You are on page 1of 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD)

NAMA NO. BP HARI/TGL REKAN KERJA

: RESTI AYU LESTARI : 07 174 002 : SABTU / 9 MEI 2009 : 1. REZA GUNAWAN 2. EKA HAMDANI .Z 3. MAYA ENDILA (07 174 005) (07 174 013) (07 174 020)

ASISTEN HENDRIAN SUFRIKA LIDYA HANDAYANI

LABORATORIUM AIR JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum DO merupakan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme dalam air.
1.1.2 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

1.1.1 DO (Dissolved Oxygen)

BOD adalah banyaknya oksigen yang dibtuhkan oleh bakteri selama penguraian senyawa organik pada kondisi aerobik. Dalam hal ini dapat diinterpetasikan bahwa senyawa organik merupakan makanan bagi bakteri. Parameter BOD digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran oleh senyawa organik yang dapat diuraikan oleh bakteri. 1.2 Prinsip Percobaan Oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa membentuk endapan MnO2. Dengan penambahan alkali iodida dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan dianalisa dengan metode titrasi iodometri, dengan larutan standar tiosulfat dan indikator kanji. Reaksi yang terjadi : Mn2+ + 2OH- + O2 MnO2 + 2I- + 4 H+ I2 + S2O3MnO2 + H2O Mn2+ + I2 + H2O S4O62- + 2I-

1.2.1 DO (Dissolved Oxygen)

1.2.2 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 20c dan pengukuran oksigen terlarut : selama inkubasi menunjukan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air. Oksigen terlarut di ukur dengan metoda winkler dengan titrasi iodometri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Biochemical oxygen demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. (Alaert, G dan Sri simestri santika. 1984) Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat selama proses oksidasi tersebut yang bias mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keaaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. (Alaert, G dan Sri simestri santika. 1984) Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia, seperti (Juandi Siregar, 2009)
1. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dan 2. Kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD).

2.1 Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan pada kehidupan biota perairan. Penurunan okasigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan kemampuannya untuk hidup normal. Kelarutan oksigen minimum untuk mendukung kehidupan ikan adalah sekitar 4 ppm. (Winarni Monoarfa, 2002) Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti (Juandi Siregar, 2009)
1. kekeruhan air;

2. suhu;
3. salinitas;

4. pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. (Juandi Siregar, 2009) Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
1. Metoda titrasi dengan cara Winkler.

Metoda titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH- KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut : MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI 2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H20 MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na2S2C3 Na2S4O6 + 2 NaI 2. Metoda elektrokimia Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip

kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda Winkler lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan thiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan H+ cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran. 2.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegrdasi bahan organik secara biokimia, sehingga juga dapat diartikan sebagai ukuran bahan yang dapat dioksidasi melalui proses biokimia. Oleh karena itu, tujuan pemeriksaan BOD adalah untuk menentukan pencemaran air akibat limbah domestic atau limbah industri. (Winarni Monoarfa, 2002) Penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air

buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pads suhu 20C. (Juandi Siregar, 2009) Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD. (Juandi Siregar, 2009) Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD. (Juandi Siregar, 2009)

BAB III PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Bahan :
1. lar.baku.sodium thiosulfat; 2. Lar. Alkali iodide; 3. Lar. Indikator amilum; 4. Lar. Asam sulfat pekat; 5. Lar. Mangan sulfat; 6. Lar. Kalium dikromat; 7. Akuades; 8. KI murni.

3.2

Alat :
1. erlenmeyer 250 ml 2 buah; 2. Pipet takar 5 ml 3. Pipet tetes 4. Gelas ukur 4 ml 5. Buret 6. Micropipette 1 ml 7. Labu ukur 500 ml 8. Aerator

2 buah; 1 buah; 2 buah; 2 buah; 1 buah; 2 buah; 1 buah.

