You are on page 1of 247

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

40 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 40 /KMK.01/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2010-2014 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014; 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009; 3. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra K/L) 2010-2014; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERTAMA : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2010-2014. Menetapkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan, yang selanjutnya disebut Renstra Kementerian Keuangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan ini sebagai dokumen perencanaan Kementerian Keuangan untuk periode 5 (lima) tahun terhitung mulai Tahun 2010 sampai dengan 2014. Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 berisi visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, kegiatan, indikator kinerja, dan pendanaan yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan bersifat indikatif. Unit Eselon I, Eselon II, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Keuangan wajib menyusun Rencana Strategis (Renstra). Renstra sebagaimana dimaksud pada Diktum KETIGA disusun dengan berpedoman pada: a. Keputusan Menteri Keuangan ini; dan b. Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Unit-Unit Organisasi Di Lingkungan Kementerian Keuangan.

Mengingat

KEDUA

KETIGA KEEMPAT

: :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

41 KELIMA : Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Unit-Unit Organisasi Di Lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT huruf b ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tersendiri. Renstra Unit Eselon I sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, ditetapkan dengan keputusan pimpinan Unit Eselon I paling lambat 1 (satu) bulan setelah Renstra Kementerian Keuangan 2010-2014 ditetapkan dan disampaikan kepada Menteri Keuangan. Renstra Unit Eselon II sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, ditetapkan dengan keputusan pimpinan Unit Eselon II paling lambat 2 (dua) minggu setelah Renstra Unit Eselon I 2010-2014 ditetapkan dan disampaikan kepada Pimpinan Unit Eselon I. Renstra Instansi Vertikal sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, ditetapkan dengan keputusan pimpinan Instansi Vertikal paling lambat 2 (dua) minggu setelah Renstra Unit Eselon II 2010-2014 ditetapkan dan disampaikan kepada Pimpinan Unit Eselon II. Renstra Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, ditetapkan dengan keputusan pimpinan Unit Pelaksana Teknis paling lambat 2 (dua) minggu setelah Renstra Unit Eselon I 2010-2014 ditetapkan dan disampaikan ke Pimpinan Unit Eselon I. Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri Keuangan ini disampaikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan; Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan; Para Direktur Jenderal/Kepala Badan/Ketua Badan di lingkungan Kementerian Keuangan; Para Staf Ahli Menteri Keuangan; Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan, Kementerian Keuangan; Kepala Biro Perencanaan Keuangan, Kementerian Keuangan; Kepala Biro Hukum, Kementerian Keuangan.

KEENAM

KETUJUH

KEDELAPAN

KESEMBILAN

KESEPULUH

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2010 MENTERI KEUANGAN ttd.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI

BAB I 1.1. 1.2.

PENDAHULUAN ........................................................................................ Kondisi Umum ..............................................................................................

1 1

Potensi dan Permasalahan ........................................................................... 22

BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN KEMENTERIAN KEUANGAN ................... 34 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. Visi Kementerian Keuangan ........................................................................ 34 Misi Kementerian Keuangan ....................................................................... 34 Tujuan Kementerian Keuangan .................................................................. 34 Sasaran Strategis Kementerian Keuangan ................................................. 35

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ....................................................... 40 3.1. 3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ........................................................ 40 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan ............................. 62

LAMPIRAN Matriks Kinerja Pembangunan Kementerian Keuangan Matriks Pendanaan Kementerian Keuangan Matriks Program 100 Hari Kementerian Keuangan Matriks Kontrak Kinerja Menteri Keuangan-Presiden Matriks Hasil Temu Nasional

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 40 /KMK/PMK.01/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2010 - 2014

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2010 - 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONDISI UMUM 1.1.1 Kondisi Ekonomi Makro Tahun 2004 - 2009

Dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 seiring dengan dinamika ekonomi internal maupun krisis keuangan global, pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 5,9 persen atau lebih baik dibandingkan dengan periode Tahun 2001-2004 (4,5 persen), inflasi rata-rata mencapai 10,4 persen. Dengan pendekatan pro growth, pro poor dan pro job, upaya-upaya pemerintah telah membuahkan hasil dengan menurunnnya tingkat pengangguran dari 9,86 persen pada Tahun 2004 menjadi 8,14 persen pada Tahun 2008, tingkat kemiskinan dari 16,66 persen menurun secara drastis menjadi 14,15 persen pada Tahun 2009. Nilai tukar rupiah Tahun 2004 rata-rata Rp 8.928/US$, pada awal September 2005 sempat mencapai Rp 10.345/US$, namun kembali melemah menyentuh level Rp 8.828/US$ pada semester II Tahun 2007, lalu bergerak relatif stabil pada rata-rata Rp9.234/US$ di Tahun 2008. Pada Tahun 2008 nilai rata-rata berkisar Rp 9.234/US$, memasuki Tahun 2009 sampai dengan bulan Juni nilai rata-rata berada pada kisaran Rp 11.082/US$. Inflasi Tahun 2004 berada pada level 6,4 persen, walau sempat naik sampai mencapai 17,1 persen Tahun 2005, namun kemudian pada Tahun 2007 sebesar 6,6 persen, dan sampai dengan Juni 2009 mencapai 3,7 persen. Seiring dengan itu, BI rate bergerak naik dari 12,5 persen pada Desember 2005 menjadi 12,75 persen pada April 2006, kemudian mulai menunjukkan penurunan pada bulan Desember 2008 sejalan dengan membaiknya ekspektasi inflasi dan terjaganya pasokan bahan pangan domestik serta apresiasi nilai tukar. Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Tahun 2008 mencapai 74,61 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Volatilitas harga minyak yang sempat menembus level 60 dolar AS per barel pada Tahun 2005, diiringi dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya volume konsumsi BBM domestik, mengakibatkan membengkaknya belanja subsidi BBM pada APBN Tahun 2005 mencapai Rp101,5 Triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi Tahun 2003 dan 2004 yang masing-masing sebesar Rp30,0 Triliun dan Rp69,0 Triliun. Ketika harga minyak dunia pada semester pertama Tahun 2008 yang sempat menembus US$140 per barel, secara langsung mempengaruhi APBN dengan membengkaknya subsidi BBM, sehingga defisit anggaranpun mengalami peningkatan. Pada pertengahan Tahun 2008 terjadi krisis finansial global yang kemudian mempengaruhi harga minyak dunia. Harga minyak mengalami penurunan kembali. Oleh karena itu Pemerintah kemudian mengambil kebijakan untuk menurunkan harga BBM baik premium maupun solar domestik. Pada Desember 2008, Pemerintah telah menurunkan harga premium sebanyak 2 kali, dan solar sebanyak 1 kali. Penurunan harga premium dan solar tersebut kembali dilakukan Pemerintah pada Januari 2009.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2 Kondisi perekonomian pada Tahun 2009 diawali dengan situasi ekonomi yang suram sebagai dampak dari krisis keuangan global, dan tidak satu negara pun terhindar dari krisis ini. Pertumbuhan ekonomi dunia menurun dari 3,2 persen pada Tahun 2008 menjadi negatif 1 persen pada Tahun 2009. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan signifikan pada sektor perdagangan akibat menurunnya permintaan masyarakat. World Economic Outlook April 2009 memperkirakan pertumbuhan perdagangan dunia negatif sebesar 11 persen, jauh lebih rendah dari pertumbuhannya pada tahun 2008 sebesar 3,3 persen. Seperti negara berkembang lainnya, Indonesia juga terkena dampak krisis keuangan global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir Tahun 2009 diperkirakan sebesar 4,3 persen, menurun signifikan dibandingkan Tahun 2008 sebesar 6,4 persen. Hal ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kontraksi ekspor dan rendahnya investasi, meskipun konsumsi rumah tangga tetap tinggi. Dengan demikian pemulihan ekonomi dapat terlihat sejak kuartal kedua Tahun 2009, dimana pertumbuhan PDB sebesar 4 persen (q-to-q), menguat menjadi 4,3 persen (q-to-q) pada kurtal ketiga Tahun 2009. Dalam kondisi tersebut, perekonomian Indonesia dinilai relatif lebih baik dibanding dengan negara Asia lainnya. Respon kebijakan pemerintah yang counter-cyclical melalui program stimulus telah berhasil mempertahankan daya beli masyarakat sehingga saat ini pemerintah terus berusaha untuk dapat mengalirkan program stimulus dalam sektor investasi. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), akibat macetnya subprime mortgage, secara cepat mengalir dan menyebar pada sistem keuangan dunia. Pergeseran arus modal yang besar dan tiba-tiba membawa guncangan pada sistem stabilitas keuangan. Pada awal Tahun 2009 terjadi capital outflow sebesar US$312 miliar dari negara-negara emerging market ke AS. Daya tahan sistem keuangan domestik cukup mantap jika dibandingkan kondisi krisis tahun 1998. Eksposur perbankan dan lembaga keuangan Indonesia terhadap subprime mortgage relatif minimal. Stabilitas pasar keuangan Indonesia sempat terguncang yang tercermin pada depresiasi Rupiah terendah pada tanggal 20 Februari 2009 pada level Rp12.000/US$, anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada level 1.264,8 pada bulan Maret 2009, dan penurunan harga Surat Utang, dan risiko sistemik antarbank. Kinerja pasar modal sejak pertengahan Tahun 2009 menunjukkan tren penguatan, meskipun sempat mengalami koreksi dalam beberapa periode. IHSG sempat menembus level tertinggi selama tahun 2009 yaitu sebesar 2.399,3 pada akhir Agustus 2009, didukung oleh peningkatan kapitalisasi pasar. Dibanding akhir Desember 2008 hingga 16 November 2009, IHSG mengalami penguatan sebesar 82,1 persen dan Rupiah terapresiasi 15,6 persen, terbaik di Asia setelah Cina. Aliran modal masuk kembali positif baik di pasar saham maupun obligasi negara. 1.1.2 Kinerja APBN Tahun 2004-2009 Kinerja APBN selama periode Tahun 2004 - 2009 mengalami tekanan dan tantangan yang cukup berat, baik dari sisi eksternal maupun internal, serta dipengaruhi dari sisi penerimaan negara dan dari sisi belanja negara. Ketidakseimbangan ekonomi global berdampak pada tingkat suku bunga, inflasi, serta nilai tukar di dalam negeri. Sementara itu adanya bencana alam di berbagai wilayah Indonesia, mengakibatkan beban belanja yang sangat berat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena bencana alam tersebut. Hal ini ditambah lagi dengan adanya kebijakan pemberian insentif perpajakan sebagai bagian dari kebijakan stimulus

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

3 fiskal yang dalam jangka pendek berdampak negatif pada penerimaan negara, namun dalam jangka panjang diharapkan akan berdampak positif. Dalam rangka konsolidasi fiskal, optimalisasi pendapatan negara dan hibah dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Perkembangan pendapatan negara dan hibah dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata 16,70 persen per tahun, yaitu dari Rp403,1 triliun (17,5 persen terhadap PDB) pada Tahun 2004 menjadi Rp870,9 triliun (16,1 persen terhadap PDB) dalam APBN-P Tahun 2009. Komposisi pendapatan negara lebih bertumpu pada sumber-sumber penerimaan dari sektor perpajakan, terutama penerimaan pajak dalam negeri dari sektor nonmigas. Dalam lima tahun terakhir, peran penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara dan hibah meningkat, yaitu dari 69,6 persen pada Tahun 2004 menjadi 74,9 persen pada Tahun 2009. Sementara itu kontribusi PNBP terhadap pendapatan negara dan hibah mengalami penurunan, dari 30,4 persen pada Tahun 2004 menjadi 25,0 persen Tahun 2009. Realisasi belanja negara terus menunjukkan peningkatan, yakni dari Rp427,2 triliun (18,6 persen dari PDB) dalam Tahun 2004 menjadi Rp971,5 triliun (16,5 persen dari PDB) dalam APBN-P 2009, atau meningkat rata-rata 17,9 persen selama lima tahun terakhir (periode Tahun 2004-2009). Peningkatan realisasi dan perkiraan belanja negara tersebut selain dipengaruhi oleh perkembangan asumsi ekonomi makro, khususnya harga minyak mentah Indonesia dan nilai tukar rupiah (kurs), juga ditentukan oleh kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, seperti perubahan harga BBM di dalam negeri, rehabilitasi dan rekonstruksi daerah korban bencana alam, pembayaran bunga utang, dana perimbangan ke daerah serta program kompensasi pengurangan subisidi BBM (PKPS-BBM). Jumlah kebutuhan pembiayaan anggaran ditentukan dari besaran target defisit, kebutuhan investasi Pemerintah, dan refinancing utang. Pada Tahun Anggaran 2008, target defisit ditetapkan 1,7 persen dari PDB atau sebesar Rp75,0 triliun, sedangkan kebutuhan investasi untuk dukungan infrastruktur Pemerintah sebesar Rp2,0 triliun dan utang yang jatuh tempo sebesar Rp106,6 triliun. Defisit pada tahun 2009 ditargetkan sebesar 1,0 persen terhadap PDB, lebih rendah 1,1 persen apabila dibandingkan dengan target defisit pada perubahan APBN Tahun 2008. Sejalan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang telah dimulai pada tahun 2001, daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali kewenangan pemerintahan dalam bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan, agama, dan adminsitrasi pemerintahan yang bersifat strategis. Implikasi langsung dari kebijakan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan dana yang cukup besar untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi yang telah menjadi kewenangan daerah. Seiring dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, pada Tahun 1999 diterbitkan 2 (dua) UU di bidang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang dalam Tahun 2004 telah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

4 Dari sisi keuangan negara, kebijakan desentralisasi fiskal tersebut telah membawa konsekuensi pada perubahan peta pengelolaan fiskal yang cukup mendasar. Hal ini antara lain dapat dilihat dari semakin besarnya penyerahan sumber-sumber pendanaan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang diimplementasikan dalam bentuk transfer belanja ke daerah sebagai bagian dari APBN, yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Selain itu, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak/retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan (revenue sharing), serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal dengan dana perimbangan sebagai sumber dana bagi APBD. Secara umum, sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Pinjaman Daerah. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, baik dalam bentuk Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), terus meningkat seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak Tahun 2001. Pada Tahun 2005 alokasi Transfer ke Daerah sebesar Rp150,5 triliun dan terus meningkat hingga menjadi Rp303,1 triliun pada Tahun 2009, atau tumbuh ratarata sebesar 20,4 persen per tahun. 1.1.3 Pencapaian Sasaran Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2005 - 2009 Kondisi ekonomi makro dan kinerja APBN Tahun 2005-2009 sangat mempengaruhi pencapaian sasaran Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2005-2009. Penjelasan tentang_pencapaian Renstra Tahun 2005-20009 Kementerian Keuangan dibagi dalam dua bidang yaitu bidang Pengelolaan Keuangan Negara, yang terbagi dalam 5 tema-Pendapatan Negara, Belanja Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan Negara, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank- dan bidang Reformasi Birokrasi serta Pengawasan dan Pengendalian Intern. 1.1.3.1. Bidang Pengelolaan Keuangan Negara a. Tema Pendapatan Negara Tema Pendapatan Negara terdiri dari dua sumber, yaitu Penerimaan Pajak dan Bea Cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan Pajak dan Bea Cukai Rencana dan realisasi target tax ratio dan penerimaan pajak selama periode Tahun 2005-2009 sebagaimana pada tabel di bawah ini. Ketidakstabilan perekonomian dunia menyebabkan tidak tercapainya penerimaan pajak pada Tahun 2006 (96,32%) dan Tahun 2007 (98,55%).

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

5 Rencana dan Realisasi Tax Ratio dan Target Penerimaan Pajak Tahun 2005-2009
Tahun Rencana 2005 2006 2007 2008 2009 Tax Ratio Realisasi Persentase Target Penerimaan Pajak Rencana 100% 100% 100% 100% 100% Realisasi

12,71% 12,43% 12,43% 13,60% 13,60%

12,46% 12,26% 12,43% 13,30% NA*)

101,75% 96,32% 98,55% 106,84% 65,44%*)

*) pencapaian masih dalam tahun berjalan, per 12 Oktober 2009 (nilai realisasi akan muncul pada tahun berikutnya).

Sementara itu reformasi birokrasi terus dilakukan, seperti modernisasi administrasi perpajakan yang dilaksanakan pada Tahun 2008, dimana unit vertikal DJP di bawah Kementerian Keuangan menjadi sebagai berikut : Kantor Vertikal DJP
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Jenis Kantor Kanwil DJP WP Besar Kanwil DJP WP Jakarta Khusus Kanwil DJP KPP WP Besar KPP Khusus KPP Madya KPP Pratama KP2KP Jumlah 1 1 29 3 9 19 299 207

Di bidang peraturan perundang-undangan telah diselesaikan tiga Undang-undang, yaitu: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang; dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Di bidang kepabeanan, telah dilakukan pengembangan struktur organisasi Direktorat Bea dan Cukai dengan dibentuknya Kantor Pelayanan Utama (KPU), KPPBC Madya Pabean dan KPPBC Madya Cukai. Dalam Tahun 2009 diimplementasikan 9 KPPBC Tipe Madya lainnya, yaitu KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas, KPPBC Tipe Madya Pabean Merak, KPPBC Tipe Madya Pabean Yogyakarta, KPPBC Tipe Madya Pabean Surakarta, KPPBC Tipe Madya Pabean Bandung, KPPBC Tipe Madya Pabean Bogor, KPPBC Tipe Madya Pabean Purwakarta,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

6 KPPBC Tipe Madya Pabean Bekasi dan KPPBC Tipe Madya Pasuruan. Sampai bulan Oktober, yang sudah diresmikan ada 6 (enam) KPPBC Madya Pabean. Sedangkan untuk Tahun 2010 dan Tahun 2011, ditargetkan akan membentuk 9 KPPBC Tipe Madya Pabean yang baru, serta penyempurnaan dan penyederhanaan proses bisnis, salah satunya adalah menyempurnakan aturan mengenai registrasi importir. Selain itu DJBC telah menggunakan Teknologi Informasi yang mutakhir guna mendukung penerapan National Single Windows (NSW), suatu sistem yang efisien dan efektif yang bersinergi dengan unit/lembaga pemerintahan lainnya. Realisasi dan pencapaian target penerimaan bea masuk, PE/bea keluar, dan cukai selama periode Tahun 2005-2009 adalah sebagaimana pada tabel berikut. Pencapaian Target Penerimaan Bea Masuk dan PE/Bea Keluar (dalam miliaran rupiah)
T.A. Target APBN-P 14.646,50 13.583,30 14.417,60 15.820,90 16.123,50 Bea Masuk Realisasi 14.920,90 12.141,65 16.699,44 22.761,31 17.861,30 Pencapaian 101,87 % 89,38 % 115,83 % 143,87 % 110,78 % Target APBN-P 344,80 418,90 3.041,34 11.158,30 1.399,60 PE / Bea Keluar Realisasi 318,20 1.091,08 4.238148 13.546,47 560,73 Pencapaian 92,29 % 260,46 % 139,31 % 121,40 % 40,06 %

2005 2006 2007 2008 2009*

*) Sumber Data Ditjen Perbendaharaan sampai dengan 28 Desember 2009 & Target Bea Masuk Tidak termasuk Nilai BM DTP Sebesar Rp2 Triliun

Pencapaian Target Penerimaan Cukai (dalam miliaran rupiah) T.A. Target APBN-P 2005 2006 2007 2008 2009*
*)

Cukai
Realisasi 33.256,28 37.772,13 44.627,88 51.251,67 46.670,31 Pencapaian 103,14 % 98,05 % 106,17 % 112,11 % 85,56 % 32.244,80 38.522,60 42.034,70 45.717,50 54.545,00

Sumber Data Ditjen Perbendaharaan sampai dengan 28 Desember 2009

Adapun peraturan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai yang telah diselesaikan adalah UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; dan, UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

7 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Strategi kebijakan PNBP diarahkan pada kebijakan intensifikasi dan eksteksifikasi dalam upaya pencapaian optimalisasi dan efektifitas. Optimalisasi dan efektifitas PNBP yang bersumber dari kementerian/Lembaga ditempuh melalui beberapa langkah sebagai berikut: (i) melakukan review, evaluasi, dan penyempurnaan peraturan pelaksanaan UU PNBP; (ii) meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan PNBP; (iii) menertibkan pengelolaan administrasi di bidang PNBP; (iv) menyempurnakan sistem administrasi di bidang PNBP; (v) mempertajam alokasi penggunaan dana PNBP. Pencapaian target PNBP dalam periode Tahun 2005-2008 rata-rata mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dari pencapaian target pada Tahun 2005 sebesar 81,29 persen menjadi 113,36 persen pada Tahun 2008. Secara rata-rata, pencapaian target PNBP dalam periode tersebut mencapai 100,47 persen. Untuk target Tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan Tahun 2008 sebesar Rp64,77 triliun atau 22,90 persen. Penurunan ini disebabkan oleh adanya perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia sebagai akibat dari turunnya harga minyak mentah dunia. PENCAPAIAN TARGET PNBP TAHUN 2005-2009 ( dalam rupiah)
TAHUN 2005 2006 2007 2008 2009*
*)

TARGET 180,697,390,868,000 229,829,268,281,000 198,253,670,829,000 282,814,420,373,000 218,037,632,535,000

REALISASI 146,888,310,402,381 226,950,066,385,871 215,119,705,411,332 320,604,629,562,680 130,597,790,273,000

% REALISASI 81.29 % 98.75 % 108.51 % 113.36 % 59.89 %

data sampai dengan Triwulan III 2009 berdasarkan buku merah

b.

Tema Belanja Negara

Tema Belanja Negara berasal dari dua sumber, yaitu Belanja Negara yang berupa anggaran pemerintah pusat, serta Perimbangan Keuangan yang berupa belanja negara untuk kepentingan perimbangan keuangan daerah, serta Perbendaharaan Negara. Belanja Negara Dalam periode Tahun 2005-2009 terdapat beberapa perkembangan penting terkait dengan kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat yaitu: Pertama, anggaran belanja pemerintah pusat, disusun, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka pelaksanaan pembaharuan (reformasi) keuangan negara, yang terdiri dari tiga pilar, yaitu: (i) penganggaran terpadu (unified budget); (ii) penganggaran berbasis kinerja (performance based budget); dan (iii) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework). Kedua, penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dilakukan dengan mengikuti perubahan struktur dan format belanja standard internasional (Government Financial Statistics/GFS), dimana alokasi anggaran belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Ketiga, adanya perubahan orientasi kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, yang lebih diarahkan untuk mendukung langkah-langkah stimulasi terhadap perekonomian dari sisi fiskal

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

8 (pro-growth), dalam rangka memperluas penciptaan lapangan kerja produktif (pro-job), dan mengentaskan kemiskinan (pro-poor). Kebijakan yang dilakukan dalam periode Tahun 2005-2009 antara lain: (i) Pemberian bantuan sosial langsung kepada masyarakat (ii) Meningkatkan kesejahteraan pegawai PNS/TNI/Polri serta Pensiunan; (iii) Penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Maret dan Oktober 2005, serta pada bulan Mei dan Desember 2008; (iv) Mengalokasikan anggaran dari pengurangan subsidi BBM untuk bantuan sosial dan infrastruktur terutama dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT); dan (v) Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Kebijakan yang ditempuh dalam APBN Tahun 2009 antara lain adanya stimulus fiskal sebesar Rp12,2 triliun yang dialokasikan pada kegiatan infrastruktur pada beberapa K/L. Penyerapan belanja pemerintah pusat mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari 87,7 persen pada Tahun 2005 menjadi 99,4 persen pada Tahun 2008; sehingga secara rata-rata, penyerapan belanja pemerintah pusat dalam periode tersebut mencapai 95,0 persen. PENYERAPAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2005-2009 (dalam rupiah) TAHUN 2005 2006 2007 2008 2009*
*)

PAGU 411,667,570,580,000 478,249,290,655,000 498,172,161,850,000 697,071,006,590,000 716,376,346,122,000

REALISASI 361,155,202,059,513 440,032,084,569,643 504,623,263,587,032 693,355,992,079,878 222,968,928,422,962

% PENYERAPAN 87.73 % 92.01 % 101.29 % 99.47 % 31.12 %

data sampai dengan 15 Oktober 2009, sumber : Dit. APK, DJPB

Pada Tahun 2007, penyerapan belanja pemerintah pusat mencapai 101,29% melebihi pagu yang telah ditetapkan, akibat tingginya realisasi belanja subsidi terkait kebijakan pemerintah untuk tetap mempertahankan pemberian subsidi di tengah meningkatnya harga minyak dunia. Perimbangan Keuangan Untuk meningkatkan pengelolaan hubungan keuangan pusat dan daerah dalam kurun waktu 2004-2009 ditetapkan berdasarkan empat Peraturan Presiden, yaitu Perpres Nomor 74 Tahun 2005, Perpres Nomor 104 Tahun 2006, Perpres Nomor 110 Tahun 2007, dan Perpres Nomor 74 Tahun 2008 mengenai kebijakan, perhitungan, dan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU). Sedangkan aturan lain berupa Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan adalah : (i) PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah; (ii) PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; (iii) PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah; (iv) PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Daerah; (v) PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan (vi) PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Mengingat telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

9 Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, maka PP Nomor 54 Tahun 2005 perlu untuk dilakukan revisi. Dana transfer ke daerah diberikan kepada semua daerah yang berhak berdasarkan perhitungan tertentu, dimana DBH dengan persentase tertentu, DAU dengan formula, DAK dengan kriteria, dan Dana Otsus dan Penyesuaian berdasarkan undang-undang. DBH dilaksanakan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang mengatur bagian Pemerintah Pusat dan bagian Pemerintah Daerah dengan persentase tertentu dari realisasi penyetoran ke kas negara dari penerimaan negara pajak (PNP) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Ada 8 (delapan) jenis DBH di sini, dimana dalam Tahun 2005 s/d 2008 telah dilaksanakan sebanyak 7 jenis, sedangkan satu jenis DBH, yaitu Panas Bumi dilaksanakan mulai tahun 2009. Untuk pertama kalinya DBH Panas Bumi pada Tahun 2009 dibagikan kepada daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat, yaitu DBH dari PNBP Tahun 2006 s/d 2009. Tertundanya pelaksanaan DBH Panas Bumi tersebut karena peraturan mengenai perpajakan atas pengusahaan panas bumi baru ditetapkan pada tahun 2008 dengan PMK Nomor 165/PMK.03/2008 tentang Mekanisme Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah dan Perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik pada tanggal 4 November 2008. Perkembangan jumlah daerah penerima Dana Transfer ke Daerah dari Tahun 2004 sebanyak 440 menjadi 510 pada Tahun 2009, atau meningkat 70 daerah selama 5 tahun, sebagaimana pada tabel berikut ini: Perkembangan Jumlah Daerah dan Besaran Transfer Tahun 2004 s/d 2009
No. 1 2 3 4 5 Daerah Provinsi Kabupaten Jumlah Realisasi Transfer (Triliun Rupiah) % Kenaikan 2004 30 410 440 129,7 2005 32 434 466 120,5 16,04 2006 33 434 467 226,2 50,30 2007 33 434 467 253,3 11,98 2008 33 451 484 292,6 15,51 2009 33 477 510 303,1 3,59

Sumber : Kementerian Keuangan

Pada Tahun 2008 dikenal DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) berdasarkan UU No 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 1999 tentang Cukai. Pada Tahun 2008 dan 2009 DBH-CHT diberikan kepada lima daerah di wilayah provinsi penghasil CHT, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Berbeda dengan DBH SDA pada umumnya yang sifatnya sebagai block grant, DBH Cukai bersifat specific grant. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 UU No 33 Tahun 2004, DBH Migas dibagikan kepada daerah dengan porsi 15,5 persen dari PNBP Minyak Bumi dan 30,5 persen dari PNBP Gas Bumi. Porsi tambahan 0,5 persen tersebut sebagai specific grant yang harus dimanfaatkan untuk menambah anggaran pendidikan dasar di daerah dengan pembagian untuk provinsi/daerah penghasil/daerah lainnya masing-masing sebesar 0,1 persen, 0,2 persen dan 0,2 persen. Perkembangan alokasi DBH Pajak dan DBH-SDA dapat dilihat pada tabel berikut ini :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

10 Perkembangan Alokasi DBH Tahun 2005 s/d 2009 (dalam triliun rupiah)
No. A 1 2 3 4 Komponen Pajak PBB BPHTB PPh Cukai HT Sub jumlah (A) % kenaikan Sumber Daya Alam (SDA) Pertambangan Kehutanan Minyak & Gas Perikanan Panas Bumi Sub jumlah (B) % kenaikan Total (A+B) % Kenaikan 2005 14,56 3,37 5,44 23,37 2006 18,73 3,08 6,07 27,88 19,30 % 2,39 1,16 27,13 0,33 31,01 167,56% 58,89 68,45% 2007 21,79 4,29 7,94 34,02 22,02% 2,85 1,52 24,46 0,20 29,03 -6,39% 63,05 7,06% 2008 22,37 7,35 9,98 0,2 39,9 17,28% 4,24 1,71 23,44 0,16 29,55 1,79% 69,45 10,15% 2009 22,8 7,65 10,09 0,96 41,5 4,01% 6,98 1,51 15,96 0,12 0,26 53,83 82,00% 95,33 37,00%

B 1 2 3 4

1,62 0,29 9,12 0,56 11,59 34,96

Sumber : Kementerian Keuangan

Catatan : - DBH SDA TA 2009 mengacu pada Revisi APBN Tahun 2009 - DBH Pajak TA 2008, 2009 belum termasuk Biaya Pemungutan PBB bagian Daerah. DAU sebagai dana yang bersifat block grants ditujukan untuk memeratakan kemampuan keuangan antar daerah (equalization grant) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah (horizontal fiscal imbalance) dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Besaran DAU dari tahun ke tahun mengalami peningkatan baik secara nominal maupun persentasenya. Besaran nominal sangat terpengaruh dengan besaran Pendapatan Dalam Negeri Neto (PDNN) yang ditetapkan dalam APBN. PDNN adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Sejak Tahun 2005 sampai Tahun 2007 besaran Pagu DAU Nasional sekurang-kurangnya 25,5 persen dari PDNN (sesuai Pasal 107 UU No. 33 Tahun 2004), sedangkan mulai Tahun 2008 berdasarkan Pasal 27 besaran DAU menjadi sekurang-kurangnya 26 persen dari PDNN). Perkembangan alokasi DAU Tahun 2005 sampai Tahun 2009 sebagaimana pada tabel yang menunjukkan peningkatan baik persentase dari PDNN, maupun besaran nominalnya. Perkembangan Alokasi DAU 2005-2009
No. Komponen 2005 Prov 1 2 3 4 Prov/Kab/Kota Nasional % Kenaikan % Thd PDNN 8,9 2006 K/K 131,1 145,66 64,00 26 2007 Prov 16,5 K/K 148,3 164,78 13,13 26 2008 Prov 17,9 K/K 161,6 179,50 8,93 26 2009 Prov 18,6 K/K 167,8 186,41 3,85 26 K / K Prov 79,9 88,77 25,5 14,6

Sumber : Kementerian Keuangan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

11 DAK dalam waktu antara Tahun 2003 s/d 2005 dikenal dengan terminologi DAK Non Dana Reboisasi (DAK Non-DR), selanjutnya pada Tahun 2006 dipakai istilah DAK. Sejak Tahun 2005 s/d 2009 telah terjadi perkembangan jumlah bidang dalam DAK dari mulai 2003 sebanyak 5 bidang menjadi 13 bidang pada Tahun 2009 sebagaimana pada Tabel 6.5. Pada Tahun 2008 dan 2009 penambahan bidang DAK dikaitkan dengan pelaksaan Pasal 108 UU Nomor 33 Tahun 2008 bahwa kegiatan kementerian/lembaga yang sebenarnya merupakan kegiatan kewenangan daerah dialihkan secara bertahap ke DAK. Jumlah Bidang DAK No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Bidang Pendidikan Kesehatan Jalan Irigasi Air Bersih Prasarana Pembangunan Pertanian Lingkungan Hidup Kelautan dan Perikanan Keluarga Berencana Kehutanan PDT Perdagangan 4,01 11,57 188,53 17,09 47,71 21,20 24,05 24,82 17,08 2005 2006 2007 2008 2009

Prov K/K Prov K/K Prov K/K Prov K/K Prov K/K

Pagu DAK (Triliun % Kenaikan


Sumber : Kementerian Keuangan Bidang yang tahun sebelumnya sudah ada

Bidang baru pada tahun yang bersangkutan

Sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 untuk Provinsi Papua diberikan alokasi khusus setara dengan 2 persen dari plafon DAU Nasional selama 20 tahun untuk membiayai pendidikan dan kesehatan. Selain itu juga diberikan dana tambahan dalam rangka Otonomi Khusus (Otsus) untuk pendanaan pembangunan infrastruktur yang besaran setiap tahunnya ditetapkan antara Pemerintah dan DPR. Dalam Tahun 2002 s/d 2008 Dana Otsus disalurkan kepada satu Provinsi Papua, sedangkan mulai Tahun 2009 dibagi dua antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan imbangan 70 persen dan 30 persen. Sementara itu Dana Tambahan Infrastruktur disalurkan hanya kepada Provinsi Papua dalam Tahun 2005 s/d 2008, sedangkan mulai Tahun 2009 dibagi dengan Provinsi Papua Barat. Perkembangan besaran Dana Otsus dapat dilihat pada grafik berikut ini:

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

12 Perkembangan Dana Otsus Tahun 2004-2009


Otsus Papua Infras Papua Otsus Papua Barat Infras Papua Barat Otsus NAD

4,000.00 3,500.00 3,000.00 2,500.00 1,500.00 1,000.00 500.00 0.00

2004
Sumber : Kementerian Keuangan

2005

2006

2007

2008

2009

Dana Penyesuaian (DP) dialokasikan untuk keperluan tertentu di luar Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR-RI sebagai satu kesatuan kebijakan Anggaran Transfer ke Daerah dalam UU tentang APBN suatu tahun. Pada periode Tahun 2004-2009 perkembangan alokasi Dana Penyesuaian seperti terlihat pada grafik berikut ini: Perkembangan Alokasi Dana Penyesuaian Tahun 2004-2009 (milyaran rupiah)
Dana Penyesuaian
16,000.00

14,882.01
14,000.00 12,000.00 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 2,000.00 -

6,639.04 5,547.46 5,212.73 5,467.30

563.86
2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber : Kementerian Keuangan

Perbendaharaan Negara Dalam penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran telah dicapai kemajuan-kemajuan sebagai berikut: (i) Sejak Tahun 2005, telah dilakukan penyempurnaan dokumen pelaksanaan anggaran sesuai prinsip unified budget sejalan dengan penyempurnaan sistem penganggaran, penyatuan dokumen anggaran rutin (DIK) dan pembangunan (DIP) menjadi DIPA untuk menghindari terjadinya duplikasi anggaran; (ii) Mulai Tahun Anggaran 2006, DIPA seluruh K/L telah dapat diterbitkan tepat waktu sehingga dapat diserahkan oleh Presiden kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Gubernur, sehingga K/L dapat melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan mulai awal tahun; (iii) Proses penyelesaian DIPA telah semakin didesentralisir ke Kanwil DJPBN, dengan tujuan agar hasil penelaahan sesuai dengan kebutuhan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

13 satuan kerja setempat, sedangkan untuk mempercepat proses pencairan dana, sampai dengan Tahun 2009 telah dibentuk 37 KPPN Percontohan yang menerapkan SOP yang disempurnakan. Selama kurun waktu Tahun 2005-2009 Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) telah menyelesaikan pengesahan DIPA sebagai berikut : Penyelesaian DIPA Tahun 2005-2009 (dalam ribuan rupiah) Tahun 2005 2006 2007 2008 2009* DIPA 2.363 8.241 10.887 14.223 12.188 Pagu Dana 115,230,856,596 200,733,922,902 265,184,571,982 300,235,019,761 322,317,408,075

Adapun kinerja yang telah dicapai dalam kurun waktu Tahun 2005-2009 di bidang pengelolaan kas negara antara lain meliputi: Perencanaan Kas, Treasury Single Account (TSA) di bidang pengeluaran dan penerimaan, Pemberian Remunerasi kepada Bank/Pos Persepsi, Perjanjian antara Pemerintah dengan Bank/Pos Persepsi, Penerimaan di luar negeri, Sentralisasi Penerimaan Negara, Lelang Bank Operasional I, Treasury National Pooling (TNP), Pengelolaan Kelebihan Kas, Bank Indonesia Government Electronic Banking (BIG-eB), Pengelolaan Rekening Lainnya, dan Pelaporan Pengelolaan Kas Negara. Khusus pemanfaatan kelebihan kas, Kementerian Keuangan telah melakukan terobosan dalam pemanfaatan kelebihan kas dengan mendapatkan remunerasi atas penempatan idle cash Kas Umum Negara di Bank Indonesia dan Bank Umum. Dari target Tahun 2009 sebesar Rp 3 triliun, realisasi sampai dengan kuartal III telah mencapai Rp2,372 triliun. Dalam rangka penertiban rekening seluruh K/L, sampai saat ini telah ditertibkan sebanyak 37.340 rekening sebesar Rp13,80 triliun dan USD774,99 juta, diantaranya telah ditutup dan disetorkan ke kas negara sebanyak 4.726 rekening sebesar Rp 6,74 triliun dan USD14,89 juta. Sampai saat ini, Kementerian Keuangan telah berhasil menyusun lima Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yaitu untuk Tahun Anggaran 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 (unaudited). LKPP Tahun 2004 merupakan laporan keuangan pertama yang dihasilkan Pemerintah Pusat sejak Indonesia merdeka pada Tahun 1945 dan merupakan salah satu tonggak sejarah dalam pengelolaan keuangan pemerintah. LKPP telah menunjukkan berbagai kemajuan dan peningkatan yang sangat signifikan. Kemajuan dan peningkatan tersebut antara lain mencakup: (i) Pencapaian Nilai Ekuitas Pemerintah Bersaldo Positif; (ii) Penyajian Analisis Makro yang lebih Komprehensif dalam LKPP Tahun 2008; dan (iii) Peningkatan Opini Audit BPK atas LKKL. Perkembangan Opini BPK atas LKKL Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified) Wajar Dengan Pengecualian (Qualified) Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) Tidak Wajar (Adverse) 2006 7 38 36 2007 16 31 33 1 2008 34 30 21 -

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

14 Dalam rangka mengatasi kelangkaan SDM di bidang akuntansi pemerintah, sejak tahun 2007 Kementerian Keuangan telah melaksanakan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP). Sampai dengan saat ini, PPAKP telah berhasil mendidik dan melatih 14.000 pegawai dari target 22.400 pegawai yang berasal dari seluruh satuan kerja Kementerian /Lembaga. Dalam rangka manajemen investasi, pada Tahun 2007 telah dilaksanakan perjanjian kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah (sekarang PIP) dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), untuk mendukung infrastuktur, khususnya untuk pembebasan lahan pembangunan jalan tol. Dalam rangka penyelesaian piutang negara yang bersumber dari SLA/RDI/RPD pada BUMN, sampai dengan Oktober 2009 sebanyak 18 BUMN telah selesai diproses penyelesaian tunggakan, sedangkan 33 BUMN masih dalam kajian proses penyelesaian tunggakan. Sebagai langkah untuk menyempurnakan sistem perbendaharaan dan anggaran negara, mulai Tahun Anggaran 2009 telah dilaksanakan Proyek Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang dibiayai melalui GFMRAP (Government Financial Management and Revenue Administration Project) untuk mewujudkan sistem perbendaharaan yang modern. Dengan sistem informasi keuangan yang terpadu (Integrated Financial Management and Information System) ini dengan karakteristik: (I) terintegrasi/terotomasi yang sangat mendukung proses pelaksanaan anggaran, optimalisasi manajemen kas, serta pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban (ii) database yang terpusat dan memungkinkan perekaman data hanya sekali (single entry), (iii) memungkinkan 'what if analysis', (iv) penerapan proses bisnis yang mengacu pada best practice dan (v) selalu on-line baik melalui satellite, dialup dan sistem jaringan lainnya di Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, 30 Kanwil Ditjen Perbendaharaan, 178 KPPN dan Kementerian /Lembaga. Beberapa capaian kinerja Pengelolaan BLU selama Tahun 2005 - 2009 adalah sebagai berikut: (i) penetapan regulasi-regulasi yang terkait dengan pelaksanaan PK BLU. Regulasi yang telah dihasilkan sampai sejauh ini telah komprehensif, meliputi kriteria-kriteria satker-satker yang dapat menerapkan PK BLU, tata cara penetapan dan pengajuan usulan untuk dapat menerapkan PK BLU, pelaksanaan kegiatan-kegiatan BLU sampai dengan akuntansi dan pelaporan satker BLU; (ii) sampai saat ini, jumlah satker yang telah ditetapkan untuk menerapkan PK BLU adalah sebanyak 69 satker; (iii) dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan satker BLU, terhadap BLU yang memenuhi persyaratan omset tahunan dan jumlah aset yang dimiliki, dapat dibentuk Dewan Pengawas melalui Keputusan Menteri Keuangan. Periode Tahun 2005 - 2009, sebanyak 18 satker BLU telah memiliki Dewan Pengawas. c. Tema Pembiayaan APBN

Periode Tahun 2004-2009 kebijakan pembiayaan melalui utang diarahkan menuju market based financing melalui penerbitan SBN. Dalam kurun waktu Tahun 2004-2008 realisasi pembiayaan utang (neto) menunjukkan peningkatan dari sebesar negatif Rp 21,2 triliun pada Tahun 2004 menjadi sebesar Rp 66,7 triliun pada Tahun 2008. Pada Tahun 2009 target pembiayaan utang ditetapkan sebesar Rp 86,5 triliun dan realisasi sampai dengan bulan Oktober 2009 sebesar Rp 75,3 triliun. Peningkatan pembiayaan melalui utang tersebut terutama

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

15 berasal dari peningkatan penerbitan SBN (neto), karena sejak tahun 2005 penerbitan SBN selain digunakan untuk menutup defisit APBN juga digunakan untuk membiayai pengeluaran pembiayaan (financing for financing), seperti pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri dan investasi pemerintah. Rasio utang terhadap PDB dalam kurun waktu tersebut menurun yaitu dari 57% pada Tahun 2004 menjadi 29,7% pada bulan Oktober 2009. Sepanjang periode Tahun 2004-2008, penerbitan SBN neto (SUN dan SBSN) meningkat secara signifikan dari Rp6,9 triliun pada Tahun 2004 menjadi Rp85,9 triliun pada Tahun 2008. Secara total penerbitan SBN (neto) dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 mencapai Rp208,5 triliun yang terdiri dari penerbitan SBN (gross) sebesar Rp366,6 triliun, dan pembayaran pokok jatuh tempo dan pembelian kembali sebesar Rp158,1 triliun. Pada Tahun 2009, penerbitan SBN (neto) ditargetkan sebesar Rp99,3 triliun, dan sampai dengan akhir bulan Oktober 2009 telah terealisasi sebesar Rp93,1 triliun yang terdiri dari penerbitan SBN (gross) sebesar Rp137,8 triliun, dan pembayaran pokok jatuh tempo dan pembelian kembali sebesar Rp44,7 triliun. Penerbitan SUN (gross) dari Tahun 2004 sampai dengan bulan Oktober 2009 mencapai sebesar Rp484,2 triliun, yang dilaksanakan melalui Lelang SUN di Pasar Perdana sebanyak 108 frekuensi, penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) sebanyak 6 frekuensi, dan penerbitan SUN valas sebanyak 8 frekuensi serta penjualan SUN secara private placement sebanyak 1 frekuensi. Selain itu, dilakukan transaksi penukaran (debt switch) Obligasi Negara (ON) sebanyak 30 frekuensi, dan pembelian kembali (cash buyback) ON sebanyak 10 frekuensi. Penerbitan SBSN pertama kali dilakukan pada Tahun 2008, dimana realisasi penerbitan SBSN sampai dengan bulan Oktober 2009 mencapai sebesar Rp20,2 triliun, yang dilaksanakan melalui penerbitan SBSN domestik dilakukan melalui bookbuilding sebanyak 1 frekuensi, Sukuk Ritel sebanyak 1 frekuensi, private placement sebanyak 2 frekuensi, lelang SBSN sebanyak 2 frekuensi, dan SBSN valas sebanyak 1 frekuensi. Berkaitan dengan pembiayaan melalui pinjaman, realisasi penarikan pinjaman luar negeri dari Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pembayaran cicilan pokok pinjaman. Selama periode tersebut realisasi penarikan pinjaman luar negeri yang bersumber dari pinjaman program meningkat dari Rp5,1 triliun pada Tahun 2004 menjadi Rp29,6 triliun pada Tahun 2008 dan penarikan pinjaman proyek cenderung meningkat dari Rp13,4 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp14,4 triliun pada Tahun 2008. Namun pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri meningkat lebih besar dibandingkan dengan penarikan pinjaman, yaitu dari Rp46,5 triliun pada Tahun 2004 menjadi Rp63,2 triliun pada Tahun 2008. Pada tahun 2009, pembiayaan pinjaman luar negeri ditetapkan sebesar negatif Rp12,7 triliun yang terdiri dari penarikan pinjaman sebesar Rp69,3 triliun dan pembayaran cicilan pokok sebesar Rp69 triliun, dan penerusan pinjaman sebesar Rp13 triliun. Sampai dengan bulan Oktober 2009 penarikan pinjaman luar negeri telah terealisasi sebesar Rp37,1 triliun, yang terdiri dari realisasi penarikan pinjaman proyek sebesar Rp18,7 triliun dan pinjaman program sebesar Rp18,4 triliun. Penarikan pinjaman tersebut sebagian besar berasal dari ADB, Bank Dunia, dan JBIC. Sementara realisasi pembayaran cicilan pokok mencapai sebesar Rp32,8 triliun. Selain pengelolaan portofolio utang, dilakukan juga pengembangan pasar SBN secara intensif untuk meningkatkan peran instrumen SBN dalam sektor pembiayaan. Hal ini dilakukan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

16 melalui: (i) Meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku pasar terhadap pengelolaan SBN; (ii) Meningkatkan komunikasi aktif dengan investor dan koordinasi serta hubungan kelembagaan dengan pihak atau unit terkait baik di pasar domestik maupun internasional; (iii) Meningkatkan kerjasama melalui forum regional dan internasional secara aktif; (iv) Mendorong aktivitas perdagangan SBSN di pasar sekunder; (v) Mengembangkan instrumen baru dalam rangka memperluas basis investor; (vi) Mengembangkan pasar repo dan derivatif; (vii) Membuat desain instrumen SBSN untuk pembiayaan proyek. Dalam periode tahun 2004-2009, untuk mendukung kegiatan di bidang pembiayaan APBN telah disusun beberapa landasan hukum yaitu 2 UU dan 7 PP. Sementara itu, masih terdapat landasan hukum lain yang belum dapat diselesaikan dalam periode Tahun 2004-2009 antara lain: (i) draft RUU PHLN; (ii) draft RPP tentang Pengelolaan Hibah Luar Negeri; (iii) draft perubahan PP Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; dan (iv) draft RPP terkait penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan proyek. d. Tema Pengelolaan Kekayaan Negara

Untuk mewujudkan pengelolaan Barang Milik Negara yang tertib, tepat guna, dan tepat sasaran, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 jo. Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penertiban BMN telah dilakukan inventarisasi dan penilaian BMN pada 78 Kementerian /Lembaga (K/L) yang dimulai bulan November 2007. Sampai dengan Triwulan III 2009 telah dilakukan inventarisasi dan penilaian BMN terhadap 17.502 satker atau 88,7 persen dari 19.717 satker dan diperoleh nilai wajar BMN sebesar Rp 309,05 triliun, sedangkan sisa satker yang belum diinventarisasi dan dinilai wajar ditargetkan selesai Tahun 2009. Selain inventarisasi dan penilaian, juga dilakukan penetapan status penggunaan, pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan BMN selama periode Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2009 yang secara keseluruhan berjumlah 1.114 permohonan dari pengguna barang. Untuk mencapai pengelolaan yang efektif dan efisien terhadap Kekayaan Negara Dipisahkan, telah dilakukan pengkajian dan pemberian rekomendasi atas rencana privatisasi pada 20 BUMN, penambahan PMN pada 36 BUMN, pembentukan BUMN dan penetapan status kekayaan awal BP Migas. Hasil dari kegiatan tersebut telah ditatausahakan ke dalam database Kekayaan Negara Dipisahkan. Khusus untuk pengelolaan investasi pemerintah telah dilakukan penatausahaan Penyertaan Modal Negara pada BUMN ke dalam database serta analisis kinerja BUMN berdasarkan rasio keuangan. Mulai Tahun 2008, Kementerian Keuangan melaksanakan pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi investasi pemerintah yang terangkum dalam Laporan Keuangan Investasi Pemerintah. Dari kegiatan inventarisasi dan optimalisasi kekayaan negara lainnya dicapai kinerja antara lain: (i) pada Tahun 2007 dan 2008 telah dilaksanakan inventarisasi dan penilaian BMN yang berasal dari 38 KKKS berupa objek tanah dengan hasil nilai wajar sebesar Rp12,27 triliun; (ii) Penerimaan kembali pembiayaan APBN yang berasal dari hasil pengelolaan aset eks BPPN, aset eks BDL dan aset eks. PT PPA Tahun 2007 sebesar Rp234,6 milliar, Tahun 2008 sebesar Rp1,5 trilun, tahun 2009 sebesar Rp633,9 milliar; (iii) penetapan status penggunaan dan hibah aset KKKS serta rampasan kepada 9 (sembilan) instansi pemerintah yang sangat memerlukan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

17 dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi; dan (iv) Penambahan penyertaan modal negara dari aset saham sebesar Rp557,6 milliar. Penilaian BMN dilakukan dalam rangka mewujudkan nilai wajar BMN pada satker K/L, yang hasilnya untuk perbaikan LKPP dari sudut pengelolaan BMN. Nilai wajar juga diperlukan untuk mendukung kebijakan lain dalam pengelolaan BMN antara lain penilaian BMN dalam rangka pembentukan Badan Layanan Umum (BLU), penilaian BMN sebagai penyertaan modal negara, serta penilaian BMN sebagai underlying penerbitan Sukuk. Capaian kinerja di bidang penilaian kekayaan negara antara lain: (i) penilaian BMN sebagai underlying asset SBSN dengan nilai Rp45,13 triliun; (ii) penilaian dalam rangka pembentukan BLU dengan nilai Rp74,32 triliun; (iii) penilaian BMN sebagai penyertaan modal negara dengan nilai Rp5,25 miliar; dan (iv) penilaian dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN sebanyak 191 laporan penilaian. Untuk memberi payung hukum bagi pengelolaan kekayaan negara telah ditetapkan dasar hukum dan perangkat hukum di bidang pengelolaan kekayaan negara yaitu PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah pertama kali dengan PP Nomor 38 Tahun 2008, Keppres No. 17 Tahun 2007 jo. Keppres No.13 Tahun 2009. Sementara itu masih terdapat landasan hukum yang masih dalam proses pembahasan internal yaitu RUU Pengelolaan Kekayaan Negara, RUU Penilaian dan perubahan kedua PP Nomor 6 Tahun 2006. Pada Tahun 2008 telah dilakukan pembangunan dan pengembangan Sistem Manajemen Informasi dan Pelayanan Terpadu (SMIPT) yang merupakan suatu kerangka kegiatan menuju sistem informasi yang terpadu antara manajemen informasi dan pelayanan dalam satu rangkaian kegiatan yang tak terpisahkan, baik dalam hal pengelolaan dan manajemen aset kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara maupun pelaksanaan lelang yang merupakan sarana untuk membentuk kantor modern. Pada Tahun 2009, sebagai pilot project dilaksanakan di sebelas KPKNL yaitu KPKNL Jakarta I s.d Jakarta V dan enam kantor modern yang akan dibuka. e. Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank

Pada periode 2004 sampai dengan awal Tahun 2008, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia terus mengalami kenaikan yang signifikan. Semakin membaiknya ekonomi Indonesia, kondisi keamanan yang relatif stabil dan membaiknya bursa regional menciptakan optimisme pasar sehingga mendorong kenaikan IHSG. IHSG mencapai titik tertinggi pada tanggal 9 Januari 2008 yaitu berada pada posisi 2.830,26 poin. Namun memasuki Tahun 2008, IHSG terus mengalami penurunan yang sangat signifikan karena pengaruh krisis keuangan global yang terjadi. Pada akhir perdagangan Tahun 2008 yaitu Selasa, 30 Desember 2008, IHSG ditutup pada posisi 1.355,408 poin, turun cukup signifikan sebesar 50,64% atau 1.390,418 poin dibandingkan dengan indeks penutupan hari perdagangan Tahun 2007 yang berada pada posisi 2.745,826. Per tanggal 31 Oktober 2009, IHSG berada pada posisi 2.344,033 atau meningkat sebesar 79,53% dari posisi akhir tahun 2008, meskipun posisi ini masih lebih rendah daripada posisi 9 Januari 2009 namun hal ini menunjukkan sudah ada tanda-tanda pemulihan perekonomian global meskipun belum sampai pada kondisi sebelum terjadinya

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

18 krisis keuangan. Pada Tahun 2009 seiring dengan membaiknya harga saham maka kapitalisasi nilai saham juga mulai mengalami peningkatan kembali. Sementara itu, penawaran efek selama periode Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 telah mengalami kenaikan. Dengan diterbitkannya Peraturan Bapepam LK Nomor IV.C.4 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Terproteksi, Reksa Dana dengan Penjaminan dan Reksa Dana Indeks, membuat industri Reksa Dana mengalami kenaikan, dimana sejak Januari 2009 sampai dengan 7 Agustus 2009 total Nilai Aktiva Bersih (NAB) meningkat sebesar 34,10% dari Rp75,82 triliun pada awal Januari 2009 menjadi Rp101,68 triliun pada tanggal 7 Agustus 2009. Jumlah Reksa Dana sampai dengan 7 Agustus 2009 tercatat 588 Reksa Dana yang dikelola oleh 77 Manajer Investasi, dengan aset tersimpan pada 16 Bank Kustodian. Industri lembaga keuangan non bank dalam periode Tahun 2004-2009 mengalami perkembangan sebagaimana ditunjukkan dengan perolehan premi industri asuransi yang tumbuh sebesar rata-rata 22,58% per tahun, pertumbuhan kekayaan yang dikelola perusahaan asuransi dan reasuransi mencapai rata-rata sebesar 19,71% per tahun. Sementara itu industri Dana Pensiun mengalami kenaikan, dimana aset dana pensiun pada akhir Tahun 2008 meningkat lebih dari 1,5 kali lipat dibandingkan akhir Tahun 2004. Hal yang sama juga dialami oleh industri pembiayaan, yang menunjukkan adanya tren positif walaupun sempat mengalami perlambatan pada tahun 2006 karena kenaikan harga BBM dan Tahun 2009 sebagai dampak krisis global. Sampai saat ini perangkat hukum, organisasi, SDM, dan penganggaran, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti UndangUndang Pasar Modal, Undang-Undang Usaha Perasuransian, Undang-Undang Dana Pensiun terus dilakukan. Pembahasan dengan Tim Panitia Antar Kementerian tengah dilakukan dan diharapkan semester I Tahun 2010 draft RUU OJK dapat disampaikan ke DPR, untuk segera dilakukan pembahasan. 1.1.3.2. Reformasi Birokrasi

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 - 2009, Reformasi Birokrasi menjadi salah satu program pemerintah yang penting dan harus segera dilaksanakan. Sebagai pilot project, Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan merupakan reformasi kebijakan di bidang keuangan negara sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. ? Sasaran Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Keuangan diarahkan untuk mencapai beberapa sasaran, yakni meningkatkan Good Governance, meningkatkan kinerja aparat, dan meningkatkan pelayanan kepada publik. Meningkatkan Good Governance Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan diarahkan untuk membentuk birokrasi yang memiliki integritas tinggi yang menjunjung prinsip-prinsip good governance. Perilaku aparatur dalam konteks reformasi birokrasi diwujudkan dengan menjaga sikap profesional dan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

19 menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas (kejujuran, kesetiaan, komitmen) serta menjaga keutuhan pribadi. Meningkatkan Kinerja Birokrasi Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan menuntut tercapainya produktivitas kerja yang optimal. Hasil kinerja optimal tersebut diperoleh dari serangkaian program kegiatan yang inovatif, efektif, dan efisien dalam mengelola sumber daya yang ada serta ditunjang oleh dedikasi dan etos kerja yang tinggi. Meningkatkan Pelayanan Publik Implementasi utama Reformasi Birokrasi yang berdampak langsung pada masyarakat adalah meningkatnya kemampuan Kementerian Keuangan dalam memberikan pelayanan publik yang prima. Standar pelayanan publik dalam konteks reformasi birokrasi adalah kepuasan yang dirasakan oleh publik sebagai dampak dari hasil kerja birokrasi yang profesional, berdedikasi, dan memiliki standar nilai moral yang tinggi dalam menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati dan rasa tanggung jawab. ?Reformasi Birokrasi Tiga Pilar Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 telah mencanangkan dilaksanakannya Reformasi Birokrasi yang meliputi program prioritas di bidang penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Organisasi Penataan Kementerian Keuangan telah memulai proses organization reinventing dalam bentuk penataan organisasi sejak 2002 dan terus berjalan hingga hari ini. Penataan organisasi tersebut meliputi modernisasi, pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi. Modernisasi diawali dengan pembentukan Kantor Wilayah (Kanwil) Modern dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Modern Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan. Penyempurnaan Proses Bisnis Proses bisnis yang telah dilaksanakan Kementerian Keuangan menuntut dilakukannya penyempurnaan yang difokuskan dan diarahkan pada upaya meningkatkan layanan publik. Kementerian Keuangan berusaha mengubah citra dari proses yang cenderung kurang memberi kepastian menuju proses yang pasti pada setiap tahapannya, sehingga dapat mengubah persepsi publik terhadap minimnya kualitas pelayanan dan rumitnya proses birokrasi. Dalam rangka menyempurnakan proses bisnis, Kementerian Keuangan melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan setiap jabatan, menyusun Standard Operating Procedures (SOP) yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

