You are on page 1of 11

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tempe adalah makanan khas Indonesia. Tempe yang merupakan produk hasil olahan kedelai adalah sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi yang tinggi daripada bahan dasarnya (Anggrahini, 1983). Tempe dibuat dengan cara fermentasi, yaitu dengan menumbuhkan kapang Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulitnya. Tempe dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat dengan konsumsi rata-rata perhari per orang 4,4 gr sampai 20,0 gr (Lindajati dkk, 1991). Tempe dapat diperhitungkan sebagai sumber makanan yang baik gizinya karena memiliki kandungan protein, karbohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral. Nutrisi utama yang hendak diambil dari tempe adalah proteinnya karena besarnya kandungan asam amino. Kebutuhan terhadap kedelai dipenuhi melalui pertanian monokultur. Akan tetapi, jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, mengakibatkan kebutuhan terhadap kedelai terpaksa harus dipenuhi dengan mengimpor sekitar 1,8% per tahun. (Tabel 1) Penggunaan sistem pertanian monokultur di Indonesia (sistem pertanian yang diadopsi dari daerah subtropis), membawa persoalan lain bagi lingkungan hidup. Pertanian monokultur kedelai membutuhkan modal yang sangat tinggi untuk penyediaan lahan kosong yang luas, pupuk, sarana dan infrastruktur irigasi, pestisida, dan lain sebagainya. Sistem pertanian monokultur juga tidak sesuai dengan prinsip pertanian di daerah tropis dan menyebabkan kestabilan ekosistem terganggu. Akibatnya, banyak spesies-spesies asli (indigenous) daerah tropis baik flora dan fauna serta mikroorganisme punah. Dampak pestisida dan insektisida yang tidak ramah terhadap lingkungan juga dapat menyebabkan terakumulasinya toksin tersebut sampai taraf tropi tertinggi yaitu manusia. Dampak tersebut dapat dilihat dari meningkatnya penyakit kanker, tumor, kista rahim, dan gangguan lainnya beakangan ini. Permasalahan kebutuhan terhadap kedelai yang tinggi dan kelemahan pertanian untuk monokultur tersebut mendorong kita untuk mencari alternatif

pemenuhan sumber protein sekaligus tanpa menambah daftar persoalan bagi ekonomi maupun lingkungan terlebih kesehatan. Salah satu tanaman alternatif yang dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah tanaman Saga pohon (Adenanthera pavonina). Tanaman tersebut merupakan pohon tahunan asli Asia Tenggara, India, dan Cina Selatan (Ria tan, 2001). Saga pohon (Adenanthera pavonina) berbeda dengan Saga rambat (Abrus precatorius) yang mengandung racun. Saga pohon memiliki biji yang lebih besar berwarna merah terang, dengan batang pohon yang tinggi, dan daun yang lebih kecil. Saga pohon mampu memproduksi biji kaya protein dengan ongkos produksi yang murah. Hal tersebut karena penanaman Saga pohon tidak memerlukan lahan khusus karena dapat tumbuh di lahan kritis, tanpa perlu dipupuk ataupun perawatan intensif. Selain itu, hama dan gulmanya minim sehingga tidak memerlukan pestisida (ramah lingkungan). Kandungan protein yang terdapat pada biji Saga pohon tersebut juga lebih besar bila dibandingkan dengan kedelai dan beberapa tanaman komersil lain. (Tabel 2.) Di Indonesia, Saga pohon belum banyak dimanfaatkan ataupun dibudidayakan secara komersial. Tanaman tersebut hanya digunakan sebagai pelindung atau peneduh, karena pohonnya tinggi, daunnya rimbun, dan batangnya keras/kuat (Balai Informasi Pertanian, 1985). Penggunaan biji Saga pohon sebagai tempe yang difermentasi oleh Rhizopus oryzae belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian peningkatan nilai guna biji Saga pohon sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan tempe perlu dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang jelas terhadap pemanfaatan biji Saga pohon tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dalam makalah ilmiah ini akan diangkat permasalahan : Bagaimana hasil yang diperoleh dalam pembuatan tempe berbahan baku Saga pohon lewat fermentasi Rhizopus oryzae terhadap biji Saga Adenanthera pavonina ?

1.3

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif pemenuhan kebutuhan sumber protein nabati bagi penduduk Inonesia, tanpa merusak ekologi lingkungan hidupnya.

