnah, mencaci maki, berkelahi serta perbuatan yang tidak menyenangkan orang lain34.

Dirangkum berdasarkan dari informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan prajuru Desa Pakraman tanggal 16 Januari 2006

34

131 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

132

Tabel 9 Unsur Tri Hita Karana dalam Desa Pakraman dan Rumah Tangga
N o 1. 2. 3.

sebagai anggota Kerama dengan pensyaratan yang telah ditentukan dalam awig-awig dan perarem; 4) penduduk yang berada diluar wilayah Desa Pakraman masih dimungkinkan menjadi anggota apabila yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk menjadi anggota dan sanggup menaati ketentuan yang telah ditetapkan dalam awig-awig setempat. Berdasarkan ketentuan tentang krama/anggota yang telah ditetapkan tersebut di atas masih dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yakni: a) Kerama Pengarep, adalah anggota yang masih ada ikatan suami istri serta bertempat tinggal di wilayah desa tersebut. Mempunyai hak dan kewajiban penuh untuk mendapatkan pelayanan publik dari Desa Pakraman, b) Kerama Penyada, adalah kerama Pengarep yang mempunyai anak telah kawin, sehingga tugas pokok orang tuanya digantikan oleh anak. Kerama Penyada tersebut tidak lagi mendapat beban untuk peturunan/iuran maupun kerja bakti. Mereka bebas dari kewajiban tetapi masih mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan. c) Kerama Balu, adalah kerama yang putus ikatan perkawinan akibat dari perceraian atau salah satu suami/istrinya meninggal. Kerama Balu ini mempunyai kewajiban setengah dari Kerama Ngarep tetapi mempunyai hak penuh untuk mendapatkan pelayanan publik35.

Unsur Tri Hita Karana Parhyangan Pawongan Palemahan

Desa Pakraman
Pura Anggota/Kera Desa Wilayah Desa ma

Rumah Tangga

Sanggah/Merajan
Anggota Keluarga Tanah Perumahan

Sumber: monografi Desa Wongaya Gede tahun 2000 Berdasarkan tabel tersebut tercermin bahwa tata ruang pekarangan rumah tangga mempunyai unsur yang sama, diatur berdasarkan konsep Tri

Desa Pakraman dan tata ruang Mandala.

Ditinjau dari segi luas wilayah Desa Pakraman di Kabupaten Tabanan, tidak ada yang sama, ada satu Desa Pakraman wilayahnya berimpit (sama persis) dengan wilayah Desa Dinas. Ada pula satu Desa Pakraman mewilayahi beberapa Desa Dinas, tipe ini umumnya ada di Ibu Kota Kabupaten/Propinsi. Sebaliknya satu desa Dinas wilayahnya meliputi beberapa Desa Pakraman hal ini telah diuraikan pada awal karakteristik desa. b. Kerama / Penduduk Berdasarkan awig-awig dan Perarem Desa Pakraman Wongaya Gede ditetapkan bahwa yang dinyatakan sebagai kerama atau penduduk Desa Pakraman sebagai berikut: 1) setiap penduduk yang berdomisili di wilayah Desa Pakraman wajib menjadi kerama/anggota selambat-lambatnya enam bulan setelah bertempat tinggal di desa tersebut; 2) bagi anggota keluarga yang telah melaksanakan perkawinan, selambat-lambatnya enam bulah setelah upacara perkawinan tersebut wajib menjadi kerama/anggota Desa Pakraman;

3) anggota Desa Pakraman yang karena tugas pokoknya (mata

Kerama Desa Pakraman berkewajiban untuk mengeluarkan biaya (pepeson) dan ngayah, juga memiliki kewajiban untuk menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku di Desa Pakraman seperti: taat pada awig-awig dan perarem, serta wajib dalam mewujudkan Desa Pakraman yang aman dan tentram. Secara garis besarnya kewajiban Kerama Desa Pakraman meliputi: Kewajiban melaksanakan ayahan desa seperti kerja bakti memperbaiki bangunan Pura milik Desa Pakraman, menyelenggarakan upacara Panca Yadnya dan
Hasil wawancara dengan tokoh-tokoh agama, adat dan masyarakat pada tanggal 16 Januari 2006.
35

pencaharian) ada dirantau masih tetap mempunyai ikatan

133 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

134

memelihara bangunan-bangunan untuk kepentingan desa. Kewajiban untuk menaati peraturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi Desa Pakraman antara lain: menaati awigawig baik tertulis maupun tidak tertulis, menaati paswara dan sima yang telah berlaku. Selain itu warga Desa Pakraman berkewajiban menjaga keamanan dan ketentraman bersama. Kewajiban tersebut dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tanpa adanya unsur paksaan. Sebagai warga desa yang baik senantiasa memperhatikan kewajibankewajiban tersebut serta selalu taat pada ketentuan-ketentuan yang berlaku di desa setempat. Kerama desa di samping memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan, juga berhak dalam hal sebagai berikut: a). Hak dalam organisasi meliputi: 1). berhak untuk memilih Kepala Desa Adat; 2). ikut serta dalam sangkepan (rapat) desa adat; 3). ikut serta dalam pemerintahan desa adat bersama lainnya; dengan prajuru 4). berhak dipilih sebagai prajuru desa adat. b). Hak dalam menyelenggarakan upacara yang meliputi: 1) berhak untuk mendapatkan pelayanan dalam rangka menyelesaikan upacara Panca Yadnya yang mereka adakan; 2) berhak mendapat pelayanan pinandita untuk mengantarkan yadnya yang mereka selenggarakan, sebab Pendeta itu adalah milik desa adat; 3) berhak memakai kuburan milik desa apabila anggota kerama desa adat ditimpa musibah kematian; Sesuai dengan pernyataan di atas, maka sebagai warga yang syah, sudah tentu dapat menuntut haknya baik dalam bidang keorganisasian maupun dalam bidang upacara Yadnya. Hak dalam bidang keorganisasian berupa: keikut sertaan dalam hal pemberian suara untuk memilih Bendesa Adat, dapat menggunakan hak bicara untuk menyampaikan aspirasinya dalam kegiatan sangkepan, dan dapat pula menggunakan hak pilih dan dipilihnya sebagai wujud nyata dari pengalaman kehidupan masyarakat adat yang demokratis.

Sedangkan dalam hal penyelenggaraan upacara Yadnya, kerama desa adat berhak untuk mendapatkan pelayanan, menggunakan pendeta untuk menghantarkan Yadnya, kuburan, karena merupakan milik bersama (Desa Pakraman) c. Struktur Desa Pakraman

Desa Pakraman dalam strukturnya mempunyai pucuk pimpinan yang disebut dengan Bendesa, sering pula disebut dengan Kelihan Desa. Istilah Bendesa berasal dari dua kata Banda dan Desa. Banda artinya tali pengikat, Desa artinya anggota/kerama desa. Maka Bendesa dipandang sebagai pengikat, simbul persatuan dari seluruh warga desa yang diharapkan dapat mempersatukan rasa kekeluargaan baik dalam keadaan suka maupun duka.36
Istilah Kelihan berasal dari kata Kelih yang berarti tua. Dan atau lebih tua, oleh karena demikian Kelihan Desa diartikan sebagai orang yang dituakan atau ketua dari Desa Pakraman37. Kedua istilah ini masih tumbuh dimasyarakat, tetapi dalam awig-awig Desa Pakraman Wongaya Gede disebut Bendesa38 dengan demikian berarti mereka yang dituakan oleh

desa serta dijadikan panutan dalam tata kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pengertian ini menyebabkan kerama desa pada waktu memilih pimpinan (Bendesa) berusaha untuk memilih warga desa yang disegani karena kepribadian, tingkah laku, dan sikap yang menyebabkan patut dijadikan teladan atau panutan oleh desa. Disamping syarat tersebut, diperhatikan juga faktor lain seperti kecakapan dalam bidang agama, adat, dan budaya, terutama yang berkaitan dengan upacara keagamaan. Berdasarkan ketentuan pokok Awig-Awig Desa Pakraman Bab II Pasal 11 dinyatakan bahwa Struktur kepengurusan Desa
Surpha, I Wayan, Op. cit, hal 12 Hasil wawancara dengan tokoh-tokoh agama, adat dan masyarakat pada tanggal 16 Januari 2006. 38 Awig-awig Desa Wongaya Gede
37
36

135 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

136

disebut dengan Prajuru Desa atau Dulun Desa. Dalam Awigawig dinyatakan bahwa Prajuru Desa yang terdiri atas Bendesa Adat, Wakil Bendesa Adat (Penyade), Sekretaris atau Juru Surat (Panyarikan), Bendahara (Petengen), Juru Arah (Kasinoman). Desa Wongaya Gede terdiri dari beberapa Banjar, dan Banjar terdiri dari beberapa Kelompok / tempekan, masingmasing mempunyai pemimpin. Banjar dipimpin oleh Kelihan Banjar, sedangkan kelompok/tempek dipimpin oleh Ketua Kelompok/Tempek. Sesuai dengan ketentuan dalam Awig-Awig Desa Pakraman bahwa susunan pengurus yang aktif dalam secara umum telah kepengurusan Desa Pakraman disosialisasikan dan dikenal oleh warga masyarakat. Semua Prajuru atau Dulun susunan pengurus tersebut, disebut Desa.39 Desa Pakraman meliputi empat wilayah Banjar Adat, yakni : pertama, Banjar Adat Wongaya Kaja, kedua, Banjar Adat Wongaya Kelod, ketiga, Banjar Adat Wongaya Bendul, keempat, Banjar Adat Wongaya Kangin . Struktur Desa Pakraman sebagai tertuang dalam bagan sebagai berikut;

Penyarik

Petangen

Kesiman

Kelihan Banjar

Tempek

Bagan 3 Struktur Desa Pakraman (Prajuru dan Dulun Desa)


Dulun Desa Bendesa Adat Pemangku

Penyade

Berdasarkan awig-awig Desa Pakraman Wongaya Gede Bab II Pasal 12 menyataka bahwa masing-masing Prajuru Desa (Pengurus Desa) mempunyai tugas pokok dan kewajiban : (1) Menjalankan anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (awig-awig), sesuai dengan keputusan rapat (Pararem) (2) memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tata keagamaan, tata kemasyarakatan dan sosial budaya, (3) menyelesaikan perselisihan diantara anggota masyarakat berdasarkan tatakrama Desa Pakraman yang telah ditetapkan dalam awig-awig, (4) bertindak atas nama Desa baik ke luar maupun ke dalam40. Tugas pokok dan fungsi itu wajib dimusywarahkan dengan Prajuru Desa, Dulun Desa bila ada suatu masalah yang lebih besar hendaknya diselesaikan melalui musyawarah desa. Dalam melaksanakan tugas tersebut Bendesa adat dibantu oleh penyade (wakil), Penyarikan (Sekretaris), Petengen (bendahara), Kesinoman yang bertugas untuk menyampaikan perintah Prajuru desa kepada masyarakat41. Bendesa adat dalam melaksanakan tugas pelayanan dibidang agama mempunyai kewajiban untuk berkoordinasi dengan Pemangku desa (pemimpin upacara agama). Sedangkan dalam mengambil kebijakan yang mengikat
40
41

39 Penjelasan Prajuru Desa, Kepala Desa Dinas, tokoh-tokoh masyarakat, Adat, perhatikan Surpha I Wayan, Eksistensi Desa Pakraman dan Desa Dinas di Bali, 2004, hal 13

Awig-Awig Desa Pakraman Desa Wongaya Gede, Bab II pasal 14

Awig-Awig Desa Pakraman Desa Wongaya Gede, Bab II pasal 12-13

137 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

138

d. Awig-awig Desa Pakraman

masyarakat wajib minta pertimbangan kepada Dulun desa (penasehat) yang keanggotaannya terdiri dari : Sesepuh desa, Tokoh agama, Tokoh masyarakat, Kepala Desa Dinas, mantan Prajuru desa yang telah ditetapkan sebagai Dulun Desa. Bendesa Adat Wongaya Gede memiliki tugas utama untuk memberikan pelayanan. Pembinaan tentang adatistiadat dan agama Hindu kepada seluruh warga masyarakat Desa Pakraman Wongaya Gede. Sedangkan para Kelihan Banjar masing-masing memiliki tugas untuk memberikan pelayanan dan pembinaan kepada setiap warga Banjar masing-masing yang menjadi wilayah kerja dan binaannya.

yang pasti, antara nilai-nilai Adat dan Budaya yang hidup dalam masyarakat, dan peraturan perundang undangan yang berlaku43.

Gambar 5 Sumber Penyusunan Awig - Awig


WEDA PARHYANGAN PAWONGAN

dalam menyelenggarakan pemerintahan dapat menetapkan aturan aturan sendiri berupa awig awig dalam bentuk hukum adat. Penyusunan awig awig desa bersumber dari falsafah Tri Hita Karana, yaitu mengatur keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, dan keharmonisan hubungan anatara manusia dengan alam. Setiap Desa Pakraman dapat membuat awig-awig yang disahkan oleh Desa Pakraman. Pengesahan Awig-awig melalui paruman Desa Pakraman sebagai ketentuan peraturan yang bersifat tertulis, dalam mengatur dan menata berbagai aspek kehidupan kerama desa adat (Desa Pakraman) dalam rangka mewujudkan sukerta tata agama, sukerta tata palemahan, dan sukerta tata pawongan.42 Desa Pakraman berbeda beda, Awig-awig menunjukkan ciri khas dari Desa Pakraman masing masing. Makna yang menunjukkan kebersamaan awig-awig Desa di Bali, setiap awig awig mengandung prinsip prinsip Tri Hita Karana, tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, Undang Undang Dasar l945, dan Kitab Suci Agama Hindu ( Weda ). Penyusunan awig-awig berdasarkan sumber acuan
42

Desa

Pakraman

DESA PAKRAMAN
PANCASILA ADAT DAN BUDAYA PALEMAHAN

Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh kerama Desa Pakraman dan atau kerama Banjar Pakraman . Awig awig dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita situasi dan kondisi masyarakat Karana sesuai dengan setempat (desa mawacara). 44 Secara etimologis istilah awigawig berasal dari kata wig yang artinya rusak atau hancur. Akar kata wig mendapat awalan a menjadi kata awig yang artinya tidak rusak. Awig-awig adalah suatu kata ulang
yang sifatnya mengeraskan arti, dengan demikian arti kata awig-awig adalah sesuatu yang menyebabkan tidak rusak.

Dirangkum berdasarkan penjelasan, Prajuru Desa Pakraman, didampingi oleh Para Pemangku, pada tanggal 20 Januari 2006

43 Sirtha, I Nyoman, 2007, Desa Pakraman, Fakultas Hukum Universitas Udayanan Denpasar, hal 8 44 Desa mawacara adalah istilah dalam bahasa Bali yang bermakna setiap daerah mempunyai tatanan tradisi masing-masing (Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya), lebih dikenal lagi Desa, Kala, Patra.

139 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

140

Awig-awig menjadi faktor pendukung utama dari kedudukan Desa Pakraman sebagai persekutuan hukum. Pembentukan aturan-aturan hukumnya sendiri tunduk pada aturan-aturan hukum yang dibuatnya itu. Aturan-aturan yang dibuatnya itu menyangkut patokan-patokan yang memelihara ketertiban di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang terus-menerus mengalami perubahan. Awig-awig merupakan perwujudan dari otonomi asli Desa Pakraman. Desa berhak membuat peraturan sendiri, berhak mengatur masyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan asal usul desa tersebut. Awigawig memuat patokanpatokan yang mengatur masyarakat setempat bertujuan memelihara ketertiban, keamanan, ketentraman masyarakat serta mengembalikan keseimbangan yang terganggu agar tidak rusak (awig). Awig-awig desa merupakan alat kontrol, karena di dalamnya memuat aturan-aturan yang berisikan; petunjuk, larangan dan sanksi-sanksi. Berdasarkan aturan tersebut, sehingga dapat mengurangi adanya penyimpanganpenyimpangan terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan berlaku oleh desa adat setempat.45 Mengingat awig-awig memiliki peranan yang penting, dijaga untuk melestarikan desa adat, maka awig-awig sehingga nantinya awig-awig tersebut dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Hal ini dilakukan dengan menulis awig-awig di atas daun lontar yang aslinya disimpan di Pura Desa/Bale Agung, disertai segala upacara. Kemudian salinannya telah dimiliki oleh setiap kerama desa dalam bentuk tercetak. Karena itu, pokok-pokok isi saja yang dituliskan di awig-awig, sedangkan pengkhususannya yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan menurut situasi, dirumuskan pada catatan-catatan musyawarah sebagai penunjang dan pelengkap awig-awig46

Kegiatan Desa dalam memberikan pelayanan diatur dalam awig awig, masyarakat dalam kegiatan kesehariannya, terutama dalam bidang Agama, sosial budaya, pollitik dan ekonomi, dijiwai oleh nilai nilai dasar yang tertuang dalam awig awig. Hal ini dapat dituangkan dalam bagan sebagai berikut: Bagan 4 PENGATURAN KEGIATAN DESA
AGAMA

SOSIAL

AWIG-AWIG

EKONOMI

POLITIK

e. Keuangan Sumber dana Desa Pakraman ada lima sumber pokok yakni; a) hasil Pelaba Pura47, b) dari anggota berupa iuran wajib, dana punia (bantuan sukarela), c) sarin canang48 pada saat upacara persembahyangan Purnama dan Tilem serta upacara pada saat piodalan, d) dana punia yang tak mengikat dari para donatur, e) bantuan dari pemerintah baik dari APBN maupun APBD yang sifatnya berupa insentif dalam pembangunan. Dana yang terkumpul dihimpun oleh

Rangkuman wawancara Tokoh Masyarakat, Adat, Agama dan Prajuru Desa Pakraman Wongaya Gede tanggal 16 Januari 2006 46 Rangkuman wawancara Tokoh Masyarakat, Adat, Agama dan Prajuru Desa Pakraman Wongaya Gede tanggal 16 Januari 2006

45

47 Pelaba Pura adalah Tanah persawahan maupun perkebunan milik Desa Adat, Desa Pakraman yang diwarisi secara turun-temurun hasilnya khusus untuk kepentingan Pura. 48 Sarin Canag adalah uang persembahan dengan ketulusan hati diletakkan pada sesajen setelah upacara selesai diserahkan kepada desa.

141 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

142

bendahara/petengen, penggunaannya ditetapkan dalam rapat desa dalam bentuk anggaran belanja rutin dan pembangunan dengan perincian sebagai berikut: 1) Biaya Rutin - Untuk membiayai pembuatan sesajen Purnama dan Tilem maupun upacara piodalan di Pura Khayangan Tiga dan Pura-pura lainnya - Dana punia untuk pemangku sebagai imbalan tugas rutin menyiapkan upacara dan memimpin persembahyangan - Pembelian sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kebutuhan rutin (listrik, air, dupa dan lain-lain) 2) Biaya Pembangunan - Untuk renovasi bangunan pura, balai Banjar, Pasos dan pasum - Pengadaan sarana dan prasarana untuk pembangunan. - Bakti sosial / pengabdian kepada masyarakat secara berkala. Penggunaan dana tersebut dipertanggung jawabkan pada saat Desa secara terbuka sebagai wujud sangkep / rapat akuntabilitas kepada masyarakat49 f. Kahyangan Tiga Setiap desa adat di Bali memiliki Pura Kahyangan Tiga 50 Tempat ibadah untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Pencipta (Utpeti), Pemelihara (Stiti), dan Pelebur (Pralina). Pura Kahyangan Tiga adalah Pura Desa/Pura Bale Agung, merupakan tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya (Brahma) sebagai Maha Pencipta. Pura Puseh/Pura segara merupakan tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai (Dewa Wisnu), Maha Pemelihara. Pura Dalem merupakan tempat
49 Rangkuman wawancara Tokoh Masyarakat, Adat, Agama dan Prajuru Desa Pakraman Wongaya Gede tanggal 16 Januari 2006 50 Kahyangan Tiga adalah tiga jenis Pura yakni Pura Puseh, Pura Desa dan Pura Dalem

memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Maha Pelebur yang dikenal sebagai Dewa Siwa. Pura Kahyangan Tiga di samping berfungsi sebagai tempat pemujaan atau penyungsungan dari seluruh warga Desa Pakraman. Pura Kahyangan Tiga juga berfungsi sebagai alat pengikat dan menyatukan warga Desa Pakraman bersangkutan dalam ikatan kemasyarakatan. Berdasarkan kenyataan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Pura Kahyangan Tiga memiliki dwi fungsi, karena di samping sebagai tempat pemujaan juga berfungsi sebagai alat pengikat mempersatukan warganya dalam wilayah Desa Pakraman. Terikatnya warga desa dilandasi pula oleh adanya keyakinan bahwa Sang Hyang Widhi Wasa merupakan asal dan kembalinya semua mahkluk yang disebut dengan istilah Sang Hyang Sangkan Paran. Umat Hindu atau warga Desa Pakraman dalam hal ini memiliki keyakinan akan adanya suatu proses yang bersifat kekal yakni adanya kelahiran (utpeti), kehidupan (sthiti), dan kematian (pralina). Adanya keyakinan-keyakinan terhadap proses yang kekal tersebut akan dapat mempertebal keyakinan umat Hindu terhadap kekuatan Ida Sang Hyang Widhi sebagai pengatur dan penentu adanya kelahiran, kehidupan, dan kematian. Keyakinan-keyakinan tersebut, setidaknya dapat dianggap sebagai alat pengikat warga masyarakat (umat Hindu) yang dilandasi oleh kesamaan ikatan moral dan keyakinan untuk senantiasa dekat dengan Sang Hyang Widhi melalui pemujaan/sembahyang di Pura Kahyangan Tiga tersebut. Akibat adanya keterikatan secara spiritual dapat menimbulkan kewajiban-kewajiban secara riil yang dilakukan oleh desa. Kewajiban untuk menjaga kelestarian Pura, mengeluarkan biaya (pepeson) untuk kepentingan upacara di Pura Kahyangan Tiga.51 Berdasarkan hasil penelitian, perbedaan prinsip ciri dari local government seperti yang diutarakan oleh para pakar,
51

Surpha I Wayan, Op. cit, hal 27

143 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

144

dengan ciri Desa Pakraman, bahwa dalam local government tidak ada pensyaratan tempat ibadah. Sedangkan di Desa Pakraman, Kayangan Tiga merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh desa tersebut. 3. Hubungan Fungsional Desa Pakraman dan Desa Dinas Hubungan antara Desa Pakraman dengan Desa Dinas secara terinci tidak diatur dalam Perda Nomor 06 tahun 1987, maupun dalam Undang-Undang Nomer: 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Peraturan Daerah Nomer 3 Tahun 2001 pasal 13, disebutkan bahwa: hubungan kerja antara Prajuru Desa Pakraman dengan Kepala Desa/ Perbekel/Kepala Kelurahan adalah bersifat konsultatif dan koordinatif. Konsultasi dan koordinasi hubungan kerja kedua desa atau prajuru itu tidak dijabarkan secara jelas. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pendapat tokoh masyarakat menjelaskan bahwa hubungan konsultasi dan koordinasi dari kedua perangkat desa tersebut, sangat menentukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan, baik pembangunan sosial keagamaan, maupun pembangunan bidang ekonomi52. Pola hubungan demikian bukanlah suatu pola hubungan yang bersifat hirarkhis, namun lebih bersifat konsultatif dan koordinatif. Kedua tipe desa tersebut sesungguhnya berbeda baik dari segi historis, maupun tugas pokok dan fungsinya. Perbedaan yang dimaksud terutama Desa Pakraman merupakan institusi otonom yang lahir dan berkembang dari masyarakat, Desa Dinas dibentuk oleh pemerintah. Pada mulanya tugas pokok dan fungsinya, memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang adat, budaya dan keagamaan, kemudian pelayanan berkembang di bidang lainnya seperti keamanan, sosial, ekonomi, dan pembangunan.
Rangkuman wawancara Tokoh Masyarakat, Adat, Agama dan Prajuru Desa Pakraman Wongaya Gede tanggal 16 Januari 2006
52

Pasang surut sistem pemerintahan, juga berpengaruh pada hubungan fungsional dan sistem pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas. Zaman Orde Baru pengaturan sistem pemerintahan cendrung sentralistik, dimana Desa Pakraman terpinggirkan. Desa Pakraman dimanfaatkan oleh Desa Dinas untuk melaksanakan program pemerintah melalui jalur bahasa adat, budaya dan agama. Pembangunan melalui jalur bahasa Agama, Adat dan budaya dirasa sangat ampuh. Hal ini dapat dibuktikan keberhasilan Keluarga Berencana di Bali melalui sistem Banjar. Pengentasan buta aksara dan angka dapat dilaksanakan dengan baik, juga melalui sistem Banjar. Perkembangan pelayanan oleh Desa Pakraman, pada mulanya Desa Pakraman dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyukseskan Pembangunan Nasional. Pembangunan ditopang oleh berbagai lapisan masyarakat, dan melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi..

