You are on page 1of 14

[HOTD] silatuRahmi

October 4th, 2006

Hadis riwayat Abu Hurairah ra. dia berkata:


Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk sehingga
setelah selesai menciptakan mereka, bangkitlah rahim (hubungan
kekeluargaan) berkata: Ini adalah tempat bagi orang berlindung (kepada-Mu)
dengan tidak memutuskan tali silaturahmi. Allah menjawab: Ya. Apakah kamu
senang kalau Aku menyambung orang yang menyambungmu, dan memutuskan
orang yang memutuskanmu? Ia berkata: Tentu saja. Allah berfirman: Itulah
milikmu. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Bacalah ayat berikut ini kalau
kalian mau: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka
itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan telinganya dan dibutakan
matanya. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati
mereka terkunci

Links:
[Rezeki dan silatuRahmi]
http://orido.wordpress.com/2005/12/07/hotd-rezeki-dan-silaturahmi/
[silatuRahmi & kasih sayang Allah]
http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=7&id=198388&kat
_id=105&kat_id1=232&kat_id2=234
[Rahasia silatuRahmi]
http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=7&id=177797&kat
_id=105&kat_id1=232&kat_id2=234
[manfaat silatuRahmi]
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Islam&id=122822
[silatuRahmi]
http://hizbut-tahrir.or.id/main.php?page=alwaie&id=120
[tiga syaRat pRibadi unggul]
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/08/manajemen_qolbu.htm

-perbanyakamalmenujusurga-

http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=7&id=198388&kat
_id=105&kat_id1=232&kat_id2=234

Jumat, 20 Mei 2005


Mutiara Hadis
Silaturahmi & Kasih Sayang Allah
Allah SWT berfirman dalam sebuah hadis qudsi, "Aku adalah Ar-Rahman. Telah
Aku ciptakan Ar-Rahiim dan Aku petikkan baginya nama dari nama-Ku.
Barangsiapa yang menghubungkannya niscaya Aku menghubunginya (dengan
rahmat-Ku); dan barangsiapa memutuskannya niscaya Aku memutuskan
hubungan-Ku dengannya; dan barangsiapa mengokohkannya niscaya Aku
mengokohkan pula hubungan-Ku dengannya. Sesungguhnya Rahmat-Ku
mendahului kemurkaan-Ku".

Penjelasan:
Hadis qudsi yang agung ini diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, At-
Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Baihaqi yang bersumber dari Ibnu 'Auf.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Khairithi dan Al-Khatib yang bersumber dari
Abu Hurairah. Hadis ini mengandung pesan betapa pentingnya menghubungkan
tali silaturahmi. Karena itu, cinta dan keridhaan Allah sangat dipengaruhi oleh
sikap kita terhadap silaturahmi. Ada dua sikap manusia terhadap silaturahmi
ini. Pertama, washlul-rahiim, yaitu menghubungkan silaturahmi dengan cara
berbuat baik (membantu, menolong, membahagiakan, menyantuni) kaum
kerabat dan orang-orang di sekitar kita.

Kedua, qath'ur-rahiim, yaitu memutuskan silaturahmi dan tidak menyayangi


kaum kerabat dan orang yang dekat dengan kita. Misalkan dengan tidak mau
bertegur sapa, menahan kebaikan, atau menyakiti dengan tangan dan ucapan.
Rahmat Allah hanya akan mengalir pada golongan pertama yang selalu washlul-
rahiim. Sebaliknya, murka Allah akan mengenai golongan kedua. "Tidak akan
masuk syurga orang yang memutuskan silaturahmi," demikian sabda Rasulullah
SAW dalam Muttafaqun 'Alaihi.

Kata "rahim" diambil dari nama Allah sendiri, diciptakan-Nya dengan kekuasaan-
Nya sendiri, dan kedudukannya ditempatkan pada kedudukan tertinggi. Kata
rahim adalah kutipan asma' Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahiim, yang berasal dari
kata rahmah yang bermakna kasih sayang. Dari sini terlihat bahwa rahim
hakikatnya adalah "pecahan" dari sifat Rahman dan Rahim-Nya Allah SWT yang
terdapat dalam Asma'ul Husna.

Dalam sebuah hadis qudsi yang bersumber dari Ibnu Abbas diungkapkan,
"Engkau telah Aku ciptakan dengan kekuasaan-Ku sendiri, telah Aku petikkan
bagimu nama dari nama-Ku sendiri, dan telah Aku dekatkan kedudukanmu
kepada-Ku. Dan demi Kemuliaan dan Keagungan-Ku, sesungguhnya Aku pasti
akan menghubungi orang yang telah menghubungkan engkau, dan akan
memutuskan (rahmat-Ku) pada orang yang telah memutuskan engkau dan aku
tidak ridha sebelum engkau ridha" (HQR Al-Hakim).