20 Analisis dan evaluasi jabatan berkontribusi dalam penyempurnaan proses bisnis dengan menghasilkan uraian jabatan dari setiap jabatan yang tersedia sehingga setiap individu yang menjabat dapat menghasilkan kinerja yang lebih terukur sesuai dengan tugas yang diembannya. SOP sebagai standar prosedur kerja dibuat agar dapat menciptakan pola kerja yang efektif dan cepat, serta proses bisnis yang transparan dan tidak berbelit-belit. Sedangkan analisis beban kerja diharapkan juga mampu mewujudkan efektivitas kerja dan efisiensi tenaga kerja yang dibutuhkan dalam sebuah proses bisnis Kementerian Keuangan. Dengan ketiga alat tersebut, Kementerian Keuangan dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan. Masing-masing hal tersebut diarahkan untuk menghasilkan proses bisnis yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia Perubahan paradigma kepegawaian di Kementerian Keuangan dimulai pada akhir Tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi Biro Kepegawaian sebagai unit yang melaksanakan pengelolaan dan pembinaan kepegawaian. Kajian meliputi perbaikan mekanisme kerja dan desain struktur organisasi untuk mengoptimalisasikan fungsi berupa: perencanaan sumber daya manusia dan rekrutmen, pembangunan pola mutasi, pembangunan system assessment center, pembangunan sistem informasi kepegawaian yang terintegrasi, peningkatan akuntabilitas, dan peningkatan koordinasi serta kolaborasi dengan unit pembina kepegawaian dan unit teknis terkait. Prinsip peningkatan manajemen SDM meliputi peningkatan kualitas, penempatan SDM yang kompeten pada tempat dan waktu yang sesuai, sistem pola karir yang jelas dan terukur, pengelolaan SDM berbasis kompetensi, serta keakuratan dan kecepatan penyajian informasi SDM sesuai kebutuhan manajemen. Program manajemen SDM berbasis kompetensi dilaksanakan melalui pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, pendidikan berbasis kompetensi, peningkatan disiplin, dan pengintegrasian Sistem Informasi Pegawai (SIMPEG). Dalam bidang pendidikan dan pelatihan, dalam kurun waktu Tahun 2005 s.d. 2009, STAN telah menghasilkan jumlah lulusan sebanyak 12.158 orang. Selama kurun waktu Triwulan I/ Tahun 2005 s.d. Triwulan I/ Tahun 2009, jumlah pegawai Kementerian Keuangan yang mengikuti diklat adalah sebanyak 66.008 orang dengan beragam jenis diklat yang diikuti. Rekrutmen di Kementerian Keuangan telah ditingkatkan kualitas pelaksanaannya sejak awal Tahun 1980-an. Reformasi Birokrasi di bidang rekrutmen pegawai saat ini lebih ditekankan pada penggunaan teknologi informasi yang berbasis online (e-recruitment). Hasil positif yang telah dicapai adalah rekrutmen yang dilaksanakan DepartemenKementerian Keuangan selama ini telah berjalan bersih dari praktik KKN dan memiliki sistem seleksi yang lebih unggul.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

21 ? Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Selama periode Tahun 2004 - 2009, DepartemenKementerian Keuangan telah mulai menyusun strategi pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan DepartemenKementerian Keuangan yang mencakup tiga aspek pengembangan yaitu: tata kelola, sistem aplikasi, dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Dalam aspek tata kelola, pada tahun 2005 sebuah dokumen cetak biru pengembangan teknologi informasi dan komunikasi DepartemenKementerian Keuangan yang terintegrasi telah disusun dengan tema "Optimalisasi Pemanfaatan Information and Comunication Technology (ICT) di DepartemenKementerian Keuangan" dan terakhir telah disempurnakan pada tahun 2006. Lebih lanjut, pada Tahun 2009 Tim Reformasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TRTIK) DepartemenKementerian Keuangan telah menghasilkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 260 /KMK.01/2009 tentang "Kebijakan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan DepartemenKementerian Keuangan. Dalam aspek sistem aplikasi, beberapa unit eselon-I telah mulai merencanakan pengembangan sistem aplikasi yang terintegrasi (seperti Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara atau SPAN di Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan; sistem informasi wajib pajak, mulai dari registrasi sampai dengan pengembalian SPT, sebagai bagian dari Project for Indonesia Tax Administration Reform atau PINTAR di Direktorat Jenderal Pajak; sistem pengelolaan dan manajemen aset kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara maupun pelaksanaan lelang sebagai bagian dari Sistem Manajemen Informasi dan Pelayanan Terpadu atau SMIPT di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) untuk mendukung kegiatan utama (core business) masing-masing. Sementara itu, untuk mendukung kegiatan administrasi perkantoran lainnya, Kementerian Keuangan telah mengembangkan beberapa sistem aplikasi yang berlaku bagi seluruh unit kerja seperti Sistem Informasi Kepegawaian atau SIMPEG dan Sistem Monitoring Indikator Kinerja Utama yang berbasis Balanced Score Card. Dalam aspek infrastruktur, seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan telah terhubung dalam suatu jaringan intranet yang tersebar di empat lokasi yaitu: kantor pusat di Jalan Lapangan Banteng dan Jalan Dr. Wahidin, kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gatot Subroto, kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jalan Ahmad Yani, dan kampus Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan di Jalan Kartanegara. Di samping itu, seluruh lokasi ini juga telah terhubung oleh jaringan Wide Area Network (WAN) satu dengan lain dan juga masing-masing dengan unit-unit vertikalnya yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk berhubungan dengan pihakpihak di luar Kementerian Keuangan, akses Internet telah tersedia dengan memanfaatkan layanan dari tiga provider nasional untuk memastikan ketersediaan akses. ? Kinerja Pengukuran Seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Keuangan diterapkan manajemen pengukuran kinerja dengan metode Balanced Score Card. Untuk mendukung langkah tersebut, telah diterapkan Depkeu-Wide Strategy Map berikut penajaman sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU). Selanjutnya, dilakukan kontrak kinerja Depkeu-One oleh masing-masing pimpinan unit Eselon I dengan Menteri Keuangan. Dampak dari penerapan Balanced Score Card (BSC) di lingkungan Kementerian Keuangan dapat dilihat dari keseriusan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

22 para Eselon I dalam mengelola IKU, sehingga pada akhirnya seluruh jajaran Kementerian Keuangan dapat memahami apa yang harus dicapai, bagaimana mencapainya, dan apa yang dikerjakan dalam core business Kementerian Keuangan. Dalam jangka panjang, pengukuran kinerja juga akan dikembangkan sampai dengan penyusunan Balanced Score Card bagi individu. 1.1.4 Pengawasan dan Pengendalian Intern Mulai Tahun 2009 pelaksanaan pengawasan intern didasarkan kepada kebijakan pengawasan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2009 tentang Kebijakan Pengawasan Intern Kementerian Keuangan Tahun 2009. Proses perumusannya menggunakan pendekatan risk based auditing dengan melibatkan unit-unit eselon I terkait, sehingga delivery yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan bermanfaat. Paradigma pengawasan yang digunakan adalah pengawasan untuk memberikan solusi bukan untuk menimbulkan permasalahan. Untuk Tahun 2009, Kementerian Keuangan telah berhasil meningkatkan kualitas LKKL nya menjadi Wajar Dengan Perkecualian dari yang sebelumnya Disclaimer. Peningkatan kualitas LKKL ini salah satu sebabnya adalah karena perubahan pendekatan reviu yang dilakukan dari hanya menunggu LKKL di akhir tahun menjadi pengawalan atau pendampingan proses LKKL dari tahap penyusunan sampai dengan pemeriksaan oleh BPK. Pada Tahun 2008, Kementerian Keuangan telah berhasil mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (PP SPIP), sebagai landasan bagi organisasi pemerintah untuk menerapkan pengendalian intern di organisasi masingmasing dalam pelaksanaan kerjanya. Selain itu juga telah dimulai penerapan manajemen risiko dengan menggunakan peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian. Beberapa unit eselon I telah berhasil membuat profil risiko menyeluruh yang diperlukan. Tahapan kegiatan yang digunakan adalah mendidik pegawai dalam manajemen risiko, membantu penyusunan, dan memonitoring pelaksanaan. 1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN

Prospek kondisi ekonomi Tahun 2010 - 2014 menunjukkan tanda positif sebagaimana terlihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi pada awal Tahun 2009 yang mencapai 4,21 persen, tingkat inflasi sampai dengan Oktober 2009 sebesar 2,99 persen dan indikator-indikator ekonomi lainnya yang menunjukkan bahwa kondisi makro ekonomi Indonesia relatif stabil. Kondisi investasi Indonesia yang masih berpotensi untuk diperbaiki membawa peluang untuk menghasilkan kebijakan yang dapat mengoptimalkan pendapatan negara dan sekaligus dapat meningkatkan daya saing produksi dalam negeri serta meningkatkan investasi melalui kebijakan harmonisasi tarif dan pemberian insentif berupa stimulus perpajakan. Kondisi perdagangan Indonesia di tingkat regional maupun bilateral membawa peluang untuk meningkatkan volume perdagangan melalui FTA, melindungi produk dalam negeri melalui kebijakan Tarif Khusus, serta menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri, melindungi kelestarian SDA, dan menjaga stabilisasi harga kebutuhan dalam negeri melalui

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

23 kebijakan bea keluar. Upaya peningkatan penerimaan perpajakan dan pertumbuhan ekonomi nasional dilakukan melalui pemberian insentif fiskal pada program konversi penggunaan BBM untuk listrik ke penggunaan energi terbarukan khususnya energi panas bumi (geothermal energy). Berbagai peranan penting yang dipegang oleh DepartemenKementerian Keuangan dalam forum-forum internasional misalnya sebagai co-chair untuk working group IV dalam forum G-20 dan salah satu pemegang arah kebijakan di ASEAN. Potensi ini mengandung peluang penting dalam memasukkan kepentingan-kepentingan nasional dalam setiap agenda dalam forum tersebut. Penempatan pejabat dan pegawai pada posisi penting dalam organisasi-organisasi internasional dan lembaga keuangan multilateral seperti ADB dan Bank Dunia juga akan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memasukkan kepentingan-kepentingan nasional dalam strategi yang dirumuskan oleh organisasi internasional tersebut. Kuatnya kerjasama yang telah terjalin selama ini, baik dengan negara mitra maupun lembaga keuangan internasional memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi lebih jauh manfaat yang dapat diraih dari kerjasama bilateral dan multilateral tersebut misalnya dalam upaya menggalang pembiayaan anggaran pemerintah. Meskipun secara umum selama periode Tahun 2004-2009 pemerintah telah berhasil mengatasi ancaman krisis ekonomi, namun masih banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi di masa yang datang, baik dari eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, terdapat empat tantangan besar yang harus dihadapi, yaitu: (i) Ketidakpastian ekonomi global, dengan masih berlanjutnya indikasi penurunan volume perdagangan dunia dan sulitnya mengakses sumber-sumber pendanaan dan investasi; (ii) Volatilitas harga-harga komoditas utama, yang ditandai dengan mulai meningkatnya harga minyak mentah dunia; (iii) Integrasi ekonomi global dan regional yang semakin tinggi, sehingga mendorong peningkatan daya saing industri; (iv) Perubahan arsitektur keuangan dunia, dengan semakin pesatnya perkembangan instrumen pembiayaan dan investasi sehingga memerlukan aturan baru dengan tingkat pengawasan yang lebih mendalam. Di sisi internal ketidakpastian juga terlihat dari adanya gejolak di pasar saham dan keuangan, belum bergeraknya sektor riil secara optimal, dan musibah bencana alam yang melanda berbagai daerah di Indonesia menjadi tantangan ke depan dalam peningkatan kualitas pengelolaan kebijakan fiskal. Dari sisi domestik, salah satu tantangan terberat berasal dari masih tingginya tingkat pengangguran dan angka kemiskinan di Indonesia. Tantangan lainnya berasal dari kondisi infrastruktur yang masih belum memadai untuk menunjang akselarasi pembangunan. PeIaksanaan program mitigasi dampak krisis global melalui paket stimulus fiskal yang mencapai Rp73,3 triliun di Tahun 2009 dirasakan masih lambat dan belum optimal. Oleh karena itu dan sebagai pembelajaran, ke depan harus segera dilakukan langkah-langkah perbaikan melalui koordinasi yang intensif dan komprehensif antar lembaga negara atau instansi pemerintah. Langkah antisipatif dan responsif dalam mencermati tantangan-tantangan di atas, akan dapat mengeleminir berbagai permasalahan, gangguan dan hambatan dalam pembangunan ekonomi sedini mungkin. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan hasil pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi. Dengan tingginya tingkat

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

24 pertumbuhan ekonomi, masalah pengangguran dan kemiskinan dapat segera diatasi. Dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat segera terwujud. 1.2.1 Potensi dan Permasalahan Pelaksanaan Penerimaan Negara 1.2.1.1Penerimaan Pajak Dari hasil pelaksanaan program mapping, profiling, dan benchmarking menunjukkan masih terdapat potensi meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, berupa belum optimalnya tax coverage ratio, dimana masih banyaknya potensi Wajib Pajak yang belum terdaftar, serta rendahnya tax compliance Wajib Pajak yang sudah terdaftar. Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada DJP, antara lain terlihat dari antusias masyarakat dalam mengikuti program sunset policy, juga merupakan potensi penerimaan pajak. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan perpajakan adalah adanya potential loss penerimaan perpajakan dalam jangka pendek. Masalah lainnya adalah adanya pembatasan oleh Undang-Undang Perpajakan dalam pemberian insentif/fasilitas perpajakan. Apabila Undang-Undang APBN dijadikan dasar pemberian fasilitas perpajakan, permasalahan yang timbul adalah umur Undang-Undang APBN tersebut yang hanya satu tahun dan sering menimbulkan kontroversi. Selain itu permasalahan lain adalah perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas SDM, sarana dan sistem TI yang belum memadai, database pajak masih terbatas karena sumber data eksternal belum dapat dioptimalkan, penegakan hukum yang masih lemah, serta koordinasi dan harmonisasi pelaksanaan tugas yang menyangkut administrasi dan peraturan. 1.2.1.2Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Potensi untuk pencapaian Renstra Tahun 2010 - 2014 di bidang penerimaan kepabeanan dan cukai meliputi: ? peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan dan Cukai; Tersedianya ? Keberadaan institusi DJBC berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan penataan organisasi yang dinamis; ? Adanya praktik-praktik terbaik dalam kepabeanan internasional yang dapat dijadikan acuan; ? Adanya dukungan SDM DJBC dan komitmen yang kuat untuk melakukan reformasi; ? Adanya dukungan anggaran berbasis kinerja dan dukungan sarana-prasarana; ? Berkembangnya partisipasi dan sikap kritis masyarakat usaha dalam rangka meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi kinerja pelayanan dan pengawasan DJBC Permasalahan utama yang dihadapi di bidang penerimaan kepabeanan dan cukai adalah peningkatan kualitas pelayanan sesuai dengan ekspektasi masyarakat dan pengawasan yang efektif, meliputi hal-hal sebagai berikut: ? Perlunya pengembangan sistem pelayanan dan pengawasan dengan penerapan manajemen risiko; ?harmonisasi kebijakan instansi lain (government agencies) dan lingkungan dunia usaha Perlunya (stakeholders) dengan peraturan-peraturan kepabeanan dan cukai; ? Perlunya integrasi teknologi informasi untuk pemenuhan kebutuhan organisasi;

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

25 ? Perlunya optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana. 1.2.1.3Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP sebagai salah satu sumber penerimaan negara mempunyai potensi yang masih dapat dikembangkan. Disamping itu faktor lain yang mempengaruhi PNBP seperti masih terdapat potensi PNBP yang belum terealisir, yang antara lain disebabkan oleh (i) masih tingginya kegiatan illegal logging, illegal fishing; (ii) masih adanya potensi jenis PNBP yang belum memiliki landasan hukum sehingga tidak dapat dipungut; (iii) belum tergalinya potensi pertambangan panas bumi secara optimal; (iv) belum optimalnya PNBP yang berasal dari pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang. Permasalahan penerimaan PNBP antara lain disebabkan karena faktor eksternal, seperti (i) adanya kecenderungan penurunan produksi minyak bumi dan gas bumi (migas); (ii) masih tingginya risiko tidak tercapainya penerimaan atas laba BUMN terutama karena faktor kinerja BUMN dan makro ekonomi; (iii) adanya peningkatan cost recovery yang belum diimbangi dengan peningkatan lifting yang memadai, dan adanya perubahan asumsi makro yang digunakan seperti ICP, lifting dan kurs. 1.2.2 Potensi dan Permasalahan Belanja Negara 1.2.2.1Belanja Negara Seiring dengan pelaksanaan reformasi Keuangan Negara yang dimulai sejak berlakunya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, perencanaan belanja negara juga mengalami penyempurnaan-penyempurnaan. Penyempurnaan ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan kinerja belanja negara agar menjadi lebih efektif dan efisien. Namun dalam perkembangannya, penyempurnaan perencanaan belanja negara tersebut menghadapi beberapa tantangan, antara lain: 1. Terbatasnya ruang gerak fiskal yang disebabkan oleh komposisi dan struktur belanja negara yang belum sepenuhnya sehat (sound); 2. Belum optimalnya sistem penyusunan perencanaan dan penganggaran pada kementerian/lembaga; 3. Belum optimalnya koordinasi perencanaan pemerintah pusat (kementerian/lembaga) dengan daerah dalam hal perencanaan belanja negara untuk kegiatan dekonsentrasi/tugas pembantuan; dan 4. Belum optimalnya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan belanja negara dalam rangka penyusunan rencana kegiatan dan anggaran; Telah dilakukan penerapan sistem penganggaran terpadu (unified budget), penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), dan penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dalam penyusunan perencanaan belanja negara. Dalam penerapan sistem penganggaran terpadu, telah dilakukan penyatuan dokumen perencanaan belanja negara sehingga pertanggungjawaban penggunaan anggaran menjadi lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, duplikasi pendanaan untuk satu kegiatan yang sama dapat dihindari. Pemanfaatan sistem penganggaran berbasis kinerja, bertujuan agar setiap biaya yang dialokasikan dalam suatu kegiatan dapat dikaitkan dengan output dan outcome yang dihasilkan,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

26 sehingga terjadi perpaduan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan. Permasalahan yang timbul dalam penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja adalah sulitnya merumuskan indikator kinerja sebagai alat pendeteksi tercapainya output dan outcome yang dikehendaki. Selain itu, diperlukan masa transisi untuk mengubah sistem accrual based budget yang telah dilaksanakan semasa orde baru menjadi sistem penganggaran berbasis kinerja. Selanjutnya, tantangan dalam implementasi kerangka pengeluaran jangka menengah, diantaranya adalah sulitnya menentukan pengeluaran (belanja negara) dalam perspektif jangka menengah, dengan mempertimbangkan risiko dan implikasi biaya yang berpotensi terjadi pada tahuntahun berikutnya. Perbaikan juga telah dilakukan terhadap proses dan mekanisme penelaahan RKA-KL, yaitu sejak penelaahan RKA-KL Stimulus Fiskal Tahun 2009 dan RKA-KL Tahun 2010. Selain itu, juga dilakukan perbaikan terhadap proses revisi RKA-KL sehingga revisi RKA-KL dapat dilakukan secara lebih cepat dan akuntabel. Perbaikan-perbaikan tersebut akan terus ditingkatkan kualitas penerapannya di masa mendatang. 1.2.2.2Perimbangan Keuangan Potensi yang ada pada Perimbangan Keuangan adalah adanya Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), yaitu suatu sistem pendokumentasian, pengadministrasian, serta pengolahan data keuangan daerah dan data lainnya menjadi informasi yang disajikan ke masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah. Sistem ini diselenggarakan oleh masing-masing pemerintahan daerah yang dikenal dengan nama Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), sedangkan SIKD oleh pemerintah pusat disebut dengan SIKD Nasional. Sedangkan transfer ke daerah masih terdapat permasalahan terkait dengan koordinasi yang belum optimal dengan instansi lain yang terkait. Permasalahan lain adalah implikasi pemekaran daerah berdampak pada meningkatnya jumlah daerah otonom baru, dimana sejak Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2009 telah mengalami penambahan sebanyak 205 daerah. Kurang sinkronnya pemanfaatan antara Dana Desentralisasi dengan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. Sumber pendanaan daerah terlalu bertumpu pada alokasi pusat berupa transfer yang terdiri Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (mulai APBN Tahun 2009 termasuk juga Hibah ke Daerah). Besaran alokasi transfer ke daerah, khususnya dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) selalu mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun. Pengalokasian dana perimbangan selama ini dilakukan berdasarkan ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia, diantaranya adalah: (i) hubungan antara Undang-Undang Desentralisasi dengan Undang-Undang Sektoral; (ii) peraturan daerah yang mendorong timbulnya ekonomi biaya tinggi dan menghambat investasi; (iii) standar pelayanan minimum; (iv) pengelolaan keuangan daerah; dan (v) pengalihan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ke DAK.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

27 1.2.3 Potensi dan Permasalahan Perbendaharaan Negara Beberapa potensi yang menyangkut pengelolaan perbendaharaan Negara, antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut: ? Adanya penerapan prinsip "meminimumkan biaya" dan "memaksimalkan manfaat" dalam pengelolaan kas dapat menjamin ketersediaan dana untuk membiayai pengeluaran negara. ? Terbentuknya KPPN Percontohan dapat mempercepat daya serap APBN, meningkatkan perekonomian sektor riil, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada birokrasi ? Terselesaikannya pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemda yang bersumber dari RDI/RPD/SLA, melalui program restrukturisasi dapat meringankan beban pembayaran kewajiban BUMN/BUMD/Pemda serta meminimalkan berkurangnya penerimaan negara. ? cukup banyak satker yang memenuhi kriteria secara substantif dan teknis untuk dapat Tersedianya menerapkan PK BLU. ? Terselesaikannya pembenahan pengelolaan PNBP di satker-satker pemerintah melalui BLU, PNBPnya menjadi on budget dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. ? Terlaksananya SPAN dapat meningkatkan pelayanan keuangan publik, memperkuat instrumen kontrol fiskal, efisiensi penyerapan belanja pemerintah dan mewujudkan transparansi dalam manajemen keuangan pemerintah. ? LKPP dengan tingkat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) akan meningkatkan Tercapainya akuntabilitas pemerintah dan rating pemerintah di mata dunia internasional, yang selanjutnya diharapkan akan menciptakan daya tarik investasi. Masih terdapat permasalahan di bidang pengelolaan kas berupa lemahnya perencanaan kas (cash forecasting) yang dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga serta belum lengkapnya regulasi yang mengatur tentang pengelolaan kas, khususnya yang mengatur kelebihan dan kekurangan kas. Kendala lain adalah LKPP masih mendapatkan opini Disclaimer dari BPK, yang disebabkan belum seluruh LKKL memiliki kualitas yang baik. Sementara itu di bidang pengelolaan BLU terdapat kendala adanya beberapa satker BLU yang hanya lebih mementingkan sisi fleksibilitas pengelolaan keuangan, dan kurangnya SDM yang memahami secara utuh konsep PK BLU. Selain daripada itu masih terdapat satker yang belum memenuhi persyaratan substantif dan teknis. Di bidang penerusan pinjaman yang dananya bersumber dari SLA, RDI, dan RPD masih dijumpai masalah kesulitan BUMN/BUMD/Pemda untuk melunasi kewajibannya. 1.2.4 Potensi dan Permasalahan pada Pembiayaan APBN Potensi dalam pembiayaan defisit APBN potensi yang dapat mendukung optimalnya pengelolaan utang mencakup hal-hal sebagai berikut: ? Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen keuangan yang dibutuhkan dalam Tersedianya pengembangan pasar uang dan pasar modal sebagai benchmark. ? Tersedianya pinjaman luar negeri dan surat berharga yang diterbitkan di luar negeri untuk mendukung cadangan devisa negara dan program-program pembangunan (development program). ? fasilitas SBN (jangka pendek) sebagai instrumen pengelolaan moneter dan pengelolaan Tersedianya kas. ? fasilitas Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk mendukung pengembangan Tersedianya industri keuangan syariah.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

28 ? Tersedianya kemungkinan pinjaman dalam negeri untuk mengoptimalkan pendapatan dari pembiayaan dalam negeri. ? Berkembangnya pasar SBN dapat mendorong pengembangan pasar instrumen utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. Disamping adanya beberapa potensi sebagaimana diuraikan di atas, di bidang pembiayaan melalui utang, terdapat juga permasalahannya yang meliputi antara lain: ? kapasitas daya serap pasar SBN domestik belum dapat mengimbangi kecepatan Rendahnya pertumbuhan kebutuhan dana untuk pembiayaan APBN sehingga dapat memunculkan kerentanan terhadap 'crowding-out' dan potensi peningkatan porsi utang valas. ? porsi kepemilikan SBN oleh investor asing dapat meningkatkan kerentanan pasar SBN Tingginya terhadap potensi risiko 'sudden reversal' yang dapat menggangu harga SBN di pasar sekunder. ? dominasi oleh sektor perbankan pada basis investor domestik, sehingga perkembangan Tingginya pasar SBN sangat dipengaruhi oleh kinerja perbankan maupun kebijakan di sektor tersebut. ? Belum optimalnya koordinasi antara DepartemenKementerian Keuangan dan Bank Indonesia dalam pengelolaan neraca kedua otoritas, sehingga mempengaruhi kinerja pengelolaan utang negara (sovereign debts), likuiditas pasar maupun fungsi treasury. ? fleksibilitas dalam mengelola utang yang responsif terhadap dinamika pasar, seperti Terbatasnya keterbatasan dana untuk melakukan buyback saat diperlukan intervensi pasar dan belum dapat memanfaatkan momentum pasar untuk melakukan pre-financing terhadap APBN tahun berikutnya. ? penyediaan underlying assets SBSN untuk dapat mendukung penerbitan SBSN secara Lambatnya tepat waktu. ? Belum adanya kerangka hukum dan administrasi untuk melakukan hedging dalam pengelolaan risiko portofolio utang. ? Belum optimalnya fungsi infrastruktur pasar, misalnya primary dealers sebagai market makers/penggerak pasar. ? Belum optimalnya efisiensi dan efektivitas pemanfaatan pinjaman luar negeri yang berdampak pada meningkatnya beban commitment fee karena keterlambatan pemenuhan persyaratan pemberi pinjaman oleh pelaksana pinjaman (executing agency) dan keterlambatan dalam implementasi pinjaman itu sendiri. 1.2.5 Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Kekayaan Negara Potensi dalam pengelolaan kekayaan negara adalah adanya aset negara sebagai indikator penting dalam pelaksanaan penganggaran yang efektif, efisien dan optimal. Kondisi yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan kekayaan negara ke depan adalah sebagai berikut : (i) hasil penyelesaian inventarisasi dan penilaian BMN (ii) pengelolaan BMN berupa asset idle yang perlu dioptimalkan; (iii) peningkatan jumlah dan nilai aset K/L yang berasal dari alokasi belanja barang dan belanja modal; (iv) kebijakan terkait program pendirian, restrukturisasi/revitalisasi, privatisasi, penambahan/pengurangan PMN, pembubaran atau penggabungan BUMN dalam rangka kepentingan Menteri Keuangan selaku pemegang saham; (v) penanganan aset yang berasal dari eks BPPN, eks BDL, dan aset Negara eks kelolaan PT PPA baik yang dikelola sendiri

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

29 oleh Menteri Keuangan maupun diserahkelolakan kembali kepada PT PPA; dan (vi) potensi Kekayaan Negara Lain-Lain yang berasal dari aset rampasan, sitaan kepabeanan, gratifikasi, Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), aset bekas milik asing/cina (ABMAC), dan KKKS. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengelolaan kekayaan negara adalah: (I) peraturan perundang-undangan yang ada, saat ini belum mampu mendukung pengelolaan kekayaan yang optimal; (ii) belum optimalnya pengamanan Barang Milik Negara (BMN) baik secara administratif, hukum dan fisik; (iii) pelayanan pengelolaan kekayaan negara yang belum seluruhnya sesuai dengan standar waktu yang ditentukan; (iv) belum optimalnya pemanfaatan BMN sesuai prinsip The Highest and Best Use; (v) belum optimalnya koordinasi antara kementerian negara dan lembaga terkait penertiban barang milik negara ; (vi) penerapan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi (SIMAK) BMN belum merata diseluruh K/L; (vii) adanya potensi gugatan/tuntutan dari pihak ketiga atas aset yang berada di dalam penguasaan DepartemenKementerian Keuangan; (viii) kualitas dan kuantitas SDM belum memadai; dan (ix) kurangnya sarana dan prasarana. 1.2.6 Potensi dan Permasalahan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Adapun potensi di industri pasar modal dan lembaga keuangan adalah : (i) program reformasi birokrasi yang difokuskan pada penataan organisasi, penyempurnaan bisnis proses, peningkatan manajemen SDM serta pengukuran kinerja memberikan peluang bagi peningkatan kapasitas organisasi regulator; (ii) rasio antara PDB dengan nilai kapitalisasi pasar yang masih relatif kecil yaitu 33,81 persen Tahun 2008 menunjukkan bahwa peran pasar modal masih belum optimal. Namun kondisi ini merupakan sebuah sinyal bahwa potensi pasar modal sebagai pergerak perekonomian Indonesia masih perlu ditingkatkan; (iii) potensi pengembangan industri perasuransian yang masih sangat terbuka, mengingat tingkat penetrasi asuransi yaitu perbandingan premi asuransi dengan GDP yang masih sangat rendah yaitu 1.55 persen; (iv) rasio industri dana pensiun yang masih relatif kecil bila dibandingkan dengan GDP, yaitu masih pada kisaran 4,33 persen, disamping itu tingkat kepesertaan baru mencapai 4,9 persen. Dengan demikian industri dana pensiun masih memiliki peluang yang sangat besar untuk bertumbuh dan berkontribusi dalam ekonomi nasional; (v) semakin meningkatnya pengetahuan dan kepercayaan investor mengenai produk pasar modal dan terdapatnya perbedaan kebutuhan investasi memberikan peluang baru bagi pengembangan produk-produk investasi baru; (vi) sebagai negara muslim terbesar Indonesia memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan produk-produk pasar modal dan lembaga keuangan non bank berbasis syariah termasuk pembiayaan syariah; (vii) basis pemodal domestik yang masih relatif kecil yaitu dari jumlah penduduk Indonesia memberikan peluang bagi pengembangan perluasan basis dan kualitas pemodal domestik sehingga dapat berperan sebagai katalisator pengembangan pasar modal Indonesia; dan (viii) peningkatan pendapatan dan mulai tumbuhnya kesadaran berivestasi memberikan peluang bagi perluasan investor pasar modal dan nasabah lembaga jasa keuangan non bank. Permasalahan yang dihadapi oleh industri pasar modal dan lembaga keuangan adalah : (i) perkembangan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang semakin pesat menbawa konsekuensi meningkatnya tantangan yang dihadapi oleh regulator dalam

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

30 menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk itu, dalam rangka menjawab tantangan tersebut, maka kapasitas organisasi regulator perlu ditingkatkan baik dari aspek pembenahan organisasi, sistem dan prosedur serta sumber daya manusia; (ii) tingkat kualitas kepatuhan pelaku industri pasar modal dan lembaga keuangan yang masih harus ditingkatkan; (iii) masih belum optimalnya pemenuhan standard internasional dalam produk regulasi baik untuk industri pasar modal maupun untuk lembaga keuangan non bank; (iv) kerangka hukum industri pembiayaan masih diatur melalui Perpres, bukan Undang-Undang; (v) masih belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan pengawasan terhadap pelaku pasar modal dan industri lembaga keuangan non bank; (vi) masih terbatasnya alternatif investasi dan skema jasa keuangan non bank yang tersedia di industri pasar modal dan jasa keuangan non bank; (vii) kompleksitas industri pasar modal dan lembaga keuangan yang semakin meningkat sementara sumber daya pengawasan dan penegakan hukum masih terbatas, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas; dan (viii) daya saing industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang masih perlu ditingkatkan. Hal-hal yang menjadi tantangan ke depan bagi perkembangan pasar modal dan LKNB antara lain, meliputi: (i) independensi lembaga pengawas pasar modal dan LKNB; (ii) harmonisasi peraturan perundang-undangan dan penerapannya dengan standar internasional; (iii) pengembangan infrastruktur sistem perdagangan dan teknologi informasi, sistem informasi manajemen, instrumen pasar modal dan peningkatan jumlah investor domestik; (iv) pengembangan produk syariah di pasar modal dan LKNB; (v) pengembangan asuransi dan Dana Pensiun wajib (compulsory insurance and pension plan); dan (vi) penerbitan Obligasi Pemerintah Daerah. 1.2.7 Potensi dan Permasalahan Organisasi dan SDM a. Pengawasan dan Pengendalian Intern Potensi yang ada guna melaksankan kontrak kinerja Menteri dengan Presiden untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI paling lambat untuk Laporan Keuangan Tahun 2011, adalah berupa seminar "Peran Inspektorat Jenderal dalam Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dengan peserta Inspektorat Jenderal DepartemenKementerian lain. Potensi lainnya adalah adanya Forum Bersama (FORBES) Itjen, dan adanya pendekatan dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan guna menjamin tercapainya tujuan pengawasan dan pengendalian intern. Terkait dengan pengambilan peran aktif pembinaan kepada Kementerian/Lembaga beberapa permasalahan yang masih harus diatasi, yaitu jumlah dan kualitas sumber daya pemberi asistensi yang belum memadai, pedoman asistensi dan reviu laporan keuangan yang belum memadai, komunikasi yang belum terbangun secara efektif, serta belum adanya ketentuan yang jelas tentang ketentuan pemangku jabatan dalam bidang keuangan. b. Ketatalaksanaan dan Kelembagaan Potensi di bidang ketatalaksanaan dan kelembagaan adalah: (i) program Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan; (ii) tersedianya business process yang meliputi: SOP, Uraian Jabatan, dan Hasil Analisis Beban Kerja; (iii) tersedianya struktur organisasi sampai

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

31 unit organisasi terkecil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mulai tingkat provinsi, kota/kabupaten, dan kecamatan; dan (iv) networking yang luas antar unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan institusi lainnya di luar Kementerian Keuangan. Organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, 7 Direktorat Jenderal, dan 3 Badan. Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melalui 1.042 kantor yang tersebar di seluruh Indonesia dengan perincian: 94 Kantor Wilayah (31 Kanwil Ditjen Pajak, 16 Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, 30 Kanwil Ditjen Perbendaharaan, dan 17 Kanwil Ditjen Kekayaan Negara) dan 912 Kantor Operasional (538 Satker Ditjen Pajak, 126 Satker Ditjen Bea dan Cukai, 178 Satker Ditjen Perbendaharaan, dan 70 Satker Ditjen Kekayaan Negara). Selain itu adanya wacana agencification merupakan potensi bagi peningkatan efektifitas dan efisiensi dalam ketatalaksanaan dan kelembagaan, serta berjalannya fungsi check and balances dalam rangka mewujudkan good governance. Agencification tersebut mencakup pemisahan fungsi perumusan kebijakan (regulatory) dengan pelaksana kebijakan (execution). Permasalahan yang ada pada saat ini adalah masih digabungkannya fungsi perumusan kebijakan dengan fungsi pelaksana kebijakan berdasaran Perpres Nomor 9 Tahun 2005. Salah satu Agencification yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan adalah transformasi/penataan organisasi BPPK menjadi Badan Transformasi/Reformasi Birokrasi yang akan mengkoordinir pelaksanaan program reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan. Namun demikian, permasalahan agencification serta perancangan dan pengembangan organisasi/kelembagaan secara keseluruhan sangat tergantung pada arah kebijakan kelembagaan Republik Indonesia yang digariskan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, serta belum adanya Peraturan Presiden di bidang organisasi sebagai tindak lanjut pembentukan Kabinet baru dan pelaksanaan lebih lanjut dari UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Permasalahan lain di bidang ketatalaksanaan dan kelembagaan, yaitu: pertama, lambatnya payung kebijakan di bidang tata naskah dinas di lingkungan Kementerian Negara PAN dibandingkan dengan perkembangan perubahan/kebutuhan tata naskah dinas di lingkungan Kementerian Keuangan. Kedua, adanya kendala dalam perancangan dan pengembangan jabatan fungsional yang tergantung pada dinamika organisasi, serta terkendala oleh panjangnya proses pembentukan jabatan fungsional, dan kurang kuatnya komitmen dan konsistensi pimpinan unit dalam pengusulan pembentukan/ penyempurnaan jabatan fungsional. c. Pengelolaan SDM Aparatur Potensi di bidang administrasi kepegawaian, yaitu: (i) jumlah SDM yang cukup dari segi kuantitas berdasarkan hasil Analisis Beban Kerja; (ii) adanya pengukuran soft competency pegawai melalui Assessment Center; (iii) deployment SimpegTM; (iv) program reformasi birokrasi nasional; dan (v) perubahan paradigma tata kelola SDM. Sedangkan permasalahan di bidang administrasi kepegawaian, yaitu: (i) aturan di bidang kepegawaian yang saat ini sudah tidak memenuhi tuntutan kebutuhan pengelolaan SDM; (ii) SDM pengelola keuangan belum professional; (iii) belum adanya aturan baku yang mengatur mengenai jabatan assessor; (iv) kurang optimalnya

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

32 pemanfaatan Assessor Internal; dan (v) aplikasi SimpegTM belum diimplementasikan secara menyeluruh. SDM Kementerian Keuangan pada Tahun 2009 sebanyak 61.359 pegawai dengan rincian 47.220 pegawai laki-laki dan 14.139 pegawai perempuan. Komposisi berdasarkan pendidikan, SDM Kementerian Keuangan terdiri dari: SD-SLTA sebanyak 2.820 pegawai; D3 sebanyak 11.108 pegawai; S1 sebanyak 17.829 pegawai; S2 sebanyak 4.098 pegawai; dan S3 sebanyak 54 pegawai. Sedangkan komposisi berdasarkan golongan, terdiri dari: Gol. I sebanyak 377 pegawai; Gol. II sebanyak 20.351 pegawai; Gol. III sebanyak 33.951 pegawai; dan Gol. IV sebanyak 1.754 pegawai (keterangan: data di atas belum termasuk data CPNS Kementerian Keuangan sebanyak 3.573 pegawai dengan tingkat pendidikan S2, S1, D-III, D-I). Dalam kaitannya dengan pendidikan dan pelatihan SDM, Kementerian Keuangan telah melaksanakan modernisasi pelayanan di bidang pendidikan dan pelatihan, diantaranya: (i) kedudukan hukum penyelenggara pendidikan dan pelatihan di lingkungan Kementerian Keuangan yang kokoh; (ii) struktur dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang komprehensif dalam rangka optimalisasi TIK pada berbagai layanan diklat, mulai dari pengembangan metodologi pembelajaran sampai dengan pemberian kemudahan layanan bagi peserta diklat sebelum, di saat, dan setelah diklat berlangsung; (iii) kemudahan layanan dan kedekatan layanan dalam setiap penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; (iv) melakukan perekrutan Widyaiswara dan pengembangan kompetensi Widyaiswara serta melakukan program kumandah bagi pegawai Kementerian Keuangan yang baru saja menyelesaikan pendidikan pascasarjana untuk diunduh selama setahun, yaitu mengabdikan ilmunya di BPPK; dan (v) memiliki jaringan kerjasama dengan institusi nasional dan lembaga-lembaga internasional di bidang pendidikan dan pelatihan. Namun demikian, pendidikan dan pelatihan yang dilakukan Kementerian Keuangan juga tidak lepas dari kendala yang ada seperti: (i) pelaksanaan pengembangan SDM Kementerian Keuangan melalui pendidikan dan pelatihan masih dilaksanakan pada institusi selain institusi yang ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan; (ii) terbatasnya ketersediaan SDM yang memiliki kapabilitas dan dana dalam memelihara struktur dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang komprehensif dalam rangka optimalisasi TIK pada berbagai layanan diklat; (iii) belum meratanya sarana dan prasarana fisik yang menunjang kemudahan layanan dan kedekatan layanan dalam setiap penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan (iv) kurangnya minat pegawai instansi teknis yang berprestasi untuk ikut perekrutan widyaiswara. d. Teknologi dan Informasi Keuangan Permasalahan utama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan Kementerian Keuangan adalah pola tata-kelolanya yang bersifat dekonsolidasi-desentralisasi dimana sumber daya informasi dan komunikasi yang ada umumnya dikelola secara terpisah di masing-masing unit eselon-I. Selain itu belum adanya mekanisme penyusunan kebijakan yang terstruktur, khususnya untuk hal-hal yang mencakup kepentingan lebih dari satu unit eselon-I, menyebabkan masing-masing unit eselon-I berjalan sendiri-sendiri dalam mengelola sumber daya informasi dan komunikasinya. Kondisi ini juga menyebabkan tidak tersedianya sistem

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

33 informasi yang terintegrasi, yang dapat digunakan oleh setiap unit setiap saat dibutuhkan tanpa terlebih dahulu harus menghubungi unit lain yang menghasilkan informasi tersebut secara sendirisendiri. Dari sisi tiga aspek strategi pengembangan teknologi informasi dan komunikasi yaitu tata kelola, sistem aplikasi, dan infrastruktur, DepartemenKementerian Keuangan memiliki potensi besar untuk pengembangan ke depan. Adanya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 260/KMK.01/2009 tentang Kebijakan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dan adanya Tim Reformasi Teknologi Informasi Komunikasi (TRTIK) merupakan landasan yang kokoh bagi pengembangan tata kelola di masa yang akan datang. TRTIK menyediakan wahana koordinasi di antara unit-unit pengelola teknologi informasi dan komunikasi di dalam DepartemenKementerian Keuangan untuk menyelaraskan dan mensinergikan pengembangan sistem aplikasi dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Dari aspek sistem aplikasi, adanya modul-modul aplikasi yang telah ada dan rencana pengembangan beberapa sistem aplikasi yang tengah berlangsung merupakan modal dasar bagi penerapan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Negara yang terpadu. Sementara dari aspek infrastruktur, adanya infrastruktur IT, baik berupa jaringan intranet, jaringan WAN, akses Internet maupun keberadaan Data Center, merupakan modal utama yang perlu dioptimalkan lebih lanjut sehingga dapat beroperasi secara reliable. Disamping itu perlu adanya kebijakan-kebijakan, standar, dan prosedur yang berkaitan dengan operasionalisasi teknologi informasi dan komunikasi, seperti yang terkait dengan tata kelola yang baik (good IT governance), pengelolaan layanan (IT service management), pengelolaan kesinambungan bisnis (business continuity management) beserta kelengkapannya seperti Disaster Recover Plan dan Disaster Recover Center, keamanan sistem informasi (IT security management), dan pengelolaan sumber daya informasi (termasuk yang berkaitan dengan masalah lisensi software).

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

34 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN KEMENTERIAN KEUANGAN 2.1. VISI

Visi Kementerian Keuangan adalah Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Dari visi yang telah ditetapkan tersebut, yang dimaksud dengan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara adalah Kementerian Keuangan sebagai lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara dan mengelola kekayaan negara. Dipercaya adalah semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat karena pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dilakukan secara transparan, yaitu semua penerimaan negara, belanja negara, dan pembiayaan defisit anggaran dilakukan melalui mekanisme APBN. Akuntabel adalah pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang mengacu pada praktek terbaik internasional yang berlandaskan asas profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan. 2.2. a. b. c. MISI Misi Fiskal adalah Mengembangkan Kebijakan Fiskal yang Sehat, Berkelanjutan, Hati-hati (Prudent), dan Bertanggungjawab. Misi Kekayaan Negara adalah Mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum, transparan, efisien, dan bertanggungjawab. Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan adalah Mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak dan penguat perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global. Misi Penguatan Kelembagaan adalah : i. Membangun dan Mengembangkan Organisasi Berlandaskan Administrasi Publik Sesuai dengan Tuntutan Masyarakat. ii. Membangun dan Mengembangkan SDM yang Amanah, Profesional, Berintegritas Tinggi dan bertanggung jawab. iii. Membangun dan Mengembangkan Teknologi Informasi Keuangan yang Modern dan Terintegrasi serta Sarana dan Prasarana Strategis Lainnya. TUJUAN Tujuan strategis Kementerian Keuangan dikelompokkan ke dalam 6 tema pokok yaitu: Tujuan dalam Tema Pendapatan Negara adalah Meningkatkan dan Mengamankan Pendapatan Negara dengan Mempertimbangkan Perkembangan Ekonomi dan Keadilan Masyarakat Tujuan dalam Tema Belanja Negara adalah Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Pengelolaan Belanja Negara Untuk Mendukung Penyelenggaraan Tugas K/L dan Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal Tujuan dalam Tema Pembiayaan APBN adalah Mewujudkan kapasitas pembiayaan yang mampu memberikan daya dukung bagi kesinambungan fiskal

d.

2.3.

a. b.

c.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

35 d. Tujuan dalam Tema Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan perbendaharaan negara yang profesional dan akuntabel serta mengedepankan kepuasan stakeholders atas kinerja perbendaharaan negara; Tujuan dalam Tema Kekayaan Negara adalah Mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal serta menjadikan nilai kekayaan negara sebagai acuan dalam berbagai keperluan Tujuan dalam Tema Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank adalah Membangun Otoritas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang Amanah dan Profesional, yang Mampu Mewujudkan Industri Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Sebagai Penggerak Perekonomian Nasional yang Tangguh dan Berdaya Saing Global SASARAN STRATEGIS Sasaran Strategis dalam Tema Pendapatan Negara adalah: 1. Tingkat pendapatan yang optimal Tingkat pendapatan yang optimal adalah tingkat pencapaian penerimaan dalam negeri yang sesuai dengan target sebagaimana tercantum dalam APBN atau APBN- P 2. Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi dan citra yang meningkat yang didukung oleh tingkat pelayanan yang handal Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi diukur berdasarkan hasil survey kepuasan stakeholder oleh lembaga independen. Hasil survey yang positif akan meningkatkan citra Kementerian Keuangan di mata stakeholder. 3. Tingkat kepatuhan wajib pajak, kepabeanan, dan cukai yang tinggi Tingkat kepatuhan wajib pajak, kepabeanan, dan cukai terhadap peraturan perundangundangan yang pada akhirnya menunjukkan potensi pendapatan pajak, kepabeanan dan cukai. Sasaran Strategis dalam Tema Belanja Negara : 1. Alokasi belanja negara yang tepat sasaran, tepat waktu, efektif, efisien dan akuntabel - Alokasi belanja negara yang tepat sasaran adalah alokasi anggaran yang dapat mencapai kinerja program dan kegiatan kementerian negara/lembaga yang telah ditetapkan dalam APBN. - Alokasi belanja negara yang tepat waktu adalah pengesahan DIPA yang dapat diselesaikan sesuai jadwal yang ditetapkan. - Alokasi belanja negara yang efisien adalah penuangan anggaran pada DIPA yang dapat digunakan untuk mendukung pencapaian sasaran yang ditetapkan. - Alokasi belanja negara yang akuntabel adalah alokasi belanja negara yang proporsional sesuai dengan prioritas rencana kerja pemerintah dan dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya. 2. Tata kelola yang yang tertib transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan belanja negara. - Tata kelola yang tertib adalah pengelolaan belanja Negara sesuai dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

e. f.

2.4. a.

b.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

36 Tata kelola yang transparan dan akuntabel adalah pengelolaan belanja Negara yang dilakukan secara terbuka sehingga proses pengelolaannya dapat diketahui oleh stakeholder dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah; Perimbangan Keuangan adalah pelaksanaan kebijakan hubungan keuangan Pusat dan daerah yang dapat menjamin keseimbangan keuangan terkait dengan besarnya beban, tanggung jawab, dan kewenangan yang dimiliki oleh Pusat maupun daerah sesuai dengan norma dan standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 4. Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai peraturan perundang-undangan, transparan, kredibel, akuntabel, dan profesional dalam pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. - Tata kelola yang tertib adalah pengelolaan transfer ke daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. - Transparan adalah pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah dapat diakses oleh seluruh stakeholder. - Akuntabel adalah pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah dapat dipertanggungjawabkan. c. Sasaran Strategis dalam Tema Pembiayaan APBN adalah: 1. Terpenuhinya pembiayaan APBN melalui utang secara tepat waktu, cukup, dan efisien. Memenuhi target pembiayaan APBN melalui utang yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri, dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman, dengan mempertimbangkan biaya dan risiko untuk mendukung kesinambungan fiskal. 2. Terciptanya kepercayaan para pemangku kepentingan (investor, kreditor, dan pelaku pasar lainnya) terhadap pengelolaan utang yang transparan, akuntabel, dan kredibel. Tersedianya informasi terkait pengelolaan utang kepada publik secara transparan dan akurat, dan terjaganya kredibilitas pengelolaan utang dengan melakukan pembayaran kewajiban secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. 3. Terciptanya struktur portofolio utang yang optimal. Mengoptimalkan struktur jatuh tempo SBN dengan memperhatikan jenis, tingkat bunga, dan tenor, serta kondisi pasar keuangan. 4. Terciptanya pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid. Mengembangkan pasar SBN dengan menyediakan alternaitif instrument SBN yang variatif, serta meningkatkan sebaran investor. d. Sasaran Strategis dalam Tema Perbendaharaan Negara adalah: 1. Efisiensi dan akurasi pelaksanaan belanja negara. Penyaluran belanja negara untuk mendukung pencapaian sasaran yang ditetapkan secara akuras dan tepat waktu berarti pelaksanaan penyaluran belanja dilakukan sesuai dengan norma waktu yang ditetapkan. -

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

37 2. Optimalisasi pengelolaan kas. Optimalisasi pengelolaan kas negara meliputi dalam hal perencanaan kas, pengendalian kas dan pemanfaatan idle kas, yang dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan kas dalam jumlah yang cukup. Optimalisasi pengelolaan kas negara adalah dalam rangka mewujudkan efisiensi pengelolaan kas dengan mengedepankan prinsip "meminimumkan biaya" dan "memaksimalkan manfaat" bila terjadi kekurangan kas (cash mismatch) atau pemanfaatan kelebihan kas (idle cash). 3. Optimalisasi tingkat pengembalian dana di bidang investasi dan pembiayaan lainnya. Salah satu bagian dari pengembalian dana dibidang investasi dan pembiayaan lainnya adalah pengembalian penerusan pinjaman. Dana penerusan pinjaman tersebut harus dioptimalkan pengembalian dan penyetorannya kembali ke APBN sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan pengembalian dana tersebut mempunyai kontribusi dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri dan penerimaan defisit APBN. 4. Peningkatan pelayanan masyarakat melalui penyempurnaan pengelolaan BLU. Melalui penyempurnaan regulasi terkait dengan pengelolaan BLU, peningkatan penilaian kinerja satker BLU serta pembinaan yang berkelanjutan, diharapkan satker yang menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU akan dapat melaksanakan fungsinya secara lebih efektif dan efisien. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja keuangan pada satker BLU, sehingga selanjutnya akan dapat mendorong peningkatan kualitas pelayanannya kepada masyarakat. 5. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satu kebijakan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah melalui penerapan akuntansi pemerintah modern sebagai dasar penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Sampai dengan saat ini LKPP yang telah disusun masih berdasarkan basis Kas Menuju Akrual. Selanjutnya secara bertahap LKPP akan disusun berdasarkan akrual basis, sehingga diharapkan akan terwujud peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara serta peningkatan opini BPK (dari Disclaimer menjadi Wajar Tanpa Pengecualian) melalui LKPP yang lebih berkualitas. 6. Terciptanya sistem perbendaharaan negara yang modern, handal dan terpadu. Untuk menciptakan sistem perbendaharaan negara yang modern, handal dan terpadu, mulai tahun anggaran 2009 telah dilaksanakan proyek penyempurnaan sistem perbendaharaan dan anggaran negara yang dikenal dengan Proyek Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Proyek SPAN adalah sebagai langkah awal untuk mewujudkan sistem perbendaharaan yang modern, didukung oleh sistem informasi keuangan yang terpadu (Integrated Financial Management and Information System) dengan karakteristik antara lain: (i) terintegrasi/terotomasi yang sangat mendukung proses pelaksanaan anggaran, optimalisasi manajemen kas, serta pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban (ii) database yang terpusat dan memungkinkan perekaman data hanya sekali (single entry), (iii) memungkinkan 'what if analysis', (iv) penerapan proses bisnis yang mengacu pada best practice dan (v) menghubungkan secara on-line baik melalui satellite, dial-up dan sistem

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

38 jaringan lainnya Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, 30 Kanwil Ditjen Perbendaharaan, 178 KPPN dan Kementerian Negara/Lembaga. e. Sasaran Strategis dalam Tema Kekayaan Negara adalah: 1. Terlaksananya perencanaan kebutuhan barang milik negara yang optimal Mengkoordinasikan pemberian data dan informasi keberadaan asset idle kementerian dan lembaga dalam rangka perencanaan pengadaan belanja modal dari kementerian dan lembaga, serta penghematan penggunaan anggaran dengan mengoptimalkan BMN idle yang ada di kementerian dan lembaga. 2. Terlaksananya penatausahaan kekayaan negara yang handal dan akuntabel Penatausahaan kekayaan negara yang handal dan akuntabel adalah tercatatnya seluruh kekayaan negara/BMN dalam daftar barang baik di kementerian dan lembaga sebagai pengguna dan di Kementerian Keuangan sebagai pengelola. 3. Terwujudnya pemanfaatan BMN berdasarkan prinsip the highest and best use Pemanfaatan BMN adalah upaya penggunaan secara maksimal seluruh BMN untuk mendukung penyelenggaraan Tupoksi penyelenggaraan negara. 4. Tercapainya peningkatan kualitas pelayanan pengelolaan kekayaan negara Pelayanan pengelolaan kekayaan Negara meliputi pelayanan permohonan penetapan status pemanfaatan, penggunaan, penghapusan dan pemindahtanganan barang milik negara. 5. Terwujudnya database nilai kekayaan negara yang kredibel Mendapatkan, mengumpulkan dan mengolah data kekayaan negara sehingga menjadi informasi eksekutif yang utuh, tepat waktu, akurat, dan dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan bagi pimpinan Kementerian Keuangan. Sasaran Strategis dalam Tema Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank adalah: 1. Terwujudnya regulator bidang pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional. 2. Terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien dan kompetitif. 3. Terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sarana investasi yang menarik dan kondusif dan sarana pengelolaan risiko yang handal. 4. Terwujudnya industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang stabil, resilience dan liquid. 5. Tersedianya kerangka regulasi yang menjamin adanya kepastian hukum, keadilan dan keterbukaan (fairness and transparency). 6. Tersedianya infrastruktur pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang kredibel, dapat diandalkan dan berstandar internasional. Sasaran Strategis Pembelajaran dan Pertumbuhan dalam menunjang pencapaian tujuan strategis 6 tema pokok adalah:

f.

g.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

39 1. Terwujudnya SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi; Sistem rekrutmen yang kredibel dan pengembangan SDM tertata yang tertata dan berkelanjutan diharapkan menghasilkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi dalam mengelola Keuangan Negara 2. Terwujudnya organisasi yang handal dan modern; Pengembangan organisasi dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unit organisasi dan SOP yang dimiliki. - Fungsi unit organisasi merupakan fungsi yang telah disusun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. - SOP (Prosedur Operasi Standar) adalah standar yang dijadikan panduan bagaimana suatu kegiatan dilaksanakan, sehingga akan memberikan kepastian mengenai apa yang harus dilaksanakan, waktu penyelesaian, dan biaya (bila ada biaya). SOP yang disusun harus memenuhi prinsip efisiensi. 3. Terwujudnya good governance; Good Governance adalah terciptanya tata kelola pemerintahan dalam menerapkan prinsip Good Governance (Transparansi, Akuntabilitas, Responsiveness, Responsibilitas, Efektifitas, dan Efisien) 4. Terwujudnya dan termanfaatkannya TIK yang terintegrasi; Sistem informasi/aplikasi yang ada di seluruh lingkungan Kementerian Keuangan diupayakan terintegrasi didukung dengan kualitas layanan infrastruktur yang prima. 5. Tercapainya akuntabilitas laporan keuangan; Sasaran strategis ini terkait dengan product/service yang dihasilkan oleh Itjen yang difokuskan pada hasil pengawasan yang dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja Depkeu melalui asistensi, monitoring dan review penyusunan Laporan Keuangan pada unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan dan Laporan Keuangan BAPP.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

40 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL

Arah kebijakan dan strategi nasional yang dituangkan dalam RPJM Nasional Tahun 2009-2014, yang merupakan RPJM ke-2 disusun berpedoman pada RPJP Nasional Tahun 2005-2025 sebagaimana dituangkan dalam UU No. 17 Tahun 2007. Selain itu dengan tersusunnya Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Renstra ini telah mengakomodir sebelas (11) Prioritas Nasional dan lima belas (15) Program Pilihan Presiden, Kontrak Kinerja Menteri Keuangan dengan Presiden termasuk didalamnya Program 100 hari KIB II, serta Temu Nasional. Sebelas Prioritas Nasional meliputi : (i) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (ii) Pendidikan; (iii) Kesehatan; (iv) Penanggulangan kemiskinan; (v) Ketahanan Pangan; (vi) Infrastruktur; (vii) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (viii) energi; (ix) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (x) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik; (xi) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Lima belas Program Pilihan Presiden meliputi : (i) Pemberantasan Mafia Hukum; (ii) Revitalisasi Industri Pertahanan; (iii) Penanggulangan Terorisme; (iv) Peningkatan Daya Listrik di seluruh Indonesia;(v) Peningkatan Produksi dan Ketahanan Pangan; (vi) Revitalisasi Pabrik Pupuk dan Gula; (vii) Penyempurnaan Peraturan Agraria dan Tata Ruang; (viii) Pembangunan Infrastruktur; (ix) Penyediaan dana penjaminan Rp 2 triliun per tahun untuk Kredit Usaha Kecil Menengah; (x) Penetapan Skema Pembiayaan dan Investasi; (xi) Perumusan Kontribusi Indonesia dalam Isu Perubahan Iklim dan Lingkungan; (xii) Reformasi Kesehatan Masyarakat; (xiii) Penyelarasan antara Pendidikan dan Dunia Kerja; (xiv) Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana; (xv) Sinergi antara Pusat dan Daerah. Kontrak Kinerja Menteri Keuangan dengan Presiden termasuk Program 100 Hari KIB II meliputi : (i) Memastikan tersusunnya Rencana Stategis Kementerian Tahun 2010-2014, yaitu: menyusun usulan Rencana Strategis Kementerian Tahun 2009-2014 yang terdiri dari tahapan kerja, rencana aksi kementerian, indikator kinerja utama, dan tenggat waktu; menyempurnakan Rencana Strategis Kementerian Tahun 2009-2014 melalui koordinasi yang efektif dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional; (ii) Memastikan tercapainya target capaian Program 100 Hari, yaitu: memastikan optimalisasi jam kerja operasional pelayanan kepelabuhanan 24 jam sehari dan 7 hari seminggu di empat pelabuhan utama (Jakarta, Surabaya, Makasar, Medan) sebelum Desember 2010; mengoperasikan secara penuh National Single Window (NSW) untuk impor sebelum Januari 2010; memastikan penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronika (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota dimulai di Batam sebelum Januari 2010; memastikan penetapan skema co-financing bagi program pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (penciptaan ownership di daerah) serta Pemerintah dan Swasta/BUMN (Public-Private Partnership); mengevaluasi sistem dan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

41 meningkatkan efektifitas penggunaan dana perimbangan daerah; menuntaskan reformasi administrasi dan pelayanan perpajakan dan bea cukai; meningkatkan kemampuan dan peran Republik Indonesia dalam diplomasi ekonomi dan keuangan internasional; (iii) Memastikan tercapainya Prioritas Nasional di bidang lain, yang mencakup namun tidak terbatas pada: Memastikan konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga selambat-lambatnya Tahun 2011; memastikan percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangan di tingkat pusat maupun daerah hingga tercapai keselarasan arah dalam implementasi pembangunan diantaranya penyelesaian kajian 12.000 peraturan daerah selambatlambatnya Tahun 2011; memastikan peningkatan investasi di bidang pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau; Memastikan penerapan sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota, dimulai dari Batam, pembatalan Peraturan Daerah bermasalah dan pengurangan biaya untuk bisnis seperti Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP); memastikan pengembangan dan penetapan Sistem Logistik Nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi/ekonomi biaya tinggi; memastikan beroperasinya secara penuh National Single Window (NSW) untuk impor (sebelum Januari 2010) dan ekspor. Percepatan realisasi proses penyelesaian bea cukai di luar pelabuhan dengan implementasi tahap pertama Customs Advanced Trade System (CATS) di dry port Cikarang; memastikan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di 5 lokasi melalui skema Public-Private Partnership sebelum Tahun 2012.

