You are on page 1of 28

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Pemerintah mulai menyadari, untuk melawan terorisme di Indonesia, tidak selalu harus menggunakan kekerasan.

Perlu diupayakan cara-cara yang persuasif. Oleh karena itu, bisa dimengerti mengapa Wapres Jusuf Kalla pasca tertembaknya Doktor Azahari, mengumpulkan sejumlah pemuka agama Islam di kantornya. Para pemuka agama Islam itu diajak menyaksikan tayangan VCD berisi pengakuan para teroris yang melakukan pemboman di Bali pada tanggal 1 Oktober 2005 lalu.

Selanjutnya, para pemuka agama itu diamanahi tugas untuk mensosialisasikan makna jihad yang sebenarnya, terutama kepada kalangan pesantren, dengan maksud agar para santri tidak terpengaruh oleh pemahaman jihad versi teroris. Selain itu, pemerintah melalui Menteri Agama telah membentuk Tim Penanggulangan Terorisme yang diketuai oleh KH Maruf Amin. Juga, dibentuk kelompok kerja yang tugasnya antara lain menyensor buku-buku yang berisi seruan jihad yang tidak benar. Kita berharap para pemuka Islam itu berhasil mengemban tugas menasihati para teroris dan calon teroris. Kalau toh ada yang meragukan keberhasilan upaya ini, penyebabnya adalah sikap para pemuka agama Islam itu yang terkesan tidak kritis. Baca Artikelnya Pertama, mereka sama sekali tidak menanyakan asal-usul tayangan VCD yang konon ditemukan di Vila Nova. Padahal, ketika itu tidak hanya tubuh Arman yang hancur, tetapi juga bangunan yang mereka tinggali runtuh. Tentu merupakan suatu keajaiban bila keberadaan kepingan VCD itu dalam keadaan utuh. Kedua, tidak ada upaya dari para tokoh agama (Islam) itu untuk melakukan uji-sahih terhadap VCD tersebut, misalnya dengan meminta pakar telematika Roy Suryo membedah segala sesuatu yang berkenaan dengan VCD tersebut: kapan dibuatnya, menggunakan handycam jenis apa, adakah rekayasa atau tidak?

24/07/2009

17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Sebab, bukan tidak mustahil, sesuatu yang aslinya tidak begitu menyeramkan akan menjadi sangat menyeramkan setelah melalui proses editing (potong dan sambung), sebagaimana lazim dilakukan para pekerja film. Semua orang yakin, sosialisasi pemahaman jihad yang benar kepada masyarakat awam akan sangat berhasil, karena pada dasarnya orang awam memang takut mati, dan pasti menolak bila disuruh melakukan bom bunuh diri. Sedangkan bila sosialisasi itu ditujukan kepada para calon teroris yang sudah kontrak mati dan berani mati, rasanya belum tentu berhasil. Apalagi, bila para pemuka Islam yang ditugaskan itu tergolong gatek (gagap teknologi), sedangkan para calon terorisnya akrab dengan dunia TI (Teknologi Informasi). Pasti hanya akan jadi bahan tertawaan. Selain gatek para pemuka tadi cenderung tampil bak saudagar (pengusaha) atau bagaikan seorang pejabat (birokrat), lihatlah cara mereka berbusana, selalu naik mobil yang dikendarai supir, dan setiap bulannya menerima honor yang lumayan. Bandingkan dengan para teroris yang tampil qanaah, bersahaja, dan memilih jadi teroris bukan karena kesulitan ekonomi, tetapi karena mereka menyadari bahwa melawan teror dan kezaliman versi Amerika dan sekutunya tidak cukup dengan katakata (lisan), tetapi harus dengan teror juga seperti peledakan bom. Masalahnya, mereka tidak tepat sasaran. Korban yang jatuh seringkali dari kalangan rakyat biasa dan beragama Islam juga. Kalau aksi peledakan yang mereka lakukan menimbulkan korban seperti Bush, Howard, Blair, Lee Kwan Yeuw, Liem Sioe Liong, Aburizal Bakrie, Gories Mere, Dai Bachtiar, Tommy Winata, Yapto, Yorris, Ulil dan sebagainya, rasanya rakyat akan mendukung, paling tidak menyetujui dalam hati. Selain tidak tepat sasaran, mereka juga sampai hati mengorbankan anak buahnya untuk melakukan bom bunuh diri, padahal hasilnya amat sangat tidak memuaskan. Bom Bali II yang mengorbankan tiga anak buahnya, hanya menewaskan puluhan orang. Berbeda dengan Bom Bali I yang menewaskan ratusan orang (asing) tanpa mengorbankan satu pun anak buah mereka.

24/07/2009

17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Para teroris seperti Azahari, Imam Samudra dan sebagainya, sudah punya penilaian sendiri terhadap orang-orang yang disebut sebagai pemuka Islam tadi, yaitu sebagai ulama su (ulama jahat). Dengan melihat penampilan mereka yang seperti itu, maka para teroris pun tidak percaya bahwa mereka adalah ulama pewaris Nabi. Sehingga kata-kata dan nasihatnya tidak akan diikuti. Apalagi, para pemuka agama (ulama) tadi, biasanya bangga duduk di singgasana mewah dan senang dihormati orang, namun jarang yang mau turun ke jalan menyejukkan hati ummat. Teror yang dirancang Azahari adalah teror kelas ikan teri. Mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang punya keberpihakan, kesadaran, dan komitmen yang tinggi terhadap Islam dan ummat Islam, namun harus menghadapi teror kelas paus. Tentu saja kalah. Apalagi para teroris paus ini punya kekuasaan sejagad, yang bisa membalikkan fakta dan opini, sehingga teror yang sangat besar yang mereka lakukan bersama-sama sekutunya justru disebut sebagai perjuangan. Selain pasti kalah melawan teroris paus, mereka juga dikutuki ummat Islam sendiri. Padahal, maksud mereka adalah menjaga martabat ummat akibat diinjak-injak setan Amerika dan sekutunya. Yang penting, kita tidak usahlah ikut-ikutan mengutuk. Soal apakah mereka teroris atau mujahid, biar Allah saja yang memutuskan. Soal, apakah yang mereka lakukan adalah bom bunuh diri atau bom syahid, biar Allah saja yang memutuskan. Yang jelas, bunuh diri adalah haram. Dan bunuh diri yang haram ini, biasanya didorong oleh rasa putus asa, kecewa dan sebagainya. Sedangkan bom bunuh diri yang dilakukan anak buah Azahari, tidaklah dilandasi atau didorong oleh kekecawaan di dalam mengarungi hidup, bukan karena putus asa apalagi putus cinta.

Energi Jihad Sebenarnya yang ditakutkan AS dan sekutunya bukanlah pemboman yang dilakukan oleh para teroris kelas teri itu. Mereka juga tak terlalu risau dengan jumlah korban yang akan atau sudah menimpa warga mereka. Pada kasus WTC 11 September 2001, yang 24/07/2009 17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html konon menewaskan 3000 orang, AS dan sekutunya sudah berhasil membukukan jumlah yang lebih banyak dengan membantai warga Afghanistan dan Iraq, sebagai balasannya. Bahkan gedung kembar WTC yang runtuh itu, sebenarnya juga gedung lama yang usianya sudah 30 tahun. Jadi, AS (dan sekutunya) tidak rugi betul, bahkan kemungkinan mereka justru bersyukur karena tidak perlu keluar biaya meruntuhkan gedung tua tadi. Apalagi, mereka pada dasarnya bisa dan telah melakukan kerusakan yang lebih dahsyat lagi, tidak hanya di Afghanistan dan di Iraq tetapi di seluruh dunia. Pada kasus Bom Bali I, dari 200-an warga asing yang tewas, sekitar 80 lebih adalah warga Australia. Ini belum seberapa. Bandingkan dengan betapa besar potensi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Schapelle Corby, warga Australia yang gagal menyelundupkan 4 kilogram lebih mariyuana ke Indonesia. Untung tertangkap. Jika lolos, berapa banyak generasi muda kita yang berhasil dibunuhnya. Dan yang perlu dipertanyakan lagi, adalah berapa banyak makhluk sejenis Corby yang tidak tertangkap dan berhasil meloloskan narkoba ke seluruh Indonesia. Sesungguhnya kerusakan yang mereka buat jauh lebih dahsyat. Tidak hanya narkoba, mereka juga membunuh masa depan ABG kita dengan mengirimkan laki-laki yang mengidap pedofilia sebagai turis. Berapa banyak ABG kita yang mereka sodomi dengan imbalan uang recehan sepuluh ribu rupiah? Berapa banyak bunga yang baru mekar mereka petik dengan imbalan sangat murah? Kita membiarkan perbuatan aniaya mereka itu demi dolar, demi devisa. Sementara kita sama sekali tidak menghargai devisa yang dibawa para TKI. Para TKI diperlakukan buruk di negerinya sendiri, kemudian diperlakukan buruk di negeri tempatnya bekerja. Sebelum berangkat mereka diperas oleh calo (dan pengusaha) PJTKI, juga diperas oleh oknum birokrasi. Ketika pulang membawa devisa, mereka juga tidak lepas dari ancaman penipuan, pemerasan oknum birokrat, bahkan dibius untuk dirampas hartanya. Turun dari pesawat, mereka tidak boleh berbaur dengan warga lainnya yang justru baru pulang dari luar negeri untuk berfoya-foya (menghamburhamburkan devisa), tetapi harus keluar dari bandara melalui pintu khusus TKI.