Silaturahmi, secara umum, terbagi ke dalam dua makna, yaitu silaturahmi


dalam arti khusus dan silaturahmi dalam arti umum. "Rahim" yang pertama
dipakai dalam arti kaum kerabat, atau yang memiliki hubungan keluarga dan
kekeluargaan-baik itu yang berhak mendapatkan warisan ataupun tidak; baik
itu termasuk mahram atau bukan. Karena itu, kata rahiim di sini dapat
diartikan sebagai kerabat, atau keluarga.

Yang kedua adalah silaturahmi dalam arti hubungan dengan saudara seiman.
Bentuknya dapat dijalin melalui kasih sayang, saling menasihati dalam takwa
dan kesabaran, tolong menolong di atas jalan ketakwaan (QS. Al-Ashr: 1-3).
Atau, bisa pula melalui doa, saling mengunjungi, bahkan memberi bantuan
militer bila saudara seiman berada dalam kondisi terancam.

Bila dilihat dalam sudut skala prioritas, menjalin silaturahmi dengan keluarga
atau kerabat terdekat harus didahulukan daripada yang lainnya. Sebab,
keharmonisan yang lebih besar tidak akan pernah terwujud bila tidak diawali
dari keharmonisan dalam skala kecil. Misal mendahulukan akur dan harmonis
dengan keluarga dan tetangga dekat, sebelum dengan saudara sekota atau
senegara. Wallahu a'lam bish-shawab (Ems)

http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=7&id=177797&kat
_id=105&kat_id1=232&kat_id2=234
Senin, 08 Nopember 2004

Rahasia Silaturahmi

"Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan


ataupun keburukan? 'Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,'
sabda Rasulullah SAW, 'adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan
dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat
mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat
jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR Ibnu Majah).

Silaturahmi tidak sekadar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka.


Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan
keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata silaturahmi itu sendiri, yaitu
shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-
rahiim yang berarti kasih sayang.

Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses aktif dari sesuatu yang


asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya mengandung makna sesuatu
yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh
kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Yang disebut
bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau
pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang
telah putus" (HR Bukhari).

Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa
silaturahmi tidak hanya merekayasa gerak-gerik tubuh, namun harus
melibatkan pula aspek hati. Dengan kombinasi bahasa tubuh dan bahasa hati,
kita akan mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat lebih baik dan lebih
bermutu daripada yang dilakukan orang lain pada kita.

Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas mengunjunginya, ini tidak
memerlukan kekuatan mental yang kuat. Namun, bila ada orang yang tidak
pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita mengunjunginya,
maka inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau kita bersilaturahmi
kepada orang yang membenci kita atau seseorang yang sangat menghindari
pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri untuk bertemu
dengannya. Inilah silaturahmi yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadis diungkapkan, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang
lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasul pada para
sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau
damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus,
mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani
berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di
antara mereka adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang
ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia
menyambungkan tali silaturahmi" (HR Bukhari Muslim).

Dari sini terlihat jelas, betapa pentingnya menyambungkan tali silaturahmi


dan memperkuat nilai persaudaraan tersebut. Betapa tidak! Dengan
bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Bila ini terjadi maka rahmat dan kasih
sayang Allah pun akan turun dan menaungi hidup kita.

Tapi sebaliknya, rahmat dan kasih sayang Allah akan menjauh bila tali
silaturahmi sudah terputus di antara kita. Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di
dalamya ada orang yang memutuskan tali persaudaraan".