Melaksanakan reformasi bidang pelayanan umum, yaitu mengkaji ulang dan mengusulkan perbaikan kebijakan, peraturan, dan proses pelaksanaan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan umum yang diberikan kementeriannya secara tuntas sebelum Juni 2010 serta memastikan efektifitas implementasi perbaikan peraturan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh pejabat yang ditunjuk Presiden untuk memimpin reformasi pelayanan umum. (v) Melaksanakan perbaikan peraturan yang mendukung investasi yaitu mengkaji dan mengusulkan perbaikan peraturan-peraturan yang menghambat investasi sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas perbaikan peraturan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan; (vi) Melaksanakan penyempurnaan kebijakan dan peraturan subsidi yaitu mengkaji dan mengusulkan penyempurnaan kebijakan dan peraturan mengenai subsidi BBM, listrik, dan pupuk sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas peraturan yang disempurnakan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan; (vii) Mencapai sasaran-sasaran Rencana Strategis Kementerian Tahun 2010-2014; (viii) Pengelolaan keuangan Kementerian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI.

(iv)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

42 Hasil Temu Nasional di beberapa bidang meliputi: Bidang Infrastruktur, program aksi yang dilaksanakan Kementerian Keuangan untuk menanggapi isuisu yang berkembang antara lain: (i) Isu pengadaan tanah, dengan program aksi Pengelolaan dana BLU Tanah dan Land Capping sebaiknya berada di 1 tangan (DJ-BM) supaya kontrolnya jelas dan birokrasinya lebih sederhana; (ii) Isu skema Public Private Partnership (PPP), dengan program aksi: a. Revisi Perpres 67/2005: PPP diatur dengan memahami kondisi investasi infrastruktur yang layak secara finansial, layak secara ekonomi tetapi tidak layak finansial, dan tidak layak ekonomi dan tidak layak finansial. b. Revisi Perpres 67/2005: Pemerintah memberikan dukungan agar investasi yang tidak layak menjadi layak melalui berbagai kebijakan antara lain: Sistem tender disederhanakan dan dimungkinkan penunjukan langsung; Ide proyek dari investor (unsolicited) dimungkinkan; Dibuat ketentuan peralihan yang berisi : bagi badan usaha yang telah menandatangani Perjanjian Kerjasama sebelum berlakunya Perpres 67/2005 dan mengalami penurunan kelayakan investasi maka diberlakukan Perpres ini; Bentuk dukungan pemerintah bergradasi dari nol hingga pemerintah yang membangun terlebih dahulu baru dikerjasamakan dengan swasta; (iii) Isu Revitalisasi Peran Pemerintah dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur dengan program aksi perlu dipersiapkan pengaturan mengenai negosiasi pada IPP Kelistrikan; (iv) Isu Peraturan yang tidak sinkron dengan program aksi melakukan Revisi Keppres 80/2003, UU 33/2004, PP 54/2005 dan PP 54/2008; (v) Isu Pembiayaan dengan program aksi kejelasan lanjutan pemutihan KUT; (vi) Isu Pengembangan dan Penerapan Teknologi dengan program aksi penghapusan bea masuk alat dan mesin pertanian sepanjanng tidak menghambat industri dalam negeri. Bidang Energi, program aksi yang dilaksanakan Kementerian Keuangan untuk menanggapi isu-isu yang berkembang antara lain: (i) Isu jaminan pasokan energi dengan program aksi merevisi Perpres 71 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM tertentu; Menerbitkan Perpres tentang proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap II; (ii) Isu sistem harga yang kompetitif dengan program aksi: Merevisi Perpres No. 104 Tahun 2003 tentang TDL PLN; Menyusun Roadmap rasionalisasi subsidi listrik; Menyusun Roadmap rasionalisasi subsidi BBM; (iii) Isu investasi dan kemandirian pengelolaan energi dengan program aksi memberikan insentif khusus (fiskal) untuk pelaksanaan optimalisasi produksi migas; memberikan insentif untuk pembangunan refinery baru; memberikan insentif fiskal bagi pengembangan CBM; sinkronisasi aturan dalam RPP tentang Cost Recovery dengan kontrak PSC termasuk masalah perpajakan; (iv) Isu renewable energy dengan program aksi: menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang insentif pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak; menerbitkan Perpres untuk penurunan pajak 5 persen dalam jangka waktu 15 tahun untuk PLTP (Panas Bumi).

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

43 Bidang Industri dan Jasa, program aksi yang dilaksanakan Kementerian Keuangan untuk menanggapi isu-isu yang berkembang antara lain: (i) Isu infrastruktur transport dengan program aksi operasional seluruh pihak berwenang di pelabuhan menjadi 24 jam sehari, 7 hari seminggu. (ii) Isu bank dan pendanaan dengan program aksi optimalisasi dan meningkatkan kemampuan LPEI sebagai lembaga pembiayaan ekspor (trade finance) (iii) Isu perpajakan dengan program aksi diperlukan UU tentang "Pengampunan Pajak" untuk semua lapisan wajib pajak; Amandemen UU PPN antara lain (Restitusi PPN bisa dilakukan setiap bulan; Pajak Masukan dalam masa belum produksi dapat dikreditkan seluruhnya dan tidak perlu dibayar kembali); Penghapusan VAT untuk industri media (kertas dan koran). Penyempurnaan KMK No 575 Tahun 2000 dan penerbitan peraturan percepatan restitusi pajak sehingga paling lambat 3 bulan. (iv) Isu Kepabeanan dengan program aksi : Review prosedur pemeriksaan bea cukai agar tidak terjadi pemeriksaan ganda; Percepatan operasionalisasi National Single Window; Transparansi dalam penetapan nilai pabean; Penghapusan PNBP dokumen untuk perusahaan Freight Forwarder; Jam kerja kepabeanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu; Reformasi kepabeanan melalui jalur prioritas dapat ditingkatkan dan diperluas kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan. (v) Isu Pasar dengan program aksi Review PP No. 34/1996 ttg BMAD & BM Imbalan. (vi) Isu bahan baku/struktur industry dengan program aksi: penetapan pajak ekspor untuk produkproduk mentah (bahan baku); pembebasan PPN atas bahan baku perak, crumb rubber, sheet dan crepe. (vii) Isu teknologi dengan program aksi : penyediaan anggaran R&D lebih besar oleh pemerintah dengan alokasi yang efektif dan efisien; insentif potongan PPh 5 persen bagi perusahaan yang melakukan R&D. (viii) Isu Pariwisata dengan program aksi: menghapus pajak barang mewah atas bahan makanan dan minuman; VAT dikembalikan kepada wisatawan; Insentif potongan PPh 5% bagi perusahaan yg melakukan pelatihan peningkatan mutu SDM. 3.1.1 Prioritas Nasional di Bidang Keuangan Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya saing bangsa, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (i) mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; (ii) memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri; (iii) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

44 pengetahuan; dan (iv) membangun infrastruktur yang maju; serta (v) melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara. Sektor keuangan dikembangkan agar senantiasa memiliki kemampuan di dalam menjaga stabilitas ekonomi dan membiayai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta mampu memiliki daya tahan terhadap kemungkinan gejolak krisis melalui implementasi sistem jaring pengaman sektor keuangan Indonesia, peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan`bank dan nonbank dalam pendanaan pembangunan terutama peningkatan akses pendanaan bagi keluarga miskin, baik di perdesaan maupun di perkotaan, serta peningkatan kualitas pertumbuhan perbankan nasional. Dengan demikian, setiap jenis investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, akan memeroleh sumber pendanaan yang sesuai dengan karakteristik jasa keuangan. Selain itu, semakin beragamnya lembaga keuangan akan memberikan alternatif pendanaan lebih banyak bagi seluruh lapisan masyarakat. Perbaikan pengelolaan keuangan negara bertumpu pada sistem anggaran yang transparan, bertanggung jawab, dan dapat menjamin efektivitas pemanfaatan. Dalam rangka meningkatkan kemandirian, peran pinjaman luar negeri dijaga pada tingkat yang aman. Sementara itu, sumber utama penerimaan dalam negeri yang berasal dari pajak, bea dan cukai terus ditingkatkan efektivitasnya. Kepentingan utama pembiayaan pemerintah adalah penciptaan pembiayaan pembangunan yang dapat menjamin kemampuan peningkatan pelayanan publik, baik di dalam penyediaan pelayanan dasar, prasarana dan sarana fisik serta ekonomi, maupun mendukung peningkatan daya saing ekonomi. Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. Perekonomian dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi yang memperhatikan kepentingan nasional sehingga terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat dan mendorong tercapainya penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan kebijakan perekonomian perlu memperhatikan secara cermat dinamika globalisasi, komitmen nasional di berbagai fora perjanjian ekonomi internasional, dan kepentingan nasional dengan mengutamakan kelompok masyarakat yang masih lemah, serta menjaga kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa. Dalam lima tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan dari 5,5 persen pada Tahun 2010 menjadi 7,5 persen pada Tahun 2014. Pertumbuhan ini secara rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir. Dalam kurun waktu 2004 2009, rata-rata pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,5 persen, sementara rata-rata pertumbuhan ekonomi selama Tahun 2010 - 2014 diperkirakan mencapai 6,7 persen. Optimisme ini muncul seiring dengan pemulihan ekonomi dunia yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya sekaligus pemulihan pada sektor keuangan. Secara nominal, nilai produk domestik bruto (PDB) akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Setiap tahunnya, sejak Tahun 2010 kenaikan nilai PDB nominal mencapai lebih dari 800 triliun rupiah, sehingga pada Tahun 2014 nilai PDB nominal berada pada kisaran 10.000

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

45 triliun rupiah. Nilai ini hampir mendekati dua kali lipat nilai PDB Tahun 2009. Meningkatnya nilai PDB ini tidak terlepas dari peranan semua komponen yang mendukung dan memberikan kontribusi pada PDB seperti konsumsi, ivestasi, ekspor dan impor. Perekonomian dunia yang membaik juga memberikan andil bagi peningkatan produksi dalam negeri. Pendapatan masyarakat dunia yang meningkat sebagai imbas dari perbaikan ekonomi dunia akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa, yang pada gilirannya akan mendongkrak ekspor negara kita ke beberapa negara lain di dunia. Peningkatan ekspor ini akan merangsang aktivitas ekonomi domestik dalam meningkatkan dan memperluas produksi sehingga daya tarik negara kita terhadap para investor asing akan semakin meningkat. Iklim investasi yang semakin kondusif, stabilitas ekonomi yang terjaga serta kebijakan ekonomi yang pruden menjadi nilai tambah tersendiri dalam menarik investasi baik asing maupun domestik. Peningkatan investasi ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan penduduk dan akhirnya akan berakibat pada peningkatan konsumsi. Kondisi perekonomian yang semakin membaik dan stabilitas harga yang terjaga akan mampu mengerem gejolak kenaikan harga-harga komoditas. Hal ini berakibat pada tingkat inflasi lima tahun ke depan. Pada Tahun 2010 inflasi nasional diperkirakan mencapai 5 persen sedikit lebih tinggi dari perkiraan inflasi Tahun 2009. Namun dalam perjalanannya, sejalan dengan inflation targeting, tingkat inflasi ini mengalai penurunan sehingga pada Tahun 2014 dapat mencapai kisaran 3,5 - 4 persen. Setelah menembus angka Rp12.000 per US$1 pada Maret 2009, secara perlahan rupiah terus mengalami apresiasi dan pada Oktober 2009 nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp9.500 per UD$1. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung hingga akhir Tahun 2009 sehingga selama Tahun 2009 ratarata nilai tukar rupiah sebesar Rp10.500 per US$1. Dalam lima tahun ke depan, sejalan dengan situasi ekonomi dan keuangan yang semakin stabil dan tingkat inflasi yang terjaga, nilai tukar rupiah tidak akan mengalami fluktuasi dan berada pada kisaran Rp10.000 per US$1. Stabilnya nilai tukar ini akan berdampak positif pada perdagangan dunia dan produk Indonesia di pasar internasional akan semakin kompetitif. Perbaikan kondisi ekonomi Tahun 2009 berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan. Hampir semua indikator ekonomi seperti inflasi, nilai tukar rupiah, indeks harga saham dan harga-harga komoditas mengarah pada satu titik perbaikan. Sampai dengan akhir September 2009, inflasi nasional mencapai 2,8 persen (yoy), indeks haraga saham mengalami kenaikan hingga mencapai 2.500 dan rupiah mengalami penguatan. Terjaganya indikator-indikator ini memberikan cukup ruang bagi Bank Indonesia untuk menyesuaikan kembali tingkat suku bunganya. Sampai dengan akhir Tahun 2009, suku bunga SBI 3 bulan diproyeksikan mencapai 7,5 persen. Pada Tahun 2010, SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 6,5 persen, lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dalam lima tahun ke depan, sejalan dengan membaiknya indikator ekonomi, secara bertahap suku bunga SBI 3 bulan ini akan menurun hingga mencapai 5 persen pada Tahun 2014. Krisis global yang melanda dunia, berdampak pula pada menurunnya jumlah lapangan kerja. Dan masalah pengangguran merupakan permasalahan klasik tiap negara. Pada Tahun 2009 angka pengangguran di Indonesai, meskipun belum sesuai rencana, telah mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dengan semakin meningkatnya investasi di

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

46 dalam negeri, makin luasnya lapangan kerja yang terbentuk, dan makin mudahnya akses penduduk terhadap sumber-sumber ekonomi, maka penurunan tingkat pengangguran diperkirakan masih tetap berlangsung pada tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu, untuk periode Tahun 2010-2014 pemerintah menargetkan penurunan angka pengangguran secara bertahap dari 8 persen pada 2010 persen menjadi 5 persen pada Tahun 2014. Seperti halnya pengangguran, kemiskinan juga menjadi salah satu permasalahan dan tantangan berat yang perlu segera dicari jalan keluarnya. Menurut data historis, selama periode 2006-2009 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yang cukup drastis dari 39,3 juta orang pada 2006 menjadi 32,53 juta orang pada Tahun 2009 atau tingkat pengangguran menurun dari 17,75 persen pada 2006 menjadi 14,15 persen pada Tahun 2009. Dalam lima tahun ke depan sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah Tahun 2010 - 2014, angka kemiskinan ini diproyeksikan mengalami penurunan lebih lanjut. Pada Tahun 2010 tingkat kemiskinan diperkirakan mencapai 13 persen dan pada Tahun 2014 pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan berada pada kisaran 8,5 persen. PRIORITAS NASIONAL Visi dan Misi pemerintah 2009-2014, perlu dirumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah program aksi prioritas sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya. Sebelas Program aksi di bawah ini dipandang mampu menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara di masa mendatang. Sebagian besar sumber daya dan kebijakan akan diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari 11 prioritas nasional yaitu: (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan usaha; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan paska konflik; serta (11) kebudayaan, kretivitas, dan inovasi teknologi. Prioritas 1: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik. Oleh karena itu, substansi inti dari reformasi birokrasi dan tata kelola adalah : 1. Struktur: Konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga yang menangani aparatur negara yaitu Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada 2010; restrukturisasi lembaga pemerintah lainnya, seperti di bidang keberdayaan UMKM, pengelolaan energi, pemanfaatan sumber daya kelautan, restrukturisasi BUMN, hingga pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat banyak selambat-lambatnya 2014.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

47 2. Otonomi daerah: Penataan otonomi daerah melalui: 1) Penghentian/pembatasan pemekaran wilayah; 2) Peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah; dan 3) penyempurnaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Sumber daya manusia: Penyempurnaan pengelolaan PNS yang meliputi sistem rekrutmen, pendidikan, penempatan, promosi, dan mutasi PNS secara terpusat selambat-lambatnya 2011. Regulasi: Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangan di tingkat pusat maupun daerah hingga tercapai keselarasan arah dalam implementasi pembangunan, diantaranya penyelesaian kajian 12.000 peraturan daerah selambatlambatnya 2011. Sinergi antara pusat dan daerah: Penetapan dan penerapan sistem Indikator Kinerja Utama Pelayanan Publik yang selaras antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penegakan Hukum: Peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum oleh seluruh lembaga dan aparat hukum. Data Kependudukan: Penetapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan pengembangan Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan aplikasi pertama pada Kartu Tanda Penduduk selambat-lambatnya pada 2011.

3. 4.

5. 6. 7.

Prioritas 2: Pendidikan Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan 2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Akses pendidikan dasar-menengah: Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar dari 95% di 2009 menjadi 96% di 2014 dan APM pendidikan setingkat SMP dari 73% menjadi 76% dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan setingkat SMA dari 69% menjadi 85%; Pemantapan/rasionalisasi implementasi BOS, penurunan harga buku standar di tingkat sekolah dasar dan menengah sebesar 30-50% selambat-lambatnya 2012 dan penyediaan sambungan internet ber-content pendidikan ke sekolah tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat sekolah dasar. Akses pendidikan tinggi: Peningkatan APK pendidikan tinggi dari 18% di 2009 menjadi 25% di 2014. Metodologi: Penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya bahasa Indonesia melalui penyesuaian sistem Ujian Akhir Nasional pada 2011 dan penyempurnaan kurikulum sekolah dasar-menengah sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014.

2. 3.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

48 4. Pengelolaan: Pemberdayaan peran Kepala Sekolah sebagai manager sistem pendidikan yang unggul, revitalisasi peran Pengawas Sekolah sebagai entitas quality assurance, mendorong aktivasi peran Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran, dan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten. Kurikulum: Penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat. nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan (diantaranya mengembangkan model link and mach.)

5.

Prioritas 3: Kesehatan Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak hanya kuratif, melalui peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan diantaranya dengan perluasan penyediaan air bersih, pengurangan wilayah kumuh sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan angka harapan hidup dari 70,6 tahun pada 2009 menjadi 72,0 tahun pada 2014, dan pencapaian keseluruhan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Program kesehatan masyarakat: Pelaksanaan Program Kesehatan Preventif Terpadu yang meliputi pemberian imunisasi dasar kepada 90% balita pada 2014; Penyediaan akses sumber air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas yang menjangkau 75% penduduk sebelum 2014; Penurunan tingkat kematian ibu saat melahirkan dari 307 per 100.000 kelahiran pada 2008 menjadi 118 pada 2014, serta tingkat kematian bayi dari 34 per 1.000 kelahiran pada 2008 menjadi 24 pada 2014. Program KB: Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010-2014. Sarana kesehatan: Ketersediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional di minimal 5 kota besar di Indonesia dengan target 3 kota pada 2012 dan 5 kota pada 2014. Obat: Pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional sebagai dasar pengadaan obat di seluruh Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek pada 2010. Asuransi Kesehatan Nasional: Penerapan Asuransi Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada 2011 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara 2012-2014.

2. 3.

4. 5.

Prioritas 4: Penanggulangan Kemiskinan Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8-10% pada 2014 dan perbaikan distribusi perawatan dengan pelindungan sosial yang berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah. Oleh karena itu, substansi inti program aksi penanggulangan kemiskinan adalah sebagai berikut: 1. Bantuan Sosial Terpadu: Integrasi program perlindungan sosial berbasis keluarga yang mencakup program Bantuan Langsung Tunai (BLT) baik yang bersifat insidensial atau

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

49 kepada kelompok marginal, program keluarga harapan, bantuan pangan, jaminan sosial bidang kesehatan, beasiswa bagi anak keluarga berpendapatan rendah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan Parenting Education mulai 2010 dan diperluas menjadi program nasional mulai 20112012. PNPM Mandiri: Penambahan anggaran PNPM Mandiri dari Rp 10,3 trilyun pada 2009 menjadi Rp 12,1 trilyun pada 2010, pemenuhan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Rp 3 milyar per kecamatan untuk minimal 30% kecamatan termiskin di pedesaan, dan integrasi secara selektif PNPM Pendukung. Kredit Usaha Rakyat (KUR): Pelaksanaan penyempurnaan mekanisme penyaluran KUR mulai 2010 dan perluasan cakupan KUR mulai 2011. Tim Penanggulangan Kemiskinan: Revitalisasi Komite Nasional Penanggulangan Kemiskinan di bawah koordinasi Wakil Presiden, penggunaan unified database untuk penetapan sasaran program mulai 2009-2010, dan penerapan sistem monitoring dan evaluasi yang akurat sebagai dasar keputusan dan alokasi anggaran.

2.

3. 4.

Prioritas 5: Ketahanan Pangan Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar 115-120 pada 2014. Oleh karena itu, substansi inti program aksi ketahanan pangan adalah sebagai berikut: 1. Lahan, Pengembangan Kawasan dan Tata Ruang Pertanian: Penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian, pengembangan areal pertanian baru seluas 2 juta hektar, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar. Infrastruktur: Pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan, pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan sistem informasi nasional yang melayani daerahdaerah sentra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya. Penelitian dan Pengembangan: Peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil peneilitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi. Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi: Dorongan untuk investasi pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau. Pangan dan Gizi: Peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui pola pangan harapan.

2.

3.

4.

5.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

50 6. Adaptasi Perubahan Iklim: Pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim.

Prioritas 6: Infrastruktur Pembangunan infrastruktur nasional yang memiliki daya dukung dan daya gerak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dan mengutamakan kepentingan masyarakat umum di seluruh bagian negara kepulauan Republik Indonesia dengan mendorong partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang infrastruktur adalah sebagai berikut: 1. Tanah dan tata ruang: Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan tata ruang secara terpadu. Jalan: Penyelesaian pembangunan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua sepanjang total 19.370 km pada 2014. Perhubungan: Pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antar-moda dan antar-pulau yang terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda dan penurunan tingkat kecelakaan transportasi sehingga pada 2014 lebih kecil dari 50% keadaan saat ini. Perumahan rakyat: Pembangunan 685.000 Rumah Sederhana Sehat Bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas pendukung kawasan permukiman yang dapat menampung 836.000 keluarga yang kurang mampu pada 2012. Pengendalian banjir: Penyelesaian pembangunan prasarana pengendalian banjir, diantaranya Banjir Kanal Timur Jakarta sebelum 2012 dan penanganan secara terpadu Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo sebelum 2013. Telekomunikasi: Penuntasan pembangunan jaringan serat optik di Indonesia bagian timur sebelum 2013 dan maksimalisasi tersedianya akses komunikasi data dan suara bagi seluruh rakyat. Transportasi perkotaan: Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan) sesuai dengan Cetak Biru Transportasi Perkotaan, termasuk penyelesaian pembangunan angkutan kereta listrik di Jakarta (MRT dan Monorail) selambatlambatnya 2014.

2. 3.

4.

5.

6. 7.

Prioritas 7: Iklim Investasi dan Iklim Usaha Peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang iklim investasi dan iklim usaha adalah sebagai berikut: 1. Kepastian hukum: Reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah sehingga terjadi harmonisasi peraturan perundang-undangan yang tidak menimbulkan ketidakjelasan dan inkonsistensi dalam implementasinya.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

51 2. Penyederhanaan prosedur: Penerapan sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik (SPSIE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota yang dimulai di Batam, pembatalan perda bermasalah dan pengurangan biaya untuk memulai usaha seperti Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Logistik nasional: Pengembangan dan penetapan Sistem Logistik Nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi/ekonomi biaya tinggi. Percepatan realisasi proses penyelesaian bea cukai di luar pelabuhan dengan implementasi tahap pertama Custom Advanced Trade System (CATS) di dry port Cikarang. Sistem informasi: Beroperasinya secara penuh National Single Window (NSW) untuk impor (sebelum Januari 2010) dan ekspor. KEK: Pengembangan KEK di 5 lokasi melalui skema Public-Private Partnership sebelum 2012. Kebijakan ketenagakerjaan: Sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha dalam rangka penciptaan lapangan kerja.

3.

4. 5. 6.

Prioritas 8: Energi Pencapaian ketahanan energi nasional yang menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional melalui restrukturisasi kelembagaan dan optimasi pemanfaatan energi alternatif seluas-luasnya. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang energi adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan: Pengambilan kewenangan atas kebijakan energi ke dalam Kantor Presiden untuk memastikan penanganan energi nasional yang terintegrasi sesuai dengan Rencana Induk Energi Nasional. Restrukturisasi BUMN: Transformasi dan konsolidasi BUMN bidang energi dimulai dari PLN dan Pertamina yang selesai selambat-lambatnya 2010 dan diikuti oleh BUMN lainnya. Kapasitas energi: Peningkatan kapasitas pembangkit listrik sebesar rata-rata 3.000 MW per tahun mulai 2010 dengan rasio elektrifikasi yang mencakup 62% pada 2010 dan 80% pada 2014; dan produksi minyak bumi sebesar lebih dari 1,2 juta barrel per hari mulai 2014. Energi alternatif: Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi alternatif geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada 2014 dan dimulainya produksi coal bed methane untuk membangkitkan listrik pada 2011 disertai pemanfaatan potensi tenaga surya, microhydro, dan nuklir secara bertahap. Hasil ikutan dan turunan minyak bumi/gas: Revitalisasi industri pengolah hasil ikutan/turunan minyak bumi dan gas sebagai bahan baku industri tekstil, pupuk dan industri hilir lainnya. Konversi menuju penggunaan gas: Perluasan program konversi minyak tanah ke gas sehingga mencakup 42 juta Kepala Keluarga pada 2010; penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan di Palembang, Surabaya, dan Denpasar.

2. 3.

4.

5. 6.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

52 Prioritas 9: Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Konservasi dan pemanfaatan lingkungan hidup mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang keberlanjutan, disertai penguasaan dan pengelolaan risiko bencana untuk mengantisipasi perubahan iklim. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana adalah sebagai berikut: 1. Perubahan iklim: Peningkatan keberdayaan pengelolaan lahan gambut, peningkatan hasil rehabilitasi seluas 500,000 ha per tahun, dan penekanan laju deforestasi secara sungguh-sungguh diantaranya melalui kerjasama lintas kementerian terkait serta optimalisasi dan efisiensi sumber pendanaan seperti dana Iuran Hak Pemanfaatan Hutan (IHPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi. 2. Pengendalian Kerusakan Lingkungan: Penurunan beban pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi di 680 kegiatan industri dan jasa pada 2010 dan terus berlanjut; Penurunan jumlah hotspot kebakaran hutan sebesar 20% per tahun dan penurunan tingkat polusi keseluruhan sebesar 50% pada 2014; Penghentian kerusakan lingkungan di 11 Daerah Aliran Sungai yang rawan bencana mulai 2010 dan seterusnya. 3. Sistem Peringatan Dini: Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem Peringatan Dini Cuaca (MEWS) mulai 2010 dan seterusnya, serta Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada 2013. 4. Penanggulangan bencana: Peningkatan kemampuan penanggulangan bencana melalui: 1) penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha mitigasi risiko serta penanganan bencana dan bahaya kebakaran hutan di 33 propinsi, dan 2) pembentukan tim gerak cepat (unit khusus penanganan bencana) dengan dukungan peralatan dan alat transportasi yang memadai dengan basis di dua lokasi strategis (Jakarta dan Malang) yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Prioritas 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik Program aksi untuk daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik ditujukan untuk pengutamaan dan penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar serta keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pasca-konflik dengan substansi inti sebagai berikut: 1. Kebijakan: Pelaksanaan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya yang dapat mendorong pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik selambat-lambatnya dimulai pada 2011. 2. Kerjasama internasional: Pembentukan kerjasama dengan negara-negara tetangga dalam rangka pengamanan wilayah dan sumber daya kelautan. 3. Keutuhan wilayah: Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

53 4. Daerah tertinggal: Pengentasan daerah tertinggal di sedikitnya 50 kabupaten paling lambat 2014.

Prioritas 11: Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi Pengembangan dan perlindungan kebhinekaan budaya, karya seni, dan ilmu serta apresiasinya, untuk memperkaya khazanah artistik dan intelektual bagi tumbuh-mapannya jati diri dan kemampuan adaptif kompetitif bangsa yang disertai pengembangan inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dilandasi oleh keunggulan Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan. Oleh karena itu, substansi inti program aksi bidang kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Perawatan: Penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan Cagar Budaya, revitalisasi museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia sebelum Oktober 2011. Sarana: Penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012. Penciptaan: Pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan Penelitian, Penciptaan dan Inovasi dan memudahkan akses dan penggunaannya oleh masyarakat luas. Kebijakan: Peningkatan perhatian dan kesertaan Pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya. Inovasi Teknologi: Peningkatan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif yang mencakup pengelolaan sumber daya maritim menuju ketahanan energi, pangan, dan antisipasi perubahan iklim; dan pengembangan penguasaan teknologi dan kreativitas pemuda.

5.

Terkait dengan 11 Prioritas Nasional diatas, sesuai dengan Tugas dan Fungsinya, Kementerian Keuangan mendukung 3 (tiga) Prioritas Nasional yaitu: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Ketahanan Pangan; dan (3) Iklim Investasi dan Iklim Usaha. Untuk mendukung Prioritas Nasional Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola pada Substansi Inti Otonomi daerah tentang Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Penggunaan Dana Perimbangan Daerah, Kementerian Keuangan melaksanakan Kegiatan Prioritas Nasional Perumusan Kebijakan, Bimbingan Teknis, dan Pengelolaan Transfer Ke Daerah. Indikator Kinerja Kegiatan tersebut adalah (1) Persentase ketepatan jumlah penyaluran jumlah dana transfer ke daerah dan (2) Ketepatan waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah. Selain itu, pada Substansi Inti Regulasi tentang Percepatan Harmonisasi dan Sinkronisasi Peraturan Perundangan di Tingkat Pusat maupun Daerah hingga Tercapai Keselarasan Arah Dalam Implementasi Pembangunan, diantaranya Penyelesaian Kajian 12.000 Peraturan Daerah selambat-lambatnya 2011, Kementerian Keuangan melaksanakan Kegiatan Prioritas Nasional Perumusan Kebijakan, Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi di bidang Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Indikator Kinerja Kegiatan tersebut adalah (1) Persentase jumlah kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

54 diimplementasikan; dan (2) Realisasi janji pelayanan evaluasi Perda/Raperda PDRD ke pihak eksternal dalam bentuk rekomendasi Menteri Keuangan. Kementerian Keuangan dalam mendukung Prioritas Nasional Ketahanan Pangan pada Substansi Inti Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi tentang Dorongan untuk investasi pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau. Kegiatan Prioritas Nasional yang dilaksanakan yaitu: pertama, Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL) dengan Indikator Kinerja Kegiatannya adalah Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Lain-lain (BSBL) yang lengkap dan tepat waktu. Kedua, Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) dengan Indikator Kinerja Kegiatannya adalah (1) Pengalokasian belanja pemerintah pusat yang tepat waktu dan efisien; dan (2) Penyediaan Anggaran secara tepat waktu dan tepat jumlah untuk menunjang program dibidang pangan, pertanian, dan industri pedesaan sesuai dengan persetujuan. Kementerian Keuangan mendukung Prioritas Nasional Iklim Investasi dan Iklim Usaha pada 3 (tiga) Substansi Inti yaitu: (1) Logistik Nasional, (2) Sistem informasi dan (3) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pertama, pada Substansi Inti Logistik Nasional tentang Pengembangan dan penetapan Sistem Logistik Nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi/ekonomi biaya tinggi, Kementerian Keuangan melaksanakan Kegiatan Prioritas Nasional Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Fasilitas Bidang Kepabeanan dengan Indikator Kinerja Kegiatan yaitu (1) Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas pembebasan dan keriganan bea masuk; (2) Persentase realisasi janji layanan public terkait pemberian fasilitas pertambangan; (3) Persentase realisasi janji layanan public terkait pemberian tempat penimbunan berikat (TPB); dan Persentase penyelesaian rancangan PMK dan aturan pelaksanaan lainnya terkait sistem pelayanan kepabeanan yang menunjang Sistem Logistik Nasional (Customs Advance Trade System). Kedua, pada Substansi Inti Sistem Informasi tentang Beroperasinya secara penuh National Single Window (NSW) untuk impor (sebelum Januari 2010) dan ekspor, Kegiatan Prioritas Nasional yang dilaksanakan Kementerian Keuangan yaitu Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai dengan Indikator Kinerja Kegiatannya adalah Persentase sistem aplikasi dan infrastruktur TI yang sesuai dengan proses bisnis DJBC. Ketiga, pada Substansi Inti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tentang Pengembangan KEK di 5 lokasi melalui skema Public-Private Partnership sebelum 2012, Kementerian Keuangan melaksanakan 2 (dua) Kegiatan Prioritas Nasional yaitu (1) Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, PPSP, dan Bea Materai; dan (2) Perumusan kebijakan di bidang PPh dan perjanjian kerjasama perpajakan internasional. Adapun Indikator Kinerja Kegiatan Prioritas tersebut yaitu Persentase penyelesaian usulan pembuatan/revisi peraturan perundangan terhadap peraturan perundangan yang harus dibuat/direvisi.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

55 PRIORITAS BIDANG EKONOMI Pembangunan bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai permasalahan dan tantangan di berbagai bidang dan pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu pembangunan bidang ekonomi harus dilaksanakan secara sinergi dengan bidang-bidang yang lain untuk mencapai peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka penciptaan peningkatan kesejahteraan rakyat, dalam RPJM 2010-2014 elemen-elemen utama pembangunan di bidang ekonomi yang harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh adalah : (1) pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; (2) penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh; serta (3) pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertumbuhan ekononomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan terjadinya peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi suatu negara. Peningkatan tersebut akan mendorong pada terbukanya kesempatan kerja baru bagi rakyat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang positif memungkinkan suatu negara untuk meningkatkan teknologi dan kemampuannya melakukan akumulasi modal (baik fisik maupun modal sumber daya manusia) yang kemudian akan berdampak positif pada produktivitas. Terbukanya lapangan pekerjaan baru dan peningkatan produktivitas pada akhirnya berimplikasi positif pada penghasilan yang diterima rakyat. Bila hal ini berlangsung berkelanjutan, tingkat kesejahteraan rakyat akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat didorong dari dua sisi, yakni sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan ada empat komponen utama di dalamnya yang perlu mendapatkan perhatian. Yang pertama adalah Investasi yang memegang peranan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi. Terciptanya akumulasi modal dapat meningkatkan produktivitas seiring dengan tingkat investasi yang tinggi. Oleh karena kebutuhan investasi masih belum mampu dipenuhi oleh penanaman modal dalam negeri, maka usaha untuk menarik investasi asing masuk Indonesia masih harus terus dilakukan, terutama melalui usaha perbaikan iklim investasi yang terus-menerus. Selain itu, investasi masih terpusat pada daerah dan industri tertentu. Dengan demikian, langkah kebijakan diversifikasi dan penyebaran investasi harus secara intensif dilakukan, disesuaikan dengan potensi atau sumber daya spesifik yang dimiliki daerah atau industri. Yang kedua adalah Ekspor yang juga merupakan sumber bagi pertumbuhan ekonomi. Dari waktu ke waktu kinerja ekspor Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Namun peningkatan kinerja masih didominasi oleh ekspor oleh bahan mentah yang sangat dipengaruhi oleh peningkatan harga di pasar internasional. Bersamaan dengan meningkatnya persaingan di pasar global, peningkatan ekspor hendaknya dilakukan pada komoditi-komoditi yang mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar. Hal ini bisa dilakukan jika biaya logistik mampu dikurangi secara berarti. Kondisi infrastruktur yang kurang memadai, banyaknya pungutan liar, dan peraturan yang rumit menyebabkan tingginya biaya operasional yang harus dibayar oleh para pengusaha bila dibandingkan dengan yang terjadi di negara lain. Akibatnya nilai tambah dan daya saing ekspor Indonesia menjadi rendah.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

56 Ketiga, Kebijakan Menjaga Daya Beli. Daya beli rakyat akan dapat ditingkatkan apabila pendapatan masyarakat mengalami peningkatan. Selain itu, masyarakat akan merasa sejahtera ketika dapat membeli kebutuhan sehari-hari dengan mudah. Hal ini tidak dapat terjadi bila harga meningkat tiba-tiba, sementara penghasilannya tetap (daya beli rakyat turun). Oleh karena itu dalam menjaga daya beli rakyat, salah satu langkah kebijakan yang perlu dilakukan adalah menjaga tingkat inflasi. Oleh sebab itu pula pemerintah harus lebih proaktif mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang ada yang mempengaruhi inflasi, terutama yang terkait dengan proses distribusi dan pergerakan harga di pasar internasional. Bila daya beli terjaga, tingkat konsumsi rakyat juga akan terjaga, yang kemudian akan mendukung pula terciptanya pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi penting, terutama bila mengingat masih tingginya kontribusi konsumsi rumah tangga bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Keempat adalah Optimalisasi Pengeluaran Pemerintah. Meski tidak besar perannya, tetapi pengeluaran pemerintah memiliki peran yang tidak kalah penting bila dibandingkan dengan komponen pertumbuhan ekonomi lainnya, terutama di saat terjadi ancaman resesi ekonomi seperti yang terjadi saat ini. Pemberian stimulus fiskal diharapkan dapat mendorong peningkatan permintaan, menutupi penurunan permintaan akibat turunnya investasi dan ekspor. Namun perlu menjadi perhatian, terkait dengan pengeluarannya, pemerintah dibatasi oleh ketersediaan anggaran yang dimiliki. Bila pengeluaran terlalu besar, defisit anggaran akan menjadi membesar dan dapat mengancam keberlangsungan kebijakan fiskal ke depan. Di sisi lain, pengeluaran yang terlalu besar juga dapat mengurangi porsi konsumsi dan investasi swasta dalam perekonomian (crowding out effect). Untuk itu pemerintah perlu mengoptimalkan pengeluarannya seefektif dan seefisien mungkin. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi akan diperoleh melalui peningkatan produksi. Sektor yang diharapkan menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi adalah sektor industri manufaktur. Hal ini dikarenakan sektor industri manufaktur dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar bila dibandingkan sektor industri berbasikan sumber daya alam, seperti sektor industri pertanian, kehutanan, atau pertambangan. Di luar sektor industri manufaktur, sektor industri pertanian, kehutanan, dan perikanan masih diandalkan dalam mendorong peningkatan produksi. Selain itu, sektor-sektor lain juga diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Stabilitas Ekonomi yang Kokoh Stabilitas ekonomi makro merupakan elemen kedua yang tidak kalah pentingnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan prasyarat bagi pertumbunan ekonomi. Perekonomian negara hanya dapat memberikan kinerja yang baik apabila didukung oleh kestabilan ekonomi yang kokoh. Volatilitas pada harga barang, tingkat suku bunga, tingkat pertumbuhan ekonomi, atau utang pemerintah dapat memberikan gangguan pada perekonomian, terutama sektor swasta, yang membutuhkan kepastian dalam menjalankan usahanya yang pada gilirannya akan menmpengaruhi kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh. Stabilitas harga dan stabilitas nilai tukar harus dapat dijaga. Gejolak harga yang tinggi selain mengurangi daya beli masyarakat juga akan menimbulkan ketidakpastian dalam berusaha. Nilai tukar yang befluktuasi juga akan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

57 menimbulkan ketidakpastian bagi kinerja sektor perdagangan karena ketika nilai tukar terlalu menguat daya saing ekspor akan menurun, dan sebaliknya ketika nilai tukar melemah perekonomian akan dihantam oleh tingginya harga impor. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut langkah kebijakan moneter harus dipertajam. Stabilitas ekonomi juga didukung oleh kebijakan fiskal yang berkelanjutan. Tingkat defisit atau hutang yang terlalu tinggi akan meningkatkan ketidakpercayaan swasta kepada pemerintah. Kebijakan anggaran defisit akan mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan, baik luar negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri maupun dari pinjaman dalam negeri dalam bentuk penerbitan surat berharga negara (SBN). Dengan kebijakan seperti ini resiko memegang obligasi negara semakin meningkat yang pada gilirannya mendorong tingginya yield yang harus dibayarkan pemerintah. Bila itu terjadi stabilitas makroekonomi dapat terganggu. Pengelolaan tingkat defisit anggaran dan utang yang baik (melalui debt switch atau buy back) yang ada dalam kebijakan fiskal yang berkelanjutan menjadi penting dalam menyokong terciptanya stabilitas makroekonomi. Stabilitas ekonomi juga sangat bergantung pada sektor kebijakan sektor keuangan. Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 berawal dari krisis di sektor keuangan yang selanjutnya memberikan pengaruh buruk pada seluruh bidang pembangunan. Krisis ekonomi dunia yang baru saja terjadi juga dipicu oleh krisis di sektor keuangan. Oleh karenanya, stabiilitas sektor keuangan ini harus menjadi fokus utama dalam mendukung stabilitas ekonomi yang kokoh. Pembangunan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas ekonomi akan menjadi kurang berarti apabila hanya dinikmati oleh sebagian kelompok masyarakat. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil rakyat yang menikmati peningkatan kesejahteraan rakyat sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembangunan bidang ekonomi. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan merupakan elemen penting yang menjamin pengembangan ekonomi dapat dinikmati oleh semua rakyat secara adil. Pembangunan ekonomi inklusif adalah pembangunan yang memberikan kesempatan pada seluruh anggota masyarakat untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam proses pertumbuhan ekonomi dengan status yang setara, terlepas dari latar belakang mereka. Dengan demikian, pembangunan ekonomi inklusif menciptakan kesempatan bagi semua dan memastikan akses yang sama terhadap kesempatan tersebut. Pencapaian pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan didukung oleh kebijakankebijakan pada sektor tenaga kerja, kemiskinan, dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Di sisi kebijakan tenaga kerja, kebijakan-kebijakan seperti pelatihan, pembekalan, pengembangan sekolah menengah kejuruan (SMK) dapat memberikan tambahan skill bagi tenaga kerja sehingga memudahkan untuk dapat mengisi lowongan kerja yang tersedia. Dengan begitu semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembangunan. Terkait dengan kebijakan pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan memiliki kaitan yang sangat erat. Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan dapat memiliki dampak positif terhadap agenda pengurangan kemiskinan. Hal ini dapat ditempuh melalui: (1) dampak pertumbuhan ekonomi akan meningkat ketika kesenjangan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

58 berhasil diatasi, (2) pembangunan ekonomi yang inklusif dapat meningkatkan efektivitas kebijakan pengurangan kemiskinan dengan memfokuskan pada penciptaan dan pemberian akses yang sama pada kesempatan kerja. Dengan begitu, mereka yang selama ini miskin karena tidak pernah mendapat kesempatan, dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk keluar dari kemiskinan. Sebaliknya, kebijakan pengurangan kemiskinan melalui pemberian bantuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar (pendidikan, kesehatan) juga akan memberikan dukungan pada terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Disamping kebijakan di ketenagakerjaan dan kebijakan dalam pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan harus didukung oleh kebijakan UKM untuk pengembangan UKM. Dengan keterbatasan sektor formal untuk menampung tenaga kerja, kesempatan bagi mereka yang tidak tertampung untuk turut serta dalam proses pembangunan adalah melalui sektor-sektor informal. Oleh sebab itu pengembangan UKM penting dilakukan, baik pengembangan yang dilakukan untuk mentasi permasalahan yang terkait dengan keterbatasan dana maupun peningkatan kemampuan sumber daya SDM dalam bentuk pemberian pelatihan-pelatihan yang memungkinkan UMKM dapat berkembang dengan kemampuannya sendiri. Selama Lima tahun kedepan, dalam rangka melaksanakan prioritas pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan stabilitas yang kokoh serta pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, Kementerian Keuangan mendukung 3 (tiga) prioritas bidang ekonomi yaitu: (1) Prioritas Optimalisasi Pengeluaran Pemerintah; (2) Prioritas Pengelolaan APBN yang Berkelanjutan; dan (3) Stabilitas Sektor Keuangan. Prioritas Optimalisasi Pengeluaran Pemerintah, terdiri dari 4 (empat) fokus prioritas yaitu: 1. 2. 3. 4. Optimalisasi anggaran belanja pemerintah pusat. Pengelolaan perimbangan keuangan. Pengelolaan perbendaharaan negara. Pengelolaan barang milik negara dan kekayaan negara.

Fokus Prioritas 1: Optimalisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Fokus Prioritas Optimalisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dalam RPJMN 2010-2014 mempunyai sasaran menjamin terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah, melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: a. Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) b. Pengembangan Sistem Penganggaran c. Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL) Fokus Prioritas 2: Pengelolaan Perimbangan Keuangan Fokus Prioritas Pengelolaan Perimbangan Keuangan dalam RPJMN 2010-2014 mempunyai sasaran yaitu: (1) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan hubungan keuangan antara

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

59 Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; dan (2) Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai peraturan perundang-undangan, transparan, kredibel, akuntabel, dan profesional dalam pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang akan dicapai melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pembiayaan dan kapasitas daerah. b. Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan pengelolaan transfer ke Daerah. c. Perumusan kebijakan bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). d. Perumusan kebijakan, pemantauan dan evaluasi di bidang pendanaan daerah dan ekonomi daerah, penyusunan laporan keuangan transfer ke daerah, serta pengembangan sistem informasi keuangan daerah. Fokus Prioritas 3: Pengelolaan Perbendaharaan Negara Fokus Prioritas Pengelolaan Perbendaharaan Negara dalam RPJMN 2010-2014 mempunyai sasaran meningkatkan pengelolaan keuangan negara secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan, melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: a. b. c. d. Pembinaan Pelaksanaan Anggaran dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Peningkatan Pengelolaan Kas Negara Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman. Penyelenggaraan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran.

Fokus Prioritas 4: Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara Fokus Prioritas Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara dalam RPJMN 20102014 mempunyai sasaran terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder, yang akan ditempuh melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan Barang Milik Negara. b. Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan. c. Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan Kekayaan Negara Lain-Lain. Prioritas Pengelolaan APBN yang Berkelanjutan, terdiri dari 2 (dua) fokus prioritas yaitu: 1. 2. Perumusan kebijakan fiskal, pengelolaan pembiayaan anggaran dan pengendalian resiko. Peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

60 Fokus Prioritas 1: Perumusan kebijakan fiskal, Pengelolaan Pembiayaan Anggaran dan Pengendalian Resiko Fokus Prioritas Perumusan Kebijakan Fiskal, Pengelolaan Pembiayaan Anggaran dan Pengendalian Resiko dalam RPJMN 2010-2014 mempunyai sasaran yaitu: (1) Terwujudnya kebijakan fiskal yang sustainable dengan beban risiko fiskal yang terukur dalam rangka stabilisasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian; (2) Terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah; dan (3) Mengoptimalkan pengelolaan utang pemerintah, baik yang berasal dari Surat Berharga Negara maupun pinjaman dengan biaya dan tingkat risiko yang terkelola dengan baik untuk mendukung kesinambungan fiskal. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Perumusan Kebijakan APBN Pengelolaan Risiko Fiskal dan Sektor Keuangan Perumusan Kebijakan Ekonomi Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai dan PNBP Penyusunan Rancangan APBN Pengelolaan Pinjaman Pengelolaan Surat Utang Negara Pengelolaan Pembiayaan Syariah Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Utang.