Desa Dinas adalah desa yang dibentuk dan berkembang atas inisiatif pemerintah. Desa Dinas pada awalnya memberikan pelayanan di bidang administrasi pemerintahan, melanjutkan program pemerintah, mendapatkan pelimpahan wewenang untuk mengurus masyarakat setempat, semua jenis pelayanan publik dilaksanakan juga oleh Desa Dinas. Pemberian pelayanan oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman, karena masyarakat yang dilayani sama, maka dalam pelayanan, kemudian beriringan, dan akhirnya bisa terjadi saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Hubungan konsultatif dan koordinatif dibutuhkan dalam menjaga keharmonisan di masyarakat. Pola hubungan Desa Pakraman dan Desa Dinas dapat disajikan dalam bagan berikut:
Bagan 5.

145 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

146

Hubungan Struktural dan Fungsional antara Desa Dinas-Desa Pakraman dan Dusun/Banjar dengan Pola Satu Desa Dinas Mencakup Beberapa Desa Pakraman53
DESA DINAS WONGAYA GEDE

Desa Pakraman
Kloncing

Batu Kambing

Desa Pakraman

Desa Pakraman
Bengkel

Desa Pakraman
Amplas

Desa Pakraman
Sandan

KLoncing

Banjar

B Kambing

Banjar

Bengkel

Banjar

Amplas

Banjar

Sandan

Banjar

Desa Pakraman Wongaya Gede

Banjar W. Kaja

Banjar W. Kelod

Banjar W. Kangin

Banjar W. Bandul

Keterangan:

Desa Pakraman Wongaya Gede mewilayahi empat Banjar yakni,1. Banjar Wongaya Kaja, 2. Wongaya Kelod, 3. Wongaya Kangin, 4. Wongaya Bendul Desa Pakraman merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Desa Pakraman sebagai wadah bagi warga desa untuk melaksanaan berbagai kegiatan yang bersifat sosial religius. Segala kegiatan warga desa tercermin dalam berbagai
53

bentuk upacara keagamaan yang dilakukan secara bersamasama. Fungsi Desa Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yaitu: a) membantu Pemerintah dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang terutama dibidang keagamaan, kebudayaan,dan kemasyarakatan; b) melaksanakan hukum adat dan adat-istiadat dalam Desa Pakraman; c) memberikan kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial keperdataan dan keagamaan; d) membina dan mengembangkan nilai-nilai adat setempat dalam rangka memperkaya, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan Bali pada khususnya. Berdasarkan parasparos salunglung sabayantaka54/musyawarah untuk mufakat; e) menjaga, memelihara dan memaanfaatkan kekayaan Desa untuk kesejahteraan masyarakat Desa Pakraman55. Seperti yang telah dijelaskan tadi, bahwa Desa Pakraman berkewajiban membantu pemerintah, dalam rangka lelancaran pembangunan di segala bidang, seperti tertera dalam point (a) di atas, maka Desa Pakraman mempunyai kewajiban pula membantu Desa Dinas ( sebagai unsur pemerintah yang paling bawah ). Desa Dinas dalam melaksanakan rugasnya , Desa Pakraman dalam memajukan memanfaatkan potensi pembangunan di desa. Hubungan konsultatif dan koordinatif kedua desa tersebut, menurut pandangan masyarakat , terjadi hubungan yang harmonis. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dualisme kepemimpinan di akar rumput, dapat saling

Profil Pembangunan Desa Wongaya Gede, 2000.

54 Paras-Paros sarpanaya, Selungkung Subayantaka adalah merupakan palsafah hidup kekeluargaan yang artinya hidup harmonnis, suka dan duka di pikul bersama. 55 Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa pada tanggal 18 Pebruari 2006.

147 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

148

melengkapi. Hal ini disebabkan karena adanya pembagian tugas yang jelas antara Desa Dinas dengan Desa Pakraman . Penjelasan masyarakat menyebutkan pula, bahwa munculnya konflik di masyarakat, umumnya diakibatkan oleh pengaruh suhu politik praktis menjelang Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah. Konflik yang diakibatkan oleh suhu politik, mengalami pasang surut, tergantuing pada kesadaran masyarakat setempat56. Berikut ini akan dikutip hasil wawancara yang mendalam tentang pelayanan publik yang dilaksanakan oleh dua lembaga pemberi pelayanan sebagai berikut; 1. Informan I Gede Mastra Br. Wongaya Kaja, Tokoh Masyarakat, 1930. a. Manakah yang lebih banyak dan lebih berat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat diantara ke dua desa tersebut ? Pelayanan lebih berat adalah Desa Pakraman, karena banyak melakukan berbagai macam pelayanan dan tanpa pedoman pelayanan yang pasti, sehingga memerlukan kajian baru yang berat oleh Desa Pakraman. Desa Dinas sudah punya pdoman bak, Ada masalah manak salah atau anak buncing, hal ini sulit dicarikan solusinya terlebih lagi ada kegiata upacara di pura. .Ada pelayanan suka dan duka. Tetapi pelayanan desa dinas hanya melayani administrasi saja yang sudah ada pedoman baku. Dalam pelaksanaan awig-awig desa serta berbagai kegiatan keagamaan. b. Pelayanan desa dinas bentuknya apasaja? Ada administrasi pemerintahan, pembangunan, lingkungan hidup dll. Desa pakraman juga melakuan hal itu, sama dengan jenis pelayanan oleh desa dinas, walaupun bidang tugasnya sama tetapi dari segi aspek
56

Rangkuman wawancara Tokoh Masyarakat, Adat, Agama dan Prajuru Desa

Pakraman Wongaya Gede tanggal 16 Januari 2006

pelayanan Desa Pakraman lebih berat. Pelayanan Desa Dinas lebih ringan karena jenis pelayanan sudah jelas ada pedomannya dan ada anggaran daei pemerintah dalam melaksamakan tugas tersebut. Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan semuanya darei swadaya sendiri c. Apa ada gesekan terjadi antara Desa Dinas dan Desa Pakraman,? Hal itu bisa terjadi, karena adanya unsur pribadi yang dibawa dalam organisasi, pernah terjadi konflik karena, kecemburuan social dalam penggunaan anggaran pemerintah yang pelaksanaannya kurang transparan, seperti dalam pembuatan jalan desa pakraman, pembangunan SD dll, maka Desa Pakraman juga kut membantu bersama-sama. d. Bidang tugas yang sama apa bisa disinergikan?, ya bisa seperti keamanan, kependudukan/pemerintahan, missal perkawinan sama-sama menyaksikan. Juga di bidang perekonomian/pertanian, peternakan melaui kelompok. e. Ketaatan masyarakat terhadap Desa Dinas dan Desa Pakraman, dalam kegiatan kerja bhakti dalam waktu yg sama, mana yang lebih ditaati ? Masyarakat lebih taat kepada Desa Pakraman, walaupun demikian pekerjaan Desa Dinas juga dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat dengan jalan hal yang bersamaan itu didamaikan yakni sama-sama dilaksanakan, tetapi lebi taat kegiatan desa pakraman dari pada kegiatan desa dinas. Karena masyarakat takut sepekang desa pakraman, Misalnya dalam hal rapat, maka masyarakat taat pada rapat yang diselenggarakan oleh desa pakraman dari pada rapat Desa Dinas. f. Bagaimana pendapat bapak tentang pelayanan yang telah diberikan oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas? Pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman, menurut pendapat saya, Prajuru Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan secara tulus di dirong oleh sikap pengabdian; hal ini dapat dibuktikan bahwa semua pelayanan telah dilaksanakan sesuai dengan kemampuannya, serta dalam memberikan pelayanan tidak

149 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

150

mengenal payah dan waktu ( 24 jam ) tanpa mendapatkan honor atau gaji dari pemerintah. Sedangkan Perangkat Desa Dinas dalam memberikan pelayanan dia mendapatkan imbalan berupa gaji/honor dari pemerintah, atau uang jasa dari pihak yang terkait, walaupun tidak besar ( belum cukup untuk memenuhi kehidupan yang layak ). Managemen pelayanan Untuk Desa Dinas sudah memadai ada standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, tetapi untuk Desa Pakraman, pola dan jenis pelayanannya masih bersifat tradisional ( gugon tuwon ) perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang lebih mantap lagi. Partisipasi masyarakat yang didorong oleh ikatan kelompok sangat bagus dan kuat, saling bantu membantu, hal ini terbukti pelayanan publik yang dilaksanaan oleh kelompok sangat solid, baik darti segi ketaatan, keterbukaan, kejujuran. g. Partisipasi masyarakat berdasarkan unsur kekeluargaan/kekerabatan. Kerjasama antar regu sangat bagus, saling bantu membantu. Pelayanan yang paling sering adalah dalam bidang suka duka saja. h. Ada pelayanan yang tidak bagus ?, Tidak demikian, tapi semua dilayani dengan bagus baik Desa Dinas dan Desa Pakraman. Tidak ada sengketa adat. Dari segi keadilan dirasakan adil. Ada rasa kecemburuan soail dari segi upah/gaji antara kelian dinas dan kelian adat. Hanya saja ada dana batu-batu saat ada kawin ( sejenis dengan dana bedolan kalau di Jawa- red ). Dapat nandu sawah pelaba pura (menggarap tanah bengkok kalau di Jawa ). i. Pelayanan lingkungan hidup, seperti penanaman bunga, pohon dan tanaman lainnya yang dibangun tempat suci untuk kesucian. Saat nebang pohon ada tanda tanaman yang harus ditanam kembali, ddan yang sejenisnya .. j. Kelemahan Desa Pakraman dalam sistemnya. Ada system ngompog bagi yang tinggal di kota hal ini dapat berakibat lemahnya sistim gotong royong kalau semua anggota minta ngompog ( kerja bhakti diganti dengan system uang )..

Pendapat yang sejenis dan seirama dengan pendapat Bapak Mastera, I Gede, didukung oleh pendapatnya, Jurka, I Nyoman, Yase Negara, I Gede, Monggol I Ketut, Suartha, I Wayan, Mandhyasa I Nyoman, 2. Pendapat Jurka I Nyoman 60 Th, petani, SLTA, Wangaya kelod Penebel Tabanan. 1). Apa yang anda pahami mengenai pelayanan publik? Yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman ke pada masyarakat dalam rangka meringankan beban masyarakat dalam rangka pelaksanaan upacara Agama, Adat, Budaya dan Sosial kemasyarakatan termasuk dalam pembangunan. 2). Apa saja yang dilayani oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas, apakah ada jenis pelayanan yang sama diberikan oleh kedua desa tersebut, kalau ada apakah bisa menjadi konflik dalam pelayanan atau bisa bersinergi ? Bidang bidang yang dilayani oleh Desa Pakraman meliputi sembilan bidang, Agama, lingkungan hidup, sosial kemasyarakatan, pembangunan, sengketa adat, pemerintahan, keamanan, perekonomian, adat, budaya. Desa Dinas memberikan pelayanan dalam bidang yang sama tetapi pogram kegiatannya yang berbeda. Kegiatan yang dapat disinergikan adalah pelayanan di bidang ; keamanan., pembangunan, keagamaan terutama kerukunan umat beragama, 3).Manakah yang lebih banyak dan lebih berat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat diantara ke dua desa tersebut ? Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Desa Pekraman jauh lebih berat di bandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh Desa Dinas hal ini disebabkan oleh: a. Jenis dan jumlah nya pelayanan oleh Desa Pekraman lebih banyak sedangkan Desa Dinas titik berat nya hanya dalam bidang pemerintahan. Seperti di bidang Agama semua kegiatan keagamaan mulai dari upacara manusia lahir sampai dengan meninggal di layani oleh Desa Pekraman

151 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

152

sedangkan Desa Dinas hanya melayani di bidang kerukunan umat beragama. b. Desa Pekraman dalam memberikan pelayanan tidak mengenal jadwal waktu(pelayanan dilaksanakan 24 jam) sedangkan Desa Dinas memberikan pelayanan sesuai dengan jam kantor. 4). Bagaimana pendapat bapak tentang pelayanan yang telah diberikan oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas? Pelayanan yang diberikan oleh Desa Pakraman maupun Desa Dinas telah berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat, hal ini dapat dibuktikan sampai saat ini tidak ada keluhan yang mendasar terhadap kualitas pelayanan, lebih lebih masyarakat sampai demonstrasi kepada perangkat desa maupun kepada prajuru desa. Hanya saja tuntutan masyarakat adanya keterbukaan dan transparan dalam pengelolaan bantuan maupun dalam pengelolaan kruangan Desa. Konflik yang muncul pada umumnya menyangkut masalah pengaturan dan penggunaan dan pertanggung jawaban ke uangan Desa saja. Partisipasi masyarakat sangat tinggi hal ini dapat dilihat dari kekompakan dalam melaksanakan program gotong royong. Pendapat seperti yang di kemukakan oleh Jurke I Nyoman di kemukakan juga oleh tokoh-tokoh masyarakat Desa Wangaya Gede seperi yang di kemukakan oleh Sukarta I Ketut, Rugeg I Ketut, Suwetra I Ketut, Arya I Nyoman, Sujana I Wayan, dan Nurtaya. 3. Jawaban Seregeg I ketut, 57 Th, Pegawai Negeri Sipil, Banjar Denuma, Tengkudak Penebel, Tabanan. Mengatakan bahwa pelayanan Desa Pekraman jauh lebih banyak dan lebih padat seperti contoh: 1. Pelayanan dalam bentuk suka dan duka tidak mengenal waktu terutama dalam rangka menyelenggarakan upacara-upacara keagamaan karna dilakuka 24 jam. 2. pelayanan terhadap masyarakat dilayani bersama-sama dengan parsitipasi masyarakat. Pengaturan parsitipasi masyarakat di atur berdasarkan kelompok atau regu.

3. ketatan masyarakat terhadap kedua desa tersebut lebih taat dan patuh kepada Desa Pakraman karna Desa Pakraman akan memberikan sehingga takut tidak mendapatkan pelayanan dari Desa Pakraman. Jawaban senada dikemukakan oleh tokoh-tokoh masyarakat Sulasa I Ketut, Warta I Ketut, Sudana I Wayan, Nurtaya I Ketut, dan Sangra I Ketut. a. Manakah yang lebih banyak dan lebih berat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat diantara ke dua desa tersebut ? Pelayanan lebih berat adalah bendesa adat, karena banyak melakukan berbagai macam pengaruh dan tanpa pedoman, sehingga memerlukan kajian baru yang berat oleh desa pakraman. Desa Dinas sudah punya pdoman baku.. Ada masalah manak salah atau anak buncing, hal ini sulit dicarikan solusinya terebih lagi ada kegiata upacara di pura. .Ada pelayanan suka dan duka. Tetapi pelayanan desa dinas hanya melayani administrasi saja yang sudah ada pedoman baku. Dalam pelaksanaan awigawig desa serta berbagai kegiatan keagamaan. b. Pelayanan desa dinas bentuknya apasaja? Ada administrasi pemerintahan, pembangunan, lingkungan hidup dll. Desa pakraman juga melakuan hal itu, sama dengan jenis pelayanan oleh desa dinas, walaupun bidang tugasnya sama tetapi dari segi aspek pelayanan Desa Pakraman lebih berat. Pelayanan Desa Dinas lebih ringan karena jenis pelayanan sudah jelas ada pedomannya dan ada anggaran daei pemerintah dalam melaksamakan tugas tersebut. Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan semuanya darei swadaya sendiri k. Apa ada gesekan terjadi antara Desa Dinas dan Desa Pakraman,? Hal itu bisa terjadi, karena adanya unsure pribadi yang dibawa dalam organisasi, pernah terjadi konflik muncul karena, kecemburuan social dalam penggunaan anggaran pemerintah yang pelaksanaannya kurang transparan, seperti dalam pembuatan jalan desa pakraman,

153 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

154

pembangunan SD dll, maka Desa Pakraman juga kut membantu bersama-sama. l. Bidang tugas yang sama apa bisa disinergikan?, ya bisa seperti keamanan, kependudukan/pemerintahan, missal perkawinan sama-sama menyaksikan.. Juga di bidang perekonomian/pertanian, peternakan melaui kelompok. m. Ketaatan masyarakat terfhadap Desa Dinas dan Desa Pakraman, dalam kegiatan kerja bhakti dalam waktu yg sama, mana yang lebih ditaati ? Masyarakat lebiuh taat kepada Desa Pakraman, walaupun demikian pekerjaan Desa Dinas juga dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat dengan jalan hal yang bersamaan itu didamaikan yakni sama-sama dilaksanakan, tetapi lebi taat kegiatan desa pakraman dari ada kegiatan desa dinas. Karena masyarakat takut sepekang desa pakraman.. Misalnya dalam hal rapat, maka masyarakat taat rapat desa pakraman dari pada rapat Desa Dinas. n. Bagaimana pendapat bapak tentang pelayanan yang telah diberikan oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas? Pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman, menurut pendapat saya, Prajuru Desa dalam memberikan pelayanan secara tulus di dirong oleh sikap pengabdian; hal ini dapat dibuktikan bahwa semua pelayanan telah dilaksanakan sesuai dengan kemampuannya, serta dalam memberikan pelayanan tidak mengenal payah dan waktu ( 24 jam ) tanpa mendapatkan honor atau gaji dari pemerintah. Sedangkan Perangkat Desa Dinas dalam memberikan pelayanan dia mendapatkan imbalan berupa gaji/honor dari pemerintah, atau uang jasa dari pihak yang terkait, walaupun tidak besar ( belum cukup untuk memenuhi kehidupan yang layak ). Managemen pelayanan Untuk Desa Dinas sudah memadai ada standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, tetapi untuk Desa Pakraman, pola dan jenis pelayanannya masih bersifat tradisional ( gugon tuwon ) perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang

lebih mantap lagi. Partisipasi masyarakat yang didorong oleh ikatan kelompok sangat bagus dan kuat, saling bantu membantu, hal ini terbukti pelayanan publik yang dilaksanaan oleh kelompok sangat solid, baik darti segi ketaatan, keterbukaan, kejujuran. o. Partisipasi masyarakat berdasarkan unsur kekeluargaan/kekerabatan. Kerjasama antar regu sangat bagus, saling bantu membantu. Pelayanan yang paling sering adalah dalam bidang suka duka saja. p. Ada pelayanan yang tidak bagus, tidak demikian, tapi semua dilayani dengan bagus baik Desa Dinas dan Desa Pakraman. Tidak ada sengketa adat. Dari segi keadilan dirasakan adil. Ada rasa kecemburuan soail dari segi upah/gaji antara kelian dinas dan kelian adat. Hanya saja ada dana batu-batu saat ada kawin. Dapat nandu sawah pelaba pura.. q. Pelayanan lingkungan hidup, seperti penanaman bunga, pohon dan tanaman lainnya yang dibangun tempat suci untuk kesucian. Saat nebang pohon ada tanda tanaman yang harus ditanam kembali, dllnya. r. Kelemahan Desa Pakraman dalam sistemnya. Ada system ngompog bagi yang tinggal di kota. Pendapat yang sejenis dan seirama dengan pendapat Bapak Mastera, I Gede, didukung oleh pendapatnya, Jurka, I Nyoman, Yase Negara, I Gede, Monggol I Ketut, Suartha, I Wayan, Mandhyasa I Nyoman, 4. Pelayanan dalam bentuk suka dan duka tidak mengenal waktu terutama dalam rangka menyelenggarakan upacaraupacara keagamaan karna dilakuka 24 jam. 5. pelayanan terhadap masyarakat dilayani bersama-sama dengan parsitipasi masyarakat. Pengaturan parsitipasi masyarakat di atur berdasarkan kelompok atau regu. 6. ketatan masyarakat terhadap kedua desa tersebut lebih taat dan patuh kepada Desa Pakraman karna Desa Pakraman akan memberikan sehingga takut tidak mendapatkan pelayanan dari Desa Pakraman.

155 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

156

Jawaban senada dikemukakan oleh tokoh-tokoh masyarakat Sulasa I Ketut, Warta I Ketut, Sudana I Wayan, Nurtaya I Ketut, dan Sangra I Ketut. 4.Jawaban Subagiasta I Ketut, 45 Th, S3, Dosen, Desa Tengkudak, Penebel, Tabanan. Pengempon Pura Batukaru, Wangaya Gede mengtakan bahwa Desa Pakraman dan Desa Dinas telah melaksanakan pelayanan public dengan cepat, tepat, hemat, dan efesien. Hal ini terbukti: a. Pelayanan yang di berikan dengan cepat terbukti semua jenis pelayanan di bidang upacara keagamaan selau di laksankan tepat waktu sesuai dengan ketentuan tata upacara keagamaan, dan tidak pernah upacara keagamaan sampai tertunda demikian pula Desa Dinas dalam memberikan pelayanan administrasi juga tepat waktu. Pelayanan yang diberikan dengan hemat dan efesien, parsitipasi masyarakat disesuaikan dengn besar, kecil nya kegiatan dengan parsitipasi masyarakat dalam memberikan pelayanan. Jika upacara kecil cukup dilayani dengan satu regu saja dan seterusnya. Selanjutnya Pengempon Pura Batukaru, Wangaya Gede mengtakan telah bahwa Desa Pakraman dan Desa Dinas melaksanakan pelayanan public dengan cepat, tepat, hemat, dan efesien. Hal ini terbukti: b. Pelayanan yang di berikan dengan cepat terbukti semua jenis pelayanan di bidang upacara keagamaan selau di laksankan tepat waktu sesuai dengan ketentuan tata upacara keagamaan, dan tidak pernah upacara keagamaan sampai tertunda demikian pula Desa Dinas dalam memberikan pelayanan administrasi juga tepat waktu. c. Pelayanan yang diberikan dengan hemat dan dalam memberikan pelayanan. Jika upacara kecil ukup dilayani efesien, parsitipasi masyarakat disesuaikan dengn besar, kecil nya kegiatan dengan parsitipasi masyarakat dengan satu regu saja dan seterusnya.