Seorang sahabat yang bernama Abu Awfa pernah bekisah. Ketika itu, kata Abu
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Islam&id=122822
Awfa, kami berkumpul dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau bersabda,
"Jangan duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan tali silaturahmi".
Jumat, itu
Setelah 11 Agustus 2006 berdiri dan meninggalkan majelis Rasul. Rupanya
seorang pemuda
Manfaat
sudah lamaSilaturahmi
ia memendam permusuhan dengan bibinya. Ia segera meminta
Oleh kepada
maaf : Uti Konsen.U.M.
bibinya tersebut, dan bibinya pun memaafkannya. Ia pun
kembali ke majelis Rasulullah SAW dengan hati yang lapang.
BERSILATURRAHMI itu termasuk amalan mulia yang berpahala besar. Ruang
lingkupnya
Sahabat, tidak hanya
bagaimana terbatas
mungkin pada
hidup sesama
kita manusia,
akan tenang tetapi
kalau juga pada
di dalam hati dunia
fauna tersimpan
masih dan flora serta mahluk
kebencian jin.
dan Hanya
rasa dengan syaitan
permusuhan. kita tidak
Perhatikan bolehkita,
keluarga
bersililaturrahmi.
kaum yang paling kecilBahkan terhadap orang-orang
di masyarakat. muslim ada
Bila di dalamnya yangbeberapa
sudah wafatorangpun,
Rasulullah
saja SAW tetap
yang sudah tidak menyuruh
saling tegur kita untuk
sapa, terus
saling menjalinapalagi
menjauhi, silaturrahmi,
kalau di yaitu
dengan menziarahi
belakang sudah saling kuburannya,
menohok dan mendoakannya
memfitnah, dan maka atau berbuat
rahmat Allahbaik kepada
akan di
teman-teman
jauhkan dekat tersebut.
dari rumah mereka yangDalammasih
skalahidup.
yang "Ziarah
lebih luas, kubur adalah
dalam Sunnah
lingkup
Rasulullah
sebuah SAW. Bila
negara. Ziarah juga adalah
di dalamnya caraada
sudah kitakelompok
untuk mendoakan
yang saling orang-orang
jegal, saling
yang telah
fitnah, ataumendahului kita," demikian
saling menjatuhkan, maka antara lain tulisbangsa
dikhawatirkan K.H.Dr. Jalaluddin
tersebut akan
Rakhmatjauh
semakin dalam bukunya
dari rahmat"Memaknai Kematian".
dan pertolongan AllahAl Quran mencontohkan
SWT.
diantara doa untuk mereka : "Tuhanku ampunilah orang-orang yang telah
mendahului
Dari sini bisakami dalam keimanan"
kita pahami kenapa Rasul (QS.Al Hasyr
tidak : 10).
menoleransi sekecil apapun
perbuatan yang bisa menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Dalam
Allah SWT
sebuah hadisberfirman : "Dan sesungguhnya
yang diriwayatkan Abu Hurairah,padaRasulullah
kehidupanSAW hewan itu benar-
bersabda,
benar terdapat pelajaran bagi kamu". (QS.An-Nahl (16)
"Berhati-hatilah kalian terhadap prasangka, sebab prasangka itu sedusta- : 66). Dalam hal
bersilaturrahmi
dustanya cerita. misalnya
Jangan pulakitamenyelidiki,
bisa mencontoh semut dan lebah.
mematai-matai, dan Semut binatang
kecil pemakan gula tapi tidak pernah sakit
menjerumuskan orang lain. Dan janganlah saling menghasud, gula (diabetes). Resepnya,
saling pertama
karena semut
membenci, dansenang
saling bersilaturrahmi.
membelakangi. JadilahTengoklah setiap
kalian berpapasan
sebagai hamba antara
Allah
sesama semut sejenis mereka
yang bersaudara" (HR Bukhari Muslim). saling "bersalaman" yang terlihat dari kedua
kepalanya saling ketemu. Kedua, bila seekor semut menemukan rezeki, mereka
tidak mau makan
Silaturahmi adalahsendiri tapi memberi
kunci terbukanya tahu semut-semut
rahmat dan pertolongan lainnya.
Allah Setelah
SWT.
berkumpul,
Dengan baru makanan
terhubungnya itu mereka
silaturahmi, makabawa kesatuIslamiyah
ukhuwah tempat dan akandinikmati
terjalin
bersama.
dengan Demikian
baik. jugapenting.
Ini sangat lebah. "Lebah
Sebab,sangat disiplin
bagaimana pundan mengenal
besarnya umat pembagian
Islam
kerja yang
secara sangat baik.
kuantitatif, samaSarangnya
sekali tidak dibangun berbentuk
ada artinya, laksana segi enam,
buih yang telah
di lautan yang
terbuktidiombang-ambing
mudah sangat ekonomis gelombang,
dan kuat dibandingkan
bila di dalamnyabila segi empat
tidak atau lima".
ada persatuan
Antara
dan kerjatulis Ir. Permadi
sama untuk taatAlibasyah
kepadadalam
Allah. bukunya
Wallahu "Bahan Renungan Kalbu".
a'lam bish-shawab.
Menurut penyelidikan setiap sarang lebah dihuni oleh kurang lebih 90.000 ekor
(lebah. KarenaGymnastiar
KH Abdullah masing-masing ) mentaati aturan mereka bisa hidup rukun dan
tidak pernah terjadi perkelahian.

Menurut penelitian yang diadakan di kota Kopenhagen, Denmark, bahwa


terhadap tanaman yang disantuni : "Dipuji, diajak bicara, dielus-elus, dirawat,
tumbuhnya lebih subur dan buahnya lebih lebat, dibandingkan dengan tanaman
yang dicuekin."

Di Australia juga pernah dibuktikan, bahwa seekor sapi yang diperah susunya
dengan menggunakan tangan si peternak (diperah secara manual) ternyata
lebih banyak mengeluarkan air susu dibanding dengan sapi yang diperah dengan
menggunakan mesin pemerah susu.

Seorang dokter hewan di Eropa pernah melakukan penelitian terhadap 2 ekor


anjing yang sama-sama tertabrak mobil. Kepada anjing yang satu diberi obat-
obatan dan ruangan yang memadai, namun selama pengobatan anjing itu tidak
pernah dielus-elus atau mendapatkan sentuhan langsung dari dokter yang
merawatnya. Sedangkan anjing yang satu lagi diberi obat-obatan dan ruangan
yang juga memadai, tetapi setiap hari sang dokter selalu mengelus-elus.
membelai dan "berbicara" kepada anjing tersebut. Hasilnya menunjukkan
bahwa anjing yang mendapat sentuhan kasih sayang - di elus-elus, dibelai dan
diajak bicara - ternyata lebih cepat sembuh daripada anjing yang tidak
mendapat sentuhan kasih sayang (Buku Half Pull - Half Empty oleh Parlindungan
Marpaung).