Fokus Prioritas 2: Peningkatan dan Optimalisasi Penerimaan Negara Fokus Prioritas Peningkatan dan Optimalisasi Penerimaan Negara dalam RPJMN 2010-2014 mempunyai sasaran yaitu: (1) Terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah; (2) Peningkatan penerimaan pajak negara yang optimal; dan (3) Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan, melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: Pengelolaan PNBP dan subsidi Peningkatan efektivitas pemeriksaan, optimalisasi pelaksanaan penagihan Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, PPSP, dan Bea Materai Perumusan kebijakan di bidang PPh, dan perjanjian kerjasama perpajakan internasional Peningkatan kualitas pelayanan serta efektivitas penyuluhan dan kehumasan Perencanaan, pengembangan, dan evaluasi di bidang teknologi, komunikasi dan informasi perpajakan g. Pelaksanaan reformasi proses bisnis a. b. c. d. e. f.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

61 h. Pengelolaan data dan dokumen Perpajakan i. Perumusan Kebijakan dan Peningkatan Pengelolaan Penerimaan Bea dan Cukai j. Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai k. Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Bidang Kepabeanan l. Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Fasilitas Bidang Kepabeanan m.Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelijen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai n. Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di daerah Prioritas Stabilitas Sektor Keuangan, dengan Fokus Prioritas Peningkatan Ketahanan dan Daya Saing Sektor Keuangan yang mempunyai sasaran yaitu: (1) Terwujudnya Bapepam-LK sebagai lembaga yang memgang teguh prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, independensi dan integritas; dan (2) Terwujudnya industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank sebagai penggerak perkonomian nasional dan berdaya saing global. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: a. Perumusan Peraturan, Penetapan Sanksi dan Pemberian Bantuan Hukum b. Riset Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank serta Pengembangan Teknologi Informasi c. Pemeriksaan dan penyidikan di bidang Pasar Modal d. Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pengelolaan Investasi e. Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Transaksi dan Lembaga Efek f. Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Jasa g. Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Riil h. Pengaturan dan Pengawasan di bidang Lembaga Pembiayaan dan Penjaminan i. Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan bidang Perasuransian j. Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Bidang Dana Pensiun 3.1.2 Arah Kebijakan dan Strategi Fiskal Stabilitas ekonomi dijaga melalui pelaksanaan sinergi kebijakan moneter yang berhati-hati serta kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Stabilitas ekonomi akan didukung dengan reformasi struktural di berbagai bidang diantaranya reformasi administrasi dan kebijakan di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai. Kebijakan di bidang fiskal diarahkan pada: (i) menyeimbangkan antara peningkatan alokasi anggaran termasuk alokasi kebutuhan stimulasi dengan tetap memperhatikan kesinambungan fiskal; (ii) meningkatkan penerimaan negara terutama ditempuh melalui reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan dan kepabeanan, serta optimalisasi PNBP baik dari jenisnya maupun

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

62 perbaikan administrasinya; (iii) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara; (iv) meningkatkan pengelolaan pinjaman pemerintah. Adapun Strategi yang akan dilaksanakan di bidang fiskal adalah: (i) peningkatan penerimaan negara dan efisiensi belanja negara dengan tetap mengupayakan pemberian stimulus fiskal secara terbatas; (ii) pembiayaan defisit anggaran yang tidak menimbulkan crowding out pembiayaan sektor swasta; (iii) pemisahan secara jelas kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah yang diikuti dengan pendanaanya berupa belanja daerah, dan kaitannya dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; (iv) penajaman alokasi anggaran antara lain dengan realokasi belanja negara agar lebih terarah dan tepat sasaran; (v) penurunan rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB; (vi) sementara itu, untuk pinjaman dalam negeri, diupayakan tetap adanya ruang gerak yang cukup pada sektor swasta. 3.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN KEUANGAN

Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan pada dasarnya merupakan pedoman dalam penyusunan Sasaran Strategi dan Program APBN yang di kelompokkan dalam enam tema-Pendapatan Negara, Belanja Negara, Perbendaharaan Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan Negara, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank. Untuk menunjang pencapaian Sasaran Strategi dan Program yang dibagi dalam lima tema tersebut, disusun Sasaran Strategi dan Program Kementerian Keuangan lainnya yang pada hakekatnya merupakan pilar-pilar Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan yang menyangkut-Penataan Organisasi, Penyempurnaan Proses Bisnis, dan Pengembangan SDM, serta pengembangan Informasi dan Teknologi. 3.2.1 Arah Kebijakan dan Strategi APBN Untuk membantu pencapaian sasaran strategis nasional, Kementerian Keuangan mempunyai dua kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan selalu dikembangkan untuk analisa makro adalah : ? Pemantauan dini kondisi perekonomian Pemantauan dini kondisi perekonomian dilaksanakan terhadap perekonomian internasional dan perekonomian domestik. ? Executive Dashboard Economic Dalam rangka membantu pengambil kebijakan fiskal, diperlukan sebuah sistem pengembangan basis data indikator ekonomi dan keuangan untuk menjamin tersedianya data secara lengkap, akurat dan terkini sebagai bahan masukan dan pertimbangan. Mengingat begitu pentingnya basis data yang tersedia, maka penanganan data/informasi yang merupakan rangkaian kegiatan perlu diciptakan suatu sistem yang terintegrasi sehingga kebutuhan informasi yang cepat, tepat dan memenuhi syarat sesuai dengan yang diharapkan oleh siapa pun yang tergabung dalam organisasi. Basis data yang detil dan akurat pada akhirnya diharapkan menghasilkan sistem pengembangan basis data indikator ekonomi dan keuangan yang akurat dan dapat dipercaya. Oleh karena itu pada akhirnya analisis dari indikator-indikator kondisi ekonomi dan keuangan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

63 dimaksud dapat menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, BKF telah membentuk suatu sistem informasi bagi executive Kementerian Keuangan yaitu Economic Executive Dashboard yang berbasis aplikasi web (web based aplication). 3.2.1.1Pendapatan Negara Arah kebijakan di bidang pendapatan negara yaitu: (i) optimalisasi pendapatan negara, (ii) peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, (iii) mewujudkan keadilan dan perlindungan masyarakat, serta (iv) perbaikan citra baik terkait dengan layanan publik dalam rangka peningkatan pendapatan. Pencapaian keempat target tersebut secara sinergis menjadi landasan kuat bagi keseimbangan baru kapasitas fiskal Pemerintah yang sekaligus menunjukkan signifikansi peningkatan dari keseimbangan awal. Strategi di bidang perpajakan yang akan ditempuh melalui: (i) peningkatan kualitas pelayanan perpajakan; (ii) peningkatkan efektifitas penyuluhan; (iii) peningkatan efektifitas kehumasan; (iv) peningkatan efektifitas pengawasan WP non-filer; (v) peningkatan kepatuhan WP melalui pembetulan SPT; (vi) optimalisasi pelaksanaan ekstensifikasi termasuk memperbaiki basis perpajakan; (vii) optimalisasi pelaksanaan penagihan; (viii) peningkatan kegiatan intelijen perpajakan; (ix) peningkatan efektifitas pemeriksaan; (x) peningkatan efektifitas penyidikan; (xi) pelaksanaan reformasi kebijakan; dan (xii) pelaksanaan reformasi proses bisnis; (xiii) pelaksanaan reformasi organisasi; (xiv) pelaksanaan modernisasi teknologi komunikasi dan informasi; (xv) optimalisasi pengelolaan anggaran; (xvi) pengembangan sistem manajemen SDM berbasis kinerja dan kompetensi; dan (xvii) peningkatan pembinaan dan pengawasan SDM (xviii) memberikan insentif pada kegiatan usaha, daerah tertentu, serta komoditi strategis dalam rangka meningkatkan investasi dan ekspor, dan mempertahankan dan meningkatkan daya saing usaha di dalam negeri; (xix) meningkatkan Law Enforcement perpajakan. Strategi di bidang kepabeanan dan cukai yang akan ditempuh melalui: (i) membentuk organisasi DJBC yang modern; (ii) membentuk Authorized Economic Operator (AEO); (iii) mewujudkan sistem pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai yang efektif; (iv) mewujudkan sistem pembinaan dan latihan SDM yang didasarkan pada kompetensi; (v) mengimplementasikan National Single Window (NSW) secara bertahap; (vi) membentuk mekanisme harmonisasi kebijakan perdagangan, kepabeanan dan cukai dalam rangka meningkatkan efektivitas harmonisasi tarif dalam rangka kerjasama regional dan internasional; (vii) membentuk sistem teknologi informasi kepabeanan dan cukai yang terintegrasi; (viii) membentuk manajemen pengadaan, operasi dan perawatan sarana dan prasarana yang optimal; (ix) penyesuaian tarif cukai rokok sejalan dengan roadmap industri rokok. Disamping itu pelaksanaan strategi di atas juga akan diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program prioritas seratus hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu II, antara lain dalam hal penegakan hukum, penanggulangan terorisme, dan peningkatan kesiapan penanggulangan bencana. Dukungan ini dilakukan oleh DJBC melalui kerjasama yang intensif dengan instansi terkait lainnya. Strategi di bidang PNBP yang akan ditempuh melalui: (i) perbaikan kinerja BUMN, a.l. melalui restrukturisasi dan rightsizing BUMN; (ii) penyesuaian tarif pungutan PNBP yang dilakukan oleh K/L, serta peningkatan pengawasan pemungutannya; (iii) peningkatan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

64 transparansi dan akuntabilitas pengelolaan BLU; (iv) melakukan intensifikasi PNBP dengan melakukan evaluasi, perbaikan peraturan, sistem dan prosedur pengelolaan PNBP; (v) melakukan ekstensifikasi PNBP dengan menggali lebih banyak potensi PNBP; (vi) peningkatan good governance dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan PNBP dan BLU; (vii) meningkatkan penerimaan negara yang berasal dari deviden BUMN hasil pengelolaan Kekayaan Negara, dan pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang; (viii) memperkuat peraturan-peraturan dan regulasi; (ix) mengoptimalkan pengawasan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (x) meningkatkan kesadaran (awareness) dan kemitraan dengan stakeholder; dan (xi) meningkatkan kualitas SDM (capacity building). 3.2.1.2Belanja Negara Dalam lima tahun kedepan kebijakan belanja negara akan tetap diarahkan untuk mendukung langkah simulasi perekonomian dari sisi fiskal yang mendorong pro growth, pro job, dan pro poor (triple track strategy). kebijakan tersebut akan dilaksanakan secara konsisten mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi sampai dengan pengawasan. Sejalan dengan Triple Track Strategy tersebut, dalam lima tahun ke depan, kebijakan alokasi belanja negara akan diarahkan untuk : (i) mempertahankan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen sesuai dengan amanat UUD Tahun 1945; (ii) mendukung kebijakan reformasi birokrasi, termasuk penyempurnaan sistem remunerasi, dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan dan perbaikan kesejahteraan aparatur negara; (iii) melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur) dasar untuk mendukung pembangunan, dan pengurangan pengangguran; (iv) menyediakan pelayanan dasar dan meningkatkan efektivitas perlindungan sosial dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan mengurangi tingkat kemiskinan (Bantuan Operasional Sekolah/BOS, Jamkesmas, dan Program Keluarga Harapan/PKH); (v) mengarahkan alokasi subsidi menjadi lebih tepat sasaran; pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif; pemberian subsidi pertanian secara terpadu; pengalokasian subsidi pangan lebih tepat sasaran & manfaat bagi rumah tangga sasaran (RTS); meningkatkan efektivitas subsidi/bantuan PSO untuk pelayanan publik (Pelni, Pos, Kereta Api); dan subsidi pajak untuk insentif bagi dunia usaha dan masyarakat; (vi) mendukung kebijakan pertahanan nasional, serta keamanan, perlindungan dan ketertiban masyarakat; (vii) meningkatkan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan bencana alam lainnya; dan (viii) meningkatkan rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan kualitas daya dukung lingkungan. Strategi di bidang belanja negara akan ditempuh melalui: (i) penetapan kebijakan belanja yang ekonomis, efektif, dan efisien dengan memperhatikan aspek kemampuan dalam menghimpun pendapatan. Pada aspek administrasi, upaya efisiensi belanja juga dilakukan melalui pemantapan pelaksanaan anggaran terpadu (unified budget), penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), dan penerapan alokasi belanja negara dalam kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework); (ii) perencanaan dan alokasi anggaran yang tepat sasaran dan adil berdasarkan prioritas program pembangunan pemerintah yang mengacu kepada rencana kerja pemerintah (RKP); (iii) pelaksanaan anggaran yang transparan dan akuntabel sejalan dengan penerapan prinsip good governance.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

65 Sementara itu, arah kebijakan di bidang transfer ke daerah (desentralisasi fiskal) yaitu: (i) efisiensi belanja negara diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sesuai dengan pembagian tugas, kewenangan, dan urusan antara Pemerintah dan pemerintah daerah; (ii) Reformulasi transfer ke daerah; (iii) Sinkronisasi Dana Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; (iv) Penguatan taxing power; dan (v) Peningkatan efektifitas perencanaan dan pelaksanaan APBD dalam mendorong stimulasi pembangunan daerah. Strategi di bidang transfer ke daerah akan ditempuh melalui: (i) Mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah (horizontal fiscal imbalance) dan antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance); (ii) Mempercepat pengalihan anggaran desentralisasi fiskal langsung ke daerah untuk fungsi-fungsi yang telah menjadi wewenang daerah; (iii) Penyempurnaan perhitungan alokasi DAU dengan mengurangi proporsi alokasi dasar (gaji PNSD); (iv) Penyempurnaan perhitungan PDN netto untuk menentukan pagu DAU dengan mempertimbangkan kondisi fiskal nasional dan pengendalian defisit dalam jangka panjang; (v) Pengalihan secara bertahap dana dekon/TP menjadi DAK secara bertahap sesuai UU Nomor 33 Tahun 2004; (vi) Pengalokasian Dana Otsus untuk tambahan Infrastruktur untuk Provinsi Papua dan Papua Barat; (vii) Pengalokasian Dana Penyesuaian untuk Tunjangan Kependidikan; (vii) Pemberian insentif bagi daerah-daerah dengan APBD berstatus WTP mulai Tahun 2010; (viii) Pelaksanaan secara konsisten PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota agar dapat mempengaruhi pola belanja daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik; dan (ix) Penyusunan grand design desentralisasi fiskal. 3.2.1.3Perbendaharaan Negara Arah kebijakan di bidang perbendaharaan negara yaitu: (i) efisiensi dan akurasi pelaksanaan belanja negara; (ii) optimalisasi pengelolaan kas; (iii) optimalisasi tingkat pengembalian dana di bidang investasi dan pembiayaan lainnya; (iv) peningkatan pelayanan masyarakat melalui penyempurnaan pengelolaan BLU; (v) peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan (vi) penerapan sistem perbendaharaan yang handal, terintegrasi dan modern. Dalam rangka pencapaian arah kebijakan pertama yaitu efisiensi dan akurasi pelaksanaan belanja negara, strategi yang akan dilaksanakan yaitu: (i) penyempurnaan dokumen pelaksanaan anggaran sejalan dengan penyempurnaan sistem penganggaran, yaitu penerapan Performance Based Budgeting dan MTEF; (ii) penyelesaian dokumen pelaksanaan anggaran secara tepat waktu dan (iii) peningkatan akurasi perencanaan pencairan dana dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Termasuk dalam usahausaha efisiensi dan akurasi belanja negara, secara bertahap akan diterapkan Electronic Transaction, dengan melibatkan sektor perbankan dan institusi terkait lainnya, baik di bidang pengeluaran negara maupun penerimaan negara. Selanjutnya dalam rangka mencapai arah kebijakan kedua yaitu optimalisasi pengelolaan kas, strategi yang akan dilaksanakan yaitu: (i) penerapan Treasury Single Account secara penuh, baik di bidang penerimaan, pengeluaran serta terkait dengan pengelolaan rekening Bendahara; (ii) penyempurnaan sistem dan prosedur serta pengorganisasian pengelolaan kas, sehingga

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

66 memenuhi kaidah-kaidah International Best Practices; (iii) peningkatan kualitas perencanaan kas; dan (iv) penguatan kompetensi pengelolaan kas, baik terkait dengan infrastruktur maupun SDM. Guna mencapai arah kebijakan ketiga yaitu optimalisasi tingkat pengembalian dana di bidang investasi dan pembiayaan lainnya, strategi yang akan dilaksanakan adalah mulai tahun 2009 pemerintah telah mengambil kebijakan untuk tidak lagi memberikan pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemda dari dana RDI dan RPD. Selanjutnya untuk perjanjian penerusan pinjaman (SLA) yang ditandatangani sejak Tahun 2009, pengembalian hutang pokok, bunga dan kewajiban lainnya tidak lagi disetorkan ke RDI tetapi langsung disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara. Dengan disetorkannya kewajiban debitur untuk SLA yang ditandatangani sejak Tahun 2009, maka kontribusi RDI/RPD kepada APBN semakin mengecil dan akan berakhir pada Tahun 2011. Untuk pelaksanaannya maka semua perjanjian yang bersumber dari pinjaman luar negeri/RDI/RPD akan diamandemen dari penyetoran kewajiban hutang pokok, bunga dan kewajiban lainnya kepada RDI/RPD menjadi kepada rekening Kas Umum Negara. Terkait dengan arah kebijakan keempat yaitu peningkatan pelayanan masyarakat melalui penyempurnaan pengelolaan BLU, strategi yang akan dilaksanakan yaitu: (i) penyempurnaan regulasi terkait dengan pengelolaan BLU; (ii) peningkatan penilaian kinerja satker BLU; (iii) penguatan kompetensi SDM; dan (iv) studi banding. Guna mencapai peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang menjadi arah kebijakan kelima, strategi yang akan dilaksanakan yaitu: (i) penyempurnaan standar basis akuntansi dari cash toward acrual basis menjadi berbasis akrual secara penuh; dan (ii) peningkatan pembinaan Sistem Akuntansi Instansi yang berkelanjutan. Dengan pelaksanaan strategi diatas, kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) akan semakin baik, sehingga diharapkan akan tercapai peningkatan opini BPK dari Disclaimer menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Strategi-strategi dalam rangka pencapaian arah kebijakan tersebut di atas, tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh modernisasi dan penyempurnaan sistem perbendaharaan negara. Oleh karena itu sebagaimana disebutkan di atas, penerapan sistem perbendaharaan yang andal dan modern juga merupakan salah satu sasaran strategis di bidang penyelengaraan Perbendaharaan Negara. Sebagaimana telah dijelaskan dalam BAB I, strategi utama dalam rangka penyempurnaan sistem perbendaharaan negara adalah melalui Proyek SPAN. Proyek SPAN akan meliputi tiga kegiatan utama yaitu: (1) penyempurnaan proses bisnis; (2) pengembangan teknologi informasi dan (3) tata kelola perubahan dan komunikasi. Disamping itu terdapat beberapa kegiatan pendukung terkait dengan implementasi Proyek SPAN yaitu pengembangan Service Desk dan penyusunan ICT Strategy Kementerian Keuangan, bekerja sama dengan DJA dan Pusintek. 3.2.1.4Pembiayaan APBN Arah kebijakan di bidang pembiayaan APBN yaitu: (i) penurunan stok utang terhadap PDB secara bertahap dan berkelanjutan; (ii) peningkatan diversifikasi instrumen pembiayaan melalui utang termasuk menciptakan sumber-sumber pembiayaan alternatif; (iii) pengelolaan portofolio utang untuk mencapai struktur portofolio utang yang optimal guna meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang semakin terkendali dalam jangka panjang; dan (iv) pengembangan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

67 pasar SBN yang dalam (deep), aktif, dan likuid untuk mengoptimalkan pendanaan utang dari pasar domestik; dan (v) meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan sovereign credit rating. Strategi di bidang pembiayaan APBN akan ditempuh melalui: (i) pengadaan utang secara selektif, terutama utang yang dipergunakan untuk pembiayaan kegiatan ekonomi yang produktif, penerapan readiness criteria yang konsisten dan hati-hati serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang ketat, melakukan diplomasi ekonomi terutama untuk mendukung pelaksanaan debt-swap, pelaksanaan buyback pada saat yang tepat terutama dalam rangka stabilisasi harga; (ii) penerbitan instrumen Surat Berharga Negara baru untuk mengembangkan segmen pasar/investor tertentu baik di dalam negeri maupun luar negeri, peningkatan komunikasi dan koordinasi dengan kreditor untuk menciptakan peluang penggunaan skim pinjaman tematis baru; (iii) pengadaan utang baru dengan terms and conditions yang lebih baik untuk mengurangi eksposur berbagai risiko (refinancing, market, financial), pelaksanaan debt-switch SBN secara reguler, restrukturisasi portofolio utang dengan menggunakan berbagai instrumen baik SBN maupun pinjaman (luar dan dalam negeri) yang dilakukan melalui mekanisme pasar yang transparan dan akuntabel; dan (iv) peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan otoritas moneter, otoritas pasar modal, pelaku pasar untuk membangun dan mengembangkan pasar termasuk pembangunan/pengadaan berbagai infrastruktur pasar sekunder SBN, koordinasi dengan otoritas moneter dalam pelaksanaan Asset-Liability Management (ALM), dan pembangunan kapasitas DJPU untuk melakukan penerbitan/penjualan/perdagangan SBN secara langsung. 3.2.1.5Kekayaan Negara Arah kebijakan di bidang pengelolaan kekayaan negara yaitu: (i) meningkatkan daya guna dan hasil guna pengelolaan kekayaan negara, dan penilaian kekayaan negara untuk menentukan nilai ekonomi (existing value) serta nilai potensi (potential value) kekayaan negara; dan (ii) pengamanan kekayaan negara yang meliputi administratif, hukum, dan fisik, sehingga keberadaan aset dalam keadaan utuh, tidak rusak, tidak hilang, dan dapat dipergunakan serta dapat dipertanggungjawabkan melalui sertifikasi nasional atas tanah dan bangunan milik negara. Strategi di bidang pengelolaan kekayaan negara akan ditempuh melalui: (i) Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan kekayaan negara dan penilaian kekayaan Negara; (ii) Meningkatkan kesadaran (awareness) dan kemitraan dengan stakeholder dalam pengelolaan kekayaan negara; (iii) Menatausahakan kekayaan negara dengan akurat dan akuntabel; (iv) Meningkatkan kualitas pelayanan pengelolaan kekayaan negara; (v) Meningkatkan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan pengelolaan kekayaan negara; (vi) Meningkatkan penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN; (vii) Membangun infrastruktur pendukung penilaian dan pengelolaan kekayaan negara; dan (viii) Meningkatkan kualitas SDM (capacity building). 3.2.1.6Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Arah kebijakan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan non bank yaitu: (i) Terwujudnya regulator bidang pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

68 profesional; (ii) Terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien dan kompetitif; (iii) Terwujudnya pasar modal sebagai sarana investasi yang kondusif dan atraktif serta pengelolaan risiko yang handal; (iv) Terwujudnya industri yang stabil, tahan uji dan likuid; (v) Tersedianya kerangka regulasi yang menjamin adanya kepastian hukum, adil dan transparan; dan (vi) Tersedianya infrastruktur yang kredibel, dapat diandalkan (reliable) dan berstandar internasional. Dalam rangka mewujudkan regulator bidang pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional ditetapkan strategi sebagai berikut: (i) Independensi Lembaga Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank; (ii) Mengembangkan dan menerapkan performance based budgeting, risk management, menyempurnakan bisnis proses dan menerapkan reward dan punishment berdasarkan kinerja; (iii) Meningkatkan kapasitas dan integritas regulator. Dalam rangka mewujudkan pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien dan kompetitif ditetapkan strategi-strategi sebagai berikut : (i) Mengurangi Hambatan Bagi Dunia Usaha dan Masyarakat Untuk Mengakses Sumber Pendanaan; (ii) Memberikan Stimulus Dunia Usaha Untuk Melakukan Fund Raising di Pasar Modal. Dalam rangka mewujudkan pasar modal sebagai sarana investasi yang kondusif dan atraktif serta pengelolaan risiko yang handal ditetapkan strategi-strategi sebagai berikut: (i) Meningkatkan Penyebaran Dan Kualitas Keterbukaan Informasi; (ii) Mendorong Diversifikasi Instrumen Pasar Modal Dan Skema Jasa Keuangan Non Bank; (iii) Mengimbangkan Industri Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Syariah; (iv) Meningkatkan Kemudahan Dalam Bertransaksi; (v) Mengembangkan Skema Perlindungan Pemodal Dan Nasabah; (vi) Mengembangkan Pasar Sekunder Surat Utang Dan Sukuk Serta Pengawasannya. Dalam rangka mewujudkan industri yang stabil, tahan uji dan likuid ditetapkan strategi-strategi sebagai berikut: (i) Meningkatkan Kualitas Pelaku Industri Baik Individual Maupun Institusi; (ii) Meningkatkan Basis Investor Domestik Dan Dana Jangka Panjang; (iii) Meningkatkan Kemampuan Pelaku Dan Industri Dalam Menangani Risiko Sistemik Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan; (iv) Mendorong Peningkatan Kualitas Tata Kelola Perusahaan Yang Baik; (v) Meningkatkan Kualitas Pengawasan Pelaku Pasar Modal Dan LKNB. Dalam rangka penyediaan kerangka regulasi yang menjamin adanya kepastian hukum, adil dan transparan ditetapkan strategi-strategi sebagai berikut: (i) Meningkatkan Kualitas Penegakan Hukum; (ii) Melakukan Harmonisasi Regulasi Antar Industri Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Non Bank Serta ; (iii) Melakukan Harmonisasi Regulasi Dengan Standar Dan Praktik Internasional; (iv) Memastikan Regulasi Disusun Berdasarkan Kebutuhan Pelaku Serta Pengembangan Industri Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Non Bank. Dalam rangka menyediakan infrastruktur yang kredibel, dapat diandalkan (reliable) dan berstandar internasional ditetapkan strategi-strategi sebagai berikut: (i) Meningkatkan Daya Saing Dan Efisiensi Lembaga Bursa Efek; (ii) Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Perusahaan Efek Untuk Meningkatkan Daya Saingnya; (iii) Mengembangkan Sistem Database Dan Teknologi Informasi Industri; (iv) Mempersiapkan Pasar Modal Domestik Dalam Menghadapi International

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

69 Linkages; (v) Meningkatkan Kapasitas Regulator; (vi) Meningkatkan Kerjasama Lembaga/Regulator Baik Dalam Negeri Maupun Luar Negeri. 3.2.2 Arah Kebijakan dan Strategi Reformasi Birokrasi 3.2.2.1Organisasi dan Ketatalaksanaan Kebijakan penataan organisasi Kementerian Keuangan ke depan diarahkan kepada terwujudnya organisasi yang dinamis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan kebijakan keuangan negara, dan dinamika administrasi publik. Dengan berorientasi pada aspirasi public, organisasi Kementerian Keuangan tidak bersifat massive dan senantiasa melakukan self reinventing sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konsekuensinya, ke depan penataan organisasi akan terus menerus dilakukan untuk mewujudkan Kementerian Keuangan sebagai organisasi birokrasi yang peka terhadap tuntutan pelayanan dan menghasilkan kebijakan serta pelayanan yang adil dan rasional. Strategi Kementerian Keuangan di bidang Organisasi dan Ketatalaksanaan yaitu: (i) Perancangan dan pengembangan organisasi, ketatalaksanaan, serta jabatan fungsional yang tepat dan konseptual yang dilakukan sesuai kebutuhan dan dengan analisis yang mendalam dan terencana dengan baik. (ii) Monitoring dan evaluasi organisasi dan ketatalaksanaan agar organisasi dapat berjalan sesuai dengan rencana dan dapat dipertanggungjawabkan, terukur, dan terbuka; dan (iii) Pengkajian dan penyempurnaan secara terus menerus dan berkelanjutan agar organisasi dan ketatalaksanaan Kementerian Keuangan mengikuti tuntutan dan perubahan yang terjadi baik secara nasional maupun internasional. Untuk meningkatkan efektivitas dan berjalannya fungsi check and balances dalam rangka mewujudkan good governance perlu dilakukan pemisahan fungsi perumusan kebijakan dengan fungsi pelaksana kebijakan pada tugas-tugas pokok Kementerian Keuangan. Perancangan dan pengembangan organisasi yang akan dilaksanakan di Kementerian Keuangan salah satunya adalah agencification. Agencification disamping memberi jawaban atas permasalahan yang menyangkut rentang kendali (span of control) organisasi, juga diarahkan untuk melakukan pemisahan fungsi dan tanggung jawab antara fungsi perumusan kebijakan (regulatory) dan pelaksanaan kebijakan (execution). Berdasarkan Peraturan Presiden di bidang Organisasi yang berlaku saat ini (Perpres Nomor 9 Tahun 2005) konstruksi organisasi unit eselon I pelaksana tugas pokok (dalam hal ini Direktorat Jenderal) di lingkungan Kementerian/Kementerian masih menggabungkan fungsi perumusan kebijakan dengan fungsi pelaksana kebijakan. Perwujudan agencification yang sedang dikembangkan lingkup Kementerian Keuangan terkait dengan fungsi pengawasan terhadap akuntabilitas kegiatan Kebendaharaan Umum Negara sebagai pelaksanaan pasal 49 dan pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Di bawah koordinasi Menteri Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bekerja sama dengan aparat pengawasan intern pemerintah, melakukan pengawasan terhadap kegiatan Kebendaharaan Umum Negara. Dengan disampaikannya Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap kegiatan Kebendaharaan Umum Negara kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan kepada pimpinan instansi pemerintah yang diawasi, diharapkan dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa pelaksanaan Kebendaharaan Umum Negara telah dilaksanakan Dengan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

70 sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Salah satu bentuk agencification yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan adalah transformasi/penataan organisasi BPPK menjadi Badan Transformasi/Reformasi Birokrasi yang akan mengkoordinir pelaksanaan program reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan. Di samping itu rencana pembentukan OJK sebagaimana diamanatkan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga merupakan upaya lain dari agencification. Di masa depan, mengingat luas dan dalamnya rentang kendali Kementerian Keuangan perlu juga dipikirkan untuk melaksanakan agencification unitunit organisasi eselon I lainnya. Misalnya, menjadikan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadi badan semacam State Revenue Agency/Authority di Singapura. Namun demikian, agencification serta perancangan dan pengembangan organisasi/ kelembagaan secara keseluruhan sangat tergantung pada arah kebijakan kelembagaan Republik Indonesia yang digariskan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, serta masih harus menunggu Peraturan Presiden di bidang organisasi sebagai tindak lanjut pembentukan Kabinet baru dan pelaksanaan lebih lanjut dari UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 3.2.2.2Pengelolaan dan Pengembangan SDM Reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara menuntut profesionalisme dan integritas dari aparatur negara. Untuk mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berintegritas tinggi diperlukan sistem penempatan/pengembangan yang berbasis kompetensi serta penerapan sistem pola karier yang jelas dan terukur. Arah kebijakan strategi Kementerian Keuangan di bidang Pengelolaan SDM yaitu (i) melaksanakan pengadaan pegawai (human resource planning) sesuai kebutuhan unit sehingga tercipta dukungan SDM yang cukup dari segi kualitas dan kuantitas bagi unit kerja; (ii) melaksanakan Assessment Center Kementerian Keuangan guna penyediaan profil pejabat Eselon II dan III di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka mendukung mutasi/promosi pejabat; (iii) melaksanakan penataan pegawai guna mewujudkan kesesuaian antara jumlah, komposisi, dan kompetensi pegawai dan kebutuhan organisasi; (iv) mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian yang terintegrasi dalam rangka pengelolaan Data dan Informasi SDM; (v) menyelenggarakan penyelesaian administrasi kepegawaian secara tepat waktu; dan (vi) melaksanakan penegakan disiplin pegawai. Adapun arah kebijakan strategi Kementerian Keuangan di bidang Pengembangan SDM yaitu: (i) tersedianya data kebutuhan pendidikan dan latihan yang mutakhir; (ii) terselenggaranya program pendidikan dan pelatihan yang sesuai kebutuhan; (iii) terbukanya kesempatan pengembangan kompetensi diri (hard skill maupun soft skill) bagi seluruh SDM Kementerian Keuangan dan Non Kementerian Keuangan dengan program yang tersedia di unit penyelenggara diklat Kementerian Keuangan; (iv) terwujudnya kualitas pelayanan prima dalam pendidikan dan pelatihan; (v) terselenggaranya evaluasi pendidikan dan pelatihan yang menyeluruh dan berkelanjutan; dan (vi) tersedianya rekomendasi pendidikan dan pelatihan yang konstruktif dan komprehensif.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

71 3.2.2.3Informasi dan Teknologi Keuangan Arah kebijakan Kementerian Keuangan di bidang Informasi dan Teknologi Keuangan untuk periode Tahun 2010 - 2014 akan menekankan pada aspek integrasi sumber daya informasi yang mencakup mulai dari infrastruktur, sistem aplikasi, sampai dengan sumber daya manusia pengelola teknologi informasi dan komunikasi. Untuk mencapai tingkat integrasi yang diinginkan, Kementerian Keuangan menerapkan strategi pengembangan teknologi informasi dan komunikasi pada ketiga aspek pengembangan yang mencakup tata kelola, sistem aplikasi, dan infrastruktur. Strategi pengembangan tata kelola teknologi informasi dan komunikasi mencakup aspek organisasi dan aspek kebijakan, standar, dan prosedur pengelolaan teknologi yang sesuai dengan kondisi di Kementerian Keuangan. Pola desentralisasi-terpusat akan diterapkan sebagai pola organisasi pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Pola organisasi ini memungkinkan masing-masing unit eselon I mengelola sumber daya informasinya secara independen, sementara sumber daya informasi yang menyangkut banyak pihak akan diselenggarakan oleh Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan (PUSINTEK) sebagai penanggung jawab penyedia jasa layanan bersama (shared-services). Di sisi lain, pola organisasi ini menuntut penyusunan kebijakan, standar, dan prosedur pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi dilakukan secara bersamasama oleh seluruh unit eselon I. Strategi pengembangan sistem aplikasi teknologi informasi dan komunikasi mencakup kelompok sistem aplikasi utama (core applications) dan kelompok sistem aplikasi pendukung (support applications). Untuk kelompok sistem aplikasi utama, Kementerian Keuangan mencanangkan pengintegrasian komponen-komponen Sistem Informasi Manajemen Keuangan Negara (SIMKN) menjadi satu kesatuan fungsional. Komponen-komponen ini terdiri dari sistem penganggaran dan perbendaharaan, sistem perimbangan keuangan, sistem pengelolaan aset, sistem pengelolaan utang, sistem pengelolaan pajak, dan sistem pengelolaan kepabeanan. Beberapa komponen SIMKN ini telah digunakan (contoh: DMFAS, SBN, SMIPT), sementara beberapa komponen lainnya diharapkan selesai pengembangannya dalam periode Tahun 2010 - 2014 ini (contoh: SPAN, PINTAR). Untuk kelompok sistem aplikasi pendukung, Kementerian Keuangan akan memaksimalkan sistem aplikasi yang dikembangkan sebelumnya seperti Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) dan Sistem Monitoring Indikator Kinerja berbasis Balanced Score Card untuk mendukung reformasi birokrasi. Strategi pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi akan difokuskan pada peningkatan kualitas layanan dan optimalisasi pemanfaatan teknologi yang ada. Peningkatan kualitas layanan mencakup peningkatan ketersediaan (availability) dan kehandalan (reliability) dari infrastruktur yang ada. Sementara itu, optimalisasi pemanfaatan teknologi yang ada mencakup penggunaan teknologi seperti Voice Over IP (VoIP) untuk menghubungkan beberapa unit eselon-I dengan unit-unit vertikalnya sehingga infrastruktur yang ada dapat digunakan secara lebih efisien.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

72 3.2.3 Program Kementerian Keuangan Berdasarkan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, dan Kebijakan yang telah ditetapkan, dengan mengacu kepada RPJM Nasional Tahun 2010-2014, Kementerian Keuangan menetapkan program dan kegiatan prioritas/pokok, yaitu: 3.2.3.1Program Perumusan Kebijakan Fiskal Tujuan Program: Terwujudnya kebijakan fiskal yang sustainable dengan beban risiko fiskal yang terukur dalam rangka stabilisasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian. Indikator Kinerja Program: ? penggunaan anggaran risiko fiskal; Persentase ? Tingkat akurasi kebijakan fiskal: - Rata-rata persentase deviasi asumsi makro; - Persentase deviasi target defisit APBN; - Persentase deviasi proyeksi pendapatan Negara. ? efektivitas kebijakan pendapatan negara. Persentase 3.2.3.2Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak Tujuan Program: Peningkatan penerimaan pajak negara yang optimal; Indikator Kinerja Program: Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan pajak 3.2.3.3Program Pengawasan, Pelayanan dan Penerimaan di bidang Kepabeanan dan Cukai Tujuan Program: ? Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang memberikan fasilitasi kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan; ? Terwujudnya profesionalisme SDM kepabeanan dan cukai; ? Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif. Indikator Kinerja Program: ? Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai; ? Rasio realisasi dari janji pelayanan quick win ke pihak eksternal; ? jumlah kasus tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang diserahkan ke Persentase Kejaksaan.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

73 3.2.3.4Program Pengelolaan Anggaran Negara Tujuan Program: Terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah. Indikator Kinerja Program: ? Terwujudnya pengelolaan anggaran negara yang tepat waktu, transparan dan akuntabel 3.2.3.5Program Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Tujuan Program: ? Peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah; ? tata kelola yang tertib sesuai peraturan perundang-undangan, transparan, kredibel, Terciptanya akuntabel, dan profesional dalam pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Indikator Kinerja Program: ? Rasio realisasi dari janji pelayanan pengalokasian dana transfer ke daerah ke pihak eksternal; ?janji pelayanan evaluasi Perda/Raperda PDRD ke pihak eksternal; Realisasi ? ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah; Persentase ? waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah; Ketepatan ? Indeks kepuasan Pemda terhadap norma, standar, dan pengelolaan belanja transfer ke daerah ke pihak eksternal; ? kepatuhan dan penegakan ketentuan/peraturan; Persentase ? Jumlah Aparat Pengelola Keuangan Daerah yang mengikuti LKD/KKD/KKD Khusus per tahun; ? Sistem Informasi Manajemen Transfer ke Daerah (SIMTRADA). Tersedianya 3.2.3.6Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara Tujuan Program: Meningkatkan pengelolaan perbendaharaan negara secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan Indikator Kinerja Program: ? ketepatan penarikan dana; Persentase ? Jumlah penerimaan remunerasi atas penyimpanan, penempatan, dan investasi jangka pendek (Idle Cash KUN); ? ketepatan penyediaan dana untuk membiayai pengeluaran negara; Persentase ? target penerimaan dan pelunasan piutang penerusan pinjaman; Pemenuhan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

74 ? atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat; Opini BPK ? K/L dan LK BUN yang mendapat opini WTP/WDP dari BPK; Jumlah LK ? Indeks kepuasan K/L terhadap pengelolaan belanja pusat; ? tingkat akurasi perencanaan kas; Persentase ? Rasio realisasi dari janji pelayanan Quick Win ke pihak eksternal. 3.2.3.7Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Tujuan Program: ? Mengoptimalkan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN; ? Mendukung upaya pengembangan pasar keuangan dalam rangka meningkatkan kapasitas daya serap dan efisiensi pasar. Indikator Kinerja Program: ? target pembiayaan melalui utang; Pemenuhan ? Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan; ? Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang; ? Peningkatan partisipasi investor dan kreditor dalam pengadaan utang; ? Pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. 3.2.3.8Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang Tujuan Program: Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder Indikator Kinerja Program: ? Jumlah Penerimaan Negara dan Penerimaan Kembali (recovery) yang berasal dari Pengeluaran APBN: - Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara; - Bea Lelang; dan - Pembiayaan APBN. ? Jumlah penyelesaian piutang negara dan pelayanan lelang : - Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS); dan - Pokok lelang. ? penyelesaian permohonan pengelolaan kekayaan negara, termasuk utilasasi kekayaan Persentase negara; ? BMN yang disertifikasi; Persentase ? penyelesaian pengelolaan dan penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan. Persentase

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

75 3.2.3.9Program Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Tujuan Program: ? Terwujudnya Bapepam-LK sebagai lembaga yang memegang teguh prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, independensi dan integritas; ? Terwujudnya industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank sebagai penggerak perekonomian nasional dan berdaya saing global. Indikator Kinerja Program: ? pertumbuhan nilai transaksi saham harian; Persentase ? pertumbuhan dana yang dikelola oleh lembaga pembiayaan dan penjaminan; Persentase ? pertumbuhan dana yang dikelola oleh industri perasuransian; Persentase ? pertumbuhan dana yang dikelola oleh industri dana pensiun; Persentase ? Indeks Kepuasan Stakeholders Bapepam-LK. 3.2.3.10 Program Pengembangan SDM Keuangan dan Kekayaan Negara yang Profesional Melalui Pendidikan dan Pelatihan Tujuan Program: ? Meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan penyelenggaraan pengelolaan Keuangan Negara; ? Meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi Kementerian Keuangan; ? Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Indikator Kinerja Program: ? Jumlah peserta edukasi publik tentang Keuangan Negara; ? Jumlah kerjasama pendidikan dan pelatihan skala nasional, regional dan internasional; ? pelatihan terhadap jam kerja. Rasio jam 3.2.3.11 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan Tujuan Program: Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Kementerian Keuangan. Indikator Kinerja Program: ? Jumlah policy recommendation: - Bidang Pendapatan Negara. - Bidang Belanja Negara. - Bidang Perbendaharaan Negara. - Bidang Pembiayaan APBN. - Bidang Pegelolaan Kekayaan Negara.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

76 - Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank. - Bidang Pembelajaran dan Pertumbuhan. ? Praktik KKN: Penindakan - Jumlah informasi gratifikasi, pungutan liar, kolusi, dan korupsi. - Persentase realisasi penyetoran hasil investigasi. - Jumlah kasus yang diserahkan kepada instansi penegak hukum sebagai bukti awal penyelidikan. ? Indeks kualitas laporan keuangan kementerian keuangan (BA 15). ? Indeks kualitas laporan keuangan BUN BA 61 (Cicilan dan Bunga Hutang), 62 (Subsidi dan Transfer Lainnya), 69(Belanja Lain-lain), 70 (Dana Perimbangan), 71 (Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang), 96 (Pembayaran Cicilan Pokok Hutang Dalam Negeri), 97 (Pembayaran Cicilan Pokok Hutang luar Negeri), 98 (Penerusan Pinjaman), 99 (Penyertaan Modal Pemerintah). ? Indeks kualitas laporan keuangan Bendahara Umum Negara (BA 999). ? komunikasi pengawasan. Frekuensi 3.2.3.12 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan Tujuan Program: ? Terwujudnya tata kelola yang baik dan kualitas layanan dan dukungan yang tinggi pada semua Eselon I di Kementerian Keuangan ? Tingkat kepercayaan stakesholders (internal dan eksternal) yang tinggi Indikator Kinerja Program: ? Rasio realisasi dari janji layanan quick win ke pihak eksternal: - Penyelesaian PMK/KMK - Tercapainya implementasi pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-Procurement) di lingkungan Kementerian Keuangan dan lembaga pemerintah non kementerian/sekretariat lembaga tinggi negara/komisi negara/komisi pemerintah - Penyelesaian ijin akuntan publik dan penilai publik ? Tingkat kompetensi karyawan untuk jabatan tematik; ? penyelesaian SOP; Persentase ? Service Level Agreement (SLA) Index.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

77
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 SEKRETARIAT JENDERAL PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA DEPARTEMEN KEUANGAN 1 Terwujudnya tata kelola yang baik dan kualitas layanan dan dukungan yang tinggi pada semua Eselon I di Departemen Keuangan 2 Tingkat kepercayaan stakesholders (internal dan eksternal) yang tinggi 1 Rasio realisasi dari janji layanan quick win ke pihak eksternal - Penyelesaian PMK/KMK - Tercapainya implementasi pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-Procurement) di lingkungan Departemen Keuangan dan lembaga pemerintah non kementerian/sekretariat lembaga tinggi negara/komisi negara/komisi pemerintah - Penyelesaian ijin akuntan publik dan penilai publik Tingkat kompetensi karyawan untuk jabatan tematik Persentase penyelesaian SOP Service Level Agreement (SLA) Index 1 Koordinasi penyusunan rencana kerja, pembinaan dan pengelolaan anggaran 1 Efektifitas penyusunan rencana program yang tepat sasaran 2 Tingkat kepercayaan stakeholder yang tinggi dalam pembinaan pengelolaan keuangan negara 1 Kualitas Laporan Keuangan Departemen Keuangan (Opini dari BPK) Persentase realisasi belanja terhadap pagu Wajar Dengan Pengecualian/ WDP (LKKL 2009) 85% (Realisasi Tahun 2009) Wajar Tanpa Pengecualian/ WTP (LKKL 2013) >90% (Realisasi Tahun 2013) BIRO PERENCANAAN DAN KEUANGAN 100% 100% SEKRETARIAT JENDERAL

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

2 3 4

82.5% (JPM 70%) 100% 93%

85% (JPM 75%) 100% 94%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

78
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

Menyusun Rencana Kerja (Renja) Tahunan berdasarkan target yang ditetapkan pada Renstra dengan melaksanakan monev melalui LAKIP Meningkatkan kompetensi SDM Akuntansi melalui pelatihan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP) dan menempatkannya sesuai kebutuhan

Tahunan

Kontrak Kinerja

November 2011

Kontrak Kinerja

2. Pembinaan dan penataan organisasi, tata laksana dan jabatan fungsional

1 Mewujudkan organisasi, ketalaksanaan dan jabatan fungsional yang tepat, efektif dan efisien pada semua satuan organisasi di lingkungan Departemen Keuangan

Persentase penyelesaian penataan/modernisasi organisasi di lingkungan Departemen Keuangan

100%

100%

BIRO ORGANISASI DAN KETATALAKSANAAN

2 3

Persentase penyelesaian SOP Persentase perancangan dan pengembangan jabatan fungsional yang tepat Persentase jumlah Laporan Monitoring dan Evaluasi Jumlah bimbingan, arahan, dan diseminasi di bidang organisasi, ketatalaksanaan, dan jabatan fungsional Menerbitkan PMK tentang penataan organisasi sebagai tindak lanjut hasil analisis beban kerja Menyusun konsep PMK tentang penilaian kinerja individu

100% 100%

100% 100%

4 5

100% 100%

100% 100%

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

79
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

Mengkaji ulang dan mengusulkan perbaikan kebijakan, peraturan, dan proses pelaksanaan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan umum yang diberikan kementeriannya secara tuntas sebelum Juni 2010 serta memastikan efektifitas implementasi perbaikan

Juni 2010

Kontrak Kinerja

9 3 Pembinaan dan koordinasi perumusan peraturan perundang-undangan 1 Efektifitas dalam Penelaahan dan Perumusan Hukum 2 Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi dalam Penelaahan dan Perumusan Hukum 2 3 1

Menyusun tahapan tahunan (mile stones) ke dalam roadmap Penyelesaian Peraturan Menteri Keuangan/Keputusan Menteri Keuangan: - Bersifat Administratif - Bersifat Kebijakan Penyelesaian Legal Opinion Jumlah Peraturan Perundang- undangan di bidang Keuangan dan Kekayaan Negara yang terdokumentasi 4 Hari Kerja 6 Hari Kerja 100% 80%

2010

Kontrak Kinerja BIRO HUKUM

4 Hari Kerja 4 Hari Kerja 100% 100%

4 Pembinaan dan koordinasi pemberian bantuan hukum

1 Efektifitas

dalam

pelayanan

1 2

Persentase penyelesaian penanganan perkara hukum Persentase pendampingan pejabat, pegawai, mantan pegawai di lingkungan Depkeu, eks BPPN dan eks BDL

100%

100%

BIRO BANTUAN HUKUM

dan penyelesaian masalah hukum 2 Tingkat kepercayaan stakeholder yang tinggi dalam pelayanan dan penyelesaian masalah hukum

90%

95%

5 Pembinaan dan koordinasi pengelolaan SDM

Efektivitas layanan dan dukungan di bidang kepegawaian, serta Tingkat kepercayaan stakeholder yang tinggi dalam layanan kepegawaian

1 2

Tingkat kompetensi karyawan untuk jabatan tematik Persentase penyelesaian administrasi kepegawaian tepat waktu

82.5% (JPM 70%) 100%

85% (JPM 75%) 100%

BIRO SDM

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

80
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

Menerbitkan PMK tentang penataan pegawai sebagai tindak lanjut hasil analisis beban kerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

6 Peningkatan citra positif dan kepercayaan publik kepada Departemen Keuangan

1 Tercapainya peningkatan persepsi positif Depkeu di mata publik 2 Terwujudnya pemahaman dan dukungan publik kepada Depkeu 3 Tercapainya koordinasi yang berkualitas di internal Depkeu, dan dengan stakeholders

Indeks persepsi stakeholders

NA

80%

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT

7 Pembinaan administrasi dan pengelolaan perlengkapan

1 Efektifitas layanan dan dukungan dalam pengelolaan perlengkapan 2 Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi dalam layanan pengelolaan perlengkapan Efektivitas dan efisiensi pelayanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan 1. Efektivitas peran Private Office dalam mendukung Program dan Kegiatan Menteri Keuangan 2. Efektivitas peran Delivery Unit dalam mendukung pelaksanaan kebijakan Menteri Keuangan 3. Efektifitas peran SMO dalam meningkatkan kinerja Departemen Keuangan

1 2

Persentase ketersediaan database Barang Milik Negara (BMN) Persentase realisasi belanja terhadap pagu Sekretariat Jenderal Penyelesaian PMK/KMK

92% 92%

96% 96%

BIRO PERLENGKAPAN

8 Pembinaan administrasi dan dukungan pelayanan pelaksanaan tugas kantor pusat Departemen 9 Koordinasi dan harmonisasi pelaksanaan kebijakan Menteri Keuangan

3 Hari Kerja

3 Hari Kerja

BIRO UMUM

Indeks Kepuasan Menteri Keuangan

76%

80%

PUSAT ANALISIS DAN HARMONISASI

Persentase Penyelesaian Tindak Lanjut Kebijakan Menteri Keuangan Hasil Rapat Pimpinan

81%

85%

KEBIJAKAN

3 4

Peningkatan rata-rata capaian IKU Depkeu-Wide Menerapkan manajemen kinerja

10% Tahunan

11% Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

81
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

berbasis balanced scorecard dengan mengadakan monev secara periodik 10 Koordinasi dan pengembangan sistem informasi dan teknologi keuangan 1 Efektifitas layanan dan dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pengelolaan administratsi keuangan dan kekayaan negara 2. Peningkatan kepercayaan stakeholder dalam layanan TIK 11 Pembinaan dan pengawasan profesi akuntan publik dan penilai publik 1 Meningkatkan kualitas profesi Akuntan Publik dan Penilai Publik yang akuntabel 2 Meningkatkan kepercayaan stakeholder yang tinggi 1 2 Penyelesaian izin Akuntan Publik dan Penilai Publik Persentase tindak lanjut terhadap KAP dan KJPP yang tidak menyampaikan laporan tahunan sesuai waktu penyampaian yang ditentukan 12 Pengelolaan investasi Pemerintah Meningkatkan efektivitas pengelolaan dana investasi pemerintah 1 Kualitas layanan dan dukungan yang tinggi terhadap penyelenggaraan persidangan sengketa pajak 2 Tingkat kepercayaan stakeholders yang tinggi dalam administrasi sengketa pajak dan sistem manajemen kasus 1 2 1 2 3 4 Pertumbuhan nilai portofolio investasi Pencapaian target PNBP Persentase jumlah berkas banding siap sidang Persentase jumlah berkas gugatan siap sidang Persentase putusan yang telah diucap Persentase permohonan peninjauan kembali yang dikirim 42% 77% 50% 85% 15% 100% 82% 82% 15% 100% 90% 90% SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK PUSAT INVESTASI PEMERINTAH 20 Hari Kerja 100% 20 Hari Kerja 100% PUSAT PEMBINAAN AKUNTAN DAN JASA PENILAI 1 2 Revitalisasi Kebijakan TIK di Departemen Keuangan Service Level Agreement (SLA) Index 4 93% 7 94% PUSAT INFORMASI DAN TEKNOLOGI KEUANGAN

13 Penyelesaian sengketa pajak

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

82
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

5 Persentase penyelesaian pengembangan sistem TIK dan IT pendukung (Case Management and Court Administration System ) 14 Pembinaan teknis dan layanan Pengadaan Secara Elektronik 1 Terlaksananya pengadaan barang/jasa secara elektronik di lingkungan Departemen Keuangan dan instansi pemerintah lain 2 Tercapainya good governance guna mendukung program reformasi birokrasi Departemen Keuangan 1 Tercapainya implementasi pengadaan barang/jasa secara elektronik di lingkungan Departemen Keuangan dan Lembaga Non Kementerian/Sekretariat Lembaga Tinggi Negara/Komisi Negara/Komisi Pemerintah 2 Meningkatnya/persentase penggunaan LPSE Departemen Keuangan oleh Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Sekretariat Lembaga Tinggi Negara/Komisi Pemerintah dalam Pengadaan Barang/Jasa 15 Dukungan pelayanan pelaksanaan tugas kantor-kantor vertikal di daerah yang berkantor di GKN Tingkat kepercayaan yang tinggi dari Kantor-kantor Vertikal di Daerah yang Berkantor di GKN terhadap layanan pengelolaan GKN Terwujudnya pelayanan GKN yang prima kepada Kantor-kantor Vertikal di Daerah yang Berkantor di GKN

30%

100%

25%

100%

PUSAT LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK

25%

100%

92%

98%

RUMAH TANGGA GKN UNIT IN CHARGE : BIRO PERLENGKAPAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

83
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 SEKRETARIAT JENDERAL PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Departemen Keuangan RM PHLN KEGIATAN 1 Koordinasi penyusunan rencana kerja, pembinaan dan pengelolaan anggaran 2 Pembinaan dan penataan organisasi, tata laksana dan jabatan fungsional 3 Pembinaan dan koordinasi perumusan peraturan perundang-undangan 4 Pembinaan dan koordinasi pemberian bantuan hukum 5 Pembinaan dan koordinasi pengelolaan SDM 6 Peningkatan citra positif dan kepercayaan publik kepada Departemen Keuangan 7 Pembinaan administrasi dan pengelolaan perlengkapan 8 Pembinaan administrasi dan dukungan pelayanan pelaksanaan tugas kantor pusat Departemen 362,063,259,000 176,360,584,951 193,588,734,525 227,560,467,609 262,435,307,728 292,623,876,000 350,466,349,322 229,111,454,299 240,624,918,013 149,552,991,486 48,470,636,000 35,192,960,000 30,567,954,111 34,945,420,463 34,155,950,005 42,596,981,030 38,663,261,202 56,985,137,684 44,177,960,539 71,032,539,624 4,175,110,000 3,272,231,049 3,664,840,801 4,209,856,814 4,828,546,869 10,697,479,000 12,877,306,160 14,061,795,887 15,555,668,626 17,370,472,883 7,740,386,000 7,608,392,783 9,274,307,496 11,452,548,853 14,275,716,343 5,035,771,862,000 4,936,488,555,806 5,512,655,880,887 6,237,071,201,549 7,123,130,700,131 6,265,506,597,000 6,242,777,483,000 22,729,114,000 5,978,863,398,978 5,971,826,156,978 7,037,242,000 6,374,150,927,861 6,370,049,957,861 4,100,970,000 7,153,428,116,283 7,148,654,016,283 4,774,100,000 8,034,428,591,760 8,034,428,591,760 0

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

84
ALOKASI 2010 (2)
9,280,680,000 113,095,985,000 RM PHLN 11 Pembinaan dan pengawasan profesi akuntan publik dan penilai publik 12 Pengelolaan Investasi Pemerintah 13 Penyelesaian sengketa pajak RM PHLN 14 Pembinaan teknis dan layanan Pengadaan Secara Elektronik RM PHLN 15 Dukungan pelayanan pelaksanaan tugas kantor-kantor vertikal di daerah yang berkantor di GKN 6,539,200,000 5,472,907,000 220,346,689,000 4,588,072,764 3,722,000,000 233,160,555,024 5,123,236,456 3,627,170,000 161,888,153,656 5,347,725,637 4,774,100,000 140,863,341,073 152,883,291,353 5,737,133,622 17,906,490,000 77,641,280,000 65,036,410,000 12,604,870,000 12,012,107,000 16,024,440,445 53,329,513,149 50,014,271,149 3,315,242,000 8,310,072,764 16,531,771,274 28,743,827,953 28,270,027,953 473,800,000 8,750,406,456 10,121,825,637 5,737,133,622 18,194,344,178 26,191,247,033 26,191,247,033 20,231,588,940 27,423,331,082 27,423,331,082 108,444,648,000 4,651,337,000 18,487,798,000 14,982,184,220 14,949,931,386 15,650,479,493 17,190,923,273

PROGRAM/KEGIATAN (1)
9 Koordinasi dan harmonisasi pelaksanaan kebijakan Menteri Keuangan 10 Koordinasi dan pengembangan sistem informasi dan teknologi keuangan

2011 (3)
8,176,142,490 92,293,696,243 92,293,696,243

2012 (4)
8,720,573,660 95,456,318,545 95,456,318,545

2013 (5)
9,422,665,692 100,861,152,826 100,861,152,826

2014 (6)
10,277,265,505 113,880,822,382 113,880,822,382

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

85

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN SEKRETARIAT JENDERAL INDIKATOR KINERJA a. Memastikan tercapainya Prioritas Nasional di bidang lain, yang mencakup namun tidak terbatas pada : i. Memastikan konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/ lembaga selambatlambatnya 2011 Berpartisipasi aktif dalam TRB nasional Menerbitkan PMK tentang penataan organisasi dan penataan pegawai sebagai tindak lanjut hasil analisis beban kerja Menyusun konsep PMK tentang penilaian kinerja individu Menneg PAN&RB, Bappenas, BKN, KPK, Setneg Paling lambat Oktober 2014 Biro Organta/TRBP RENCANA AKSI K/L TERKAIT WAKTU UNIT ESELON II

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

86

INDIKATOR KINERJA a. Melaksanakan reformasi bidang pelayanan umum

RENCANA AKSI Mengkaji ulang dan mengusulkan perbaikan kebijakan, peraturan, dan proses pelaksanaan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan umum yang diberikan kementeriannya secara tuntas sebelum Juni 2010 serta memastikan efektifitas implementasi perbaikan peraturan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh pejabat yang ditunjuk Presiden untuk memimpin reformasi pelayanan umum

K/L TERKAIT

WAKTU Paling lambat Juni 2010

UNIT ESELON II TRBP

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

87

INDIKATOR KINERJA a. Mencapai sasaran-sasaran Rencana Strategis Kementerian 2009-2014

RENCANA AKSI 1. Menyusun tahapan tahunan (mile stones) ke dalam roadmap 2. Menerapkan manajemen kinerja berbasis balanced scorecard dengan mengadakan monev secara periodik (bulanan, triwulanan, dan tahunan)

K/L TERKAIT Menko Perekonomian

WAKTU Sesuai target waktu dalam Rencana Strategis Kementerian 2009-2014 Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan

PUSHAKA

3. Menyusun Rencana Bappenas Kerja (Renja) Tahunan berdasarkan target yang ditetapkan pada Renstra dengan melaksanakan monev melalui LAKIP

Biro Perencanaan dan Keuangan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

88

INDIKATOR KINERJA a. Pengelolaan keuangan Kementerian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI

RENCANA AKSI Meningkatkan kompetensi SDM Akuntansi melalui pelatihan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP) dan menempatkannya sesuai kebutuhan

K/L TERKAIT

WAKTU Terlaksana November 2011 Biro Perencanaan dan Keuangan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

89
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENGELOLAAN ANGGARAN NEGARA

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)


Terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah 1

INDIKATOR (3)
Terwujudnya pengelolaan anggaran negara yang tepat waktu, transparan dan akuntabel Terbentuknya Badan Koordinasi Pemberantasan Terorisme (BKPT) Terbitnya Perpres tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Adanya kebijakan peningkatan populasi ternak dalam negeri, mulai 2010 dan berlanjut Terlaksananya dukungan manajemen dalam pelaksanaan tugas DJA

TARGET 2010 (4)


100%

UNIT ORGANISASI 2014 (5)


100%

PELAKSANA (6)
DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN Program 100 Hari Program 100 Hari

2 3

1 Februari 2010 1 Februari 2010

1 Februari 2010

Program 100 Hari

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Anggaran

Terlaksananya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan dukungan manajemen dalam pelaksanaan tugas DJA Tersusunnya APBN yang sehat, kredibel dan berkelanjutan 1

100%

100%

SET. DITJEN ANGGARAN

Penyusunan Rancangan APBN

Tersusunnya Draft NK, RAPBN, & RUU APBN (APBN-P) dengan besaran yang akurat dan tepat waktu Peraturan Pelaksanaan anggaran R&D berdasarkan program prioritas K/L yang bersangkutan sesuai dengan alokasi anggaran dalam APBN. Revisi Perpres No. 71 Tahun 2005 Revisi Perpres No. 104 Tahun 2003 tentang TDL PLN

100%

100%

DIREKTORAT PENYUSUNAN APBN Temu Nasional

Desember 2010

3 4

1 Februari 2010 1 Februari 2010

Temu Nasional Temu Nasional

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

90
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
5 6 7 8 9

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Road Map rasionalisasi subsidi listrik Road Map rasionalisasi subsidi BBM Revisi PP Cost Recovery RPP tentang Penghapusan PNBP Perangkat pendukung yang dapat menjamin terlaksananya penyediaan dana penjaminan untuk KUR dalam APBN sebesar Rp. 2 triliyun pertahun Pengalokasian belanja pemerintah pusat yang tepat waktu dan efisien Penyediaan Anggaran secara tepat waktu dan tepat jumlah untuk menunjang program di bidang pangan, pertanian, dan industri pedesaan 3 sesuai dengan persetujuan PMK No. 261/2008 tentang tatacara penyediaan anggaran, perhitungan, pembayaran dan pertanggungjawaban subsidi pupuk Dokumen RAPBN-P 2010 tentang perubahan sistem pengelolaan pendanaan BLU Tanah dan Land Capping untuk ditampung dalam APBN-P 2010 PMK mekanisme dan Tata cara pemutihan KUT (pelaksanaan APBN 2010) dan hasil audit dari BPK. Peraturan pelaksanaan anggaran R&D berdasarkan program prioritas K/L

TARGET 2010 (4)


Desember 2010

UNIT ORGANISASI 2014 (5) PELAKSANA (6)


Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional Program 100 Hari

1 Februari 2010

Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP)

Terlaksananya kebijakan penganggaran yang transparan dan akuntabel

1 2

100% Oktober 2014

100%

DIREKTORAT ANGGARAN I, ANGGARAN II, DAN ANGGARAN III Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Desember 2010

Dit. Anggaran I Temu Nasional

1 Februari 2010

Dit. Anggaran I Temu Nasional

Desember 2010

Temu Nasional

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

91
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
yang bersangkutan sesuai dengan alokasi anggaran dalam APBN. Tersedia biaya untuk penemuan 6000 kasus gizi buruk oleh kader dan dirujuk ke fasilitas kesehatan -Selesainya kedua Permenkes tentang praktik tenaga kesehatan (perawat dan bidan) di DTPK - Selesainya Permenkes tentang 9 insentif tenaga kesehatan di DTPK Perangkat pendukung yang dapat menjamin terlaksananya penyediaan dana penjaminan untuk KUR dalam APBN sebesar Rp. 2 triliyun pertahun

1 Februari 2010

Dit. Anggaran I Program 100 Hari Dit. Anggaran I Program 100 Hari

1 Februari 2010

1 Februari 2010

Dit. Anggaran I Program 100 Hari

Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL)

Tersusunnya Laporan Keuangan BSBL yang transaparan dan akuntabel

Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Lain-lain (BSBL) yang lengkap dan tepat waktu

100%

100%

DIREKTORAT ANGGARAN III

Terbitnya Perpres tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP)

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Kelompok Kerja Perumus Kebijakan Tunjangan Khusus bagi Penjaga Perbatasan

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Disepakatinya dan disiapkannya rancangan ketentuan tentang penyesuaian besaran tunjangan khusus di daerah perbatasan

1 Februari 2010

Program 100 Hari

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

92
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
5

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Rancangan Perpres tentang tunjangan khusus bagi 9.709 prajurit & PNS yang bertugas di daerah perbatasan, terdepan & terpencil diajukan ke Sekretaris Negara 6 7 Cetak biru minimum essential force Dokumen rencana revitalisasi pengadaan baik lewat industri strategis dalam negeri maupun kemitraan luar negeri 8 Dokumen skim anggaran multiyears (3 renstra) selesai

TARGET 2010 (4)


1 Februari 2010

UNIT ORGANISASI 2014 (5) PELAKSANA (6)


Program 100 Hari

1 Februari 2010 1 Februari 2010

Program 100 Hari Program 100 Hari

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Pengelolaan PNBP dan subsidi

Mengoptimalkan keuangan negara di bidang PNBP dengan tetap menjaga pelayanan kepada masyarakat

Tercapainya target penerimaan SDA Migas dan Laba BUMN dalam APBN atau APBN-P Tersusunnya target dan pagu penggunaan PNBP untuk APBN dan atau APBN-P Terlaksananya pembayaran subsidi energi yang tepat waktu dan jumlah Melaksanakan penyempurnaan kebijakan dan peraturan subsidi SOP verifikasi perhitungan subsidi BBM, Listrik dan Pupuk agar lebih cepat dan efisien

95%

100%

DIREKTORAT PNBP

100%

100%

3 4

100% Juni 2014

100% Kontrak Kinerja

5 6

Revisi Perpres No. 71 Tahun 2005 Revisi Perpres No. 104 Tahun 2003 tentang TDL PLN

1 Februari 2010 1 Februari 2010

Temu Nasional Temu Nasional

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

93
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
7 8 9

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Road Map rasionalisasi subsidi listrik Road Map rasionalisasi subsidi BBM Revisi PP Cost Recovery

TARGET 2010 (4)


Desember 2010

UNIT ORGANISASI 2014 (5) PELAKSANA (6)


Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional

10 RPP tentang Penghapusan PNBP 11 Kebutuhan BBM dalam negeri khususnya untuk Indonesia bagian timur dapat terpenuhi 12 Rencana pasokan gas bumi yang mencakup kebijakan untuk menjaga pemenuhan kebutuhan gas domestik 13 PP dan Peraturan Menteri ESDM tentang Pasokan batubara Dalam Negeri (DMO) yang mencakup kebijakan untuk menjaga pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri 6 Pengembangan Sistem Penganggaran Terlaksananya penerapan sistem penganggaran berorientasi kinerja dan penerapan MTEF 2 1 Tersedianya norma penganggaran berbasis kinerja dan penerapan MTEF yang kredibel dan tepat waktu Revisi Keppres 80/2003, usulan mengenai percepatan proses pengadaan barang dan jasa, termasuk dalam angka pinjaman luar negeri 100% 100% 1 Februari 2010 1 Februari 2010 1 Februari 2010

Program 100 Hari

Program 100 Hari

Program 100 Hari

DIREKTORAT SISTEM PENGANGGARAN Temu Nasional

Desember 2010

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

94

KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014


DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Pengelolaan Anggaran Negara 99,476,764,000 91,655,538,192 93,103,501,830 104,839,299,121 108,902,688,953

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Anggaran 2 Penyusunan Rancangan APBN 3 Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) 4 Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL) 5 Pengelolaan PNBP dan subsidi 6 Pengembangan Sistem Penganggaran 7,877,585,000 9,426,433,000 7,270,513,952 8,700,003,188 7,385,372,694 8,837,444,836 7,979,967,771 10,003,657,343 8,289,257,515 10,391,381,793 3,700,500,000 3,260,086,037 3,311,588,501 3,578,203,758 3,716,888,744 5,192,531,000 7,072,698,000 4,792,378,705 6,527,653,737 4,868,088,151 6,630,776,859 5,510,493,830 7,505,791,426 5,724,071,036 7,796,702,915 66,207,017,000 61,104,902,574 62,070,230,788 70,261,184,991 72,984,386,950

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

95
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan


KRITERIA KEBERHASILAN 4 Terlaksananya koordinasasi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme menjadi Badan Koordinasi Pemberantasan Terorisme (BPKT) UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: TARGET H30: XXX Terbentuknya Badan TARGET H50: XXX Koordinasi Pemberantasan Terorisme (BKPT) TARGET H75: XXX UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 H30: XX% H50: XX%

RENCANA AKSI

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3 Depdagri, Deplu, Dephan, POLRI, TNI, BIN, Kemeneg PAN dan Reformasi Birokrasi, Depkeu (DJA) & Setneg

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

1 P3: Pemberantasan Terorisme

(P3A1) Koordinasi & Kementerian Koordinator sinkronisasi tindak lanjut Politik, Hukum dan hasil raker dengan komisi I Keamanan DPR RI tentang peningkatan kapasitas Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme menjadi Badan Koordinasi Pemberantasan Terorisme (BKPT)

H75: XX%

Catatan Depkeu (DJA): Rencana aksi ini tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi Depkeu. Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010).