Pendapat seperti tersebut di atas di dukung oleh Sura I Gede, Jurka I Nyoman, dan Senadra I Wayan. B. Analisis Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Pada mulanya Desa Dinas tugas pokok dan fungsinya , memberikan pelayanan publik yang berkaitan dengan bidang pemerintahan, serta tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh pemerintah kolonial berdasarkan Stb. 1938 No. 490 yang mengatur bagi satuansatuan masyarakat hukum adat luar Jawa dan Madura.57 Setelah kemerdekaan, tugas pokok dan fungsi Desa Dinas dilanjutkan oleh Pemerintah RI yang diatur berdasarkan UndangUndang No. 22 tahun l948 tentang Pemerintahan Daerah, Undangundang No. 19 tahun 1965, tentang Desa Praja, Undang-Undang No. 5 tahun 1979, tentang Pemerintahan Desa, UndangUndang No. 32 tahun l999, terakhir diatur berdasarkan UndangUndang No.32 tahun 2004. Pada jaman Orde Baru tugas pokok dan fungsi Desa diseragamkan seluruh Indonesia. Zaman Reformasi, dengan diberlakukannya Undang Undang No. 32 tahun 2004, eksistensi desa dikembalikan sesuai dengan asal-usul pembentukan desa. Desa Dinas merupakan unsur pemerintah yang paling bawah, maka semua unsur pelayanan pemerintah juga dilaksanakan oleh Desa Dinas. Pemberian pelayanan tersebut berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah. Pelayanan publik oleh Desa Pakraman pada mula terbentuknya, tugas pokok dan fungsinya adalah menghimpun, melindungi, memelihara, serta menegakkan adat-istiadat budaya dan agama Hindu. Berlanjut secara turun-temurun, yang diwariskan oleh para leluhur mereka, kepada generasi penerusnya. Keberadaan Desa Pakraman lebih dulu ada di bandingkan Desa Dinas.

57 Perhatikan pendapatnya Bayu Suryaningrat, Pemerintahan dan Administrasi Desa, PT Mekar Jaya. L976, hal 65, dan Sutoro Eko, Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan Otonomi Desa, STPDN. APMD Pres, 2005 hal 441

157 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

158

Pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman, , mengalami pasang surut, seiring dengan perjalanan zaman. Zaman Kemerdekaan hingga Orde Baru, pelayanan publik oleh Desa Dinas cenderung lebih dominan dan pengaturannya bersifat sentralistik. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun l979 tentang Pemerintahan Desa, pemerintah berupaya menyeragamkan klasifikasi tipe desa yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan undang-undang No. 5 Tahun l979 tersebut, Desa Pakraman tidak mendapatkan tempat sesuai dengan peranannya dalam meberikan pelayanan publik. Pelayanan dominan diambil alih oleh Desa Dinas. Desa Pakraman, dipinggirkan. Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah, dengan diberlakukannya Undang Undang Nomer 22 Tahun l999 kemudian diperbaharui dengan UndangUndang Nomer 32 Tahun 2004, semakin memberikan fungsi dan peran yang lebih besar terhadap organisasi tradisional termasuk Desa Pakraman, terutama dalam pelayanan publik di bidang adat, budaya dan agama. Tiga unsur pelayanan Adat, Budaya dan Agama, saling melengkapi dan memberi makna. Agama dilestarikan melalui adat-istiadat dan budaya, sedangkan adat-istiadat dan budaya Desa Pakraman memberikan dijiwai oleh Agama Hindu. pelayanan dalam menata dan mengatur kehidupan masyarakat/kerama; menjaga hubungan yang harmonis antara: (1) manusia dengan Tuhan, (2) hubungan sesama umat manusia, (3) antar umat manusia dengan alam lingkungannya. Tiga unsur hubungan ini sebagai pencerminan pelaksanaan filsafat Tri Hita Karana.58 Perkembangan selanjutnya tugas pokok dan fungsi Desa Pakraman tumbuh dan berkembang sesuai dengan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mensukseskan program pembangunan melalui jalur bahasa Agama. Desa Pakraman
Rangkuman wawancara Tokoh Masyarakat, Adat, Agama dan Prajuru Desa Pakraman Wongaya Gede tanggal 16 Januari 2006
58

dalam memberikan pelayanan publik, berkembang menjadi sembilan bidang pelayanan: agama, sosial kemasyarakatan, lingkungan hidup, pembangunan, keamanan, peradilan adat, kesra, pemerintahan, dan perekonomian. Rangkuman hasil penelitian tentang pelayanan publik oleh Desa Dinas dan Desa Pakraman dapat diuraikan ada sembilan bidang pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, serta masingmasing desa mempunyai program pelayanan sebagai tertera dalam tabel berikut: Tabel 10 Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas59
No. I. Jenis pelayanan Bidang Agama

Desa Pakraman 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.

Desa Dinas 1. 2. Menjaga kerukunan umat bergaman. Pembinaan mental.

Pembinaan mental Kerukunan beragama.

Dewa Yadnya Pitra Yadnya Manusa Yadnya Resi Yadnya Butha Yadnya
umat

II.

Bidang Sosial Kemasyarakata n

8. 9.

Menetapkan awig-

Sangkep Banjar. awig.

3. 4.

10. Pembinaan Adat dan 5. 11. Pembinaan kelu 6. sukinah. 12. Pembinaan taruna- 7. 13. Gotong royong (salunglung sabayan taka). 14. Suka duka. 15. Penyelesaian masyarakat.
59

taruni.

8.

Penyelesaian kasus konflik masyarakat.

duka.

Rapat desa. Menetapkan program desa. Adat dan budaya. Pembinaan keluarga sukinah. Melayani Suka

Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa, serta Tokoh masyarakat, adat dan agama Desa Wongaya Gede, pada tanggal 22 _- 25 Maret 2006.

159 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

160

III.

Bidang Lingkungan Hidup

16. Menjaga kelestarian sumber air. 17. Menjaga kelestarian hutan. 18. Penghijauan desa. 19. Pelestarian tanaman untuk upacara. 20. Memelihara air bers pura 21. Memelihara jalan selokannya pura 22. Renovasi Pura 23. Renovasi balai banjar 24. Memelihara bang fisik adat. 25. Membantu masya membangun . 26. Menjaga keamanan desa oleh pecalang. 27. Menjaga keamanan pura, dan upacara keagamaan. 28. Menyelesaikan konflik di masyarakat. 29. Menyelesaikan sengketa adat. 30. Mendorong WAJAR 9 tahun melalui bahasa agama 31. Memotipasi kesehatan masyarakat. 32. Pengembangan pariwisata budaya

9.

Menjaga kelestarian sumber air. 10. Menjaga kelestarian hutan.

VIII.

Bidang Pemerintahan

33. Membantu program pemerintah melalui bahasa agama seperti: kesehatan, pendidikan, pajak, dan pembangunan. 34. Lembaga perkreditan desa (LPD).

19. Melayani surat keterangan dan perijinan. 20. Melayani KTP dan KK. 21.Pertanahan,perkebuna n, pertanian, dan peternakan. 22. Koperasi unit desa (KUD).

IX. 11. Merencanakan pembangunan desa bersama-sama dengan desa Pakraman.

IV.

Bidang Pembangunan

Bidang perekonomian

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa Desa Pakraman dan Desa Dinas mempunyai sembilan bidang pelayanan publik, program pelayanannya60 meliputi: a. tata keagamaan, yang meliputi upacara-upacara Dewa

V.

Bidang Keamanan

12. Menjaga keamanan oleh hansip.

VI.

Bidang Peradilan Adat

13. Koordinasi dengan desa Pakraman.

VII.

Bidang KESRA

14. Menyiapkan gedung SD. 15. Mendorong WAJAR 9 tahun. 16. Memperhatikan kesejahteraan guru. 17. Menjaga kesehatan masyarakat. 18. Mendukung Program Pariwisata.

beragama, b. sosial kemasyarakatan: sangkep Banjar, menetapkan awigawig, adat dan budaya, pembinaan keluarga sukinah, pembinaan karang taruna, gotong royong (salunglung sebayan taka), suka duka, penyelesaian kasus masyarakat, c. lingkungan hidup: menjaga kelestarian sumber air, menjaga kelestarian hutan, penghijauan desa, dan pelestarian tanaman untuk upacara, d. pembangunan; memelihara air bersih di pura, memelihara jalan dan selokan lingkungan pura, renovasi tempat ibadat, renovasi balai banjar, memelihara bangunan fisik adat, dan membantu pembangunan masyarakat, e. Keamanan: menjaga keamanan desa oleh pecalang, menjaga keamanan pada saat upacara Agama berlangsung

Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Resi Yadnya, Butha Yadnya, pembinaan mental, dan kerukunan umat

60 Wawancara dengan Kepala Desa Pakraman (Prajuru) , lihat pula Peraturan Daerah Bali Nomor 3 Tahun 2001, dan Monografi Desa Wongaya Gede, Tahun 2005, hal. 149.

161 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

162

Sengketa Adat: menyelesaikan konflik dimasyarakat, dan menyelesaikan sengketa adat,( jika ada ), hal ini jarang terjadi. g. Kesejahteraan rakyat: mendorong wajib belajar 9 tahun, menjaga kesehatan masyarakat, dan pariwisata, h. Pemerintahan yaitu: membantu program pemerintah melalui bahasa agama, i. Perekonomian: pengembangan lembaga perkreditan desa. Sembilan jenis pelayanan publik, yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman akan diuraikan secara terinci, sesuai dengan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Keagamaan Desa Dinas berfungsi memberikan pelayanan bidang agama, hanya dalam menjaga kerukunan umat beragama. Menurut penjelasan masyarakat bahwa kerukunan umat beragama telah berjalan. Hal ini dilandasi oleh filsafat yang dianut umat beragama Hindu adalah menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia sebagaimana yang termaktub dalam Tri Hita Karana. Pelayanan yang diberikan oleh aparat Desa Dinas dalam menjaga kerukunan umat beragama, melalui musyawarah desa, serta pembinaan secara berkala. Berkoordinasi dengan Desa Pakraman dalam rangka pembinaan mental spiritual dengan menyelenggarakan dharma wacana .Fungsi pelayanan bidang agama yang dilaksanakan Desa Dinas, tidak ikut masuk dalam bidang upacara Agama.

f.

manifestasi-Nya untuk menjaga keharmonisan hidup manusia dengan Tuhan, keharmonisan hidup manusia dengan sesama umat manusia, dan mengaja keharmonisan manusia dengan alam lingkungannya62. Desa Pakraman memiliki peran dan fungsi dalam membentuk karakteristik masyarakat, terutama dari sisi sopan santun, moral, mental spiritual. Pemberlakuan Otomoni Daerah, Desa Pakraman dapat menjadi model menarik dan cukup tepat dalam rangka pemberian pelayanan publik yang langsung menyentuh akar rumput. Artinya kebutuhan masyarakat, yang berkaitan dengan adat-istiadat secara penuh dijalankan oleh Desa Pakraman tanpa intervensi dari pihak manapun. Fakta inilah yang mendorong kelestarian budaya (dengan semboyan ajeg Bali ) diperkuat oleh adat-istiadat melalui organisasiorganisasi yang menjadi kepanjangan tangan Desa Pakraman, seperti Banjar, tempek, dan sekeha 63. Pelayanan di bidang keagamaan, merupakan bidang yang paling utama dilayani oleh Desa Pakraman. Karena sejak awal terbentuknya, Visi dan misinya membina, melestarikan dan menyelenggarakan Upacara keagamaan, yang diselenggarakan bersama sama dengan anggota masyarakat. Jadi segala aktivitas yang berkaitan dengan aspek agama pelayanannya menjadi tanggung jawab Desa Pakraman. Peranan Desa Pakraman dalam melestarikan adat, budaya dan agama dari gerusan arus modernisasi dan globalisasi terutama pengaruh barat,menurut penjelasan dari Tokoh masyarakat bahwa, peranan Desa Pakraman masih kuat dan dapat diandalkan. Hal ini terbukti mulai zaman kolonial sampai sekarang eksistensi Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan di bidang agama masih tetap lestari. Artinya betapapun kecenderungan global mempengaruhi adat, budaya dan agama serta nilai-nilai lokal lainnya tetap berdiri tegak
62 Hasil wawancara dengan kepala Desa Pakraman di desa Wongaya Gede tanggal 18 Februari 2006. 63 Sekehe adalah organisasi profesi sesuai dengan bidangnya masing-masing seperti; Sekeha Kidung, Gong, Tari dan lain-lain

Desa Pakraman mempunyai kewajiban utama untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (kerama) dalam rangka pelaksanaan Upacara Agama (Panca Yadnya)61. Upacara Yadnya adalah segala persembahan/korban suci kepada Tuhan Yang Maha Esa (Hyang Widhi Wasa) dalam berbagai
61 Panca Yadnya adalah lima korban suci dalam rangka menjaga keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan hidup. Korban suci itu meliputi; Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya

163 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

164

sepanjang eksistensi Desa Pakraman masih kuat. Pelaksanaan agama Hindu tidak dapat melepaskan aspek pendukung utamanya, yaitu adat dan budaya. Karena ke tiga unsur tadi saling melengkapi, dan memberikan makna64. Pelayanan publik di bidang keagamaan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pelayanan dalam Bidang Dewa Yadnya

sekarang, dalam awig-awig adat disebutkan ada pelaksanaan upacara di Pura Dalem, Puseh, dan Pura Desa. Oleh karena Pura Puseh yang ada wilayah Desa Pakraman ada dua, tetapi tidak sepenuhnya dipegang oleh umat maka pelayanan di bidang upacaranya diserahkan kepada Pengempon Pura Puseh masing-masing. Pada setiap Desa Pakraman, upacara Dewa Yadnya dilakukan di pura umum, yaitu di Kahyangan Tiga; Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem. Ketiga pura ini dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Desa Pakraman. Jadi seluruh Desa Pakraman di Bali memiliki Kahyangan Tiga-nya masing-masing. Pelayanan publik Desa Pakraman pada saat Dewa Yadnya, menjalankan seluruh aktivitas ritual dari awal hingga berakhirnya pelaksanaan upacara. Pelayanan ini dikoordinir oleh Bendesa Adat bersama seluruh Kelihan Banjar dan masyarakat mengikutsertakan pemangku sebagai pemimpin upacara. Adapun pelayanan yang diberikan dalam pelaksanan Yadnya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a). menentukan jadwal/susunan acara dan waktu pelaksanaan; b). membentuk panitia/pelaksana kegiatan; c). mempersiapkan dana upacara yang didapat melalui penggalian dana dari iuran seluruh masyarakat, dana punia/donatur, pelaba pura; d). menentukan pengayah (pelayan) yang berasal dari pinandita/pemangku, sarati banten dan unsur masyarakat yang biasanya digilir per-Banjar yang terdapat di Desa Pakraman tersebut. Jenis pelayanan publik Desa Pakraman seperti di atas, mekanismenya hampir sama pada saat akan melaksanakan Rsi upacara dilakukan untuk upacara: Dewa Yadnya, Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Hanya obyek upacaranya yang berbeda. Sementara Desa

Desa Pakraman memberikan pelayanan di bidang upacara keagamaaan yang diselenggarakan di Pura Kahyangan Tiga atau Pura Umum di lingkungan Desa Pakraman. Upacara ini disebut dengan Dewa Yadnya. Dewa Yadnya merupakan persembahan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, melalui manifestasi-Nya yang disebut dewa-dewi. Pemujaan kehadapan para dewa,

didorong oleh ungkapan terima kasih dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam manifestasinya sebagai: Utpeti Pencipta, Sthiti Pemelihara serta Pemralina mengembalikan kepada asalnya, alam semesta beserta isinya.

Pengaturan pujawali 65 di kahyangan tiga, pengaturan pujawali di kahyangan jagat Pura Luhur Batu Karu, Pura Pengaturan pujawali di Kahyangan Dalem Wisesa. kahyangan Pura Puseh, yang mana Desa Wongaya Gede mempunyai dua Pura Puseh, yang diempon oleh sekelompok keluarga. Bahwa antara pura yang satu dengan yang lainnya tidak sepenuhnya diatur oleh kerama, tetapi diatur oleh pengempon66 masing-masing. Masalah yang timbul
64

Rangkuman wawancara Tokoh Masyarakat, Adat, Agama dan Prajuru Desa

65 Pujawali adalah upacara besar yang dilaksanakan, setiap enam bulan atau setahun, dalam rangka peringatan pembangunan Pura, Pujawali juga dikenal dengan istilah Piodalan yang bermakna perayaan kehadiran/kelahiran/Peresmian bangunan Pura. 66 Pengempon adalah organisasi kemasyarakatan di bawah Desa Pakraman yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memelihara kelestarian pura dari segi pembangunan fisik maupun upacara keagamaannya. Oleh karena demikian setiap pura ada pengempon yang mengurusnya.

Pakraman Wongaya Gede tanggal 16 Januari 2006

165 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

166

Dinas untuk bidang sosial keagamaan ini hanya menjadi mitra kerja dan untuk kepentingan koordinasi.67 2) Pelayanan Bidang Manusa Yadnya Pelayanan di bidang Manusa Yadnya, bertujuan untuk menjaga rasa kekeluargaan, gotong-royong dalam rangka keharmonisan hidup antara manusia dengan manusia. Manusa adalah upacara yang dilaksanakan untuk Yadnya meningkatkan kesucian secara simbolis, memohon kepada Tuhan memohon Wara Nugraha/rahmat agar kehidupannya lebih baik di dunia ini maupun di dunia akhirat (moksa). Upacara Manusa Yadnya, mulai dari upacara perkawinan, bayi dalam kandungan yang telah berumur tujuh bulan (Garbhadana)/mitoni, melahirkan, otonan, Raja Swala/upacara meningkat dewasa, sampai dengan anaknya itu kawin lagi. Diantara upacara Manusa Yadnya tersebut pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman adalah pada saat Upacara Perkawinan. Upacara Manusa Yadnya yang lain, pelayanan publik yang diberikan tergantung permintaan keluarga yang bersangkutan. Jika tingkat upacara diambil tingkatannya besar maka pihak keluarga mengajukan permohonan kepada Prajuru Desa Pakraman untuk membantu penyelenggaraan rangkaian upacara tersebut. Jika tingkat upacaranya kecil, pelayanan akan dilaksanakan oleh Banjar atau tempek/regu masing masing.

b). mengatur prosesi ritual tatanan upacara sampai dengan resepsi perkawinan tersebut berakhir; c). sebagai saksi kepada masyarakat luas bahwa si anak tersebut telah menikah secara syah baik menurut adat, agama dan hukum; d). sebagai saksi bahwa si anak tersebut akan menjadi anggota baru bagi Banjar dan Desa Pakraman, dan e). sebagai saksi secara adat dan agama, turut menandatangani berita acara perkawinan untuk kelengkapan administrasi mendapatkan akta perkawinan.68 Permasalahan yang ada di Desa Adat Wongaya Gede yakni adanya beberapa anggota adat, bahwa dalam perceraian ada warga yang tidak melaporkan diri ke bendesa adat, sedangkan dalam Upacara Pawiwahan (perkawinan) selalu disaksikan dan disahkan oleh bendesa adat. Dengan adanya warga yang tidak melaporkan diri kepada bendesa adat, maka pihak bendesa adat mengalami kesulitan dalam mendata warganya69. Hal ini berarti pelayanan publik oleh Desa Pakraman sebagai sebuah institusi dari perspektif kriteria pelayanan publik seperti kesederhanaan, kepastian, keamanan, keterbukaan, efisien, ekonomis, keadilan, dan ketepatan waktu tak sepenuhnya dapat diberlakukan. Kriteria kesederhanaan, efisien, ekonomis, dan keadilan dipandang relatif bagi pelayanan publik oleh Desa Pakraman. Dinyatakan relatif karena kesederhanaan, efisien, ekonomis, dan keadilan dalam konteks upacara-upacara keagamaan selain sebagiannya dilayani oleh Desa Pakraman, juga tergantung dari partisipasi masyarakat. 3). Pelayanan Bidang Rsi Yadnya

Desa Pakraman dalam pelayanan publik terhadap upacara Manusa Yadnya ini tidak seluruh upacara tersebut dilayani, tergantung permintaan dari pihak keluarga Pelayanan publik yang utama pada saat keluarga mengawinkan anaknya adalah sebagai berikut: a). membantu pihak keluarga untuk mempersiapkan sarana dan prasarana sesajen yang dipergunakan untuk upacara perkawinan;
Dirangkum dari informasi Pengurus Desa Pakraman serta Aparat Desa pada tanggal 18 Februari 2006.
67

68 Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa pada tanggal 1 Pebruari 2007. 69 Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa pada tanggal 1 Februari 200.

167 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

168

Pelayanan yang berkenaan dengan Upacara Resi Yadnya sesuai Awig-Awig Desa Pakraman Wongaya Gede,70 antara lain dinyatakan: a) memberikan pelayanan kepada masyarakat yang akan melakukan upacara untuk menjadi pemangku; b) memberikan pelayanan, tuntunan, serta mengawasi umat atau masyarakat yang melakukan upacara agama, baik berlaku sebagai saksi maupun memberikan informasi secara luas kepada masyarakat yang terkait dengan sasana sebagai pemangku; c) memberikan pelayanan kepada masyarakat secara luas agar warga masyarakat sadar dan turut serta melakukan kegiatan amal (dana punia) kepada para pemangku dengan tuntunan dari prajuru Desa pakraman; d) memberikan pelayanan kepada pemangku dengan membebaskan dari kewajiban-kewajiban selaku anggota Desa Pakraman seperti bebas dari pungutan biaya, rapatrapat, dan ikatan lainnya sebagai kompensasinya pemangku wajib melayani umat dalam memimpin upacara keagamaan.

meninggal akan diaben akan membutuhkan waktu yang relatif lama. Desa Pakraman, melalui Kelihan Banjar juga memiliki kewajiban untuk melaporkan secara administrasi kematian kepada Desa Dinas. Bentuk Pelayanan publik dalam kaitannya dengan pelaksanaan Upacara Pitra Yadnya (Ngaben), sesuai Awig-Awig Desa Pakraman Wongaya Gede berupa: a) membantu keluarga duka yang melakukan Upacara Pitra

yadnya (Ngaben);

b) memimpin kegiatan rapat masyarakat (sangkepan) untuk menghasilkan keputusan (perarem); c) mendukung rangkaian pelaksanaan Upacara Pitra Yadnya, baik yang dilaksanakan dengan mengubur (mendem), rangkaian upacara pitra yadnya (pengabenan), d) upacara saat dua belas hari (ngerorasin), serta rangkaian upacara mensthanakan dewa pitara (ngelinggihang dewa

pitara).71

4). Pelayanan Bidang Upacara Pitra Yadnya Upacara Pitra Yadnya adalah upacara terakhir yang ditujukan kepada manusia, yaitu ketika manusia meninggal. Bentuk upacaranya ada yang dikubur sementara ada yang langsung diaben, khusus untuk Desa Pakraman Wongaya Gede upacara ngaben tidak dilaksanakan dengan membakar jenasah, tetapi hanya mengubur saja. Peran Desa Pakraman sangat vital dalam memberikan pelayanan publik dalam upacara ini. Bendesa Adat akan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait dengan upacara pengabenan tersebut. Jika jenazah di kubur sementara, maka pelayanan yang diberikan cukup sampai jenasah itu di kubur. Apa bila yang
70

Ketentuan pokok yang wajib ditaati oleh setiap warga masyarakat Desa Pakraman, dalam memantapkan ketertiban dalam pelaksanaan Upacara Pitra Yadnya, sesuai Awig-Awig sebagai berikut: (a) jika ada yang meninggal wajib melapor kepada Prajuru Desa Pakraman, Jika saat itu ada upacara dewa yadnya dibolehkan tidak melapor, (b) kewajiban Desa dan Banjar Pakraman menindak lanjuti laporan masyarakat, dengan menyuarakan kulkul sebagai pertanda adanya kematian, tidak diperkenankan membuat lubang di kuburan lewat dari sehari,

Awig-awig Desa Pakraman Wongaya Gede, 2003, hal 20

Ngelinggihang Dewa Pitara, adalah rangkaian terakhir dari Upacara Ngaben. Menurut keyakinan Umat Hindu bahwa pada saat itu Atman yang meninggal telah mndapat tempat yang baik ( Amor ring Hyang Acintya/bersatu dengan Tuhan )