Peristiwa ini terjadi dalam tahun 1983 ketika bulan Ramadhan di salah satu
kota di Kalimantan Timur. Seorang pengusaha mengadakan acara berbuka puasa
bersama. Yang diundang para pejabat setempat, tokoh-tokoh masyarakat -
agama - para pengusaha serta beberapa tetangganya. Menjelang waktu berbuka
para undangan mulai berdatangan. Diantara tamu yang hadir itu ada seseorang
yang pakaiannya apa adanya, sehingga membedakan ia dengan tamu-tamu
lainnya yang berpakaian parlente. Si Tuan rumah merasa kurang enak dengan
kehadiran tamu yang satu ini. Setelah dicek, ternyata memang ia tidak
termasuk dalam daftar undangan. Lalu si Tuan rumah menyuruh keluarganya
untuk membujuk si Pulan itu agar bersedia keluar. Karena ia orang yang lugu,
bujukan itu ia turuti saja. Tapi bersamaan dengan kepergiannya, ibu-ibu yang
mengurusi menu untuk dihidangkan itu, menjadi sangat terkejut karena semua
masakannya berbau basi dan berlendir. Untunglah dalam suasana kritis yang
nyaris memalukan si Tuan rumah itu, ada seorang ulama yang membisikkan
kepadanya, agar mencari orang yang disuruh pergi tadi. Singkat cerita,
ternyata orang tadi berhasil ditemukan dan bersedia pula untuk hadir kembali.
Aneh tapi nyata. Begitu lelaki itu masuk ke dalam rumah, ibu-ibu di dapur
bersuka ria, karena makanan yang tadinya berbau basi, kini sudah kembali
seperti semula dengan aroma yang merangsang selera.

Kenapa peristiwa menakjubkan itu terjadi? Dari segi logika memang sulit
dicerna. Dia hanya bisa dijawab melalui agama. Bukankah Rasulullah SAW.
pernah bersabda : "Bila seorang tamu masuk ke dalam rumah seorang mukmin
maka bersama dia masuklah seribu barakah dan seribu rahmat". Tidak mustahil,
pada lelaki lugu itulah berlaku janji Rasulullah SAW tersebut. Lelaki itu seorang
miskin yang tinggal tidak jauh dari rumah yang punya hajat. Dia mencium
aroma masakan yang merangsang selera. Apalagi di bulan puasa menjelang
berbuka puasa. Mungkin karena saking kepinginnya ia pun memberanikan diri
hadir. "Tokh tetangga saya juga. Mungkin dia hanya lupa saja mengundang
saya", kira-kira begitulah bisik hatinya. Kasihan juga ya?. Lalu bagaimana para
undangan lainnya ?. Ya bisa saja rasa ikhlas kehadirannya tidak semurni seperti
lelaki yang satu itu. Boleh jadi kehadiran mereka karena banyak factor
pertimbangan yang bersifat duniawi. Maklumlah si Pengundang itu adalah
seorang pengusaha cukup handal. Wallahualam.

Ada lagi pengalaman seorang dokter internis di Jakarta. Ia menderita penyakit


aneh. Setiap buang air kecil merasa perih. Sudah berkali-kali diperiksa di
beberapa rumah sakit di Jakarta, tapi belum ditemukan jenis penyakitnya.
Akhirnya diputuskan untuk berobat ke luar negeri. Seorang dokter yang juga
dai, salah seorang sohibnya memberi nasehat : "Ada baiknya sebelum berangkat
anda pamit dengan para tetangga dan beberapa teman dekat anda".
"Bagaimana caranya ?", tanyanya. " Ya, undang saja mereka untuk hadir salat
magrib bersama di rumah anda dan menjamu mereka sekedarnya". Dia setuju.
Pada suatu hari usai mengadakan acara tersebut, ketika sang dokter internis ini
buang air kecil sebelum pergi tidur, diluar dugaannya, rasa perihnya hilang
sama sekali. Ketika perihal ini ia sampaikan kepada sohibnya, sambil guyon
dokter yang juga dai ini berkata : "Ya tidak aneh. Karena selama ini anda tidak
pernah mengadakan acara silaturrahmi seperti itu khan?. Tidak mustakhil
penyakit anda lenyap lantaran doa mereka". Lantas beliau menyampaikan hadis
Rasulullah SAW : "Siapa yang senang dimurahkan jalan rezekinya dan
dipanjangkan umurnya, hendaklah senang menjalin silaturrahmi ". Bukankah
dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW.
bersabda : "Jagalah harta anda dengan zakat, obatilah sakit anda dengan
sedekah dan hadapilah gelombang hidup dengan doa dan tawadhu".