TARGET H100: Terbentuknya Badan Koordinasi Pemberantasan Terorisme (BKPT) P4: Pengelolaan Wilayah Perbatasan (P4A1) Koordinasi & Sinkronisasi Akselerasi Penyelesaian Perpres tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Departemen Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Deplu, Dephan, POLRI, TNI, BIN, DKP, Kemeneg PAN dan Reformasi Birokrasi, Depkeu (DJA) & Setneg Terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak untuk penyelesaian Perpres BNPP TARGET: Terbitnya Perpres tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) paling lambat 16 Januari 2010 TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX

H100: XX%

Catatan : Keterangan sama dengan H75

H30: XX% H50: XX%

Catatan Depkeu (DJA): DJA tidak terkait langsung dengan rencana aksi ini. Keterkaitan DJA hanya sebatas ikut serta dalam pembahasan penyusunan draft Perpres tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

96

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

KRITERIA KEBERHASILAN 4

UKURAN KEBERHASILAN 5

UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6


TARGET H75: XXX

% CAPAIAN 7
H75: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (DJA): DJA tidak terkait langsung dengan rencana aksi ini. Keterkaitan DJA hanya sebatas ikut serta dalam pembahasan penyusunan draft Perpres tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP). Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010). Adapun hasil konfirmasi dari Depdagri mengatakan bahwa Perpres dimaksud masih dalam proses pembahasan.

TARGET H100: Terbitnya Perpres tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) paling lambat 16 Januari 2010 P6: Tunjangan Khusus Bagi PNS/TNI/POLRI yang Bertugas di Wilayah Terdepan, Terluar & Perbatasan (P6A1) Menyusun Departemen Pertahanan Kelompok Kerja (Pokja) untuk merumuskan kebijakan tunjangan khusus bagi penjaga perbatasan Setneg, Depkeu (DJA), Bappenas, Kemenko Polhukam, Kemeneg PAN dan Reformasi Birokrasi Tersusunnya Kelompok Kerja Perumus Kebijakan Tunjangan Khusus bagi Penjaga Perbatasan TARGET: Kelompok Kerja Perumus Kebijakan Tunjangan Khusus bagi Penjaga Perbatasan terbentuk sebelum 15 Desember 2009 TARGET H30: XXX

H100: XX%

Catatan : Keterangan sama dengan H75

H30: XX%

TARGET H50: XXX

H50: XX%

50% persiapan penyusunan Kelompok Kerja Perumus Kebijakan Tunjangan Khusus bagi Penjaga Perbatasan Catatan Depkeu (DJA): DJA telah berkoordinasi dengan Dephan, namun sampai saat ini DJA belum dilibatkan dalam rencana aksi dimaksud. Catatan : Keterangan sama dengan H50 Catatan Depkeu (DJA) : DJA belum diikutkan dalam pembahasan lanjutan 25% persiapan rancangan ketentuan tentang penyesuaian besaran tunjangan khusus di daerah perbatasan Catatan Depkeu (DJA): DJA tidak terkait langsung dengan rencana aksi ini. Keterkaitan DJA hanya sebatas ikut serta dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: Kelompok Kerja Perumus Kebijakan H100: XX% Tunjangan Khusus bagi Penjaga Perbatasan terbentuk sebelum 15 Desember 2009 (P6A2) Koordinasi dengan Departemen Pertahanan Depkeu & departemen terkait untuk menyesuaikan besaran tunjangan khusus di daerah perbatasan Setneg, Depkeu (DJA), Bappenas, Kemenko Polhukam, Kemeneg PAN dan Reformasi Birokrasi Pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyesuaian besaran tunjangan khusus di daerah perbatasan TARGET: Disepakatinya dan disiapkannya rancangan ketentuan tentang penyesuaian besaran tunjangan khusus di daerah perbatasan pada 30 Desember 2009 TARGET H30: XXX H30: XX%

TARGET H50: XXX

H50: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

97

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

KRITERIA KEBERHASILAN 4

UKURAN KEBERHASILAN 5

UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6


TARGET H75: XXX

% CAPAIAN 7
H75: XX%

KETERANGAN 8
DJA tidak terkait langsung dengan rencana aksi ini. Keterkaitan DJA hanya sebatas ikut serta dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden. Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010). Adapun hasil konfirmasi mengatakan bahwa saat ini rancangan ketentuan masih dalam proses pembahasan. Catatan Depkeu (DJA) : DJA belum diikutkan dalam pembahasan lanjutan 50% penyelesaian rancangan Perpres tentang tunjangan khusus Catatan Depkeu (DJA): DJA (Dit.Anggaran III) ikut serta dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden. Catatan Depkeu (DJA): Masih dalam proses pembahasan Catatan Depkeu (DJA) : DJA belum diikutkan dalam pembahasan lanjutan

(P6A3) Mengajukan Departemen Pertahanan rancangan Perpres tentang tunjangan khusus bagi prajurit & PNS yang bertugas di daerah perbatasan, terdepan & terpencil

Setneg, Depkeu (DJA), Bappenas, Kemenko Polhukam, Kemeneg PAN dan Reformasi Birokrasi

Diajukannya rancangan Perpres tentang tunjangan khusus bagi prajurit & PNS yang bertugas di daerah perbatasan, terdepan & terpencil

TARGET: Rancangan Perpres tentang tunjangan khusus bagi 9.709 prajurit & TARGET H50: XXX PNS yang bertugas di daerah perbatasan, terdepan & terpencil diajukan ke Sekretaris TARGET H75: XXX Negara paling lambat 16 Januari 2010 TARGET H100: Rancangan Perpres tentang tunjangan khusus bagi 9.709 prajurit & PNS yang bertugas di daerah perbatasan, terdepan & terpencil diajukan ke Sekretaris Negara paling lambat 16 Januari 2010 TARGET: Cetak biru minimum essential force tersusun sebelum Februari 2010 TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX

TARGET H100: Disepakatinya dan disiapkannya rancangan ketentuan tentang penyesuaian besaran tunjangan khusus di daerah perbatasan pada 30 Desember 2009 TARGET H30: XXX

H100: XX%

H30: XX% H50: XX%

H75: XX% H100: XX%

P8: Peningkatan Kemampuan Pertahanan & Keamanan Negara (P8A1) Penyusunan cetak Departemen Pertahanan biru minimum essential force yang meliputi: - alutsista (AD/AL/AU) - SDM - Sarpras - Kodal TNI, Kemeneg PPN/Ka Bappenas, Depkeu (DJA), Kemeneg BUMN Tersusunnya cetak biru minimum essential force yang meliputi: alutsista (AD/AL/AU), SDM, Sarpras dan Kodal H30: XX% H50: XX% 60% penyelesaian cetak biru minimum essential force Catatan Depkeu (DJA): DJA telah berkoordinasi dengan Dephan, namun sampai saat ini DJA belum dilibatkan dalam rencana aksi dimaksud. Status sama dengan H50 Catatan : Keterangan sama dengan H75

TARGET H75: XXX TARGET H100: Cetak biru minimum essential force tersusun sebelum Februari 2010

H75: XX% H100: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

98

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3
TNI, Kemeneg PPN/Ka Bappenas, Depkeu (DJA), Kemeneg BUMN

KRITERIA KEBERHASILAN 4
Sumber pengadaan untuk peningkatan kemampuan pertahanan dan keamanan negara teridentifikasi untuk direvitalisasi

UKURAN KEBERHASILAN 5
TARGET: Dokumen rencana revitalisasi pengadaan baik lewat industri strategis dalam negeri maupun kemitraan luar negeri

UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6


TARGET H30: XXX

% CAPAIAN 7
H30: XX%

KETERANGAN 8
10% penyelesaian dokumen rencana revitalisasi pengadaan baik lewat industri strategis dalam negeri maupun kemitraan luar negeri Catatan Depkeu (DJA): DJA telah berkoordinasi dengan Dephan, namun sampai saat ini DJA belum dilibatkan dalam rencana aksi dimaksud. Catatan: Keterangan sama dengan H50 Catatan : Keterangan sama dengan H75 10% penyelesaian dokumen skim anggaran multiyears (3 renstra) Catatan Depkeu (DJA): DJA telah berkoordinasi dengan Dephan, namun sampai saat ini DJA belum dilibatkan dalam rencana aksi dimaksud. Catatan: Keterangan sama dengan H50 Catatan : Keterangan sama dengan H75

(P8A2) Revitalisasi sumber Departemen Pertahanan pengadaan: - industri strategis dalam negeri - kemitraan dengan luar negeri

TARGET H50: XXX

H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX%

(P8A3) Penyusunan skim anggaran multiyears (3 renstra)

Departemen Pertahanan

TNI, Kemeneg PPN/Ka Bappenas, Depkeu (DJA), Kemeneg BUMN

Tersusunnya skim anggaran multiyears (3 renstra)

TARGET: Dokumen skim anggaran multiyears (3 renstra) selesai

TARGET H100: Dokumen rencana revitalisasi H100: XX% pengadaan baik lewat industri strategis dalam negeri maupun kemitraan luar negeri TARGET H30: XXX H30: XX% TARGET H50: XXX H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: Dokumen skim anggaran multiyears H100: XX% (3 renstra) selesai

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

99
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL JENDERAL ANGGARAN
Bidang Perekonomian
RENCANA AKSI 1 P17: Jaminan pasokan energi (P17A1) Pemenuhan BBM dalam negeri khususnya untuk Indonesia bagian timur PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 Depkeu (DJA), Kemeneg BUMN, KRITERIA KEBERHASILAN 4 Ketersediaan BBM dalam negeri khususnya untuk Indonesia bagian timur UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 % CAPAIAN 7 H30: 100% KETERANGAN 8 Telah dilakukan inventarisasi kondisi distribusi BBM, infrastruktur dan pasokan

Departemen ESDM

TARGET: Kebutuhan BBM TARGET H30: Inventarisasi Kondisi Distribusi BBM dalam negeri khususnya meliputi Infrastruktur dan pasokan (bobot 25% dari untuk Indonesia bagian UK) timur dapat terpenuhi TARGET H50: Koordinasi sistem pendistribusi BBM (bobot 25% dari UK)

H50: XX%

Telah dilakukan koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka optimalisasi sistem pendistribusian BBM untuk memenuhi BBM dalam negeri khususnya Indonesia bagian timur. Catatan Depkeu (DJA): a) Telah mengikuti rapat program revitalisasi sistem distribusi BBM untuk % Tahun ke depan bersama dengan instansi terkait (DESDM, BUMN, Pertamina, BPH Migas, dan DJA Depkeu) pada tanggal 16,23, dan 30 Desember 2009 b) Pertamina telah menyampaikan dan menjelaskan langkah-langkah untuk pengamanan distibusi BBM untuk Indonesia Bagian Timur 5 tahun ke depan antara lain dengan menghidupkan kembali baackloading depot Biak dan pembangunan terminal transit Baubau.

TARGET H75: Terlaksananya revitalisasi sistem distribusi BBM (bobot 30% dari UK)

H75: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

100
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H100: Kebutuhan BBM dalam negeri khususnya untuk Indonesia bagian timur dapat terpenuhi

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H100: XX%

KETERANGAN 8
Kebutuhan BBM dalam negeri khususnya untuk Indonesia Bagian Timur dapat terpenuhi secara memadai dan terjangkau melalui kebijakan : - Pemberlakuan harga yang sama untuk seluruh Indonesia pada tingkat lembaga penyalur termasuk APMS -Meningkatkan koordinasi pengawasan pendistribusian BBM dengan instansi terkait termasuk Pemda - Menyusun rencana revitalisasi infrastruktur dan pola distribusi BBM untuk Indonesia Bagian Timur Kebijakan tersebut di atas disampaikan dalam bentuk laporan akhir pemenuhan BBM dalam negeri khususnya untuk Indonesia Bagian Timur *Hal ini bukan tanggungjawab DJA, DJA hanya mendapatkan informasi dari ESDM

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

101
KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI 1 (P17A2) Perencanaan pasokan gas bumi untuk keperluan domestik

PENANGGUNG JAWAB 2 Departemen ESDM

INSTANSI TERKAIT

% CAPAIAN 7
H30: XX%

KETERANGAN 8
50% kemajuan penyelesaian rencana pasokan gas bumi a) Penyusunan Neraca Gas Bumi Indonesia 2010 2025 (kemajuan 60%dari bobot 40% atau 24% dari Ukuran Keberhasilan/UK) b) Penyusunan Konsep Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (kemajuan 55% dari bobot 40% atau 22% dari UK) c) Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Penetapan Alokasi Gas Bumi (kemajuan 20% dari bobot 20% atau 4% dari UK)

3 4 Depkeu (DJA), DepBUMN, Penyelesaian rencana pasokan gas bumi untuk keperluan domestik

5 TARGET: Rencana pasokan TARGET H30: XXX gas bumi yang mencakup kebijakan untuk menjaga pemenuhan kebutuhan gas domestik

TARGET H50: XXX TARGET H75: XXX TARGET H100: Rencana pasokan gas bumi yang mencakup kebijakan untuk menjaga pemenuhan kebutuhan gas domestik Depkeu (DJA), DepBUMN, Cakupan PP dan Peraturan TARGET: PP dan Peraturan TARGET H30: Penyusunan RPP selesai, tahapan: Dephukham, Setneg, Menteri ESDM tentang Menteri ESDM tentang [1] Penyusunan draft RPP Dephub Pasokan batubara Dalam Pasokan batubara Dalam [2] Pembahasan di internal unit prakarsa dan Negeri (DMO) Negeri (DMO) yang mencakup kebijakan untuk pembahasan dengan stakeholders [3] Pembahasan di internal unit prakarsa dan menjaga pemenuhan kebutuhan batubara dalam pembahasan dengan stakeholders [4] Pembahasan rapat antar Departemen negeri [5] Proses di Depkumham Penyusunan Permen ESDM selesai, tahapan: [1] Penyusunan draft Permen [2] Pembahasan di internal unit [3] Draft Permen dikirim dari unit eselon I ke Menteri Departemen

H50: XX% H75: XX% H100: XX%

Menunggu konfirmasi DJA Depkeu Belum dilibatkan dalam pembahasan Catatan Depkeu (DJA) : Keterangan sama dengan H75 Kemajuan 60% dari Total Bobot Program (100%) : [a] Draft RPP telah dikirim ke Depkumham pada tanggal 11 Nopember 2009 untuk diharmonisasi [b] Draft Permen sudah dikirim Dirjen Minerbapabum kepada MESDM untuk dibahas di Biro Hukum dan Humas DESDM

(P17A3) Penerbitan PP dan Departemen ESDM Peraturan Menteri ESDM tentang Pasokan batubara Dalam Negeri (DMO)

H30: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

102
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H50: XXX Penyusunan RPP selesai, tahapan: [1] RPP dikirim oleh Depkumham ke DESDM [2] RPP dikirim oleh MESDM kepada Presiden [3] Proses di Setneg Penyusunan Permen ESDM selesai, tahapan: Draft Permen ESDM di bahas di Sekjen ESDM (biro hukum) TARGET H75: XXX Penyusunan RPP Selesai, Tahapan: RPP di tanda tangani oleh Presiden Penyusunan Permen ESDM selesai, tahapan: Draft Permen ESDM di tanda tangani oleh Menteri TARGET H100: PP dan Peraturan Menteri ESDM H100: XX% tentang Pasokan batubara Dalam Negeri (DMO) yang mencakup kebijakan untuk menjaga pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri P22: Revitalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) (P22A1) Penyediaan dana penjaminan untuk KUR dalam APBN sebesar Rp. 2 triliyun pertahun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kemeneg BUMN, Kemtan, KKP, Kemdag, Kemperin, Kemdagri, Kemkeu (DJA), Kementerian Negara Koperasi dan UKM Penyelesaian perangkat pendukung penyediaan dana penjaminan untuk KUR dalam APBN TARGET: Perangkat pendukung yang dapat menjamin terlaksananya penyediaan dana penjaminan untuk KUR dalam APBN sebesar Rp. 2 triliyun pertahun TARGET H30: XXX H30: XX% Telah dipersiapkan surat Menteri Negara Koperasi dan UKM kepada Menteri Keuangan untuk mengalokasikan Dana Penjaminan sebesar Rp. 2 trilyun dalam APBN-P 2010. selanjutnya dalam surat tersebut diharapkan juga Menteri Keuangan dapat menyiapkan dokumen dan produk hukum yang diperlukan dalam rangka pengalokasian APBN-P tersebut (antara lain : peraturan Pemerintah tentang penyertaan modal negara dalam perusahaan penjamin. Catatan Depkeu (DJA): Untuk tahun 2010, penyediaan dana tersebut di dalam DIPA tidak memungkinkan di dalam 100 hari kerja karena harus melalui persetujuan DPR. H75: XX% Catatan Depkeu (DJA): Berdasarkan informasi ESDM, RPP telah diharmonisasikan di Seskab, No.0174/30/MEM.S/2010 tanggal 7 Januari 2010, tetapi DJA sampai dengan saat ini belum pernah terlibat/dilibatkan dalam pembahasan. Catatan Depkeu (DJA) : Keterangan sama dengan H75

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H50: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (BKF): Telah dilaksanakan harmonisasi di Depkumham dengan mengundang DJP dan DJA (Direktorat PNBP).

TARGET H50: XXX

H50: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

103
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H75: XXX

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H75: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (BKF) : Kepala BKF telah menyampaikan nota dinas kepada Menteri Keuangan ND-1260/KF/2009 tanggal 30 Desember 2009 yang isinya memuat bahwa arahan Presiden untuk menambah KUR tahun 2010 sebesar Rp2T dapat ditindaklanjuti dan diusulkan RAPBN-P sebelum Maret 2010 Catatan Depkeu (BKF) : Penyediaan dana penjaminan KUR untuk program ekspansi KUR 2010 telah dialokasikan dalam draft RAPBN-P tahun 2010

TARGET H100: Perangkat pendukung yang dapat menjamin terlaksananya penyediaan dana penjaminan untuk KUR dalam APBN sebesar Rp. 2 triliyun pertahun P26: Revitalisasi Industri pupuk dan gula Revitalisasi Industri Pupuk Urea (P26A11) Penyediaan Bahan Baku Depperin Gas (P26A111)

H100: XX%

Dep. ESDM, Kementrian Jaminan ketersediaan suplai BUMN, Depkeu (BKF), BP gas bumi sesuai kebutuhan Migas selama minimal 20 tahun dengan harga khusus untuk industri pupuk (P26A111K1)

TARGET: [1] Terbitnya surat jaminan gas dari BP Migas dan Head Of Agreement (HOA) (P26A111K1U1) [2] Ditandatangani Gas Supply Purchase Agreement (GSPA) (P26A111K1U2) [3] Adanya peraturan yang menetapkan prioritas dan harga gas khusus sesuai keekonomian industri pupuk melalui revisi Pasal 28 Undang-undang Migas No.22 th. 2001 (P26A111K1U3)

TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX

H30: XX% H50: XX%

Kemajuan 70% Catatan Depkeu (BKF): Berdasarkan informasi dari Direktorat Industri Kimia Hulu - Depperin, bahwa pembahasan dilakukan sejak 2007 bersama Dep ESDM, BP Migas, Industri pupuk dan Pertamina. Depkeu (DJA) belum dilibatkan karena belum membahas masalah keuangan. Pembahasan penyediaan bahan baku gas dilakukan bersamaan dengan pembahasan pupuk organik skala menengah kecil (P26A132) Sedang disusun rencana gas tahun 2010-2015 termasuk kebutuhan gas untuk revitalisasi koordinasi BP Migas. Neraca Migas terbit Januari 2010. Catatan Depkeu (DJA) : Sampai dengan saat ini DA belum dilibatkan untuk menindaklanjuti RA ini.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: [1] Terbitnya surat jaminan gas dari H100: XX% BP Migas dan Head Of Agreement (HOA) (P26A111K1U1) [2] Ditandatangani Gas Supply Purchase Agreement (GSPA) (P26A111K1U2) [3] Adanya peraturan yang menetapkan prioritas dan harga gas khusus sesuai keekonomian industri pupuk melalui revisi Pasal 28 Undang-undang Migas No.22 th. 2001 (P26A111K1U3)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

104
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL JENDERAL ANGGARAN
Bidang Kesejahteraan Rakyat
KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 H30: XX%

RENCANA AKSI

PENANGGUNG JAWAB

INSTANSI TERKAIT

UKURAN KEBERHASILAN 5

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8 25% - SK Menkes tentang DKR sebagai penerima bansos - Sudah ditentukan DKR yang menerima bansos - Proses pencairan bintang pada DIPA 2009 Catatan Depkeu(DJA) : 1. Tidak terdapat tanda bintang di DIPA dimaksud (sesuai hasil pengecekan DJA), sehingga seharusnya program ini sudah tidak terkait dengan Depkeu; 2. Pada TA 2009 dialokasikan dana sebesar Rp 72 miliar untuk bantuan operasional dengan target 241.700 posyandu. Dana tersebut hanya dialokasikan di Ditjen Binkesmas (tidak ada di unit eselon I lainnya, termasuk di Setjen); 3. Dana tersebut sudah terealisasi seluruhnya (100%) dengan cara ditransfer dari kantor pusat Ditjen Binkesmas ke rekening masing-masing posyandu; 4. Disamping itu, dialokasikan pula dana kegiatan Respon Cepat Penemuan Kasus Rp7,35 miliar yang dananya tidak dibintang sejak awal tahun 2009.;Dana tersebut untuk membiayai informasi/laporan Dinas Kesehatan/LSM/masyarakat/media massa tentang adanya kejadian gizi buruk untuk dilaporkan kepada Kantor Pusat Ditjen Binkesmas dengan target 6000 kasus; 5. Mekanisme pencairan dana kegiatan tersebut (sesuai ketentuan Depkes), adalah dana dicairkan apabila ada laporan/informasi. Catatan Depkeu(DJA) : Sesuai dengan kemajuan H50, Rencana aksi ini seharusnya sudah tidak terkait dengan Depkeu. (Berdasarkan surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010).

1 2 3 4 P36: Peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs (P36A1) Penanganan kasus Departemen Kesehatan Depdagri, Depkeu (DJA) Jumlah kasus gizi buruk gizi buruk oleh kader yang ditemukan oleh kader Posyandu, dimulai dengan Posyandu dan dirujuk ke 6.000 kasus fasilitas kesehatan

TARGET: Tersedia biaya TARGET H30: XXX untuk penemuan 6000 kasus gizi buruk oleh kader dan dirujuk ke fasilitas kesehatan TARGET H50: XXX

H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

105
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

UKURAN KEBERHASILAN 5

% CAPAIAN

KETERANGAN 8 Catatan Depkeu (DJA) : Keterangan sama dengan H75

6 7 TARGET H100: Tersedia biaya untuk penemuan 6000 H100: XX% kasus gizi buruk oleh kader dan dirujuk ke fasilitas kesehatan

P38: Peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan, terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) (P38A1) Disusunnya Departemen Kesehatan Depkeu (DJA), Depdagri, Ditetapkan Permenkes TARGET: TARGET H30: XXX Permenkes tentang Praktek Kemeneg Daerah tentang praktik tenaga Selesainya kedua Permenkes tenaga kesehatan (perawat Tertinggal. kesehatan (perawat dan tentang praktik tenaga TARGET H50: XXX dan bidan) di DTPK dan bidan) di DPTK kesehatan (perawat dan Peraturan Menkes tentang pemberian insentif bagi tenaga kesehatan strategis (dokter, perawat, bidan, sarjana kesehatan masyarakat, sanitarian, ahli gizi, asisten apoteker dan analis) di DTPK bidan) di DTPK TARGET H75: XXX

H30: XX% H50: XX%

50% sudah meninjau ulang tentang Permenkes yang sudah ada tentang praktik Depkes sampai saat ini belum melibatkan DJA dalam rencana aksi ini. DJA baru dapat melakukan pembahasan jika sudah mendapat usulan dari Depkes Depkes sampai saat ini belum melibatkan DJA dalam rencana aksi ini. DJA baru dapat melakukan pembahasan jika sudah mendapat usulan dari Depkes. Rencana aksi ini seharusnya tidak terkait Depkeu (Berdasarkan surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010). Catatan Depkeu (DJA) : Keterangan sama dengan H75 50% sudah meninjau ulang tentang Permenkes yang sudah ada tentang insentif nakes di DTPK Catatan Depkeu (DJA): Depkeu (DJA) tidak terkait dengan rencana aksi ini. Catatan Depkeu (DJA): Depkes sampai saat ini belum melibatkan DJA dalam rencana aksi ini. (Berdasarkan surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010). DJA baru dapat melakukan pembahasan jika sudah mendapat usulan dari Depkes. Catatan Depkeu (DJA) : Depkes sampai saat ini belum melibatkan DJA dalam rencana aksi ini. DJA baru dapat melakukan pembahasan jika sudah mendapat usulan dari Depkes.

H75: XX%

Ditetapkannya Permenkes tentang pemberian insentif bagi tenaga kesehatan strategis (dokter, perawat, bidan, sarjana kesehatan masyarakat, sanitarian, ahli gizi, asisten apoteker dan analis) di DTPK

TARGET: Selesainya Permenkes tentang insentif nakes di DTPK

TARGET H100: Selesainya kedua Permenkes tentang H100: XX% praktik tenaga kesehatan (perawat dan bidan) di DTPK TARGET H30: XXX H30: XX%

TARGET H50: XXX

H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: Selesainya Permenkes tentang insentif nakes di DTPK

H100: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

106

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN


INDIKATOR KINERJA a. Memastikan tercapainya Prioritas Nasional di bidang lain, yang mencakup namun tidak terbatas pada : i. Memastikan peningkatan investasi di bidang pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau RENCANA AKSI K/L TERKAIT WAKTU UNIT ESELON II

- Penyempurnaan PMK No. 261/2008 tentang tatacara penyediaan anggaran, perhitungan, pembayaran dan pertanggungjawaban subsidi pupuk - Penyediaan anggaran secara tepat waktu dan tepat jumlah untuk menunjang program di bidang pangan, pertanian, dan industri pedesaan sesuai dengan persetujuan

Kemenko Perekonomian, Bappenas, ESDM, BPH Migas, Pertamina, PLN, Deptan, Kemenneg BUMN

Paling lambat Oktober 2014

DIREKTORAT ANGGARAN I, ANGGARAN II, DAN ANGGARAN III

b. Melaksanakan penyempurnaan kebijakan dan peraturan subsidi i. Mengkaji dan mengusulkan penyempurnaan kebijakan dan peraturan mengenai subsidi BBM, listrik, dan pupuk sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas peraturan yang disempurnakan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan

- Memperbaiki dan menyederhanakan SOP verifikasi perhitungan subsidi BBM, Listrik dan Pupuk agar lebih cepat dan efisien

Kemenko Perekonomian, Bappenas, ESDM, BPH Migas, Pertamina, PLN, Deptan, Kemenneg BUMN

Paling lambat Juni 2014

DIREKTORAT PNBP

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

107

HASIL TEMU NASIONAL 29-30 OKTOBER DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN Bidang : Infrastruktur
NO. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG K/L TERKAIT UNIT ESELON II JAWAB Menteri PU Depkeu Bappenas1 tahun Dit. Anggaran I

1.

Pengelolaan dana BLU Tanah dan Land Capping sebaiknya berada di 1 tangan (DJ-BM) supaya kontrolnya jelas dan birokrasinya lebih sederhana Kejelasan lanjutan pemutihan KUT

Membahas perubahan sistem Dokumen RAPBN-P pengelolaan pendanaan BLU Tanah 2010 dan Land Capping untuk ditampung dalam APBN-P 2010 Menyusun mekanisme dan Tata cara PMK pemutihan KUT (pelaksanaan APBN 2010) dan hasil audit dari BPK.

1 tahun

2.

100 hari

Menteri Keuangan Deptan, BPN

Dit. Anggaran I

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

108

Bidang : Industri dan Jasa


No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB Menteri Keuangan K/L TERKAIT K/L terkait R&D 1 tahun 1 tahun 2. Revisi Keppres 80/2003 Memberikan usulan mengenai percepatan proses pengadaan barang dan jasa, termasuk dalam angka pinjaman luar negeri dengan tetap menjaga prinsipprinsip tata kelola yang baik Menjadi narasumber dalam proses revisi Perpres No. 71 Tahun 2005 Memberikan masukan dari sisi APBN, inflasi dan kinerja ekonomi Memberikan masukan tentang rasionalisasi subsidi listrik 1 Tahun Dit. Sistem Penganggaran UNIT ESELON II

1.

Penyediaan anggaran R&D lebih besar oleh pemerintah dengan alokasi yang efektif dan efisien.

Menyediakan anggaran R&D berdasarkan program prioritas K/L yang bersangkutan sesuai dengan alokasi anggaran dalam APBN.

Peraturan Pelaksanaan

1 tahun

Dit. P-APBN Dit. Anggaran I Dit. Anggaran II Dit. Anggaran III

3.

Merevisi Perpres 71 tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu Merevisi Perpres No. 104 Tahun 2003 tentang TDL PLN Menyusun Road Map rasionalisasi subsidi listrik

100 hari

Dit. PNBP

4.

100 hari

Dit. P-APBN Dit. PNBP Dit. P-APBN Dit. PNBP

5.

1 Tahun

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

109
NO. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB K/L TERKAIT UNIT ESELON II

6.

Menyusun Road Map rasionalisasi subsidi BBM Sinkronisasi aturan dalam RPP tentang Cost Recovery dengan kontrak PSC termasuk masalah perpajakan Penghapusan PNBP dokumen untuk perusahaan Freight Forwarding

Memberikan masukan tentang rasionalisasi subsidi BBM Menjadi narasumber dalam proses revisi PP Cost Recovery Mengusulkan RPP tentang Penghapusan PNBP

Dit. P-APBN Dit. PNBP Dit. P-APBN Dit. PNBP Dit. PNBP

7.

8.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

110
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENINGKATAN DAN PENGAMANAN PENERIMAAN PAJAK Peningkatan penerimaan pajak negara yang optimal 1 2 Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan pajak Persentase realisasi waktu pelayanan terhadap janji waktu pelayanan (Quick-Win) 100% 100% 100% 100% DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJP 2 Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, PPSP, dan Bea Materai

Kepuasan unit di lingkungan DJP yang tinggi Peningkatan Efektifitas pembuatan peraturan 1

Indeks Kepuasan Unit

75

83

SEKRETARIAT DJP

Persentase penyelesaian usulan pembuatan / Revisi peraturan perundangan terhadap peraturan perundangan yang harus dibuat / direvisi PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

100%

100%

DIREKTORAT PP I

Desember 2011

Kontrak Kinerja

3 4 5 6 7

Kajian tentang pengampunan pajak dengan terlebih dulu melakukan evaluasi pelaksanaan Sunset Policy Peraturan pelaksanaan UU PPN, yang telah menampung perihal restitusi dan Pajak Masukan Kajian manfaat biaya Penghapusan VAT untuk industri media dan implikasinya pada APBN. Peraturan pelaksanaan UU PPN Peraturan pelaksanaan yang mengatur Pembebasan PPN bahan baku perak sesuai dengan UU PPN

1 Februari 2010 1 Februari 2010 1 Februari 2010 1 Februari 2010 1 Februari 2010

Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

111
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
8 kepada wisatawan. 3 Perumusan kebijakan di bidang PPh dan perjanjian kerjasama perpajakan internasional Peningkatan Efektifitas pembuatan peraturan 1 Persentase penyelesaian usulan pembuatan / Revisi peraturan perundangan terhadap peraturan perundangan yang harus dibuat / direvisi PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 3 PMK pemberian PDRI untuk eksplorasi migas dan panas bumi, dalam UU APBN 4 Kajian implikasi pemberian insentif untuk pembangunan refinery baru kepada APBN serta manfaat dan biaya untuk ditampung dalam APBN-P 2010 5 6 Menyelesaikan revisi PP cost recovery Kajian manfaat dan biaya pemberian insentif pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak terhadap perekonomian dan implikasi insentif terhadap APBN. 7 Peraturan Pelaksanaan mengenai Insentif potongan PPh 5% bagi perusahaan yang melakukan R&D. 8 4 Peningkatan efektivitas pemeriksaan, dan optimalisasi pelaksanaan penagihan Pemeriksaan dan Penagihan yang Optimal untuk peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan Peningkatan Penerimaan Pajak Memberikan insentif fiskal bagi pengembangan CBM Persentase jumlah Refund Discrepancy dan Penerimaan Pajak dari Pemeriksaan dan Penagihan terhadap Realisasi Penerimaan Pajak 4% 3% Temu Nasional DIREKTORAT PEMERIKSAAN DAN PENAGIHAN Desember 2010 Temu Nasional 1 Februari 2010 1 Februari 2010 Temu Nasional Temu Nasional 1 Februari 2010 Temu Nasional 1 Februari 2010 Temu Nasional 100% 100% DIREKTORAT PP II

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Ketentuan pelaksanaan tentang pengembalian VAT

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


Temu Nasional

1 Februari 2010

Desember 2011

Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

112
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
Penyelesaian penyidikan yang optimal

PROGRAM/KEGIATAN (1)
5 Peningkatan kegiatan intelijen dan efektivitas penyidikan perpajakan Peningkatan pelaksanaan ekstensifikasi perpajakan

INDIKATOR (3)
Persentase berkas penyidikan yang diserahkan ke Kejaksaan

TARGET 2010 (4)


25%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


DIREKTORAT INTELIJEN DAN PENYIDIKAN DIREKTORAT EKSTENSIFIKASI DAN PENILAIAN DIREKTORAT KEBERATAN DAN BANDING

2014 (5)
30%

Peningkatan Jumlah Wajib Pajak, Objek Pajak, dan Kualitas Penilaian

Persentase jumlah WP OP terhadap jumlah KK

23%

27%

Peningkatan pelayanan di bidang penyelesaian keberatan dan banding

Tingkat Pelayanan yang tinggi atas Pengurangan, Keberatan, dan penyelesaian SUB, Tanggapan, dan Memori serta Kontra Memori PK MA

Persentase realisasi rata-rata waktu pelayanan terhadap Janji Waktu Pelayanan Pasal 16 UU KUP

100%

100%

Persentase realisasi rata-rata waktu pelayanan terhadap Janji Waktu Pelayanan Pasal 36 UU KUP

100%

100%

Persentase realisasi rata-rata waktu pelayanan terhadap Janji Waktu Pelayanan Pasal 20 UU BPHTB

100%

100%(*) *Sesuai UU PDRD dialihkan ke PEMDA

Persentase realisasi rata-rata waktu pelayanan terhadap Janji Waktu Pelayanan Keberatan Pasal 25 UU KUP, Pasal 15 UU PBB, Pasal 16 UU BPHTB

100%

100%

Perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang analisis dan evaluasi penerimaan perpajakan.

Penerimaan Pajak Negara yang Optimal

Persentase pertumbuhan realisasi penerimaan pajak

15%

20%

DIREKTORAT POTENSI, KEPATUHAN DAN PENERIMAAN

Kajian implikasi pemberian insentif untuk pembangunan

1 Februari 2010

Temu Nasional

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

113
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
refinery baru kepada APBN serta manfaat dan biaya untuk ditampung dalam APBN-P 2010 3 4 Menyelesaikan revisi PP cost recovery Kajian manfaat dan biaya pemberian insentif pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak terhadap perekonomian dan implikasi insentif terhadap APBN. 5 6 7 Kajian tentang pengampunan pajak dengan terlebih dulu melakukan evaluasi pelaksanaan Sunset Policy Kajian manfaat biaya Penghapusan VAT untuk industri media dan implikasinya pada APBN. Memberikan insentif fiskal bagi pengembangan CBM Indeks kepuasan masyarakat atas pelayanan dan penyuluhan

1 Februari 2010 1 Februari 2010

Temu Nasional Temu Nasional

1 Februari 2010 1 Februari 2010

Temu Nasional Temu Nasional Temu Nasional

Peningkatan kualitas pelayanan serta efektivitas penyuluhan dan kehumasan

Tingkat Kepuasan yang Tinggi atas Pelayanan Perpajakan

72

76

DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

10 Pembinaan, pemantauan dan dukungan teknis di bidang teknologi, komunikasi dan Informasi perpajakan 11 Peningkatan, pembinaan dan pengawasan SDM, dan pengembangan organisasi

Kepuasan yang tinggi dari pengguna teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Indeks kepuasan pengguna TIK

70

80

DIREKTORAT TEKNOLOGI INFORMASI PERPAJAKAN

SDM perpajakan yang profesional dan organisasi yang kondusif

Persentase kesesuaian kompetensi pegawai terhadap kompetensi jabatan (eselon IV lingkup DJP)

67%

75%

DIREKTORAT KEPATUHAN INTERNAL DAN TRANSFORMASI SUMBER

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

114
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
2

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Persentase pelaksanaan pengujian kepatuhan terhadap rencana Persentase penyelesaian pembangunan dan pengembangan sistem informasi terhadap target

TARGET 2010 (4)


100%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


DAYA APARATUR

2014 (5)
100%

12 Perencanaan,pengembangan, dan evaluasi di bidang teknologi,komunikasi dan informasi

Teknologi informasi dan komunikasi yang handal dan tepat guna

100%

100%

DIREKTORAT TRANSFORMASI TEKNOLOGI DAN KOMUNIKASI

13 Pelaksanaan reformasi proses bisnis

Proses Bisnis yang efektif dan efisien

1 2

Persentase penyelesaian proses bisnis/ SOP terhadap proses bisnis/SOP yang harus dibuat Persentase penyelesaian proses bisnis/ SOP terhadap proses bisnis/SOP yang harus disempurnakan % realisasi penerimaan pajak Persentase pencairan tunggakan terhadap jumlah tunggakan pajak Persentase realisasi pemeriksaan terhadap rencana pemeriksaan % realisasi penerimaan pajak Persentase realisasi pelayanan tepat waktu terhadap jumlah pelayanan Persentase jumlah WP OP terhadap jumlah KK Persentase pencairan tunggakan terhadap jumlah tunggakan pajak Persentase realisasi pemeriksaan terhadap rencana pemeriksaan Persentase penyelesaian pemindaian berkas SPT

100% 100% 100% 15% 66% 100% 100% 23% 15% 66% 71%

100% 100% 100% 19% 75% 100% 100% 27% 19% 74% 79%

DIREKTORAT TRANSFORMASI PROSES BISNIS KANWIL DJP

14 Pembinaan penyelenggaraan perpajakan dan penyelesaian keberatan di bidang perpajakan di daerah

Penerimaan pajak yang optimal

1 2 3

15 Pelaksanaan administrasi perpajakan didaerah

Penerimaan pajak yang optimal

1 2 3 4 5

KPP

16 Pengelolaan data dan dokumen perpajakan

Kepuasan yang tinggi dari pengguna data dan dokumen perpajakan

PUSAT PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN PERPAJAKAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

115
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak RM PHLN KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJP 2 Perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, 3 4 5 6 PPSP, dan Bea Materai Perumusan kebijakan di bidang PPh dan perjanjian kerjasama perpajakan internasional Peningkatan efektivitas pemeriksaan, dan optimalisasi pelaksanaan penagihan Peningkatan kegiatan intelijen dan efektivitas penyidikan perpajakan Peningkatan pelaksanaan ekstensifikasi perpajakan 741,519,984,000 2,455,100,000 2,688,156,000 3,457,627,000 4,631,241,000 12,902,475,000 3,441,594,000 2,005,812,000 703,049,168,457 2,162,906,967 2,368,225,201 3,046,118,205 4,080,055,118 11,767,569,609 3,031,993,074 1,767,090,348 977,165,837,960 2,306,929,499 2,525,919,930 3,248,952,110 4,351,736,799 12,998,855,373 3,233,886,205 1,884,756,884 856,926,949,218 2,492,660,605 2,729,280,869 3,510,525,047 4,702,094,322 14,552,182,228 3,494,246,057 2,036,498,061 976,139,482,358 2,718,735,180 2,976,816,455 3,828,915,587 5,128,556,330 16,451,086,944 3,811,161,111 2,221,200,799 3,952,180,552,000 3,734,262,427,000 217,918,125,000

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226 4,173,174,207,423 3,675,673,004,423 497,501,203,000

2012 (4)
0.94699 4,253,696,044,396 3,979,483,294,396 274,212,750,000

2013 (5)
0.97450 4,052,812,665,838 4,001,676,540,838 51,136,125,000

2014 (6)
1.01227 4,386,003,590,073 4,386,003,590,073 0

7 Peningkatan pelayanan di bidang penyelesaian keberatan dan banding 8 Perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang analisis dan evaluasi penerimaan perpajakan. 9 Peningkatan kualitas pelayanan serta efektivitas penyuluhan dan kehumasan

63,485,377,000

58,467,968,471

65,197,444,558

73,656,980,916

84,005,814,848

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

116
ALOKASI 2010 (2)
115,218,521,000 2,759,186,000 114,147,110,000 241,371,326,000 23,453,201,000 217,918,125,000 541,356,597,000 2,073,777,308,000 26,963,138,000

PROGRAM/KEGIATAN (1)
10 Pembinaan, pemantauan dan dukungan teknis di bidang teknologi, komunikasi dan Informasi perpajakan 11 Peningkatan, pembinaan dan pengawasan SDM, dan pengembangan organisasi 12 Perencanaan, pengembangan, dan evaluasi di bidang teknologi, komunikasi dan informasi 13 Pelaksanaan reformasi proses bisnis RM PHLN 14 Pembinaan penyelenggaraan perpajakan dan penyelesaian keberatan di bidang perpajakan di daerah 15 Pelaksanaan administrasi perpajakan didaerah 16 Pengelolaan data dan dokumen perpajakan

2011 (3)
106,120,506,021 2,430,802,005 168,235,148,059 721,783,021,072 224,281,818,072 497,501,203,000 336,367,767,330 2,023,685,342,656 24,810,524,830

2012 (4)
118,343,180,313 2,592,663,499 132,790,735,039 362,482,289,123 88,269,539,123 274,212,750,000 328,316,094,457 2,208,613,766,795 27,642,995,852

2013 (5)
133,707,762,496 2,801,398,348 182,456,254,660 69,595,527,570 18,459,402,570 51,136,125,000 365,865,755,969 2,303,079,857,633 31,204,691,840

2014 (6)
152,503,862,245 3,055,474,394 174,992,509,531 2,016,280,914 2,016,280,914 0 411,751,028,976 2,508,841,081,774 35,561,582,626

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

117

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK INDIKATOR KINERJA a. Memastikan tercapainya Prioritas Nasional di bidang lain, yang mencakup namun tidak terbatas pada : i. Memastikan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di 5 lokasi melalui skema Public-Private Partnership sebelum 2012.
Menyiapkan PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Dep.PU, Dephub, Depdag
DIREKTORAT PP I, DIREKTORAT PP II

RENCANA AKSI

K/L TERKAIT

WAKTU

UNIT ESELON II

Desember 2011

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

118

HASIL TEMU NASIONAL 29-30 OKTOBER DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Bidang : Energi
No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG K/L TERKAIT UNIT ESELON II JAWAB Menteri Keuangan ESDM Dit PP II

1.

Memberikan insentif khusus (fiskal) untuk pelaksanaan optimalisasi produksi migas

Memberikan fasilitas PDRI untuk eksplorasi migas dan panas bumi, dalam UU APBN. Melakukan kajian implikasi kepada APBN serta manfaat dan biaya untuk ditampung dalam APBN-P 2010.

PMK pemberian PDRI

100 hari

2.

Memberikan insentif untuk pembangunan refinery baru

Kajian insentif

100 hari

Menteri Keuangan

Dep.ESDM

Dit PP II, Dit PKP

Memberikan insentif fiskal bagi pengembangan CBM

Menteri Keuangan dan Menteri ESDM Menyelesaikan revisi PP Cost PP cost recovery Recovery 100 hari Depkumham, dan Setneg

Dit PP II, Dit PKP

Sinkronisasi aturan dalam RPP tentang Cost Recovery dengan kontrak PSC termasuk masalah perpajakan

Dit PP II, Dit PKP

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

119

No.

PROGRAM

RENCANA AKSI

KELUARAN

WAKTU

PENANGGUNG K/L TERKAIT UNIT ESELON II JAWAB

Menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang insentif pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak

Melakukan kajian manfaat dan biaya pemberian insentif terhadap perekonomian dan implikasi insentif terhadap APBN.

Kajian insentif

100 hari

Menteri Keuangan

Dep.ESDM

Dit PP II, Dit PKP

Menerbitkan Perpres untuk penurunan pajak 5% dalam jangka waktu 15 tahun untuk PLTP (Panas Bumi)

Dit PP II

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

120

Bidang : Industri dan Jasa


No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB Menteri Keuangan K/L TERKAIT UNIT ESELON II

1.

Diperlukan UU tentang Pengampunan Pajak untuk semua lapisan wajib pajak.

Melakukan kajian tentang pengampunan pajak dengan terlebih dulu melakukan evaluasi pelaksanaan Sunset Policy Menyelesaikan peraturan pelaksanaan UU PPN, yang telah menampung perihal restitusi dan Pajak Masukan

Kajian

100 hari

Dit PP I, Dit PKP

Amandemen UU PPN antara lain : - Restitusi PPN bisa dilakukan setiap bulan - Pajak Masukan dalam masa belum produksi dapat dikreditkan seluruhnya dan tidak perlu di bayar kembali.

Peraturan Pelaksanaan UU PPN

100 hari

Dit PP I

Penghapusan VAT untuk industri media (kertas dan koran)

Melakukan kajian manfaat biaya Penghapusan VAT untuk industri media dan implikasinya pada APBN. Sudah ditampung dalam amandemen UU PPN yang akan mulai berlaku 1 April 2010

Kajian

100 hari

Menteri Keuangan

Dit PP I, Dit PKP

Penyempurnaan KMK No. 575 tahun 2000 dan penerbitan peraturan percepatan restitusi pajak sehingga paling lambat 3 bulan

Peraturan Pelaksanaan

100 hari

Dit PP I

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

121

No.

PROGRAM

RENCANA AKSI

KELUARAN

WAKTU

PENANGGUNG JAWAB

K/L TERKAIT

UNIT ESELON II

2.

Pembebasan PPN atas bahan baku perak, crumb rubber, sheet dan crepe.

Menerbitkan peraturan pelaksanaan yang mengatur Pembebasan PPN bahan baku perak sesuai dengan UU PPN

Peraturan Pelaksanaan

100 hari

Menteri Keuangan

Depperin, Depdag 1 tahun

Dit PP I

3.

Insentif potongan PPh 5% bagi perusahaan yang melakukan R&D.

Biaya R&D sudah masuk dalam Peraturan potongan perhitungan PPh (pajak Pelaksanaan penghasilan)

1 tahun

Menteri Keuangan

K/L terkait R&D 1 tahun

Dit PP II

4.

Menghapus pajak barang mewah atas bahan makanan dan minuman; VAT dikembalikan kepada wisatawan;

? Sudah ditampung dalam amandemen UU PPN. ? Penerbitan ketentuan pelaksanaan tentang pengembalian VAT kepada wisatawan. ? pelatihan SDM sudah Biaya masuk dalam potongan perhitungan PPh PMK

1 tahun

Menteri Keuangan

K/L terkait

Dit PP I

100 hari

Dit PP I

Insentif potongan PPh 5% bagi perusahaan yg melakukan pelatihan peningkatan mutu SDM.

1 tahun

Dit PP II

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

122
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENGAWASAN, PELAYANAN, DAN PENERIMAAN DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI 1 Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang memberikan fasilitasi kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta 2 optimalisasi penerimaan Terwujudnya profesionalisme SDM kepabeanan dan cukai 3 Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJBC 2 1 Terciptanya kinerja kesekretariatan DJBC yang efisien Terwujudnya dukungan yang optimal terhadap pencapaian sasaran strategis DJBC 3 2 1 Persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat Persentase penyelesaian program pengembangan SDM Persentase Modernisasi Unit Organisasi di lingkungan DJBC 4 Persentase penyediaan sarana dan prasarana DJBC tertentu 80% 90% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 3 1 2 Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai Rasio realisasi dari janji pelayanan quick win ke pihak eksternal Persentase jumlah kasus tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang diserahkan ke Kejaksaan 40% 50% 100% 80% 100% 85% DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

SES. DITJEN BEA DAN CUKAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

123
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
1 Terwujudnya profesionalisme SDM kepabeanan di bidang teknis kepabeanan 2 Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif 3 Terciptanya pelayanan yang pasti di bidang kepabeanan kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) 5 4 3 1 2

PROGRAM/KEGIATAN (1)
2 Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Bidang Kepabeanan

INDIKATOR (3)
Fekuensi pemutakhiran pada Data Base Harga I Persentase rumusan peraturan yang menjadi keputusan di bidang teknis kepabeanan Persentase ketepatan waktu penyelesaian penetapan nilai pabean dan klasifikasi barang PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang kepabeanan dan perpajakan PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional 6 PMK tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dalam rangka pengembangan Sistem Logistik 7 PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 8 9 SOP tentang pemeriksaan Memperbaiki PMK dan Perdirjen mengenai prosedur penetapan nilai pabean termasuk prosedur pengaduan dan keberatan 10 Menerapkan secara konsisten dan memberikan

TARGET 2010 (4)


12X 75%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


DIREKTORAT TEKNIS KEPABEANAN

2014 (5)
12X 80% 80%

75%

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Desember 2011

Kontrak Kinerja

Desember 2010 Desember 2010

Temu Nasional Temu Nasional

Desember 2010

Temu Nasional

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

124
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
penjelasan kepada pengguna jasa kepabeanan mengenai SOP tentang penetapan nilai pabean 11 Memperbaiki sistem penanganan pengaduan masyarakat khusus mengenai penetapan nilai pabean

Desember 2010

Temu Nasional

Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Fasilitas Kepabeanan

Terciptanya administrator di bidang fasilitas kepabeanan yang dapat memberikan dukungan industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi pendapatan

Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas pembebasan dan keringanan bea masuk

70%

80%

DIREKTORAT FASILITAS KEPABEANAN

Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian fasilitas pertambangan

70%

80%

Terwujudnya profesionalisme SDM di bidang fasilitas kepabeanan 3

Persentase realisasi janji layanan publik terkait pemberian Tempat Penimbunan Berikat (TPB)

70%

80%

Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan efektif 4

Persentase realisasi janji layanan pemberian fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) melalui modernisasi sistem dan prosedur

70%

80%

Persentase penyelesaian rancangan PMK dan aturan pelaksanaan lainnya terkait sistem pelayanan kepabeanan yang mendukung Sistem Logistik Nasional (Customs Advance Trade System)

100%

PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

125
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
7

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
kepabeanan dan perpajakan PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional 8 PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 9 PMK untuk memadukan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dengan Kawasan Ekonomi Khusus di 5 lokasi (di Jawa dan Sumatera) 10 Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) diimplementasikan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 11 Dokumen cetak biru transportasi multimoda sesuai dengan cetak biru sistem logistik nasional

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Desember 2011

Kontrak Kinerja

Desember 2011

Kontrak Kinerja

1 Februari 2010

Program 100 Hari

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Perumusan Kebijakan dan Bimbingan Teknis Bidang Cukai

Terwujudnya profesionalisme SDM di bidang cukai

1 2

Tingkat ketepatan waktu penyediaan pita cukai Persentase permohonan pengembalian cukai yang selesai diproses

25 hari 75%

20 hari 80%

DIREKTORAT CUKAI

Terwujudnya pengendalian konsumsi dan produksi barang kena cukai dengan tetap mempertimbangkan aspek penerimaan cukai 3

Persentase cukai yang dibayar tepat waktu dibandingkan dengan jumlah cukai secara

98%

99%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

126
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
3 Terciptanya institusi yang dapat memberikan pengawasan efektif dan pelayanan terbaik. Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan 2 Terciptanya institusi kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat 3 Terwujudnya profesionalisme SDM di bidang intelijen, penindakan dan penyidikan yang handal 4 Terwujudnya pengawasan efektif dan pelayanan yang efisien 6 5 4 3 2 1 keseluruhan

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelijen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai

Persentase tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang diserahkan ke Kejaksaan Persentase pemblokiran dibandingkan dengan jumlah perizinan Persentase operasi penegahan barang larangan dan pembatasan Persentase pemanfaatan sarana intelijen, penindakan, dan penyidikan PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional Desain pola penguatan & pemantapan hubungan kelembagaan antar penegak hukum

40%

50%

DIREKTORAT PENINDAKAN DAN

15%

10%

PENYIDIKAN

60%

80%

60%

80%

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Sistem, prosedur, & kualitas SDM

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Audit Bidang Kepabeanan dan Cukai

Terwujudnya audit kepabeanan dan audit cukai yang dapat mendukung peran DJBC dalam mengamankan hak negara

Persentase pelaksanaan audit sesuai dengan DROA (Daftar Rencana Obyek Audit)

80%

90%

DIREKTORAT AUDIT

2 3

Persentase Hasil Evaluasi Laporan Hasil Audit PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional

80%

2 3

Terwujudnya profesionalisme SDM Auditor Terwujudnya efektivitas di bidang pengawasan

90% Oktober 2014

Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

127
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
1 Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan, sesuai dengan standar internasional Terwujudnya profesionalisme SDM kepabeanan internasional 3 Terwujudnya sistem pengawasan dan pelayanan sesuai dengan standar WCO (World Customs Organization) 8 1 Terciptanya administrasi penerimaan kepabeanan dan cukai yang tertib dan dapat memberikan fasilitasi terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan 2 Terwujudnya profesionalisme SDM di bidang penerimaan dan peraturan kepabeanan dan 3 cukai Tercapainya perumusan peraturan di bidang kepabeanan dan cukai 4 Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif 4 3 1 2 100% 70% 100% 80% 3 2 1

PROGRAM/KEGIATAN (1)
7 Perumusan Kebijakan dan Evaluasi Pelaksanaan Kerjasama Internasional

INDIKATOR (3)
Persentase kebijakan pabean nasional terhadap hasil kesepakatan kepabeanan internasional Persentase rumusan kebijakan kerjasama internasional dibidang kepabeanan dan cukai PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional

TARGET 2010 (4)


70%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


DIREKTORAT KEPABEANAN

2014 (5)
75%

90%

95%

INTERNASIONAL

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Perumusan Kebijakan dan Peningkatan Pengelolaan Penerimaan Bea dan Cukai

Jumlah penerimaan bea dan cukai Persentase penyelesaian evaluasi dan rekomendasi, penyempurnaan perancangan dan/atau pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundangundangan di bidang kepabeanan dan cukai Persentase pencairan tagihan terhadap jumlah tagihan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor Persentase peraturan pelaksanaan dibidang kepabeanan dan cukai yang selaras (tidak bertentangan dengan) dengan peraturan perundang-undangan

DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI

55%

60%

75%

90%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

128
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
5

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang kepabeanan dan perpajakan 6 PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional 7 PMK tentang mandatory NSW impor dan ekspor di 5 pelabuhan utama 8 PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 9 PMK mengenai jam kerja DJBC 24 jam sehari dan 7 hari seminggu 10 Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) diimplementasikan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Desember 2011

Kontrak Kinerja

1 Februari 2010

Temu Nasional

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Perumusan Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Informasi Kepabeanan dan Cukai

Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi terbaik berbasis teknologi informasi kepada industri, perdagangan, dan masyarakat, serta

Persentase sistem aplikasi dan infrastruktur TI yang sesuai dengan proses bisnis DJBC

100%

100%

DIREKTORAT INFORMASI

2 3

Persentase downtime sistem informasi Rata-rata persentase penyelesaian

1% 70%

1% 75%

KEPABEANAN DAN CUKAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

129
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
optimalisasi penerimaan 2 Terwujudnya profesionalisme SDM di bidang teknologi informasi kepabeanan dan 3 cukai Terwujudnya tingkat pelayanan yang efisien kepada pemangku kepentingan berkaitan 4 dengan layanan berbasis teknologi informasi Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif yang berbasis teknologi informasi 7 6 5 4

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
pengembangan aplikasi sesuai rencana Persentase penyelesaian aplikasi sistem kepabeanan yang terintegrasi dengan portal NSW PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang kepabeanan dan perpajakan PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional PMK tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dalam rangka pengembangan Sistem Logistik 8 PMK tentang mandatory NSW impor dan ekspor di 5 pelabuhan utama 9 PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 10 PMK untuk memadukan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dengan Kawasan Ekonomi Khusus di 5 lokasi (di Jawa dan Sumatera)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

Desember 2010

Kontrak Kinerja

Oktober 2011

Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Oktober 2014

Kontrak Kinerja

Desember 2011

Kontrak Kinerja

Desember 2011

Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

130
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)
Temu Nasional

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
11 Percepatan operasionalisasi NSW. Untuk 5 pelabuhan, NSW untuk import siap dilaksanakan akhir Desember 2009. Untuk pelabuhan yang lain, tergantung kebijakan dan kesiapan K/L lainnya.

