You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN TAKABUR Rasulullah SAW mendefinisikan takabbur sebagai sikap menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Pengertian itu Nabi sampaikan kepada orang yang mempertanyakan sikap salah seorang sahabat yang suka memakai baju dan sendal bagus. Sabda Nabi : Sesungguhnya Allh itu indah dan mencintai keindahan. Takabur adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. HR. Muslim.

2. BAHAYA TAKABUR Takabur sangat berbahaya bagi manusia. Ia merupakan kesalahan pertama yang dilakukan makhluk Allah (iblis) di dunia ini, yang menyebabkannya diusir dari surga. Pada kenyataannya takabbur itu menyebabkan hal-hal berikut ini : 1. Jauh dari kebenaran. Firman Allah :

Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku 7:146 2. Terkunci mati hatinya. Firman Allah :

Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang 40:35 3. Mengalami kegagalan dan kebinasaan. Firman Allah :

..dan binasalah semua orang yang berlaku sewenangwenang lagi keras kepala 14:35 4. Tidak disukai Allah. Firman Allah :

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong 16: 23 5. Tidak akan masuk sorga. Sabda Nabi : Tidak akan masuk sorga orang yang di hatinya ada sebiji sawi kesombongan HR. Muslim 6. Akan menjadi penghuni neraka Jahannam. Firman Allah :

Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku(berdoa) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina 40: 60 Ketika seseorang memiliki sifat sombong, maka ia akan tertutup dari akhlak mulia, antara lain :
3

1. Tidak akan mencintai sesama muslim sebagaimana ia mencintai diri sendiri. ia selalu memandang orang lain lebih rendah dari dirinya sendiri. 2. Tidak akan tawadhu(rendah hati), karena selalu merasa lebih baik. 3. Tidak akan dapat meninggalkan rasa dendam, karena merasa mampu membalas fihak yang merugikannya. 4. Tidak dapat jujur. Karena untuk menutupi kekurangan tidak jarang ia harus berdusta. 5. Tidak akan dapat mengendalikan marah. Karena merasa mampu melampiaskannya 6. Tidak bisa melepaskan diri dari sifat hasad (iri) 7. Tidak dapat menasehati atau menerima nasehat dengan lembut dan halus 8. Selalu memandang rendah orang lain.

3. MACAM-MACAM TAKABBUR a. Takabur kepada Allah Inilah bentuk takabur terburuk, seperti yang pernah dilakukan oleh Namrud, Firaun dan sejenisnya. QS. 40:60, 25:60 b. Takabur kepada Rasul Yaitu sikap tinggi hati, menolak mengikuti dan mematuhi Nabi, karena menganggapnya sebagai manusia biasa (QS. 23:34, 36:15). Seperti yang dinyatakan kaum kafir Quraisy kepada Nabi : Bagaimana kami bisa duduk di sisimu hai Muhammad, sementara yang ada di sekitarmu orang-orang faqir c. Takabur atas sesama manusia Yaitu dengan membanggakan diri dan meremehkan orang lain. Takabbur ini meskipun tidak seberat yang pertama dan kedua, namun masih sangat berbahaya karena : - Kebesaran dan kehormatan hanya milik Allah, selainnya lemah dan terbatas. - Ketika seseorang takabur, ia merampas salah satu sifat kebesaran Allah.

4. PENYEBAB TAKABBUR Pada umumnya orang yang sombong adalah orang yang memiliki kebanggaan diri, karena memiliki sifat, kemampuan atau prestasi lebih dari yang lain. 1. Ilmu Takabur karena ilmu sangat mudah terjadi, yaitu dengan munculnya perasaan lebih mulia dari orang lain. Atau merasa telah mendapatkan tempat mulia di sisi Allah dengan ilmunya (QS 58:11). Ia lebih mengkhawatirkan orang lain daripada diri sendiri. Kesombongan karena ilmu ini mudah terjadi karena dua hal : ilmu yang dipelajari bukan ilmu hakiki. Karena hakekat ilmu adalah yang mampu memperkenalkan manusia akan Rabb-nya, keadaan ketika bertemu Allah dan hijab yang menghalanginya dari Allah. Ilmu yang demikian akan melahirkan sikap tawadhu(rendah hati) bukan takabbur.

QS 35:28

keadaan hati yang kotor saat menuntut ilmu, sehingga salah niatnya dan jadilah takabur dengan ilmu yang didapatnya.