Ujar Sun Yat Sen : "Banyak orang menyukai kekerasan padahal manusia hanya
bisa ditundukkan oleh kelembutan".

Wallahualam.

http://hizbut-tahrir.or.id/main.php?page=alwaie&id=120

Silaturahmi
Selasa, 1 Nopember 2005

SILATURAHMI

Makna Bahasa
Silaturahmi (shilah ar-rahim dibentuk dari kata shilah dan ar-rahim. Kata
shilah berasal dari washala-yashilu-wasl[an] wa shilat[an], artinya adalah
hubungan. Adapun ar-rahim atau ar-rahm, jamaknya arhâm, yakni rahim atau
kerabat. Asalnya dari ar-rahmah (kasih sayang); ia digunakan untuk menyebut
rahim atau kerabat karena orang-orang saling berkasih saying, karena hubungan
rahim atau kekerabatan itu. Di dalam al-Quran, kata al-arhâm terdapat dalam
tujuh ayat, semuanya bermakna rahim atau kerabat.

Dengan demikian, secara bahasa shilah ar-rahim (silaturahmi) artinya adalah


hubungan kekerabatan.

Pengertian Syar‘i
Banyak nash syariat yang memuat kata atau yang berkaitan dengan shilah ar-
rahim. Maknanya bersesuaian dengan makna bahasanya, yaitu hubungan
kekerabatan. Syariat memerintahkan agar kita senantiasa menyambung dan
menjaga hubungan kerabat (shilah ar-rahim). Sebaliknya, syariat melarang
untuk memutuskan silaturahim. Abu Ayub al-Anshari menuturkan, “Pernah ada
seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw., “Ya Rasulullah, beritahukan
kepadaku perbuatan yang akan memasukkan aku ke dalam surga.” Lalu
Rasulullah saw. menjawab:

«َ‫صلُ الرّحِم‬
ِ َ‫ش ْيئًا َوتُ ِقيْمُ الصّلَةَ َوتُ َؤتِيْ ال ّزكَاةَ َوت‬ ْ ُ‫» َت ْعبُدُ الَ لَ ت‬
َ ِ‫ش ِركُ بِه‬

Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu


pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung
silaturahmi. (HR al-Bukhari).

Hadis ini, meskipun menggunakan redaksi berita, maknanya adalah perintah.


Pemberitahuan bahwa perbuatan itu akan mengantarkan pelakunya masuk
surga, merupakan qarînah jâzim (indikasi yang tegas). Oleh karena itu,
menyambung dan menjaga shilaturahmi hukumnya wajib, dan memutuskannya
adalah haram. Rasul saw. pernah bersabda:

«ٍ‫جنّةَ قَاطِعُ رَحِم‬


َ ْ‫»لَ َيدْخُلُ ال‬

Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan (ar-
rahim). (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sekalipun menggunakan redaksi berita, maknanya adalah larangan; ungkapan


'tidak masuk surga' juga merupakan qarînah jâzim, yang menunjukkan bahwa
memutus hubungan kekerabatan (shilah ar-rahim) hukumnya haram.

Oleh karena itu, Qadhi Iyadh menyimpulkan, "Tidak ada perbedaan pendapat
bahwa shilah ar-rahim dalam keseluruhannya adalah wajib dan memutuskannya
merupakan kemaksiatan yang besar.
Untuk memenuhi ketentuan hukum tersebut, kita harus mengetahui batasan
mengenai siapa saja kerabat yang hubungan dengannya wajib dijalin, dan
aktivitas apa yang harus dilakukan untuk menjalin silaturahmi itu?

Dengan menganalisis makna ar-rahim atau al-arham yang terdapat dalam nash,
dan pendapat para ulama tentangnya, bisa ditentukan batasan kerabat
tersebut. Kata ar-rahim dan al-arhâm yang terdapat di dalam nash-nash yang
ada bersifat umum, mencakup setiap orang yang termasuk arhâm (kerabat).
Ketika menjelaskan makna al-arhâm pada ayat pertama surat an-Nisa’, Imam
al-Qurthubi berkata, "Ar-rahim adalah isim (sebutan) untuk seluruh kerabat dan
tidak ada perbedaan antara mahram dan selain mahram."

Ibn Hajar al-‘Ashqalani dan al-Mubarakfuri mengatakan, "Ar-Rahim mencakup


setiap kerabat. Mereka adalah orang yang antara dia dan yang lain memiliki
keterkaitan nasab, baik mewarisi ataupun tidak, baik mahram ataupun selain
mahram."

Asy-Syaukani mengatakan, "Shilah ar-rahim itu mencakup semua kerabat yang


memiliki hubungan kekerabatan yang memenuhi makna ar-rahim (kerabat)."

Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa menurut Islam, kerabat (al-


arhâm) terdiri dari dua kelompok. Pertama: orang-orang yang mungkin
mewarisi harta peninggalan seseorang. Mereka terdiri dari orang yang telah
ditentukan bagiannya oleh syariat (ashhâb al-furûdh) dan orang yang berhak
mendapat sisa bagian harta (‘ashabah). Kedua: mereka yang termasuk ûlu al-
arhâm, yang terdiri dari sepuluh orang. Allah menetapkan, ûlu al-arhâm tidak
berhak mendapat warisan dari seseorang sama sekali; seseorang juga tidak
wajib memberi nafkah kepada mereka. Akan tetapi, Allah Swt. memerintahkan
untuk menjalin hubungan dan berbuat baik kepada seluruh kerabat.

Allah Swt. memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kerabat (QS an-Nisa’
[4]: 36); memberi kepada kerabat (QS an-Nahl [16]: 90); memberikan hak
kepada kerabat (QS ar-Rum [30]: 38); meski dalam hal itu sebagian mereka
lebih diutamakan dari sebagian yang lain (QS al-Anfal [8]: 75 dan al-Ahzab [33]:
6). Rasul saw. pernah bersabda:

«َ‫خ َتكَ َواَخَاكَ ثُمّ َا ْدنَاكَ َا ْدنَاك‬


ْ ُ‫»يَدُ ا ْل ُمعْطِيْ ا ْلعُ ْليَا َوِابْدَأْ ِبمَنْ َتعُوْلُ ُا ّمكَ وََأبَاكَ وَا‬

Tangan yang memberi itu di atas (lebih utama) dan mulailah dari orang
yang menjadi tanggungan (keluarga)-mu, ibumu, bapakmu, saudara
perempuanmu, saudara laki-lakimu, orang yang lebih dekat denganmu,
orang yang lebih dekat denganmu (HR al-Hakim, al-Baihaqi, dan Ibn
Hibban).

Semua itu adalah bagian dari aktivitas silaturahmi. Dari gambaran seperti itu,
para ulama manarik pengertian silaturahmi. Menurut Al-Manawi, silaturahmi
adalah menyertakan kerabat dalam kebaikan. Imam an-Nawawi mengartikan
silaturahmi sebagai berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi orang
yang menyambung dan yang disambung; bisa dengan harta, kadang dengan
bantuan, kadang dengan berkunjung, mengucap salam, dan sebagainya.

Abu Thayyib mengartikan silaturahmi sebagai ungkapan tentang berbuat baik


kepada kerabat, orang yang memiliki hubungan nasab dan perkawinan; saling
berbelas kasihan dan bersikap lembut kepada mereka, mengatur dan
memelihara kondisi mereka, meski mereka jauh atau berbuat buruk. Memutus
silaturahmi berlawanan dengan semua itu.

Ibn Abi Hamzah berkata, "Silaturahmi bisa dilakukan dengan harta, menolong
untuk memenuhi keperluan, menghilangkan kemadaratan, muka berseri-seri,
dan doa."

Pengertian yang bersifat menyeluruh adalah menyampaikan kebaikan yang


mungkin disampaikan dan menghilangkan keburukan yang mungkin dihilangkan,
sesuai dengan kesanggupan.”

Tentang siapa yang termasuk orang yang menyambung silaturahmi, Rasul saw.
pernah bersabda:

«‫حمُهُ وَصََلهَا‬
ِ َ‫طعَتْ ر‬ ِ ‫»َليْسَ الْوَاصِلُ بِا ْل ُمكَافِىءِ َوَلكِنّ الْوَا‬
ِ ُ‫صلَ اّلذِيْ ِإذَا ق‬

Orang yang menghubungkan silaturahmi bukanlah orang yang membalas


hubungan baik. Akan tetapi, orang yang menghubungkan silaturahmi
adalah orang yang ketika kekerabatannya diputus, ia
menghubungkannya. (HR al-Bukhari).

Menyambung silaturahmi adalah jika hubungan kerabat (shilah ar-rahim)


diputus, lalu dihubungkan kembali. Orang yang melakukannya berarti telah
menghubungkan silaturahmi. Adapun jika kerabat seseorang menghubunginya,
lalu ia menghubungi mereka, hal itu adalah balas membalas; termasuk aktivitas
saling menjaga silaturahmi, bukan menyambung silaturahmi.

Kesimpulan
Dari paparan di atas, maka silaturahmi adalah hubungan kerabat; berupa
hubungan kasih-sayang, tolong-menolong, berbuat baik, menyampaikan hak dan
kebaikan, serta menolak keburukan dari kerabat yaitu ahli waris dan ûlu al-
arhâm.