Desember 2010

10 Perumusan Kebijakan, Pelaksanaan Kepatuhan Pelaksanaan Tugas, Evaluasi Kinerja, Analisis dan Tindak Lanjut Pemberian Rekomendasi

Peningkatan kepercayaan terhadap kinerja dan citra DJBC

Persentase pegawai DJBC kasus pelanggaran kode etik/disiplin pegawai

1%

0.50%

PUSAT KEPATUHAN INTERNAL KEPABEANAN DAN

Peningkatan kepatuhan pelaksanaan tugas dan efektivitas kinerja DJBC melalui pencegahan, penegakan, dan pembinaan kepatuhan internal

Indeks kepuasan pengguna jasa kepabeanan dan cukai. Jumlah kegiatan evaluasi kinerja DJBC secara berkala Persentase rekomendasi audit aparat pengawas fungsional yang telah ditindaklanjuti Persentase kegiatan internalisasi kepatuhan internal yang direalisasikan.

60%

65%

CUKAI

10X

10X

Peningkatan integritas, disiplin, dan profesionalisme sumber daya manusia Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai (PUSKI)

75%

80%

100%

100%

11 Pembinaan Peyelenggaraan Kepabeanan dan Cukai di Daerah

Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi kepada industri, perdagangan, dan

1 2

Pencapaian target penerimaan bea dan cukai Persentase tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang diproses diserahkan ke Kejaksaan

100% 40%

100% 50%

KANTOR WILAYAH

masyarakat serta optimalisasi penerimaan Terwujudnya profesionalisme SDM kantor wilayah kepabeanan dan cukai

Realisasi audit dibandingkan dengan rencana

90%

95%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

131
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
3 Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif 12 Pembinaan Penyelenggaraan Kepabeanan dan Cukai di Daerah 2 1 Optimalisasi fungsi utama DJBC sebagai Fasilitator Perdagangan, Dukungan Industri, Penghimpunan Penerimaan dan Pelindung Masyarakat. Memberikan pelayanan yang efisien, berdasarkan prinsip " good governance " Meningkatkan kepatuhan mitra kerja DJBC 3 1 2 Pencapaian target penerimaan bea dan cukai Realisasi dari janji layanan terhadap pelayanan jalur prioritas dan jalur hijau ke pihak eksternal Persentase tindak pidana dibidang kepabeanan dan cukai yang diproses diserahkan ke kejaksaan 40% 50% 100% 90% 100% 100%

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

KPU

13 Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Daerah

Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi kepada industri, perdagangan, dan masyarakat

1 2 3

Pencapaian target penerimaan bea dan cukai Indeks kepuasan pelayanan bea dan cukai Persentase temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai

100% 60% 80%

100% 65% 90%

KPPBC

Terwujudnya pelayanan yang efisien dan pengawasan efektif

14 Peningkatan Pelayanan dan Pengawasan Kepabeanan dan Cukai di Daerah

Peningkatan produktivitas sarana pengawasan untuk kegiatan intelijen, penindakan dan penyidikan

Persentase jumlah kapal patroli yang siap untuk berlayar dibandingkan dengan jumlah kapal yang dalam kondisi baik

60%

80%

PANGSAROP

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

132
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
1 Terciptanya pelayanan yang efisien kepada pengguna jasa baik internal maupun external dalam rangka identifikasi barang dan pengklasifikasian 2 Tersedianya instrumen analisa dan sarana pendukung lain yang menunjang pengujian laboratorium 3 2 Persentase jumlah ketepatan waktu hasil uji laboratorium dibandingkan dengan target penyelesaian Persentase jumlah instrumen analisa yang tersedia dibandingkan dengan target 80% 100% 75% 100% 1

PROGRAM/KEGIATAN (1)
15 Peningkatan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Daerah

INDIKATOR (3)
Persentase jumlah pengajuan yang dapat terlayani untuk uji laboratorium

TARGET 2010 (4)


80%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


BPIB

2014 (5)
90%

16 Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai pada Perwakilan LN

Terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang dapat memberikan fasilitasi terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan, sesuai dengan standar internasional

Persentase rumusan masukan untuk kerjasama internasional dibidang kepabeanan dan cukai terhadap isu yang diidentifikasi

75%

80%

Perwakilan LN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

133
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Pengawasan, Pelayanan dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJBC 389,192,925,000 369,282,381,142 364,796,648,241 389,046,937,615 429,974,795,555 1,968,287,700,000 1,802,230,802,565 1,881,010,964,885 1,982,807,256,335 2,123,897,649,619

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

2 Perumusan kebijakan dan bimbingan teknis bidang kepabeanan 3 Perumusan kebijakan dan bimbingan teknis fasilitas kepabeanan 4 Perumusan kebijakan dan bimbingan teknis bidang cukai

1,064,800,000

1,061,209,700

1,333,661,136

1,460,118,672

1,698,919,661

77,148,065,000

39,558,810,814

14,615,099,599

755,340,403

966,825,406

258,635,530,000

237,433,817,266

265,303,246,307

273,012,161,415

283,593,640,402

5 Pelaksanaan pengawasan dan penindakan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan, intelejen dan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai 6 Perumusan kebijakan dan pelaksanaan audit bidang kepabeanan dan cukai 7 Perumusan kebijakan dan evaluasi pelaksanaan kerjasama internasional.

80,105,639,000

97,584,339,247

125,035,537,578

143,917,883,496

150,133,624,247

4,533,436,000

3,971,511,858

4,204,711,057

4,590,003,376

4,950,113,280

2,045,753,000

1,800,358,869

1,871,415,159

1,952,104,465

2,027,764,656

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

134
ALOKASI 2010 (2)
5,684,064,000

PROGRAM/KEGIATAN (1)
8 Perumusan kebijakan dan peningkatan pengelolaan penerimaan bea dan cukai 9 Perumusan kebijakan dan pengembangan teknologi informasi kepabeanan dan cukai 10 Perumusan kebijakan Pelaksanaan Kepatuhan Pelaksanaan Tugas, Evaluasi Kinerja, Analisis dan Tindak Lanjut Pemberian Rekomendasi 11 Pembinaan penyelenggaraan kepabeanan dan cukai di daerah 12 Pembinaan penyelenggaraan kepabeanan dan cukai di daerah 13 Peningkatan Pengawasan dan Pelayananan kepabeanan dan cukai di daerah 14 Peningkatan Pelayananan dan Pengawasan kepabeanan dan cukai di daerah 15 Peningkatan Pelayananan kepabeanan dan cukai di daerah 16 Peningkatan Pengawasan dan Pelayanan Kepabeanan dan Cukai pada Perwakilan LN

2011 (3)
3,258,860,209

2012 (4)
3,395,572,163

2013 (5)
3,581,942,637

2014 (6)
3,720,772,536

135,871,186,000

123,673,818,100

129,889,045,629

138,048,498,495

147,954,252,329

771,888,000

4,614,684,812

4,858,044,783

5,086,910,316

5,375,174,816

295,237,046,000

276,272,228,053

277,227,590,664

275,635,402,855

278,119,134,931

97,472,076,000

87,663,663,366

95,727,206,112

105,896,907,394

118,251,384,914

501,682,475,000

446,202,884,133

470,343,683,397

501,904,974,730

540,220,384,125

98,040,211,000

90,484,934,452

101,105,845,359

114,448,044,707

130,772,238,181

13,754,192,000

12,694,252,017

14,184,273,699

16,056,068,500

18,346,210,507

7,048,414,000

6,673,048,528

7,119,384,003

7,413,957,259

7,792,414,072

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

135
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL BEA CUKAI
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 Depkumham, POLRI, Kejagung, Depkeu (DJBC), KPK, Komisi Kejaksaan, Kompolnas, Komisi Ombudsman, Komisi Lainnya KRITERIA KEBERHASILAN 4 Tersusunnya desain pola penguatan & pemantapan hubungan kelembagaan antar penegak hukum UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: Desain pola penguatan & pemantapan hubungan kelembagaan antar penegak hukum tersusun paling lambat 15 Desember 2009 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX % CAPAIAN 7 H30: XX% H50: XX% KETERANGAN 8

1 P7: Penegakan dan Kepastian Hukum

(P7A1) Penyusunan desain Kementerian Koordinator pola penguatan & Politik, Hukum dan pemantapan hubungan Keamanan kelembagaan antar penegak hukum

Catatan Depkeu (DJBC): Untuk P7A1 dan P7A2 sudah dilakukan koordinasi dengan pihak Dephub dan akan dilakukan pembahasan lanjutan dengan pihakpihak terkait. Pembahasan selama ini belum melibatkan DJBC.

TARGET H75: XXX TARGET H100: Desain pola penguatan & pemantapan hubungan kelembagaan antar penegak hukum tersusun paling lambat 15 Desember 2009

H75: XX% H100: XX%

(P7A2) Pemantapan organisasi pada lembaga penegak hukum dalam prinsip kinerja yang transparan & akuntabel

Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan

Depkumham, POLRI, Kejagung, Bea Cukai (Depkeu), KPK, Komisi Kejaksaan, Kompolnas, Komisi Ombudsman, Komisi Lainnya

Tertatanya sistem, prosedur, & kualitas SDM yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara transparan dan akuntabel

TARGET: Sistem, prosedur, TARGET H30: XXX & kualitas SDM TARGET H50: XXX

H30: XX% H50: XX%

TARGET H75: XXX TARGET H100: Sistem, prosedur, & kualitas SDM

H75: XX% H100: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

136
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL BEA CUKAI
Bidang Perekonomian
RENCANA AKSI 1 P25: Kelancaran arus barang dan daya saing (P25A22) Pengoperasian pelayanan kepabeanan 24 jam per hari dan 7 hari per minggu PENANGGUNG JAWAB 2 Departemen Keuangan INSTANSI TERKAIT 3 Deptan, Depkes /BPOM, Dephukham, Depdag, dan Deperin KRITERIA KEBERHASILAN 4 Pelaksanaan Pengoperasian pelayanan kepabeanan 24 jam per hari dan 7 hari per minggu UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: Terlaksananya Layanan 24 jam per hari dan 7 hari per minggu kepelabuhanan dan kepabeanan di empat Pelabuhan Utama (Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan dan Makassar) UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 TARGET H30: 30% a) Penyelesaian Rancangan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tentang Jam Kerja Ditjen Bea dan Cukai di Pelabuhan; b) Rancangan Perdirjen Perbendaharaan tentang Pelayanan Bank Persepsi/Devisa Persepsi selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu. % CAPAIAN 7 H30: 100% KETERANGAN 8 Rancangan Keputusan Menteri Keuangan (RKMK) tentang Jam Kerja DJBC di pelabuhan telah di proses dan disampaikan ke Biro Hukum pada tanggal 26 November 2009. Perdirjen Perbendaharaan untuk operasional bank devisa di pelabuhan sedang dalam proses.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

137
RENCANA AKSI 1 PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H50: 50%

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8
a.) Segera diterbitkan KMK tentang perubahan jam kerja. Sekjen an. Menkeu telah menyurati MenPAN terkait hal tersebut degan Nomor:S731/MK.1/2009 tgl. 1 Des 2009 tentang Permohonan Persetujuan Jam Kerja. Pembahasan tentang kesiapan SDM dan insentif dengan Biro SDM Depkeu, Kemeneg PAN, dan Tim Reformasi Birokrasi telah dilaksanakan tgl. 10 Desember 2009. Adapun Persetujuan MenPAN atas perubahan jam kerja dimaksud telah ditetapkan dalam surat MenPAN tertanggal 14 Desember 2009 dan diterima oleh Departemen Keuangan tanggal 17 Desember 2009. b). Sosialisasi baru akan dilaksanakan jika KMK tentang Jam Kerja DJBC di Pelabuhan telah diterbitkan. Adapun, draf Perdirjen Perbendaharaan terkait Pelayanan Bank Persepsi /Devisa Persepsi selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu telah disusun. Update Capaian H50 (tanggal 05 Januari 2010): a.Telah diterbitkan KMK 504/KMK.04/2009 tanggal 17 Desember 2009 Tentang Pelayanan Kepabeanan 24 Jam Sehari dan 7 Hari Seminggu pada Kantor Kepabeanan di Pelabuhan Tertentu. b. Sosialisasi kepada Bank Persepsi sudah dilakukan sebanyak 2 kali tanggal 12 November 2009 dan 16 Desember 2009, Bank Persepsi telah menyatakan kesiapannya. Sehingga target H-50 sudah tercapai 100%

H50: 50% target ini telah a)Terbitnya KMK tentang Jam Kerja Ditjen Bea dan tercapai 100% Cukai di Pelabuhan; sebagaimana update dalam b) Sosialisasi kepada Bank Persepsi/ Devisa kolom keterangan Persepsi tentang Operasi Pelayanan Penerimaan Kepabeanan selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

138
RENCANA AKSI 1 PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H75: 75% a) Terbitnya Perdirjen Bea dan Cukai tentang Jam Kerja Ditjen Bea dan Cukai di Pelabuhan; b)Sosialisasi kepada pengguna jasa dan Penyiapan Sarana Prasarana serta Sumberdaya Manusia (SDM); c) Terbitnya ijin dari Bank Indonesia tentang operasi bank Persepsi/Devisa Persepsi selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu; d)Terbitnya Perdirjen Perbendaharaan tentang Pelayanan Bank Persepsi /Devisa Persepsi selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu.

% CAPAIAN 7
H75:100%

KETERANGAN 8
a. Peraturan Dirjen BC nomor 92/BC/2009 tanggal 30 Desember 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kepabeanan 24 Jam Sehari dan 7 Hari Seminggu pada Kantor Pabean di Pelabuhan Tertentu. b. Telah dilaksanakan sosialisasi kepada pengguna jasa dan Penyiapan Sarana Prasarana serta SDM (5-8 Jan 2010) c. Telah diterbitkan ijin dari Bank Indonesia tentang Pelayanan Bank Persepsi /Devisa Persepsi selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu. d. Telah diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan Nomor 63/PB/2009 tanggal 30 Desember 2009 tentang Pelayanan Bank Persepsi selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu.

TARGET H100: 100% Operasionalisasi Layanan 24 jam per hari dan 7 hari per minggu kepelabuhanan dan kepabeanan di 4 Pelabuhan Utama

H100: 100%

Dirjen Bea dan Cukai telah me-launching Operasionalisasi Layanan 24 jam per hari dan 7 hari per minggu kepelabuhanan dan kepabeanan di 4 Pelabuhan Utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar) tanggal 16 Januari 2010 sejak pukul 00.00 WIB. Sehingga target H-100 telah tercapai. Operasionalisasi sampai saat ini berjalan dengan baik dan lancar.

P25: Kelancaran arus barang dan daya saing (P25A1) Penerapan Sistem Pelayanan Kepala Badan Koordinasi Informasi dan Perizinan Investasi Secara Penanaman Modal Elektronik (SPIPISE) di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Dephukham, Depkeu (DJBC), Dephub, Depdag, Depkominfo, Deperin, DepESDM, Deptan, Dephut, Depkes Implementasi Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) TARGET: Sistem Pelayanan TARGET H30: XXX Informasi dan Perizinan TARGET H50: XXX Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) diimplementasikan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam H30: XX% H50: XX% Catatan Depkeu (DJBC): Rencana Aksi DJBC: PMK mengenai pelimpahan wewenang BC dan Pajak di bid investasi kpd PTSP setelah penerbitan PP pelimpahan wewenang. a. mengirimkan surat penegasan ttg RPMK b. membuat Per Dirjen BC ttg alih aset c. memberikan asistensi terkait masalah teknis d. mengundang Ka KPU Batam Progress : 1. Ketentuan terkait dengan Pembebasan Bea Masuk terhadap barang untuk keperluan industri dan/atau industri jasa dalam rangka pembangunan dan pengembangan telah ditetapkan dengan PMK176/PMK.011/2009 tanggal 16 Nov 2009. 2. Konsep R PerDirjen terkait alih aset dalam proses penyelesaian.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Catatan Depkeu (DJBC) : Sedang disusun draft Peraturan Dirjen BC terkait alih aset

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

139
RENCANA AKSI 1 PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H100: Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) diimplementasikan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam P28: Aksesibilitas dan keterhubungan ( connectivity ) Antar Wilayah (P28A1) Penyusunan cetak biru transportasi multimoda sesuai dengan cetak biru sistem logistik nasional Departemen Perhubungan Depkeu (DJBC), Depdag, DepPU, Depdagri, Bappenas Penyempurnaan cetak biru transportasi multimoda dalam melayani arus barang dan penumpang di daerah tertinggal dan pusat produksi dan distribusi TARGET: Dokumen cetak TARGET H30: 20% biru transportasi multimoda TARGET H50: 50% sesuai dengan cetak biru sistem logistik nasional H30: 20% H50: XX% Catatan Depkeu (DJBC): Sudah dilakukan koordinasi dengan pihak Dephub dan program ini lebih bersifat internal organisasi Dephub.

% CAPAIAN 7
H100: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (DJBC) : terkait alih aset dalam proses finalisasi Perdirjen

TARGET H75: 75%

H75: XX%

TARGET H100: Dokumen cetak biru transportasi H100: XX% multimoda sesuai dengan cetak biru sistem logistik nasional

Keterangan sama dengan H-50. Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010). Catatan : Keterangan sama dengan H75

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

140

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI INDIKATOR KINERJA a. Memastikan tercapainya target capaian Program 100 Hari i. Mengoperasikan secara penuh National Single Window (NSW) untuk impor sebelum Januari 2010 RENCANA AKSI K/L TERKAIT WAKTU UNIT ESELON II

- Untuk 5 pelabuhan (tj Priok, tj emas, tj perak, belawan dan soeta) NSW utk impor siap dilaksanakan - untuk pelabuhan yang lain tergantung kepada kebijakan dan kesiapan K/L lainnya

Menko Perekonomian, Dephub, Depdag, Deptan, Depkes (BPOM), dan 15 lembaga pemerintah lainnya

Paling lambat Desember 2010

Dir IKC, Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan

ii. Memastikan penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota, dimulai dari Batam, pembatalan Peraturan Daerah bermasalah dan pengurangan biaya untuk bisnis seperti Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)

Menyiapkan PMK untuk pengembangan sistem elektronik terkait dengan perijinan investasi di bidang kepabeanan dan perpajakan

Menko Perekonomian, BKPM, Depdag, Depdagri, Depperin, Pemda/ dewan kawasan Batam

Paling lambat Oktober 2014

Dir Teknis K, Dir Fasilitas K, Dir PPKC, Dir IKC

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

141

INDIKATOR KINERJA
a. Memastikan tercapainya Prioritas Nasional di bidang lain, yang mencakup namun tidak terbatas pada : i. Memastikan pengembangan dan penetapan Sistem Logistik Nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi/ekonomi biaya tinggi.

RENCANA AKSI

K/L TERKAIT

WAKTU

UNIT ESELON II

Menyiapkan PMK tentang Authorized Economic Operator (AEO) dan dukungan terkait dengan Sistem Logistik Nasional - Menyiapkan PMK tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dalam rangka pengembangan Sistem Logistik - Menyiapkan PMK tentang mandatory NSW impor dan ekspor di 5 pelabuhan utama - Menyiapkan PMK-PMK ttg Pemberian Fasilitas Fiskal sesuai Peraturan Per-UU-an dan skema Pembiayaan Infrastruktur ke & di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Menko Perekonomian, Dephub, Depdag, 15 instansi terkait,

Paling lambat Oktober 2014

Dir Teknis K, Dir Fasilitas K, Dir P2, Dir Audit, Dir KI, Dir PPKC, Dir IKC

ii.

Memastikan beroperasinya secara penuh National Single Window (NSW) untuk impor (sebelum Januari 2010) dan ekspor. Percepatan realisasi proses penyelesaian bea cukai di luar pelabuhan dengan implementasi tahap pertama Customs Advanced Trade System (CATS) di dry port Cikarang.

Menko Perekonomian, Dephub, Depdag, 15 instansi terkait

Paling lambat Oktober 2014

Dir Teknis K, Dir IKC, Tenaga Pengkaji, Ketua TPR

Menko Perekonomian, Dephub, Depdag, 15 instansi terkait

Paling lambat Oktober 2014

Dir IKC, Dir PPKC, Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan

Dep.PU, Dephub, Depdag

Paling lambat Desember 2011

Dir Fasilitas, Dir Teknis K, Dir PPKC, Dir IKC

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

142

INDIKATOR KINERJA
i. Memastikan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di 5 lokasi melalui skema PublicPrivate Partnership sebelum 2012.

RENCANA AKSI
- Menyiapkan PMK untuk memadukan Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) dengan Kawasan Ekonomi Khusus di 5 lokasi (di Jawa dan Sumatera)

K/L TERKAIT
Menko Perekonomian, Dephub, Depdag, 15 instansi terkait

WAKTU
Paling lambat Desember 2011

UNIT ESELON II
Dir Fasilitas, Dir IKC, Ketua TPR, Ka KWBC Jabar, Ka KWBC Jatim I, Ka KWBC Sumut

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

143

HASIL TEMU NASIONAL 29-30 OKTOBER DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Bidang : Industri dan Jasa
No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB Menteri Keuangan K/L TERKAIT Depdag, Dephub, Deptan. UNIT ESELON II

1.

Operasional seluruh pihak berwenang di pelabuhan menjadi 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Review prosedur pemeriksaan bea cukai agar tidak terjadi pemeriksaan ganda.

Menerbitkan PMK mengenai jam kerja DJBC 24 jam sehari dan 7 hari seminggu Meningkatkan disiplin pelaksanaan SOP tentang pemeriksaan .

PMK

100 hari

Dit. PPKC

2.

Paling lambat Desember 2010 (1 tahun) 1 tahun

Menteri Keuangan

Dit. Teknis Kepabeanan

Percepatan operasionalisasi Nasional Single Window

Untuk 5 pelabuhan, NSW untuk import siap dilaksanakan akhir Desember 2009. Untuk pelabuhan yang lain, tergantung kebijakan dan kesiapan K/L lainnya.

Menko Perekonomian

Depdag, Dephub, Deptan, Depkes dan 15 Lembaga Pemerintah Lainnya.

Dit. IKC

Transparansi dalam penetapan nilai pabean.

? Memperbaiki PMK dan Perdirjen mengenai prosedur penetapan nilai pabean termasuk prosedur pengaduan dan keberatan. ? Menerapkan secara konsisten dan memberikan penjelasan

PMK

Paling lambat Desember 2010 (1 tahun)

Menteri Keuangan

Dit. Teknis Kepabeanan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

144
No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB K/L TERKAIT UNIT ESELON II

? Menerapkan secara konsisten dan memberikan penjelasan kepada pengguna jasa kepabeanan mengenai SOP tentang penetapan nilai pabean. ? Memperbaiki sistem penanganan pengaduan masyarakat khusus mengenai penetapan nilai pabean.

Jam kerja kepabeanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu

? Menerbitkan PMK mengenai jam kerja DJBC 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. ? Menerbitkan Per DJPB tentang pelayanan bank persepsi . Sudah dilaksanakan

PMK dan Perdirjen Perbendaharaan

100 hari

Dit. PPKC

Reformasi kepabeanan melalui jalur prioritas dapat ditingkatkan dan diperluas kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

145
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA Meningkatkan pengelolaan perbendaharaan negara secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan 3 4 5 6 1 2 Persentase ketepatan penarikan dana Jumlah penerimaan remunerasi atas penyimpanan, penempatan, dan investasi jangka pendek (Idle Cash KUN) Persentase ketepatan penyediaan dana untuk membiayai pengeluaran negara Pemenuhan target penerimaan dan pelunasan piutang penerusan pinjaman Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Jumlah LK K/L dan LK BUN yang mendapat opini WTP/WDP dari BPK 78 K/L & PA BUN WTP : 50 WDP : 28 7 8 9 Indeks kepuasan K/L terhadap pengelolaan belanja pusat Persentase tingkat akurasi perencanaan kas Rasio realisasi dari janji pelayanan Quick Win ke pihak eksternal KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan 1 Meningkatkan pelayanan kepada stakeholders dalam proses pencairan dana melalui KPPN Percontohan sehingga 1 Rasio realisasi dari janji layanan quick win ke pihak eksternal 91% 95% SES. DITJEN PERBENDAHARAAN 85% 91% 95% 95% 3,17 83 K/L & PA BUN WTP : 81 WDP : 2 3,22 WDP WTP 7,18 Triliun 6,24 Triliun 98% 98% 50% 3 Triliun 80% 3,78 Triliun DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN NEGARA

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

146
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
mendukung pelaksanaan belanja negara secara optimal kepada K/L 2 Mengukur ketepatan penempatan pejabat di Ditjen Perbendaharaan sesuai dengan kemampuan dan karakteristik yang dipersyaratkan 3 Memperbaiki attitude pegawai sebagai bentuk pembinaan pegawai dalam rangka meningkatkan profesionalisme 4 Memperoleh feedback langsung dari pegawai terkait dengan motivasi, kepuasan kerja dan produktivitas pegawai 5 SOP yang dibuat / diperbaharui dapat mengikuti perkembangan organisasi 2 Pembinaan Pelaksanaan Anggaran dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran 2 Agar pelaksanaan kegiatan dan pencairan dana dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan 3 Menghasilkan informasi DIPA yang akurat 4 5 Meningkatkan pemahaman K/L / satker terhadap pelaksanaan anggaran Memantau pelaksanaan dokumen pelaksanaan anggaran terkait dengan 5 Jumlah K/L yang mendapatkan sosialisasi tentang pelaksanaan anggaran 74 K/L 74 K/L 4 3 Persentase jumlah satker yang revisi dokumen pelaksanaan anggarannya diselesaikan tepat waktu Persentase akurasi sistem informasi DIPA 80% 90% 80% 90% 2 1 Menjamin kelancaran pelaksanaan APBN 1 5 Persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat Indeks kepuasan stakeholders terhadap pelayanan pelaksanaan anggaran Persentase ketepatan penarikan dana 50% 80% 3.3 3.5 DIREKTORAT PELAKSANAAN ANGGARAN 100% 100% 4 Indeks kepuasan pegawai 2 2 3 % jumlah pegawai yang melanggar disiplin pegawai 0.32% 0.28% 2 Persentase jumlah jabatan yang terisi oleh pegawai yang memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan 80% 100%

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

147
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
kesesuaian realisasi dengan rencana 6 7 3 Peningkatan Pengelolaan Kas Negara 1 2 Optimalisasi Idle Cash Pemerintah Menutup cost of fund pemerintah dalam pembiayaan defisit APBN 3 Mengukur kinerja pengelolaan kas terkait pelayanan dalam penyaluran dana APBN 4 Mewujudkan jumlah saldo RKUN dan Rekening Penempatan di Bank Indonesia yang tepat dan akurat 5 Mengetahui tingkat kualitas pelayanan dalam penyaluran dana yang diberikan kepada stakeholders 6 Memperkirakan arus kas masuk dan arus kas keluar secara akurat 6 5 Persentase tingkat akurasi dari rencana penerimaan kas dibandingkan dengan realisasi penerimaan kas Persentase Tingkat akurasi dari rencana pengeluaran kas dibandingkan dengan realisasi pengeluaran kas 7 8 Meningkatkan pemahaman K/L / satker terhadap pengelolaan kas negara Mewujudkan laporan realisasi anggaran yang cepat, tepat dan akurat 8 7 Jumlah satker yang mendapatkan sosialisasi tentang pengelolaan kas negara Persentase monitoring permintaan kebutuhan dana KPPN melalui e-Kirana secara tepat 98% 98% 700 Satker 900 Satker 85% 95% 85% 95% 4 Indeks kepuasan K/L terhadap proses penyaluran dana 3.0 3.4 3 2 1 Persentase monitoring pelaksanaan anggaran Sejumlah paket bantuan PNPM Mandiri Jumlah penerimaan remunerasi atas penyimpanan, penempatan, dan investasi jangka pendek (Idle Cash KUN) Persentase ketepatan penyediaan dana untuk membiayai pengeluaran negara Persentase ketepatan penghitungan saldo 100% 100% 98% 98% 50% 75% Program 100 hari DIREKTORAT PENGELOLAAN KAS NEGARA 1 Februari 2010 3 Triliun 3,78 Triliun

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

148
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
9

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
waktu dan tepat jumlah Penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Pelayanan Bank Persepsi 10 Sejumlah kota yang menyediakan pembayaran titipan denda tilang dengan menggunakan fasilitas elektronik 11 10 kota yang menyediakan pelayanan satu atap 12 Akses KUR yang lebih luas melalui linkage antara perbankan besar nasional dan bank daerah mencakup 7 Bank besar nasional dan 2 Bank daerah (Bank DKI dan Bank Nagari) serta asosiasi BPD.

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


Temu Nasional

1 Februari 2010

1 Februari 2010

Program 100 Hari

1 Februari 2010 1 Februari 2010

Program 100 Hari Program 100 Hari

Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman

Mengoptimalkan penerimaan APBN hasil penerusan pinjaman sehingga mampu mendukung pengelolaan keuangan negara yang berkelanjutan

Pemenuhan target penerimaan dan pelunasan piutang penerusan pinjaman

7,18 Triliun

6,24 Triliun

DIREKTORAT SISTEM MANAJEMEN INVESTASI

Tersedianya dana investasi dan pembiayaan lainnya yang optimal yang berasal dari APBN

Persentase penyediaan dana di bidang investasi dan pembiayaan lainnya yang disetujui

100%

100%

Menyalurkan dana investasi dan pembiayaan lainnya yang optimal yang berasal dari APBN

Persentase penyaluran dana investasi dan pembiayaan lainnya yang disetujui

100%

100%

Mengoptimalkan pemberian/penerusan pinjaman dengan memperhatikan

Persentase jumlah permohonan pinjaman/penerusan pinjaman dan

100%

100%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

149
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
ketentuan yang berlaku 5 Menghasilkan kesepakatan negosiasi, mediasi, dan koordinasi yang memperhatikan ketentuan yang berlaku dan kepentingan keuangan negara 6 - Adendum II MOU KUR antara 8 K/L, 6 Bank Pelaksana, dan 2 Perusahaan Penjamin mengenai pelaksanaan KUR - PMK Perubahan atas PMK mengenai PMN kepada PT Askrindo dan Perum Jamkrindo 5 Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 1 Mewujudkan penerapan Pengelolaan Keuangan secara efektif dan efisien oleh satker BLU sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas pelayanannya kepada masyarakat 2 3 Menilai kualitas layanan pembinaan pengelolaan keuangan BLU Terselenggaranya proses penilaian penetapan satker BLU secara efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan 4 Mewujudkan penerapan pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan oleh satker BLU untuk meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat 4 Persentase jumlah satker BLU yang menyampaikan laporan keuangan sesuai ketentuan 70% 85% 3 2 Indeks kepuasan satker BLU atas layanan pembinaan pengelolaan keuangan BLU Persentase penetapan satker BLU sesuai batas waktu yang ditetapkan 100% 100% 3 3 1 Persentase jumlah satker BLU yang kinerja keuangannya meningkat 70% 80% DIREKTORAT PEMBINAAN PENGELOLAAN KEUANGAN BLU 1 Februari 2010 Program 100 Hari 5

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
pembiayaan lainnya yang diproses Persentase jumlah kesepakatan negosiasi, mediasi, dan koordinasi yang ditindaklanjuti

TARGET 2010 (4)


100%

2014 (5)
100%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

150
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
1 2 Menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara Meningkatkan kualitas penyusunan laporan keuangan KL dan pengguna anggaran BUN yang menunjukkan mutu layanan yang diberikan kepada stakeholders 3 Menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara 4 Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara 5 4 3 Persentase rekonsiliasi realisasi APBN yang handal dan tepat waktu Persentase penyelesaian RUU PP APBN beserta Keterangan Pemerintah atas RUU secara tepat waktu Jumlah LK K/L dan LK BUN yang mendapat opini WTP/WDP dari BPK 78 K/L & PA BUN WTP : 50 WDP : 28 5 Meningkatkan kualitas penyusunan laporan keuangan KL dan pengguna anggaran BUN yang menunjukkan mutu layanan yang diberikan kepada stakeholders 6 Menjamin akuntabilitas pelaksanaan APBN 8 7 Persentase rekomendasi BPK atas LKPP yang telah ditindaklanjuti Pengelolaan Keuangan Kementerian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI 7 Pembinaan Sistem dan Dukungan Teknis Perbendaharaan 1 Tersedianya sistem perbendaharaan yang mudah dan akuntabel serta sesuai dengan 1 Tingkat kesesuaian sistem perbendaharan yang dihasilkan dengan kebijakan di bidang 96% 96% DIREKTORAT SISTEM PERBENDAHARAAN November 2011 Kotrak Kinerja 100% 100% 6 Jumlah K/L dan PA BUN yang mendapatkan bimbingan teknis akuntansi PA BUN 83 K/L & PA BUN WTP : 81 WDP : 2 PA BUN 100% 25% ` 100% 100% 2 1 Pemerintah Pusat Indeks kepuasan stakeholders terhadap pelayanan akuntansi dan pelaporan keuangan 3.4 3.6

PROGRAM/KEGIATAN (1)
6 Penyelenggaraan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran

INDIKATOR (3)
Opini BPK atas Laporan Keuangan

TARGET 2010 (4)


WDP

2014 (5)
WTP

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


DIREKTORAT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN

74 K/L dan 11 74 K/L dan 11

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

151
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
kebijakan pengelolaan perbendaharaan negara bagi stakeholder 2 Mengetahui tingkat kualitas produk dan layanan sistem perbendaharaan yang dihasilkan Ditjen Perbendaharaan 3 Mengetahui tingkat kesesuaian dan keterpenuhan kebutuhan stakeholder dengan peraturan yang dihasilkan 4 Terpenuhinya kebutuhan stakeholder terhadap sistem perbendaharaan (proses bisnis dan aplikasi komputer) dalam rangka pengelolaan perbendaharaan 5 Meminimalisasi permasalahan dan kendala dalam penerapan sistem perbendaharaan 6 Sejumlah kota yang menyediakan pembayaran titipan denda tilang dengan menggunakan fasilitas elektronik 8 Pengembangan Sistem Perbendaharaan Mewujudkan sistem perbendaharaan negara yang modern 1 Persentase rancangan pengembangan proses bisnis pengelolaan perbendaharaan yang 100% 100% DIREKTORAT TRANSFORMASI PERBENDAHARAAN 9 Pembinaan Pelaksanaan Perbendaharaan di Wilayah Meningkatkan pemahaman stakeholders terhadap ketentuan pengelolaan perbendaharaan 2 1 Persentase rekonsiliasi realisasi anggaran secara andal dan tepat waktu Persentase jumlah satker yang dokumen pelaksanaan anggarannya disahkan tepat 99,78% 100% 77,10% 85% KANWIL DITJEN. PERBENDAHARAAN 1 Februari 2010 Program 100 Hari 5 Persentase jumlah rekomendasi perbaikan sistem perbendaharaan 100% 100% 4 Persentase jumlah sistem perbendaharaan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan stakeholders 100% 100% 3 Persentase jumlah peraturan yang dihasilkan melalui proses harmonisasi 85% 95% 2 Indeks kepuasan stakeholders atas implementasi sistem perbendaharaan 3 3 perbendaharaan

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

152
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
waktu 3 Persentase jumlah satker yang revisi dokumen pelaksanaan anggarannya diselesaikan tepat waktu 4 10 Penyelenggaraan Kuasa Bendahara Umum Negara Mempercepat penyaluran dana APBN kepada stakeholders 1 Jumlah satker yang mendapatkan sosialisasi Persentase jumlah SP2D yang diterbitkan tepat waktu 17000 Satker 91% 21000 Satker 95% KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA 96.50% 100.00%

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

153
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Pengelolaan Perbendaharaan Negara RM PHLN KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan 2 Pembinaan Pelaksanaan Anggaran dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran 3 Peningkatan Pengelolaan Kas Negara 4 Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman 15,000,000,000 22,113,390,000 14,473,329,638 18,549,311,155 16,909,404,999 20,021,215,452 23,013,883,914 22,451,704,021 27,486,275,290 24,487,987,290 13,337,798,000 12,869,489,219 15,000,278,628 17,716,480,757 21,227,385,292 370,128,609,000 326,332,552,637 327,699,967,577 355,619,858,611 387,819,774,213 1,369,400,556,000 1,288,806,503,000 80,594,053,000 1,355,359,302,320 1,193,515,254,320 161,844,048,000 1,336,100,320,264 1,219,037,983,264 117,062,337,000 1,330,150,044,431 1,288,876,408,431 41,273,636,000 1,442,682,870,567 1,442,682,870,567 0

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

5 Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 6 Penyelenggaraan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran 7 Pembinaan sistem dan dukungan teknis perbendaharaan

8,371,645,000

6,794,241,468

7,212,938,809

9,772,708,984

11,166,630,502

25,808,446,000

24,357,857,718

27,536,272,847

35,645,173,380

41,581,951,519

38,285,846,000

29,166,528,964

30,600,595,107

38,590,354,125

40,997,096,057

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

154
ALOKASI 2010 (2) 2011 (3) 2012 (4) 2013 (5) 2014 (6) 44,339,119,604

PROGRAM/KEGIATAN (1)

8 Pengembangan Sistem Perbendaharaan RM PHLN 9 Pembinaan Pelaksanaan perbendaharaan di Wilayah 10 Penyelenggaraan Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN)

106,070,589,000 25,476,536,000 80,594,053,000 243,925,545,000

189,157,403,447 27,313,355,447 161,844,048,000 232,341,001,142

145,789,509,809 28,727,172,809 117,062,337,000 236,092,792,594

46,911,628,267 5,637,992,267 41,273,636,000 246,016,770,750

44,339,119,604 0 264,116,311,779

526,358,688,000

501,317,586,932

509,237,344,442

534,411,481,621

579,460,339,020

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

155
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KRITERIA KEBERHASILAN 4 Tersedianya secara optimal pelayanan pembayaran titipan denda tilang dengan menggunakan fasilitas elektronik UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 % CAPAIAN 7 H30: XX% H50: XX% KETERANGAN 8

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan


RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 Pemda, Dephub, Jasa Rahardja, Depkes, Depkeu (DJPB) 1 P2: Percepatan Pelayanan Publik (P2A8) Mengoptimalkan pembayaran tilang dengan menggunakan fasilitas elektronik

Markas Besar POLRI

TARGET: XX kota yang TARGET H30: XXX menyediakan pembayaran TARGET H50: XXX titipan denda tilang dengan menggunakan fasilitas elektronik

Catatan Depkeu (DJPB) : Aturan hukum SIM sebagai dasar alat pembayaran denda tilang (SIM sebagai e-Wallet) - keterkaitan Penyetoran/Penerimaan di Bank. Setiap pemegang SIM diharuskan mempunyai saldo (deposit) yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran denda tilang. POLRI membutuhkan aturan hukum yang berkaitan tentang proses penerimaan/penyetoran di bank persepsi. Masih dalam progres dan belum dibahas aturan hukumnya dengan DJPB. Launching tanggal 14 Januari 2010 DJPB menunggu undangan pembahasan penyusunan peraturan pendukung dari pihak POLRI. Catatan Depkeu (DJPB) : Sudah diusulkan untuk dibatalkan sesuai hasil rapat di Setjen 5 Jan 2010

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: XX kota yang menyediakan pembayaran titipan denda tilang dengan menggunakan fasilitas elektronik

H100: XX%

(P2A14) Mendorong penyediaan pelayanan satu atap pada 10 kota sebagai tambahan terhadap pelayanan yang sudah ada

Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi

Pemda, Depdagri, Depdag, Tersedianya pelayanan satu TARGET: 10 kota yang POLRI, TNI, Depkeu atap pada 10 kota sebagai menyediakan pelayanan (DJPB) tambahan terhadap satu atap pelayanan yang sudah ada pada Desember 2009

TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX

H30: XX% H50: XX%

Catatan Depkeu (DJPB): DJPB telah melakukan koordinasi dengan Kemenpan dan RB. Berdasarkan konfirmasi dari Kemenpan dan RB , disimpulkan bahwa tidak terdapat keterkaitan langsung dengan DJPB dalam rencana aksi ini. Keterkaitan tidak langsung DJPB hanya menyangkut pengaturan jam operasi bank persepsi dalam menerima setoran pajak.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Tidak ada keterkaitan antara DJPB dengan program ini. Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010).

TARGET H100: 10 kota yang menyediakan pelayanan satu atap

H100: XX%

Catatan : Keterangan sama dengan H75

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

156
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Bidang Perekonomian
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT 3 Depkeu (DJPB), Depkop & UKM, Deptan, DKP, Depdag, Deperin, Kemeneg BUMN KRITERIA KEBERHASILAN 4 Cakupan penyempurnaan Memorandum of Understanding (MoU), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Standard Operating Procedur (SOP) mengenai pelaksanaan KUR dan penerbitan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN) UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 % CAPAIAN 7 H30: 60% KETERANGAN 8 60% kemajuan penyempurnaan MoU, PMK, SOP mengenai pelaksanaan KUR dan penerbitan PP mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN). Telah diadakan pertemuan di Kementerian Koperasi dan UKM tanggal 4 Nopember 2009 yang dihadiri oleh Deputi Menko Perekonomian, Bank Indonesia, 6 (enam) Bank pelaksana KUR dan Perusahana Penjamin untuk membahas berkaitan dengan pelaksanaan penyaluran KUR selama ini. Diharapkan beberapa kendala yang dihadapkan dalam penyaluran KUR dapat dibahas lebih lanjut dalam komite kebijakan untuk penyelesaiannya.

1 2 P22: Revitalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) (P22A2) Perubahan Peraturan Pelaksanaan Penyaluran KUR Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

TARGET: [1] Adendum II TARGET H30: 60% MOU KUR antara 8 K/L, 6 Bank Pelaksana, dan 2 Perusahaan Penjamin mengenai pelaksanaan KUR; [2] PMK Perubahan atas PMK No.10/PMK.05/2009 tentang perubahan atas PMK No.135/PMK.05/2008 mengenai fasilitas penjaminan KUR yang mencakup Sistem Informasi Debitur, definisi debitur KUR, dan perluasan Bank TARGET H50: 75% pelaksana; [3] SOP Pelaksanaan KUR yang mencakup Sistem Informasi Debitur, definisi debitur KUR, dan perluasan Bank pelaksana; [4] PP mengenai PMN kepada PT Askrindo dan Perum Jamkrindo

H50: XX%

Catatan Depkeu (DJPB): Saat ini Draft PMK sudah selesai, menunggu penyelesaian MoU oleh Menko Perekonomian. Hari Selasa tanggal 22 Desember 2009 direncanakan akan dilakukan pembahasan Draft PMK tentang Revisi PMK Fasilitasi Penjaminan KUR antara Ditjen Perbendaharaan, Biro Hukum Setjen Departemen Keuangan, dan Perusahaan Penjaminan. Hal tersebut telah diinformasikan kepada Ibu Farah sebagai PIC di Kementerian Perekonomian.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

157
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H75: 90%

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H75: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (DJPB): DJPB telah menyelesaikan: 1. Draft Adendum II MOU tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi; dan 2. Draft Revisi PMK No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan KUR dan Perubahannya No. 10/PMK.05/2008,

TARGET H100: [1] Adendum II MOU KUR antara 8 K/L, 6 Bank Pelaksana, dan 2 Perusahaan Penjamin mengenai pelaksanaan KUR; [2] PMK Perubahan atas PMK No.10/PMK.05/2009 tentang perubahan atas PMK No.135/PMK.05/2008 mengenai fasilitas penjaminan KUR yang mencakup Sistem Informasi Debitur, definisi debitur KUR, dan perluasan Bank pelaksana; [3] SOP Pelaksanaan KUR yang mencakup Sistem Informasi Debitur, definisi debitur KUR, dan perluasan Bank pelaksana; [4] PP mengenai PMN kepada PT Askrindo dan Perum Jamkrindo (P22A3) Perluasan akses KUR: linkage antara perbankan besar nasional dan bank daerah Kementerian Negara Koperasi dan UKM Depkeu (DJPB), Kemeneg BUMN Perluasan akses KUR TARGET: Akses KUR yang TARGET H30: XXX lebih luas melalui linkage antara perbankan besar nasional dan bank daerah mencakup 7 Bank besar nasional dan 2 Bank daerah (Bank DKI dan Bank Nagari) serta asosiasi BPD.

H100: XX%

Catatan Depkeu (DJPB) : Target yang menjadi tugas DJPB telah selesai dilaksanakan

H30: XX%

Telah diadakan pertemuan pada tanggal 11 Nopember 2009 dengan 7 (tujuh) Bank besar nasional (BCA, BII, Artha Graha, Panin, Victoria, CIMB Niaga, Mega) dan Bank daerah (DKI, Nagari dan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah) untuk membahas keikutsertaan sebagai Bank pelaksana KUR dalam rangka memperluas akses KUR. pada umumnya seluruh Bank yang hadir bersedia untuk menjadi Bank Pelaksana KUR.

TARGET H50: XXX

H50: XX%

Catatan Depkeu (DJPB): Perlu klarifikasi keterlibatan Depkeu dalam rencana aksi ini. (Berdasarkan surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010).

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010).

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

158
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H100: Akses KUR yang lebih luas melalui linkage antara perbankan besar nasional dan bank daerah mencakup 7 Bank besar nasional dan 2 Bank daerah (Bank DKI dan Bank Nagari) serta asosiasi BPD.

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H100: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu : Keterangan sama dengan H75

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

159
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Bidang Kesejahteraan Rakyat
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT 3 KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: XX paket bantuan tersalurkan UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX % CAPAIAN 7 H30: XX% H50: XX% KETERANGAN 8

1 2 P30: Peningkatan Efektivitas dan Keberlanjutan PNPM Mandiri

(P30A2) Sosialisasi dan Departemen Dalam Negeri, Bappenas, Kemenko Kesra, Cakupan bantuan PNPM bantuan PNPM Mandiri Departemen Pekerjaan Depkeu (DJPB), Pemda Mandiri di Sumbar dan dalam rangka rehabilitasi Umum Sumbar Jabar dan rekonstruksi di Sumbar dan Jabar

Catatan Depkeu(DJPB): DJPB akan melakukan pembinaan pelaksanaan anggaran dan penambahan alokasi dana bantuan PNPM. Saat ini sedang melakukan rapat koordinasi dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten) mengenai penentuan lokasi dan jumlah alokasi dana yang akan disalurkan. TARGET H75: XXX H75: XX% Catatan Depkeu (DJPB): DIPA terkait PNPM sudah terbit dan selanjutnya dalam pelaksanaanya Departemen Dalam Negeri akan melakukan permohonan revisi DIPA

TARGET H100: XX paket bantuan tersalurkan

H100: XX%

Catatan Depkeu (DJPB) : Sama dengan H75, namun sampai saat ini masih belum ada pengajuan revisi DIPA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

160

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN INDIKATOR KINERJA a. Pengelolaan keuangan Kementerian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI RENCANA AKSI - Penyempurnaan akuntansi penerimaan perpajakan dan PNBP untuk meningkatkan keandalan angka penerimaan perpajakan maupun PNBP - Peningkatan pembinaan penyelenggaraan SAI K/L TERKAIT WAKTU Ditargetkan November 2011 UNIT ESELON II Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Ditargetkan November 2011

Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

161

HASIL TEMU NASIONAL 29-30 OKTOBER DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Bidang : Industri dan Jasa No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG K/L UNIT ESELON II JAWAB TERKAIT 100 hari Menteri Keuangan Depdag, Dephub, Deptan. Direktorat Pengelolaan Kas Negara

1.

Operasional seluruh pihak berwenang di pelabuhan menjadi 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Menerbitkan Per DJPB Perdirjen tentang pelayanan bank Perbendaharaan persepsi

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

162
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA, PENYELESAIAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN PELAYANAN LELANG Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder. 1 Jumlah Penerimaan Negara dan Penerimaan Kembali (recovery) yang berasal dari Pengeluaran Pembiayaan APBN - Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara - Bea Lelang - Pembiayaan APBN 2 Jumlah penyelesaian piutang negara dan pelayanan lelang - Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) - Pokok Lelang 3 Persentase penyelesaian permohonan pengelolaan kekayaan Negara, termasuk pemanfaatan asset idle 4 Persentase BMN yang disertifikasi N.A 90% Terkait K/L dan BPN Surat dari DJKN kepada K/L bulan Oktober 2008 mengenai penyediaan anggaran untuk sertifikasi BMN belum mendapat respon K/L 770 M 3,15 T 68% 627,17 M 4,35 T 87,8% 44,04 M 350 M 61,04 M 135 M 67,70 M 40,29 M DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

163
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4)
60%

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
5 Persentase penyelesaian pengelolaan dan penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6) (5)

2014
100%

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Memberikan pelayanan terbaik kepada semua unsur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk memperlancar pelaksanaan tugas 1 Presentase pegawai yang memiliki standar kompetensi jabatan sesuai dengan kebutuhan jabatan 2 Modernisasi unit organisasi di lingkungan DJKN 3 Persentase sarana dan prasarana yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan satker DJKN 4 Persentase penyerapan anggaran 2 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan barang milik negara Terselenggaranya pengelolaan barang milik negara yang professional, tertib, optimal serta akuntabel 1 Persentase formulasi / pembaruan peraturan perundangan di bidang pengelolaan BMN 2 Persentase K/L yang menyusun RKBMN 3 Persentase penyelesaian permohonan pengelolaan kekayaan Negara, termasuk pemanfaatan asset idle. 4 Persentase BMN yang disertifikasi N.A 90% Terkait K/L dan BPN 70% 82,5% N.A 100% Mulai T.A 2011 80% 80% 90% 100% DIREKTORAT BARANG MILIK NEGARA I 80% 90% 10 14 70% 95% SES.DITJEN KEKAYAAN NEGARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

164
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
oleh K/L 6 Penyelesaian Inventarisasi dan penilaian terhadap Barang Milik Negara serta koreksi neraca 3 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan barang milik negara dan kekayaan negara yang dipisahkan Terselenggaranya pengelolaan barang milik negara dan kekayaan negara yang dipisahkan yang professional, tertib, optimal serta akuntabel 1 Persentase formulasi / pembaruan peraturan perundangan di bidang pengelolaan BMN dan KND 2 Persentase K/L yang menyusun RKBMN 3 Persentase penyelesaian permohonan pengelolaan kekayaan Negara, termasuk pemanfaatan asset idle 4 Persentase BMN yang disertifikasi 5 Persentase penyelesaian pengelolaan dan penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan 6 Persentase Kepatuhan pelaporan BMN oleh K/L 7 Penyelesaian Inventarisasi dan penilaian terhadap Barang Milik Negara serta koreksi neraca 8 Pembentukan perusahaan pembiayaan infrastruktur sebagai anak perusahaan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) 1 Februari 2010 Program 100 hari November 2011 Kontrak Kinerja 80% 100% N.A 60% 90% 100% Terkait K/L dan BPN 66% 93% N.A 100% Mulai T.A 2011 55% 100% DIREKTORAT BARANG MILIK NEGARA II November 2011 Kontrak Kinerja

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
5 Persentase Kepatuhan pelaporan BMN

TARGET 2010 (4)


79.63%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6) (5)

2014
100%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

165
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)
Program 100 hari

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
9 Perpres perubahan atas Perpres No.67 Tahun 2005 yang mencakup tata cara pengadaan termasuk untuk unsolisited project, definisi tentang financial closing, pengalihan saham sebelum operasi 10 -Terbitnya ketentuan Bank Indonesia tentang kelonggaran BMPK -Terbitnya Peraturan Pemerintah tentang PMN untuk industri pupuk - Terbitnya Sub Loan Agreement (SLA) kredit ekspor 11 -Adanya program kerjasama yang difasilitasi Pemerintah Indonesia dengan negara penghasil Fosfat dan Kalium -Adanya kontrak B to B jangka panjang penyediaan Fosfat dan kalium dengan negara penghasil Fosfat dan Kalium 12 Tim Pengendali Pelaksanaan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI terbentuk dan siap bertugas mulai 2 Januari 2010 13 Terbitnya Peraturan Menkeu dan Panglima TNI untuk pengalihan aktivitas bisnis TNI

1 Februari 2010

1 Februari 2010

Program 100 hari

1 Februari 2010

Program 100 hari

1 Februari 2010

Program 100 hari

1 Februari 2010

Program 100 hari

4 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan kekayaan negara lain-lain

Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara lain-lain secara professional, efektif, efisien, transparan

1 Jumlah formulasi / pembaruan peraturan perundangan di bidang pengelolaan kekayaan Negara

DIREKTORAT KEKAYAAN NEGARA LAIN-LAIN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

166
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
dan dapat dipertanggung-jawabkan sekaligus mampu mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari kekayaan negara lain-lain 2 3

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
lain-lain Jumlah penyelesaian berkas Kekayaan Negara Lain-lain Jumlah Penerimaan Kembali (recovery) yang berasal dari Pengeluaran Pembiayaan APBN Jumlah aset KNL yang dimanfaatkan Nilai aset KNL yang dimanfaatkan Penyelesaian Inventarisasi dan penilaian terhadap Barang Milik Negara serta koreksi neraca

TARGET 2010 (4)


1,770 350 M

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6) (5)

2014

400 135 M

4 5 6

20 9 50 M 10 M November 2011

Kontrak Kinerja

5 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, analisis, supervisi evaluasi dan rekomendasi Penilaian Kekayaan Negara

Terselenggaranya pelaksanaan penilaian kekayaan Negara yang efektif, efisien, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan

1 Jumlah formulasi / pembaruan peraturan perundangan di bidang penilaian kekayaan negara 2 Persentase penyelesaian permohonan penilaian aset 4 Jumlah database penilaian yang terbentuk 5 Jumlah pembinaan profesi dan kemitraan 6 Penyelesaian Inventarisasi dan penilaian terhadap Barang Milik Negara serta koreksi neraca

DIREKTORAT PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA

100% 3 41 Kegiatan

100% 9 41 Kegiatan Kontrak Kinerja

November 2011

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

167
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
Terselenggaranya penyelesaian pengurusan piutang negara yang professional, tertib, tepat guna dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder serta mampu menyediakan data piutang negara secara komprehensif

PROGRAM/KEGIATAN (1)
6 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, perencanaan dan evaluasi atas pelaksanaan pengurusan Piutang Negara

INDIKATOR (3)
1 Jumlah formulasi / pembaruan peraturan perundangan di bidang pengurusan piutang negara 2 Jumlah Penerimaan Negara dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara 3 Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) 4 Persentase K / L yang piutangnya sudah diinventarisasi 5 Jumlah produk hukum/aktivitas dalam pengurusan piutang negara

TARGET 2010 (4)


3

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


DIREKTORAT PIUTANG NEGARA

2014 (5)
2

67,70 M

40,29 M

770 M

627,17 M

50%

100%

34,568

42,017

7 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengawasan pelaksanaan lelang

Terselenggaranya pelayanan lelang yang professional, tertib, tepat guna dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder

1 Jumlah formulasi / pembaruan peraturan perundangan di bidang lelang 2 Jumlah Penerimaan Negara dari Bea Lelang 3 Jumlah Frekuensi Lelang 4 Jumlah Pokok Lelang

4 44,04 M 15,437 3,15 T 100%

3 61,04 M 18,763 4,35 T 100%

DIREKTORAT LELANG

8 Perumusan peraturan perundangan, pemberian bantuan hukum serta pengembangan sistem informasi manajemen

Mewujudkan harmonisasi peraturan, pemberian bantuan hukum, pendapat hukum yang efektif dan efisien di lingkungan DJKN serta mampu menjadi penyedia layanan yang terpercaya bagi pemangku

1 Presentase harmonisasi peraturan perundang-undangan yang disampaikan 2 Persentase bantuan hukum dan pendapat hukum yang diberikan 3 Persentase sistem aplikasi yang terimplementasi

DIREKTORAT HUKUM DAN INFORMASI

100% 60%

100% 100%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

168
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
kepentingan DJKN dan mitra strategis di lingkungan Departemen Keuangan 9 Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang di wilayah kerja kanwil DJKN Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder di wilayah kerja kanwil DJKN disediakan 1 Jumlah Penerimaan Negara - Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara - Bea Lelang 2 Jumlah penyelesaian piutang negara dan pelayanan lelang - Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) - Pokok Lelang 3 Persentase pemberian bimbingan teknis dan penelaahan permasalahan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, lelang dan hukum 4 Persentase laporan hasil penilaian yang dapat diselesaikan sesuai dengan standar penilaian 5 Persentase BMN yang disertifikasi 6 Penyelesaian Inventarisasi dan penilaian terhadap Barang Milik Negara serta koreksi neraca N.A 90% Terkait K/L dan BPN Kontrak Kinerja 100% 100% 770 M 3,15 T 100% 627,17 M 4,35 T 100% 44,04 M 61,04 M 67,70 M 40,29 M

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
4 Persentase layanan informasi yang

TARGET 2010 (4)


42%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6) (5)

2014

100% KANTOR WILAYAH

November 2011

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

169
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder wilayah kerja KPKNL

PROGRAM/KEGIATAN (1)
10 Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang

INDIKATOR (3)
1 Jumlah Penerimaan Negara - Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara - Bea Lelang 2 Jumlah penyelesaian piutang negara dan pelayanan lelang - Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) - Pokok Lelang 3 Persentase penyelesaian permohonan pengelolaan kekayaan negara 4 Persentase laporan hasil penilaian yang dapat diselesaikan sesuai dengan standar penilaian 5 Persentase BMN yang disertifikasi 6 Penyelesaian Inventarisasi dan penilaian terhadap Barang Milik Negara serta koreksi neraca

TARGET 2010 (4)


67,70 M

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


KPKNL

2014 (5)
40,29 M

44,04 M

61,04 M

770 M 3,15 T 100%

627,17 M 4,35 T 100%

100%

100%

N.A

90%

Terkait K/L dan BPN Kontrak Kinerja

November 2011

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

170
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang 641,006,865,000 580,831,008,170 596,560,445,298 662,338,168,230 766,120,396,111

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 2 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan barang milik negara 3 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan barang milik negara dan kekayaan negara yang dipisahkan 5,048,145,000 4,879,207,868 6,484,607,193 8,519,489,183 14,451,922,773 9,667,466,000 8,449,277,200 9,541,951,862 12,701,427,434 16,676,822,017 164,312,241,000 149,296,125,187 157,478,019,833 175,863,987,155 197,577,072,207

4 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengelolaan kekayaan negara lain-lain

61,326,970,000

46,615,164,049

50,327,019,099

59,424,628,527

71,285,209,058

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

171
ALOKASI 2010 (2)
10,199,027,000

PROGRAM/KEGIATAN (1)
5 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, analisis, supervisi evaluasi dan rekomendasi Penilaian Kekayaan Negara 6 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, perencanaan dan evaluasi atas pelaksanaan pengurusan Piutang Negara 7 Perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi dan pengawasan pelaksanaan lelang 8 Perumusan peraturan perundangan, pemberian bantuan hukum serta pengembangan sistem informasi manajemen 9 Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang di wilayah kerja kanwil DJKN 10 Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan Piutang Negara dan pelayanan Lelang

2011 (3)
8,429,423,801

2012 (4)
10,525,744,757

2013 (5)
12,072,317,931

2014 (6)
15,293,504,075

3,648,996,000

4,200,380,274

4,838,877,760

8,222,522,765

12,949,750,707

8,600,506,000

6,592,051,151

8,789,525,007

12,649,072,213

15,845,138,730

20,651,345,000

19,274,805,704

20,010,255,211

21,006,916,537

22,338,689,020

112,179,864,000

108,763,508,202

97,043,530,792

107,876,294,504

125,537,727,134

245,372,305,000

224,331,064,734

231,520,913,783

244,001,511,982

274,164,560,392

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

172
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT 3 KRITERIA KEBERHASILAN 4 Terbentuknya Tim Pengendali Pelaksanaan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: Tim Pengendali TARGET H30: XXX Pelaksanaan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI terbentuk dan siap bertugas TARGET H50: XXX mulai 2 Januari 2010 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 H30: XX% % CAPAIAN 7 KETERANGAN 8 50% persiapan pembentukan Tim Pengendali Pelaksanaan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI

1 2 P8: Peningkatan Kemampuan Pertahanan & Keamanan Negara (P8A5) Pembentukan Departemen Pertahanan anggota Tim Pengendali Pelaksanaan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI sesuai keputusan Menhannomor: KEP/190/M/X/2009 tanggal 21 Oktober 2009

Setneg, Depkeu (DJKN), Kemeneg PPN/ Ka Bappenas, Kemenko Polhukam, Kemeneg BUMN

H50: XX%

Catatan Depkeu (DJKN): Tim Pengendali tersebut telah dibentuk melalui Kep/206/M/XI/2009 tentang Tim Pengendali Pelaksanaan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI. Telah tercapai di H50 Catatan: Keterangan sama dengan H75

TARGET H75: XXX TARGET H100: Tim Pengendali Pelaksanaan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI terbentuk dan siap bertugas mulai 2 Januari 2010 (P8A6) Penyelesaian penyusunan peraturan Menkeu & peraturan Panglima TNI yang dikoordinasikan oleh Timnas Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI Departemen Pertahanan Setneg, Depkeu (DJKN), Kemeneg PPN/ Ka Bappenas, Kemenko Polhukam, Kemeneg BUMN Selesainya penyusunan peraturan Menkeu & peraturan Panglima TNI yang dikoordinasikan oleh Timnas Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI TARGET: Terbitnya TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX Peraturan Menkeu dan Panglima TNI untuk pengalihan aktivitas bisnis TNI

H75: XX% H100: XX%

H30: XX% H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX% - Telah disosialisasikan di internal DJKN dan TNI - Permintaan data kepada TNI agar draft dapat diajukan kepada Menteri Keuangan

Catatan Depkeu (DJKN): Pembuatan PMK Pemanfaatan Barang Milik Negara di lingkungan TNI. Telah dibahas draft PMK dimaksud bersama dengan Biro Hukum. Saat ini masih dalam proses pengajuan RPMK kepada Menteri Keuangan. Telah dilakukan pembahasan pada tanggal 8 Januari 2010 guna penyempurnaan RPMK tesebut (permintaan data telah dipenuhi oleh TNI). Selanjutnya RPMK tersebut akan dibahas kembali dengan Biro Hukum Setjen Depkeu)

TARGET H100: Terbitnya Peraturan Menkeu dan H100: XX% Panglima TNI untuk pengalihan aktivitas bisnis TNI

Catatan Depkeu (DJKN): Draft PMK telah disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui ND-14/KN/2010 tanggal 25 Januari 2010

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

173
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Bidang Perekonomian
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT 3 Semula: Depkeu, DepPU Menjadi: _ KRITERIA KEBERHASILAN 4 Semula: Cakupan perluasan modal lembaga pembiayaan infrastruktur UKURAN KEBERHASILAN 5 Semula: TARGET: Perluasan modal lembaga pembiayaan infrastruktur yang lebih besar sehingga mencakup XX, XX UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 % CAPAIAN 7 KETERANGAN 8 Terkait rencana pendirian IIFF pemerintah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) berkomitmen Rp 600 miliar, modal disetor Rp 40,3 miliar sisanya convertible subordinated . IFC, ADB masing-masing berkomitmen Rp 400 miliar dan DEG Rp 200 miliar. Sedang subordinated loan dari ADB dan World Bank masing-masing Rp 1 Triliun. Rencana pembiayaan PT SMI tahun 2009 sebesar Rp 100 miliar, tahun 2010 sebesar Rp 300 miliar dan 2011 sebesar Rp. 350 miliar, sesuai PMK 100/PMK.010/2009 modal perusahaan perlu ditingkatkan menjadi Rp. 2 Triliun pada tahun ke 5 yaitu tahun 2011.