1.4

Manfaat Penelitian 1. Pengembangan ilmu pengetahuan demi peningkatan nilai guna biji Saga pohon sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan tempe 2. Mendapatkan alternatif pemenuhan protein nabati tanpa merusak ekologi lingkungan hidup di Indonesia

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sifat-Sifat Botanis Saga (Adenanthera pavonina L.) Tanaman Saga pohon dikenal dengan bermacam-macam nama antara lain bead tree, circassian bean, circassian seed, coral wood, crabs eyes, false sandalwood, jumbie bead, readbead tree, red sandalwood, redwood (Inggris) : anikundumani, lopa, manjadi, raktakambal, Saga (India) ; Saga, Saga daun tumpul, Saga tumpil (Malaysia) ; kitoke laut, Saga telik, segawe sabrang (Indonesia) dan masih banyak nama daerah lainnya (International Centre for Research in Agroforestry, 2005). Klasifikasi Saga pohon termasuk dalam Kerajaan Planta, Subkerajaan Tracheobionta, Superdivisi Spermathophyta, Divisi Magnoliophyta, Kelas MAgnoliopsida, Subkelas Rosidae, Ordo Fabales, Famili Fabaceae (Leguminosae), Genus Adenanthera, Spesies Adenanthera pavonina L. (United States Departemen of Agriculture, 2005). Tanaman Saga Adenanthera pavonina, yang juga mempunyai nama antara lain Adenanthera Scheffer, Adenanthera polita Miq, menyukai pH sedikit asam, dapat tumbuh di seluruh daerah dataran rendah beriklim tropis dengan curah hujan 3000-5000 mm per tahun. Pada umumnya tinggi tanaman Saga pohon yang tua bisa mencapai 20-30 m (Gambar 2.1). Saga pohon termasuk tanaman deciduos atau berganti daun setiap tahun (International Centre for Research in Agroforestry, 2005). Daun majemuk menyirip genap, tumbuh berseling, jumlah anak daun bertangkai 2 - 6 pasang, helaian daun 6 - 12 pasang, panjang tangkainya mencapai 25 cm, daun berwarna hijau muda (Gambar 2.2). Bunga kecil-kecil berwarna kekuning-kuningan, korola 4 5 helai, benang sari berjumlah 8 10 (Gambar 2.3) (Pasific Island Ecosistems at Risk, 2004). Polong berwarna hiau, panjangnya mencapai 15 sampai 20 cm, polong yang tua akan kering dan pecah dengan sendirinya, berwarna coklat kehitaman. Setiap polong berisi 10 12 butir biji. Biji dengan garis tengah 5 6 mm, berbentuk 4

segitiga tumpul, keras dan berwarna merah mengkilap (Gambar 2.4) Stone, 1970 yang dikutip Topilab, 2005).

2.1.2 Kandungan Biji Pada Saga (Adenanthera pavonina I.) Analisa menunjukkan bahwa pada biji Saga pohon (Adenanthera pavonina) memiliki kandungan gizi sebagai berikut. Di dalam biji Saga pohon terkandung sejumlah protein, yaitu (2,44 g/100g), lemak (17,99 g/100 g), dan mineral, diambil dari perbandingan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan pokok. Mengandung gula yang rendah (8,2 g/100 g), tajin (41,95 g/100 g), dan zat penyusun lainnya adalah karbohidrat (Pasific Island Ecosistems at Risk). Kandungan anti nutrisi yaitu methionine dan cystine, yang merupakan jenis asam amino yang terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan total asam yang mengandung lemak, yaitu asam linoceic dan oleic mengandung 70,7 %. 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian dari Pasific Island Ecosistems at Risk menyatakan biji Saga pohon menghadirkan suatu sumber potensi minyak dan protein yang bisa mengurangi kekurangan sumber protein nabati. 2.3 Kerangka Berpikir Mengumpulkan data

Analisa data

eksperimentasi

Publikasi Hasil

Tes Organoleptik

Pengujian kadar protein

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pada fermentasi biji Saga pohon (Adenanthera pavonina) oleh Rhizopus oryzae dilaksanakan pada tanggal 7 Mei sampai dengan tanggal 12 Mei 2011, yaitu di kediaman rumah penulis. Pelaksanaan pengujian protein pada tempe Saga dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2011 di Laboratorium Kimia Dasar Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. 3.2 Bentuk dan Strategi Penelitian Bentuk penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah studi komparasi setelah dilakukan eksperimen. Sebelum melakukan komparasi terhadap eksperimental pembuatan tempe berbahan baku biji Saga pohon oleh Rhizopus oryzae (untuk selanjutnya penulis istilahkan dengan tempe Saga), dibuat suatu control positif berupa tempe berbahan baku kedelai (untuk selanjutnya penulis istilahkan dengan tempe kedelai). Gunanya untuk membandingkan hasil fermentasi Rhizopus oryzae terhadap biji Saga pohon dengan tempe kedelai yang memang sudah umum dikonsumsi. Strategi penelitian dengan Pengamatan dilakukan pada saat fermentasi Rhizopus oryzae terhadap biji Saga pohon. Pada saat pengamatan, kondisi fermentasi seperti suhu ruang, tempat, cahaya (terang atau gelap) harus dicatat dan dilakukan pengamatan pada jam-jam tertentu yang telah diatur. Setelah produk tempe hasil fermentasi dari biji Saga pohon jadi, selanjutnya dilakukan studi komparatif kandungan protein dan tes organoleptik. Dalam studi komparatif kandungan kadar protein yang dibandingkan adalah waktu, warna, dan presentase protein. 3.3 Sumber Data Sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah : 1. Arsip dan dokumen dari Direktorat Jenderal Produksi Pangan, Balai Informasi
Pertanian-Ciawi 1985, Pasific Island Ecosistems at Risk, International

