You are on page 1of 14

SUARA PARAU

Untuk mengetahui tentang kelainan suara, perlu diketahui terlebih dahulu anatomi, fisiologi laring. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dalam klinik. Suara parau ini digambarkan oleh pasien sebagai suara yang kasar, atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa/normal. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau. Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan larng tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.

Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata ( kiri dan kanan ) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral. Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid ( anterior, lateral dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotika. Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot instrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsic menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid (suprohioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah m. digastrikus, m. geniohioid, m. stilohioid dan m. milohiod. Otot yang infrahioid adalah m. sternohioid, m. omohioid, m. tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas. Otot-otot intrinsik laring ialah m. krikoaritenoid lateral, m. tiroepiglotika, m. vokalis, m. tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m. krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah m. aritenoid transversum, m.arietenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior.

RONGGA LARING Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membrane kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah m. aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plika ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni. Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara ( plika vokalis ). Persarafan laring Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak di sebelah medial a.tiroid superior, menembus membrane hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringis superior menuju ke mukosa laring. Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang dari n.vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara cabangcabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsic laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsic laring bagian superior dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus. Perdarahan Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membrane tirohioid bersamasama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membrane ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah

pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi membrane krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membrane krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. Pembuluh limfa Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah liapatan vocal. Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai sevikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa diantaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular. FISIOLOGI LARING Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi menelan, emosi serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena karena aduksi otot-otot intrinsic.

Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, secret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan. Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring. Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi, seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dalam klinik. Suara parau ini digambarkan oleh pasien sebagai suara yang kasar, atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa/normal. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.

Walaupun suara parau hanya merupakan gejala, tetapi bila prosesnya berlangsung lama ( kronik ) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok, khususnya laring. Penyebab suara parau dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab (etiologi) ini dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis otototot laring, kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi pada sendi krikoaritenoid dan lain-lain. Ada satu keadaan yang disebut sebagai disfonia ventricular, yaitu keadaan plika ventricular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara, misalnya sebagai akibat dari pemakaian suara yang terus menerus pada pasien dengan laryngitis akut. Inilah pentingnya istirahat berbicara (vocal rest) pada pasien dengan laryngitis acut, disamping pemberian obatobatan. Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai gejala lain seperti demam,dedar (malaise), nyeri menelan atau berbicara, batuk, disamping suara parau. Kadang kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Radang kronik tidak spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis atau bronchitis kronis atau karena penggunaan suara seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras (vocal abuse = penyalahgunaan suara). Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain suara parau, terdapat juga gejala penyakit penyebab atau penyakit yang menyertainnya. Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor, misalnya tumor pita suara segera timbul suara parau dan bila tumor tumbuh menjadi besar menimbulkan sumbatan jalan nafas. Tumor ganas biasanya tumbuh lebih cepat. Tumor ganas sering disertai gejala lain, misalnya batuk (kadang-kadang batuk darah), berat badan menurun, keadaan umum memburuk. Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan, baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral. Lesi intracranial biasanya mempunyai gejala lain dan muncul sebagai kelainan neurologic selain dari gangguan suaranya. Penyebab sentral, misalnya paralisis bulbar, siringomelia, tabes dorsalis, multiple sklerosis. Penyebab perifer, misalnya struma, pasca strumektomi, limfadenopati koli, trauma leher, tumor esophagus dan mediastinum, aneurisma aorta dan arteria subklavia kanan.

Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsic laring yang sering ditemukan dalam klinik. Dalam menilai tingkat pembukaan rimaglotis dibedakan dalam 5 posisi pita suara, yaitu posisi median, posisi paramedian, posisi intermedian, posisi abduksi ringan dan posisi abduksi penuh. Pada posisi median kedua pita suara terdapat di garis tengah, pada posisi paramedian pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm dan pada posisi intermedian 7 mm. pada posisi abduksi ringan pembukaan pita suara kira-kira 14 mm dan pada abduksi penuh 18-19 mm. Gambaran posisi pita suara dapat bermacam-macam (berlainan) tergantung dari otot mana yang terkena. Karena saraf laring superior dan inferior bersifat motorik dan sensorik, maka biasanya paralisis motorik terdapat bersamaan dengan paralisis sensorik pada laring. Paralisis motorik otot laring dapat digolongkan menurut lokasi, jenis otot yang terkena atau jumlah otot yang terkena. Penggolongan menurut lokasi, misalnya dikenal paralisis unilateral atau bilateral. Menurut jenis otot yang terkena dikenal paralisis aduktor atau paralisis abductor atau paralisis tensor. Sedangkan penggolongan menurut jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna atau tidak sempurna. Secara klinik paralisis otot laring dikenal unilateral midline paralysis, unilateral incomplete paralysis, bilateral midline paralysis, bilateral incomplete paralysis, complete paralysis, adductor paralysis, thyroarythenoid muscle paralysis dan cricothroid muscle paralysis. Pemeriksaan klinik Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan umum (status generalis), pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun pemeriksaan laring-langsung dengan laringoskop (atau dengan mikroskop = mikro laringoskopi = bedah mikro laring). Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan meliputi pemeriksaan laboratorium klinik, radiologic, mikrobiologik dan patologi anatomic.