24/07/2009

17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

Sesungguhnya yang ditakutkan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya adalah energi jihad yang Subhanallah ternyata demikian besar terdapat pada anak-anak muda kita. Energi jihad seperti ini kalau disalurkan ke sektor ekonomi, militer, teknologi, dan sebagainya, insya Allah mampu membuat kita menjadi bangsa yang mandiri dan punya harga diri. Di sektor ekonomi, kita bisa melihat energi jihad. Dulu, industri batik terutama di Pekalongan dan sekitar Jawa Tengah lainnya, identik dengan komunitas pesantren. Begitu pula dengan sales network-nya. Hal ini sudah dibangun umat Islam sejak pra kemerdekaan. Kemudian dihancurkan oleh pemerintah kita sendiri, oleh bangsa kita sendiri, melalui Golkar, melalui bantuan IMF, IGGI dan sebagainya. Industri tekstil kita juga pernah berjaya. Misalnya di Majalaya, dulu terkenal sebagai sentra industri tekstil yang kesohor hingga ke Asia Tenggara bahkan Asia. Kini habis. Pemerintah sama sekali tidak membina mereka, malahan membangun sistem ekonomi konglomerasi yang mematikan industri rakyat. Begitu juga dengan industri genteng, yang pada umumnya dijalankan oleh WNI keturunan Arab yang Muslim, dihabisi oleh orde baru. Muncul pemain baru yang dibina orde baru (Golkar), dengan peralatan modern dan dengan suntikan dana segar dari bank pemerintah. Saat ini, para pemilik warung kelontong dan para pedagang di pasar tradisional harus berhadapan dengan realitas berupa banyaknya hipermarket, ada Carrefour dan sejenisnya (kapitalis asing), bahkan ada Indo Grosir, Indomart, Alfa, dan mini market lainnya (kapitalis lokal). Bukan berarti pemerintah (orde baru) tidak punya kesadaran untuk membangun ekonomi rakyat (pribumi). Tapi yang mereka bina adalah teman-temannya Soeharto, saudara-saudaranya Soeharto, anak-cucunya Soeharto berikut teman dan saudara mereka. Rakyat yang selama ini berjasa membangun pilar ekonomi kerakyatan jutru dimajinalkan.

24/07/2009

17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

Bersamaan dengan itu dihembuskan dikhotomi pri dan nonpri. Antara lain lahir istilah pengusaha pri dan nonpri. Hal ini membuat hati ummat terbakar, sehingga lahir berbagai kasus radikal, seumpama kasus Priok dan peledakan BCA pada tahun 1984, dan sebagainya. Padahal, yang diuntungkan dengan isu pri non pri ini adalah orang-orang seperti Aburizal Bakrie dan M Jusuf Kalla. Mereka diposisikan sebagai pengusaha pribumi yang perlu dibina dan dibesarkan bisnisnya. Padahal, mereka hanya dijadikan mesin uang bagi kepentingan politik Golkar, hingga kini. Kehadiran mereka belum tentu menguntungkan rakyat kebanyakan. Terbukti, ketika para saudagar karbitan anak papi ini memimpin negeri, mereka hanya mampu merumuskan kebijakan yang merugikan rakyat pribumi. Mereka tidak punya energi jihad. Aburizal dan Jusuf Kalla punya rumah seharga ratusan miliar, tapi lihatlah kesejahteraan karyawan mereka, jangankan punya rumah, take home pay per bulannya saja kecil-kecil. Orang seperti inilah yang disenangi AS dan sekutunya, selain tidak punya energi jihad, mereka gampang diajak berkonspirasi, gampang diajak berkhianat, termasuk mengkhianati bangsanya sendiri. Selama ini memang ada kekhawatiran, bila orang-orang yang punya energi jihad ini dibina dan dikembangkan kegiatan eknominya, jangan-jangan keuntungannya digunakan untuk mengongkosi pendirian negara Islam. Bila mereka dibiarkan masuk militer, dikhawatirkan jangan-jangan nanti mereka justru berontak untuk mendirikan negara Islam. Lantas, kalau energi jihad itu tidak bisa disalurkan ke sektor ekonomi dan sebagainya, kemudian mencari bentuk penyaluran seperti yang terjadi sekarang, siapa yang mau disalahkan? Diposkan oleh anis di 21:55 0 komentar Link ke posting ini radikalisme 24/07/2009
6

17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Radikalisme agama menjadi pembicaraan yang tidak pernah berhenti selama satu dekade ini Bentuk-bentuk radikalisme yang berujung pada anarkisme, kekerasan dan bahkan terorisme memberi stigma kepada agama-agama yang dipeluk oleh terorisme. Dalam hal ini Frans Magnis Suseno (Jawa Pos, 2002:1) menyatakan, Siapa pun perlu menyadari bahwa sebutan teroris memang tidak terkait dengan ajaran suatu agama, tetapi menyangkut prilaku keras oleh person atau kelompok. Karena itu, cap teroris hanya bisa terhapus dengan prilaku nyata yang penuh toleran.

Menurut Ermaya (2004:1) radikalisme adalah paham atau aliran radikal dalam kehidupan politik. Radikal merupakan perubahan secara mendasar dan prinsip. Secara umum dan dalam ilmu politik, radikalisme berarti suatu konsep atau semangat yang berupaya mengadakan perubahan kehidupan politik secara menyeluruh, dan mendasar tanpa memperhitungkan adanya peraturan-peraturan /ketentuan-ketentuan konstitusional, politis, dan sosial yang sedang berlaku. Ada juga menyatakan bahwa radikalisme adalah suatu paham liberalisme yang sangat maju (Far Advanced Liberalism) dan ada pula yang menginterpretasikan radikalisme sama dengan ekstremisme /fundamentalisme. Pendeta Djaka Sutapa (2004:1) menyatakan bahwa radikalisme agama merupakan suatu gerakan dalam agama yang berupaya untuk merombak secara total suatu tatanan sosial /tatanan politis yang ada dengan menggemakan kekerasan. Terminologi radikalisme memang dapat saja beragam, tetapi secara essensial adanya pertentangan yang tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok agama tertentu di satu pihak dengan tatanan nilai yang berlaku saat itu. Adanya pertentangan yang tajam itu menyebabkan konsep radikalisme selalu dikaitkan dengan sikap dan tindakan yang radikal, yang kemudian dikonotasikan dengan kekerasan secara fisik. Istilah radikalisme berasal dari radix yang berarti akar, dan pengertian ini dekat dengan fundamental yang berarti dasar. Dengan demikian, radikalisme berhubungan dengan cita-cita yang diperjuangkan, dan melihat persoalan sampai ke akar-akarnya. Demikian juga halnya dengan fundamentalisme, berhubungan dengan cita-cita yang diperjuangkan, dan kembali ke azas atau dasar dari suatu ajaran. Ada beberapa sebab yang memunculkan radikalisme dalam bidang agama, antara lain, (1) pemahaman yang keliru atau sempit tentang ajaran agama yang dianutnya, (2) 24/07/2009
7

