You are on page 1of 55

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi khususnya dunia automotif semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dibuktikan dengan banyak bermunculan jenisjenis kendaraan bermotor khususnya mobil. Kebutuhan akan pentingnya alat transportasi ini membuat para produsen semakin berlomba agar dapat memenuhi keinginan para konsumennya. Berdasarkan data Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), sampai dengan Desember 2010, terlihat peningkatan yang signifikan dalam jumlah penjualan kendaraan roda empat (mobil), yang mencapai 764.710 unit. Karburator berfungsi sebagai perubah bahan bakar dalam bentuk cair menjadi bahan bakar berbentuk kabut dan mengalirkannya ke dalam silinder sesuai dengan kebutuhan mesin. Karburator mengirim sejumlah campuran udara dan bahan bakar melalui intake manifold menuju ruang bakar sesuai dengan beban dan putaran mesin namun udara yang di campurkan tidak bisa memenuhi kebutuhan pembakaran yang sempurna karena pada sistem bahan bakar mekanik (konvensional), masuknya bahan bakar karena adanya hisapan (kevakuman) yang terjadi di ruang silinder. Pembakaran yang kurang sempurna dapat berakibat:

1.

Kerugian panas dalam motor jadi besar, sehingga efisiensi motor menjadi turun. Usaha dari motor turun pula pada penggunaan bahan bakar yang tetap.

2.

Sisa pembakaran terdapat pula pada lubang pembuangan antara katup dan dudukannya, terutama pada katup buang sehingga katup tidak dapat menutup dengan rapat.

3.

Sisa pembakaran yang telah menjadi keras yang melekat antara torak dan dinding silinder menghalangi pelumasan, sehingga torak dan silinder mudah aus.

Menurut Wiranto A. & K. Tsuda (1987 : 29) energi panas yang dapat diserap oleh pendinginan yaitu sebesar 10 25 %, sedangkan yang lainnya dirubah menjadi energi mekanik sekitar 30 - 40 %, terbawa oleh gas buang sebesar 30 45 %, dan 5 11 % terbuang akibat faktor gesekan. Kami mencoba memberikan inovasi baru dengan membuat sebuah benda yang berfungsi sebagai alat untuk memaksimalkan kinerja sebuah mesin berbahan bakar bensin dan sistem bahan bakar konvensional dengan memanfaatkan udara luar yang di tekan paksa melalui intake manifould, alat tersebut kami beri nama APVV (Atmospheric Pressure Ventilation Valve) Untuk Mesin Mobil TOYOTA Kijang 5k Sistim Bahan Bakar Konvensional.

1.2 Identifikasi masalah Adapun identifikasi masalah dalam pembuatan ini adalah sebagai berikut: 1. 2. Bagaimana cara pembuatan APVV Seberapa besar pangaruh yang diberikan dari penggunaan APVV terhadap kinerja sistem pembakaran konfensional untuk mesin mobil TOYOTA Kijang 5k.

1.3 Perumusan masalah Dalam topik tugas akhir ini terdapat beberapa permasalahan berkaitan dengan pembuatan mesin APVV yaitu: 1. Bagaimana menentukan komponen-komponen mesin yang akan dibuat. 2. Menentukan parameter proses pemesinan untuk membuat mesin APVV ini. 3. Menentukan seberapa efektifnya proses kerja APVV untuk mesin

mobil TOYOTA Kijang 5k sistim bahan bakar konvensional.

1.4 Batasan masalah Batasan dalam penulisan tugas akhir ini membatasi pada proses pembuatan mesin APVV.

1.5 Tujuan Pembuatan tugas akhir ini bertujuan untuk: 1. 2. 3. Memberikan gambaran tentang APVV Memberikan gambaran tentang bentuk dari mesin APVV Memberikan gambaran tentang pembuatan APVV dari awal

pembuatan hingga akhir pembuatan.

1.6 Manfaat pembuatan Adapun manfaat yang diharapkan dalam pembuatan APVV ini adalah: 1. Terciptanya sebuah desain sistem APVV yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2. Dapat menganalisis proses pembuatan APVV serta perhitungan biaya yang dibutuhkan selama proses pembuatan dan uji coba APVV secara terperinci. Manfaat lain dari mesin APVV adalah memberikan keramahan terhadap lingkungan hidup dengan cara mengurangi emisi gas buang.

1.7 Metode pembuatan Dalam melakukan pembuatan mesin APVV dalam tugas akhir ini menggunakan metode pelaksanaan sebagai berikut: 1. Metode Studi Pustaka Metode studi pustaka yakni dengan cara mencari referensi buku-buku penunjang yang berkaitan dengan perancangan mesin APVV tersebut untuk melengkapi dasar teori dan data-data yang diperlukan dalam penyusunan tugas ini. 2. Metode Survey Lapangan Metode survey lapangan dengan cara mencari, mengamati dan memahami prinsip kerja alat-alat yang berhubungan dan diperlukan dalam pembuatan alat tersebut serta mencatat spesifikasi alat-alat yang diamati untuk bahan pembanding. 3. Metode Analisis Data Metode analisis data dengan cara melakukan analisis pembuatan terhadap komponen-komponen peralatan yang akan dibuat serta menentukan proses permesinannya. 4. Metode Pengujian Metode pengujian yaitu melakukan pengecekan akhir dan pengujian alat tersebut kemudian mengambil kesimpulan dari keseluruhan pembuatan alat tersebut yang dilanjutkan pembuatan laporan tugas akhir.