KELAINAN LARING Kelainan laring dapat berupa kelainan congenital laring, peradangan laring, tumor laring serta kelumpuhan pita suara. 1.KELAINAN KONGENITAL Kelainan ini dapat berupa laringomalasia, stenosis subglotik, selaput di laring, kista congenital, hemangioma dan fistel laringotrakea esophagus. Pada bayi dengan kelainan congenital laring dapat menyebabkan gejala sumbatan jalan nafas, suara tangis melemah sampai tidak ada sama sekali, serta kadang-kadang terdapat juga disfagia. LARINGOMALASI Kelainan ini paling sering ditemukan. Pada stadium awal ditemukan epiglottis lemah, sehingga pada waktu inspirasi epiglottis tertarik ke bawah dan menutup rima glottis. Dengan demikian bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor). Stridor ini merupakan gejala awal, dapat menetap dan mungkin pula hilang timbul, ini disebabkan lemahnya rangka laring. Tanda sumbatan jalan nafas dapat terlihat dengan adanya cekungan (retraksi) di daerah suprasternal, epigastrium, interkostal, dan supraklavikular. Bila sumbatan laring makin hebat, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea. Jangan dilakukan trakeostomi, sebab seringkali laringomalasi disertai dengan trakeomalasi. Orang tua pasien dinasihatkan supaya lekas dating ke dokter bila terdapat peradangan di saluran nafas bagian atas, seperti pilek dan lain-lain. STENOSIS SUBGLOTIK Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat penyempitan (stenosis). Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotis ialah : 1. Penebalan jaringan submukosa dengan hyperplasia kelenjar mucus dan fibrosis. 2. Kelaianan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil,3. Bentuk tulang rawan krikoid normal dengan ukuran lebih kecil, 4. Pergeseran cincin trakea pertama kea rah atas belakang ke dalam lumen krikoid.

Gejala stenosis subglotik ialah stridor,dispnea, retraksi di suprasternal, epigastrium, interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan ditemukan sianosis dan apnea, sebagai akibat sumbatan jalan nafas, sehingga mungkin juga terjadi gagal pernapasan (respiratory distress). Terapi stenosis subglotis tergantung pada kelainan yang menyebabkannya. Pada umumnya terapi stenosis subglotis yang disebabkan oleh kelainan submukosa ialah dilatasi atau dengan laser CO2. Stenosis subglotik yang disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi pembedahan dengan melakukan rekonstruksi. SELAPUT DI LARING (LARYNGEAL WEB) Suatu selaput yang transparan (web) dapat tumbuh di daerah glottis, supraglotik atau subglotik. Selaput ini terbanyak tumbuh di daerah glottis (75%0, subglotik (13%) dan di supraglotik sebanyak 12%. Terdapat gejala sumbatan laring, dan untuk terapinya dilakukan bedah mikro laring untuk membuang selaput itu dengan memakai laringoskop suspense. KISTA KONGENITAL Kista sering tumbuh di pangkal lidah atau di plika ventrikularis. Untuk penanggulangannya ialah dengan mengangkat kista itu dengan bedah mikro laring. HEMANGIOMA Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotik. Sering pula disertai dengan hemangioma di tempat lain, seperti di leher. Gejalanya ialah terdapat hemoptisis, dan bila tumor itu besar, terdapat juga gejala sumbatan laring. Terapinya ialah dengan bedah laser, kortikosteroid atau dengan obat-obat skleroting. FISTEL LARINGOTRAKEA-ESOFAGEAL Kelaianan ini terjadi karena kegagalan penutupan dinding posterior kartilago krikoid. Terdapat gejala pneumonia, oleh karena aspirasi cairan dari esophagus, dan kadang-kadang terdapat juga gejala sumbatan laring. 2. PERADANGAN LARING Dapat berupa laryngitis akut atau laryngitis kronis.

LARINGITIS AKIT Radang akut laring, pada umumnya meruapakan kelanjutan dari rinofaringitis (common cold). Pada anak laryngitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak. Etiologi Sebagai penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang local atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Gejala dan tanda Pada laryngitis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam, dedar (malaise), serta gejala local, seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama-kelamaan disertai dengan dahak kental. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat juga tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru. Terapi Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara lembab. Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas atau ,minum es. Antibiotika diberikan apabila peradangan berasal dari paru, bila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakea, atau trakeostomi. LARINGITIS KRONIS Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh sinusitis kronik, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronchitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadangkadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa.

Gejalanya ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan secret, karena mukosa yang menebal. Pada pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan biopsi. Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab laringtis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal rest). LARINGITIS KRONIK SPESIFIK Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah : laryngitis tuberculosis dan laryngitis leutika. LARINGITIS TUBERKULOSIS Penyakit ini hamper selalu sebagai akibat tuberculosis paru. Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberculosis parunya sembuh tetapi laringitis tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. PATOGENESIS Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa. Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fosa interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglottis, serta terakhir ialah dengan subglotik. Gambaran klinis Secara klinis, laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu: 1. Stadium infiltrasi 2. Stadium ulserasi 3. Stadium perikondritis

4. Stadium pembentukan tumor 1. Stadium Infiltrasi Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah mukosa laring bagian posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. 2. Stadium ulserasi Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan, serta sangat dirasakan nyeri oleh pasien. 3. Stadium perikondritis Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut, dan akan terbentuk sekuester (sequester). Pada stadium ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu stadium fibrotuberkulosis. 4. Stadium fibrotuberkulosis Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik. Gejala klinis Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut : Rasa kering, panas dan tertekan didaerah laring. Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul afoni.

Hemoptisis Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas.

Keadaan umum buruk Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses aktif (biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)

Diagnosis banding 1. Laringitis luetika 2. Karsinoma laring 3. Aktinomikosis laring 4. Lupus vulgaris laring Diagnosis berdasarkan

You might also like