17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

ketidak adilan sosial, (3) kemiskinan, (4) dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai satu motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan (5) kesenjangan sosial atau irihati atas keberhasilan orang lain. Prof. Dr. H. Afif Muhammad, MA (2004:25) menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal (dalam Islam) akibat perkembangan sosio-politik yang membuat termarginalisasi, dan selanjutnya mengalami kekecewaan, tetapi perkembangan sosial-politik tersebut bukan satu-satunya faktor. Di samping faktor tersebut, masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok radikal, misalnya kesenjangan ekonomi dan ketidakmampuan sebagian anggota masyarakat untuk memahami perubahan yang demikian cepat terjadi. Radikalisme agama terjadi pada semua agama yang ada. Di dalam Hindu munculnya radikalisme tampak sebagai respon ketika Mogul Emperor menaklukkan India, di samping juga ketika penjajahan Inggris menguasai India yang diikuti oleh konversi dari Hindu ke Kristen yang dilakukan oleh para misionaris saat itu. Respon itu antara lain dalam gerakan radikal adalah munculnya Bajrangdal, Rashtriya Svayam Sevak (RSS) dan sebagainya. Di samping gerakan yang bersifat radikal, sesuai dengan karakter pemimpinnya muncul usaha untuk mengantisipasi gerakan konversi dengan lahirnya organisasi keagamaan yang satu di antaranya populer sampai saat ini adalah Arya Samaj (himpunan masyarakat mulia) yang didirikan oleh Svami Dayananda Sarasvati (1875) dengan pengikutnya yang tersebar di seluruh pelosok India. Svami Dayananda Sarasvati di kalangan umat Hindu dipahami juga sebagai seorang yang radikal, karena mentasbihkan mereka yang termarginalisasi (kaum Paria yang menurut Mahatma Gandhi disebut Harijan/pengikut atau putra-putra Tuhan) dan sudah pernah beralih agama kembali menjadi Hindu dan bagi mereka yang mau mempelajari kitab suci Veda dan melaksanakan ritual Veda (seperti Agnihotra) diinisiasi menjadi Brahmana (dengan memberi kalungan benang Upavita). Svami Dayananda Sarasvati melakukan terobosan dengan mengembalikan kepada ajaran suci Veda tentang penggolongan masyarakat atas tugas dan kewajibannya yang disebut varna (pilihan profesi) dan bukan istilah kasta sebagai bentuk penyimpangan varna tersebut. Pembagian masyarakat profesional (anatomi masyarakat) ini sifatnya abadi dan tidak berdasarkan kelahiran atau diwariskan secara turun temurun, melainkan atas dasar bakat (guna) dan pekerjaannya (karma). 24/07/2009 17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

Tindakan Svami Dayananda Sarasvati ini ditentang oleh kelompok ortodok yang hanya berpegangan kepada tradisi dan bertentangan dengan kitab suci. Radikalismenya Svami Dayananda Sarasvati tidak sampai berbentuk anarkis, apalagi sampai mengarah kepada perbuatan teroris. Tokoh radikal lainnya adalah Mahatma Gandhi, yakni seorang yang sangat radikal dalam tata pikir, namun santun dalam tindakan yang pemahamannya terhadap agama Hindu sangat mendalam dan mampu merealisasikannya. Bahkan R.C. Zaehner (1993:206) mempersamakan Gandhi dengan Yudhisthira. Dilema Gandhi sama dengan dilema Yudhisthira. Mahatma Gandhi sangat menekankan Ahimsa (nir kekerasan). Tokoh-tokoh lainnya sebagai pembaharu Hindu adalah Aurobindo, Vivekananda dan lain-lain yang memberi pencerahan tidak hanya kepada umat Hindu, tetapi juga umat manusia di seluruh dunia. Seperti telah disebutkan di atas, beberapa pembaharu Hindu dipandang juga sebagai seorang radikal dalam arti radikal dalam tata pikir dan lembut dalam tata laku. Walaupun demikian, radikalisme yang berujung pada anarkisme dan terorisme terjadi juga di kalangan umat Hindu di India, yakni terbunuhnya Mahatma Gandhi yang ditembak oleh orang dari kelompok Rashtriya Sevayam Sevak (RSS), demikian pula ditembaknya Indira Gandhi oleh pasukan pengawalnya dari pengikut Sikh, dan terakhir terbunuhnya Rajiv Gandhi melalui bom bunuh diri yang diduga dari kelompok Tamil Eelam menunjukkan terorisme terjadi juga di kalangan umat Hindu, walaupun motivasinya tidak murni dan bahkan tidak terkait dengan ajaran agama Hindu. Pengertian atau batasan tentang teror dan teroris diuraikan di dalam surat kabar Kompas 15 Oktober 2002, tiga hari setelah bom Bali 1 (Wahid, et.al.,2004:22) sebagai berikut.Kata teroris (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari bahasa Latin terrere yang berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata teror juga berarti bisa menimbulkan kengerian. Tentu saja kengerian di hati dan dalam pikiran korbannya. Pada dasarnya istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitif karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa. 24/07/2009 17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

Lebih jauh di dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dinyatakan bahwa, Terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda, dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional. Terorisme di Indonesia sering dan selalu mengatas namakan agama seperti pengakuan pelaku bom Bali 1 dan 2 yang sudah sangat banyak memakan korban yang memilukan semua orang. Pandit Vamadeva Shastri (ketika belum diinisiasi bernama Dr. David Frawley) seorang intelektual Hindu yang bermukim di Amerika Serikat, dalam tulisannya Bagaimana Hindu Menjawab Terorisme? Yoga, Ahimsa dan Serangan Teroris (2005: 52) menyatakan, Jalan Ksatriya sebagaimana diamanatkan di dalam kitab suci Bhagavagita yang mengajarkan aspek spiritual dari Yoga secara sangat rinci, diajarkan di medan pertempuran, selama perang saudara. Sementara beberapa orang akan mengatakan bahwa peperangan luar ini (peperangan jasmani, outer battle) adalah sebuah metaphora bagi satu perjuangan di dalam (pergulatan batin), yang benar bahwa peperangan luar juga sungguh-sungguh terjadi adalah jelas dan banyak catatan bukti-bukti sejarah India Kuno. Krishna, sang mahaguru Yoga mendorong muridnya Arjuna, seorang pejuang besar untuk bertempur, sekali pun Arjuna enggan dan ingin mengikuti jalan non kekerasan. Mengapa Krishna mendorong Arjuna untuk bertempur? Ada dua hal yang utama dari Ahimsa di dalam tradisi Yoga.Yang pertama adalah Ahimsa sebagai satu prinsip spiritual, yang diikuti oleh para yogi, bikhu, sadhu, dan sannyasi yang meliputi non kekerasan pada semua level. Yang kedua adalah Ahimsa sebagai salah satu prinsip politik, Ahimsa dari para pejuang atau Ksatriya, yang diikuti oleh mereka yang 24/07/2009 memerintah dan melindungi masyarakat, yang diijinkan untuk 17/03/2011 melawan kekuatan10