2. Amal Ibadah Orang yang masuk dalam kehidupan zuhud (konsentrasi dalam ibadah) tidak otomatis terbebas dari takabbur. Misalnya dengan zuhudnya itu, merasa lebih layak dikunjungi daripada mengunjungi. Lebih layak dibantu daripada membantu, menganggap orang lain sengsara di neraka dan merasa hanya dirinya yang selamat. dst. Rasulullah bersabda : Jika kamu mendengar ada orang yang berkata : Binasa semua manusia maka dialah yang paling dahulu binasa. HR Muslim. Dengan pernyataan ini ia membanggakan diri dan meremehkan orang lain.

3. Hasab (kedudukan) dan Nasab (keturunan) Orang yang berasal dari keluarga terhormat mudah meremehkan orang lain yang datang dari keluarga bukan terhormat, meskipun orang itu lebih baik ilmu dan
7

amalnya, dan bahkan takabur karena faktor ini sering kali membuat ia menganggap orang lain sebagai budaknya, dan rasa keberatan untuk berbaur dengan mereka. Dari Abu Dzarr ra berkata: Suatu hari pernah aku bersengketa dengan seseorang (Bilal) di hadapan Nabi. Lalu aku berkata kepada orang itu Hai anak hitam. Nabi segera memotong ucapanku: Hai Abu Dzarr, tiada lebih baik orang putih dari yang hitam, kecuali dengan taqwa. Mendengar itu saya berbaring dan mempersilahkan Bilal untuk menginjak-injak muka saya. HR Ahmad. Dalam hadits di atas, Rasulullah segera menegur orang yang merasa lebih baik keturunannya. Dan Abu Dzarr segera bertaubat menyesali perbuatannya.

4. Al Jamal (ketampanan/kecantikan) Takabbur karena faktor ini lebih banyak terjadi di kalangan wanita, terwujud dalam celaan, atau gunjingan terhadap kekurangan fihak lain. Aisyah ra berkata : Ada seorang wanita yang ingin bertemu Nabi, dan aku katakan kepada Nabi dengan isyarat tanganku yang menunjukkan bahwa wanita itu

pendek. Sabda Nabi ketika itu :Sesungguhnya kamu telah menggunjingnya. Sikap ini muncul karena adanya kesombongan dalam diri orang seperti Aisyah yang berpostur tubuh lebih baik dari orang tadi. Sebab jika ia berpostur tubuh pendek seperti orang yang diceritakan itu, tentu ia tidak akan mengatakannya.

5. Al Maal (kekayaan) Takabur karena kekayaan ini banyak terjadi di kalangan pejabat, penguasa, pedagang, tuan tanah, dan mereka yang memilikinya. Orang yang merasa lebih kaya meremehkan orang yang dipandang kurang kaya dengan ucapan maupun sikap-sikap lainnya. Seperti ungkapan : uang jajan anak saya sehari, cukup kamu makan seumur hidupmu, dst. Hal ini terjadi karena ketidak tahuannya akan fadhilah (keutamaan) orang miskin dan bahaya kekayaan. Seperti yang pernah terjadi pada pemilik dua kebun yang congkak dan akhirnya binasa (QS. 18:34-42) atau Qarun yang akhirnya binasa bersama hartanya (QS 28:79-81).

6. Al Quwwah (kekuatan) Kekuatan dan kegagahan dapat memunculkan takabur atas mereka yang lemah dan tidak berdaya.

7. Al Atba (pengikut/pendukung) Banyaknya pengikut, pendukung, murid, keluarga, kerabat, dsb. sering memunculkan kesombongan pada orang yang memilikinya. Seorang guru menjadi takabbur karena merasa banyak muridnya. Seorang pejabat menjadi takabur karena banyak pengikutnya, dst. Secara umum, setiap nikmat yang bisa dianggap sebagai nilai lebih pada seseorang berpotensi untuk melahirkan benih takabbur pada seseorang.

5. TERAPI TAKABUR Takabur adalah penyakit berbahaya yang bisa menyerang siapa saja. Pencegahan dan pemberantasan penyakit ini harus dilakukan dengan serius. Pengobatan intensif terhadap pengidap penyakit ini harus dilakukan dengan cermat dan seksama.