71

169 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

170

(c) mentaati ketentuan cuntaka sesuai sastra agama, dalam cuntaka dilarang masuk ke pura dan bagi yang melanggar dikenai sanksi, (d) yang dikategorikan sebagai cuntaka mencakup: kematian, menstruasi, melahirkan, perkawinan, melakukan tindakan seks bebas, melakukan hubungan yang tidak wajar, melakukan perilaku kejahatan serta melakukan perbuatan selingkuh; (e) ketentuan cuntaka sampai pada wilayah banjar (wilayah dusun) sesuai ketentuan setempat (dresta), (f) bagi pemangku tidak terkena ketentuan cuntaka; (g) ketentuan tentang pelaksanaan Upacara Ngaben mengikuti ketentuan sumber sastra agama serta keputusan bersama dalam sangkepan kerama desa/Banjar berupa perarem.72 5). Pelayanan Bidang Bhuta Yadnya Pelayanan publik oleh Desa Pakraman dalam didang upacara Bhuta Yadnya diwujudkan mulai dari persiapan upacara sampai dengan berakhirnya upacara tersebut. Upacara Bhuta Yadnya adalah upacara yang ditujukan kepada Sang Hyang Widi Wasa agar para bhuta kala tidak mengganggu keharmonisan hidup manusia serta untuk menetralisir kekuatan negatif alam untuk menjadi positif kembali. Pelaksanaanya dilakukan dengan cara me-caru, seperti nanggluk merana, makelem, tawur dan lain-lain. Upacara ini sebetulnya dilakukan oleh semua masyarakat, tetapi yang berskala besar dan melibatkan Desa Pakraman hanya tertentu saja, antara lain nanggluk merana biasanya melibatkan subak, Banjar. Peran utama Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan publik yang berkaitan dengan upacara Bhuta
Dirangkum dari informasi Pengurus Desa Pakraman serta Aparat Desa pada tanggal 12 Februari 2007.
72

Yadnya adalah tawur agung kesanga, yaitu upacara Bhuta Yadnya (caru) sehari sebelum pelaksanaan hari raya Nyepi yang datangnya setahun sekali. Seluruh Kelihan Banjar dan masyarakat Desa Pakraman terlibat secara aktif dalam aktivitas

ritual ini. Dalam Awig-Awig Desa Pakraman Wongaya Gede dinyatakan bahwa pelayanan dibidang Bhuta Yadnya: a) setiap warga masyarakat wajib membantu pelaksanaan upacara bhuta yadnya sesuai sumber satra agama, b) bagi masyarakat yang melaksanakan upacara bhuta yadnya wajib mempermaklumkan kepada prajuru Desa pakraman, c) jenis pelaksanaan upacara bhuta yadnya diputuskan dalam pelaksanaan rapat desa maupun banjar melalui keputusan berupa perarem, d) pelaksanaan upacara melasti dilaksanakan sesuai ketentuan awig-awig yang berlaku, e) setiap tahun wajib melaksanakan upacara bhuta yadnya berupa Tawur Kasanga serangkaian menyambut perayaan suci agama Hindu yakni Nyepi, e) setiap warga masyarakat diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan suci berupa Catur Brata Panyepian yakni amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelanguan (tidak berhura-hura), amati lelungaan (tidak bepergian), f) ketentuan brata penyepian berlangsung selama sehari penuh sejak pagi hari sampai besok paginya , g) demi ketertiban pelaksanaan Catur Brata Penyepian, maka dilakukan tindakan pengawasan oleh petugas keamanan Desa Pakraman berupa pecalang, h) setiap warga masyarakat wajib melakukan kegiatan sima kerama atau dharma santi (perilaku saling mengunjungi sanak famili dan saling memaafkan satu sama lainnya). Berdasarkan uraian tentang pelayanan di bidang Agama , dikaji berdasarkan landasan teori, ditemukan bahwa pelayanan publik Desa Dinas dan Desa Pakraman di bidang Agama, memanfaatkan partisipasi masyarakat. Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan di bidang Agama didukung

171 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

172

sepenuhnya oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat di Desa Wongaya Gede, bila dikaji berdasarkan pendapat Stewart yang dikutip oleh Waluyo ada tujuh variabel yang dapat dipergunakan untuk menganalisis pelayanan publik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ke tujuh variabel (Envision, Educate, Eliminit, Express, Enthuse, Equip Evaluate, ) tersebut dikaitkan dengan partisipasi masyarakat ditemukan sebagai berikut:

hidup di dunia, dan kebahagiaan hidup di alam moksa ). Menurut peneliti ungkapan tersebut sejenis dengan Vissi dan missi.

Envision, maksudnya para aktor mampu menggambarkan apa yang diingini oleh organisasi. Apabila anggota/masyarakat mengetahui dengan jelas vissi organisasi, maka akan tumbuh sale coordinating shared vision. Aktor Desa Dinas dan Desa Pakraman, menyatakan telah melaksanakan variabel ini, dalam musyawarah Desa, sehingga tumbuh partisipasi dari ketulusan hati masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat, menyatakan bahwa Desa Dinas dalam memberikan pelayanan memang telah mempunyai visi, baik tertulis, maupun yang disampaikan langsung pada saat pertemuan, akan tetapi dalam pelaksanaannya, lebih banyak pelayanan yang diberikan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat.

Educate, pendidikan / pelatihan. Menurut penjelasan masyarakat menyebutkan bahwa Pendidikan dan pelatihan., bagi Prajuru Desa Pakraman dan perangkat Desa Dinas, sangat jarang melaksanakan pendidikan dan pelatihan secara khusus. Menurut mereka ada tiga landasan dalam memberikan pelayanan terutama dalam bidang Agama; (1) mengikuti tradisi yang biasa dilakukan oleh leluhur/pendahulu, pelayanan seperti ini disebut dengan gugon tuwon75 (2) Ketentuan yang telah ditetapkan dalam Awig-awig, (3) Kesepakatan bersama yang ditetapkan dalam perarem ( musyawarah desa ). Pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda, mereka hanya mengikuti kegiatan di masyarakat. Pendidikan dan pelatihan nelalui praktek dalam pelayanan di masyarakat ( autodidak ).76 Eliminit, aktor mampu mengatasi segala halangan dan kesulitan dalam proses pemberdayaan pemberian pelayanan. Masyarakat menyebutkan bahwa, variabel ini hambatan dan kesulitan dalam memberikan pelayanan, biasanya mampu diatasi oleh prajuru/perangkat desa melalui kerjasama dan memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat. Express, aktor dapat mengekspresikan dengan jelas pemberdayaan masyarakat. Ada dua pendapat masyarakat terhadap variabel ini yang dilakukan oleh perangkat desa dalam memberikan pelayanan publik: (1) Belum sepenuhnya prangkat desa dapat mengekspresikan partisipasi masyarakar
dan di Akhirat, bagi umat hindu disebut dengan mencapai Moksha ( Kehidupan kekal abadi di alam Tuhan ( Menyatu dengan Tuhan. 75 Pelayanan public berdasarkan gugon tuwun artinya pelayanan yang diberikan sesuai dengan tradisi yang berlaku secara turun temurun, yang diwarisi oleh generasi sekarang, serta dapat diterima sebagai landasan kebijakan dalam memberikan pelayanan. 76 Dirangkum berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh masyarakat, dan Tokoh Agama Wongaya Gede

Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan tidak dengan tegas menyatakan visi dan misi dalam memberikan Desa Pakraman memberikan pelayanan pelayanan. berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan jenis upacara agama yang diselenggarakan oleh masyarakat.73 Beberapa anggota Desa Pakraman, belum memahami betul tentang pengertian dan makna dari visi dan missi. Secara teoritis, dalam Awig-awig telah dituliskan adanya ... moksartham Jagadhira ya ca iti dharma74 ( krsejahtraan
73 Dirangkum berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh masyarakat, dan Tokoh Agama Wongaya Gede 74 Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma, ungkapan dalam bahasa Sanskerta yang bermakna sebagai tujuan hidup kesejahtraan dan kebahagiaan hidup di dunia

173 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

174

(2) pemberdayaan masyarakat mengalami pasang surut, tergantung pengurus aktipitas pengurus pada saat itu.

Enthuse, aktor mampu membangkitkan semangat masyarakat dalam melaksanakan tugas. Equip, aktor mampu menyediakan segala keperluan dalam memberikan pelayanan. dilaksanakan terus Evaluate, evaluasi dan monitoring menerus.
Tujuh variabel yang disebutkan tadi, tidak semuanya dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh perangkat desa, terutama; belum memiliki visi yang jelas, masih kurangnya pendidikan dan pelatihan, yang dilaksanakan oleh Desa maupun oleh pemerintah, dalam rangka menyiapkan SDM, guna meningkatkan kualitas pelayanan publik. Menurut pendapat masyarakat, kemampuan Pengurus untuk mendorong masyarakat dalam berpartisipasi, belum maksimal. Bentuk partisipasi masyarakat dikaitkan teori Davis yang dikutip oleh Khaeruddin menyatakan ketagori bentuk partisipasi, sejalan dengan pendapatnya Diessedorf, yang menyatakan delapan bentuk partisipasi masyarakat, didorong oleh; (1), kekeluargaan,(2) ikatan organisasi, (3) kesadaran sendiri, (4) kharisma pemimpin, (5) politik, (6) ekonomi, (7) bakat dan emosional, (8) kepentingan bersama.77. Partisipasi masyarakat Wongaya Gede dalam pelaksanaan Upacara keagamaan, partisipasi lebih besar di dorong oleh; kepentingan bersama, ikatan organisasi Desa Pakraman yang diikat oleh awig awig, serta tumbuh dari kesadaran sendiri. Bentuk partisipasi pelayanan publik oleh Desa Dinas, sebagian besar ditopang oleh kharisma pemimpin, polotik, ekonomi, ikatan organisasi dan kekeluargaan.78 2.
77 Analisis pelayanan public merujuk pada pendapatnya Davis dan Khaeruddin, serta merujuk pula pendapatnya Davit, Mc, Kevit, tentang jenis pelayanan public, dikaitkan dengan pelayanan public di Desa Wongaya Gede. 78 Dirangkum berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh masyarakat, dan Tokoh Agama Wongaya Gede

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas pokok Desa Pakraman lebih berat, hal ini terbukti bahwa dalam memberikan pelayanan tidak mengenal jam dinas, termasuk tidak memiliki hari libur. Tugas pelayanan tidak bisa dijadwalkan, maupun diprediksi sebelumnya. Karena Desa Pakraman melayani semua kepentingan masyarakat, ( 786 KK ) mulai dari Upacara kelahiran sampai dengan upacara meninggal ( Ngaben ). Jenis pelayanan yang diberikan oleh kedua desa tersebut, sesuai dengan teori Davit, Mc, Kevit mengelompokkan ke dalam dua jenis pelayanan, Roth juga menjelaskan ada dua jenis pelayanan publik, yaitu pelayanan barang dan jasa. Pelayanan publik oleh Desa Pakraman, cendrung pada pelayanan jasa yang lebih dominan. Karena dalam pelaksanaan Upacara keagamaan sarana barang telah disediakan oleh yang punya hajatan. Sedangkan Desa Dinas memberikan pelayanan pada dua jenis pelayanan, baik barang maupun jasa. Kelemahan pelayanan publik oleh Desa Pakraman jika dikaitkan dengan teori Chaterine DeVery, mengisyaratkan organisasi pemberi pelayanan hendaknya memiliki Vissi yang jelas dan standar pelayanan yang pasti, dan adanya pendidikan dan pelatihan yang terencana. Desa Pakraman belum memiliki Visi dan standar pelayanan yang pasti. Demikian pula ditinjau dari aspek Administrasi Pembangunan, dari segi perencanaan dan evaluasi kegiatan pelayanan belum memiliki sistim perencanaan yang memadai seperti dalam organisasi modern. Sedangkan Desa Dinas organisasi modern, telah memenuhi persyaratan tersebut, walau tidak sepenuhnya dilaksanakan secara optimal. Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakraman di Bidang Sosial Kemasyarakatan Pelayanan Desa Dinas dalam bidang sosial kemasyarakatan, memberikan motipasi mendorong masyarakat agar tumbuh kesadarannya di bidang sosial

175 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

176

kemasyarakatan. Menyadarkan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, selalu bergantung kepada orang lain, karena landasan hidup gotong royong tidak bisa ditinggalkan. Wujud pelayanan di bidang sosial kemasyarakatan, menampung aspirasi masyarakat dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan di masyarakat, antara lain rapat secara berkala untuk membahas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Rapat Desa Dinas, umumnya dipimpin oleh Kepala Desa bersama sekretaris desa, dan kepala-kepala urusan. Berbagai usul peserta rapat dibahas untuk dicari solusinya. Keputusan yang diambil merupakan keputusan atas dasar musyawarah mufakat. Dalam rapat desa ini, telah menetapkan agenda yang akan dibahas bersama. Desa Dinas dalam memberikan pelayanan bidang sosial kemasyarakatan melakukan pembinaan keluarga. Pembinaan keluarga ditujukan pada anggota keluarga yang telah memasuki jenjang perkawinan. Pembinaan dilakukan selain sebagai persiapan mental dalam berumah tangga, juga terkait dengan tanggung jawab anggota masyarakat sebagai warga Desa Dinas. Pelayanan publik sosial kemasyarakatan mencakup pula pelayanan dalam aspek karang taruna yaitu memberikan pelatihan keterampilan pada generasi muda, dan penyediaan sarana dan prasarana olah raga. Ketika anggota masyarakat menghadapi persoalan suka-duka, Desa Dinas berkoordinasi dengan Desa Pakraman turut memberikan pelayanan publik. Pada saat suka, Desa Dinas berpartisipasi memberikan pelayanan dalam bentuk fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan acara hajatan. Sedangkan ketika kedukaan pelayanan yang diberikan adalah menyangkut segala persoalan administratif. Selain itu, Desa Dinas juga menyelesaikan berbagai kasus kemasyarakatan dalam wilayah dan lingkup tugasnya.

Pelayanan publik Desa Pakraman di bidang sosial kemasyarakatan yaitu mencakup sangkep Banjar (rapat banjar). Sangkep Banjar yaitu rapat musyawarah Desa Pakraman yang diadakan 6 (enam) bulan sekali, semua aspirasi masyarakat peserta rapat ditampung, sebagai wujud dari pelayanan publik. Pelayanan publik di bidang sosial kemasyarakatan juga berkenaan dengan menetapkan awig-awig yaitu menetapkan garis-garis besar dalam pengelolaan desa79 yang dituangkan dalam bentuk aturan-aturan desa tertulis dan tidak tertulis mengenai keputusan rapat (perarem). Desa Pakraman selanjutnya memberikan pelayanan publik yang berkaitan dengan pembinaan adat dan budaya. Pembinaan adat dan budaya terutama yang berkaitan dengan seni sakral. Seni sakral adalah seni yang dipergunakan pada saat upacara keagamaan, berupa: tari-tarian, seni tabuh (gamelan), dan seni lukis yang berkaitan dengan simbol-simbol keagamaan.

Desa Pakraman memiliki fungsi pelayanan sosial kemasyarakatan dalam mendorong masyarakat untuk giat bergotong-royong, di dalam masyarakat seringkali mengalami masa suka-duka sebagai dinamika kehidupan. Di dalam masa suka, Desa Pakraman memberikan pelayanan publik melalui penyediaan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang mempunyai acara hajatan atau syukuran dan lain sebagainya. Sedangkan pada masa duka yaitu pelayanan-pelayanan kedukaan seperti kematian, kebakaran, bencana alam dan sebagainya. Desa Pakraman telah menyediakan pula pekuburan umum. 3. Pelayanan Desa Dinas dan Desa Pakraman bidang Lingkungan Hidup Masyarakat sesungguhnya telah memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kearifan yang dimaksud bersumber dari pertautan filsafat Tri Hita Karana yang intinya menekankan keseimbangan/keselarasan
79

Semacam GBHN dulu

177 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

178

hubungan antara manusia dengan Tuhan (unsur Parhyangan), hubungan manusia dengan manusia (unsur Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam lingkgungan hidup ( unsur palemahan ). Menjaga kelestarian lingkungan hidup, merupakan salah satu unsur pelaksanaan dari filsafat Tri Hita Karana, yakni menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan alam. Desa Pakraman dalam menjaga kelestarian lingkungan, bersama sama dengan Desa Dinas , upaya yang dilaksanakan: 1) menjaga kebersihan mata air dari segala bentuk pencemaran. Upaya pelestarian sumber mata air adalah dengan mendirikan tempat suci di sumber air. Upaya pelestarian ini memiliki nilai ganda; pertama sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan air memberikan karunia sumber kehidupan, Kedua menjaga kebersihan lingkungan sehingga tidak tercemar oleh berbagai penyakit; 2) menjaga kelestarian hutan, hal ini dilakukan dengan memanfaatkan tanah negara dihijaukan menjadi hutan rakyat, penebangan pohon sangat terbatas hanya untuk pembangunan tempat suci; 3) pelestarian tanaman untuk sarana upacara keagamaan, sehingga dapat membantu kemudahan dalam penyiapan sesajen untuk di Pura. 4. Pelayanan Desa Dina dan Desa Pakraman Bidang Pembangunan Pelayanan publik Desa Dinas dalam bidang pembangunan selain melakukan pembangunan atau renovasi kantor desa, jalan-jalan desa, penyiapan sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar, juga bersama Desa Pakraman merencanakan pembangunan desa. Desa pakraman dilibatkan dalam perencanaan pembangunan desa dimaksudkan demi suksesnya upaya pembangunan. Koordinasi pembangunan diperlukan, karena antara wilayah dan penduduk Desa Dinas dengan wilayah Desa Pakraman berimpit. Dalam rangka pelayanan kepada masyarakat di

bidang pembangunan kepala Desa dibantu oleh kepala urusan pembangunan. Kepala Urusan Pembangunan memiliki beberapa tugas dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, antara lain : a) mengerjakan profil desa setiap triwulan, b) pendataan swadaya murni masyarakat mencakup swadaya-swadaya pembangunan, baik itu odalan di merajan, untuk pembangunan di Tri Kahyangan masingmasing Desa Adat, c) pembangunan balai masyarakat serta pembangunan kantor desa, d) pembangunan jalan dan jembatan, dan e) pendataan peternakan (peternak ayam kampung, ayam buras, itik, sapi, babi, kerbau), pendataan pertanian (sawah dan perkebunan), f) pelaporan untuk profil peternakan, pertanian, perkebunan yang diterima dari kepala dusun per triwulan.

Pelayanan publik di bidang pembangunan diwujudkan dalam bentuk,merenopasi bangunan pura, sarana prasarana keagamaan. Selain itu, pelayanan di bidang pembangunan diwujudkan pula melalui pemeliharaan jalan dan sekolah, bekerjasama dengan Desa Dinas. Sumber dana pemeliharaan jalan dan selokan berasal dari bantuan pemerintah Kabupaten Tabanan dan swadaya masyarakat di Desa Pakraman80. Selanjutnya, kegiatankegiatan renovasi tempat ibadat dan renovasi balai Banjar, pemeliharaan bangunan fisik adat seperti sanggah dan gapura.
80 Berdasarkan hasil Wawancara dengan Kepala Desa Pakraman pada tanggal 17 Februari 2006 diperoleh informasi bahwa bantuan dana dari Pemerintah Kabupaten Tabanan sebesar dua puluh juta rupiah per tahun, dan besaran dana swadaya ditentukan berdasarkan kesepakatan yang diambil dalam musyawarah desa.

179 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

180

Membantu masyarakat membangun rumah yang kena musibah bencana alam, merupakan bagian dari pelayanan publik yang diberikan oleh Desa Pakraman. Model yang dikembangkan dalam pelayanan tersebut adalah melibatkan partisipasi masyarakat dalam bentuk gotong-royong. Pelaksanaannya dikoordinasikan oleh aparat Desa Pakraman seperti Bendesa Adat, penyarikan, dan prajuru desa. Pelayanan pembangunan yang berskala besar dengan melibatkan Desa Pakraman, masyarakat, dan swasta, pembangunan dibiayai oleh Kabupaten Tabanan sesuai dengan APBD setempat. 5. Pelayanan Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang keamanan Desa Dinas memiliki Pertahanan Sipil ( Hansip) yang menjalankan fungsi keamanan. Hansip dipersiapkan pada saat acara-acara yang berkaitan dengan Desa Dinas seperti; pemilihan kepala Desa, dan pemilihan umum. Desa Pakraman memiliki pecalang yang bertugas menjaga keamanan desa. Hansip di dalam menjalankan fungsinya dibiayai dari desa dan partisipasi masyarakat. Masyarakat memandang bahwa Hansip masih diperlukan dalam menjaga keamanan Desa Dinas81. Pelayanan masalah keamanan dan ketertiban masyarakat atau gangguan kamtibmas, dapat dilaksanakan secara teratur didasarkan adanya kesadaran yang tinggi di kalangan masyarakat. Gangguan Kamtibmas, seperti pembunuhan, pencurian, penganiayaan berat, penyalahgunaan narkoba, penipuan, penggelapan dan lain-lain selama tahun 2004/2005 tidak pernah ada. Dengan diterapkannya sistem keamanan lingkungan (siskamling) di masing-masing dusun, tanggapan masyarakat sangat positif. Melalui siskamling masyarakat merasa aman. Program Badan Perwakilan Desa (BPD), siskamling dan keamanan masyarakat selalu mendapat perhatian terutama pada pelaksanaan bulan bhakti BPD.

Daya cegah dan daya tangkal terhadap gangguan kamtibmas cukup mantap. Hal ini terjadi berkat adanya kesadaran yang tinggi, sebagai akibat adanya penataranpenataran bagi tokoh-tokoh masyarakat dan anggota masyarakat. Pelaksanakan siskamling di tiap dusun/Banjar telah dibuat Pos Kamling yang setiap hari dimanfaatkan oleh warga masyarakat. Dalam melaksanakan tugas Pertahanan Sipil (Hansip), dilengkapi dengan administrasi. Administrasi Hansip sudah ditata sedemikian rupa sesuai dengan petunjuk Adapun buku-buku yang telah ada dalam Sekretariat Hansip, meliputi: buku daftar khusus, buku daftar umum, buku agenda, buku tamu, bendel-bendel surat masuk/keluar, buku daftar jaga, buku absensi latihan, dan buku kejadian. Lembaga dan instansi yang bertanggung jawab dalam hal pemeliharaan keamanan di dalam masyarakat, adalah kepala desa. Pelayanan publik bidang keamanan dilaksanakan oleh pecalang82. Pecalang berfungsi menjaga keamanan dan kelancaran jalannya upacara keagamaan serta menjaga keamanan desa dari gangguan pencurian, perampokan, maupun kejahatan lainnya. Pecalang bekerjasama dengan Pertahanan Sipil ( Hansip ), dalam mengamankan wilayah dengan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskambling). Masalah pokok pelayanan yang diberikan oleh pecalang, mengatasi konflik yang terjadi antar individu dan kelompok di masyarakat. Sedangkan penyelesaian konflik itu sendiri dilaksanakan oleh Bendesa dengan melibatkan para pihak yang terkait, dan aparat Desa Pakraman. Umumnya konflik itu dapat diselesaikan, didamaikan secara kekeluargaan di tingkat Desa Pakraman. Selain pendataan dan pemantauan bagi pendatang dari luar Desa Pakraman, dilaksanakan pula ronda desa yang dilakukan secara bergantian di antara para pecalang. Segala bentuk pengamanan pada berbagai upacara adat dan keagamaan
82 Pecalang adalah organisasi tradisional yang kedudukannya di bawah Desa Pakraman yang berkewajiban untuk menjaga keamanan desa, yang keanggotaannya dipilih oleh masing-masing Banjar sesuai dengan ketentuan awig-awig Desa Pakraman

Dirangkum berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Desa Dinas Wongaya Gede, 19 Pebruari 2006.