3.3 Cara kerja : 3.3.1 Standarisasi larutan thiosulfat

Masukkan 5 ml larutan K2 Cr2O7 ke dalam erlenmeyer. Encerkan dengan air suling kira-kira 25 ml, tambahkan 0,5 gr KI murni dan 2,5 ml H2SO4 4N. Kemudian kocoklah dan simpan di tempat gelap selama lima menit. Titrasi dengan larutan thiosulfat yang akan distandarkan. Bila warna kuning pada larutan hampir hilang tambahkan 1ml larutan kanji teruskan titrasi sampai warna biru hilang.

3.3.1 1.

Pemerikasaan Oksigen Terlarut


2. Pipet sampel sesuai dengan karakteristik misalnya 10 ml, masukan dalam

Aerasi air akuades dalam inkubator selama 30. labu ukur 500 ml, encerkan. Masukan akuades yang telah diaerasi kedalam labu ukur 500 ml sebagai blanko. Tambahkan larutan FeCl2.CaCl3, larutkan MgSO4.7H2O dan larutkan buffer fosfat masingmasing 1 ml;
3. Masukan sampel yang telah diencerkan dalam 3 botol BOD (botol

winklev), dimana 2 botol untuk penetuan DO5 dan 1 botol lagi untuk DO0; 4. Lakukan langkah 3 terhadap blangko; 5. Setelah sepuluh menit, ambil botol BOD-DO tersebut, tuangkan dalam erlemeyer 250 ml dan tambahkan 1 ml asam sulfat pekat. Kemudian titrasi dengan larutan natrium thiosulfat sampai warna kuning muda. Tambahkan indikator amilum sampai warna menjadi ungu tua dan titrasi kembali dengan natrium thiosulfat hingga warnanya kembali kuning muda. Catat volume sampel dalam botol dan volume natrium thiosulfat yang digunakan;
6. Terhadap botol BOD-DO0, tambahkan larutan MnSO4.4H2O dan 1 ml

alkali iodide azida, lalu simpan dalam inkubator;


7. Lakukan hal yang sama (prosedur 5-6) terhadap 2 botol BOD-DO 5

setelah 5 hari penyimpanan di inkubator.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Percobaan

Data pengamatan DO0 No . 1. 2. Larutan Blanko Sampel V.Sampel (ml) V. Na2S2O3 (ml) 160 ml 160 ml 12,9 ml 11,3 ml Normalitas DO0 (mg/l) 0,023 N 0,023 N 14,835 12,995

No . 1. 2. 4.2

Larutan Blanko Sampel

V.Sampel (ml) V. Na2S2O3 (ml) 160 ml 160 ml 5 ml 3,2 ml

Normalitas DO5 (mg/l) 0,023 N 0,023 N 5,75 3,68

Perhitungan 1. Pemerikasaan Oksigen Terlarut


1. DO 0

a. Blanko volume sampel = 160 ml volume thiosulfat yang terpakai = 12,9 ml

DO0 blanko = = = b. Sampel

V .Na 2 S 2 O3 x N Na 2 S 2 O3 x 8000 V .sampel


12 ,9 ml x 0,023 N x 8000 160 ml

14,835 mg/l

volume sampel = 160 ml volume thiosulfat yang terpakai = 11,3 ml DO0 sampel = =
V .Na 2 S 2 O3 x N Na 2 S 2 O3 x 8000 V .sampel
11,3 ml x 0,023 N x 8000 160 ml

=
2. DO 5

12,995 mg/l

a. Blanko volume sampel = 160 ml volume thiosulfat yang terpakai = 5 ml DO5 blanko = =
V .Na 2 S 2 O3 x N Na 2 S 2 O3 x 8000 V .sampel
5 ml x 0,023 N x 8000 160 ml

= 5,75 mg/l b. Sampel volume sampel = 160 ml volume thiosulfat yang terpakai = 3,2 ml

DO5 sampel

= =

V .Na 2 S 2 O3 x N Na 2 S 2 O3 x 8000 V .sampel


3,2 ml x 0,023 N x 8000 160 ml

3,68 ml

5 hari,20C

Jadi BOD
( DO 0 DO 5 ) ( B0 B5 ) (1 p ) p
(12 ,995 3,68 ) (14 ,835 5,75 ) (1 10 ) 10