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

kekuatan jahat di dunia ini, termasuk melindungi orang-orang spiritual yang sering tidak dapat membela diri mereka sendiri dan menjadi target manusia keduniawian. Krishna menganjurkan Ksatriya Ahimsa ini kepada Arjuna bagi kepentingan generasi yang akan datang, seperti Rishi Visvamitra yang mengajar Rama dan Laksamana untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan jahat yang mengganggu dan membunuh orangorang spiritual. Hal ini merupakan tradisi India yang sangat tua. Lebih jauh Pandit Vamadeva Shastri (2005:54) menambahkan, sementara sebuah jawaban keras kepada terorisme mungkin perlu dalam jangka pendek, satu reorientasi dharma yang lebih besar dari masyarakat kita adalah satu-satunya solusi jangka panjang. Ini mensyaratkan tidak hanya mengalahkan teroris, tetapi mengadopsi satu cara hidup yang lebih bertanggung jawab dan kembali kepada kepada satu keselarasan yang lebih besar dengan alam maupun kemanusiaan. Itu berarti menyelesaikan masalahmasalah global yang lebih besar yang meliputi tidak hanya terorisme dan fundamentalisme agama, tetapi kemiskinan, kekurangan pendidikan, kelebihan penduduk, penghancuran lingkungan alam. Diposkan oleh anis di 21:34 0 komentar Link ke posting ini terorisme Dari Mana Asal Teroris? Sedih rasanya mendengar cara berpikir seorang kepala polisi di Cimahi, Jawa Barat, tentang pesantren. Ia berpangkat perwira menengah. Tapi, jelas, ia tak menunjukkan kapasitas yang tepat untuk pangkat dan jabatannya. Luar biasa. Ia dengan gagah hendak mengambil sidik jari para santri dan pengasuh pondok pesantren di wilayah kerjanya. Ia beralasan langkah itu untuk mempermudah penanganan jaringan terorisme. Mengapa menyedihkan? Ia jelas-jelas gagal menggunakan logika yang paling ringan. Ia gagal mengambil kesimpulan atas sebuah rangkaian premis yang sederhana. Begini, kira-kira, pikiran dia: Di Indonesia ada beberapa teroris. Beberapa di antara mereka ternyata berpendidikan pesantren. Maka, pesantren adalah sumber terorisme. Saya tak bisa membayangkan kalau silogisme sesat semacam itu diterapkan pada kasus seorang brigadir prajurit kepala di Maluku Tengah. Ia tersangka kasus terorisme. Ia anggota 24/07/2009 17/03/2011

11

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

Polri. Maka, Polri adalah... (maaf, saya tak kuasa meneruskan jalan pikiran yang sesat ini). Saya sedih tapi berat untuk marah. Bagaimanapun, bukan cuma sang kapolres yang punya cara berpikir seperti itu. Sebagian dari kita, bisa jadi jumlahnya kian banyak, pun mulai berpikir-pikir ke arah itu. Termasuk Wakil Presiden. Mereka adalah orang-orang yang harus diberi tahu bahwa Dr Azahari Husin adalah lulusan sekolah sains yang sekuler di Inggris, bukan pesantren di kota kecil macam Cimahi. Apakah universitas di Inggris adalah sumber terorisme? Tentu bukan. Apakah iklim Malaysia negeri asal Azahari merangsang kelahiran teroris? Tentu bukan. Apakah orang yang berkacamata dan berkumis seperti Azahari adalah teroris? Tentu bukan! Dalam bayangan saya, ini adalah bagian dari sebuah situasi konflik dunia. Arus kecenderungan global muncul dalam bentuk yang samar dan tidak kita sadari benar. Kita akhirnya kerap secara perlahan masuk dalam sebuah pemikiran yang sebenarnya merupakan bagian dari konflik itu. Kita tidak mengenalinya karena struktur persoalannya memang rumit. Kita bisa merasakan kejanggalannya kalau kita mengenali fenomenanya. Anda yang di pesantren tentu tahu tidak ada pelajaran tentang dasar-dasar terorisme, kebencian, atau xenophobia. Para santri di Gontor akan bercerita bahwa di pesantren mereka belajar agama sekuat belajar membuat koran, menjadi penyiar radio, atau menjadi entrepreneur. Andai sang kapolres mengenali fenomena itu, maka ia takkan gegabah merancang gerakan mengumpulkan sidik jari para santri dan pejabat negara tak gegabah pula melindungi tindakannya. Jadi, kunci mengenali persoalan adalah dengan membuka seluas mungkin perspektif tentang suatu fenomena. Inilah yang dikenal masyarakat sebagai wawasan. Seseorang dengan wawasan luas akan mengenali dunia kehidupan, bahkan dunia yang tak pernah ia jalani secara langsung, dengan lebih lengkap dan benar. Dengan modal itulah kita bisa menangkap kebenaran informasi, memberi penilaian secara tepat, dan bertindak secara benar. Katakanlah tentang latihan perang di sebuah desa di Maluku. Jika kita hanya mengetahui bahwa desa itu pernah didatangi sejumlah teroris, bisa jadi kita akan mengatakan desa itu tempat latihan teroris. Tapi, jika kita tahu bahwa latihan perang itu berlangsung saat desa itu kerap menjadi sasaran serangan kelompok lain, maka kita akan memahami latihan itu sebagai sebuah upaya bertahan pada situasi perang. 24/07/2009 17/03/2011

12

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

Kecermatan konteks ini pula yang sekarang mengendor saat mendapat informasi terusmenerus bahwa para teroris adalah alumni Afghanistan. Untuk itu kita perlu menyegarkan kembali ingatan tentang situasi Afghanistan saat dijajah Uni Sovyet dan umat Islam dari berbagai penjuru dunia dengan sukarela membantu rakyat Afghanistan untuk merebut kedaulatan. Apakah mempertahankan kedaulatan bangsa merupakan ladang terorisme? Tentu tidak. Kita terkadang hanyut saat menerima informasi tertentu secara konsisten dan terus-menerus. Kita juga cenderung tak berdaya jika merasa kian banyak di sekeliling kita yang punya pendapat tertentu. Kita yang kesepian cenderung menjadi konformis. Padahal, belum tentu kita sendirian, karena orang yang sependapat dengan kita sebenarnya banyak, namun diam. Di sini sebenarnya sisi radikal menjadi penolong. Inilah sisi yang dimiliki semua kalangan, namun tak semua menggunakannya. Radikal bukanlah istilah yang buruk. Meski belakangan bercitra buruk, ia sebenarnya netral. Ia adalah modal sikap kritis untuk tidak berpikir atau bertindak linear. Sikap radikal adalah modal untuk kreativitas. Kita hanya perlu menjaga keradikalan itu agar tidak larut sebagai isme yang dogmatis dan kaku. Ia harus tetap kreatif. Dengan radikal, kita mungkin tetap berada dalam lingkaran diam, namun kita kokoh bagai karang meski ombak menghantam. Sebagian menyebut sikap ini sebagai `'perlawanan orang tertindas'', sebagian lagi menyebutnya sebagai `'perlawanan dalam kepatuhan''. Sepanjang tidak melampaui proporsi, alias hanyut dalam ekstremitas, sikap radikal akan membantu kita menghadapi dunia yang kian sulit terbaca. Santri yang radikal bukanlah calon teroris, seperti halnya mahasiswa jurusan teknik atau olahragawan yang radikal. Mereka justru mungkin akan menjadi pahlawan bangsa, penemu besar, dan pemecah rekor dunia.kalyara@yahoo.com (Arys Hilman ) 24/07/2009 17/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Berikut ini beberapa teknik brainwashing yang biasa dilakukan Testimoni 20/07/2009 23/03/2011

13

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Tujuan dari teknik ini adalah membentuk spirit komunitas yang pada akhirnya bisa mendorong individu yang ikut di dalamnya. Teknik ini biasanya dilakukan oleh grupgrup tertentu semisal grup penyembuhan ketergantungan narkoba,alcohol,atau trauma. Biasanya seseorang dari audiens berdiri dan menceritakan kisahnya sampai dia sembuh. Biasanya kalimat seperti saya dulu pemabuk berat dan sekarang berhenti atau saya dulu terkena kanker dan sekarang sembuh, biasa keluar dalam pertemuannya.Keadaan ini memberikan manipulasi psikologis pada semua peserta. Setelah sejumlah cerita mengalir dan didengar,dalam diri anggota grup tersebut akan muncul keyakinan bahwa dirinya bisa sembuh,berhenri merokok,mabuk atau yang lainnya..Ruangan pun penuh dengan.semangat,harapan,rasa..takut,ataupun.perasaan.bersalah.

Permainan Suara biasanya teknik ini digunakan oleh hypnosis,contohnya dalam sulap.kita bisa lihat bagaimana seorang hypnosis dengan artikulasi kata tertentu,dan nada suara tertentu bisa mempengaruhi seseorang sehingga dia merasa ngantuk,bahkan seolah2 tangannya menghilang. Katanya ,tehnik ini juga dilakukan oleh pengacara-pengacara di barat untuk.mempengaruhi.keputusan.juri.lhoo

Teknik persuasive sebetulnya teknik ini tidak bisa benar2 disebut teknik brainwashing . teknik ini lebih pada manipulasi pikiran oleh seseorang oleh individu lain. Tekniknya banyak sekali dan beragam,namun pada intinya sama yaitu bagaimana mengakses otak kanan seseorang dan menyuntikan sesuatu hal kesana. Bagian otak kiri kita mengolah bagian rasio dan analisis,sedangkan otak kanan kita mengolah sisi kreatif dan imajinasi.jadi idenya adalah bagaimana caranya menyibukan otak kiri sehingga kita bisa mengakses bagian otak.kanan.dan.menanamkan.suatu.pikiran.disana.