81

masing, dengan jangka waktu variatif antara 6 bulan sampai 3 tahun.

181 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

182

serta pengamanan pelayanan bidang lainnya ditangani oleh para pecalang. Para pecalang di dalam menjalankan fungsi pelayanan dibiayai dari dana Desa Pakraman .

6. Pelayanan Desa Dinas dan Desa Pakraman Sengketa Adat

Bidang

Pelayanan publik Desa Dinas dalam hal sengketa adat hanya berkoordinasi dengan Desa Pakraman saja. Penyelesaian konflik menjadi tanggung jawab Desa Pakraman. Hal ini terjadi karena secara historis Desa Pakraman adalah institusi tradisional yang tumbuh dari masyarakat, sementara Desa Dinas adalah institusi modern bentukan pemerintah. Segala penyelesaian sengketa/konflik adat yang terjadi di masyarakat diselesaikan berdasarkan awig-awig desa atau hukum adat setempat83. Berdasatkan hasil prnelitian, selama lima tahun terakhir, sengketa adat yang dilayani oleh Desa Pakraman maupun Desa Dinas belum ada. Konplik yang muncul di lingkungan keluarga, dapat diselesaikan oleh keluarga yang bersangkutan, tidak sampai melibatkan aparat desa atau prajuru desa. Tugas pokok dan fungsi Desa Pakraman dan Desa Dinas menjalankan Sengketa Adat, jenis pelayanan yang diberikan seperti penyelesaian konflik di masyarakat, penyelesaian sengketa berupa hak waris, pelanggaran batas pekarangan, perkelahian, dan perselingkuhan. Proses penyelesaiannya melalui para aparat Desa Pakraman dan pihak-pihak yang bersengketa di bawa ke forum perarem Desa Pakraman. Semua permasalahan dilaporkan. Perarem kemudiaan menyidangkan, jika terdapat pihak-pihak yang
Dirangkum dari informasi Kepala Desa serta Aparat Desa pada tanggal 28 - 31 Juli 2006
83

bersalah menurut pandangan hukum adat ( awig-awig ), maka dikenai sanksi menurut berat-ringannya perbuatan. Sanksi sosialnya adalah berupa adanya perasaan malu (jengah), dan jika perbuatan melanggar awig-awig terus diulangi maka sanksi sosial yang paling berat adalah dikucilkan (sepekang Banjar). Sebagai institusi yang memiliki wilayah kewenangan untuk menangani kehidupan adat masyarakat di Desa Pakraman, maka sangat mungkin terjadi friksi yang banyak melahirkan kasus adat. Kasus ini tidak saja datang dari luar, tetapi juga banyak dari dalam. Gesekan atau konfilk, secara langsung dan tidak langsung amat mempengaruhi peri kehidupan adat masyarakat Desa Pakraman. Sanksi terhadap sebuah kasus tidak hanya sebatas berupa material, tetapi lebih jauh dari sekedar material, yaitu melalui sanksi moral, sebagaimana Desa Pakraman dibangun melalui norma dan kebiasaan yang berlaku seperti itu. Kasus adat mendapat perhatian khusus, karena mengingat intensitas kemunculannya seperti konflik suami-istri yang berakibat perceraian dapat mengganggu keharmonisan dalam masyarakat.. Kebanyakan kasus ini tidak sampai diselesaikan melalui jalur hukum. Permasalahan diselesaikan berdasarkan aturan (awig-awig). Awig-awig sangat kuat, bukan karena akibat sanksi yang ditimbulkannya, tetapi karena masyarakat begitu menghormatinya sebagai produk hukum yang yang mencerminkan nilai nilai norma agama yang dianutnya. Terdapat keyakinan Hukum Karma (causality law) yang dominan jika melanggar. Beberapa jenis kasus adat yang dilayani Desa Pakraman adalah: 1) sengketa tanah atau warisan, biasanya terjadi pada sebuah keluarga besar; 2) kasus ketidak harmonisan dalam rumah tangga antara suami-istri, anak, menantu. Peranan Desa Pakraman dalam menangani masalah ketidak harmonisan ini berupaya memberikan bimbingan, tuntunan, dan menasehati yang bersangkutan dengan baik;

183 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

184

kasus kasepekang, yaitu kasus pengasingan terhadap anggota masyarakat yang melanggar awig-awig. Contoh bentuk kasepekang ini, antara lain tidak boleh menguburkan mayat di kuburan desa, melaksanakan upacara Pitra Yadnya di Desa Pakraman tempat tinggal, dikeluarkan dari Banjar atau desa; 4) kasus pencurian pratima, yaitu pencurian harta benda yang ada di dalam tempat suci atau pura. Pratima ini dapat berbentuk unen-unen, keris, tapel, emas, patung, dll.84 7. Pelayanan Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Kesejahteraan Rakyat Pelayanan publik oleh Desa Dinas bidang Kesra meliputi pelayanan: kesehatan, pendidikan, koperasi dan perekonomian. Menyalurkan jatah beras untuk masyarakat miskin (raskin) dan bantuan konpensasi subsidi BBM kepada rakyat miskin. Pelayanan di bidang kesra merupakan bentuk pelayanan yang sangat kompleks dan memiliki tingkat urgenitas tinggi. Hal ini tidak terlepas dari subtansi pelayanan Kesra itu sendiri. 3) Pelayanan kepada masyarakat, bidang kesehatan yang diberikan oleh desa adalah menggalakkan pelayanan kesehatan melalui Pos Pelayanan Terpadu Kesehatan (Posyandu). Posyandu ada sembilan yang memberikan pelayanan, yaitu: peningkatan gizi anak balita, keluarga berencana, pemberian vitamin, imunisasi kepada anak balita serta merujuk masyarakat yang sakit untuk berobat ke Pusat Kesehatan Masyarakat. Kegiatan pelayanan Posyandu dapat dilihat dari tabel sebagai berik Tabel 11 Kegiatan Pos yandu dan Jenis Pelayanan

Kepada Masyarakat85
Nama N o 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 Posyandu Gisi Imuni-sasi KB Obat Tambah an 25 15 19 21 45 16 18 35 24 Brosur Kese ha-tan 15 15 15 15 15 15 15 15 15 Rujukan 4 3 2 1 1 -

W. Kaje W. Kelod W. Kangin W. Bendul Kloncing Bengkel B.Kambig Amplas Amplas

125 175 165 160 115 165 185 245 135

25 21 18 35 38 24 23 18 24

18 11 9 7 12 8 9 18 15

Jumlah

1.310

218

107

226

135

11

Di samping pelayanan terpadu yang dilaksanakan oleh Posyandu, juga masalah kesehatan dilayani oleh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) Pembantu. Kehadiran masyarakat yang berobat ke Puskesmas pembantu selama tahun 2004 dapat dilihat dalam grafik sebagai berikut. Grafik 1 Jumlah Kunjungan Masyarakat Ke Puskesmas Pembantu Tahun 200486

84 Kasus seperti tersebut dalam kurun waktu 5 tahun terakhir,belum pernah terjadi. Tetapi kalau hal tersebut terjadi, yang berhak menangani hhdalah Desa Pakraman dengan melibatkan petugas keamanan yang terkait.

85 86

Puskesmas Pembantu Desa Wongaya Gede, 2005. Kantor Puskemas Pembantu Wongaya Gede, 2004

185 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

186

Jumlah Murid No. Nama SD LK 1. 2. 3. 4. 5. SD Neg. 1 SD Neg. 2 SD Neg. 3 SD Neg. 4 SD Neg. 5


Jumlah

Guru PR 62 48 53 40 45
247 37

Pegawai

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop Des

55 45 48 37 42
227

8 7 7 7 8
10

2 2 2 2 2

O ra n g

Bulan

Desa Dinas juga memberikan pelayanan di bidang pendidikan. Dalam memberikan pelayanan di bidang pendidikan, Desa Dinas menyediakan gedung sekolah yang dibangun oleh Desa dengan swadaya sendiri mulai dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1980, semua sekolah dibangun oleh desa. Setelah adanya proyek mulai tahun 1980 baru mendapatkan dana rehab bangunan gedung sekolah. Saat ini ada 5 sekolah Dasar, disamping itu desa selalu memberikan motivasi menuntaskan wajib belajar 9 tahun, dan memperhatikan kesejahteraan guru. Adapun jumlah sekolah, murid, dan guru yang terdapat di wilayah desa Wongaya Gede seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 12 Jumlah Sekolah dan Siswa87

Di samping sekolah Dasar juga ada Sekolah Menengah Tingkat Pertama Swasta yang memberikan pelayanan di bidang pendidikan dalam rangka menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Masyarakat Desa Wongaya Gede setelah menamatkan Sekolah Dasar, kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di luar daerah. Pelayanan publik Desa Pakraman bidang kesejahteraan yaitu di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat. Pelayanan publik di bidang pendidikan, dalam bentuk memotivasi masyarakat untuk turut mensukseskan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar 9 tahun (GNPPWB). Motivasi yang terus dikembangkan tersebut terutama dilakukan pada berbagai kesempatan musyawarah desa, dan musyawarah khusus bidang KESRA yang diadakan oleh Desa Pakraman. Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar, telah mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat.88 Hal ini terbukti sebagian besar anak berusia sekolah di Desa Pakraman Wongaya Gede telah menempuh WAJAR 9 tahun. Pelayanan dalam bidang KESRA juga diwujudkan melalui
88 Hasil Wawancara dengan para informan Desa Pakraman 18 Pebruari 2006 menyatakan bahwa GNPPWB merupakan suatu program yang sangat baik, karena itu kami bersedia mengajak anak-anak kami untuk menempuh WAJAR 9 tahun.

87

Monografi Desa Dinas Wongaya Gede th. 2004

187 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

188

kerjasama dengan Desa Dinas. Berpartisipasi dalam menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan pada tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Pelayanan di bidang kesehatan diwujudkan dengan cara menjaga kesehatan masyarakat yaitu memberantas nyamuk malaria dan sumber penyebab deman berdarah bekerja sama dengan PUSKESMAS setempat. Mendorong masyarakat agar tetap manjalani pola hidup sehat. Desa Pakraman memberikan kesadaran kepada masyarakat, untuk menjaga kesehatan, melalui musyawarah desa bidang KESRA. Penanaman apotik hidup di pekarangan rumah masingmasing, telah dimasyarakatkan, sebagai tanaman obat. Selanjutnya, pelayanan bidang KESRA mencakup pula pengembangan pariwisata. Ritual adat dan keagamaan yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman memilik nilai budaya, yang diminati oleh Wisatawan. Obyek pariwisata yang dikembangkan disamping pariwisata spiritual, juga ditunjang oleh keindahan alam, kebersihan lingkungan, dan keamanan desa. Langkah yang ditempuh dalam pengembangan pariwisata adalah menjaga kelestarian adat budaya setempat, yang bercirikan agama Hindu. Pengembangan seni budaya masyarakat setempat seperti seni ukir, seni tari, dan seni tabuh yang dapat menunjang perkembangan pariwisata budaya. Pariwisata Bali berakar pada pariwisata budaya, sedangkan budaya yang tumbuh dan berkembang dijiwai oleh filsapat Agama, sehingga adat budaya dan agama, luluh menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dan memberi makna. Adat, budaya dan Agama inilah yang menopang pariwisata tersebut. Peranan Desa Pakraman dalam menunjang pariwisata di Bali cukup besar. Karena adat budaya dan agama tumbuh dan berkembang di Desa Pakraman. 8. Pelayanan Desa Dinas dan Desa Pakraman Pemerintahan Bidang

Pelayanan publik di bidang kesekretariatan, Kepala Desa dibantu oleh Sekretariat Desa, dan lima orang Kepala Urusan. Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat, Kepala Urusan Administrasi dan Kepala Urusan Keuangan. Untuk melaksanakan tugas-tugas Kepala Desa di tingkat dusun, Kepala Desa dibantu oleh Kepala Dusun definitif, satu orang Kepala Dusun persiapan dan satu orang kelihan. Sekretaris Desa uraian tugasnya adalah memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Desa. Memimpin, mengkoordinasikan, mengendalikan, serta mengawasi semua urusan/kegiatan sekretaris. Memberikan informasi mengenai keadaan sekretariat dan keadaan umum di wilayahnya. Membuat program kerja, melaksanakan urusan suratmenyurat, kearsipan, dan laporan. Mengadakan dan melaksanakan persiapan rapat serta mencatat hasil rapat. Menyusun rencana keuangan, mengadakan kegiatan inventarisasi, melaksanakan kegiatan pencatatan mutasi tanah, dan pencatatan administrasi pertanahan. Melaksanakan administrasi kepegawaian di wilayahnya. Melaksanakan administrasi kependudukan, administrasi pembangunan, dan administrasi kemasyarakatan. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa Wongaya Gede Dalam struktur Desa Dinas dijelaskan bahwa kepala desa memberikan pelayanan di bidang pemerintahan dibantu oleh kepala urusan Pemerintahan, yang bertugas melayani masyarakat di bidang: a) Administrasi kependudukan, b) Pembuatan kartu Penduduk/Keterangan Domisili, c) memberikan pelayanan administrasi perkawinan, sebagai pencatat perkawinan serta memperoses sampai keluarnya akte perkawinan oleh kantor catatan sipil, d) mencatat keluar masuk kependudukan, e) mencatat kelahiran/kematian yang dilaporkan oleh kepala Dusun/Kelihan Banjar Dinas, f) Membuat monografi Desa meliputi data statistik desa, g) melayani admnistrasi jual-beli tanah dan transaksi lainnya, serta melegalisir perjanjian yang dibuat oleh antar warga desa.

189 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

190

Kepala Urusan Kesra memliki beberapa tugas, antara lain : a) Mengkoordinir dan menyerahkan beras kepada keluarga miskin, b) Pembuatan surat keterangan untuk keluarga miskin, pemangku, dan keluarga kelihan Banjar dinas, c) Pelaporan dan pendataan keluarga miskin yang diambil. Kemudian mengenai uraian tugas Kepala Urusan Umum, adalah: melaksanakan, menerima, dan mengendalikan surat-surat masuk dan keluar, serta melaksanakan tata kearsipan. Mengkoordinasikan pengertian surat-surat hasil persidangan dan rapat-rapat atau naskah-naskah lainnya. Melaksanakan penyediaan, penyimpanan, dan pendistribusian alat-alat tulis kantor, serta memelihara dan memperbaiki peralatan kantor. Menyusun jadwal serta mengikuti perkembangan pelaksanaan piket. Melaksanakan dan mengusahakan ketertiban/kebersihan kantor dan bangunan lain milik Desa Wongaya Gede. Penyelenggaraan pengelolaan buku administrasi umum, menyelenggarakan pengelolaan administrasi kepegawaian. Mencatat inventarisasi kekayaan, melaksanakan persiapan penyelenggaraan rapat, penerimaan tamu dinas, dan kegiatan kerumahtanggaan pada umumnya. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh sekretaris desa Maju mundurnya Desa, sangat ditentukan oleh sumber dana yang dikelola oleh desa, semakin besar pendapatan asli desa akan semakin besar pula tingkat pembangunan masyarakat. Sumber dana pendapatan asli desa ada 3 jenis, 1) dana bantuan dari pemerintah melalui dana proyek serta dana operasional desa yang didapat dari pemerintah kabupaten atau dari provinsi. 2) hasil dari tanah kas desa yang dikelola oleh masyarakat. 3) pendapat asli desa yang diperoleh dari masyarakat melalui dana administrasi jual beli tanah dan sumber dana lainnya dari donatur yang tidak mengikat.
2006.

Dalam pengelolaan keuangan tersebut kepala desa dibantu oleh kepala urusanan keuangan. Kepala Urusan Keuangan memiliki tugas-tugas, antara lain membuat pencatatan uang masuk dan uang keluar. Selanjutnya didirikan pula koperasi unit desa yang melayani kebutuhan anggota masyarakat. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelayanan publik merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh institusi baik pemerintah maupun swasta, dan lembaga lainnya dalam menyediakan jasa layanan yang berkualitas kepada masyarakat, dimana masyarakat tidak dapat menyediakan kebutuhan pelayanan secara sendiri-sendiri. Kualitas pelayanan telah menjadi faktor yang menentukan dalam menjaga keberlangsungan suatu organisasi birokrasi pemerintah Pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa publik, sangat penting dalam upaya mewujudkan kepuasan pengguna jasa publik. Secara kelembagaan, upaya untuk mendekatkan pengambil keputusan dengan pengguna jasa memang diperlukan perubahan kelembagaan dan pembangunan kelembagaan. Oleh sebab itulah maka perubahan struktur dari vertikal menjadi horisontal atau dari tall, menjadi flat. hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pengambil keputusan dengan pelanggan yang oleh Stewart disebut sebagai close to the Pelayanan publik di bidang pemerintahan yang diberikan oleh Desa Pakraman adalah membantu program pemerintah (kesehatan, pendidikan, pajak, dan pembangunan) melalui bahasa agama. Melalui cara pendekatan bahasa Agama program pemerintah lebih efektif dijalankan89. Hal ini didasari pada filsafat Tri Hita Karana. yang menekankan keharmonisan: keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan (unsur Parhyangan), antara manusia dengan

customer.

89

Hasil Wawancara dengan Bandesa Adat di Wongaya Gede, 18 Pebruari

191 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

192

manusia (unsur Pawongan), dan antara manusia dengan alam (unsur Palemahan). Desa Pakraman memiliki aparat yang menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan bidang pelayanannya di Desa Pakraman. Para aparat ini bertugas melayani dalam bidang perkawinan, kependudukan (pendataan anggota masyarakat yang ada di lingkungan Desa Pakraman). Pada saat perkawinan menurut hukum agama Hindu dilaksanakan oleh Desa Pakraman. Berkewajiban melaporkan kepada Desa Dinas. Sedang Desa Dinas meneruskan proses tersebut ke kantor Catatan Sipil sampai mendapatkan akte perkawinan. Jadi pelayanan di bidang pemerintahan adalah melayani masyarakat menyelesaikan administrasi pemerintah seperti Akte Perkawinan, dan menunjang program pemerintah melalui bahasa agama. Desentralisasi merupakan suatu mendekatkan pembuat keputusan publik dengan pengguna jasa publik, sehingga pada gilirannya berbagai tuntutan pengguna jasa publik akan lebih cepat dapat direspons. Pelayanan publik ditentukan oleh budaya organisasi yang dianut oleh birokrasi sebagai penyelenggara layanan publik. Budaya organisasi (birokrasi) dipahami sebagai suatu konsensus bersama tentang nilai-nilai bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu budaya organisasi merupakan nilai yang dianut dan mengikat anggota organisasi agar anggota organisasi berperilaku dan bertindak sesuai tujuan organisasi. Melalui budaya organisasi, anggota menjadi menyatu dan merasa memiliki organisasi yang bersangkutan. Dalam kondisi demikian anggota organisasi dalam menjalankan tugasnya senantiasa berupaya untuk menjaga kelangsungan dan perkembangan organisasi. Demikian pula halnya dalam memberikan pelayanan seyogianya demi memberi kepuasan kepada pelanggan di satu sisi dan bagi eksistensi organisasi di sisi lain. Dalam prakteknya pemberian pelayanan cenderung mengalami kegagalan dalam memuaskan pelanggannya.

Penyebab utama kegagalan dalam melaksanakan pelayanan publik melalui tugas desentralisasi adalah lebih berorientasi budaya politik yang bernuansa sempit. Kurangnya sumber daya manusia yang terlatih dan terampil dalam unit-unit lokal; kurangnya sumber-sumber dana untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab; adanya sikap keengganan untuk melakukan delegasi wewenang; dan kurangnya infrastruktur teknologi dan infrastruktur fisik dalam menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan publik. Kegagalan pelayanan publik disebabkan pula karena birokrasi tidak menyadari adanya perubahan dan pergeseran yang terjadi dalam budaya masyarakatnya. Suatu pergeseran budaya yang bersifat hirarkis, budaya yang bersifat individual, budaya yang bersifat fatalis dan budaya yang bersifat egaliter. Pelayanan publik yang modelnya birokratis cocok untuk budaya masyarakat hirarkis; pelayanan publik yang modelnya privatisasi cocok untuk budaya masyarakat individual (yang anti hirarkhis); pelayanan publik yang modelnya kolektif cocok untuk budaya masyarakat fatalis (yang mendukung budaya hirarkhis dan anti budaya individu); sedangkan pelayanan publik yang modelnya memerlukan pelayanan cepat dan terbuka cocok untuk budaya masyarakat egaliter (yang anti budaya hirarkhis, anti budaya individu dan anti budaya fatalis). Merespon prinsip-prinsip pelayanan publik orientasi budaya tersebut mesti menjadi bahan pertimbangan, yang diikuti oleh sikap dan perilaku yang santun, keramah tamahan dari aparat pelayanan publik baik dalam cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan proses pelayanan maupun dalam hal ketepatan waktu pelayanan. Sikap tersebut dikembangkan untuk tercapainya kepuasan bagi berbagai pihak baik yang dilayani maupun yang memberikan pelayanan demi eksistensi organisasi seperti hanya eksistensi Desa Pakraman dan Desa Dinas sebagai dualisme kelembagaan di masyarakat Bali. 9. Pelayanan Desa Dinas dan Desa Pakraman Bidang Perekonomian

193 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

194

Desa Pakraman, membantu dalam rangka perekonomian keluarga pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pendirian lembaga perkreditan desa (LPD). LPD ini menjalankan pelayanan seperti koperasi simpan pinjam. Semua anggota Desa Pakraman wajib menjadi anggota LPD. Masyarakat memiliki kewajiban untuk melakukan penyetoran modal yang telah disepakati bersama. Masyarakat dapat menyimpan dan meminjam di LPD. Kewajiban yang terkait dengan sistem kredit ini berupa pembayaran-pembayaran cicilan modal dan bunga. Dengan cara demikian maka eksistensi LPD tetap bertahan hingga kini. Kelangsungan LPD tersebut dimungkinkan oleh adanya pembinaan dan Pengawasan dari Bank Pembangunan Daerah Bali (BPD). LPD ini memiliki modal awal yang bersumber dari pemerintah Propinsi Bali dan tabungan wajib anggota masyarakat.
10. Kelembagaan Desa Pakraman dan Desa Dinas Mengacu pada uraian-uraian mengenai pola pelayanan Desa Pakraman dan pola pelayanan Desa Dinas selanjutnya dapat dinyatakan adanya dualisme kelembagaan atau tepatnya dualisme struktural di masyarakat dalam pelayanan publik. Menurut Riggs ciri dualisme kelembagaan (baca struktural) di masyarakat berkembang adalah perpaduan tradisional dan modern baik di pedesaan maupun di perkotaan90. Dualisme atau perpaduan tersebut terlihat pada model administrasi yang diterapkan bersifat heterogen yaitu adanya administrasi yang bersifat konvensional di satu sisi, dan administrasi yang bersifat modern di sisi lain. Administrasi ini menurut Riggs dipengaruhi oleh sistem politik, ekonomi, agama, dan sosial. Dalam konteks pelayanan publik di Desa Wongaya Gede menurut perspektif Riggs sejatinya terdapat dualisme kelembagaan (struktural) yaitu adanya Desa Pakraman dan Desa Dinas yang secara bersama-sama memberikan pelayanan publik. FW Riggs berpendapat bahwa:
90