1.8 Sistematika penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini memberikan gambaran tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, metode penyusunan, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang menjadi dasar penyusunan tugas akhir ini. BAB III METODOLOGI PEMBUATAN Bab ini berisi tentang metodologi pembuatan, waktu dan tempat perancangan mesin, pemilihan bahan, alat yang digunakan dalam merancang mesin, proses perancangan, diagram alir perancangan. BAB IV PEMBAHASAN Berisi pembahasan poin-poin utama dari inti pembahasan tugas akhir ini yaitu tentang pembuatan mesin APPV. BAB V PENUTUP Dalam bab ini akan memuat kesimpulan dan saran. Di mana kesimpulan berisi tentang ringkasan dari hasil proses perancangan mesin APVV ini dan mengenai saran berisi tentang usulan-usulan terhadap permasalahan yang dibahas untuk mencapai penyelesaian lebih lanjut.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah kendaraan roda empat tipe toyota kijang 5k Pada tahun 1986 model generasi ketiga dilempar ke pasaran. Kijang generasi ini bentuknya lebih melengkung pada lekukannya sehingga tampak lebih modern. Model ini hingga saat ini masih banyak digunakan di jalanan di Indonesia meski tidak lagi diproduksi. Pada generasi ini, konsep kijang sebagai kendaraan angkut mulai bergeser sebagai kendaraan penumpang sekalipun banyak Kijang generasi sebelumnya juga dimodifikasi sebagai kendaraan penumpang. Pada masa ini, bisa dikatakan sebagai generasi kejayaan Kijang sebagai mobil penumpang, terutama sebelum banyak mobil penumpang Built Up impor meramaikan pasar kendaraan di Indonesia serta puncak dominasi Toyota atas model-model kuat seperti Mitsubishi Colt L300 dan minibus tanpa bonnet lainnya seperti Suzuki Carry dan Daihatsu Zebra dimana Kijang menjadi pilihan kuat konsumen saat itu. Toyota mengeluarkan dua tipe Kijang pada generasi ini yakni tipe Kijang Super (1986-1996) dan Kijang Grand (1992-1996) dengan memiliki life cycle cukup panjang (hampir satu dekade) dibandingkan generasi lalu. Desain mobil ini memiliki bentuk lebih manis dan halus dibandingkan generasi lalu yang kaku mirip kotak sabun. Teknologi full pressed body diperkenalkan untuk menekan penggunaan dempul dalam proses pembuatannya hingga 2-5 kg dempul per mobil. Mesin pada awal generasi ini masih memakai tipe 5K namun memiliki daya kuda (horse power) yang lebih tinggi yakni 63 Hp dari sebelumnya 61 Hp. Transmisi menggunakan 5 percepatan, yang sebelumnya memakai 4 percepatan.

Sejak tahun 1992 terdapat penambahan variasi mesin yaitu tipe 7K berkapasitas 1800 cc. Setelah Agustus 1992, Toyota memasuki generasi perbaikan bodi mobil yang disebut sebagai Toyota original body. Dan sampai saat ini, Kijang jenis ini (Super maupun Grand) masih banyak di pasaran konsumen dan masih dihargai mahal. Selain itu Kijang generasi ke tiga juga menyediakan banyak rentang varian seperti: LX, LSX, LGX (untuk chasis panjang) SX, SSX, SGX (chasis pendek), khusus LX dan SX (tipe standar) transmisi menggunakan 4-speed dan menggunakan dashbor konvensional.

Gambar 2.1 Toyota Kijang 5K Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Toyota_Kijang.jpg.

2.2 Kalsifikasi mesin

Gambar 2.2 Kalsifikasi mesin Sumber: Basic engine system bukit makmur group halaman 5

2.3 Cara kerja sistem bahan bakar konvensional 2.3.1 Rangkaian sistem bahan bakar konvensional

Gambar 2.3 Rangkaian sistem bahan bakar konvensional Sumber: Basic engine system bukit makmur group halaman 14

2.3.2

Prinsip kerja mesin 4 langkah Sistem bahan bakar konvensional memiliki ciri khas dengan terdapatnya suatu

alat yang berfungsi sebagai pengkabut bahan bakar dan sekaligus mencampurkannya dengan udara sesuai dengan kebutuhan mesin alat tersebut adalah karburator. Bahan bakar yang tercampur di karburator selanjutnya di alirkan ke ruang bakar pada mesin melalui intake manifould. Valve yang berhubungan dengan intake manifoul terbuka disaat piston bergerak dari TMA (titik mati atas) menuju ke TMB (titik mati bawah) karena terjadinya kevacuman di ruang bakar yang mengakibatkan aliran bahan bakar yang telah tercampur di karburator masuk dengan sendirinya keruang bakar. Piston setelah mencapai TMB kembali bergerak menuju TMA dengan valve intake manifould kembali tertutup maka terjadilah pemampatan bahan bakar dan udara di ruang bakar dengan istilah compression, dan terjadinya ledakan pembakaran

10

yang dikarenakan adanya loncatan bunga api listrik dari busi (spark plug), dan piston kembali terdorong ke TMB dengan di sebut combustion langkah usaha. Langkah terakhir yang dilakuan piston bergerak dari TMB menuju ke TMA kembali dengan membuka valve exhaous manifould, gas hasil pembakaran di dorong paksa keluar.

Gambar 2.4 Langkah kerja Sumber: Basic engine system bukit makmur group halaman 8

Gambar 2.5 Rangkaian sistem bahan bakar konvensional Sumber: Basic engine system bukit makmur group halaman 18

11

2.4 Fungsi dan cara kerja APVV Fungsi dari mesin APVV ini adalah sebagai alat bantu dalam melakukan proses pembakaran yang sempurna dengan memanfaatkan sisa bahan bakar yang terdapat dalam ruang bakar, sehingga proses pembakaran dapat bekerja secara maksimal tanpa ada sisa bahan bakar di dalam ruang bakar yang terdapat pada kendaraan roda empat dengan tipe Kijang 5K menggunakan bahan bakar konvensional. Proses kerja dari mesin APVV ini pertama, Apabila motor di hidupkan maka motor akan menggerakan puli, dan kemudian hasil perputaran pada puli akan di transmisikan menuju poros dari mesin APVV. Poros berputar menggerakan rotor, dimana rotor yang ada pada mesin APVV berfungsi sebagai penghasil tekanan udara, yang diperoleh dari putaran sudu-sudu pelat yang ada pada rotor, setelah meghasilkan tekanan udara vacuum (fuel cock assy) bekerja untuk menyuplaikan tekanan udara menuju ruang bahan bakar. Untuk mencegah adanya gaya aksi dan reaksi pada ruang bakar vacuum, dilengkapi dengan katup otomatis. Apabila ada isapan dari ruang bakar melalui manipool maka katup pada vacuum terbuka, akibatnya saluran otomatis akan terbuka dan mengalirkan udara menuju ruang bakar. Sisa dari bahan bakar akan terbakar dengan adanya udara paksa yang masuk kedalam ruang bakar, dengan demikian sedikit kemungkinan sisa bahan bakar tidak akan terbuang percuma. Efek dari hasil pembakaran akan mempengaruhi emisi gas buang yang dihasilkan, gas buang akan lebih baik dari yang sebelumya, tenaga pun menjadi lebih ringan ketika dijalankan.