Salah satu contohnya adalah teknik yang biasa dipakai dalam pemilu

20/07/2009

14

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Jika anda perhatikan pidato politikus, biasanya pada awalnya dia mengutarakan suatu statemen yang disetujui oleh pendengarnya,bahkan pendengar tersebut bisa saja tidak sadar saat dia menganggukan kepalanya. Kemudian politikus tersebut memberikan suatu statement yang bisa diperdebatkan,namun begitu pendengarnya bisa diyakinkan akan kebenaran statement tersebut,mereka berada dalam pengaruh sang politikus.langkah selanjutnya adalah menyuntikan sugesti yang merupakan tujuan utama politikus.tersebut.

Contoh lainnya yang biasa dilakukan sales asuransi : dalam presentasinya biasanya dia berhenti sejenak,melihat sekeliling ruangan terus berkata bisa ga anda bayangkan rumah yang nyaman ini terbakar habis..? tentu saja anda bisa! Hal terxebut merupakan salah satu ketakutan terbesar anda yang tidak disadari, dan begitu dia memaksa anda untuk membayangkannya ana akan lebih mudah untuk dimanipulasi untuk mengambil polis asuransinya. Bisa dikatakan in adalah komunikasi otak kanan.

jihad Brainwashing.Dalam.Ajaran.Islam.Merusak.ALU.dari.CPU. Bukan cuma Islam, tapi semua agama dan ideology pada hakekatnya sama2 menggunakan tehnik brainwash untuk merusak ALU yang merupakan bagian yang penting dari semua proses berpikir baik dari otak manusia maupun dari CPU computer. Tehnik Brainwash itu tanpa disadari anda sebenarnya bukan Cuma digunakan dalam agama Islam saja tapi juga agama lainnya bahkan digunakan juga dalam dunia pendidikan, dunia periklanan dan dunia entertainment. Namun karena beda dalam cara dan tujuannya, maka hasilnya juga tidak sama. Misalnya dalam dunia pendidikan bertujuan untuk mempertajam ALU, sebaliknya dalam dunia agama justru untuk merusak ALU. Itulah sebabnya, dalam setiap pendidikan di-negara2 maju sekarang ini diajarkan ilmu komputer dimana lebih dulu dijelaskan hardware-nya sebagai komponen2 terpisah yang bisa menghasilkan input dan output yang ingin dicapainya. Otak manusia secara organic bisa di analogi-kan sebagai motherboard sebuah computer yang memiliki CPU (=Central Processing Unit) untuk menerima input dan untuk
15

20/07/2009

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html mengeluarkan output. Computer bisa menerima input dari berbagai media seperti dari monitor, dari keyboard, dari mouse, dan lain2nya. Demikian pula otak manusia juga bisa menerima input dari persepsi pancaindera seperti dari hidung sebagai penciuman, dari mata sebagai visual, dari telinga sebagai pendengaran, dan juga dari berbagai reseptor sensorik lainnya yang ada diseluruh tubuh kita. Namun semua proses input yang masuk kedalam sebuah CPU akan diproses dulu oleh ALU (=Arithmetic Logic Unit) sebelum selanjutnya disimpan dalam Memori untuk dikirim ke output. Demikianlah, Otak manusia secara analogi bisa disamakan dengan motherboard sebuah komputer yang terdiri dari CPU, ALU, dan Memory. Latihan fisik akan agama Islam justru mengembangkan kapasitas otot2 menjadi besar dan kuat, dilain pihak latihan logik akan memperbesar kapasitas ALU. Sebaliknya brainwashing memperbesar kapasitas Memory dengan memperkecil kapasitas ALU karena bagian fungsi ALU diubah menjadi storage untuk kebutuhan fungsi Memory. Karena kapasitas otak itu fixed maka apabila anda memperbesar kapasitas Memory akan berakibat mengecilnya kapasitas ALU. Dan apabila anda memperbesar kapasitas ALU maka kapasitas Memory itu tidak mengecil bahkan bertambah besar karena karena ALU itu sendiri dalam proses fungsinya juga menjadi storage Memory. Lalu ada yang bertanya, kenapa hanya agama Islam dan bukan agama lainnya ??? Jawabnya karena hanya agama Islam yang menanamkan ajarannya melalui brainwashing sedangkan agama lainnya tidak menggunakan teknik brainwashing dalam mendidik agama kepada umatnya. Brainwashing itu sendiri juga merupakan bagian dari pendidikan, juga merupakan bagian dari pelatihan otak. Bedanya dalam pendidikan ilmu pengetahuan kita mempertajam dan memperluas kapasitas kemampuan fungsi ALU, maka brainwashing justru merusak atau memperkecil kemampuan fungsi ALU. Dalam brainwashing si pelaku ditekan jiwanya dalam depressi ketakutan seperti takut akan Allah, takut akan hukum neraka, dan segala bentuk ketakutan ancaman fisik berupa potong tangan, potong kepala, dan hokum rajam di aplikasikan kepada si pelaku dalam memasukkan isi pendidikan yang diingininya itu. Akibat cara2 inilah sipelaku tidak lagi dibolehkan menggunakan bagian ALU tetapi harus merusak bagian ALU ini untuk menyimpan data2 ancaman2 itu dalam mengatasi depressinya dalam bentuk "defense mechanism". Demikianlah, dalam dunia entertainment fungsi ALU tidak dirusak meskipun kapasitas

20/07/2009

16

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html memory yang dibutuhkan bisa secara sementara memanfaatkan fungsi ALU sebagai storage sementara. Islam dan Komunisme adalah ideology yang masih menggunakan teknik brainwashing dalam memaksakan ajarannya meskipun dulu2nya hampir semua ajaran agama menggunakan teknik brainwashing. Namun dizaman sekarang atau dalam kemajuan dunia yang sekarang, karena ingin mengejar pengembangan ilmu pengetahuan, maka teknik brainwashing dilarang. Akibatnya, semua agama2 diluar Islam menanamkan ajarannya seperti apa yang dilakukan dunia entertainment dan dunia pendidikan yaitu tidak menggunakan stress mental sama sekali sehingga setiap pelaku tidak lagi stress ketakutan sehingga seorang Kristen boleh tidak percaya Yesus dan tetap akan diakui sebagai umat Kristen oleh dunia Kristen itu sendiri. Sebaliknya seorang umat Islam dianggap lingkungannya sebagai orang murtad yang tidak boleh berada dalam lingkungan Islam lagi dengan cara membunuhnya. Itulah susahnya, banyak umat Islam menyangkal kalo saya katakan bahwa Allah dan agama Islam itu hanyalah angan2 dan harus diberlakukan sebagai angan2 dan tidak boleh keluar dari angan2 agar tidak menimbulkan malapetaka. Malapetaka akibat kepercayaan agama akan terjadi apabila kepercayaan ini keluar dari angan2. Agama sebagai angan2 adalah juga sama sebagai hiburan karena semua hiburan yang kita ciptakan sekarang ini justru untuk konsumsi angan2 seperti halnya filem2 cerita dari "Snow White" hingga "Superman". Angan2 merupakan konsumsi bagian dari otak kita yang aksesnya bisa melalui persepsi pancaindera seperti visual, auditorial maupun olfactorial. DELUSION merupakan penyakit akibat brainwash dimana "angan2" dipaksa untuk digerakkan atau di-"exercise" keluar menjadi realitas. Akibatnya, sang umat menjadi rusak bagian central persepsi otaknya sehingga kemampuan visual, auditorial maupun olfactorial dari Pancainderanya tidak mampu lagi membedakan antara "real" dan "imagination". Kondisi inilah yang merupakan symptom dimana penderita kehilangan kemampuan membedakan antara "realitas" dan "imagination". Dalam kasus yang lebih parah si penderita akan mengalami hallucination baik visual, auditorial, dan olfactorial. Pada tingkat "Delusional" inilah sang penderita mampu melakukan berbagai pelanggaran2 HAM seperti "Jihad", "Pemerkosaan", dan "Pembunuhan2". Secara singkat, DELUSIONAL adalah suatu symptom atau kumpulan gejala dimana penderita kehilangan kemampuannya untuk membedakan "realitas" dan "imagination"