... pada masyarakat yang sedang berada dalam proses modernisasi dimana yang lama dan baru berada dalam satu campuran yang hetrogin. Sebenarnya satu ciri yang dapat dilihat pada model masyarakat yang menuju mengalami proses modernisasi ialah tumpang tindih (Overlapping),91. Di Bali terdapat dualisme struktural yang lama dan baru berada dalam satu wilayah, dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal di akar rumput. Hal ini ditandai sebelum penjajahan Belanda telah hidup desa adat yang disebut Desa Pakraman. Desa Pakraman berfungsi mengatur tata pemerintahan Desa, dan mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan publik di bidang tata keagamaan, tata kemasyarakatan dan sosial budaya, serta pembangunan. Desa Pakraman dalam mengatur tata pemerintahan dan rumah tangganya tersebut, anggaran pendapatan dan belanjanya bersumber dari anggota desa ( kerama ), untuk anggota dan oleh anggota. Orde Baru berkuasa berupaya menyeragamkan klasifikasi tipe desa yang telah ada sebelumnya, bersifat sentralistik. Desa Dinas cenderung dominan, sebaliknya peranan Desa Pakraman tersubordinasi pada Desa Dinas. Pemberlakuan otonomi daerah ternyata semakin memberikan peranan yang lebih besar terhadap organisasi tradisional termasuk Desa Pakraman. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dipandang tidak mempunyai semangat menghormarti eksistensi desa, dan dalam undang-undang ini tidak secara eksplisit menyebut otonomi desa, melainkan hanya mengenal Otonomi Daerah. Paparan ini hendak menegaskan bahwa dalam menjalankan fungsi pemerintahan pelayanan publik, di desa Wongaya Gede Kabupaten Tabanan di jumpai adanya dua jenis kelembagaan yaitu Desa Pakraman dan Desa Dinas. Apa yang disinyalir oleh Riggs mengenai dualisme kelembagaan
91

Ibid, hal 14

Fred W Riggs, Op. cit, hal 16

195 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

196

berlaku di Bali, walaupun Riggs tidak mengedepankan mengenai konsep Desa sebagai pelayan publik. Adanya dua struktural dalam pelayanan publik, maka melahirkan beberapa implikasi berikut; Pertama, terdapat dua pola institusi yang memberikan pelayanan publik di masyarakat. Akibat lanjutannya adalah adanya dua pola kepemimpinan di akar rumput (masyarakat) yang sama-sama memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, adanya tumpang tindih (Overlapping) di dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas. Tumpang tindih tersebut ditandai adanya bidang yang sama dalam pemberian pelayanan publik kepada masyarakat oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas. Akibat lanjutannya adalah ada kemungkinan akan terjadi saling sinergi pelayanan karena jenis pelayanan dan masyarakat yang dilayani adalah sama92. Data tentang pelayanan publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas sesuai dengan teori pelayanan, yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya, menunjukkan bahwa pelayanan publik oleh dua institusi desa tersebut telah dapat dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisis Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas, yang telah dikaji menunjukkan hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: Pertama, pelayanan publik oleh Desa Pakraman yang pada mula terbentuknya, khusus mempunyai tugas pokok dan fungsi pelayanan di bidang Agama Hindu, Adat dan Budaya. Saat ini berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman meliputi sembilan bidang sehingga ikut masuk dalam pemberian pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat seperti: bidang pembangunan, keamanan, dan perekonomian. Kedua, pelayanan publik oleh Desa Dinas yang pada mula terbentuknya oleh pemerintah untuk melayani di bidang pemerintahan, tetapi saat ini berkembang sesuai dengan kebutuhan pemerintah terutama ikut memberikan pembinaan dan pelayanan di bidang Adat, Agama, dan Budaya.
Dirangkum berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil Wawancara dengan aparat Desa Dinas di Desa Wongaya Gede Gede pada tanggal 14 Juni 2006.
92

Ketiga, akibat dari jenis pelayanan oleh kedua institusi ini bidangnya sama, maka muncul adanya overlapping dan tumpang tindih. Tetapi kalau dikaji secara mendalam tentang bidang tugas secara menditail sesungguhnya, walaupun menangani bidang yang sama tetapi unit pelayanannya yang berbeda. Pelayanan Desa Pakraman tentang agama, mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan mulai dari segi perencanaan, pelaksanaan upacara keagamaan. Desa Dinas pelayanan di bidang agama khusus membina kerukunan antar umat beragama, intern antar umat, dan antar umat beragama dengan pemerintah. Desa Dinas tidak masuk memberikan pelayanan ritual tentang keagamaan. Keempat, unsur pelayanan dalam bidang yang sama seperti keamanan, pembangunan, perekonomian, sosial budaya dan agama dapat disinergikan. Sinergi dapat dilakukan dengan saling bantu-membantu dan saling melengkapi dalam percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud pelaksanaan otonomi daerah dan Demokrasi Pancasila. Kelima, kemungkinan untuk manggabungkan tugas pokok dan fungsi Desa Pakraman dan Desa Dinas amat sulit karena sesungguhnya bidang tugasnya berbeda, apalagi keberadaan masyarakat saat ini sudah hiterogen tidak Desa Pakraman hanya melayani yang homogen lagi. beragama Hindu saja. Dengan demikian mengingat dua desa ini tidak mungkin digabung/disatukan, konsekuensinya adalah struktur tetap berbeda. Maka perlu adanya penegasan kembali tentang tugas pokok dan fungsi Desa Pakraman dan Desa Dinas. Diperlukan adanya payung hukum yang mengatur Desa Pakraman dan Desa Dinas. Saat ini Desa Pakraman diatur berdasarkan Perda No. 31 tahun 2003, sedangkan Desa Dinas tunduk pada Undang-undang No. 32 tahun 2004. C. Sinergi Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas Beredasarkan hasil penelitian di Desa Wongaya Gede, terdapat dua organisasi yang memberikan pelayanan publik.

197 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

198

Desa Dinas dan Desa Pakraman wilayah dan penduduknya sama. Implikasi dualisme struktural dalam pelayanan publik, memiliki konsekuensi adanya dua pola kepemimpinan di akar rumput (masyarakat). Kedua lembaga tersebut,dalam memberikan pelayanan publik bisa overlapping, sebaliknya dapat bersinergi di dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, karena jenis pelayanan dan obyek yang dilayani adalah sama. Bidang pelayanan yang sama berakibat, bisa saling melempar tanggung jawab terutama pelayanan di bidang keagamaan, kebersihan lingkungan, pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana lingkungan desa. Adanya bidang pelayanan yang terabaikan yaitu tidak adanya institusi yang menangani masalah pelestarian hutan lindung. Dari segi kepemilikan tanah dimiliki oleh Desa Pakraman, sementara dari segi wilayah merupakan wilayah kerja Desa Dinas. Pelayanan yang tumpang tindih tersebut cenderung kurang efisien dari segi biaya, tenaga dan waktu. Sebab obyek pelayanan Desa Pakraman dan Desa Dinas adalah anggota masyarakat dan wilayah yang sama. Oleh sebab itu beberapa bidang pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas dapat disinergikan. Sinergi yang dimaksudkan adalah berupa sinkronisasi energi sebagai pola perpaduan pelayanan publik, yang dapat memberikan hasil yang lebih optimal pada masyarakat. Adapun bidang-bidang pelayanan publik yang dapat disinergikan meliputi: (1) bidang keamanan, (2) bidang ekonomi, (3) bidang pemerintah, (4) bidang sosial, dan (5) bidang agama, adat dan budaya. Hal ini dapat digambarkan sinergi pelayanan publik sebagai berikut Gambar 6. Sinergi Bidang Pelayanan Publik Desa Dinas dan Desa Pakram

Keterangan :1. Keamanan, 2. Ekonomi, 3. Pemerintahan, 4. Sosial, 5. Adat budaya dan agama. 1. Sinergi Bidang Keamanan Desa Pakraman berdasarkan hak asal-usulnya mempunyai otonomi asli sehingga berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa Pakraman berhak membuat aturan sendiri yang disebut awig-awig. Prajuru desa dalam penyelenggaraan pemerintahaan dibantu oleh jagabaya desa yang disebut pecalang yang tugas pokok dan fungsinya untuk menjaga keamanan desa. Istilah pecalang berasal dari kata celang yang berarti tajam indrianya, terutama indria pengelihatan, pendengaran, penciuman, dan perasaan. Pecalang sebagai jagabaya desa mempunyai fungsi menjaga keamanan desa terutama menjaga keamanan dan kelancaran prosesi upacara keagamaan, oleh karena itu pecalang dalam melaksanakan tugasnya selalu awas terhadap segala mara bahaya yang mengancam desanya. Lembaga pecalang merupakan salah satu komponen yang sangat penting, sebab jika terjadi pancabaya93 seperti kebakaran, banjir, angin ribut, gempa, dan kerusuhan, maka pecalang mempunyai tugas terdepan untuk menyelamatkan warga masyarakat dan seluruh harta benda. Kegiatan pecalang berkaitan erat dengan keamanan Desa Pakraman, dan selalu tampak dalam kegiatan yang Busana yang dikenakan pecalang
Pancabaya istilah dalam bahasa Bali, bernakna lima jenis bencana, banjir. Angina topan, kebakaran tanah longsor, kerusuhan.
93

199 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

200

mengandung makna simbolik keagamaan dan tradisi masyarakat, yaitu: (1) destar atau udeng atau ikat kepala; (2) baju sejenis rompi; (3) kampuh poleng (kain warna loreng), (4) wastra kancut atau kain yang berujung. (5) mengenakan keris (kadutan), dan (6) mengenakan bunga waringin bang (pucuk merah) pada daun telinga atau pada lipatan udeng. Berkaitan dengan kegiatan dalam bidang keamanan, Desa Dinas juga mempunyai tugas untuk menjaga keamanan desa. Secara formal Desa Dinas mempunyai Hansip atau Pertahanan Sipil yang dikoordinir oleh Kepala Desa. Dalam tugasnya untuk menjaga keamanan desa, Hansip berkoordinasi dengan Pecalang, sehingga terjadi sinergi antara Pecalang dengan Hansip dalam melaksanakan tugas keamanan. Pecalang sebagai jagabaya desa mempunyai tugas pokok menjaga keamanan yang berkaiatan dengan pelaksanaan kegiatan adat dan agama. Tugas pecalang dalam perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, Pecalang tidak hanya bertugas terbatas pada kegiatan adat dan agama saja, tetapi juga meliputi menjaga ketertiban masyarakat secara luas. Hal ini bersinergi dengan tugas-tugas yang diemban oleh aparat Desa Dinas atau aparat keamanan negara. Kerjasama lembaga pecalang dengan lembaga keamanan Pertahanan Sipil dalam wujud koordinasi dimaksudkan agar pelaksanaan tugas keamanan dilakukan secara terpadu. Keberhasilan Pecalang dan petugas keamanan Hansip ditandai oleh terwujudnya ketertiban dan ketenteraman masyarakat. 2. Sinergi Bidang Ekonomi Dalam bidang ekonomi Desa Pakraman mempunyai wadah yang disebut Lembaga Perkreditan Desa (LPD), yang berfungsi sebagai bank desa. LPD dapat melayani kepentingan perekonomian masyarakat desa. Bagi warga desa yang mempunyai penghasilan lebih, seperti pada saat panen hasil pertanian, mereka dapat menyimpan uangnya di LPD. Desa Dinas dalam meningkatkan kesejahtraan masyarakat, telah dibentuk Koperasi Unit Desa, sebagai lembaga simpan pinjam juga. Hasil pertanian ditampung oleh Badan Usaha Unit Desa,

yang dibentuk oleh Pemerintah. KUD maupun BUUD dalam perjalanannya mengalami pasang surut, kalah bersaing dengan perusahan swasta. Pemerintah dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah melaksanakan berbagai program kerja, yang meliputi bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan. Usaha tersebut melibatkan aparat pemerintahan Desa Dinas. Pelaksanaan program tersebut Desa Dinas bekerja sama dengan prajuru Desa Pakraman dalam menyalurkan kegiatan proyek yang datang dari pemerintah pusat. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi sinergi antara aparat Desa Dinas dengan prajuru Desa Pakraman dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 3. Sinergi Bidang Pemerintahan Pelaksanaan program pemerintah, yang berkaitan dengan suksesnya program kependudukan melalui Keluarga Berencana, dilaksanakan dengan sistem Banjar. Penelitian menunjukan bahwa program yang dilaksanakan melalui jalur bahasa Agama, Adat, Budaya menunjukkan hasil yang baik. Hal ini terbukti suksesnya program KB, pengentasan buta aksara dan angka, juga melibatkan Desa Pakraman. Dalam mewujudkan tertib administrasi, terutama sosialisasi Akte Perkawinan, Akta Kelahiran dan KTP, pemerintahan Desa Dinas dan Desa Pakraman bekerja sama memberikan motivasi dan kesadaran masyarakat, agar tertib administrasi. 4. Sinergi Bidang Sosial Kegiatan masyarakat desa dalam bidang sosial tercermin pada tata kehidupan yang bersifat kolektif. Jiwa gotong-royong menjadi inspirasi bagi warga masyarakat dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial. Semboyan salunglung sebayan taka, diwujudkan dalam melaksanakan kegiatan sosial. Dengan semangat kerja sama itu, seluruh warga masyarakat dapat mengerjakan pekerjaan besar yang berguna bagi seluruh warga masyarakat.

201 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

202

Dalam kegiatan sosial yang datangnya dari pemerintah pusat, disambut baik oleh prajuru Desa Pakraman, dan dilaksanakan bersama antara pemerintah Desa Pakraman dan Desa Dinas. Dengan demikian sinergi Desa Pakraman dengan Desa Dinas dalam bidang sosial, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera bagi seluruh warga masyarakat desa. Ciri-ciri masyarakat desa yang besifat kolektif itu, menunjukkan adanya kehidupan bersama sesama warga desa yang bersifat kekeluargaan. Hal itu juga tercermin dalam memecahkan masalah yang dilakukan secara kekeluargaan. 5. Sinergi Bidang Agama, Adat, dan Budaya Dalam pelaksanaan upacara agama, seperti Hari Nyepi, pelaksanaan kegiatan tidak hanya dilaksanakan oleh prajuru Desa Pakraman saja, tetapi melibatkan seluruh aparat pemerintah Desa Dinas. Hal itu menunjukkan bahwa dalam kegiatan dalam bidang agama, adat, dan budaya, dilaksanakan secara bersinergi antara prajuru Desa Pakraman dengan aparat Desa Dinas. Agama Hindu yang dianut oleh masyarakat di lokasi penelitian, ternyata menjadi sumber bagi terwujudnya aturanaturan adat yang menjadi pedoman berperilaku bagi warga masyarakat yang disebut awig-awig. Awig-awig itulah mengikat warga masyarakat merasa bersatu dalam satu wilayah yang sama, dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama pula terhadap desanya. Karya seni warga masyarakat baik sesara individu maupun secara kolektif menghasilkan karya budaya yang bernilai tinggi. Oleh karena itu, agama, adat, dan budaya telah menyatu dalam kehidupan setiap warga masyarakat. Desa Dinas sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, dalam bebagai program kerjanya berupaya untuk mengembangkan dan melestarikan nilai agama, adat, dan budaya masyarakat. Sinergi Desa Dinas dan Desa Pakraman dalam bidang agama, adat, dan budaya dimaksudkan untuk memelihara kelestarian Adat, Budaya masyarakat yang dijiwai oleh Agama. Berdasarkan atas penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Desa Pakraman dan Desa Dinas sebagai suatu

organisasi pada prinsipnya memiliki budaya yang khas terbentuk oleh konteks budaya masyarakatnya. Budaya organisasi ini kemudian direpresentasikan dalam bentuk nilai, sikap, prinsip, aturan, artifak, semangat, sanksi, dan asumsi yang mengarahkan perilaku anggota dan organisasi. Organisasi publik seperti halnya Desa Pakraman dan Desa Dinas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesungguhnya dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan. Demikian pula halnya anggota sebagai sub sistem organisasi masyarakat dalam menjalankan fungsinya sesungguhnya digerakkan oleh budaya organisasi yang bersangkutan dan di dorong oleh dinamika faktor eksternal. Sementara itu, organisasi berperan mengadaptasi dinamika faktor eksternal tersebut demi kelangsungannya. Masuknya proses modernisasi beserta proyek pembangunan masyarakat di pedesaan, sesungguhnya menyisakan berbagai persoalan. Runtuhnya keunikan di desa yang berupa kearifan tradisi maupun pengetahuan lokal (local knowledge). Masuknya budaya asing dapat mempengaruhi budaya masyarakat, meskipun tidak cocok untuk ditiru oleh masyarakat setempat. Mulai saat itu daerah pedesaan, mendapatkan tantangan untuk menghadapi perubahan sosial. Desa Dinas dan Desa Pakraman bersama sama mengantisipasi penetrasi masuknya budaya luar, kedalam budaya masyarakat setempat. Filternya melalui melestarikan adat, budaya dan agama. Wujud sinergi dalam bidang adat budaya dan agama, nampak dalam program terpadu dalam rangka pembinaan dan pelestarian adat budaya dan agama. Wadah untuk melestarikan adat budaya dan agama tertampung dalam Desa Pakraman, oleh karena demikian kedudukan desa pakraman dijaga eksistensinya di masyarakat. Pemerintah Daerah Bali telah mengembangkan Desa Pakraman sebagai wahana pembangunan, yang meliputi beberapa hal, antara lain: 1). Proyek Pembangunan Berkelanjutan di Bali (Bali Sustainable Development Project), dengan salah satu butir pengembangan itu adalah memacu pusat-pusat kegiatan

203 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

204

yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok sekeha baik di Banjar, maupun organisasi lainnya. 2). Pembangunan Bali yang berwawasan budaya dengan salah satu butir pengembangannya, yaitu Dalam pelaksanaan pembangunan peranan lembaga-lembaga adat (Desa Pakraman, Banjar, Sekeha) terbukti sangat penting agar eksistensi lembaga-lembaga tradisional ini tetap utuh, maka upaya pembinaan kearah keterbukaan, selektif dan adaptif perlu ditingkatkan fungsi ekspresif (regilius, solidaritas, estetis) dan fungsi orientatif-progresif (ekonomi, dan IPTEK) perlu dipacu untuk tumbuh secara berimbang94. 3). Kematangan dan pelarasan Desa Pakraman sebagai wahana pembangunan, masih perlu disiapkan. 4). Aktivitas kewadahan lainnya menuntut kesiapan perangkat internal dan eksternal Desa Pakraman. Perangkat internal berupa piranti keras, seperti kejelasan fisik dan sarana, dan piranti lunak seperti awig-awig yang mengatur dinamika Desa Pakraman. Sedangkan perangkat eksternal adalah campur tangan pihak luar seperti gencarnya inovasi pembangunan, pembinaan pemerintah dan hubungan antar Desa Pakraman yang dalam kondisi tertentu dapat mendorong dan atau menghambat tujuan pembangunan. Sebagaimana telah dinyatakan bahwa institusi pemerintah merupakan salah satu lembaga yang berperan dalam menyediakan pelayanan publik kepada masyarakat. Salah satu institusi pemerintah terbawah yang berhubungan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat adalah Desa Dinas dan Desa Pakraman. Seiring dengan era Desentralisasi saat ini, fenomena yang muncul adalah bangkitnya identitas lokal di daerah, karena selama Orde Baru identitas politik dihancurkan dengan proyek penyeragaman Desa95. Dalam konteks pelayanan publik, berbagai indikator pelayanan publik dasar di desa seperti kesehatan, pendidikan,
94 95

tranportasi, dan lain-lain belum menjadi indikator utama untuk mengukur keadilan dan responsivitas pemerintah daerah96. Secara sektoral, pelayanan publik oleh Desa Dinas masih menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten melalui DinasDinas. Sementara, pemerintah kabupaten umumnya belum mempunyai standar pelayanan publik minimal dan belum melakukan distribusi kewenangan kepada desa untuk mengurus pelayanan publik desa. Belum adanya pembagian kewenangan yang detail mengenai pelayanan publik antara kabupaten dan desa ternyata membuat kesulitan tersendiri dalam menentukan formula Alokasi Dana Desa (ADD) yang betul-betul berpihak kepada rakyat miskin (yang sangat butuh sentuhan pelayanan publik). Sampai sekarang pelayanan publik di desa selalu dimaknai dan dipraktikkan sekedar sebagai pelayanan service) untuk keperluan administratif (administrative mengontrol dan mendisiplinkan warga, bukan sebagai pelayanan privat servis (civil service) yang betul-betul menjadi hak warga. Di Bali melalui otonomi daerah terjadi pergeseran yang cukup berarti yang ditandai oleh perubahan nama Desa Adat dikembalikan sebutannya menjadi Desa Pakraman sesuai dengan Peraturan Daeran Nomer 3 Tahun 2001. Selain Desa Pakraman, dikenal pula Desa Dinas yang dibentuk untuk memberikan pelayanan administrasi bidang kepemerintahan. Desa yang tumbuh dan berkembang atas swadaya dan swakarsa oleh masyarakat, menunjukkan bahwa Desa tersebut memiliki otonomi asli.97 Otonomi desa mempunyai tujuan memberikan pengakuan terhadap lokalitas yang eksistensinya jauh lebih tua ketimbang NKRI. Desentralisasi membawa pemerintah lebih dekat dengan masyarakat. Desentralisasi juga , membangkitkan
Wignosubroto, Soetandyo, Op. cit, hal 506. Lihat Sutoro Eko (2004) menyatakan Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) masing-masing membentuk asosiasi untuk menyuarakan revisi UU No.22/1999 yang berorientasi pada pemberian otonomi yang lebih besar serta pembagian kewenangan dan keuangan kepada desa yang lebih berimbang (dalam Wignosubroto, Soetandyo et al., 2005)
97 96

Anom, 1991, Loc. cit, hal. 28 Wignosubroto, Soetandyo et al., Op. cit, hal 491.

205 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

206

potensi dan prakarsa lokal, menciptakan pemerataan dan keadilan, memberdayakan kekuatan rakyat pada tingkat grassroot, memperbaiki kualitas layanan publik yang relevan dengan aspirasi masyarakat. Mengacu pada berbagai uraian sebagaimana dikemukakan di atas, maka sinergi pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas sebagai suatu pola pelayanan publik yang dapat dilaksanakan secara bersama-sama meliputi bidang keamanan, bidang ekonomi, bidang politik, bidang sosial, dan bidang budaya. Pola pelayanan publik yang disinergikan atas berbagai bidang tersebut, mengadopsi model pola pelayanan publik satu atap dan berbagai varian lainnya. Pertama, Pola pelayanan satu atap, disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat di desa Wongaya Gede Kabupaten Tabanan. Model satu atap didasari pada pemikiran yang berkembang di masyarakat bahwa pola pelayanan publik satu atap merupakan sesuatu yang penting perlu diwujudkan sehingga adanya efisiensi dan efektifitas tenaga, waktu dan biaya baik dari pihak penyedia layanan (Desa Pakraman dan Desa Dinas) maupun dari masyarakat yang dilayani98. Pada model pelayanan ini bidang-bidang pelayanan yang sama yang mengharuskan kehadiran secara fisik aparat Desa Pakraman dan aparat Desa Dinas serta kehadiran anggota masyarakat seperti menetapkan program, adat budaya, pembinaan karang taruna, pembinaan keluarga sukinah, penyelesaian sengketa adat, dan berbagai urusan administrasi keamanan dapat dilakukan secara bersama - sama. Tempat pelayanan dapat dimusyawarahkan bersama apakah di kantor Desa Dinas atau di balai Banjar Desa Pakraman. Pemilihan tempat pelayanan yang didasarkan pada hasil musyawarah akan dapat dihindari konflik pelayanan, hemat waktu, tenaga dan biaya serta terjalin komunikasi dan kerja sama yang harmonis di antara aparat di kedua desa.
98 Dirangkum berdasarkan hasil wawancara dengan aparat Desa Pakraman dan Desa Dinas, serta Tokoh-tokoh Desa Pakraman dan Desa Dinas di Desa Wongaya Gede Kabupaten Tabanan, 13 dan 14 Februari 2006.