12

2.5 Jenis bahan bantu yang di gunakan dalam pembuatan mesin APVV 2.5.1 Pompa bahan bakar Cara Kerja Pompa tekanan tinggi/ volume rendah atau lebih dikenal dengan nama Fuel Injection Pump (FIP). Pompa ini ada dalam sistem injeksi bahan bahan bakar berfungsi untuk memompa bahan bakar dalam tekanan tinggi untuk suplai ke injektor. Sebuah poros yang memiliki poros eksentrik serta terhubung dengan putaran mesin akan menggerakan tuas pada pompa ini (langsung atau melalui poros penekan/penghubung) untuk menggerakan membran dengan gerakan naik turun. Pergerakan ini akan membuat volume ruang pompa akan mengecil atau membesar, dan berulang-ulang sesuai dengan putaran mesin. Saat volume ruang pompa mengecil, tekanan ruang pompa akan naik dan mengakibatkan katup satu arah pada saluran keluar terbuka serta katup satu arah pada saluran masuk tertutup, bahan bakan akan terpompa keluar melalui saluran keluar. Saat volume ruang pompa berubah dari terkecil mejadi membesar, tekanan pompa akan menurun dan mengakibatkan katup satu arah pada saluran keluar tertutup serta katup satu arah pada saluran masuk terbuka, bahan bakar akan terhisap masuk ruang pompa melalui saluran masuk. Saat proses ini terjadi secara terus menerus, bahan bakar akan mengalir dari tangki menuju karburator atau sistem injeksi bahan bakar. Proses pembuatan menggunakan pompa sebagai pengatur tekanan untuk memasukan udara ke dalam intake manifold. Dalam hal ini fluida yang digunakan oleh pompa tersebut adalah air (udara).

Gambar 2.6 Pompa bahan bakar

13

2.5.2

Rotor Rotor adalah sebuah alat mekanik yang berputar/ baling-baling. Baling-baling

tersebut akan berputar dan menghasilkan tekanan berupa angin. Penulis menggunakan rotor dari bahan yang sudah ada, yaitu dari mesin suction pump dengan tipe S43/EFOX-Metanol

Gambar 2.7 Rotor

2.5.3

Sabuk Transmisi dan Puli Sabuk berfungsi untuk menghubungkan dua buah poros yang berjauhan, bila

tidak mungkin digunakan roda gigi, maka dapat digunakan sabuk luwes atau rantai yang dililitkan di sekeliling puli atau sprocket pada porosnya masing-masing. Cara ini disebut juga sebagai transmisi daya tak langsung. Sabuk atau belt terbuat dari karet dan mempunyai penampung trapezium. Tenunan, teteron dan semacamnya digunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk V dibelitkan pada alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang membelit akan mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yamg akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan dari sabuk-V jika dibandingkan dengan sabuk rata.

14

Gambar 2.8 Sabuk rata (Sumber: Ir. Sularso, MSME)

Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk V karena mudah penanganannya dan harganyapun murah. Kecepatan sabuk direncanakan untuk 10 sampai 20 (m/s) pada umumnya, dan maksimal sampai 25 (m/s).

Gambar 2.9 Konstruksi dan ukuran penampang sabuk-V (Sumber: Sularso, 1994: 164)

Pemilihan puli belt sebagai elemen transmisi didasarkan atas pertimbanganpertimbangan sebagai berikut : Dibandingkan roda gigi atau rantai, Penggunaan sabuk lebih halus, Tidak bersuara, sehingga akan mengurangi kebisingan. Kecepatan putar pada transmisi sabuk lebih tinggi jika dibandingkan dengan belt.

15

Karena sifat penggunaan belt yang dapat selip, maka jika terjadi kemacetan atau gangguan pada salah satu elemen tidak akan menyebabkan kerusakan pada elemen lain.

2.5.4

Bantalan Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga

putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja secara semestinya. Jadi bantalan dalam permesinan dapat disamakan peranannya dengan pondasi pada gedung. (Sularso,1994: 103)

Bantalan Ball

Barrel

Cylindrical

Tappered

Gambar. 2.10 macam-macam bantalan luncur (Sumber: http://commercial.jcprimo.com/pdf/grease.pdf.) (15/04/11 : 21.30) Tekanan bekerja pada bantalan dibantu dengan gemuk, beban akan berputar dan fluida (oli) akan keluar dari thickener kemudian menjalankan fungsi pelumasan, dan bila tekanan berkurang atau berhenti maka pelumas akan terserap kembali ke dalam thickener. Bearing akan cepat aus apabila tidak dilapisi dengan gemuk karena terjadi beban gesek yang cukup tinggi.

16

2.6 Pemesinan dan jenis jenis pemesinan 2.6.1 Pemesinan Mesin perkakas adalah alat mekanis yang ditenagai, biasanya digunakan untuk mempabrikasi komponen metal dari sebuah mesin. Kata mesin perkakas biasanya digunakan untuk mesin yang digunakan tidak dengan tenaga manusia, tetapi bisa juga di gerakan oleh manusia bila dirancang dengan tepat. Proses permesinan atau machining adalah terminologi umum yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah proses penghilangan material. Proses permesinan dibagi menjadi dua yaitu: 1. 2. Traditional Machining : turning, milling, drilling, grinding, dll. Non-traditional machining: chemical machining, ECM, EDM, EBM, LBM, machining dari material non-metallic. Tujuan digunakan proses permesinan ialah untuk mendapatkan akurasi dibandingkan proses-proses yang lain seperti proses pengecoran, pembentukan dan juga untuk memberikan bentuk bagian dalam dari suatu objek tertentu.