1 2 P12: Pembiayaan untuk Pembangunan Infrastruktur Semula: Departemen Keuangan (P12A2) Perluasan modal lembaga pembiayaan infrastruktur Menjadi: (P12A2) Pembentukan perusahaan pembiayaan infrastruktur sebagai anak perusahaan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)

TARGET H30: H30: 100% Draft sudah Penyampaian draft persetujuan Rapat Umum diserahkan kepada MK Pemegang Saham atas Rencana Penyertaan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dalam pendirian Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur

Menjadi: Pendirian perusahaan pembiayaan infrastruktur

Menjadi: TARGET: Beroperasinya secara efektif perusahaan pembiayaan infrastruktur PT IIFF TARGET H50: Persetujuan MK atas draft persetujuan 100% RUPS PT SMI.

Terkait keputusan Pemegang Saham PT SMI telah diterbitkan melalui surat Menkeu Nomor SI3484/MK.06/2009 tanggal 2 Desember 2009 tentang Persetujuan Penyertaan Dalam Pendirian Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur DJKN telah meminta agar PT SMI segera mewujudkan komitmennya mengenai penandatanganan shareholders agreement sehingga dapat diselesaikan sebelum Program 100 Hari berakhir. Soft launching PT IIF telah dilaksanakan pada tanggal 27 Januari 2010 yang bertempat di Gedung BRI II Jalan Jend. Sudirman, Jakarta dan dihadiri oleh shareholders serta perwakilan pemerintah (Depkeu).

TARGET H75: 75%* Penandatanganan shareholders agreements antara PT SMI, ADB, IFC dan DEG

TARGET H100: Soft launching PT IIFF

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

174
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI

PENANGGUNG JAWAB

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

1 2 P12: Pembiayaan untuk Pembangunan Infrastruktur

(P12A4) Penetapan skema co-financing bagi program pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (penciptaan ownership di daerah) serta Pemerintah dan Swasta/BUMN (Public Private Partnership )

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

KemenegPPN/Bappenas, Depkeu (DJKN), DepPU, Dephub

[1] Cakupan perubahan Perpres No.67 Tahun 2005 tentang kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur

TARGET: Perpres perubahan atas Perpres No.67 Tahun 2005 yang mencakup tata cara pengadaan termasuk untuk unsolisited project, definisi tentang financial closing, pengalihan saham sebelum operasi

TARGET H30: 70% TARGET H50: 80%

H30: 70% H50: XX%

70% kemajuan penyelesaian Perpres Catatan Depkeu (DJKN): Keterkaitan Depkeu hanya sebatas pada penetapan Anggota Dewan Komisaris PT Sarana Multi Infrastruktur Keterangan sama dengan H-50 Catatan Depkeu (DJKN): DJKN tidak terlibat dalam RA ini.

TARGET H75: 90% TARGET H100: Perpres perubahan atas Perpres No.67 Tahun 2005 yang mencakup tata cara pengadaan termasuk untuk unsolisited project, definisi tentang financial closing, pengalihan saham sebelum operasi TARGET H30: 75%

H75: XX% H100: XX%

[2] Penetapan Dewan Komisaris dan Direksi serta kelengkapan organisasi anak perusahaan PT Sarana Multi Infrastruktur

TARGET: Terbentuknya Dewan Komisaris dan Direksi serta beroperasinya TARGET H50: 80% anak perusahaan PT Sarana Multi Infrastruktur

H30: 75% H50: XX%

75% kemajuan persiapan beroperasinya anak perusahaan PT Sarana Multi Infrastruktur Catatan Depkeu (DJKN): Persetujuan Menteri Keuangan tentang Penetapan Anggota Dewan Komisaris dari unsur Departemen Keuangan sudah ditetapkan oleh Menteri Keuangan no. S-684/MK.06/2009 hal Penetapan Calon Anggota Dekom IIFF. Catatan Depkeu (DJKN) : Masih menunggu usulan supranational Investors (calon direksi dari IFC). Catatan Depkeu (DJKN): Telah terbentuk Dewan Komisaris dan Direksi untuk anak perusahaan 80% kemajuan persiapan beroperasinya PT Penjamin Infrastruktur Indonesia Catatan Depkeu (DJKN): Telah disampaikan surat mengenai Usulan BOC dan BOD PT Penjamin Infrastruktur Indonesia kepada Menteri Keuangan oleh BKF. Keterangan sama dengan H-50 Catatan Depkeu (DJKN): Telah tercapai 100%

TARGET H75: 90%

H75: XX%

[3] Penetapan Dewan Komisaris dan Direksi serta kelengkapan organisasi PT Penjamin Infrastruktur Indonesia

TARGET: Terbentuknya Dewan Komisaris dan Direksi serta beroperasinya TARGET H50: 85% PT Infrastruktur Indonesia

TARGET H100: Terbentuknya Dewan Komisaris dan H100: XX% Direksi serta beroperasinya anak perusahaan PT Sarana Multi Infrastruktur TARGET H30: 80% H30: 80% H50: XX%

TARGET H75: 90%

H75: XX%

TARGET H100: Terbentuknya Dewan Komisaris dan H100: XX% Direksi serta beroperasinya PT Infrastruktur Indonesia

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

175
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI

PENANGGUNG JAWAB

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

1 2 P26: Revitalisasi Industri pupuk dan gula


Revitalisasi Industri Pupuk Urea (P26A11) Penyediaan dana (P26A112) Depperin

Depkeu (DJKN), Kementrian BUMN, Bappenas, BI

[1] Adanya kelonggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) untuk pinjaman industri pupuk (P26A112K1) [2] Tersedianya tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) (P26A112K2) [3] Tersedianya pinjaman luar negeri (Two Step Loan) (P26A112K3)

TARGET: [1] Terbitnya ketentuan Bank Indonesia tentang kelonggaran BMPK (P26A112K1U1) [2] Terbitnya Peraturan Pemerintah tentang PMN untuk industri pupuk (P26A112K2U1) [3] Terbitnya Sub Loan Agreement (SLA) kredit ekspor (P26A112K3U1)

TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX

H30: XX% H50: XX%

Kemajuan 70% Catatan Depkeu (DJKN): 100% Berdasarkan informasi dari Depperin, telah dilaksanakan Rakor Rencana Pengembangan Industri NPK dan Kebutuhan Bahan Baku pada tanggal 7 Desember 2009.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Catatan Depkeu (DJKN) : 1. Sesuai dengan ketentuan pasal 24 ayat 2 UU no 17 Tahun 2003 bahwa setiap penyertaan modal negara kepada perusahaan negara terlebih dahulu ditetapkan dengan APBN; 2. Pada prinsipnya DJKN akan memproses setiap permohonan dari Menneg. BUMN dan departemen teknis

TARGET H100: [1] Terbitnya ketentuan Bank Indonesia tentang kelonggaran BMPK (P26A112K1U1) [2] Terbitnya Peraturan Pemerintah tentang PMN untuk industri pupuk (P26A112K2U1) [3] Terbitnya Sub Loan Agreement (SLA) kredit ekspor (P26A112K3U1)

H100: XX%

Catatan Depkeu (DJKN): Keterangan sama dengan H75

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

176
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

Revitalisasi / Pengembangan Industri Pupuk NPK (P26A12) Melakukan kerjasama Depperin suplai bahan baku Fosfat dan Kalium dengan negara sumber bahan baku (P26A121) Deplu, Dep. Perdagangan, Depkeu (DJKN), Kementrian BUMN Jaminan ketersediaan Fosfat TARGET: [1] TARGET H30: XXX dan Kalium jangka panjang Adanya program kerjasama (P26A121K1) yang difasilitasi Pemerintah TARGET H50: XXX Indonesia dengan negara penghasil Fosfat dan Kalium (P26A121K1U1) [2] Adanya kontrak B to B TARGET H75: XXX jangka panjang penyediaan Fosfat dan kalium dengan negara penghasil Fosfat dan Kalium (P26A121K1U2) TARGET H100: [1] Adanya program kerjasama yang difasilitasi Pemerintah Indonesia dengan negara penghasil Fosfat dan Kalium (P26A121K1U1) [2] Adanya kontrak B to B jangka panjang penyediaan Fosfat dan kalium dengan negara penghasil Fosfat dan Kalium (P26A121K1U2 H30: XX% H50: XX% Kemajuan 60% Catatan Depkeu (DJKN): Penerbitan PP tentang PMN untuk industri pupuk masih menunggu progress dari Depperin dan Menneg BUMN. Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010). Catatan: Keterangan sama dengan H75.

H75: XX%

H100: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

177
KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA INDIKATOR KINERJA a. Pengelolaan keuangan Kementerian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI RENCANA AKSI 1. Penyelesaian Inventarisasi dan penilaian terhadap Barang Milik Negara serta koreksi neraca mulai tahun 2007 secara berkelanjutan K/L TERKAIT WAKTU November 2011 UNIT ESELON II DIREKTORAT BMN I, BMN II, KEKAYAAN NEGARA LAIN-LAIN, PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA, KANWIL DJKN, KPKNL

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

178
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENINGKATAN PENGELOLAAN PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH 2 1 Peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai peraturan perundang-undangan, transparan, kredibel, akuntabel, dan profesional dalam pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 1 Rasio realisasi dari janji pelayanan pengalokasian dana transfer ke daerah ke pihak eksternal Realisasi janji pelayanan evaluasi Perda/Raperda PDRD ke pihak eksternal Persentase ketepatan jumlah penyaluran dana transfer ke daerah Ketepatan waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah Indeks kepuasan Pemda terhadap norma, standar, dan pengelolaan belanja transfer ke daerah ke pihak eksternal Persentase kepatuhan dan penegakan ketentuan/peraturan Persentase penyelesaian kasus KKN yang terjadi di lingkungan Ditjen PK sesuai dengan kewenangannya 8 KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 1 Tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi pada semua unit Eselon II di Ditjen Perimbangan Keuangan dalam rangka menunjang tercapainya pencapaian tujuan strategis Ditjen 1 2 Persentase pegawai yang melanggar kode etik pegawai DJPK Persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat 4% 100% 2% 100% SES. DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN Kajian revisi UU 33/2004 dan PP 54/2005 Desember 2010 Temu Nasional 100% 100% DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

2 3 4

15 hari 100% 4 hari

12 hari 100% 3 hari

6 7

80% 100%

85% 100%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

179
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
2 Perimbangan Keuangan Terwujudnya pelayanan yang terbaik kepada semua unsur Ditjen Perimbangan Keuangan dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas 3 4

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Persentase tingkat penyelesaian dokumen pencairan anggaran Rasio penyelesaian pengadaan sarana dan prasana sesuai dengan rencana Persentase penyelesaian kasus KKN yang terjadi di lingkungan Ditjen PK sesuai dengan kewenangannya Persentase ketepatan jumlah penyaluran jumlah dana transfer ke daerah Ketepatan waktu penyelesaian dokumen pelaksanaan penyaluran dana transfer ke daerah Persentase jumlah kebijakan dana Transfer ke Daerah sesuai rencana Indeks kepuasan Pemda terhadap kebijakan formulasi dana Transfer ke Daerah sesuai kewenangan dan urusan Indeks kepuasan Pemda terhadap norma dan standar transfer ke daerah Rasio realisasi dari janji pelayanan pengalokasian dana transfer ke daerah ke pihak eksternal Indeks Kepatuhan dan Penegakan Hukum Sosialisasi Peraturan Menkeu tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama

TARGET 2010 (4)


100% 100%

UNIT ORGANISASI 2014 (5)


100% 100%

PELAKSANA (6)

100%

100%

Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan pengelolaan transfer ke daerah

1 2

Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Dana Transfer Terciptanya Tata Kelola yang Tertib Sesuai Peraturan Perundang-undangan, Transparan, adil, proporsional, Kredibel, Akuntabel, dan Profesional dalam Pelaksanaan Transfer ke Daerah

100%

100%

DIREKTORAT DANA PERIMBANGAN

4 hari

3 hari

3 4

100% 3

100% 3

5 6

3 100%

3 100%

7 8

80%

85% Program 100 Hari

1 Februari 2010

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

180
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan di 510 daerah (prov/kab/kota)

Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang PDRD

1. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. Mewujudkan Kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mendukung Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Persentase jumlah kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat diimplementasikan Jumlah konsep kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan rencana Realisasi janji pelayanan evaluasi

80%

85%

DIREKTORAT PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

100%

100%

15 hari

12 hari

Perda/Raperda PDRD ke pihak eksternal dalam bentuk rekomendasi Menteri Keuangan 4 Persentase tingkat penyelesaian evaluasi Perda tentang PDRD terhadap rencana evaluasi 5 Percepatan evaluasi dan rekomendasi Perda dan Raperda PDRD bermasalah 6 Percepatan Evaluasi dan rekomendasi Perda dan Raperda PDRD yang bermasalah 7 Penyusunan Program transisi / pengalihan PBB menjadi Pajak Daerah 8 Pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah 9 Penerapan Pajak Rokok menjadi Pajak Daerah 10 RPP tentang sistem pemungutan pajak daerah 11 RPMK pemberian sanksi terhadap daerah

100%

100%

Oktober 2014 Desember 2011

Kontrak Kinerja Kontrak Kinerja

Desember 2013 2010- 2011 Desember 2013 Juni 2010 Juni 2010

Kontrak Kinerja Kontrak Kinerja Kontrak Kinerja Kontrak Kinerja Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

181
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4)
Juni 2010

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
yang melanggar ketentuan PDRD 12 Mengkaji penerapan PBBKB di daerah berkaitan dengan harga dan subsidi BBM

UNIT ORGANISASI 2014 (5) PELAKSANA (6)


Kontrak Kinerja

Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pembiayaan dan kapasitas daerah

Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Pinjaman Daerah, Hibah Daerah, Obligasi Daerah, dan Investasi Daerah

1 2

Persentase penyaluran dana hibah ke daerah sesuai rencana Persentase jumlah kebijakan Pembiayaan dan Kapasitas Daerah yang dapat diimplementasikan

100% 100%

100% 100%

DIREKTORAT PEMBIAYAAN DAN KAPASITAS DAERAH

2 3

Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Penataan Daerah Peningkatan Kapasitas Aparat Pengelola Keuangan Daerah 4 3

Persentase jumlah konsep kebijakan pembiayaan dan kapasitas daerah sesuai dengan rencana Persentase kepatuhan dan penegakan ketentuan/peraturan dibidang hibah ke daerah

100%

100%

80%

85%

Jumlah Aparat Pengelola Keuangan Daerah yang mengikuti LKD/KKD/KKD Khusus per tahun

1.050 orang

1.200 orang

Perumusan kebijakan, pemantauan dan evaluasi di bidang pendanaan daerah dan ekonomi daerah, penyusunan laporan keuangan transfer ke daerah, serta pengembangan sistem informasi keuangan daerah

2 3

Efesiensi dan Efektifitas Pengelolaan Dana Desentralisasi, Dana Dekonsentrasi, dan Dana Tugas Pembantuan Terkendalinya Defisit Anggaran Daerah Terselenggaranya SIKD Nasional yang TRUST (compleTe, Reliable, Up to date, Secure, and acuraTe)

Persentase jumlah kebijakan Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah sesuai rencana Persentase penyelesaian laporan hasil evaluasi pendanaan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan serta perekonomian daerah sesuai rencana Persentase tersedianya layanan

100%

100%

100%

100%

DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH

80%

90%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

182
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
informasi yang terkini pada website dan Mofisda sesuai yang disampaikan oleh penyaji data Tersedianya hasil pemantauan penyampaian Perda APBD Persentase penyelesaian Laporan Keuangan Transfer ke Daerah yang tepat waktu Tersedianya Sistem Informasi Manajemen Transfer ke Daerah (SIMTRADA) Dokumen hasil evaluasi, kajian dan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas penggunaan dana perimbangan daerah

4 5

100% 100%

100% 100%

6 7

50%

100% Program 100 Hari

1 Februari 2010

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

183
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2 Perumusan kebijakan, bimbingan teknis dan pengelolaan transfer ke daerah 3 Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang PDRD 4 Perumusan kebijakan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pembiayaan dan kapasitas daerah 5 Perumusan kebijakan, pemantauan dan evaluasi di bidang pendanaan daerah dan ekonomi daerah, penyusunan laporan keuangan transfer ke daerah, serta pengembangan sistem informasi keuangan daerah 18,023,834,524 11,845,389,204 14,142,117,360 17,110,291,364 22,837,100,797 31,555,884,063 27,857,555,904 29,643,193,517 30,494,581,963 33,836,146,044 11,333,456,524 10,460,065,938 12,219,109,784 15,088,992,474 19,592,269,643 10,611,213,770 15,733,860,621 17,452,097,569 19,862,774,523 22,722,876,835 36,246,278,119 33,453,029,826 38,615,360,159 46,095,391,525 56,137,481,062 107,770,667,000 99,349,901,493 112,071,878,388 128,652,031,850 155,125,874,382

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

184
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT KRITERIA KEBERHASILAN 4 Cakupan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan di 510 daerah (prov/kab/kota) UKURAN KEBERHASILAN 5 a) Tersampaikannya PMK Nomor: 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan di 510 daerah (prov/kab/kota); b) Terlaksananya sosialisasi PMK Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan kepada 510 Kepala Daerah/ Pejabat Daerah UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 TARGET H30: Sosialisasi PMK Nomor: 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan kepada 28 Kepala Daerah/ Pejabat Daerah. % CAPAIAN 7 H30: 100% KETERANGAN 8 Sosialisasi dapat dilakukan melalui 2 cara: 1) Penyampaian / Pengiriman Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan/atau 2) Sosialisasi langsung kepada Para Kepala Daerah/Pejabat Daerah. Pelaksanaan sosialisasi langsung akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan yang tersedia.

1 2 3 P30: Peningkatan Efektivitas dan Keberlanjutan PNPM Mandiri (P30A1) Sosialisasi Departemen Keuangan Bappenas, Kemenko Kesra, Peraturan Menkeu tentang Pemda Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan di 510 daerah (prov/kab/kota)

TARGET H50: Sosialisasi PMK Nomor: 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan kepada 140 Kepala Daerah: 1) Tersampaikannya PMK 168/PMK.07/2009 kepada 510 Daerah; 2a) Sosialisasi kepada 32 Kepala Daerah/Pejabat Daerah (Kabupaten/ Kota); 2b) Sosialisasi kepada 33 Kepala Daerah/Pejabat Daerah pada Rakornas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Menko Kesra; 2c) Sosialisasi kepada 75 Kepala Daerah/Pejabat Daerah di Lingkungan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.

H50: 100%

1) Tersampaikannya PMK 168/PMK.07/2009 kepada 510 Daerah melalui surat Dirjen PK Nomor: S-477/PK/2009 tanggal 1 Desember 2009; 2a) Telah dilaksanakan Sosialisasi kepada 32 Kepala Daerah/Pejabat Daerah bersamaan dengan Pelaksanaan Rakornas TKPK di Hotel Bumi Karsa,Komplek Bidakara pada tanggal 3 Desember 2009; 2b) Telah dilaksanakan Sosialisasi kepada 33 Kepala Daerah/Pejabat Daerah bersamaan dengan Pelaksanaan Rakornas TKPK di Hotel Bumi Karsa,Komplek Bidakara pada tanggal 3 Desember 2009; 2c) Telah dilaksanakannya Sosialisasi kepada Kepala Daerah/Pejabat Daerah di Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebanyak 270 Kepala Daerah/Pejabat Daerah dan Jawa Tengah sebanyak 235 Kepala Daerah/Pejabat Daerah pada tanggal 8-9 Desember 2009 sesuai Undangan Dirjen PK Nomor: Und-158/PK/2009 ;

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

185
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H75: Sosialisasi PMK kepada 200 Kepala Daerah/ Pejabat Daerah.

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H75: 100%

KETERANGAN 8

TARGET H100: Sosialisasi PMK kepada 142 Kepala Daerah/ Pejabat Daerah, sehingga pada H100 total yang telah tersosialisasi sebanyak 510 Kepala Daerah/Pejabat Daerah. (P10) Program 10: Peningkatan Efektifitas Otonomi Daerah (P10A4) Mengevaluasi Departemen Dalam Negeri Kemenko Polhukam, sistem dan Depkeu (DJPK) meningkatkan efektifitas penggunaan dana perimbangan daerah Dilakukan evaluasi awal terhadap sistem penggunaan dana perimbangan daerah TARGET: Dokumen hasil evaluasi, kajian dan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas penggunaan dana perimbangan daerah TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX TARGET H75: XXX TARGET H100: Dokumen hasil evaluasi, kajian dan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas penggunaan dana perimbangan daerah

H100: 100%

Telah dilaksanakan Sosialisasi kepada 425 Kepala Daerah/Pejabat Daerah pada tanggal 6-7 Januari 2010 di Bidakara, sehingga total telah tersosialisasi adalah 995 Kepala Daerah/Pejabat Daerah

H30: XX% H50: XX% H75: XX% H100: XX%

Catatan Depkeu (DJPK): RA ini tidak terkait dengan Depkeu, karena masih dalam domain internal tugas Depdagri

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

186
KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN INDIKATOR KINERJA
a. Memastikan tercapainya Prioritas Nasional di bidang lain, yang mencakup namun tidak terbatas pada : i. Memastikan penerapan sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota, dimulai dari Batam, pembatalan Peraturan Daerah bermasalah dan pengurangan biaya untuk bisnis seperti Tanda daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) ii. Memastikan percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangan di tingkat pusat maupun daerah hingga tercapai keselarasan arah dalam implementasi pembangunan diantaranya penyelesaian kajian 12.000 peraturan daerah selambat-lambatnya 2011 Percepatan evaluasi dan rekomendasi Perda dan Raperda PDRD bermasalah Depdagri, Pemda Paling lambat Oktober 2014 Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

RENCANA AKSI

K/L TERKAIT

WAKTU

UNIT ESELON II

- Percepatan evaluasi dan rekomendasi Perda dan Raperda PDRD yang bermasalah - Penyusunan program transisi / pengalihan PBB menjadi Pajak Daerah - Pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah - Penerapan Pajak Rokok menjadi Pajak Daerah

Depdagri, Pemda

Desember 2011

Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Desember 2013

2010-2011 Desember 2013

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

187

INDIKATOR KINERJA
a. Melaksanakan perbaikan peraturan yang mendukung investasi Mengkaji dan mengusulkan perbaikan peraturanperaturan yang menghambat investasi sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas perbaikan peraturan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan

RENCANA AKSI

K/L TERKAIT

WAKTU

UNIT ESELON II

- Penyelesaian RPP tentang sistem pemungutan pajak daerah. - Penyelesaian RPMK pemberian sanksi terhadap daerah yang melanggar ketentuan PDRD

BKPM, Dephukham, Setneg, Dephub, ESDM, Polri, Kejaksaan, BPN, Depnaker, Depdagri, Menneg BUMN, Depdag, Pemda

Juni 2010

Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

b. Melaksanakan penyempurnaan kebijakan dan peraturan subsidi Mengkaji dan mengusulkan penyempurnaan kebijakan dan peraturan mengenai subsidi BBM, listrik, dan pupuk sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas peraturan yang disempurnakan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan

Mengkaji penerapan PBBKB di daerah berkaitan dengan harga dan subsidi BBM

Depdagri, ESDM, Pertamina, BPH Migas, Pemda

Paling lambat Juni 2010

Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

188

HASIL TEMU NASIONAL 29-30 OKTOBER DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN Bidang : Infrastruktur No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG K/L JAWAB TERKAIT Menteri Keuangan Depkeu, Depdagri, Setneg, Setkab, dan LKPPhun UNIT ESELON II

1.

UU 33/2004, PP 54/2005 dan PP 54/2008

Melakukan kajian revisi UU Usulan revisi 33/2004, PP 54/2005 dan PP UU 33/2004 dan 54/2008 PP 54/2005

1 tahun

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

189
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM 1. PENGELOLAAAN DAN PEMBIAYAAN UTANG 1. Mengoptimalkan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN; 2. Mendukung upaya financial market deepening untuk meningkatkan kapasitas daya serap dan efisiensi pasar keuangan. 1. Pemenuhan target pembiayaan melalui utang 2. Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan 3. Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang 4. Peningkatan partisipasi investor dalam penerbitan SBN 5. Pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran 145% 100% 175% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

KEGIATAN 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang 1. Terwujudnya pelayanan teknis dan administratif Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang efektif, efisien, dan akuntabel 1. Persentase penyusunan prosedur standar yang mendukung pengelolaan utang 2. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 3. % kesesuaian data rekonsiliasi keuangan 4. % realisasi pengadaan barang 5. Sistem aplikasi kesekretariatan yang terintegrasi antar unit eselon II 1. Pemenuhan target pembiayaan melalui pinjaman program 2. Penyelesaian perjanjian pinjaman dan hibah 100% 100% SET. DITJEN PENGELOLAAN UTANG

65% 100% 100% 2 sistem 100% 100%

70% 100% 100% 2 sistem 100% 100% DIREKTORAT PINJAMAN DAN HIBAH

2. Pengelolaan Pinjaman

1. Terpenuhinya kebutuhan pembiayaan APBN yang aman melalui pengadaan pinjaman

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

190
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4)
100%

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
3. Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan pinjaman 4. Keppres perubahan atas Keppres Nomor 80/2003 yang mencakup skema co-financing dan mengakomodasi tata cara pengadaan hasil industri kreatif, inovatif, budaya, dan hasil penelitian laboratorium atau institusi pendidikan

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6) (5)

2014
100%

1 Februari 2010

Program 100 Hari

3. Pengelolaan Surat Utang Negara

1. Terpenuhinya kebutuhan pembiayaan APBN yang aman bagi kesinambungan fiskal melalui pengelolaan Surat Utang Negara (SUN)

1. Pemenuhan target pembiayaan melalui SUN 2. Terpenuhinya struktur portofolio SUN sesuai dengan strategi yang ditetapkan 3. Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan SUN 4. Peningkatan partisipasi investor dalam penerbitan SUN

100% 100% 100% 145%

100% 100% 100% 175%

DIREKTORAT SURAT UTANG NEGARA

4. Pengelolaan Pembiayaan Syariah

1. Terpenuhinya kebutuhan pembiayaan APBN yang aman bagi kesinambungan fiskal melalui pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

1. Pemenuhan target pembiayaan melalui SBSN 2. Terpenuhinya struktur portofolio SBSN sesuai dengan strategi yang ditetapkan 3. Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan SBSN 4. Peningkatan partisipasi investor dalam penerbitan SBSN

100% 100% 100% 145%

100% 100% 100% 175%

DIREKTORAT PEMBIAYAAN SYARIAH

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

191
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
1. Penyediaan strategi pengelolaan utang yang mempertimbangkan aspek biaya dan risiko Pengelolaan Utang 2. Pencapaian target effective cost yang kredibel 3. Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan 4. Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang 6. Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Utang 1. Terwujudnya pelaksanaan penyelesaian transaksi, pencatatan, dan pelaporan utang pemerintah yang profesional, efektif, transparan, dan akuntabel *) Tahun 2010 ditargetkan 2 dokumen strategi utang yaitu strategi utang tahun 2010-2014 dan strategi utang tahunan 2010 **) Tahun 2014 ditargetkan 1 dokumen strategi utang yaitu strategi utang tahunan 2014 1. Pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran 2. Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang 100% 100% 100% 100% 100% 100%

PROGRAM/KEGIATAN (1)
5. Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang

INDIKATOR (3)
1. Tersedianya Dokumen Strategi

TARGET 2010 (4)


2 dokumen*)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


DIREKTORAT STRATEGI DAN PORTOFOLIO UTANG

2014 (5)
1 dokumen**)

100% 100%

100% 100%

DIREKTORAT EVALUASI, AKUNTANSI, DAN SETELMEN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

192
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG PROGRAM/KEGIATAN ALOKASI 2010 2011 2012 2013 2014

(1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Pengelolaan dan Pembiayaaan Utang

(2)

(3)
0.93226

(4)
0.94699

(5)
0.97450

(6)
1.01227

77,932,980,000 0

65,102,596,008

68,411,310,447

72,385,173,277

77,088,068,769

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang 41,396,592,000 33,718,227,258 35,052,985,952 37,034,808,933 39,954,150,655

2 Pengelolaan Pinjaman

10,218,590,000

9,580,619,037

9,374,585,728

9,567,285,673

9,176,126,183

3 Pengelolaan Surat Utang Negara

9,362,931,000

7,545,275,142

8,668,787,281

9,055,097,792

9,471,079,868

4 Pengelolaan Pembiayaan Syariah

7,436,170,000

6,144,522,747

6,401,634,061

6,793,510,257

7,270,657,838

5 Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang 6 Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Utang

2,699,645,000 6,819,052,000

2,888,759,928 5,225,191,897

3,374,555,779 5,538,761,647

3,993,502,010 5,940,968,611

4,770,525,810 6,445,528,415

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

193
PROGRAM 100 HARI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG Bidang Perekonomian
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT 3 Depkeu (DJPU), Setkab, KRITERIA KEBERHASILAN 4 Cakupan penyempurnaan Keppres 80/2003 mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa pemerintah UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: Keppres perubahan atas Keppres Nomor 80/2003 yang mencakup skema cofinancing dan mengakomodasi tata cara pengadaan hasil industri kreatif, inovatif, budaya, dan hasil penelitian laboratorium atau institusi pendidikan UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX % CAPAIAN 7 H30: XX% H50: XX% KETERANGAN 8 60% kemajuan penyelesaian Keppres Catatan Depkeu (DJPU): 1. Telah disampaikan usulan Revisi Keppres 80 Tahun 2003 terkait dengan kebijakan pengadaan jasa dalam rangka pembiayaan melalui utang dan jasa dalam rangka pengelolaan portfolio utang. Berdasarkan Surat No.S-153/MK.8/2009 tanggal 6 November 2009 kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 2. Konfirmasi dari Bappenas diinformasikan bahwa: a. Pengadaan pembiayaan bukan domain Keppres No. 80 tahun 2003 sehingga ada kemungkinan akan dihilangkan dari naskah revisi; b. Di dalam naskah revisi juga diatur tentang harmonisasi tata cara pengadaan antara sistem nasional dengan donor guide lainnya. Rumusan terakhir adalah menggunakan sistem nasional. Jika ada perbedaan yang prinsip, maka digunakan sistem donor tetapi jika tidak prinsip dinegosiasikan kasus per kasus dan dituangkan dalam loan agreement .

1 2 P12: Pembiayaan untuk Pembangunan Infrastruktur (P12A3) Perubahan Keppres Kementerian PPN/Kepala Nomor 80 tahun 2003 Bappenas tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

194
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Catatan Depkeu (DJPU): Melalui komunikasi dengan Bappenas diperoleh informasi bahwa di salah satu pasal revisi, dimuat ketentuan mengenai pengadaan untuk pembiayaan yang berasal dari luar negeri, tetapi dari diskusi terakhir disepakati bahwa masalah pengadaan pembiayaan bukan domain Keppres 80 sehingga akan didrop dari naskah revisi (Direktur Aparatur Negara, Bappenas).

TARGET H100:Keppres perubahan atas Keppres H100: XX% Nomor 80/2003 yang mencakup skema co-financing dan mengakomodasi tata cara pengadaan hasil industri kreatif, inovatif, budaya, dan hasil penelitian laboratorium atau institusi pendidikan

Catatan Depkeu (DJPU): - Keterangan sama dengan H75; - RA tersebut sudah tidak terkait dengan DJPU.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

195
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2009-2014 INSPEKTORAT JENDERAL PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN AKUNTABILITAS APARATUR DEPARTEMEN KEUANGAN Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Departemen Keuangan 1 Jumlah policy recommendation : a. Pendapatan Negara b. Belanja Negara c. Perbendaharaan Negara c. Pembiayaan APBN d. Pegelolaan Kekayaan Negara e. Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank f. Bidang Pembelajaran dan Pertumbuhan g. Pencegahan Praktik KKN 2 Penindakan Praktik KKN: a. Jumlah informasi gratifikasi,pungutan liar, kolusi, dan korupsi b. Persentase realisasi penyetoran hasil investigasi c. Jumlah kasus yang diserahkan kepada instansi penegak hukum sebagai bukti 3 awal penyelidikan Indeks kualitas laporan keuangan kementerian keuangan (BA 15) 3.00 4.00 LK Depkeu th 2010 mencapai WTP (indeks 4) bl Nov 2011 4 kasus 4 kasus 40% 20% 3 pengaduan 3 pengaduan 15 rekomendasi 3 rekomendasi 1 rekomendasi 1 rekomendasi 1 rekomendasi 1 rekomendasi 1 rekomendasi 6 rekomendasi 1 rekomendasi 22 rekomendasi 7 rekomendasi 2 rekomendasi 2 rekomendasi 1 rekomendasi 2 rekomendasi 1 rekomendasi 6 rekomendasi 1 rekomendasi INSPEKTORAT JENDERAL

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

196
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
4

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Indeks kualitas laporan keuangan BUN BA 61 (Cicilan dan Bunga Hutang), 62 (Subsidi dan Transfer Lainnya), 69 (Belanja Lain-lain), 70 (Dana Perimbangan), 71 (Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang), 96 (Pembayaran Cicilan Pokok Hutang Dalam Negeri), 97 (Pembayaran Cicilan Pokok Hutang luar Negeri), 98 (Penerusan Pinjaman), 99 (Penyertaan Modal Pemerintah) 5 6 Indeks kualitas laporan keuangan Bendahara Umum Negara (BA 999) Frekuensi komunikasi pengawasan

TARGET 2010 (4)


3.56

UNIT ORGANISASI 2014 (5)


3.78

PELAKSANA (6)

2.00 15 kali

4.00 24 kali

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Inspektorat Jendral 1 Terwujudnya layanan administrasi yang prima kepada seluruh unsur Itjen dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas pengawasan Pemberian dukungan teknis yang optimal kepada seluruh unsur Itjen dalam rangka menunjang tercapainya pencapaian tujuan strategis Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui meningkatkan efektifitas proses manajemen resiko, pengendalian, 1 2 3 Jumlah hari mulai diresponnya permintaan layanan dan dukungan Indeks kepuasan layanan dan dukungan pilihan Persentase penyelesaian SOP 1 hari kerja 2,6 (Indeks) 100% 1 hari kerja 3,3(Indeks) 100% SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL

Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Pajak

1 2 3

Persentase penyelesaian pelaksanaan pengawasan Jumlah policy recommendation Jumlah konsultasi

80% 1 rekomendasi 1 kali

85% 3 rekomendasi 3 kali

INSPEKTORAT I

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

197
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak 3 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 1 Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas manajemen resiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 1 Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas manajemen resiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang 5 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 1 Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas manajemen resiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 1 2 3 4 5 4 5 2 3 4

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen

TARGET 2010 (4)


November 2011

UNIT ORGANISASI 2014 (5) PELAKSANA (6)


Kontrak Kinerja

1 2 3 4

Persentase penyelesaian pelaksanaan pengawasan Jumlah policy recommendation Jumlah konsultasi Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen

80% 1 rekomendasi

85% 3 rekomendasi

INSPEKTORAT II

1 kali 3 kali November 2011

Kontrak Kinerja

Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Persentase penyelesaian pelaksanaan pengawasan Jumlah policy recommendation Indeks Laporan Keuangan (BA 61, 96, 97, dan 98) Jumlah konsultasi Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen Persentase penyelesaian pelaksanaan pengawasan Jumlah policy recommendation Indeks Laporan Keuangan (BA 99) Jumlah konsultasi Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen

80% 2 rekomendasi 2.75 2 kali

85% 3 rekomendasi 3.75 3 kali

INSPEKTORAT III

November 2011

Kontrak Kinerja

80% 2 rekomendasi

85% 3 rekomendasi

INSPEKTORAT IV

4 4,0 2 kali 3 kali November 2011

Kontrak Kinerja

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

198
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
1 Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas manajemen resiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan 1 Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas manajemen resiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Sekretariat Jenderal, Bapepam-LK, BPPK 1 Mendorong Itjen Depkeu sebagai Benchmark bagi APIP lainnya 1 2 3 4 5

PROGRAM/KEGIATAN (1)
6 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

INDIKATOR (3)
Persentase penyelesaian pelaksanaan pengawasan Jumlah policy recommendation Indeks Laporan Keuangan (BA 70,71) Jumlah konsultasi Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen

TARGET 2010 (4)


80% 2 rekomendasi

UNIT ORGANISASI 2014 (5)


85%

PELAKSANA (6)
INSPEKTORAT V

3 rekomendasi

4.0 4.0 2 kali 3 kali November 2011

Kontrak Kinerja

Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Sekretariat Jenderal, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

1 2 3 4 5

Persentase penyelesaian pelaksanaan pengawasan Jumlah policy recommendation Indeks laporan keuangan (BA 15) Jumlah konsultasi Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen Persentase penyelesaian pelaksanaan pengawasan Jumlah policy recommendation Jumlah konsultasi Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen Jumlah informasi gratifikasi,pungutan liar, kolusi, dan korupsi Persentase realisasi penyetoran hasil investigasi Jumlah kasus yang diserahkan kepada instansi penegak hukum sebagai bukti awal penyelidikan

80% 3 rekomendasi

85% 3 rekomendasi

INSPEKTORAT VI

3,0 4,0 3 kali 3 kali November 2011

Kontrak Kinerja

Pelaksanaan Program Transformasi Pengawasan

1 2 3 4

80% 3 rekomendasi

100% 3 rekomendasi

INSPEKTORAT VII

1 kali 3 kali November 2011

Kontrak Kinerja

Pelaksanaan Audit Investigasi dan Edukasi anti KKN

Meningkatkan efektifitas pencegahan dan penindakan praktik KKN

1 2 3

3 pengaduan 40% 4 kasus

3 pengaduan 20% 4 kasus

INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

199
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
4 5

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Jumlah policy recommendation Jumlah sosialisasi anti KKN

TARGET 2010 (4)


1 rekomendasi 3 kali

UNIT ORGANISASI 2014 (5) PELAKSANA (6)

1 rekomendasi 3 kali

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

200
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 INSPEKTORAT JENDERAL PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM 1 Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Departemen Keuangan 93,609,000,000 82,466,934,694 87,959,588,385 95,040,148,728 103,659,790,811

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Inspektorat Jendral 2 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Pajak 3 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 4 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang 5 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 3,932,932,000 3,465,208,777 3,695,523,189 3,993,224,598 4,354,802,648 4,110,128,000 3,620,429,994 3,861,719,458 4,173,020,566 4,551,588,709 4,517,888,000 3,980,375,409 4,245,249,310 4,586,989,820 5,002,556,766 3,849,891,000 3,391,373,820 3,617,112,642 3,909,027,462 4,263,697,990 59,694,785,600 51,809,485,903 55,259,833,263 59,708,048,366 65,123,431,564

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

201
ALOKASI 2010 (2)
4,023,174,000

PROGRAM/KEGIATAN (1)
6 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 7 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Pengawasan serta peningkatan Akuntabilitas Aparatur Sekretariat Jenderal, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan 8 Pelaksanaan Program Transformasi Pengawasan 9 Pelaksanaan Audit Investigasi dan Edukasi anti KKN

2011 (3)
3,544,077,936

2012 (4)
3,780,752,045

2013 (5)
4,084,438,163

2014 (6)
4,455,017,772

5,505,422,000

4,849,614,221

5,173,391,550

5,589,461,974

6,096,723,707

3,813,551,100 4,161,228,300

3,732,860,496 4,073,508,139

3,981,892,145 4,344,114,782

4,301,947,431 4,693,990,347

4,691,889,882 5,120,081,774

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

202

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN INSPEKTORAT JENDERAL INDIKATOR KINERJA RENCANA AKSI K/L TERKAIT KSAP, BPKP WAKTU UNIT ESELON II Inspektorat I Inspektorat II Inspektorat III Inspektorat IV Inspektorat V Inspektorat VI Inspektorat VII

Pengelolaan keuangan Kementerian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI

Peningkatan pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh Itjen

November 2011

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

203
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014 BADAN PENGAWAS PASAR MODAL-LEMBAGA KEUANGAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PENGATURAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)


1 Terwujudnya Bapepam-LK sebagai lembaga yang memegang teguh prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, independensi dan integritas 2 Terwujudnya industri Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank sebagai penggerak perekonomian nasional dan berdaya saing global

INDIKATOR (3)
1 Persentase pertumbuhan nilai transaksi saham harian 2 Persentase pertumbuhan dana yang dikelola oleh lembaga pembiayaan dan penjaminan 3 Persentase pertumbuhan dana yang dikelola oleh industri perasuransian 4 Persentase pertumbuhan dana yang dikelola oleh industri dana pensiun 5 Persentase pertumbuhan unit penyertaan Reksa Dana 6 Indeks Kepuasan Stakeholders Bapepam-LK 7 Sejumlah peraturan perundangan yang diidentifikasi dan dikaji terkait dengan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha 8 Panduan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha (starting of business) dalam 40 hari

TARGET 2010 (4)


2.5% 10%

2014 (5)
3% 10%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


BAPEPAM-LK

6% 5% 36% 77 1 Februari 2010

10% 15% 366% 82 Program 100 Hari

1 Februari 2010

Program 100 Hari

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

1 Meningkatnya kualitas layanan dan dukungan yang tinggi kepada seluruh stakeholders internal dan eksternal Sekretariat Badan Bapepam-LK

1 Persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat 2 Persentase kesesuaian antara realisasi peningkatan kualitas pegawai dengan kebutuhan riil

100% 80%

100% 90%

SES.BAPEPAM-LK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

204
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
2 Meningkatnya kepercayaan stakeholders internal dan eksternal yang tinggi

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
3 Persentase pelaksanaan Program Edukasi dan Sosialisasi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank sesuai target 1 Persentase jumlah regulasi di bidang pasar modal dan LKNB yang memenuhi asas peraturan perundang-undangan yang baik 2 Persentase jumlah sanksi administratif atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dan Jasa keuangan yang objektif 3 Persentase jumlah perkara/litigasi yang diselesaikan dengan baik

TARGET 2010 (4)


100%

2014 (5)
100%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

2 Perumusan Peraturan, Penetapan Sanksi, dan Pemberian Bantuan Hukum

1 Terciptanya regulasi di bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank yang mampu menjamin kepastian hukum, adil, dan transparan 2 Terwujudnya penegakan hukum di bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank yang objektif dan efektif 3 Terjaganya kredibilitas Bapepam dan LK dengan mengamankan seluruh kebijakan yang telah diambil melalui pelaksanaan Litigasi yang taktis dan efektif 1 Terwujudnya kebijakan berbasis riset dan sistem pengawasan yang berbasis teknologi informasi terhadap industri pasar modal dan jasa keuangan non Bank 2 Terwujudnya industri pasar modal dan jasa keuangan non bank yang kredibel sebagai penggerak perekonomian nasional dan berdaya saing global

90%

90%

BIRO PERUNDANGUNDANGAN DAN BANTUAN HUKUM

97%

97%

50%

50%

3 Riset Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank serta Pengembangan Teknologi Informasi

1 Persentase penyelesaian jumlah laporan hasil riset yang tepat dan akurat di bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sesuai rencana 2 Persentase jumlah sistem yang terimplementasi sesuai dengan rencana

100%

100%

BIRO RISET DAN TEKNOLOGI INFORMASI

60%

80%

4 Pemeriksaan dan penyidikan bidang Pasar Modal

1 Terciptanya penegakan hukum di Bidang Pasar Modal yang kredibel

1 Laporan Hasil Pemeriksaan yang dapat diterima oleh Ketua atau Komite Penetapan

80%

90%

BIRO PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

205
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
2 Terwujudnya kepastian hukum di bidang Pasar Modal dan memberikan perlindungan bagi pemodal dan masyarakat

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Sanksi dan Keberatan (KPSK) 2 Penyelesaian perilaku pelaku Pasar Modal yang menyimpang: a. Penyelesaian pelanggaran terhadap kewajiban pelaporan, baik berkala maupun insidentil sesuai target waktu (keterlambatan penyampaian pelaporan) b. Penyelesaian pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang memerlukan Surat Perintah Pemeriksaan sesuai target waktu c. Penyelesaian pelanggaran terhadap ketentuan pidana di bidang Pasar Modal yang memerlukan Surat Perintah Penyidikan sesuai target waktu

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

90%

98%

70%

90%

50%

70%

5 Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pengelolaan Investasi

1 Terwujudnya Biro Pengelolaan Investasi sebagai salah satu biro yang kredibel, akuntabel dan transparan 2 Terwujudnya industri pengelolaan investasi yang tangguh dan berdaya saing global

1 Capaian pelaksanaan pemeriksaan dalam satu tahun: a. Persentase pemeriksaan kepatuhan terhadap Manajer Investasi sesuai rencana b. Persentase pemeriksaan kepatuhan terhadap Agen Penjual Efek Reksa Dana sesuai rencana 2 Persentase layanan yang memenuhi target SOP: a. Layanan Pendaftaran Reksa Dana yang memenuhi target SOP b. Layanan Perizinan Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana yang memenuhi target SOP

BIRO PENGELOLAAN INVESTASI 100% 100% 100% 100%

100% 90%

100% 90%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

206
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
1 Terwujudnya Biro Transaksi dan Lembaga Efek sebagai salah satu biro di Bapepam-LK yang kredibel, akuntabel dan transparan

PROGRAM/KEGIATAN (1)
6 Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Transaksi dan Lembaga Efek

INDIKATOR (3)
1 Persentase pelayanan perijinan yang sesuai dengan target SOP: a. Proses perijinan Wakil Perantara Pedagang Efek. b. Proses perijinan Wakil Penjamin Emisi Efek 2 Persentase jumlah pemeriksaan Lembaga Efek yang dilaksanakan dibandingkan dengan yang direncanakan. 3 Persentase tingkat penyelesaian penelaahan hasil pengawasan transaksi efek yang diindikasikan tidak wajar

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


BIRO TRANSAKSI DAN LEMBAGA EFEK

90% 90% 100%

100% 100% 100%

2 Terwujudnya Lembaga Efek yang berkualitas dan berdaya saing global serta Transaksi Efek yang teratur, wajar dan efisien

67%

70%

7 Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Jasa

1 Meningkatnya tata kelola perusahaan yang baik atas Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Jasa 2 Meningkatnya jumlah Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Jasa

1 Persentase jumlah Laporan Keuangan Tahunan, Laporan Keuangan Tengah Tahunan, dan Laporan Tahunan yang ditelaah sesuai rencana 2 Persentase jumlah pemrosesan Penyataan Pendaftaran sesuai SOP 3 Diterbitkannya produk regulasi terkait penyederhanaan proses dan persyaratan Penawaran Umum di pasar modal

100%

100%

BIRO PENILAIAN KEUANGAN PERUSAHAAN SEKTOR JASA

100% Juni 2010

100% Kontrak Kinerja

8 Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik sektor riil

1 Meningkatnya tata kelola perusahaan yang baik atas Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Riil 2 Meningkatnya jumlah Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Riil

1 Persentase jumlah Laporan Keuangan Tahunan, Laporan Keuangan Tengah Tahunan dan Laporan Tahunan yang ditelaah sesuai dengan rencana 2 Persentase jumlah pemrosesan Pernyataan Pendaftaran sesuai SOP

100%

100%

BIRO PENILAIAN KEUANGAN PERUSAHAAN SEKTOR RIIL

100%

100%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

207
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4)
Juni 2010

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
3 Diterbitkannya produk regulasi terkait penyederhanaan proses dan persyaratan Penawaran Umum di pasar modal

2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


Kontrak Kinerja

9 Penyusunan dan Pengembangan Standar Akuntansi dan Keterbukaan

1 Terwujudnya Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan sebagai biro yang amanah, proaktif dan responsif. 2 Meningkatnya kualitas standar dan regulasi di bidang akuntansi, keterbukaan dan tata kelola, dan pelaku pasar, serta terwujudnya pengembangan Pasar Modal berbasis syariah

1 Persentase penyusunan dan penyempurnaan draft regulasi di bidang akuntansi, keterbukaan dan tata kelola, pelaku pasar modal serta penerapan prinsip syariah di pasar modal sesuai rencana. 2 Persentase penerbitan Daftar Efek Syariah (DES) yang memenuhi target waktu 3 Persentase jumlah pemrosesan Pendaftaran Akuntan yang memenuhi target waktu. 1 Persentase jumlah kebijakan di bidang pembiayaan dan penjaminan yang dihasilkan 2 Persentase jumlah peraturan di bidang pembiayaan dan penjaminan yang dihasilkan 3 Persentase perizinan perusahaan pembiayaan dan penjaminan sesuai SOP 4 RPP PMN LPEI 1 Persentase jumlah rumusan peraturan di bidang perasuransian sesuai rencana 2 Persentase layanan pemberian izin usaha asuransi dan reasuransi yang memenuhi

100%

100%

BIRO STANDAR AKUNTANSI DAN KETERBUKAAN

100% 100%

100% 100%

10 Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan bidang Lembaga Pembiayaan dan Penjaminan

1 Membangun otoritas Lembaga Pembiayaan dan Penjaminan yang profesional yang mampu mewujudkan industri jasa pembiayaan dan penjaminan sebagai penggerak ekonomi nasional yang tangguh dan berdaya saing tinggi 2 Terwujudnya industri jasa pembiayaan dan penjaminan yang sehat, kuat dan kompetitif dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat

100%

100%

BIRO PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN

100%

100%

100%

100%

Desember 2010 100% 100% 100% 100%

Temu Nasional BIRO PERASURANSIAN

11 Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Bidang Perasuransian

1 Terwujudnya Biro perasuransian yang memegang teguh prinsip akuntabilitas dan integritas 2 Meningkatnya peran dan kualitas pelaku

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

208
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
industri perasuransian

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
target SOP 3 Persentase jumlah laporan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi yang telah dianalisis sesuai dengan target waktu 1 Persentase pengesahan pembentukan dana pensiun yang sesuai dengan SOP 2 Persentase jumlah laporan hasil analisis sesuai rencana 3 Persentase jumlah pemeriksaan langsung sesuai rencana

TARGET 2010 (4)


100%

2014 (5)
100%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

12 Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Bidang Dana Pensiun

1 Terwujudnya Biro Dana Pensiun sebagai lembaga yang memegang teguh prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good goverment governance) 2 Terwujudnya industri dana pensiun sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional dan sarana untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat di hari tua 1 Menjadi Mitra Kerja Strategis yang Profesional 2 Mewujudkan Bapepam-LK menjadi regulator yang handal, dapat dipercaya, dan dihormati melalui peningkatan kualitas tata kelola yang mendukung peningkatan kinerja yang berkesinambungan

100%

100%

BIRO DANA PENSIUN

100% 100%

100% 100%

13 Penelaahan dan Penilaian Kepatuhan Pelaksanaan Tugas Bapepam-LK

1 Persentase jumlah pelaksanaan audit yang sesuai dengan rencana audit (penelaahan dan penilaian) tahunan 2 Persentase kesesuaian pelaksanaan audit dengan program audit 3 Persentase rekomendasi yang ditindaklanjuti auditee (sekretariat badan dan biro)

100%

100%

BIRO KEPATUHAN INTERNAL

100%

100%

85%

85%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

209
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 BADAN PENGAWAS PASAR MODAL - LEMBAGA KEUANGAN PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 2 Perumusan Peraturan, Penetapan Sanksi, dan Pemberian Bantuan Hukum 3 Riset Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank serta Pengembangan Teknologi Informasi 4 Pemeriksaan dan penyidikan bidang Pasar Modal 5 Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pengelolaan Investasi 6 Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Bidang Transaksi dan Lembaga Efek 7 Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik Sektor Jasa 8 Penelaahan dan Pemantauan Perusahaan Emiten dan Perusahaan Publik sektor riil 2,660,000,000 2,706,349,497 2,758,858,064 3,113,539,935 3,553,992,705 2,583,000,000 2,631,768,732 2,688,118,113 3,038,990,387 3,473,820,606 5,151,000,000 4,886,718,151 5,298,677,968 5,959,578,552 6,780,008,641 5,962,000,000 3,734,000,000 5,644,272,268 3,791,126,719 6,445,006,079 3,871,094,632 7,395,315,136 4,368,603,498 8,581,147,728 4,987,068,974 2,620,000,000 3,967,858,892 5,677,662,280 6,391,576,127 7,001,291,733 4,901,000,000 4,692,901,389 5,137,595,430 5,823,635,259 6,677,060,378 107,585,721,000 95,736,741,481 91,044,872,966 101,980,857,798 116,887,276,093 159,136,721,000 147,271,373,027 148,614,408,223 167,586,506,269 191,990,311,884

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

210
ALOKASI 2010 (2)
4,887,000,000

PROGRAM/KEGIATAN (1)
9 Penyusunan dan Pengembangan Standar Akuntansi dan Keterbukaan 10 Pengaturan,Pembinaan dan Pengawasan bidang Lembaga Pembiayaan dan Penjaminan 11 Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Bidang Perasuransian 12 Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Bidang Dana Pensiun 13 Penelaahan dan Penilaian Kepatuhan Pelaksanaan Tugas Bapepam-LK

2011 (3)
3,911,192,427 0.93226

2012 (4)
4,676,128,525 0.94699

2013 (5)
5,698,216,608 0.97450

2014 (6)
6,498,495,248 1.01227

4,075,000,000

4,339,024,983

4,366,274,285

4,992,188,538

5,773,302,171

7,020,000,000

6,731,007,235

7,348,431,951

8,324,991,849

9,540,479,776

5,899,000,000

5,746,541,142

6,650,407,621

7,641,767,170

8,818,930,885

2,059,000,000

2,485,870,111

2,651,280,308

2,857,245,411

3,417,436,945

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

211
PROGRAM 100 HARI BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 KRITERIA KEBERHASILAN 4 Teridentifikasi dan dikajinya peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan perijinan untuk memulai usaha UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: XX jumlah peraturan perundangan yang diidentifikasi dan dikaji terkait dengan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 TARGET H30: XXX % CAPAIAN 7 H30: XX% KETERANGAN 8 Catatan Depkeu (Bapepam-LK): 1. Tiga peraturan (Dephukham, Depdag dan Depnakertrans) yang diidentifikasi terkait dengan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha sedang dalam proses pengkajian bersama instansi terkait

1 P2: Percepatan Pelayanan Publik

(P2A1) Koordinasi instansi Departemen Dalam Negeri Depkeu (Bapepam-LK), terkait terhadap Depdag, Deperin, Pemda, penyederhanaan Depkumham, BKPM persyaratan memulai usaha & percepatan waktu penyelesaian perijinan

2. Hasil koordinasi pada tanggal 20 November 2009: a. Kesepakatan dengan instansi terkait bahwa ijin usaha dapat diselesaikan sebelum 40 hari (22-25 hari). b. Kesepakatan menyusun peraturan bersama 4 (empat) Menteri (Mendagri, Menhukham, Mendag dan Menakertrans). c. Draft Peraturan Bersama 4 (empat) Menteri dalam proses pembahasan dengan instansi terkait TARGET H50: XXX H50: XX% Draft Peraturan Bersama 4 (empat) Menteri telah disusun dengan Menteri terkait, perkembangan saat ini dalam persiapan penandatanganan yang direncanakan pada hari Sabtu, tanggal 12 Desember 2009. Catatan Depkeu (Bapepam-LK): Pada tanggal 17 Desember 2009 telah ditandatangani Peraturan Bersama 4 (empat) Menteri dan Kepala BKPM tentang Percepatan Pelayanan Perijinan dan non Perijinan untuk memulai usaha. Catatan : Keterangan sama dengan H75

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: XX jumlah peraturan perundangan yang diidentifikasi dan dikaji terkait dengan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha

H100: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

212
KRITERIA KEBERHASILAN 4 Prosedur pemberian ijin untuk memulai usaha (starting of business ) dari 90 hari menjadi 40 hari tersusun dalam sebuah panduan UKURAN KEBERHASILAN 5 TARGET: Panduan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha (starting of business ) dalam 40 hari UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN % CAPAIAN H100 6 7 TARGET H30: XXX H30: XX%

RENCANA AKSI 1 (P2A2) Fasilitasi Pemda tentang peraturan perundangan terkait dengan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha (starting of business )

PENANGGUNG JAWAB

INSTANSI TERKAIT

KETERANGAN 8 Catatan Depkeu (Bapepam-LK): Telah dilakukan koordinasi dengan Pemkot Batam dan Otorita Batam untuk kesiapan penerapan SPIPISE di kota Batam. Pemkot Batam telah menyatakan kesiapan untuk penerapannya dengan dukungan BKPM. Telah disampaikan surat Mendagri tanggal 9 November 2009 kepada Kepala BKPM dan Walikota Batam tentang dukungan penerapan SPIPISE dan Surat Mendagri kepada Walikota Batam tentang proses ijin mulai usaha 40 hari dan pembentukan PTSP
Dalam tahap penyiapan panduan penyederhanaan perijinan untuk memulai usaha (starting of business) dan rencana sosialisasi ke daerah Catatan Depkeu (Bapepam-LK): Telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 188.32/4614/SJ tanggal 21 Desember 2009 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bersama 4 (empat) Menteri dan Kepala BKPM tentang Percepatan Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan untuk Memulai Usaha, dan telah disosialisasikan pada Rapat Kerja Gubernur seIndonesia di Pekanbaru tanggal 22 Desember 2009. Catatan : Keterangan sama dengan H75

2 3 Departemen Dalam Negeri Depkeu (Bapepam-LK), Depdag, Deperin, Pemda, Depkumham, BKPM

TARGET H50: XXX

H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: Panduan penyederhanaan perijinan H100: XX% untuk memulai usaha (starting of business) dalam 40 hari

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

213

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN INDIKATOR KINERJA Melaksanakan perbaikan peraturan yang mendukung investasi Mengkaji dan mengusulkan perbaikan peraturan-peraturan yang menghambat investasi sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas perbaikan peraturan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Menyederhanakan proses dan persyaratan penawaran umum dipasar modal BKPM, Dephukham, Setneg, Dephub, ESDM, Polri, Kejaksaan, BPN, Depnaker, Depdagri, Menneg BUMN, Depdag, Pemda Juni 2010 Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil RENCANA AKSI K/L TERKAIT WAKTU UNIT ESELON II

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

214

HASIL TEMU NASIONAL 29-30 OKTOBER BADAN PENGAWAS PASAR MODAL LEMBAGA KEUANGAN Bidang : Industri dan Jasa
No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB Menteri Keuangan K/L TERKAIT Depdag, Depperin. 1 tahun 1 tah tahun UNIT ESELON II

1.