20/07/2009

17

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html sehingga menimbulkan response reaktive motoric normal dari "defense mechanisme". Dan terror2 yang dilakukan para pelakunya merupakan symptom dari "defense mechanism". Ada tiga tingkat gangguan perception yang harus bisa kita sadari, yaitu: 1. Illustrasi: yaitu merupakan gangguan persepsi visual normal pada orang yang sedang nonton.filem. 2. Hallusinasi: yaitu gangguan persepsi visual, auditorial, maupun olfactorial yang tidak normal yang dialami penderita penyakit2 yang menyebabkan panas tinggi yang masih mudah.diobati.dengan.obat2an.penurun.panas. 3. Delusional: yaitu gangguan persepsi yang persistent akibat gangguan persepsi visual, auditorial, dan olfactorial yang tidak bisa diobati. Gangguan ini bisa berasal dari penyakit2 yang bersifat Organic Brain Syndrome, dan juga bisa bersifat non-organic brain syndrome. Para fanaticus Islam mengalami Delusional state akibat brainwashing hingga mengalami hal yang dinamakan "Delusional State of Non-organic Brain Syndrome" akibat terjadinya "conflict.of.reality". islam Genta terorisme di Indonesia semakin gaduh. Sejumlah media baik elektronik maupun cetak terus saja menyuguhkan sajian berita tentang serangkaian peledakan bom dan pembunuhan yang berlangsung di sejumlah ruas wilayah Indonesia. Lihatlah, peristiwa mutakhir di Legian Kuta Bali yang telah menewaskan seratus delapan puluh empat anak manusia tak bersalah. Kejahatan kemanusiaan ini seakan telah menggenapi sebutan Indonesia sebagai--meminjam bahasa Lee Kuan Yew, seperti yang dilansir The Strait Times beberapa bulan yang lalu-- sarang teroris. Telah santer diopinikan, bahwa kelompok fundamentalis Islam Indonesia adalah induk semang yang tegak dibalik serangkaian aksi teror di Indonesia. Opini itu selanjutnya mendapatkan pembenarannya tatkala tokoh fundamentalis Islam papan atas Indonesia

20/07/2009 Jumat, 24 Juli 2009

18

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html ditangkap satu persatu, mulai dari Jafar Umar Thalib yang kemudian dilepas kembali, Habib Riziq, hingga Abu Bakar Ba`ayir. Bahkan, dengan sangat mengenaskan, Ba`asyir yang terbaring sakit diciduk secara paksa oleh aparat kepolisian dari RS Muhamadiyah Surakarta beberapa hari lalu. Pertanyaannya kemudian, apakah seorang fundamentalis memang berpotensi menjadi seorang teroris? Sebaliknya, apakah seorang teroris mesti juga seorang fundamentalis dalam agamanya? Dan bagaimana kita harus memposisikan Islam di tengah haru biru terorisme sekarang ini? Ke arah penjawaban pertanyaan itulah kiranya tulisan ini sedang menuju. Bahaya Fundamentalisme-Militanisme Per definisi, Frans Magnis-Suseno (2002) memahami fundamentalisme sebagai sebuah pandangan teologis atau penghayatan keagamaan di mana seseorang mendasarkan seluruh pandangan-pandangan dunianya, nilai-nilai hidupnya, pada ajaran eksplisit agamanya, hal mana kalau ajaran itu termuat dalam kitab suci dekat dengan skripturalisme. Sementara terorisme, menurut Ikram Azzam (1999), adalah serangkaian aksi yang bertujuan pada upaya penebaran kepanikan, intimidasi, dan kerusakan di dalam masyarakat, yang dalam operasinya bisa saja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang biasanya mengambil posisi oposan terhadap negara. Mencoba bersetuju pada pengertian yang diberikan oleh dua tokoh di atas, maka seorang fundamentalis dapat memegang kuat teologi dan penghayatan agamanya, tanpa perlu menjadi teroris. Artinya, terorisme tidak selalu identik dengan fundamentalisme, baik dalam Islam maupun yang lainnya. Seorang fundamentalis, demikian Suseno, bisa saja menjadi warga masyarakat yang damai dan santun. Oleh karena itu, kalau fundamentalisme harus dipahami sebagai akar bagi terorisme dalam Islam, itu jelas sesuatu yang musykil. Disebut musykil, karena kalau seorang Muslim benar-benar menjadi fundamentalis, maka ia akan mengalami kesulitan besar untuk melakukan terorisme. Bagaimana tidak musykil, al-Qur`an sendiri sebagai panduan hidup secara verbatim harafiah telah lantang menyuarakan pengingkaran dan penolakan terhadap kekerasan apalagi terorisme. 20/07/2009 23/03/2011

19

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Problemnya kemudian, sebagian kelompok fundamentalis itu memang tidak berhenti pada penghayatan teologi skripturalistiknya semata, melainkan terus berlanjut pada sikap militan dalam beragama. Kita tahu bahwa militansi keberagamaan Islam meniscayakan dua penyikapan secara sekaligus; positif dan negatif. Ke dalam, seorang militan akan bertindak positif bahwa kelompoknya adalah kawan dan teman seperjuangan yang harus dibela. Sementara, ke luar, ia akan bersikap negatif dengan memandang kelompok lain sebagai musuh dan ancaman yang harus diserang. Dengan langgam seperti itu, maka perbedaan yang seharusnya menjadi sumber kekayaan dan harmoni, di pangkuan kaum fundamentalis-militan ini berubah menjadi disharmoni. Pampang sejarah menyebutkan bahwa orang yang menjadi teroris hampir selalu diawali dengan sikap keberagamaan militan yang ghalibnya mengikatkan diri pada organisasi-organisasi agama yang militan dengan tokohnya yang militan pula. Lihatlah, daftar panjang tindak kekerasan dan serangkaian teror baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri, yang dilakukan oleh kelompok fundamentalis-militan ini. Inilah bahaya fundamentalisme-militanisme Islam yang seringkali mengundang kewaspadaan, kekawatiran, bahkan ketakutan dari kelompok dan umat agama-agama lain. Islam Rahmat, Keputusan Final Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, sekali lagi, jelas menolak dan melarang pemakaian kekerasan demi untuk mencapai tujuan-tujuan (al-ghayat), termasuk tujuan yang baik sekalipun. Sebuah kaidah ushul dalam Islam menegaskan al-ghayah la tubarrir al-wasilah (tujuan tidak bisa menghalalkan segala cara). Lebih jauh, Islam menegaskan bahwa pembasmian suatu jenis kemungkaran tidak boleh dilakukan dengan kemungkaran pula (al-nahyu an al-munkar bi ghair al-munkar). Tidak ada alasan etik dan moral secuilpun yang bisa membenarkan suatu tindakan kekerasan terlebih teror. Dengan demikian, kalau ada tindakan-tindakan teror yang dilakukan oleh kelompok Islam tertentu, maka sudah pasti alasannya bukan karena ajaran etik-moral Islam, melainkan karena agenda-agenda lain yang bersembunyi di balik tempurung tindakan tersebut.