2.6.2

Jenis jenis pemesinan

Proses pemesinan yang dilakukan pada pembuatan APVV ini yaitu pemotongan, pengeboran, pembubutan, pengelasan dan perakitan. dalam proses pekerjaan suatu mesin harus memperhatikan berbagai aspek diantaranya: 1. Memperhatikan bahan yang akan dikerjakan 2. Memperhatikan kekuatan bahan 3. Memperhatikan pembentukan bahan yang akan dikerjakan 4. Dan tidak menyampingkan faktor keselamatan kerja.

17

Jenis-jenis proses permesinan yang banyak dilakukan adalah: 1. Proses bubut (turning) Proses bubut merupakan proses produksi yang melibatkan bermacam-macam mesin yang pada prinsipnya adalah pengurangan diameter dari benda kerja. Proses-proses pengerjaan pada mesin bubut secara umum dikelompokkan menjadi dua yaitu: proses pemotongan kasar dan pemotongan halus atau semi halus. Jenis mesin ini bermacam-macam dan merupakan mesin perkakas yang paling banyak digunakan di dunia serta paling banyak menghasilkan berbagai bentuk komponen-komponen sesuai peralatan. Gerakan potong dilakukan oleh benda kerja dimana benda ini dijepit dan diputar oleh spindel sedangkan gerak makan dilakukan oleh pahat dengan gerakan lurus. Pahat hanya bergerak pada sumbu XY. Jenis mesin bubut terdiri dari 2 yaitu mesin bubut konvensional dan mesin bubut CNC (computer numerical control) a. Mesin bubut konvensional Mesin bubut konvensional atau di sebut juga mesin bubut biasa yang memproduksi benda kerja berbentuk silindris. Mekanisme gerakan eretan memanjang, eretan melintang, dan eretan atas dilayani denga handel-handel secara manual (dengan tagan), macam- macam pekerjaan yang dapat di layani oleh mesin bubut konvensional adalah:

18

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Membubut rata Membubut bertingkat Mengebor dan membubut dalam Membuat rigi atau mengkartel Membuat ulir segitiga luar dan dalam Membuat ulir segiempat luar dan dalam Membuat ulir segienam luar dan dalam Membubut tirus dan ulir tirus Membubut copy dan membubut eksentrik

Gambar 2.11 mesin bubut konvensional Sumber: http://subscene.com/Default.aspx 02 april 2011 jam 11.30 wib

b. Mesin bubut CNC (computer numerical control) Mesin bubut CNC adalah suatu mesin perkakas yaitu mesin bubut dengan teknik pengoprasian secara otomatis melalui instruksiinstruksi numerical yang dinyatakan dalam suatu bentuk kode atau program. Program direkam pada pita melalui tombol-tombol pada papan penampil yang kemudian tersimpan sebagai data memori. Instruksi-instruksi yang dapat di program secara manual dan CNC meliputi:

19

1. 2. 3. 4. 5.

Kecepatan spindel utama Kecepatan eretan kearah sumbu memanjang (sumbu z) Kecepatan eretan kearah sumbu melintang (sumbu x) Kedalaman pemotongan untuk setiap operasi Pengembalian pahat ke posisi semula

Mesin bubut CNC system pengoperasiannya tidak lagi menggunakan handel-handel kecuali handel kepala lepas, tetapi melalui tombol-tombol pada papan penampil (unit control )

Gambar 2.12 Mesin bubut CNC Sumber: http://subscene.com/Default.aspx 02 april 2011 jam 11.30 wib

2. Mesin skrap (shaping dan planing), Mesin sekrap atau shaping machine adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk mengubah permukaan benda kerja menjadi permukaan rata baik bertingkat, menyudut, dan alur. Sesuai dengan bentuk dan ukuran yang dikehendaki. Mesin sekrap dapat dipakai untuk mengerjakan benda kerja sampai sepanjang 800 mm, berpegang pada prinsip gerakkan mendatar. Pada langkah pemakanan akan menghasilkan beram (tatal logam) dari benda kerja, panjang langkah diatur dengan mengubah jalan keliling pasak engkol pada roda gigi penggerak, karenanya menambah atau

20

mengurangi ayunan engkol, pemindahan ini diatur dengan memutar poros pengatur langkah yang akan memutar roda gigi kerucut dan menggerakan batang berulir yang mengatur penggerak blok engkol.

Gambar 2.13 Mesin skrap Sumber: http://subscene.com/Default.aspx 02 april 2011 jam 11.30 wib

3. Proses pembuatan lubang (drilling) Drilling process: proses pemesinan untuk membuat lubang bulat pada benda kerja. Drilling biasanya dilakukan memakai pahat silindris yang memiliki dua ujung potong (disebut drill). Pahat diputar pada porosnya dan diumpankan pada benda kerja yang diam sehingga menghasilkan lobang berdiameter sama dengan diameter pahat. Mesin yang digunakan disebut drill press, tetapi mesin lain dapat juga digunakan untuk proses ini. Lobang yang dihasilkan dapat berupa lobang tembus (through holes) dan tak tembus (blind holes). Kecepatan potong (cutting speed) pada drilling didefinisikan sebagai kecepatan permukaan terluar dari pahat drill relative terhadap permukaan benda kerja,

Gambar 2.14 Proses drilling

21

4. Proses mengefreis (milling) Proses freis, prinsip dasar yang digunakan adalah terlepasnya logam (geram) oleh gerakan pahat yang berputar. Mesin ini dapat melakukan pekerjaan seperti memotong, membuat roda gigi, menghaluskan permukaan, dan lain-lain. Prinsip kerja dari proses milling adalah pemotongan benda kerja dengan menggunakan pahat bermata majemuk yang dapat menghasilkan sejumlah geram. Benda kerja diletakkan di meja kerja kemudian, dipasang pahat potong dan disetel kedalaman potongnya. Setelah itu, benda kerja didekatkan ke pahat potong dengan pompa berulir, untuk melakukan gerak memakan sampai dihasilkan benda kerja yang diinginkan.