10

Terdapat dua tahapan utama dalam melakukan terapi penyakit takabur, yaitu : 1. Pencabutan akar dan pohonnya dari hati. Untuk mencabut pohon takabbur beserta akar-akarnya diperlukan dua kekuatan, yaitu ilmu dan amal. Ilmu yang dibutuhkan dalam hal ini adalah marifatunnafsi (mengenal diri sendiri) dan marifatullah (mengenal Allah). Dua hal ini sudah cukup untuk mencabut akar takabbur dari hati manusia. Sebab jika seseorang sudah mengenali dirinya sendiri dengan pengenalan yang benar, maka ia akan sadar bahwa ia adalah makhluk hina, lebih lemah dari lainnya, lebih miskin dari siapapun juga. Tidak ada yang pantas baginya kecuali tawadhu kepada sesama. Dan jika ia mengenali Allah dengan sebenarnya maka akan diketahuinya bahwa tidak ada yang layak untuk takabbur kecuali Allah Allahu Akbar. Amal yang dibutuhkan adalah sikap tawadhu kepada sesama manusia karena Allah, dengan senantiasa meneladani akhlak orang-orang shalih sebelumnya seperti akhlak Rasulullah SAW yang makan di atas tanah (tanpa kursi) dan mengatakan :Sesungguhnya aku adalah hamba biasa yang makannya seperti hamba lainnya

11

Tawadhu tidak cukup dengan ilmu, ia harus berupa amal. Dari itulah rukun Islam utama setelah syahadat adalah menegakkan shalat karena dalam shalat itu terdapat sekian banyak rahasia hidup dan yang terpenting adalah pembiasaan agar seorang muslim yang mendirikan shalat dengan ruku dan sujudnya terbiasa tawadhu serta tidak lagi sombong. Ada banyak hal yang dapat digunakan untuk menguji keberadaan takabur pada diri seseorang, antara lain lima hal berikut ini : a. Berdiskusi dengan sesama teman. Jika kebenaran muncul dari orang lain, bagaimanakah tanggapannya, keberatan atau menrima dengan senang. b. Berkumpul dalam sebuah haflah (acara). Lalu ada orang lain yang lebih diprioritaskan, apakah sikapnya keberatan atau tidak. c. Memenuhi undangan orang miskin. Pergi ke pasar membelikan sesuatu untuk orang lain d. Membawa keperluan sendiri, keluarga, atau sahabat dari pasar atau tempat lainnya sampai rumah. Jika keberatan maka ada takabbur. Jika mau karena terpaksa maka itu kemalasan. Jika mau karena disaksikan banyak orang maka itu riya.

12

e. Mengenakan pakaian yang sudah kusam. Dsb. Inilah beberapa kondisi berkumpulnya riya dan takabbur pada seseorang. Jika dalam keramaian maka riya ikut menjebak, jika dalam kesepian takabbur terus mengintai. Dengan mengenali keburukan kita kenali kebaikan. Dan dengan mengenali penyakit kita temukan obatnya.

2. Penghindaran dan pengendalian diri Penyebab takabur adalah prestasi yang pernah dicapai manusia. Ketidak siapan dan ketidak mampuan menerima hasil dari penyebab - penyebab tertentu berpotensi melahirkan sikap takabbur.

13

BAB II TERAPI MENYEMBUHKAN SIFAT TAKABUR

1. TERAPI PENYEMBUHAN TAKABUR Gerak-gerik hati, perlu dikelola dengan baik dengan menggunakan ilmu. Sebab ilmulah yang bisa mengidentifikasi mana yang baik dan buruk dalam hati. Seseorang yang kehilangan ilmu, bisa dipastikan terjebak dalam penyakit yang berujung kepada kesesatan. Sebab, setan akan mudah memasuki hati yang tak terisi ilmu. Salah satu penyakit mengantar pada kesesatan itu adalah penyakit bagga diri (ujub) dan sombong (kibr). Biasanya, seseorang yang terjangkiti sifat takabur (sombong), sulit menerima kebenaran. Dikiranya, hati sudah aman dari berbagai godaan. Padahal setan tidak berpuas, jika seseorang melaksanakan ibadah. Setan berusaha, bagaimana caranya ibadah itu menjadi sia-sia bahkan menjadi bumerang bagi pelakunya. Ujub dan kibr, adalah dua sifat iblis yang saling berkorelasi. Seseorang yang sombong, pada mulanya berawal dari bangga diri. Yaitu merasa dirinya suci, dan