20/07/2009

20

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Sekarang, kita sedang membutuhkan upaya yang lebih serius ke arah pembersihan Islam dari sejarahnya yang kelam dan kelabu. Islam telah cukup lama dibajak oleh sejumlah kelompok untuk menuai target-target politik kekuasaan. Islam sudah sering dijadikan sebagai pembenar bagi tindakan penghancuran komunitas lain. Sungguh, gerakan kelompok fundamentalis-militan Islam yang seringkali menggunakan cara-cara kekerasan dalam menjalankan tafsir agamanya adalah iklan buruk bagi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Ke depan, Islam tidak boleh lagi menjadi ruang yang eksklusif-primordial, melainkan harus menjadi tenda dan payung penyungkup bagi seluruh umat manusia. Islam yang rahmatan lil alamin adalah keputusan final dan tuntas, sehingga tidak boleh ada kekuatan apapun, baik perseorangan, kelompok maupun institusi-kelembagaan, yang diperkenan untuk mengamandemen, menistakan, apalagi menghancurkan eksistensinya. 20/07/2009 23/03/2011

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=27072 Gerak-gerik pemikiran dan gerakan Islam di negeri kita belakangan ini menarik diamati. Semenjak reformasi yang telah mengubah wajah negeri ini bergulir, terjadi babak baru erupsi bagi kebangkitan etno-religius. Gelombang pemikiran dan gerakan baru keagamaan itu tampil dengan paradigma berbeda. Di garda depan, ada arus liberalisme Islam seayun dengan kebangkitan fundamentalisme dan puritanisme Islam. Bahkan, menyeruak pula agama-agama.baru.seperti.Lia.Eden. Problem mendasar yang menggelayuti umat Islam tampaknya masih saja berkutat pada problem transformasi global dan situasi lokal yang tidak menentu akibat transisi pascareformasi. Problem krusial inilah yang menyentakkan kesadaran mengenai cara menyikapi hidup di zaman modern ini. Pasalnya, memilih tetap berpegang teguh pada tradisinya berarti terjebak pada eksklusivisme pemikiran. Model ini yang diperankan oleh kalangan.fundamentalisme.dan.radikalisme.Islam.

16/04/2009

21

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Di sisi lain, merengkuh modernitas secara buta akan membuat umat Islam tercerabut dari akar tradisinya. Model ini, misalnya, diperagakan oleh modernisme dan liberalisme Islam. Sejatinya, yang berimbang adalah menerima keduaduanya, yakni hidup secara modern tetapi tetap berpangku pada akar tradisinya secara kuat. Memang ini bukan perkara mudah. Akan tetapi, seperangkat pemikiran yang terbuka dan kritis, baik terhadap tradisi maupun modernitas,.sepatutnya.menjadi.pijakan.mendasar.

Mencairkan.Pengutuban Di sinilah pentingnya mengudar kembali nilai-nilai Aswaja (ahlussunnah wal jamaah). Aswaja merupakan metode berpikir sekaligus metode gerakan yang sangat penting bagi perumusan sikap umat Islam. Aswaja penting dalam kerangka memperkukuh kembali basis moderatisme. Sejarah telah membuktikan bahwa cara berpikir model Aswaja mampu menjadi jalan tengah dalam pergolakan pemikiran Islam kala itu yang kemudian pernah mengalami.kebuntuan. Kala itu, sikap Aswaja telah mencairkan dua kutub ekstrem pemikiran, antara Mutazilah dan Qadariyah dengan kubu Khawarij dan Jabariyah. Dalam konteks kekinian, upaya pemberdayaan pemikiran Aswaja diharapkan bisa menengahi perseteruan dua gerakan Islam kontemporer yang juga sama-sama ekstrem, yaitu ekstrem liberalis dan ekstrem fundamentalis. Sembari pula, yang sangat penting adalah penguatan secara kontinu sikap-sikap.moderat,.toleran,.dan.kosmopolitan. Dalam mempertahankan dan mengembangkan konsep Aswaja, selayaknya perlu upaya progresif. Artinya, tidak hanya bertumpu pada pemahaman yang puritan dan antikritik. Moderatisme Aswaja memang telah diletakkan secara mendasar oleh tokoh-tokoh pemikir kampiun seperti Syafi i, Maliki, Hanafi dan Hambali dalam bidang fi kih, atau al-Asyari dan al-Maturidi dalam bidang teologi, serta oleh al- Ghazali dan al-Junaidi dalam bidang tasawuf. Tokoh-tokoh tersebut telah menjadi acuan utama (marji al-ala) bagi prinsip dan tata nilai Aswaja yang telah sukses menunjukkan jalan bagaimana umat Islam harus senantiasa berada pada sikap jalan tengah. Lebih dari itu, sudah waktunya untuk

16/04/2009

22

23/03/2011

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html berikhtiar menjauhi sikap sakralisasi pemikiran keagamaan yang hanya akan menghasilkan eksklusivisme keberagamaan. Meminjam istilah Muhammad Abid alJabiri, sakralisasi terhadap tradisi akan.membawa.pada.tradisionalisme.

Atau menukil pandangan Nashr Hamid Abu Zayd, sakralisasi akan melahirkan masyarakat dengan peradaban teks, yakni masyarakat yang cara berpikirnya dimulai dari teks, melalui teks, dan berakhir pada teks. Pada masyarakat seperti inilah lahir konservativisme peradaban Islam. Seperti dipahami, munculnya Aswaja hakikatnya merupakan respons atas perkembangan pemikiran umat Islam yang cenderung ekstrem, baik ekstrem kanan maupun kiri. Melalui jalan tengah inilah prinsip-prinsip pemikiran Aswaja menetaskan sikap tawassuth (moderat) dan tasamuh (toleran). Sikap jalan tengah ini jelas masih relevan jika dikaitkan dengan munculnya berbagai persoalan yang menderas dewasa ini, seperti lahirnya model keberagamaan baru yang sama-sama ekstrem, baik ekstrem liberal maupun radikal (tatharruf). Aswaja akan bisa menjadi jalan tengah untuk menetralisasi dua ekstremitas pemikiran.Islam. Dengan prinsip Aswaja, umat Islam tidak terjebak pada cara berpikir yang kaku dan eksklusif, juga tidak terjebak pada pemikiran liberalisme yang kebablasan. Dalam ungkapan lebih tandas, umat Islam dapat menerima modernitas sembari tetap menghargai tradisinya secara kokoh. Inilah yang dikenal dengan kaidah al muhafazhah ala al qadim al shalih wa al akhdz bi al jadid al ashlah, yakni mempertahankan tradisi atau pemikiran lama yang baik dan mengadopsi tradisi atau pemikiran baru yang lebih baik. Berpangkal dari prinsip-prinsip Aswaja ini pula, umat Islam tidak akan mudah mengafirkan atau menyesatkan orang lain hanya karena perbedaan semisal dalam babagan ibadah (furuiyyah) seperti soal tahlilan, shalawatan, istighasah dan lainnya yang saat ini tengah menjadi bahan persitegangan kembali antara kelompok Salafi -Wahabi dan NU. Tegasnya, umat Islam tidak akan gampang menuduh sesat terhadap mereka yang berseberangan yang hanya menguras energi secara sia-sia serta hanya mengulang sejarah kelam umat Islam terdahulu. 16/04/2009 23/03/2011

23

http://wwwani5bekti.blogspot.com/2009_07_01_archive.html Idealnya, umat Islam selalu berpegang teguh pada prinsip rayuna shawab yahtamil alkhata wa rayu ghairina khatha yahtamil alshawab (pendapat kami benar meski mungkin keliru, dan pendapat orang lain keliru tapi mungkin saja benar). Di altar lain, prinsip Aswaja akan berfungsi pula menjadi rujukan dalam memagari pemahaman yang serba menghalalkan.segala.cara.(ibahiyyah). Walhasil, prinsip-prinsip Aswaja sudah seharusnya terus dikembangkan sebagai basis moderatisme umat Islam dalam berselancar meningkahi perjalanan sejarahnya dari masa ke masa, baik dalam ranah sosial-politik maupun sosial-keagamaan. Tuntutan pembaruan dan keharusan berpijak di atas tradisi dan modernitas secara simultan saat ini kian niscaya untuk senantiasa dijadikan acuan sikap umat Islam Indonesia yang hidup di alam multikultural ini. Hanya dengan itu, ada jaminan umat Islam Indonesia akan mampu mempertahankan sikap moderat sekaligus tampil di barisan terdepan dalam turut serta menebar kedamaian dunia. 16/04/2009 23/03/2011

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A5307_0_3_0_M Gejala radikalisme di duniaIslam bukan fenomena baru. Dia lahir dalam situasi politik, ekonomi, dan sosial-budaya yang oleh pendukung gerakan Islam radikal dianggap sangat memojokkan umat Islam. Secara politik, sistem yang ada membuat umat Islam tidak diuntungkan dan merasa diperlakukan tidak adil. Mereka merasa aspirasinya tidak terakomodasi dengan baik karena sistem politik yang dikembangkan adalah sistem kafir, yang lebih memihak kalangan nasionalis sekuler ketimbang umat Islam itu sendiri. Karena itu, akibatnya, penganut radikalisme cenderung merasa paling benar dalam memahami sesuatu, dan melakukan hal yang terkadang bertentangan dengan arus utama. Kalangan ini merasa bangga karena mereka memaknainya sebagai sebuah ketaatan yang paling mendekati kesempurnaan ajaranTuhan dan pemahaman tekstual terhadap kitab suci adalah paling benar.