5. Proses menggerinda (grinding) Gerinda mempunyai prinsip kerja yaitu menggosok,

menghaluskan dengan gesekan atau mengasah, biasanya proses grinding digunakan untuk proses finishing pada proses pengecoran. Mesin gerinda dibedakan menjadi beberapa macam antara lain: a. Face Grinding jenis serut (reciprocating table), biasanya digunakan untuk design sindle vertikal, untuk roda gigi, dan untuk pengerjaan permukaan datar. b. Face Grinding jenis meja kerja putar (rotating table) yang digunakn untuk pengerjaan luar seperti permukaan panjang. c. Gerinda silindris (Cylindrical Grinding) gerinda ini

digunakan untuk mengerinda permukaan silindris, meskipun

22

demikian pekerjaan tirus yang sederhana dapat juga dikerjakan. Gerakan silindris dapat dikelompokkan menurut metode penyangga meja kerja, yaitu gerinda dengan pusat dan gerinda tanpa pusat.

Gambar 2.15 Mesin gerinda Sumber: http://subscene.com/Default.aspx 02 april 2011 jam 11.30 wib

6. Proses menggergaji (sawing) Mesin gergaji digunakan untuk memotong bahan benda kerja. Prinsip kerja pada mesin gergaji adalah daun gergaji bergerak maju mundur sedangkan bahan benda kerja diam tidak bergerak. Bahan benda kerja tersebut dipegang kuat pada cekam. Pada waktu daun gergaji bergerak maju mundur dan mengenai bahan benda kerja maka pada saat itu daun gergaji melakukan pemotongan. Proses pemotongan bahan benda kerja hanya dilakukan oleh mesin gergaji pada waktu daun gegaji bergerak maju saja, sedangkan pada waktu daun gergaji bergerak mundur tidak melakukan pemotongan.

Gambar 2.16 Gergaji Besi Sumber: http://subscene.com/Default.aspx 02 april 2011 jam 11.30 wib

23

7. Proses memperbesar lubang (boring) Boring mirip dengan proses bubut. Pahat bermata tunggal diumpankan pada benda kerja yang berotasi. Perbedaannya, boring dilakukan pada permukaan diameter dalam lobang yang sudah ada, dan sering disebut internal turning. Mesin perkakas yang digunakan sering disebut boring machines or boring mills. Mesin ini ada yang berbentuk horizontal atau vertical, berdasar pada posisi sumbu putar spindle horizontal atau vertical. Pada horizontal boring, terdapat dua bentuk.Pertama benda kerja diletakkan pada spindel yang berputar, pahat diumpankan pada permukaan dalam benda kerja. Batang pahat harus memiliki kekakuan (stiffness) sangat tinggi agar tidak terjadi defleksi, biasanya dibuat dari cemented carbide. Bentuk kedua, batang pahat diletakkan pada spindle yang berputar, dan benda kerja diumpankan terhadap pahat tersebut. Vertical boring machine (VBM) digunakan untuk benda kerja yang besar dan berat serta membuat lobang berdiameter besar.

Gambar 2.17 skematik proses boring horizontal Sumber: http://subscene.com/Default.aspx 02 april 2011 jam 11.30

24

8. Proses Pengelasan Pengelasan adalah proses penyambungan material dengan menggunakan energi panas sehingga menjadi satu dengan atau tanpa tekanan. Pengelasan dapat dilakukan dengan pemanasan tanpa tekanan, pemanasan dengan tekanan, dan tekanan tanpa memberikan panas dari luar (panas diperoleh dari dalam material itu sendiri). Disamping itu pengelasan dapat dilakukan tanpa logam pengisi, dan dengan logam pengisi. a. Keuntungan pengelasan Pengelasan merupakan proses yang penting baik ditinjau secara komersial maupun teknologi, karena : Pengelasan merupakan penyambungan yang permanen; Sambungan las dapat lebih kuat daripada logam induknya, bila digunakan logam pengisi yang memiliki kekuatan lebih besar dari pada logam induknya. Pengelasan merupakan cara yang paling ekonomis dilihat dari segi penggunaan material dan biaya fabrikasi. Metode perakitan mekanik tambahan yang lain

memerlukan

pekerjaan

(misalnya,

penggurdian lubang) dan pengencang sambungan (misalnya, rivet dan baut); Pengelasan dilapangan. dapat dilakukan dalam pabrik atau

25

b. Kerugian pengelasan Walupun demikian pengelasan juga memiliki

keterbatasan dan kekurangan : Kebanyakan operasi pengelasan dilakukan secara manual dengan upah tenaga kerja yang mahal Kebanyakan proses pengelasan berbahaya karena menggunakan energi yang besar Pengelasan merupakan sambungan permanen sehingga rakitannya tidak dapat dilepas. Jadi metode pengelasan tidak cocok digunakan untuk produk yang memerlukan pelepasan rakitan (misalnya untuk perbaikan atau perawatan) Sambungan las dapat menimbulkan bahaya akibat adanya cacat yang sulit dideteksi. Cacat ini dapat mengurangi kekuatan sambungannya. c. Jenis Proses Pengelasan Pengelasan dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu : 1. Pengelasan lebur (fusion welding), Proses pengelasan lebur menggunakan panas untuk mencairkan logam induk, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan yang lain tanpa logam pengisi. Pengelasan lebur dapat dikelompokkan sebagai berikut :

26

Pengelasan busur (arc welding, AW) Proses pengelasan ini penyambungan dilakukan

dengan memanaskan logam pengisi dan bagian sambungan dari logam induk sampai mencair dengan memakai sumber panas busur listrik, beberapa operasi pengelasan ini juga menggunakan tekanan selama proses.