Kedua, model kerja sama dan koordinasi yaitu bidang pelayanan yang sama seperti pemeliharaan hutan lindung, dan pelayanan keamanan serta bidang lainnya dapat dilakukan koordinasi dan kerja sama antar aparat Desa Pakraman dan Desa Dinas. Penetapan jadwal bersama sekaligus pembagian tugas dan pengaturan lainnya dapat ditetapkan dalam musyawarah bersama. Ketiga, membentuk forum bersama yang pengurusnya dapat diambil dari Desa Pakraman dan Desa Dinas. Melalui forum bersama segala permasalahan pelayanan di desa Wongaya Gede dapat diupayakan bersama. Keempat, mempertegas kembali tugas pokok dan fungsi Desa Dinas dan Desa Pakraman, diikuti koordinasi dan konsultasi yang lebih mantap, dalam pelaksanaan program masing masing, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pemberian pelayanan publik. Pada dasarnya yang dilayani dan yang melayani adalah dari unsur masyarakat yang sama. Perangkat Desa Dinas adalah termasuk anggota dari Desa Pakraman, demikian pula sebaliknya Prajuru Desa Pakraman merupakan bagian dari anggota/penduduk Desa Dinas.

207 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

208

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bahasan mengenai Analisis Pelayanan Publik oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas Wongaya Gede, telah dilakukan secara

sistematis. Pokok masalah yang tertuang dalam bab I ditelaah secara intensif, dengan menggunakan pisau analisi; administrasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, desentralisasi dan pemerintahan lokal, dan teori pelananan publik. Analisis pelayanan publik oleh kedua desa tersebut terutama diskripsi pelayanan publik, serta analisis pelayanan yang dapat disinergikan antara pelayanan oleh Desa Pakraman dan Desa Dinas tertuang dalam bab IV. Pada bagian akhir dari hasil penelitian ini, dicoba untuk ditarik sejumlah pokok pikiran yang dapat disimpulkan. Selanjutnya disajikan sejumlah saran yang relevan bagi ikhtiar akademik, demikian pula saran yang ditujukan kepada pemerintah termasuk Desa Pakraman dan Desa Dinas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta mensinergikan pelayanan di akar rumput. Mengacu pada pokok maslah yang telah diuraikan sebelumnya, serta hasil penelitian temuan lapangan daril analisis sebagaimana yang telah dituangkan pada bab IV, maka dalam kesimpulan ini akan memuat dua pokok kesimpulan; pertama tentang pelayanan publik, dan yang kedua tentang sinergi pelayanan publik, Desa Pakraman dan Desa Dinas Wongaya Gede sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas Desa Pakraman merupakan lembaga tradisional, yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat, mempunyai wilayah, penduduk kewenangan untuk mengatur rumah tangga sendiri serta ditopang oleh dana swadaya masyarakat. Sedangkan Desa Dinas merupakan lembaga modern yang dibentuk oleh Pemerintah Kolonial, Pada zaman kemerdekaan masih dimanfaatkan dan berkembang sampai sekarang. Kedua desa ini tumbuh dan berkembang seirama dengan pasang
Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

surutnya sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa Pakraman pada saat terbentuknya memberikan pelayanan bidang agama, adat istiadat dan budaya. Tiga unsur ini saling melengkapi dan memberi makna. Agama dilkemas melalui adat-istiadat dan budaya, sedangkan adatistiadat dan budaya dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu. Kemudian berlanjut secara turun temurun, yang diwariskan oleh para leluhur mereka, kepada generasi penerusnya. Desa Pakraman berfungsi untuk menata dan mengatur kehidupan masyarakat Hindu dalam menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan sesama umat manusia, serta antar umat manusia dengan alam lingkungannya. Tiga unsur keharmonisan hubungan ini disebut dengan Tri Hita Karana. Perkembangan selanjutnya tugas pokok dan fungsi Desa Pakraman tumbuh dan berkembang sesuai dengan suasana politik, serta dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mensukseskan program pemerintah (pembangunan) melalui jalur bahasa agama. Desa Pakraman dalam memberikan pelayanan publik, berkembang menjadi sembilan bidang pelayanan yakni; bidang agama, sosial kemasyarakatan, pembangunan, keamanan, peradilan adat, kesra, pemerintahan dan perekonomian. Desa Dinas pada mulanya tugas pokok dan fungsi pelayanannya, hanya yang berkaitan dengan bidang pemerintahan, serta tugas-tugas tertentu yang dberikan oleh pemerintah. Mengingat Desa Dinas adalah merupakan unsur pemerintah yang paling bawah, maka semua unsur pelayanan pemerintah juga dilayani oleh Desa Dinas. Tugas pokok dan fungsi Desa Dinas diatur berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui undangundang, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda). Secara rinci jenis pelayanan publik Desa Pakraman 34 jenis pelayanan. Sedangkan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh desa Dinas 22 jenis pelayanan.

210

Berdasarkan rincian aspek pelayanan publik tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik yang diberikan oleh Desa Pakraman jauh lebih berat daripada pelayanan publik yang diberikan oleh Desa Dinas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman menyangkut seluruh aspek kebutuhan masyarakat, mulai dari manusia baru lahir, sampai dengan meninggal (Ngaben) ritual keagamaannya dilayani oleh Desa Pakraman. (2) Desa Pakraman dalam melaksanakan program pelayanan publik, sumber dananya murni dari swadaya masyarakat. (3) dalam pembangunan pekerjaan untuk renopasi Pura sangat banyak. Demikian pula dalam bidang-bidang lain pelayanan publik oleh Desa Pakraman lebih berat,(4) pelestarian, adat, budaya dan agama menjadi kewajiban pokok Desa Pakraman. Sementara Desa Dinas melaksanakan desentralisasi atau mendapatkan kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004, memiliki wilayah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli desa dan dana APBD Kegiatan pembangunan dan pelayanan publik ditunjang oleh dana yang memadai dari pemerintah. Desa Pakraman sebagai organisasi yang tumbuh dari masyarakat memiliki legitimasi yang lebih besar daripada organisasi bentukan (Desa Dinas). Hal ini tercermin dalam kehidupan sehari hari, masyarakat lebih taat dan patuh kepada Desa Pakraman, contoh; kalau ada kegiatan dalam waktu yang sama dilaksanakan oleh kedua desa tersebut, masyarakat akan memilih hadir di kegiatan Desa

Dinas. Pelayanan yang melanggar kesopanan akan mendatangkan sangsi sosial. Desa Pakraman dan desa Dinas memiliki reputasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada filsafat Tri Hita Karana

2.

Pakraman.

Secara umum baik Desa Pakraman maupun Desa Dinas cukup kompeten dalam memberikan pelayanan publik. Kedua institusi ini yang paling dekat dengan masyarakat, dan mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakatnya, serta pelayanan diberikan atas semangat Tri Hita Karana. Oleh karena itu aspek kesopanan di dalam melayani anggota masyarakat dipegang teguh oleh Desa Pakraman dan Desa

Sinergi Pelayanan Publik Desa Pakraman dan Desa Dinas Hasil penelitian menunjukan bahwa, aspek pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas ditemukan 5 (lima) bidang yang dapat disinergikan karena jenis pelayanan yang sama dapat dilaksanakan secara terpadu. Adapun bidang-bidang pelayanan publik yang dapat disinergikan meliputi: (1) bidang keamanan, (2) bidang ekonomi, (3) bidang pemerintahan, (4) bidang sosial, dan (5) bidang agama, adat dan budaya Desa Pakraman dalam menjalankan fungsi keamanan dibantu oleh jagabaya desa yang disebut pecalang berfungsi untuk menjaga keamanan desa. Desa Dinas mempunyai petugas Pertahanan Sipuil (Hansip) yang bertugas menjaga keamanan. Dalam bidang ekonomi Desa Pakraman mempunyai wadah yang disebut Lembaga Perkreditan Desa (LPD), yang berfungsi sebagai koperasi simpan pinjam. Desa Dinas memiliki Koperasi Unit Desa (KUD). Dalam mewujudkan tertib administrasi pemerintahan, Desa Pakraman. Desa Dinas lebih berperan dibandingkan Terutama pelayan surat menyurat, seperti surat keterangan dan KTP, tetapi sukses tertib administrasi kependudukan peran Desa Pakraman sangat kuat. Pelaksanaan penertiban penduduk dilakukan kerjasama antara aparat Desa Pakraman dan Desa Dinas sehingga seluruh warga desa yang berdomisili diwilayah Desa pakraman dan Desa Dinas dapat ditertibkan dengan baik. Kegiatan masyarakat desa dalam bidang sosial tercermin pada tata kehidupan yang bersifat kolektif. Jiwa gotong royong menjadi inspirasi bagi warga masyarakat dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosial. Semboyan salunglung sebayan taka, diwujudkan dalam melaksanakan kegiatan sosial.

211 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

212

Dalam pelaksanaan upacara agama, seperti hari Nyepi, pelaksanaan kegiatan tidak hanya dilaksanakan oleh prajuru Desa Pakraman saja, tetapi melibatkan seluruh aparat pemerintah Desa Dinas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan dalam bidang agama, adat, dan budaya, dilaksanakan secara bersinergi antara prajuru Desa Pakraman dengan aparat Desa Dinas.Dalam rangka menyinergikan pelayana publik Desa Pakraman dan Desa Dinas berdasarkan bidang-bidang yang telah disebutkan di atas, ada beberapa model sinergi yang dapat ditempuh: Pertama, model pelayanan satu atap. Pada model pelayanan ini bidang-bidang pelayanan yang sama seperti menetapkan program, adat budaya, pembinaan karang taruna, pembinaan keluarga sukinah, penyelesaian sengketa adat, urusan keamanan dapat dilakukan secara satu atap. Model pelayanan dapat dimusyawarakan bersama apakah di balai banjar Desa Pakraman atau di kantor Desa Dinas. Pemilihan tempat pelayanan yang didasarkan pada hasil musyawarah akan dapat dihindari konflik pelayanan, dihemat waktu, tenaga dan biaya serta terjalin komunikasi dan kerja sama yang harmonis di antara aparat di kedua desa. Kedua, model kerja sama dan koordinasi yaitu bidang pelayanan yang terabaikan seperti pemeliharaan hutan lindung, dan pelayanan keamanan serta bidang lainnya dapat dilakukan koordinasi dan kerja sama antar aparat Desa Pakraman dan Desa Dinas. Penetapan jadwal bersama sekaligus pembagian tugas dan pengaturan lainnya dapat ditetapkan dalam musyawarah bersama. Ketiga, memanfaatkan semua potensi yang ada serta melibatkan berbagai unsur untuk bersama-sama memberdayakan masyarakat dalam memberikan pelayanan, untuk meningkatkan kebersamaan, dan kesejahtraan masyarakat Wongaya Gede. Walaupun sebagian besar prinsip-prinsip pelayanan publik secara esensial dapat disinergikan, seperti yang telah diuraikan tadi, tetapi secara struktural kedua desa itu sulit untuk disatukan. Hal ini disebabkan oleh latar belakang historis

pembentukannya berbeda, tugas pokok dan fungsinya juga berbeda.. Desa Pakraman lebih menitik beratkan pelayanan publik pada entitas agama, adat, budaya. Sedangkan pembentukan Desa Dinas tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan pada entitas pemerintahan, sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat di akar rumput. Walaupun dalam perjalanan waktu kemudian terjadi pergeseran tugas pokok dan fungsi pelayanan masing-masing, karena pasang surut pemerintahan desa yang cenderung mengarah pada tumpang tindih pelayanan publik, karena adanya kesamaan masyarakat yang dilayani, hal ini mengakibatkan masyarakat dilayani oleh dua institusi yang berbeda entitasnya. B. Saran-Saran 1. Peningkatan kualitas pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik Desa Pakraman, para prajuru desa mestinya berpedoman pada ketentuan yang telah diatur dalam awig-awig, serta keputusan rapat (perarem). Sebaliknya masyarakat seyogianya patuh dan taat terhadap awig-awig yang telah ditetapkan. Sedangkan peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Desa Dinas juga berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hasil musyawarah mufakat desa sehingga dalam memberikan pelayanan tercermin adanya rasa keadilan, keamanan, kenyaman dan lain-lain. 2. Dalam menyinergikan pelayanan publik Desa Pakraman dan Desa Dinas agar lebih ditingkatkan kualitas musyawarah mufakat di antara kedua instansi tersebut sehingga tidak terjadi overlapping dalam mengambil kebijakan dan pemberian pelayanan, dibangun atas model pelayanan satu atap, kerjasama dan koordinasi, dan forum bersama yang dijiwai oleh Tri Hita Karana. 3. Perlu payung hukum dari Pemerintah Propinsi Bali untuk mengatur Desa Pakraman dan Desa Dinas supaya tidak terjadi tumpang tindih pelayanan publik dari kedua institusi

213 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

214

tersebut. Walaupun sudah ada Perda Nomer : 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman tetapi belum mengatur hubungan kerja sama serta pembagian tugas antara Desa Pakraman dan Desa Dinas. 4. Secara teoritis penggabungan dua jenis desa tidak mungkin dapat dilaksanakan akibat dari latar belakang historis pembentukannya berbeda, tugas pokok dan fungsinyapun berbeda. Bagi Desa Pakraman dan Desa Dinas yang tergolong kategori I yaitu wilayah dan penduduknya sama atau berimpit dapat dipertimbangkan untuk pengelolaannya dibawah satu atap/amalgamasi, jika sesuai dengan tuntutan dan kehendak masyarakat. Sedangkan tipe desa II wilayah Desa Dinas meliputi beberapa Desa Pakraman, dan sebaliknya tipe III yang wilayah Desa Pakraman meliputi beberapa Desa Dinas, tetap dipertahankan keberadaannya seperti semula, dengan meningkatkan koordinasi dan kerja sama dalam bidang-bidang pelayanan tertentu, sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelayanan.

215 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong,

Michael and Baron, 1998, A. Performance Management: The New Realities, New York, Institute of Personnel and Development.

A. Buku Buku Abdul Rosaki dkk., 2005, Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, IRE Press, Jogyakarta. Abdurachman (ed), 1987,Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Press, Jakarta,.

Arsana, IGKG, 1990, Tata Laksana di Lingkungan Pergaulan Keluarga dan Masyarakat Setempat Daerah Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta. Arsana, IGKG, IB Mayun, 1994, Pembinaan Budaya dalam Keluarga Daerah Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta. Artadi, I Ketut, 1980. Hukum Adat Bali, Setia Kawan, Denpasar. Astika, KS, 1986, Peranan Banjar pada Masyarakat Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta. Astika, KS, DP Muka, 1988, Penelitian Banjar sebagai Organ Pembangunan Pedesaan di Bali, Universitas Udayana, Denpasar. Atmosoedirdjo Prajoedi, 1976, Dasar-Dasar Management dan Office Management, Cetakan ke VI, Jakarta. _____, 1976, Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan, Cetakan ke IV, Jakarta.

Agung, AA dan IBP Purwita, 1984, Pemantapan Adat dalam Proyek Menunjang Usaha-Usaha Pembangunan, Pemantapan Lembaga Adat dan Pengembangan Museum Subak, Majelis Pembinaan Lembaga Adat Prop. DATI I Bali, Denpasar. Agung, AA. 1984, Materi Pembinaan Desa Adat, Majelis Pembina Lembaga Adat Prop.Dati I Bali. _____, 1987, Pokok-Pokok Materi Pembinaan Desa Adat di Bali, Majelis Pembina Lembaga Adat, Tk. Bali, Denpasar. Amrah Muslimin. 1960. Ikhtisar Perkembangan Otonomi Daerah 1903 1908. Penerbit Djambatan Jakarta. _____, 1989, Bali pada Abad XIX : Perjuangan Rakyat dan Raja Menentang Kolonialisme Belanda, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Ardika, I Wayan, 1996. Dinamika Kebudayaan Bali, Upada Sastra, Denpasar.

Badri J, 1953, Otonomi Daerah Masalah dan Beberapa Perbandingan, Tanpa Penerbit. Bagus, IGN, 1977, Adat Istiadat Daerah Pengembangan Media Kebudayaa. Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Bali, Proyek

Departemen

Baker,Theresa L, 1994, Doing Social Research, Second Edition, McGraw-Hill, Inc, New York.

Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

217

Baker, Randall,1991, The Role of The State and Bureaucracy in Dveloping Countries Since World War II dalam Farazmand, Ali,. Handbook of Comaparative and Development Public Administration. Marcel Dekker:. USA. Bakkar, Anton,1990, Metodologi Penelitian Filsafat, Cetakan Keempat, Penerbit Kanisius, Yogjakarta. Barzelay, Michael., 1992, Breaking Through Bureaucracy A New Vision For Managing in Government, Berkeley, California, University of California Press Bayu Suryaningrat, 1976. Pemerintahan dan Administrasi Desa, Bandung: PT Mekar Djaya. _____, 1981, Decentralisasi dan Deconcentrasi Pemerintahan di Indonesia suatu analisa, jilid I, Dewa Kunci Press, Jakarta. Beni, 1999, Pedoman Penulisan Udayana, Denpasar.

Wibisono, Gajah Mada Pertama, Yogyakarta. Bryant,

University Lousie,

Press,

Cetakan

Pembangunan

Coralie,

dan

Rusyanto L Simatupang. LP3ES. Jakarta.

untuk

White,

Negara

G,. Manajemen Berkembang. Terj.

Budiardjo Miriam, (ed ), 1991, Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa, Sinar Harapan, Jakarta. Carino, Ledivina, V, 1991, Regime Changes, the Bureaucracy, and the Political Development, dalam Farazmand, Ali,.

Handbook of Comaparative and Development Public Administration. Marcel Dekker. USA

Carter, April, 1985, Otoritas dan Demokrasi, (Terjemahan), Sahat Simamora, Rajawali, Jakarta, Cheema G Shabbir & Rondinelli Dennis A, 1983, Implementing

Awig-Awig. Universitas

Decentralization Programmes In Asia Local Capacity For Rural Development, Japan, United Nation Center For
Regional Development.

Bintoro,T, dan AR Mustopadijaya, 1984, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Gunung Agung, Jakarta. ______, 1994 Pengantar Administrasi Pembangunan. LP3ES. Jakarta. Cet. XVI Bintan Regen Saragih, 1974, Himpunan UUD, UU, dan Beberapa Peraturan Perundangan lainnya tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia, Fak Hukum Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Branch Melville C. 1995, Perencanaan Kota Komprehensif Pengantar dan Penjelasan, (Terjemahan), Bambang Hari

Chelimsky

2nd Edition, 1989.

Eleanor, Program Evaluation Patterns and Directions, American Socicty For Public Administration,

Cochrane Glynn, Policies For Strengthening Local Government In Developing Countries, World Bank Staff Working Papers, No.582, Washington DC USA, 1983. Covarubias, M, 1971, Island of Bali, Oxford University Press, Kuala Lumpur. Danurejo, 1976, Otonomi di Iindonesia Ditinjau Dalam Rangka Kedaulatan, Laras, Jakarta.

218 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

219

Davey,KJ,1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah PraktekJakarta,.

Praktek Internasional dan Relevansinya Bagi Dunia Ketiga, (Terjemahan), Amanullah dkk, UI Press,

Effendi, Sofian., 1993, Strategi Administrasi dan Pemerataan Akses pada Pelayanan Publik Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, FISIPOL, UGM, Yogyakarta. Elliasen, Kjel and Ian Kodiman., 1993, Managing Public Organization, London, Sage Publications. Ennew Judith, 1997, Street and Working Children: A Guide to Planning. Save the Children. London. Esman , Milton, J,1970, CAG and teh Study of Public Administration dalam Frontiers of Development Administration. Edited by Riggs, Fred, W,. North Carolina. Duke University Press. Flippo Edwin B,1993. Manajemen Personalia, (Terjemahan), Mohamad Masud, Erlangga, Jakarta, Edisi ke enam, Jilid 2. _____,1994. Manajemen Personalia, (Terjemahan), Mohamad Masud, Erlangga, Jakarta, Edisi ke enam, Jilid 1Frederickson, H George., 1980, New Public diterjemahkan oleh AAdministration, Ghozei,Administrasi Negara Baru, LP3ES, Jakarta. Flyn, Norman., 1990, Public Sector Management, Great Britain, Mavester Wheat Sheaf Frederickson, V. The Spirite of Public Adminsitration, San Fransisco, Jossey-Bass Publishers, 1997 dan Grindle, M.S. Getting Good Government Capacity Building in the Public Sector of Developing Countries, New York, Harvard University Pess. Fred W. Riggs 1985. Administrasi Negara-negara Berkembang, CV Rajawali Jakarta.

David Silverman. 1993. Interpreting Qualitative Data: Methods for Analysisn Talk, Text and Interaction. Sage Publication Ltd., London. David Mc Kevitt, 1998, Managing Core Publlic Service, Blackwell Publisher.

Decentralisation in Developing Countries, A Review of Recent Experience, Washington DC, USA. Departemen Dalam Negeri, 2003, Pokok-pokok Pikiran tentang Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Jakarta.
Devas Nick dkk, 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, (Terjemahan), Masri Maris, UI Press, Jakarta. DeVery, Catherine,1994, Good Service is Good Busineess, 7 Sample Strategies for Success, Competitive Edge, Management Series, AIM. Dharmayuda, IMS dan IWK Santika, 1991, Filsafat Adat Bali, Upada Sastra, Denpasar. Dherana, Ccok. Raka, 1975, Pokok-Pokok Organisasi Kemasyarakatan Adat di Bali, Universitas Udayana, Denpasar. Jhon. F, 1985. Keuangan Negara, (Terjemahan), Iskandarsyah, Janin Arief, UI Press, Jakarta,

Dennis A Rondinelli, John R Nellis dan Shabbir Cheema, 1983,

Due

220 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

221

-------,1971, Frontiers of Development Administration. Duke University Press Gabriel Roth, 1987, The Private Provision of Public Service in the Developing Countries, EDI series in Economic Development Published for the World Bank, Oxford University Press. G. Shabbir Chema, Dennis A Rondinelli, 1983, Implementing

Gregorius Sahdan., 2005, Transformasi Ekonomi Politik Desa, APMD Press, STPMD APMD Yogyakarta bejkerjasama dengan The Ford Foundation. Guba, Egon, and Y.S Lincoln, 1994, Competing Paradigms

Qualitative Research, In Hanbookof Research, Mc Millan, New York.

Qualitative

Desentralization Program in Asia Local Capacity for Rural Development, United Nation Centre for Regional
Development, Japan

Haar, B.Ter., 1960, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan. K.Ng. Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta Hahn Been Lee, 1991, Systematization of Knowledge on Public Administration, Kumarlan Press, Inc. Handayaningrat Suwarno, 1982. Administrasi Pemerintah Dalam Pembangunan Nasional, Gunung Agung, Jakarta. Hans Antlov, 1995. Exemplary Centre, Administrative Periphery: Rural Leadership and the New Order in Java,

_____,1983,

Decentralization and Development Policy Implementation in Developing Countries, London, Sage


Publications Ltd.

Gelebet, IN, 1986, Arsitektur Tradisional Bali dalam Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta. Geniya, Wayan, 1993, Model Interaksi Kebudayaan dan Industri Pariwisata pada Masyarakat Bali, Upada Sastra, Denpasar. Gerald S. Maryanov, 1957. Decentralization in Indonesia: Legislative Aspects, New York: Cornell University Gerald E. Caiden and Bun Woong Kim, 1991, A Dragon Progress Devlopment Administration in Korea, Connecticut, Kumarian Press, Inc. G.J. Wolholf, 1960. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Timun Mas Jakarta;.