Optimalisasi dan meningkatkan kemampuan LPEI sebagai lembaga pembiayaan ekspor (trade finance)

Menambah modal Rp. 2 Triliun pada RPP PMN LPEI LPEI, sesuai dengan UU APBN 2010

1 tahun

BIRO PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

215
MATRIKS KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2010-2014 BADAN KEBIJAKAN FISKAL PROGRAM/KEGIATAN (1)
PROGRAM PERUMUSAN KEBIJAKAN FISKAL Terwujudnya kebijakan fiskal yang sustainable dengan beban risiko fiskal yang terukur dalam rangka stabilisasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian 1 2 Persentase penggunaan anggaran risiko fiskal Tingkat akurasi kebijakan fiskal 83% 92% 10% 10% 4,5% 75% 87% 94% 5% 8% 4% 85% BKF

TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

a. Rata-rata persentase deviasi asumsi makro b. Persentase deviasi target defisit APBN c. Persentase deviasi proyeksi pendapatan negara 3 Persentase efektivitas kebijakan pendapatan negara

KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Badan Kebijakan Fiskal

Terwujudnya organisasi BKF yang efektif dengan pelaksanaan koordinasi kegiatan dan dukungan pelayanan prima

1 2 3

Tingkat Kepuasan Pegawai Capaian Realisasi Anggaran Persentase rekomendasi audit yang telah ditindak lanjuti

70% 85% 90%

80% 90% 90%

Sekretariat BKF

Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai dan PNBP

Tersedianya rekomendasi dan rumusan kebijakan pendapatan negara yang mendukung terwujudnya kebijakan fiskal

1 2

Persentase efektifitas kebijakan pendapatan negara Persentase usulan rekomendasi dan rumusan kebijakan di bidang pajak yang diterima oleh pimpinan eselon I Persentase usulan rekomendasi dan rumusan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai yang diterima oleh pimpinan eselon I Peraturan penurunan tarif Bea Masuk sebagai pelaksanaan APBN 2010. RPP tentang cost recovery

75%

85%

PKPN

85%

90%

85%

90% Hasil temu nasional

1 Februari 2010

Juni 2010

Kontrak kinerja Menkeu

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

216
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
6

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
PMK pemberian fasilitas PDRI untuk eksplorasi migas dan panas bumi, dalam UU APBN 7 Kajian implikasi pemberian insentif untuk pembangunan refinery baru kepada APBN serta manfaat dan biaya untuk ditampung dalam APBN-P 2010 8 Kajian manfaat dan biaya pemberian insentif pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak terhadap perekonomian dan implikasi insentif terhadap APBN. 9 Usulan perubahan PP no 34 tahun 1996 agar sesuai dengan UU kepabeanan dan praktek kepabeanan internasional 10 Kajian usulan pengenaan pajak ekspor (bea keluar) atas produk bahan mentah dan implikasi fiskal dan ekonomi. 11 PMK Harmonisasi Tarif Bea Masuk 12 Pemberian Fasilitas Perpajakan terhadap pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy) 13 Perpres tentang Pertanian Pangan Skala Luas (Food Estate) 14 Perangkat peraturan mengenai pemanfaatan coal bed methane selesai 1 Februari 2010 sehingga bisa menghasilkan energi pada tahun 2011

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


Hasil temu nasional

1 Februari 2010

1 Februari 2010

Hasil temu nasional

1 Februari 2010

Hasil temu nasional

1 Februari 2010

Hasil temu nasional

1 Februari 2010

Hasil temu nasional

1 Februari 2010 1 Februari 2010

Hasil Temu Nasional Program 100 Hari

1 Februari 2010

Program 100 Hari

1 Februari 2010

Program 100 Hari

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

217
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
Tersedianya rekomendasi kebijakan APBN yang sustainable untuk mendukung pembangunan nasional 1 2 3 4

PROGRAM/KEGIATAN (1)
3 Perumusan Kebijakan APBN

INDIKATOR (3)
Persentase deviasi target defisit APBN Persentase deviasi proyeksi penerimaan perpajakan Persentase rekomendasi alokasi transfer ke daerah yang digunakan sebagai bahan usulan ke DPR Penyempurnaan PMK No 261/2008 tentang tata cara penyediaan anggaran, perhitungan, pembayaran dan pertanggungjawaban subsidi pupuk 5 Penyempurnaan kebijakan subsidi BBM, Listrik dan Pupuk agar lebih cepat dan efisien Kajian penerapan PBBKB di daerah berkaitan dengan harga dan subsidi BBM Revisi Perpres no. 104 tahun 2003 Kajian tentang rasionalisasi subsidi listrik dan subsidi BBM 9 Peningkatan tingkat hunian rusunawa yang sudah/sedang dibangun dari sekitar 40% menjadi 80% dalam 100 hari dan melakukan kaji ulang menyeluruh atas kebijakan pembangunan dan penghunian rusunawa dan rusunami 10 Konsep kebijakan pengalihan sistem subsidi BBM, pupuk dan listrik 11 -Terbitnya surat jaminan gas dari BP Migas dan

TARGET 2010 (4)


10% 4,5% 75%

2014 (5)
8% 4% 80%

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


PKAPBN

Oktober 2014

Kontrak kinerja Menkeu

Juni 2010

Kontrak kinerja Menkeu

Juni 2010

Kontrak kinerja Menkeu

7 8

1 Februari 2010 Desember 2010

Hasil temu nasional Hasil temu nasional

1 Februari 2010

Program 100 Hari

1 Februari 2010

Program 100 Hari

1 Februari 2010

Program 100 Hari

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

218
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2) TARGET 2010 (4) 2014 (5) UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)
Head Of Agreement (HOA) -Ditandatangani Gas Supply Purchase Agreement (GSPA) -Adanya peraturan yang menetapkan prioritas dan harga gas khusus sesuai keekonomian industri pupuk melalui revisi Pasal 28 Undang-undang Migas No.22 tahun 2001 12 Tahun 2015 diproduksi Pupuk Organik yang sesuai SNI

1 Februari 2010

1 Februari 2010

1 Februari 2010

Program 100 Hari

Pengelolaan Risiko Fiskal dan Sektor - Terwujudnya pengelolaan risiko fiskal yang Keuangan antisipatif dan responsif yang dapat mendukung stabilisasi serta mendorong pertumbuhan perekonomian - Tersedianya rekomendasi dan pernyataan risiko fiskal

1 2 3 4

Jumlah risiko fiskal teridentifikasi yang terukur Persentase jumlah rekomendasi atas transaksi dukungan pemerintah yang diterima Persentase penggunaan anggaran risiko fiskal Perubahan sistem pengelolaan pendanaan BLU Tanah dan Land Capping untuk ditampung dalam APBN-P 2010

4 82% 83%

5 87% 87%

PPRF

Desember 2010

Hasil temu nasional

Menyusun ketentuan tata kelola yang baik, adil, akuntabel dan transparan terhadap dukungan pemerintah pada proyek infrastruktur yang bersifat non-kompetitif.

1 Februari 2010

Hasil temu nasional

SKB Menteri ESDM, Meneg BUMN, Menteri Keuangan, mengenai prosedur negosiasi dan penetapan IPP, indikator harga, dan penjaminan

1 Februari 2010

Hasil temu nasional

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

219
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
PSO. 8 Perpres tentang Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap II 9 Perpres perubahan atas Perpres Nomor 67/2005 yang dapat mendukung peningkatan kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha 10 Perpres tentang Harga Patokan Pembelian Listrik Dari Panas Bumi 11 Rumusan kebijakan untuk menyelesaikan secara tuntas permasalahan PPA di tingkat korporat PT PLN 12 -Penandatanganan Loan Agreement Kerjasama Pembangunan Pabrik UREA di Iran -Terlaksananya pembangunan Pabrik tahun 2011 - 2014 13 Terlaksananya kerjasama pembangunan Pabrik Phosphoric Acid dengan Yordania di Gresik tahun 2011 - 2013 5 Perumusan Kebijakan Ekonomi Terwujudnya kebijakan ekonomi makro yang antisipatif dan responsif yang dapat mendukung stabilisasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian 1 2 3 Persentase rata rata deviasi proyeksi asumsi makro Tingkat kepuasan stakeholder Tingkat pemanfaatan economic executive dashboard 10% 80% 3 5% 85% 3 PKEM 1 Februari 2010 Program 100 Hari 1 Februari 2010 Program 100 Hari 1 Februari 2010 Program 100 Hari 1 Februari 2010 Program 100 Hari 1 Februari 2010 Program 100 Hari 1 Februari 2010 Hasil temu nasional Program 100 Hari

PROGRAM/KEGIATAN (1)

INDIKATOR (3)

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

220
TUJUAN PROGRAM/ KEGIATAN (2)
- Tersedianya kebijakan dan program kerja sama internasional yang terpercaya dan optimal dalam rangka mendukung terwujudnya stabilitas ekonomi nasional - Terlaksananya program kerjasama internasional yang optimal 1 2 3

PROGRAM/KEGIATAN (1)
6 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja Sama Keuangan Internasional

INDIKATOR (3)
Jumlah penerima bantuan hibah (pendidikan) dalam rangka kerja sama teknik luar negeri Jumlah rekomendasi Delri yang diadopsi menjadi kesepakatan internasional Jumlah pertemuan dengan negara mitra strategislembaga multilateral dan investor utama sesuai rencana Dokumen Posisi Indonesia untuk COP-15 UNFCCC di Copenhagen, Denmark

TARGET 2010 (4)


625 30

2014 (5)
665 35

UNIT ORGANISASI PELAKSANA (6)


PKKSI

24

30

1 Februari 2010

Program 100 Hari

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

221
KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2010-2014 BADAN KEBIJAKAN FISKAL PROGRAM/KEGIATAN (1)
A. ALOKASI PROGRAM PROGRAM Perumusan Kebijakan Fiskal RM PHLN KEGIATAN 1 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Badan Kebijakan Fiskal 2 Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai dan PNBP 3 Perumusan Kebijakan APBN RM PHLN 4 Pengelolaan Risiko Fiskal dan Sektor Keuangan RM PHLN 5 Perumusan Kebijakan Ekonomi 6 Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja Sama Keuangan Internasional 15,579,854,000 8,312,338,000 7,267,516,000 15,322,545,000 11,241,705,000 4,080,840,000 23,970,000,000 21,965,292,000 12,411,991,216 10,411,991,216 2,000,000,000 12,036,630,625 12,036,630,625 0 16,253,814,877 13,110,057,586 12,759,078,454 11,259,078,454 1,500,000,000 12,431,017,837 12,431,017,837 0 16,800,499,567 13,543,208,950 13,332,285,360 12,332,285,360 1,000,000,000 13,045,910,662 13,045,910,662 0 17,632,285,570 14,213,308,829 14,049,457,824 14,049,457,824 0 13,773,048,316 13,773,048,316 0 18,632,465,493 15,009,945,889 15,599,187,000 12,294,533,706 12,698,233,027 13,326,390,423 14,070,226,649 36,494,811,000 35,186,555,905 38,472,418,219 40,490,088,069 45,377,114,450 128,931,689,000 117,583,333,000 11,348,356,000 101,293,583,915 99,293,583,915 2,000,000,000 106,704,456,055 105,204,456,055 1,500,000,000 112,040,268,913 111,040,268,913 1,000,000,000 120,912,258,621 120,912,258,621 0

ALOKASI 2010 (2) 2011 (3)


0.93226

2012 (4)
0.94699

2013 (5)
0.97450

2014 (6)
1.01227

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

222
PROGRAM 100 HARI BADAN KEBIJAKAN FISKAL Bidang Perekonomian
RENCANA AKSI PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT 3 Dep ESDM, Depperind, KLH KRITERIA KEBERHASILAN 4 Penyelesaian Peraturan Menteri Keuangan tentang Insentif pemanfaatan energi terbarukan UKURAN KEBERHASILAN 5 Terbitnya PMK tentang Pemberian Insentif Perpajakan sektor energi terbarukan UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6 TARGET H30:15% a)Pengumpulan data dan informasi tentang energi terbarukan ; b) Rapat Koordinasi dengan K/L terkait untuk mendapat masukan tentang energi terbarukan dan fasilitas perpajakan yang diperlukan. % CAPAIAN 7 H30: 100% KETERANGAN 8 '30% kemajuan: a) Penyelesaian konsep kebijakan subsidi BBM; (kemajuan 30% dari bobot 50% atau 15% dari UK) b) Penyelesaian konsep kebijakan subsidi Listrik (kemajuan 30% dari bobot 50% atau 15% dari UK). - Sedang disusun alternatif kebijakan pengalihan subsidi BBM - Tengah disusun proyeksi fuelmix, susut jaringan dan BPP 5 tahun ke depan

1 2 P21: Pengembangan energi terbarukan nasional (P21A1) Pemberian Fasilitas Departemen Keuangan Perpajakan terhadap pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy)

TARGET H50: 40% a) Menginventarisasi ketentuan/ Peraturan perundangan yang telah ada yang berkaitan dengan pemberian fasilitas perpajakan kepada sektor industri/ jenis barang yang dikategorikan sebagai energi terbarukan (Pembebasan BM, Pengenaan BK, Cukai, PPh, PPN, BM/PPNDTP); b) Mengidentifikasi kebutuhan fasilitas perpajakan

100% a) inventarisasi peraturan fasilitas perpajakan terkait: - sumber panas bumi : PP No.1 Tahun 2007; PMK No. 177/PMK.011/2007; PMK No. 242/PMK.011/2008. - sumber energi Bahan Bakar Nabati (BBN) : PMK No. 156/PMK.011/2009 - sumber energi lainnya : nihil b) identifikasi kebutuhan fasilitas perpajakan dibutuhkan terkait: - sumber energi panas bumi - sumber energi BBN - PLTS (Tenaga Surya) - PLTB (Tenaga Bayu) - PLTMH (Tenaga Mikro Hidro)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

223
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H75: 80% a) Mengkaji kemungkinan diberikannya fasilitas perpajakan tambahan untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan; b) Merumuskan rekomendasi kebijakan yang akan di tempuh

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

100% a) Hasil kajian: - Tarif PPh Badan sebesar 5% selama 15 tahun sejak masa eksplorasi panas bumi (fasilitas melalui penerbitan PP) - PPN DTP dan BM DTP (fasilitas melalui penerbitan PMK) - PPN Tidak Dipungut untuk impor BKP tertentu (melalui perubahan KMK No.231/KMK.03/2001) - Pembebasan/pengurangan PPh Pasal 22 Impor Barang (melalui perubahan KMK No.254/KMK.03/2001) b) Merumuskan rekomendasi kebijakan: - Fasilitas tambahan yang dapat diberikan dalam rangka P100H: (i) PPN Tidak Dipungut untuk Impor Barang; dan (ii) Pembebasan PPh Pasal 22 Impor atas Barang. - Fasilitas tambahan yang diberikan setelah P100H: (i) Perlakuan tarif khusus PPh Badan sebesar 5%; dan (ii) PPN DTP dan BM DTP. Untuk energi terbarukan termasuk panas bumi, pembebasan PPN dan PPh pasal 22 atas impor barang-barang yang bea masuknya telah dibebaskan. Selain itu, khusus untuk panas bumi, diberikan Tarif Khusus untuk PPh.

Target H100: 100% Menyusun dan merumuskan PMK tentang Pemberian Insentif Perpajakan sektor energi terbarukan P12: Pembiayaan untuk Pembangunan Infrastruktur (P12A1) Perubahan Perpres Kementerian PPN/Kepala Nomor 67 Tahun 2005 Bappenas tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Depdagri, Depkeu (BKF), DepPU, Dephub, DepESDM, DepBUMN Penyelesaian perubahan Perpres Nomor 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur TARGET: Perpres TARGET H30: XXX perubahan atas Perpres Nomor 67/2005 yang dapat TARGET H50: XXX mendukung peningkatan kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha H30: XX% H50: XX%

60% kemajuan penyelesaian perubahan Perpres Catatan Depkeu (BKF) : Rancangan perubahan Perpres No 67 tahun 2005 telah dikembalikan oleh Sekretaris Kabinet untuk disempurnakan dalam rapat koordinasi tingkat Menteri di Menko Perekonomian.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

224
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H75: XXX

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H75: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (BKF): Memberikan masukan dalam rapat KKPPI (Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur) di kantor Menko Perekonomian untuk perbaikan pasal-pasal yang terkait dengan dukungan pemerintah dan jaminan pemerintah (pasal 17A,B,C dan pasal 1 ayat 8)

TARGET H100: XXX

H100: Perpres perubahan atas Perpres Nomor 67/2005 yang dapat mendukung peningkatan kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha

Catatan Depkeu (BKF): Rancangan perubahan Perpres No 67 telah diajukan oleh Menko Perekonomian selaku Ketua KKPPI kepada Presiden RI melalui Seskab. Menurut informasi dari staf Seskab pada tanggal 25 Januari 2010, naskah asli ada perubahan redaksional sehingga memerlukan paraf dari Menko Perekonomian.

P13: Pembangunan dan pemeliharaan Infrastruktur Strategis (P13A6) Peningkatan Kementerian Negara tingkat hunian rusunawa Perumahan Rakyat yang sudah/sedang dibangun dari sekitar 40% menjadi 80% dalam 100 hari dan melakukan kaji ulang menyeluruh atas kebijakan pembangunan dan penghunian rusunawa dan rusunami Depkeu (BKF), Dep PU, PLN, PDAM, Pemda, P.Tinggi [1] Terklasifikasi status rusunawa [2] 83 TB menjadi 121 TB terbangun [3] Dari 83 TB terbangun menjadi 68,5 TB siap fisik [4] 68,5 TB siap fisik menjadi 30 TB siap huni [5] 30 TB siap huni menjadi 24 TB dihuni TARGET: [1] Terklasifikasi 100% [2] Terbangun 121 TB [3] 68,5 TB siap fisik [4] 30 TB siap huni [5] 24 TB terhuni TARGET H30: XXX TARGET H50: XXX H30: XX% H50: XX% 100% sudah terklasifikasi 83 = 0% Depkeu: Catatan (Des 09 baru selesai) Sesuai informasi dari Kementerian Perumahan Rakyat, pembahasan telah dilakukan dengan Dep.PU dan Depkeu (DJKN dan DJPB), target belum selesai masih ada kendala di lapangan, target bulan Desember selesai.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Depkeu tidak terlibat dalam pembangunan fisik. Departemen Keuangan hanya terlibat dalam alih status tanah milik negara. Catatan Depkeu (BKF): Depkeu tidak terlibat secara fisik.

TARGET H100: [1] Terklasifikasi 100% [2] Terbangun 121 TB [3] 68,5 TB siap fisik [4] 30 TB siap huni [5] 24 TB terhuni

H100: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

225
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5
TARGET: [1] Teridentifikasi permasalahan kebijakan pembangunan dan penghunian rusuna (wa/mi) [2] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-1] [3] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-2] [4] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-3] [5] Terselenggara rapat koordinasi dan review dengan pemangku kepentingan [6] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-4] [7] Tersusunnya Usulan Rekomendasi Kebijakan

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6


TARGET H30: XXX

% CAPAIAN 7
H30: XX%

KETERANGAN 8
[1] Identifikasi permasalahan kebijakan pembangunan dan penghunian rusuna (wa/mi) 100% [2] Formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-1]: - Rusunawa: 100% - Rusunami: 30% [3] Formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-2,3,4]: 0% [4] Rapat koordinasi dan review dengan pemangku kepentingan: 0% [5] Tersusun usulan rekomendasi kebijakan: 0%

Setneg, Menko Ek, Depkeu Tersusun rekomendasi (BKF), Dep. PU, penyempurnaan kebijakan pembangunan dan penghunian rusunawa dam rusunami

TARGET H50: XXX

H50: XX%

Catatan Depkeu (BKF): Keterlibatan BKF (PKAPBN) dalam identifikasi permasalahan kebijakan pembangunan dan penghunian rusuna (wa/mi). Catatan Depkeu(BKF): Pada tahun 2009, BKF tidak dilibatkan dalam pembahasan terkait kebijakan, walaupun sudah mengubungi unit penanggung jawab.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: [1] Teridentifikasi permasalahan kebijakan pembangunan dan penghunian rusuna (wa/mi) [2] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-1] [3] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-2] [4] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-3] [5] Terselenggara rapat koordinasi dan review dengan pemangku kepentingan [6] Terumuskan masukan formulasi awal penyempurnaan kebijakan [Draft-4] [7] Tersusunnya Usulan Rekomendasi Kebijakan

H100: XX%

Catatan Depkeu (BKF): Pada tahun 2009, BKF tidak dilibatkan dalam pembahasan terkait kebijakan, walaupun sudah menghubungi unit penanggung jawab.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

226
KRITERIA KEBERHASILAN 4
Penyelesaian penyusunan Perpres tentang Pertanian Pangan Skala Luas (Food Estate )

RENCANA AKSI

PENANGGUNG JAWAB

INSTANSI TERKAIT 3
Depdag, Deperin, DepBUMN, Depkeu(BKF)

UKURAN KEBERHASILAN 5
TARGET: Perpres tentang Pertanian Pangan Skala Luas (Food Estate )

1 2 P15: Iklim investasi pertanian dan perikanan (P15A1) Penyusunan PP Departemen Pertanian tentang Pertanian Pangan Skala Luas (Food Estate )

UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8
Seluruh kegiatan yang ditargetkan pada H-30 telah selesai dilaksanakan

TARGET H30: Melakukan: (1) Kajian Hukum tentang H30: 100% penyelesaian peraturan perundang-undangan food estate ; (2) penyusunan draft peraturan perundangundangan; (3) pembahasan draft peraturan perundang-undangan di lingkup Deptan TARGET H50: Melakukan: (4) Pengiriman draft H50: XX% peraturan perundang-undangan food estate kepada Menko Perekonomian; (5) Rapat sinkronisasi antar departemen; (6) Pengiriman hasil rapat sinkronisasi antar departemen kepada Setneg; (7) Finalisasi peraturan pendukung di bawah kewenangan Mentan TARGET H75: Melakukan: (8) Persetujuan draft RPP H75: XX% oleh Setneg; (9) Penandatanganan peraturan pendukung oleh Mentan

Catatan Depkeu (BKF): RPP tentang investasi usaha tani skala luas sudah disampaikan kepada Menko Perekonomian untuk diteruskan ke Sekretaris Kabinet paling lambat tanggal 15 Desember 2009.

Catatan Depkeu (BKF): PP sedang dibahas di Setneg tetapi Depkeu tidak dilibatkan. Dalam RA ini Depkeu semestinya tidak terkait (berdasarkan surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010). Catatan: Keterangan sama dengan H75. 50% kemajuan penyelesaian Perpres. Draft Perpres telah disampaikan kepada Menko Perekonomian untuk dibahas antardep melalui surat MESDM No. 5207/30/MEM.L/2009 tgl 10 Nopember 2009

TARGET H100: PP tentang Pertanian Pangan Skala Luas (Food Estate) telah selesai P17: Jaminan pasokan energi (P17A4) Penerbitan Perpres Departemen ESDM tentang Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap II Depkeu (BKF), DepBUMN, Penyelesaian Perpres Setkab tentang Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap II TARGET: Perpres tentang TARGET H30: Penyusunan rancangan awal draft Proyek Percepatan Perpres (40% dari UK) Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap II

H100: XX%

H30: 125%

TARGET H50: Draft Ranc Perpres sampai ke Menko H50: XX% Perekonomian (10% dari UK)

Catatan Depkeu (BKF): Rancangan Perpres sudah disampaikan oleh Menko Perekonomian ke Sekretaris Kabinet untuk finalisasi. Catatan Depkeu (BKF): BKF sudah menyampaikan masukan atas rancangan RPerpres dimaksud pada rapat Menko Senin, 28 Desember 2009. RPerpres ini sudah dianggap final dan disampaikan ke Seskab, sedangkan copy yang diterima BKF sudah diteruskan ke Biro Hukum untuk ditelaah.

TARGET H75: Draft ranc Perpres hasil pembahasan di setkab telah disempurnakan oleh DESDM (35% dari UK)

H75: XX%

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

227
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (BKF): Telah diterbitkan Perpres No 4 tahun 2010 tanggal 8 Januari 2010 tentang Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW tahap II. 50% kemajuan penyelesaian Perpres. Draft Perpres telah disampaikan kepada Menko Perekonomian untuk dibahas antardep melalui surat MESDM No. 5207/30/MEM.L/2009 tgl 10 Nopember 2009 Catatan Depkeu (BKF): BKF cq PPRF telah menyampaikan pendapat bahwa harga patokan tertinggi pembelian listrik dari panas bumi sebaiknya tidak ditetapkan dalam bentuk Perpres. Berdasarkan informasi Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, harga patokan tertinggi pembelian listrik dari panas bumi akan ditetapkan dengan peraturan menteri ESDM.

TARGET H100: Perpres tentang Proyek Percepatan H100: XX% Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap II

P18: Sistem harga energi yang kompetitif (P18A1) Penerbitan Perpres Departemen ESDM tentang Harga Patokan Pembelian Listrik Dari Panas Bumi Depkeu (BKF), Deperin, DepBUMN, Setkab Penyelesaian Perpres tentang Harga Patokan Pembelian Listrik Dari Panas Bumi TARGET: Perpres tentang Harga Patokan Pembelian Listrik Dari Panas Bumi TARGET H30: Penyusunan rancangan awal draft Perpres (40% dari UK) H30: 125%

TARGET H50: Draft Ranc Perpres sampai ke Menko H50: XX% Perekonomian (10% dari UK)

TARGET H75: Draft ranc Perpres hasil pembahasan di setkab telah disempurnakan oleh DESDM (35% dari UK)

H75: XX%

Catatan Depkeu(BKF): Peraturan Menteri ESDM sudah terbit dengan No 32 tahun 2009 tanggal 4 Desember 2009 tentang penetapan harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (9,70 c$/Kwh)

TARGET H100: Perpres tentang Harga Patokan Pembelian Listrik Dari Panas Bumi P19: Ketahanan energi (P19A1) Perumusan Departemen ESDM penyelesaian permasalahan PPA di tingkat korporat PT PLN Depkeu (BKF), Kemeneg BUMN Tersusunnya rumusan penyelesaian permasalahan PPA di tingkat korporat PT PLN TARGET: Rumusan TARGET H30: Penyusunan rancangan awal draft kebijakan untuk Perpres (40% dari UK) menyelesaikan secara tuntas permasalahan PPA di tingkat korporat PT PLN

H100: XX%

Catatan: Keterangan sama dengan H75. 50% kemajuan penyelesaian rumusan penyelesaian permasalahan PPA. Draft Perpres telah disampaikan kepada Menko Perekonomian untuk dibahas antardep melalui surat MESDM No. 5207/30/MEM.L/2009 tgl 10 Nopember 2009

H30: 125%

TARGET H50: Draft Ranc Perpres sampai ke Menko H50: XX% Perekonomian (10% dari UK)

Catatan Depkeu (BKF): Dalam rapat koordinasi di kantor Menko Perekonomian tanggal 4 Desember 2009, telah disepakati pembentukan tim koordinasi tingkat Menteri.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

228
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
TARGET H75: Draft ranc Perpres hasil pembahasan di setkab telah disempurnakan oleh DESDM (35% dari UK)

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7
H75: XX%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (BKF): Sudah dilakukan rapat di Menko Perekonomian, untuk pembentukan Tim berdasarkan Perpres. Draft Perpres sudah diselesaikan dan dikirim ke Seskab Catatan Depkeu (BKF): Berdasarkan rapat di kantor Wapres tanggal 8 Januari 2010 usulan pembentukan Tim tersebut tidak disetujui dan selanjutnya disepakati bahwa penyelesaian permasalahan PPA tersebut dikembalikan untuk diselesaikan oleh PT. PLN (dengan mekanisme Business to Business) 35% tingkat kemajuan: a) Pemrosesan pedoman tentang pengusahaan gas methana batubara /CBM dalam bentuk SK Dirjen (kemajuan 40% dari bobot 50% atau 20% dari UK); b) Penyesuaian term and condition kontrak CBM (kemajuan 30% dari bobot 50% atau 15% dari UK) Catatan Depkeu (BKF): BKF cq PKPN sedang melakukan kajian tentang kemungkinan fasilitas perpajakan yang bisa diberikan. Namun demikian BKF masih menunggu usulan dari pembina sektor/Dep. ESDM tentang bentuk-bentuk fasilitas fiskal yang diinginkan. Catatan Depkeu(BKF): Usulan dari Dep. ESDM yang berkaitan dengan pemberian fasilitas perpajakan belum diterima BKF walaupun sudah dikonfirmasikan. Catatan Depkeu (BKF): Keterangan sama dengan H75.

TARGET H100: Rumusan kebijakan untuk menyelesaikan secara tuntas permasalahan PPA di tingkat korporat PT PLN

H100: XX%

(P19A3) Pemanfaatan coal bed methane melalui penyusunan perangkat peraturan sehingga bisa menghasilkan energi pada tahun 2011

Depkeu (BKF), Kemeneg BUMN

Penyelesaian dan cakupan perangkat peraturan mengenai pemanfaatan coal bed methane

TARGET: Perangkat peraturan mengenai pemanfaatan coal bed methane selesai 1 Februari 2010 sehingga bisa menghasilkan energi pada tahun 2011

TARGET H30: XXX

H30: XX%

TARGET H50: XXX

H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: Perangkat peraturan mengenai pemanfaatan coal bed methane selesai 1 Februari 2010 sehingga bisa menghasilkan energi pada tahun 2011 P20: Pengalihan sistem subsidi: BBM, pupuk, dan listrik (P20A1) Perumusan pengalihan sistem subsidi: BBM, pupuk dan listrik Departemen ESDM, Departemen Pertanian Depkeu (BKF), Kemeneg BUMN Penyelesaian konsep TARGET: Konsep kebijakan TARGET H30: kebijakan pengalihan sistem pengalihan sistem subsidi Subsidi BBM: Membentuk tim pengkajian roadmap subsidi BBM, pupuk dan listrik dan penyempurnaan kebijakan subsidi BBM Kick off Meeting Tim Teknis Perumusan alternatif kebijakan (30% dari UK)

H100: XX%

H30: H30: 100% Bobot 30% dari keberhasilan Program

Subsidi Listrik: Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan H30: 100% (BPP) tenaga listrik (30% dari UK) TARGET H50: H50: XX%

Penyusunan proyeksi fuelmix , susut jaringan dan BPP 5 tahun kedepan (Bobot 30% dari keberhasilan Program)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

229
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6
Subsidi BBM: Pembahasan pentahapan pengurangan subsidi BBM (40%)

RENCANA AKSI 1

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (BKF): BKF ikut menyusun rumusan alternatif pengurangan subsidi BBM melalui mekanisme pembatasan volume BBM (melalui smart card/ kartu kendali) dan penyesuaian tarif BBM bersubsidi, namun waktu pelaksanaannya belum ditentukan. Catatan Depkeu (BKF): BKF ikut menyusun skenario rasionalisasi TDL dan penyederhanaan golongan tarif agar target penerima subsidi listrik lebih tepat sasaran.

Subsidi Listrik: Penyusunan Program Rasionalisasi TDL

TARGET H75: Subsidi BBM: Finalisasi roadmap (10%)

H75: XX% Catatan Depkeu(BKF): BKF ikut terlibat dalam finalisasi roadmap rasionalisasi subsidi BBM dan penyusunan blueprint kebijakan bahan bakar di Ditjen Migas. Catatan Depkeu(BKF): BKF ikut terlibat dalam tim kajian subsidi listrik (Kepmen ESDM No 2674K/73/MEM/2009) dan sedang dilakukan finalisasi roadmap rasionalisasi subsidi listrik.

Subsidi Listrik: Penyusunan Roadmap pengalihan subsidi listrik terarah

TARGET H100: Konsep kebijakan pengalihan sistem H100: XX% subsidi BBM, pupuk dan listrik

Catatan Depkeu(BKF): a) Roadmap rasionalisasi subsidi BBM telah selesai sesuai hasil rapat di Ditjen Migas tanggal 26 Januari 2010. Saat ini sedang disusun laporannya oleh Ditjen Migas b) Pembahasan finalisasi roadmap rasionalisasi subsidi listrik masih menunggu undangan dari Ditjen LPE, Kementerian ESDM. c) Pengalihan subsidi pupuk dikoordinir oleh KemMenko Perekonomian, output dalam bentuk policy paper masih dalam tahap penyelesaian.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

230
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI

PENANGGUNG JAWAB

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

1 2 P26: Revitalisasi Industri pupuk dan gula


Revitalisasi Industri Pupuk Urea (P26A11) Penyediaan Bahan Baku Depperin Gas (P26A111)

Dep. ESDM, Kementrian Jaminan ketersediaan suplai BUMN, Depkeu (BKF), BP gas bumi sesuai kebutuhan Migas selama minimal 20 tahun dengan harga khusus untuk industri pupuk (P26A111K1)

TARGET: TARGET H30: XXX [1] Terbitnya surat jaminan gas dari BP Migas dan TARGET H50: XXX Head Of Agreement (HOA) (P26A111K1U1) [2] Ditandatangani Gas Supply Purchase Agreement (GSPA) (P26A111K1U2) [3] Adanya peraturan yang menetapkan prioritas dan harga gas khusus sesuai keekonomian industri pupuk melalui revisi Pasal TARGET H75: XXX 28 Undang-undang Migas No.22 th. 2001 (P26A111K1U3)

H30: XX% H50: XX%

Kemajuan 70% Catatan Depkeu (BKF): Berdasarkan informasi dari Direktorat Industri Kimia Hulu - Depperin, bahwa pembahasan dilakukan sejak 2007 bersama Dep ESDM, BP Migas, Industri pupuk dan Pertamina. Depkeu (DJA) belum dilibatkan karena belum membahas masalah keuangan. Pembahasan penyediaan bahan baku gas dilakukan bersamaan dengan pembahasan pupuk organik skala menengah kecil (P26A132) Sedang disusun rencana gas tahun 2010-2015 termasuk kebutuhan gas untuk revitalisasi koordinasi BP Migas. Neraca Migas terbit Januari 2010.

H75: XX%

TARGET H100: [1] Terbitnya surat jaminan gas dari H100: XX% BP Migas dan Head Of Agreement (HOA) (P26A111K1U1) [2] Ditandatangani Gas Supply Purchase Agreement (GSPA) (P26A111K1U2) [3] Adanya peraturan yang menetapkan prioritas dan harga gas khusus sesuai keekonomian industri pupuk melalui revisi Pasal 28 Undang-undang Migas No.22 th. 2001 (P26A111K1U3)

Catatan Depkeu (DJA): Sampai dengan saat ini DA belum dilibatkan untuk menindaklanjuti RA ini.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

231
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI 1
Revitalisasi / Pengembangan Industri Pupuk Organik (P26A13) Pengembangan industri Pupuk Organik skala menengah kecil (P26A132)

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

Depperin

Depkeu (BKF), Deptan, Depdag dan Pemda

Tersedianya kapasitas industri Pupuk Organik yang memenuhi SNI

TARGET: TARGET H30: XXX Tahun 2015 diproduksi TARGET H50: XXX Pupuk Organik yang sesuai SNI

H30: XX% H50: XX% Catatan Depkeu (BKF): Berdasarkan informasi dari Direktorat Industri Kimia Hulu - Depperin, pembahasan pengembangan industri pupuk organik menengah kecil dilakukan bersamaan dengan pembahasan penyediaan bahan baku gas (P26A111)

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Karena pembahasan pengembangan industri pupuk organik menengah kecil dilakukan bersamaan dengan pembahasan penyediaan bahan baku gas (P26A111), maka progress rencana aksi ini sama, yaitu sedang disusun rencana gas tahun 2010-2015 termasuk kebutuhan gas untuk revitalisasi koodinasi BP Migas.

TARGET H100: Tahun 2015 diproduksi Pupuk Organik yang sesuai SNI

H100: XX%

Catatan Depkeu (DJA): Sampai dengan saat ini DJA belum dilibatkan untuk menindaklanjuti RA ini.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

232
KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI 1 Kerjasama Industri Pupuk Nasional dengan Negara Lain (P26A14)
Kerjasama pembangunan Pabrik Urea di Iran (P26A141)

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT 3

% CAPAIAN 7

KETERANGAN 8

Depperin

Deplu, Depkeu (BKF), Kementrian BUMN, Depdag

Adanya jaminan Pemerintah dalam mencari pinjaman sebesar US$ 211.9 juta atau Euro 163 juta (P26A141K1)

TARGET: TARGET H30: XXX Penandatanganan Loan TARGET H50: XXX Agreement (P26A141K1U1) Terlaksananya pembangunan Pabrik tahun 2011 - 2014 (P26A141K1U2)

H30: XX% H50: XX%

80% Catatan Depkeu (BKF): BKF telah melakukan kajian kelayakan pemberian jaminan pemerintah, namun jaminan pemerintah yang dibutuhkan dalam loan agreement dimaksud adalah jaminan pemerintah selaku pemegang saham bukan jaminan pemerintah dalam rangka kerjasama pemerintah dan swasta/badan usaha untuk penyediaan infrastruktur sehingga merupakan kewenangan Menneg BUMN. BKF sudah berinisiatif mengundang rapat Menneg BUMN dan Direksi PUSRI untuk klarifikasi permasalahan. Rapat menyepakati diperlukannya jaminan pendanaan dari pemegang saham PUSRI. Terkait dengan hal ini Menneg BUMN akan menindaklanjuti.

TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: Penandatanganan Loan Agreement (P26A141K1U1) Terlaksananya pembangunan Pabrik tahun 2011 2014 (P26A141K1U2)

H100: XX%

Catatan Depkeu (BKF): Penjelasan dari Kementerian Negara BUMN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

233
KRITERIA KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, DAN H100 6

RENCANA AKSI

PENANGGUNG JAWAB 2

INSTANSI TERKAIT

% CAPAIAN 7
H30: XX% H50: XX% 60%

KETERANGAN 8
Catatan Depkeu (BKF): BKF belum pernah dilibatkan dalam pembahasan kerjasama pembangunan Pabrik Phosphoric Acid dengan Yordania di Gresik. Sudah dikonfirmasi ke pihak PUSRI dan diperoleh informasi dari Direktur Keuangan PUSRI bahwa Depkeu tidak perlu terlibat karena skema kerjasamanya B to B. Depkeu semestinya tidak terkait dengan RA ini (Surat Sekretaris Jenderal a.n. Menteri Keuangan No.S-8/MK.1/2010 tanggal 8 Januari 2010).

1 Kerjasama pembangunan Depperin Pabrik Phosphoric Acid dengan Yordania di Gresik (P26A142)

3 4 5 Depkeu (BKF), Kementrian Terbentuknya Joint Venture TARGET: TARGET H30: XXX BUMN dan BKPM Company (P26A142K1) Terlaksananya TARGET H50: XXX pembangunan Pabrik tahun 2011 - 2013 (P26A142K1U1)
TARGET H75: XXX

H75: XX%

TARGET H100: Terlaksananya pembangunan Pabrik H100: XX% tahun 2011 - 2013 (P26A142K1U1)

Catatan Depkeu (BKF): Penyelesaian dilakukan melalui skema B to B

P27: Pengembangan Klaster Industri-industri berbasis sumber daya alam fosil dan yang terbarukan P28: Aksesibilitas dan keterhubungan (connectivity ) Antar Wilayah

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

234
PROGRAM 100 HARI BADAN KEBIJAKAN FISKAL Bidang Kesejahteraan Rakyat
PENANGGUNG KRITERIA UKURAN UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, INSTANSI TERKAIT JAWAB KEBERHASILAN KEBERHASILAN DAN H100 6 1 2 3 4 5 P43: Penguatan posisi Indonesia pada Konferensi PBB ke-15 untuk Perubahan Iklim di Copenhagen, Denmark, 7-18 Desember 2009 (P43A1) Koordinasi Dewan Nasional Kemenko Kesra, Tersusunnya dokumen TARGET: TARGET H30: XXX dengan para pemangku Perubahan Iklim (DNPI) Bappenas, Dephut, Posisi Indonesia untuk Dokumen Posisi Indonesia kepentingan. dan Kementerian Negara Deptan, DepESDM, COP-15 UNFCCC di untuk COP-15 UNFCCC di Lingkungan Hidup Dephub, DepPK, Depkeu Copenhagen, Denmark Copenhagen, Denmark (BKF), Depdag, BMKG TARGET H50: XXX RENCANA AKSI % CAPAIAN 7 H30: XX% KETERANGAN 8 50% proses penyelesaian Dokumen Posisi Indonesia untuk COP-15 UNFCCC di Copenhagen, Denmark Catatan Depkeu (BKF): BKF ikut serta dalam negosiasi penyusunan arsitektur kelembagaan climate change dan cara penggunaan sumber-sumber dana yang dialokasikan di bawah COP UNFCCC di Copenhagen.

H50: XX%

TARGET H75: XXX

H75: XX%

Catatan Depkeu (BKF): COP (Conference of Parties) 15 di Copenhagen (9-20 Desember 2009) yang salah satunya menghasilkan Copenhagen Accord yang berisi negara berkembang akan menyampaikan submissinya pada tanggal 31 Januari 2010. Sebagai tindak lanjutnya, telah dilakukan serangkaian pertemuan penyusunan hasil COP 15 oleh DELRI pada tgl 23 Desember 2009, disusul dengan Rakortas 29 Desember 2009 di Menko Perekonomian selanjutnya ditindaklanjuti dengan Rakor tentang penyusunan rencana aksi penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) di Bappenas pada tanggal 31 Desember 2009.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

235
RENCANA AKSI 1 PENANGGUNG JAWAB 2 INSTANSI TERKAIT 3 KRITERIA KEBERHASILAN 4 UKURAN KEBERHASILAN 5 UKURAN KEBERHASILAN H30, H50, H75, % CAPAIAN DAN H100 6 7 TARGET H100: Dokumen Posisi Indonesia H100: XX% untuk COP-15 UNFCCC di Copenhagen, Denmark KETERANGAN 8 Catatan Depkeu (BKF): Dokumen posisi Indonesia untuk COP 15 sudah selesai, dan ditindaklanjuti dengan penyusunan dokumen Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN PE GRK) dan submissi National Appropriate Mitigation Action ke UNFCC yang dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

236

KONTRAK KINERJA MENTERI KEUANGAN DENGAN PRESIDEN BADAN KEBIJAKAN FISKAL


INDIKATOR KINERJA a. Memastikan tercapainya Prioritas Nasional di bidang lain, yang mencakup namun tidak terbatas pada: Memastikan peningkatan investasi di bidang pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau Bahan penyempurnaan PMK No. 261/2008 tentang tata cara penyediaan anggaran, perhitungan, pembayaran dan pertanggungjawaban subsidi pupuk Deptan, ESDM, Depkeu, Kemenneg BUMN, Dep.Hukham, dan Setkab Paling lambat Oktober 2014 Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara RENCANA AKSI K/L TERKAIT WAKTU UNIT ESELON II

b. Melaksanakan perbaikan peraturan yang mendukung investasi Mengkaji dan mengusulkan perbaikan peraturanperaturan yang menghambat investasi sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas perbaikan peraturan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Terselesaikannya RPP tentang cost recovery Kemenpan&RB, Menko Perekonomian dan Polhukam, UKP4, Polri, TNI, Kejaksaan Juni 2010 Pusat Kebijakan Pendapatan Negara

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

237

INDIKATOR KINERJA c. Melaksanakan penyempurnaan kebijakan dan peraturan subsidi Mengkaji dan mengusulkan penyempurnaan kebijakan dan peraturan mengenai subsidi BBM, listrik, dan pupuk sebelum Juni 2010 dan memastikan efektifitas peraturan yang disempurnakan tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan

RENCANA AKSI

K/L TERKAIT

WAKTU

UNIT ESELON II

- Bahan penyempurnaan kebijakan subsidi BBM, Listrik dan Pupuk agar lebih cepat dan efisien

Kemenko Perekonomian, Bappenas, ESDM, BPH Migas, Pertamina, PLN, Deptan, Depdag, Kemenneg BUMN, Bulog

Paling lambat Juni 2010

Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

- Hasil Kajian penerapan PBBKB di daerah berkaitan dengan harga dan subsidi BBM

Depdagri, ESDM, Pertamina, BPH Migas, Pemda

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

238
HASIL TEMU NASIONAL 29-30 OKTOBER BADAN KEBIJAKAN FISKAL Bidang : Infrastruktur
NO. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG K/L TERKAIT UNIT ESELON II JAWAB Menteri PU Depkeu Bappenas1 tahun PPRF

1.

Pengelolaan dana BLU Tanah dan Land Capping sebaiknya berada di 1 tangan (DJ-BM) supaya kontrolnya jelas dan birokrasinya lebih sederhana 1. Revisi Perpres 67/2005: PPP diatur dengan memahami kondisi investasi infrastruktur yang: a. Layak secara Finansial b. Layak secara Ekonomi tetapi tidak layak Finansial c. Tidak layak Ekonomi dan tidak layak Finansial 2. Revisi Perpres 67/2005: Pemerintah memberikan dukungan agar investasi yang tidak layak menjadi layak melalui berbagai kebijakan al: a. Sistem tender disederhanakan dan dimungkinkan penunjukan langsung b. Ide proyek dari investor (unsolicited) dimungkinkan

Membahas perubahan sistem Dokumen RAPBN-P pengelolaan pendanaan BLU Tanah 2010 dan Land Capping untuk ditampung dalam APBN-P 2010 Perubahan Perpres ? Menyelesaikan perubahan Perpres 67/2005 yang menjamin dukungan investasi proyek infrastruktur yang layak secara ekonomi.

1 tahun

2.

100 hari

Menko Perekonomian

Depkeu, Dep. PU, Dep. Perhub, Bappenas, Dep ESDM

PPRF

? Menyusun ketentuan tata kelola yang baik, adil, akuntabel dan transparan terhadap dukungan pemerintah pada proyek infrastruktur yang bersifat nonkompetitif.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

239
NO. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG K/L TERKAIT UNIT ESELON II JAWAB

c. Dibuat ketentuan peralihan yang berisi : bagi badan usaha yang telah menandatangani Perjanjian Kerjasama sebelum berlakunya Perpres 67/2005 dan mengalami penurunan kelayakan investasi maka diberlakukan Perpres ini d. Bentuk dukungan pemerintah bergradasi dari nol hingga pemerintah yang membangun terlebih dahulu baru dikerjasamakan dengan swasta

3.

Perlu dipersiapkan pengaturan mengenai negosiasi pada IPP Kelistrikan

Menyusun SKB Menteri ESDM, SKB Menteri ESDM, Meneg BUMN, Menteri Keuangan, Meneg BUMN, Menteri mengenai prosedur negosiasi dan Keuangan penetapan IPP, indikator harga, dan penjaminan PSO.

100 hari

Menteri ESDM Depkeu, Meneg BUMN

PPRF

4.

Penghapusan bea masuk alat dan mesin pertanian sepanjang tidak menghambat industri dalam negeri

Menyusun aturan penurunan tarif Bea Masuk sebagai pelaksanaan APBN 2010.

PMK Harmonisasi Tarif Bea Masuk

100 hari

Menteri Keuangan

Deptan, Depdag, Depperin

PKPN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

240

Bidang : Energi
No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUN G JAWAB Menko Perekonomian K/L TERKAIT UNIT ESELON II

1.

Menerbitkan Perpres tentang proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap II

Memberikan masukan mengenai kebijakan penjaminan

Perpres tentang proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap II

100 hari

Depkeu, Dep.ESDM, Pertamina, BP Migas dan BPH. Migas, Setneg, Setkab.

PPRF

2.

Merevisi Perpres No. 104 Tahun 2003 tentang TDL PLN

Memberikan masukan dari sisi APBN, inflasi dan kinerja ekonomi Menyusun kajian tentang rasionalisasi subsidi listrik dan subsidi BBM

Revisi Perpres no.104 Tahun 2003. Kajian tentang rasionalisasi subsidi listrik dan subsidi BBM

100 hari

Menko. Perekonomian,

Depkeu, Dep.ESDM, Meneg. BUMN, PLN, Pertamina

PKAPBN

Menyusun Roadmap rasionalisasi subsidi listrik Menyusun Roadmap rasionalisasi subsidi BBM

1 tahun

3.

Memberikan insentif khusus (fiskal) untuk pelaksanaan optimalisasi produksi migas

Memberikan fasilitas PDRI untuk eksplorasi migas dan panas bumi, dalam UU APBN.

PMK pemberian PDRI

100 hari

Menteri Keuangan

ESDM

PKPN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

211
No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUN G JAWAB K/L TERKAIT UNIT ESELON II

4.

Memberikan insentif untuk pembangunan refinery baru Memberikan insentif fiskal bagi pengembangan CBM

Melakukan kajian implikasi kepada APBN serta manfaat dan biaya untuk ditampung dalam APBN-P 2010.

Kajian insentif

100 hari

Menteri Keuangan

Dep.ESDM

PKPN

Sinkronisasi aturan dalam RPP tentang Cost Recovery dengan kontrak PSC termasuk masalah perpajakan

Menyelesaikan revisi PP Cost Recovery

PP cost recovery

100 hari

Menteri Keuangan dan Menteri ESDM Menteri Keuangan

Depkumham, dan Setneg

5.

Menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang insentif pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak Menerbitkan Perpres untuk penurunan pajak 5% dalam jangka waktu 15 tahun untuk PLTP (Panas Bumi)

Melakukan kajian manfaat dan Kajian insentif biaya pemberian insentif terhadap perekonomian dan implikasi insentif terhadap APBN.

100 hari

Dep.ESDM

PKPN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

242

Bidang : Industri dan Jasa


No. PROGRAM RENCANA AKSI KELUARAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB Menteri Keuangan K/L TERKAIT Depdag, Depperin, KADI. 5 taharitahun 2. Penetapan pajak ekspor untuk produk-produk mentah (bahan baku). Mengkaji usulan pengenaan pajak ekspor (bea keluar) atas produk bahan mentah dan implikasi fiskal dan ekonomi. Kajian 100 hari Menteri Keuangan Depperin, Depdag 1 tahun PKPN UNIT ESELON II

1.

Review PP No. 34/1996 ttg BMAD & BM Imbalan

Mengusulkan perubahan PP No. 34 Usulan Perubahan tahun 1996 agar sesuai dengan UU PP No. 34/1996 kepabeanan dan praktek kepabeanan internasional

100 hari

PKPN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

247
ALOKASI 2010 (2) 14,921,189,000 2011 (3) 30,339,208,380 0.93226 2012 (4) 33,944,932,317 0.94699 2013 (5) 33,032,707,977 0.97450 2014 (6) 34,760,063,854 1.01227

PROGRAM/KEGIATAN (1) 6 Pengembangan SDM melalui penyelenggaraan diklat teknis dan fungsional di bidang kekayaan negara dan perimbangan keuangan

7 Pengembangan SDM melalui penyelenggaraan diklat teknis dan fungsional di bidang selain anggaran, perbendaharaan, perpajakan, kepabeanan, cukai, kekayaan negara dan perimbangan keuangan 8 Pengembangan SDM melalui penyelenggaraan pendidikan Program Diploma Keuangan Negara 9 Pengembangan SDM melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Keuangan Negara di daerah

16,070,717,000

22,813,531,724

25,551,730,321

26,820,070,559

28,416,761,489

83,821,900,000

86,467,733,858

92,225,428,219

99,650,483,129

108,688,401,603

77,642,161,000

115,454,717,928

97,946,178,311

105,421,110,722

112,720,256,807

MENTERI KEUANGAN ttd. SRI MULYANI INDRAWATI

You might also like