Gambar 2.18 Pengelasan lebur Sumber: http://www.google.co.id/search?q=dasarasar+pengelasan&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:enus:official&client=firefox-a

Pengelasan resistansi listrik (resistance welding) Proses pengelasan ini permukaan lembaran

logam yang disambung ditekan satu sama lain dan arus yang cukup besar dialirkan melalui sambungan tersebut. Pada saat arus mengalir dalam logam, panas tertinggi timbul di daerah yang memiliki resistansi listrik terbesar, yaitu pada permukaan kontak kedua logam (fayng surfaces);

27

Pengelasan gas (oxyfuel gas welding, OFW) Pengelasan ini sumber panas diperoleh dari hasil

pembakaran

gas

dengan

oksigen

sehingga

menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan logam induk dan logam pengisi. Gas yang lazim digunakan adalah gas alam, asetilen, dan hidrogen. Dari ketiga gas ini yang paling sering dipakai adalah gas asetilen, sehingga las gas diartikan sebagai las oksi-asetilen. Proses pengelasan lebur yang lain, Proses pengelasan lebur yang lain untuk menghasilkan peleburan logam yang disambung, seperti misalnya pengelasan berkas elektron

(electron beam welding), dan laser (laser beam welding). 2. Pengelasan padat

pengelasan berkas

Dalam pengelasan padat proses penyambungan logam dihasilkan dengan : Tekanan tanpa memberikan panas dari luar, atau Tekanan dan memberikan panas dari luar. Bila digunakan panas, maka temperatur dalam proses di bawah titik lebur logam yang dilas, sehingga logam tersebut tidak mengalami peleburan dan tetap dalam keadaan padat. Dalam pengelasan

28

ini tidak digunakan logam pengisi. Pengelasan padat dapat dikelompokkan sebagai berikut : Pengelasan difusi (diffusion welding, DFW) Dua pemukaan logam yang akan disambung disatukan, kemudian dipanaskan dengan temperatur mendekati titik lebur logam sehingga permukaan yang akan disambung menjadi plastis dan dengan memberi tekanan tertentu maka terbentuk

sambungan logam; Pengelasan gesek (friction welding, FW) Penyambungan terjadi akibat panas yang

ditimbulkan oleh gesekan antara dua bagian logam yang disambung. Ke dua bagian logam yang akan disambung disatukan dibawah pengaruh tekanan aksial, kemudian salah satu diputar sehingga pada permukaan kontak akan timbul panas (mendekati titik cair logam), maka setelah putaran dihentikan akan terbentuk sambungan logam. d. Pengelasan ultrasonik (ultrasonic welding, UW) Dilakukan dengan menggunakan tekanan tertentu antara dua bagian logam yang akan disambung, kemudian diberi getaran osilasi dengan frekuensi ultrasonik dalam arah yang sejajar dengan permukaan kontak. Gaya getar tersebut akan

29

melepas lapisan tipis permukaan kontak sehingga dihasilkan ikatan atomik antara ke dua permukaan tersebut. Penggunaan Pengelasan Proses pengelasan secara komersial banyak digunakan dalam operasi sebagai berikut : Konstruksi (misalnya, bangunan dan jembatan), Pemipaan, tabung bertekanan, boiler, dan tangki penyimpanan, Bangunan kapal, Pesawat terbang dan pesawat luar angkasa, Automotif dan rel kereta.

e. Sambungan Las Sambungan las adalah pertemuan dua tepi atau permukaan benda yang disambung dengan proses pengelasan. Terdapat lima jenis sambungan yang biasa digunakan untuk menyatukan dua bagian benda logam.

Gambar 2.19 Lima jenis sambungan yang biasa digunakan dalam proses pengelasan Sumber:http://www.google.co.id/search?q=dasardasar+pengela san&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.a

30

Sambungan tumpu (butt joint) Kedua bagian benda yang akan disambung diletakkan pada bidang datar yang sama dan disambung pada kedua ujungnya.

Sambungan sudut (corner joint) Kedua bagian benda yang akan disambung membentuk sudut siku-siku dan disambung pada ujung sudut tersebut.

Sambungan tumpang (lap joint) Bagian benda yang akan disambung saling menumpang (overlapping) satu sama lainnya.

Sambungan T (tee joint) Satu bagian diletakkan tegak lurus pada bagian yang lain dan membentuk huruf T yang terbalik;

Sambungan tekuk (edge joint) Sisi-sisi yang ditekuk dari ke dua bagian yang akan disambung sejajar, dan sambungan dibuat pada kedua ujung bagian tekukan yang sejajar tersebut.

f. Jenis las-an Setiap jenis sambungan yang disebutkan di atas dapat dibuat dengan pengelasan. Proses penyambungan yang lain dapat juga digunakan, tetapi pengelasan merupakan metode penyambungan yang paling universal. Berdasarkan

geometrinya, las-an dapat dikelompokkan sebagai berikut :

31

Las-an jalur (fillet weld) Digunakan untuk mengisi tepi pelat pada sambungan sudut, sambungan tumpang. Logam pengisi digunakan untuk menyambung sisi melintang bagian membentuk segitiga siku-siku; yang

Gambar 2.20 Beberapa bentuk las-an jalur Sumber: http://www.google.co.id/search?q=dasarasar+pengelasan&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-us:official&client=firefox-a 05 april 2011 jam11 Las-an alur (groove welds) Ujung bagian yang akan disambung dibuat alur dalam bentuk persegi, serong (bevel), V, U, dan J pada sisi tunggal atau ganda, logam pengisi digunakan untuk mengisi sambungan, yang biasanya dilakukan dengan pengelasan busur dan pengelasan gas.