Hubungan dengan selain mereka tidak bisa disebut silaturahmi, karena tidak
terpenuhi adanya ikatan kekerabatan (ar-rahim). Ikatan dengan sesama Muslim
selain mereka adalah ikatan persaudaraan karena iman yaitu ikatan ukhuwah
(silah al-ukhuwah), bukan silaturahmi. Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [YA]
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/08/manajemen_qolbu.htm

MANAJEMEN QOLBU
Tiga Syarat Pribadi
Unggul
Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR

KATA-kata ”unggul” sering didengungkan dari dulu hingga kini sebagai kata yang
memiliki makna prestatif. Kita dulu mengenal istilah bibit unggul, kini ada
sekolah unggul, siswa dan mahasiswa unggul, pesantren unggul, dan banyak lagi
unggul lain. Masalahnya, keunggulan hanya akan jadi wacana dan buah bibir
jika kita sebenarnya tidak bisa memaknai kata unggul tersebut dengan aktivitas
dan perilaku yang benar-benar menunjukkan keunggulan.

Unggul memang berbanding lurus dengan prestasi. Seseorang menjadi pribadi


unggul karena dia menghasilkan prestasi-prestasi dalam hidupnya. Prestasi itu
bisa kita petakan dalam format 3 K(Q), yaitu kecepatan (quick), kualitas
(quality), dan kuantitas (quantity).

Subhanallah, ternyata format tersebut telah terakomodasi dalam Islam sebagai


agama prestatif. Islam mengutamakan kecepatan dengan menganjurkan
pemeluknya untuk tidak menunda-nunda kebaikan. Islam mengutamakan
kualitas dengan menganjurkan pemeluk-nya untuk beribadah dengan khusyuk
dan melakukan yang terbaik untuk dunia serta akhiratnya. Lalu, Islam juga
mengutamakan kuantitas dengan menganjurkan para pemeluknya
memperbanyak amalan, ilmu, dan usaha. Jadi, tidak dipungkiri bahwa Islam
adalah agama prestatif yang mengutamakan kecepatan, kualitas, dan
kuantitas. Semua pedoman itu telah tertuang di dalam Alquran dan al-Hadis.

Lalu, mengapa predikat unggul masih terasa jauh bagi sebagian besar umat
Islam? Tidaklah sulit mencari jawaban hal ini mengingat sebagian besar dari
kita memang kurang ataupun belum benar-benar menjadikan teladan seorang
sosok pribadi unggul. Sosok itu adalah Nabi Muhammad saw. sebagai orang yang
selalu menjaga kualitas perbuatannya. Bahkan, hal ini sudah ditegaskan oleh
Allah SWT. dengan menunjuk pribadi Rasulullah sebagai uswatun hasanah bagi
kita semua.

Tidak ada yang meragukan Nabi Muhammad saw. sebagai pribadi unggul. Karena
itu, tiada ragu pula seorang Michael H. Hart, penulis buku Seratus Tokoh yang
Paling Berpengaruh dalam Sejarah, menempatkan Nabi Muhammad saw. ini
sebagai manusia paling prestatif dan paling berpengaruh pada dunia. Hart
memiliki alasan dengan mengacu pada kontribusi yang diberikan oleh Nabi
Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. unggul sebagai pemimpin religius,
pemimpin politik, panglima perang, dan kepala negara (yang kemudian disebut
oleh Hart sebagai pemimpin duniawi).

Nabi Muhammad saw. berhasil meletakkan fondasi dasar sistem Islam sehingga
ada dan tiadanya beliau, sistem itu terus berjalan hingga kini. Hal ini terbukti
dengan meluasnya pengaruh Islam walaupun beliau sudah wafat. Apa yang
ditinggalkan beliau berwujud menjadi suatu kemapanan. Namun, kemapanan
ini belumlah berwujud menjadi keunggulan besar kaum Muslim karena ukuran-
ukuran kualitas yang ditunjukkan Nabi Muhammad saw. beserta para
sahabatnya belumlah benar-benar dilaksanakan sebagian besar kaum Muslim.
Namun, kita bisa lihat terkadang justru kaum non-Muslim yang memiliki ukuran-
ukuran kualitas dan etos kerja sesuai dengan nilai-nilai Islam seperti yang
ditunjukkan oleh Rasulullah saw. Karena itu, tidak heran jika kaum non-Muslim
bisa melesat menjadi pribadi-pribadi yang unggul dalam berbagai bidang, baik
ilmu penge-tahuan, sosial, politik, ekonomi, dan budaya.

Sahabat sekalian, rahasia menjadi pribadi unggul ada pada diri kita sendiri dan
contohnya ada pada diri Rasulullah saw. Mengapa rahasianya ada pada diri kita
sendiri? Karena kitalah yang memahami potensi-potensi diri untuk
dikembangkan. Kitalah yang tahu sampai di mana kekuatan pikir kita, kekuatan
ikhtiar kita, dan kekuatan zikir kita kepada Allah.

Saudaraku, Kita telah mengetahui sebagai seorang Muslim bahwa ukuran-ukuran


kualitas pribadi unggul telah ada pada diri Rasulullah saw. Dalam hal ini sesuai
dengan konsep manajemen kalbu, tetaplah tekad kita menjadi pribadi unggul
bermula dari "rumah hati". Bermula dari hati ini ada tiga prasyarat.