Centre for Research in Agroforestry 2005, United States Departemen of Agriculture 2005. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu : 3.4.1 Observasi langsung Peneliti melakukan observasi langsung dengan mengamati tanaman pohon Saga yang berada di lingkungan kampus UKSW dan di sepanjang jalan di depan SMP Pangudi Luhur Salatiga. 3.4.2 Mencatat dokumen dan arsip Dokumen tersebut antara lain berupa Besarnya Impor Kedelai Indonesia (1986-1999), dan komposisi nutrisi Saga, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan kecipir, sifat dan karakteristik pohon saga (Adenanthera pavonina), kandungan protein dan zat penyusun lain dalam biji saga (Adenanthera pavonina). 3.5 Teknik Cuplikan (sampling) Teknik cuplikan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat selectif sampling, karena peneliti memilih informasi atau data yang hanya ada hubungan dengan penelitian ini dan dapat dipercaya karena berdasarkan hasil penelitian orang lain. 3.6 Validitas Data Dalam penelitian ini, untuk menjamin validitas dalam meningkatkan kesahihan data, menggunakan: 1. Teknik trianggulasi data Peneliti mengumpulkan data wajib seperti Besarnya Impor Kedelai Indonesia (1986-1999), dan komposisi nutrisi Saga, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan kecipir, sifat dan karakteristik pohon saga (Adenanthera pavonina), kandungan protein dan zat penyusun lain dalam biji saga (Adenanthera pavonina) menggunakan beragam sumber yang tersedia.

2.

Trianggulasi metodologi.

Trianggulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang berupa observasi dan eksperimentasi. 3.7 Analisis Data. Dalam penelitian ini peneliti melakukan teknik analisis data dengan menyajikan data-data akurat seperti besarnya impor kedelai Indonesia (1986-1999) dari Direktorat Jenderal Produksi Pangan dan Komposisi nutrisi Saga, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan kecipir dari Balai Informasi Pertanian-Ciawi, sifat dan karakteristik pohon saga (Adenanthera pavonina), kandungan protein dan zat penyusun lain dalam biji saga (Adenanthera pavonina) serta peneliti melakukan eksperimentasi kandungan protein dalam biji saga untuk mengakuratkan hasil yang diperoleh dengan referensi yang digunakan agar lebih dipercaya. Setelahnya peneliti melakukan tes organoleptik untuk mendapatkan cita rasa, tekstur, warna, aroma yang diinginkan.

DAFTAR TABEL Tabel 1. Besarnya Impor Kedelai Indonesia (1986-1999). No. Tahun Volume (Ton) Nilai Impor (.000 US$) 1. 1986 359.252 83.399 2. 1987 286.702 63.145 3. 1988 465.839 138.044 4. 1989 390.472 128.222 5. 1990 541.061 146.475 6. 1991 672.756 184.074 7. 1992 694.732 186.260 8. 1993 723.884 197.121 9. 1994 800.460 243.733 10. 1995 607.392 187.590 11. 1996 749.330 251.655 12. 1997 589.968 198.654 13. 1998 343.124 89.693 14. 1999 1.301.754 301.688
Sumber: Direktorat Jenderal Produksi Pangan.

Tabel 2. Komposisi nutrisi Saga, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan kecipir. No. Biji Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Air (%) 1. Saga 48,2 22,6 10,0 9,1 2. Kedelai 34,9 14,1 34,8 8,0 3. Kacang Hijau 22,2 1,2 62,9 10,0 4. Kacang tanah 25,3 42,8 21,1 4,0 5. Kecipir 32,8 17,0 36,5 10,0 Sumber: Balai Informasi Pertanian-Ciawi, 1985

10

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pohon Saga Adenanthera pavonina Gambar 2.2 Daun Saga Adenanthera pavonina

Gambar 2.3 Bunga Saga Adenanthera pavonina Gambar 2.4 Polong Saga pohon yang sudah tua

10

11

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Produksi Pangan. 2000. Besarnya Impor Kedelai Indonesia (1986-1999).

http://www.deptan.go.id/ditjentan/detailberita.php?id=65 diakses tanggal 23 Juni 2011 International Centre for Research in Agroforestry 2005 dalam SAGA POHON (Adenanthera Pavonina). http://matoa.org/saga-pohon-adenanthera-pavonina/ diakses tanggal 23 Juni 2011 Lindajati. 1991. Kandungan gizi kedelai per 100 gram.

http://www.dsgzyzh.com/other/kandungan%20gizi%20kedelai%20per%20100%20grampdf.html diakses tanggal 22 Juni 2011 Novalia Anggraini. 2009. Solusi Alternatif Pengganti Tempe Kedelai.

http://blog.unila.ac.id/angjun/files/2009/09/solusi-alternatif-pengganti-tempe-kedelai.pdf diakses tanggal 22 Juni 2011

11

You might also like