Gambar 2.21 Beberapa bentuk las-an alur Sumber: http://www.google.co.id/search?q=dasarasar+pengelasan&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-us:official&client=firefox-a Las-an sumbat dan las-an slot (plug and slot welds)

32

Digunakan untuk menyambung pelat datar seperti dapat dilihat dalam gambar 2.17, dengan membuat satu lubang atau lebih atau slot pada bagian pelat yang diletakkan paling atas, dan kemudian mengisi lubang tersebut dengan logam pengisi sehingga kedua bagian pelat melumer menjadi satu;

Gambar 2.22 (a) Las-an sumbat dan (b) las-an slot Sumber: http://www.google.co.id/search?q=dasarasar+pengelasan&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-us:official&client=firefox-a Las-an titik dan las-an kampuh (spot and seam welds) Las-an titik adalah manik las yang kecil antara permukaan lembaran atau pelat. Las-an titik diperoleh dari hasil pengelasan resistansi listrik. Las-an kampuh hampir sama dengan las-an titik, tetapi las-an kampuh lebih kontinu dibandingkan dengan las-an titik.

Gambar 2.23 (a) Las-an titik dan (b) las-an kampuh Sumber: http://www.google.co.id/search?q=dasarasar+pengelasan&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-us:official&client=firefox-a

33

Las-an lekuk dan las-an rata (flange and surfacing welds) Las-an lekuk dibuat pada ujung dua atau lebih bagian yang akan disambung, biasanya merupakan lembaran logam atau pelat tipis, paling sedikit satu bagian ditekuk. Las-an datar tidak digunakan untuk

menyambung bagian benda, tetapi merupakan lapisan penyakang (ganjal) logam pada permukaan bagian dasar.

Gambar 2.24 (a) Las-an lekuk dan (b) las-an rata Sumber: http://www.google.co.id/search?q=dasarasar+pengelasan&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-us:official&client=firefox-a

34

BAB III METODOLOGI PEMBUATAN APVV

3.1 Waktu dan tempat pembuatan Waktu dan tempat pembuatan mesin APVV terdiri di 2 tempat berbeda yaitu di desa Pabuaran Kecamatan Ciamis Rt. Rw. No. Kabupaten Ciamis untuk pembuatan rotor, stator dan di Wanayasa Rt.005 Rw.001 desa Cibadak Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis untuk perakitan.

3.2 Pemilihan alat dan bahan Pemilihan alat dan bahan pada langkah pembuatan APVV di sesuaikan dari hasil data rancangan. 3.2.1 Alat yang digunakan pada langkah pembuatan adalah: Tabel 3.1 Kebutuhan alat No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama alat Mesin bubut dan kelengkapannya Mesin bor dan kelengkapannya Mesin gerinda dan kelengkapannya Pahat bubut Alat ukur (jangka sorong) Gergaji besi Ragum Mistar Spesifikasi Standard Standard Standard HSS 3/8 0-150 mm Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 Satuan Unit Unit Unit Pcs Pcs Pcs Unit Pcs

34

35

9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Palu Mesin las listrik Gerinda potong dan kelengkapannya Obeng (+) Mesin drilling Tang Gunting Spidol Standard standard

1 1 1 1 1 1 1 1

Unit Unit Unit Unit Unit

Table 3.2 Kebutuhan bahan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Nama bahan Baut 4 mm x 10 mm Baut 4 mm x 50 mm Bering / bantalan Seal Baja ST37 Kuningan Baja S40C Baja ST37 Karton Puli Sabuk / belt Ampelas 150 mm 1 1 1 1000 75.000 25.000 3000 1000 75.000 25.000 1.500 4 4 1 1 Jumlah 500 500 30.000 5000 Satuan Haga (Rp.) 2000 2000 30.000 5000

36

13. 14. 15.

Cat besi Thiner Kuas

1 kaleng 1 botol 1

15.000 25.000 5.000

3.3 Gambaran proses pembuatan APPV Proses pembuatan APPV terdiri dari: 1. Proses pembuatan rotor dan stator Proses pembuatan rotor dan stator terdiri dari a. b. c. d. e. f. g. 2. 3. 4. 5. 6. Proses pemotongan bahan Proses pembuatan lubang poros rotor dan lubang stator Proses pembuatan lubang isapan dan pembuangan pada Stator Proses pembuatan sirip kipas Proses pembuatan alur kipas pada rotor Proses pembuatan tutup stator bawah dan atas Proses pembuatan poros rotor proses perakitan Proses peraktan kipas APPV Proses perakitan dengan bahan bantu Tahap akhir proses pembuatan APPV Hasil proses pembuatan APPV

37

3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan APPV MULAI DATA PERANCANGAN


PEMILIHAN KOMPONEN DAN BAHAN YANG AKAN DIBUAT

PROSES PEMBUATAN
Stator Tutup Stator bagian atas dan bawah poros -

PERAKITAN

Apakah proses pembuatan alat tersebut sesuai dengan spesifikasi *)

Y HASIL

SELESAI

Catatan*):

Berjalan dan bekerja dengan baik. Spesifikasi sesuai dengan hasil data perancangan

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan

38

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam melakukan proses produksi yang harus kita perhatikan yaitu masalah waktu, dimana kita akan dihadapkan dengan 3 macam yaitu: waktu Operasi (Opertion or main time (Ot)), waktu penyiapan (Setting time (St)), waktu terbuang (Lost time (Lt)) (P3GT, 1997:32), alat-alat dan bahan yang diperlukan dan diperhitungkan secara cermat karena akan berhubungan dengan kebutuhan biaya pengerjaan serta nilai jual dari produk yang dihasilkan. 4.1 Data hasil perancangan

Gambar 4.1 APVV Hasil proses perancangan

38

39

Berikut adalah gambar hasil dari perancangan:

Gambar 4.2 Gambar rancangan poros bertingkat

Gambar 4.3 Gambar rancangan stator

Gamabar 4.4 Rancangan tutup stator bagian bawah

Gambar 4.5 Rancanagan tutup stator bagian atas

40

4.2 Proses pembuatan Proses pembuatan APVV terdiri dari, Proses pembuatan rotor, poros rotor, stator, tutup stator bagian atas, tutup stator bagian bawah, dan penyangga, proses pengecatan atau finishing 4.3 Proses pembuatan rotor, poros rotor, stator, tutup stator bagian atas, tutup stator bagian bawah, dan penyangga 4.3.1 Proses pembuatan rotor Sesuai dengan data yang di peroleh dari hasil perancangan bahwa rotor menggunakan rotor dari bahan yang sudah ada, yaitu dari mesin suction pump dengan tipe S43/EFOX-Metanol dengan diameter 35 mm dan panjang 50 mm.