= 9,108 mg/l

4.3

Analisa

Pada praktikum Dissolved Oxygen (DO) - Biohemical Oxygen Demand (BOD) dicari berapa kadar BOD yang terdapat pada sampel. Dari hasil perhitungan didapat kandungan BOD didalam sampel tersebut sebesar 9,108 mg /liter. Angka ini berada di atas baku mutu COD yang ditetapkan pemerintah pada PP 82/2001 untuk baku mutu air kelas I, II dan III. Pada PP ini ditetapkan bahwa baku mutu BOD untuk kelas I, II, III dan IV masing-masing yaitu 2 mg/l, 3 mg/l, 6 mg/l, dan 12 mg/l. Akan tetapi jika air ini diperuntukkan sebagai air kelas IV maka nilai BOD yang didapat ini belum melampaui baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Untuk lebih jelasnya, berikut perbandingan hasil praktikum yang didapat dengan baku mutu yang ditetapkan pemerintah dalam PP Nomor 82/01 Kadar COD sampel Baku mutu P di badan air

2 mg/l (kelas I) 9,108 mg/l 3 mg/l (kelas II) 6 mg/l (kelas III) 12 mg/l (kelas IV)

Keterangan diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar BOD dalam suatu perairan, maka semakin buruk kualitas air tersebut karena kandungan oksigen terlarutnya (dissolved oxygen) semakin sedikit. Hal ini terjadi karena banyaknya limbah organik yang ada di perairan tersebut. Kondisi seperti ini dapat membahayakan kehidupan biota perairan dan manusia yang mempergunakan air ini secara langsung. Walaupun demikian, hasil praktikum ini juga dipengaruhi oleh beberapa kesalahan yang dilakukan saat praktikum, yaitu kurang teliti dalam melihat perubahan warna saat sampel dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3). Hal ini akan berpengaruh pada volume natrium thiosulfat yang digunakan untuk titrasi, sehingga pada akhirnya juga berpengaruh pada nilai COD yang didapatkan. Selain itu, kekurangtelitian dalam melihat batas atas dan batas bawah pada saat penentuan volume larutan yang digunakan juga menjadi faktor kesalahan dalam penentuan nilai BOD ini. Faktor kesalahan juga bersumber dari cara pengambilan sampel. Pengambilan sampel belum mengikuti ketentuan yang berlaku dimana sampel hanya diambil pada pinggir sungai, sehingga kurang valid jika digunakan untuk menggambarkan kondisi perairan secara keseluruhan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan Dari hasil praktikum dan perhitungan data, dapat disimpulkan :
1. Nilai yang didapat DO 0 sampel sebesar 12,995 mg/l, DO5 sampel sebesar 3,68

mg/l dan BOD sampel sampel 9,108 mg/l


2. Nilai BOD yang didapatkan cukup tinggi dan sudah melebihi baku mutu yang

ditetapkan pemerintah pada PP No. 82/01 untuk baku mutu air kelas I, II dan III. 5.2 Saran Agar percobaan berhasil dengan baik, maka dalam melakukan praktikum sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Berhati-hati dalam mentitrasi larutan dan secepat mungkin di titrasi. Sebab kalau tidak tiosulfat akan bereaksi dengan mikroorganisme sehingga konsentrasinya berubah. 2. Jangan sampai salah memasukkan zat setelah habis mentitrasi.
3. Hati-hati dan teliti dalam mengukur, mentitrasi zat dan melihat perubahan

warna larutan.

4. Menguasai prosedur percobaan dengan baik dan benar, sehingga kesalahan

yang terjadi dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA Alaerts G, dan Sri Simestri Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Siregar, Juandi. 2009. BOD(Biochemical Oxygen Demand). (www.ecoton.or.id, akses tanggal 7 Mei 2009) Monoarfa, Winarni. 2002. DO dan Kebutuha BOD Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan (http:// images. atoxsmd. multiply.com, akses tanggal 7 Mei 2009)

You might also like