27/01/2011 Jumat, 24 Juli 2009

24

23/03/2011

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A5307_0_3_0_M Dari kondisi demikian, tak mengherankan jika, misalnya, Osama bin Laden melalui rekaman video, belum lama ini mengatakan bahwa terkait isu terorisme, sejumlah negara Arab dan juga Indonesia termasuk negara yang sesat. Untuk mengurai persoalan ini, Tim Sindikasi Media CMM mewawancarai Dr. M Luthfi Zuhdi, pengamat Islam dan Timur Tengah yang juga sebagai Dewan Pakar Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia. Berikut petikannya: Bagaimana tanggapan dunia Arab terhadap isu tersebut? Dunia Arab menyikapi pernyataan-pernyataan Osama beragam, secara umum bisa dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, Osama tidak seide dengan mereka, dan menganggap berlebihan. Apa yang diungkapkan merupakan sebuah pendapat yang idealis, yang sulit diwujudkan atau bisa dikatakan hampir sulit diwujudkan. Kelompok ini mewakili kelompok mapan dan konservatif, yang seirama dengan perspektif para penguasa di negara-negara Arab. Kelompok kedua adalah kelompok yang seide dengan ungkapan Osama. Mereka sekelompok masyarakat yang memiliki pandangan revivalis atau bisa fundamentalis, kelompok yang menghendaki perubahan yang nyata pada pemerintahan yang ada menuju ke sistem atau masyarakat yang lebih islami. Kelompok ini bukan mayoritas, tapi suara mereka nampak nyaring dan memiliki militansi tinggi sehingga gerakan mereka terasa adanya bahkan terasa kuat. Kelompok ini dari tahun ke tahun melalui berbagai jalan berusaha mengambil alih kekuasaan yang sekarang ini dikuasai oleh kelompok pertama. Biasanya kelompok ini didukung oleh para gerakan pemikiran keislaman, terutama dari kalangan muda. Tuntutan yang mereka inginkan bertingkat, mulai yang paling sederhana hingga yang paling tinggi. Tujuan yang paling akhir ini banyak didukung oleh para mantan sukarelawan atau pejuang di Afghanistan atau di Irak. Kelmpok yang terakhir inilah yang sekarang banyak melakukan serangan terbuka di beberapa negara Arab seperti Saudi dan Mesir. Bagaimana sebaiknya dunia Islam menyikapi pernyataan Osama tersebut?

27/01/2011

25

23/03/2011

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A5307_0_3_0_M Masyarakat Islam, perlu hati-hati menyikapi ucapan Osama. Karena di dunia Global kini, sulit dibedakan mana ucapan Osama yang benar dan yang rekayasa. Apakah Osama masih hidup atau sudah meninggal, tidak ada yang dapat pastikan karena banyak kepentingan di belakang masalah Osama ini. Untuk Masyarakat Muslim di Indonesia, yang bisa mengatakan bahwa Indonesia sesat atau tidak adalah bangsa Indonesia sendiri, jangan mau didekte orang lain. Apakah gaya perjuangan Al Qaeda akan menguntungkan dakwah Islam ? Fenomena sosok Osama pada awalnya adalah pejuang untuk membebaskan manusia dari ketindasan, di Afghanistan. Sebuah perbuatan yang perlu didukung sepenuhnya, namun setelah itu Osama telah menjadi permainan bagi pihak-pihak yang bisa memanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Sulit bagi umat Islam untuk mengamati secara akurat tentang keberadaannya (kalau masih hidup), atau juga sulit menilai kebenaran ucapannya. Ekstremitas perjuangan Islam akan berpengaruh negatif bagi Dakwah Islam khususnya di Indonesia. Apalagi jika dilihat Indonesia menjadi negara Islam terbesar di Dunia telah melalui jalur damai, bahkan melalui jalur budaya, sebagaimana yang ditempuh para dai awal, seperti Maulana Malik Ibrahim, Sunan Kalijaga. Tentu waktu juga menentukan apakah perlawanan bersenjata diperlukan atau tidak sehingga perlawanan senjata Pangeran Diponegoro pun mendapatkan momennya, ketika melawan Belanda. Seberapa besar pengaruh Al Qaeda terhadap gerakan terorisme di Indonesia dan di dunia? Saya melihat jaringan kelompok Osama terputus-putus, memang agak sulit menggambarkan seberapa besar kekuatan kelompok ini, karena bisa tiba-tiba muncul gerakan mereka tanpa diduga, sebagaimana yang terjadi di Amerika tahun 1999. Tapi tidak bisa dijamin bahwa kejadian terorisme di banyak tempat merupakan kerja jaringan Osama, karena sangat sulit untuk mengurai jaringan yang bisa saja menginduk ke berbagai kelompok teror maupun kepentingan. Bagaimana pendapat Bapak terhadap dakwah yang dilakukan dengan kekerasan seperti mengadakan pemboman? 27/01/2011 23/03/2011

26

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A5307_0_3_0_M Hamas melakukan Bom Syahadah (bom bunuh diri) dengan alasan, musuh jelas, yaitu bangsa Zionis Yahudi, dilakukan di wilayah perang Palestina. Tapi untuk di negara lain, seperti Indonesia dua alasan tersebut tidak terpenuhi. Musuhnya siapa? Orang Indonesia 87 persen Muslim, sedangkan negaranya, jika tidak dikatakan negara Islam, dan memang bukan tapi juga bukan negara kafir, karena hukum Islam telah menjadi bagian hukum tetap di Indonesia, salah satu pengadilan perdata yang diakui di Indonesia adalah Pengadian Islam. Juga sistem perbankan di Indonesia sudah banyak yang pakai sitem Islami dan beberapa alasan lainnya. Solusi apa yang seharusnya diterapkan agar sebagian umat tidak melakukan terorisme dalam mencapai tujuannya? Perlunya kesadaran para pelaku politik di negeri kita dan juga para pendakwah bahwa yang namanya kekerasan tidak akan menghasilkan produk yang baik, karena hanya akan menghasilkan kekerasan yang lain. Kedewasaan dalam berdemokrasi diperlukan untuk membuahkan tatanan bernegara yang lebih baik, namun yang perlu ditegaskan adalah perlunya keadilan yang lebih ditekankan lagi, agar kesejahteraan bisa sampai ke rakyat bukan hanya terhenti pada sekelompok masyarakat saja. Bagaimana sebaiknya dunia Islam bekerjasama menghentikan, kalau boleh disebut gaya terorisme Osama bin Laden, Aiman Al Zawahiri, dan lain-lain, agar Islam tidak dicap sebagai teroris lagi? Perlunya saringan informasi, dan kesadaran masyarakat bahwa dunia Islam memiliki problem yang berbeda dan tantangan yang tidak sama, tapi yang perlu disadari bersama adalah bahwa rakyat masing-masing negara tersebutlah yang bisa menyelesaikaan problem yang dihadapainya. Apa himbauan Bapak terhadap saudara-saudara kita yang mendukung cara dakwah dengan kekerasan? Mereka yang menghalalkan cara kekerasan di tanah Indonesia karena beranggapan wilayah Indonesia adalah wilayah kufur dikelola oleh sistem kufur. Pada awal wancara sudah saya katakan bahwa negara Indonesia telah menerapkan sebagian hukum Islam

27/01/2011 Jumat, 24 Juli 2009

27

23/03/2011

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A5307_0_3_0_M meski belum sepenuhnya, sehingga meskipun tidak bisa disebut sebagai negara Islam tapi bukan negara kufur, atau lebih tepatnya Negara Salam, dan pemerintahannya juga pemerintahan bukan kufur, karena sebagian mereka mewakili partai Islam. 27/01/2011 23/03/2011

28

You might also like