Nordic Institute of Asian Studies, Monograph Series, No. 68

Heady, Ferrel., 1991 Public Administration: Comparative Perpsective, Ed. IV., Marcel Dekker, New York. Harold F. Alderfer, 1964, Local Government in Devloping Countries, New York, Toronto, London: Mc Graw-Hill Book Company.
1

Henderson,

Keith, 1991. Indigenization Versus Internationalization. Dalam Farazmand, Ali,. Handbook of Comaparative and Development Public Administration. Marcel Dekker. USA

222 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

223

Henk Schulte Nordholt, 1994, The Making Of Traditional Bali, Colonial Ethnography And Bureaucratic Reproduction, University Of Amsterdam. Hessel Nogi, S Tangkilisan, 2005, Manajemen Publik, PT Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta. Hoessein,

Ingraham, Patricia and Barbara Romzek., 1994, New Paradigm For Government Issues For The Changing Public Service, Greta Britain, The Mac Millan Press. Islami M Irfan, 1994. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, Istanto F Sugeng, 1971. Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan Indonesia, Karya Putra, Yogyakarta,. James Danandjaya, 1989. Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali,Universitas Indonesia Press, Jakarta. James J. Heaphey, 1971, Spatial Dimension of Development Administration, Duke University Press. Janvry, Alain de et al., 1995, State, Market and Civil LTD, London.

Pemerintahan dan Politik Lokal di Indonesia, Pusat Studi


Politik Indonesia, Jakarta.

Bhenyamin,

dan

Gerald

Marynov,

1980.

_____, 1993, Berbagai fakta yang mempengaruhi besarnya otonomi Daerah Tk.II, Suatu kajian Desentralisasi dan otonomi Daerah dari segi ilmu Administrasi Negara, Pasca sarjana UI, Jakarta. _____, 1996, Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dalam Dua Perspektif, Manajemen Pembangungan, Jakarta . ______,2003 Laporan Penelitian Kajian Tata Hubungan Kewenangan antara Pemeirntah dan Pemerintah Daerah, Kerjasama antara PKPADK-FISIP-UI dengan Kantor Menpan, Jakarta Hofstede, G., 1983, The Cultural Dimension in Management and Planning, Asia Pasific. H. Nursyahid, HN, 2002. Penyelenggaraan otonomi Daerah, BP Panca Usaha, Jakarta, Hughes, Dwen E., 1994, Public Management and Administration An Introduction, Great Britain, The Mac

Organizations: New Theories, New Practices and Their Implications for Rural Development, Mac Millan Press,

Jaweng, R.E. 2002. Faktor Negatif Pusat Dalam Kebijakan Otonomi Daerah, Jurnal Forum Inovasi Capacity Building & Good Governance. Jennie Litvack, Amhad Junaid, and Richard Bird. 1998. Rethinking Decentralization in Developing Countries, World Bank Washinton D.C. Jeremy H Kemp,1987, Seductive Mirage; The Search for Thr Fillage Community in Southeast Asia, CASA Centre Of Asian Studies Amsterdam. Jerry W. Gilley and Ann Maycunich. 1998. Beyond the Learning

Millan Press.

Iain, Mc Lean,1987, Public Choice an Introduction, New York.

Organization: Creating a Culture of Continuous Growth and Development Through State-of the Art Human

224 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

225

Resource

Massachusetts,

Practices,

Perseus

Books

Cambridge,

Lane, Ian Erick., 1995, Public Sector: Concepts, Models and Approaches, California, Sage Publication. Lawrence W. Neuman, 2000, Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approaches, Allyn and Bacon. Lembaga Administrasi Negara RI, 1993.Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, CV Haji Mas Agung, Jilid 1, Cetakan ke Sembilan, Jakarta. _____, 2006Strategi peningkatan Kualitas Pelayanan Publik , LAN. Cetakan pertama. Leemans, A.F. 1970. Changing Patterns of Local Government, International Union of Local Authorities, the Hague. Lovelock, Christoper., 1994, Product Plus How Product Service Competitive Advantage, New York Mc Graw Hill. Manasse Malo dan S. Trisnoningtias. 1995. Metode Penelitian Masyarakat. PAU-IIS Universitas Indonesia Jakarta. Mariun, 1975, Asas-Asas Ilmu Pemerintahan, Fak. Sospol UGM Yogyakarta. Mark Turner dan David Hulme. 1997. Governance, Administration, and Development, Macmillan Press Ltd., London.

JD. Legge, 1963, Central Authority and Regional Autonomy in Indonesia: A study in Local Administration 1956-1960. Ithaca, New York. Cornell University Press. Josep Riwa Kaho, 1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara

R.I. Identifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi Penyelenggaraannya, Rajawali, jakarta.

JS. Furnivall, 1956, Colonial Policy and Practice, A Comparative Study of Burma and Netherlands Indie. New York University Press. Kaho, Yosef Riwu, 1988. Prospek Otonomi Daerah di Negara Press, Jakarta,

Republik Iindonesia Identifikasi Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Beberapa Penyelenggaraannya, Rajawali

Kansil, C. ST, 2001. Kitab Undang-Undang Otonomi Daerah, Pradaya Pramita, Jakarta, Kartasasmita, Ginanjar, 1997.Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia. LP3ES. Jakarta.

Kasim Azhar, 1994.Teori Pembuatan Keputusan, Fak Ekonomi UI, Jakarta. Khaeruddin. 1992. Pembangunan Masyarakat Tinjauan Aspek Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan, Liberty, Jakarta. Koesoemahatmadja RDH, 1979. Pengantar Ke arah Sistem Pemerintahan di Indonesia, Bina Cipta, Bandung.

Mathur PC and Sn Jha,1999, Decentralization and Local Politices, New Delhi, London: Sage Publication. McGregor, Douglas., 1987, The Profesional Manager, Warren G Bennis and Caroline McGregor, eds, McGraw-Hill, New York.

226 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

227

Meenakshisundaram,SS, 1999, Decentralization in Devloping Countries, New Delhi. Minogue, M., Polidano, C, and Hulme D., 1998, Beyond the

Omar Azfar, et.al. 1999. Decentralization, Governance and

Public Services The Impact of Institutional Arrangements, A Review of The Literature, Iris.

New Public Management: Changing Ideas and Practices in Governance, Edward, Elgar, Cheltenhamn, UK.

Osborne C. David, and Gaebler Ted, 1992. Reinventing York, USA.

Mohajir, 1990, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan Kedua, Penerbit Sarasin, Yogjakarta. Moleong, Lexy J., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan Ketiga belas, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung. Monografi Desa Wongaya Gede Tahun 2004. Muslimin Amrah, 1986.Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung,. Nasution S, 1995. Metode Research (Penelitian Ilmiah), Bumi Aksara, Edisi ke 2, Cet. Pertama, Jakarta. Nazeem Ismail, Saheed Bayat and Ivan Mayer, 1999, Indigenous/Traditional Local Government, South Africa, Interntional Thomson Publishing. Ndraha Taliziduhu, 1988. Metodologi Pemerintahan Indonesia, PT. Bina Aksara, Cet. Ketiga, Jakarta. Norman K. Denzin dan Y.S. Lincoln. 1994. Hanbook of Qualitative Research. SAGE Publication. Nursahid, HN. 2002, Penyelenggaraan Otonomi Daerah, PT. Panca Usaha

Government How The Enterpreneurial Spirit Is Transforming The Public Sector, Penguin Book, New

_____, David and Peter Plastrik., 1997, Banishing Bureucracy The Five Strategies For Reinventing Government, New York, Addison Wesley Publishing. Pamudji S, 1982. Kepemimpinan Pemerintah di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,. _____, 1983. Ekologi Administrasi Negara, Bina Aksara, Jakarta. Parimartha, I Gede, 2003, Memahami Desa Adat, Desa Dinas dan Dedsa Pakraman ( Suatu tinjauan Historis, Kritis ), Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar. _____, 2004, Desa Adat Dalam Perspektif Sejarahi, Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar Peters, Guy, B, 2000, Institutional Theory in Political Science: The New Institutionalism. Continum. London. (reprinted). Pierre, Jon, 1994,Bureaucracy in the Modern State: An Introduction to Comparative Public Administration. Edward Elgar. Phillip Mawhood, 1983, Local Government in the Third World: The Experience of Tropical Africa, New York, Jhon Wiley and Sons Pudja, I Gde, 1984. Perkawinan Hindu, PT. Pita Maha, Jakarta Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2006, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar.

228 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

229

Riggs Fred, W, 1988. Administrasi Negara-Negara Berkembang Teori Masyarakat Parismatis, (Terjemahan), Tim Penerjemah Yasogama, Rajawali, Jakarta, Rondinelli Dennis A, Nellis John R, Cheema G Shabbir, 1983. USA,

Saleh Safrudin, 1953. Otonomi dan Daerah Otonom, Endang, Jakarta, Savas E.S, 1987, Privatization The Key To Better Government, Chatham Hause Publishers Inc, New Jersey. Schein, E.H., 1991, Orgazational Culture and Leadership, Jossey-Bass, San Fransisco. Selo Soemardjan, 1981. Perubahan Sosial di Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Sekrertariat Negara Republik Indonesia, 1992. Risalah Sidang II. Jakarta. Sekretariat Negara RI. Anwar1997,

Decentralization In Developing Countries A Review of Recent Experience, The World Bank, Wahington DC, Government Decentralization in Comparative Perspective: Theory and Practice in Developing Cuontries, Internatinational Review of

Rondinelli, Dennis A, 1981,

Adminstrative Science, Volume XLVII, Number 2. Rondinelli,

Dennis A., et.al. 1981. Decentralization in Developing Countries: A Review of Recent Experience. World Bank Staff Working Papers, Washington DC.

Badan Penyelidik Usaka Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 29 Mei 1945 19 Agustus 1945. Cetakan ke Balance, Accountability, and Lesson about decentralization.

Shah,

Rossi Peter Henry, Freeman Howard E, 1985. Evaluation A Systematic Approach, SAGE Publication, California, USA, Roth, G. 1987, The Private Provision od Public Services in Developing Countries, EDI Series in Economic Development Published for the World Bank, New York: Oxford University Press. Rozaki, Abdur dkk., dalam Sutoro Eko dan Abdur Rozaki eds., 2005, Prakarsa Desentralisasi Desa dan Otonomi Desa, IRE Press, Yogyakarta. Rusli, Budiman, 2006, Pelayanan Publik di Era Reformasi, Jakarta. Suhartono dan Sutoro Eko, 2005, Transformasi Ekonomi Politik Desa, APMD Press Yogyakarta.

Responsiveness:

Worldbank Report.

Siagian, Sondang., 1995, Teori Pengembangan Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta Sirtha, I Nyoman, 2007, Desa Pakraman Hindu, Faluttas Hukum, Universitas Udayana, Dwnpasar. Skelcher, C. 1992, Managing for Service Quality, London, Longman Slamet. 1989. Konsep-konsep Dasar Partisipasi Sosial, PAU Studi Sosial, UGM Yogyakarta. Soenarko, 1954. Susunan Negara Kita, Jembatan, Jilid IV, Jakarta, Soetandyo Wignosubroto et.al, 2005. Pasang Surut Otonomi Daerah Sketsa Perjalanan 100 tahun, Institute for Local Development, Yayasan Tifa.

230 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

231

Steer, Richard M., 1985, Efektivitas Organisasi, Cetakan II, Erlangga, Jakarta Steve Leach, et.al. 1994. The Changing Organisation and Management of Local Government. London: Macmillan Press, Ltd. Sudharta, Tjokorda Rai. 1991, Agama dan Pembangunan, Upada Sastra Denpasar Daerah yang Nyata dan Sujamto, 1983.Otonomi Bertanggungjawab, Ghalia Indonesia, Jakarta. _____, 1992. Otonomi Birokrasi Partisipasi, PT Dahara Prize, Semarang. _____, 1993. Cakrawala Otonomi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta. _____, 1993. Prespektif Otonomi Daerah, PT Rineka Cipta, Jakarta. Sumarjono dalam Gregorius Sahdan, 2005,Transformasi Ekonomi Politik Desa, APMD Press, STPMD APMD Yogyakarta bejkerjasama dengan The Ford Foundation. Sumitro Djojohadikusumo, dkk 1974, Pengantar Administrasi Pembangunan, Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Penerbit LP3ES,Jakarta Sunendra, 1990, Pembinaan Desa Adat di Bali, PT. Bali Post. Denpasar Suparmi Pamuji, 1984, Pelaksanaan Asas Sentralisasi dan asas Desentralisasi dan Otonomi Daerah di dalam Sistem NKRI, IIP, Jakarta. Suparmoko, Ph. D, 1999, Metologi Penelitian Praktis, Penerbit BPFE- Yogjakarta.

Supomo, 1983, Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, Supriatna Tjahya, 1993.Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta, Desember. Surpha, I Wayan, 2004.Eksistensi Desa Adat dan desa Dinas di Bali, Pustaka Bali Post. Suryatni dan Resmini, 1986, Upacara Manusa Yadnya, Upada Sastra, Denpasar Sutoro Eko eds., 2003, Manifesto Pembaharuan Desa, Persembahan 40 Tahun STPMD APMD, APMD Press. _____, 2005. Otonomi Desa Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan Otonomi Desa, dalam Sketsa Pasang Surut Otonom Daerah Dalam Perjalanan 100 Tahun TIFA ILD, Jakarta, Syafrudin Ateng, 1991.Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II dan Perkembangannya, Mandar Maju, Bandung, Team Peneliti Fakultas Hukum, 1980, Hukum Adat Bali tentang Perkawinan, Univ. Udayana Denpasar Theodore M. Smith, The Indonesian Bureucracy: Stability, Change and Productivity; Dissertation Titib, I Made, 1998. Simbol-Simbol Keagamaan Hindu. PT. Paramita Surabaya Tjokroamidjoyo

Pembangunan, LP3ES, Jakarta,

Bintoro,

1974.

Pengantar

Administrasi

232 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

233

Thoha,

Miftah., 1991, Beberapa Aspek Birokrasi, Widya Mandala, Yogjakarta

Kebijaksanaan

Turner,

Mark, dan Hulme, David,1997Governance, Administration, and Devlopment: Making the State Work. Mac Millan Press. Hongkong.

Yan Breman, Desa jawa dan Negara Kolionial, Comparative Asian Studies Program Social Science Faculty, Erasmus University Rotterdam Zeithaml A. Parasuraman-Berry-Leonard L. Berry, 1990,

United Nations, 1975, Devlopment Administration: Current

Delivering Quality Service, Balancing Customer Percepstions and Expectations, New York, The Free
Press, A Division of Macmillon, I

Approaches and Trends in Public Administration For National Devlopment, New York.

Uphoff, Norman, 1995.Grassroots Organizations and NGOsin London

B. Desertasi Endang Wirjatmi Trilestari, 2003. Model Kinerja Pelayanan Publik dengan Pendekatan Serbasistem, Disertasi, Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Jakarta Fahmi, Erwin., 2002, Pengaturan Dan Pengurusan-Sendiri Di

Rural Development: Opportunities with Diminishing States and Expanding Markets, Mac Millan Press LTD,

Vanderberg, 1990, Metode-Metode Penelitian Sosial, PT Gramedia, Jakarta. Wajong J, 1975. Asas dan Tujuan Pemerintah Daerah, Jembatan, Jakarta, Warren, Carol., 1993, Adat and Dinas Balinese Communities in the Indonesian State, Kuala Lumpur, Oxford University Press, Oxfor Singapore New York.

Desa Pulau Tengah, Jambi, Dan Kontribusinya Bagi Administrasi Publik, Disertasi, Program Studi Ilmu

Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Sociological Theory, Sage Waters, Malcolm, 1994, Modern Publication, London, Thousand Oaks, New Delhi.
Wignjodipuro, Surojo., 1973, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Alumni, Bandung Wignosubroto, Soetandyo et al., 2005, Pasang Surut Otonomi Daerah Sketsa Perjalanan 100 Tahun, Institute for Local Development Yayasan Tifa.

Iberamsjah., 2002, Elit Desa Dalam Perubahan Politik Kajian

Sosial dan Politik Universitas Indonesia.

Kasus Pengambilan Keputusan di Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Pada Masa Awal Penerapan Otonomi Daerah 2000 2001, Disertasi, Fakultas Ilmu

Isworo, Walujo Iman., 2002, Pemberdayaan Organisasi Lokal

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Tingkat Desa (Kajian Tentang Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas. Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas

234 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

235

Kushandayani., 2006, Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial (Perspektif Sociolegal), Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Revassy, Lazarus., 2002, Administrasi Pemerintahan Lokal

Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Yasa, I Made, 1997, Potensi Banjar Sebagai Wahana Disertasi, Program Pascasarjana Pembangunan Bali, Institut Pertanian Bogor. C Junal dan Makalah

Irian Jaya, Sebuah Studi Di Desa Harapan Kwamki Lama, Timika, Kabupaten Mimika, Disertasi, Program

Fitzsimmons, Rusli, Budiman, 2003. Pelayanan Publik di Era Reformasi, Ashari, Edi Topo, Upaya peningkatan Kinerja Pelayanan Publik di Era Persaingan Bebas, Jurnal Forum Inovasi, September-Nopember. Hardjosoekarso, Sudarsono., 1994, Beberapa Perspektif Pelayanan Prima, Bisinis dan Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Nomor 3/Volume II./September 1994 , Universitas Indonesia. Hoessein Bhenyamin., 1985, Desentralisasi Dan Otonomi

Daerah Di Negara Kesatuan Republik Indonesia: Akan Berputarkah Roda Desentralisasi Dari Efisiensi Ke Demokrasi, Pidato Pengukuhan Pada Upacara

Publik Dalam Aneka Perspektif, Agustino, Leo., http://www.pikiranrakyat.com/cetak/1204/30/0801.htm, diakses 29 Maret 2006.
Arida, I Nyoman Sukma,2005,Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pengembangan Pariwisata, studi kasus Desa Tenganan dan Desa Kemenuh, Majalah Ilmiah Pariwisata, Universitas Udayana Denpasar Ashari, Edy Topo., 2003, Upaya Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik Di Era Persaingan Bebas, Jurnal Forum Inovasi, September Nopember 2003. Dwiyanto, Agus., 1996, Kemitraan Pemerintah Swasta dan Relevansi Terhadap Reformasi Administrasi Negara, Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Vol I _____,2003, Peran Masyarakat Dalam Reformasi Pelayanan Publik Di Indonesia, Jurnal Forum Inovasi September Nopember 2003.

Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Administrasi Negara Pada Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Di Jakarta Pada Tanggal 18 November 1996.

_____, 2000, Isu-isu Seputar Desa Dalam Kaitannya dengan UU No.22 Tahun 1999, Makalah yang disampaikan pada Seminar Terbatas dan Seminar Pluralisme Hukum yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UI bertalian dengan Masa Purnabakti Prof. Dr.T.O. Ihromi, SH, MA pada tanggal 2 Agustus 2000 di Kampus FH UI, Depok _____,Juli 2001, Hubungan Penyelenggaraan Pemerintahan Pusat Dengan Pemerintahan Daerah, dalam Jurnal Bisnis dabn Birokrasi No.1/Vol.1. _____, 2001, Transparansi Pemerintahan, Mencari format dan Konsep Transparansi dalam Praktek Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik, Forum Inovasi, November

236 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

237

Ikhsan, M. 2001. Otonomi Daerah dan Perubahan Manajemen Pemda, Forum Inovasi Capacity Building and Good Governance, Jakarta. Munir, Risfan., 2002, Otonomi Daerah Dan Masalah Ketimpangan Ekonomi, Jurnal Forum Inovasi Capacity Building & Good Governance. Permas, Achsan., 2003, Keterpaduan Kebijakan dan Strategi Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik, Jurnal Forum Inovasi September Nopember 2003. Prasojo, Eko., 2004, Peran Kepemimpinan Dalam Program Inovasi Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jembrana dalam Bisnis dan Birokrasi No. Jurnal 03/Vol.XII/September/2004. Prasojo, Eko, 2004, Demokrasi, Kampanye, dan Anomi Sosial. Kompas. Opini. 23 Maret. PSKK UGM dalam Dwiyanto, Agus., 2003, Peran Masyarakat Dalam Reformasi Pelayanan Publik Di Indonesia, Jurnal Forum Inovasi September Nopember. Primahendra, Riza., 2003, Masyarakat dan Pelayanan Publik, dalam Jurnal Forum Inovasi September Nopember 2003.

rakyat.com/cetak/0604/07/teropong/lainnya01.htm, diakses 29 Maret 06. Salomo, Roy Valiant,. dan Bake, Jamal,2002, Administrasi Publik, Aransemen Kelembagaan dan Reformasi Pelayanan di Tingkat Lokal. Jurnal PSPK. Edisi 1,

Februari

Sjoerd Beugelsdijk, et.el, 2006. Organizational Culture, alliance Capabilities and Social Capital. http://spits www.uvt.nl/web/fsw/lustrum/papaers. Diakses 29 Maret Sidik, Machfud. 1999. Perimbangan Keuangan Pusat dan

Tantangan Profesi Penilai Menuju Format Indonesia Baru di Millenium Ketiga Soepodo, Harsojo., 2003, Partisipasi Mayarakat Dalam Prencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Pelayanan Publik Di Kota Surakarta, Jurnal Forum Inovasi, September Nopember 2003. Soetardjo Kertohadikoesoemo, 1957. Konsepsi Hatta, Bentuk Pemerintahan Desapraja dalam Swatantra, Tahun ke I nomor 2. _____,Bentuk Pemerintahan Desapraja, dalam Swatantra, nomor 3, Tahun II, Tahun 1959

Daerah: Studi Empiris dan Rekomendasi Kebijakan bagi Indonesia serta Implikasinya pada Pembangunan Wilayah dan Kota (Makalah), Disampaikan Pada Seminar

Rachmadi,

http://www.suaramerdeka.com/harian/0304/12/kh1.htm , diakses 29 Maret. Rusli, Budiman, Pelayanan http://www.pikiranPublik di Era Reformasi,

Otonomi,

Sinoeng

N,

2006.

Pelayanan Publik: Muara

Suardana, I Wayan, 2005. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Ekowisata dan Kerajinan Rakyat. Studi kasus desa Ambengan Kabupaten Buleleng. Majalah Ilmiah Pariwisata Universitas Udayana Denpasar Vol.7 No.1 2005 ISSN 1410-3729

238 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

239

Suwondo., 2001, Desentralisasi Pelayanan Publik: Hubungan Komplementer Antara Sektor Negara, Mekanisme Pasar dan Organisasi Non-pemerintah, Jurnal Administrasi Negara, Unibraw, Vol.I No.2 Maret 2001 Zauhar, Soesilo., 2001, Administarsi Pelayanan Publik: Sebuah Perbincangan Awal, Jurnal Administrasi Negara, Vo I No 2. Maret 2001, Unibraw. D. PERATURAN PERUNDANGAN Republik Indonesia, UndangUndang Nomer 22 Tahun l948, Tentang Pemerintahan Desa. Republik Indonesia, UndangUndang Nomer 19 Tahun l965, tentang Desa Praja. Republik Indonesia, UndangUndang Nomer 5 Tahun l979, tentang Pemerintah Desa Republik Indonesia, UndangUndang Nomer 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah. Republiuk Iundonesia, Peraturan Pemerintah Nomer 84 tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Desa. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomer 25 tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Republik Indonesia, UndangUndang Nomer 34 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Intruksi Presiden Nomer 1 tahun l995 tentang Perbaikan dan peningkatan mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Rakyat.

Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomer 81 Tahun l993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomer 81 Tahun l993 Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomer 63/ KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomer: 25/KEP/M.PAN/2/ 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Biro Hukum dan Humas Setda Prop. Bali, 2001, Peraturan Daerah Tentang Desa Pakraman, Denpasar Bali.

240 Analisis pelayanan ..., I Wayan Suarjaya, FISIP UI., 2007.

241

You might also like