14

bersih dari segala kekurangan, dan memandang orang lain dengan pandangan rendah. Sombong dan bangga diri disebut sifat iblis, karena iblislah makhluk Allah yang pertama kali melakukan sifat tercela ini. Iblis awalnya makhluk Allah yang taat menghamba pada-Nya dalam waktu yang cukup lama. Namun, Allah akhirnya melaknat dan mengusir dari syurga dan menyumpahinya menjadi penghuni neraka akibat kesombongannya. Ia sombong, merasa lebih mulya dari Adam as. Demikian pula dengan mutakabbir (orang yang sombong). Kebanyakan orang yang dengan ilmu tidak akan mengalami kemajuan berarti, karena sudah merasa mencapai puncak paling tinggi (top of the top). Ilmu yang hakikatnya masih pada level dasar, tapi dirasa sudah mencapai tingkat doktor. Akibatnya, nasihat orang disekitarnya tak dihiraukan. Ia pun jatuh pada kesesatan yang nyata.

Mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaikbaiknya. (QS.Al-Kahfi: 104).

15

Rasulullah mendifinisikan kibr dengan bathorul haq wa ghomtu an-Nas (menolak kebenaran dan meremehkan orang lain) (HR. Muslim).

Kebenaran --apapun bentuknya dan siapapun yang menyampaikan-- wajib diterima dengan lapang hati. Kelapangan hati ini perlu ditanamkan dalam-dalam pada diri pemimpin, da'i atau thalibul 'ilm. Sebab, ujub dan takabur ini biasanya menghinggapi mereka, walau sekecil apapun. Seseorang yang baru saja mempelajari ilmu, perlu memahami isi hati kecilnya. Suatu saat kadang terbesit dalam hati bahwa ia sudah 'alim, pandai berdalil dan sedikit-sedikit menantang debat. Ibarat orang yang baru mempelajari beberapa jurus bela diri, biasanya ia menantang siapa saja untuk beradu fisik. Belajar ilmu agama juga demikian, pada fase-fase awal, sering kali kita terjatuh pada kekeliruan. Hal ini adalah wajar. Akan tetapi, ia akan tetap pada kesalahan jika nasehat orang saat ia melakukan kesalahan tidak didengar. Setan, tidak akan diam melihat seseorang yang sedang belajar agama. Ia tida rela ilmu dan imannya setiap waktu meningkat. Salah satu caranya, membisikkan bahwa si
16

pelajar itu telah menjadi 'alim, tidak perlu belajar banyak lagi, dan tidak butuh nasehat orang lain. Setan memang selalu menggiring manusia kepada halhal yang berbau instan, membisikkan mimpi-mimpi indah. Menjadi orang 'alim dalam waktu yang singkat, meraih gelar ustadz atau kyai dengan mudah dan cepat. Tidak perlu belajar dari ayunan sampai liang lahat (uthlubul 'ilma minal mahdi ila al-lahdi), sebagaimana pesan Rasulullah. Tapi seolah-olah hanya mengikuti traning singkat atau ikut audisi dai lalu dengat cepat orang memanggilnya ustadz. Jadilah ia ulama karbitan. Akibat dari cara-cara yang instan ini, ia tidak sempat mempelajari ilmu dan bakal menjadikannya penyakit hati. Sebenarnya tidak akan ada masalah bila, sang da'i tadi terus belajar di tengah kesibukannya berdakwah. Yang menjadi problem adalah, bila sudah merasa menjadi juru dakwah ia enggan menyempurnakan ilmu, dan merasa sudah top.

Imam al-Ghazali menyatakan, orang bodoh adalah orang yang merasa dirinya paling pintar.

17

Bagaimana bila ada orang yang ilmunya bertambah, tapi takaburnya menjadi-jadi? Salah satu sebanya menurut Imam al-Ghazali karena ia mendalami ilmu agama dalam keadaan hatinya kotor. Rajin mengaji tapi maksiat jalan terus. Atau, niat awalnya sudah salah. Menuntut ilmu dengan niat mencari pengaruh, jabatan dan harta atau menjadi ustadz biar kaya. Dan fenomena ini agaknya sudah menjadi tren saat ini.