Pertama, kita harus mempunyai kemampuan mengoreksi sikap mental. Dengan


demikian, kita bisa menumbuhkan keuletan dalam menempa diri dibandingkan
dengan orang lain. Segala bentuk kemalasan harus segera dihindari kalau kita
ingin memiliki masa depan cerah.

Kedua, kita harus berada pada lingkungan dan sistem yang kondusif untuk
terlecutnya potensi dan prestasi diri. Hal ini karena faktor lingkungan sangat
berpengaruh pada pribadi seseorang. Sebagai ilustrasi seperti pepatah berikut:
”Barangsiapa yang bergaul dengan pandai besi, niscaya dia akan terimbas bau
bakaran atau bahkan akan pernah merasakan salah satu anggota tubuhnya
terbakar. Sebaliknya, barangsiapa bergaul dengan penjual minyak wangi, maka
tidak bisa tidak, tubuh atau bajunya akan menjadi ikut terimbas wewangian”.

Karena itu, perhatikan selalu lingkungan dan sistem yang melingkupi kita. Jika
tidak kondusif, segeralah tinggalkan. Ketiga, yang tidak kalah penting adalah
keseringan bersilaturahmi. Di dalam ajaran Islam bersilaturahmi itu sangat
besar manfaatnya, antara lain dapat mempercepat datangnya kebaikan,
memperpanjang umur, dan memperbanyak rezeki. Ada dua hadis yang
menjelaskan keutamaan (fadhilah) bersilaturahmi, yakni,
"Sesuatu yang paling cepat dapat mendatangkan kebaikan adalah balasan
(pahala) orang yang berbuat kebajikan dan menghu-bungkan tali silaturahmi,
sedangkan yang paling cepat mendatangkan kejahatan ialah balasan (siksaan)
orang yang berbuat jahat dan memutuskan hubungan kekeluargaan." (HR Ibnu
Hibban). Sebuah dialog terjadi antara Rasulullah saw. dan para sahabatnya,

"Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada salat
dan saum?" tanya Rasulullah kepada para sahabat."Tentu saja," jawab
mereka.Rasulullah pun menjelaskan, "Engkau damaikan orang yang bertengkar,
menyambung persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-
saudara yang terpisah, dan menjembatani berbagai kelompok dalam Islam serta
mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, adalah amal saleh yang besar
pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan
rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan (silatu-rahmi)." (HR
Bukhari dan Muslim)

Salah satu keutamaan bersilaturahmi sesuai dengan hadis tadi adalah


memperbanyak rezeki. Pengertian memperbanyak rezeki ini tentu memiliki
makna yang amat luas. Salah satunya, yang nilai manfaatnya terbesar adalah
ilmu. Ketika Nabi Sulaiman a.s. ditanya oleh Allah, apakah ia akan memilih
harta atau ilmu, ternyata ia memilih ilmu. Alhasil, tidak hanya ilmu, harta pun
akhirnya diperolehnya.

Karena itu, siapa pun yang hendak mengejar prestasi sebagai pribadi unggul
jangan segan untuk bersilaturahmi kepada orang-orang dari berbagai kalangan
maupun bidang keahlian. Dari silaturahmi ini akan timbul hikmah yang bisa
membangkitkan inspirasi kita untuk menggapai sukses dan mampu
mengapresiasi berbagai sisi kehidupan yang tentunya akan memperkaya
wawasan kita.

Silaturahmi akan menjadi cermin diri bagaimana kita bisa mengembangkan diri
dan menilai minat kita pada suatu bi-dang. Ingatlah, selagi muda bisa mengatur
langkah dan mengetahui minat, kita bisa memprogram diri untuk menimba ilmu
dan wawasan di bidang yang kita minati. Jangan sampai, ketika kita sudah
berumur 30 tahunan, kita masih bingung mencari-cari apa yang kita minati dan
apa sebenarnya potensi kita. Sahabat sekalian, banyak orang yang seperti ini,
di usia menjelang dewasa, bahkan setengah baya masih mencari-cari bidang
untuk berprestasi. Akhirnya, waktu terbuang sia-sia.

Ingatlah lagi bahwa kini kita sedang menghadapi persaingan yang ketat. Begitu
banyak orang yang ingin bekerja dan berkiprah dalam suatu bidang. Hanya
orang-orang yang unggullah yang dapat memenangi persaingan. Karena itu,
sebagai pribadi unggul, kita pun harus memiliki visi pengembangan diri.
Rencanakanlah apakah kita akan menjadi seorang karyawan, yang bekerja
sendiri seperti konsultan atau yang ingin berwirausaha. Dari sekarang kita bisa
membuat target yang ingin dicapai dan bekal yang harus disiapkan, baik itu
bekal ilmu, wawasan, maupun bekal akhlak yang tak kalah pentingnya.
Wallahua'lam.***

You might also like