2. MEMBASMI UJUB Lantas bagaimana menyembuhkan penyakit ujub dan takabur ini? Kesombongan dan ujub, biasanya disebabkan oleh faktor nasab, ketampanan, kekayaan dan ilmu. Untuk soal nasab (keturunan), seorang Muslim harus sadar bahwa semulya apapun nasab ayah atau kakek, semuanya berasal dari cairan yang hina dan dari tempat yang rendah yaitu tanah. Sombong karena ilmu merupakan satu bentuk kesombongan yang paling dahsyat daya rusaknya yang rumit untuk menyembuhkannya. Banyak kasus seorang 'alim jatuh pada kesesatan karena faktor ini. Model
18

kesombongan seperti ini butuh usaha dan niat yang sungguh-sungguh. Maka orang yang berilmu mesti harus mengetahui dua hal; pertama, kesadaran bahwa tanggung jawab 'alim di hadapan Allah lebih berat. Seorang 'alim yang durhaka dengan ilmunya lebih buruk daripada orang bodoh yang maksiat. Seorang kiai dan orang bodoh yang sama-sama berzina, siksanya lebih pedih seorang kiai. Kedua, bahwa sifat sombong itu hanya milik Allah. Makhluk lainnya tidak berhak bertakabur. Bila seseorang itu bertakabur, maka sesungghuhnya ia telah merampas hak Allah. Bagaimana Allah tidak murka dengan orang seperti ini?

Secara umum, Imam al-Ghazali memberi beberapa petunjuk sebagai berikut, yaitu adanya sinergi atau kombinasi antara ilmu dan amal. Seorang muslim hendaknya menyadari hakikat diri dan hakikat Allah (ma'rifatullah). Hakikat manusia adalah makhluk hina. Ia dilahirkan dari sesuatu yang hina (QS. Al-Insan: 1-2). Saat lahir, ia sama sekali tidak memiliki apa-apa dan lemah. Semua kepandaian, kecerdasan dan keluasan ilmu semuanya dari Allah.

19

Sedangkan Allah SWT adalah dzat yang serba sempurna. Dialah yang berhak sombong. Adapun penyembuhan dengan amal dapat dilakukan dengan melatih diri menjadi orang tawadhu', setinggi apapun ilmunya. Rasulullah SAW telah memberi teladan yang luar biasa dalam hal ini. Beliau adalah manusia yang paling mulia. Tapi, Rasulullah SAW adalah tipe pemimpin yang merakyat. Ia tak segan bergumul dengan orang-orang miskin. Dalam satu riwayat beliau sampai-sampai pernah makan di atas tanah tanpa alas bersama sahabat. Seorang ulama' salaf pernah melatih diri dengan makan dan ngobrol bersama para penjual di emperan pasar. Padahal ia sangat terpandang di mata umat. Hal ini dilakukannya semata-mata demi menyingkirkan sifat kibr yang hinggap di hatinya.Melatih hidup sederhana inilah yang kadang sulit dilakukan pemimpin. Membiasakan diri dengan sesuatu yang dipandang rendah ini akan melunturkan sifat sombong dan bangga diri dalam hatinya. Semuanya tergantung pada kesedian diri, adakah kerelaan dari para pemimpin, dan juru dakwah untuk bersahaja, terbuka menerima kebenaran, merakyat, dan dekat dengan umat. Sebaliknya orang yang menutup diri,

20

tidak jujur dan egois biasanya mudah diombangambingkan oleh kesesatan, dan mudah tergoda oleh harta, jabatan dan prestasi.

21

DAFTAR PUSTAKA - http://www.hidayatullah.com/read/14884/17/01/2011/te rapi-menyembuhkan-sifat-takabur.html - http://www.masjidalamanah.com/2011/04/takabur/ - http://thelifeofdecci.wordpress.com/2011/09/06/takabur - http://nagapasha.blogspot.com/2011/02/takabur-atauberbangga-diri.html - http://blog.muslim-indonesia.com/tag/takabur - http://almanhaj.or.id/content/278/slash/0

22

RIWAYAT HIDUP - Nama : Rahadian Adista Pristyansyah - TTL : Magetan, 21 Desember 1991 - Nama Orang Tua : Ayah : Hari Wahyono Ibu : Afiah Rudi Rokhyati :

- Alamat

Gunung Anyar Harapan ZA/20B Surabaya - Pendidikan TK SD : Nusa Harapan : SDN Rungkut Menanggal I Surabaya :

SMP : SMPN 12 Surabaya SMA : SMAN 6 Surabaya - Pendidikan non Formal : TPQ - Prestasi : Menjabat sebagai ketua Karang Taruna

23

You might also like