4.3.2

Proses pembuatan poros rotor a. Proses pemotongan Sebelum melakukan pemotongan benda kerja, pilih baja dari bahan S40C berukuran 19 mm panjang 150 mm, proses

pemotongan baja dengan menggunakan mesin gergaji manual, dengan ukuran panjang 100 mm lihat pada gambar 150 mm 19 mm Gambar 4.6 Bahan poros rotor sebelum dipotong 100 mm 19 mm Gambar 4.7 Bahan poros rotor setelah dipotong

41

b. Cara pambuatan poros untuk rotor Setelah benda kerja terpotong sesuai dengan ukuran, langkah selanjutnya benda kerja di pasangkan pada mesin bubut dengan kecepatan potong 350 RPM, pisau HSS untuk membuat sebuah pinggul pada batang poros dengan memperkecil ukuran poros menjadi 9 mm dan pada panjang 60 mm, untuk lebih jelas lihat gambar

Gambar 4.8 Bahan poros untuk rotor c. Cara pembuatan poros untuk bantalan Selanjutnya langkah pembubutan masih pada poros untuk bantalan dengan diameter 15 mm dan pada panjang 60 mm sampai dengan panjang 70,50 mm.

Gambar 4.9 Bahan poros bantalan d. Hasil pembuatan poros Hasil pembuatan poros rotor akan membentuk tiga tingkat, seperti yang di gambarkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.10 Bahan poros rotor setelah di bubut

42

4.3.3

Proses pembuatan stator atau bodi Proses pembuatan stator atau bodi di awali dari pemilihan bahan baja S40C panjang 75 mm dan diameter 65 mm. dengan pemilihan bahan kuningan 65 mm panjang 30 mm. langkah awal pembuatan yaitu pemotongan benda kerja S40C menggunkaan gerinda potong: a. Proses pemotongan Proses pemotongan baja S40C menggunakan gerinda potong menjadi berukuran panjang 30 mm. 75 mm 65 mm Gambar 4.11 Bahan tutup stator bagian atas sebelum dipotong 30 mm 65 mm Gambar 4.12 Bahan tutup stator bagian bawah setelah dipotong

b. Proses pembuatan lubang stator Baja S40C Baja S40C setelah terpotong selanjutnya di pasang pada mesin bubut dengan kecepatan potong 350 RPM dan menggunakan pisau HSS untuk mendapatkan lubang yang sesuai. Benda kerja di bubut senter tengah dengan diameter dalam 54,6 mm Kuningan Langkah pengerjaan di bubut pada mesin bubut untuk mendapatkan hasil diameter luar 54,5 mm dan langkah

43

selanjutnya di bubut bergeser 5 mm dari center tengah sampai dengan diameter 38 mm. Proses pemesinan di lanjutkan ke langkah penyatuan benda kerja dengan cara dif res atau di tekan dengan langkah memasukan benda kerja kuningan ke dalam benda kerja S40C. c. Proses pembuatan lubang isapan dan pembuangan pada Stator Sesuai dari hasil perancangan lubang isapan pada stator di buat menggunakan mesin bubut dan posisi lubang mempunyai kemirngan 450 dan diameter 8 mm, di buat ludang berada di sisi tengah lihat pada gambar, sedangkan lubang pembuangan udara posisi 1800 rata dengan diameter 5 mm berada di atas lubang pemasukan.

Gambar 4.13 Lubang isapan dan lubang pembuangan

44

4.3.4

Pembuatan tutup stator bawah a. Proses penghalusan Bahan tutup stator bagian bawah adalah menggunakan bahan dari kuningan berbentuk bulat diameter 65 mm dengan ukuran ketebalan 5 mm yang dimaksudkan untuk mencegah cepatnya terjadi keausan karena terjadi gesekan dari dua buah benda kerja. Bahan tutup bagian bawah di haluskan menggunakan gerinda tangan

5 mm Gambar 4.14 Bahan diameter 65 mm setelah di di haluskan

b. Proses pembuatan lubang pada tutup setator bagian bawah Proses pembuatan lubang untuk tutup bagian bawah di bubut pada titik tengah dengan besar lubang diameter 10 mm, dan 4 lubang baut 4 mm dengan kecepatan potong 350 RPM dengan menggunakan pisau HSS (High speed style). Lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini.

Gambar 4.15 Tutup Stator bagian bawah

45

c. Hasil pembuatan tutup stator bawah Hasil ahir pembuatan tutup stator bagian bawah

Gambar 4.16 Tutup stator bagian bawah setelah proses pemesinan 4.3.5 Pembuatan tutup stator atas Tutup stator bagian atas terbuat dari baja bahan S40C berdiameter 65 mm dari panjang awal 75 mm, di potong menggunakan gerinda potong sepanjang 30 mm. a. Proses pemotongan Proses pemotongan benda kerja di lakukan menggunakan alat gerinda potong dengan ukuran 30 mm dari awal benda kerja sepanjang 75 mm 75 mm 65 mm

Gambar 4.17 Bahan tutup stator bagian atas sebelum dipotong

30 mm 65 mm Gambar 4.18 Bahan tutup stator bagian bawah setelah dipotong

46

b. Proses pembuatan lubang Proses pembuatan lubang sebelumnya di buat dulu lubang yang sama seperti tutup bagian bawah yaitu di bubut pada titik tengah dengan besar lubang 10 mm namun proses di lanjutkan dengan 2 kali memperbesar lubang dengan cara di bubut dengan ukuran diameter 34,68 mm dan kedalaman 20 mm yang berfungsi sebagai tempat bantalan. dan diameter 25 mm dengan kedalaman 5 mm untuk tempat penyimpanan karet penahan kebocoran. Setelah proses pembuatan lubang sehingga hasilnya seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.19 Benda kerja setelah pemesinan 4.3.6 Proses pembuatan gasket Pembuatan gasket terbuat dari bahan karton yang di pola sesuai dengan ukuran bahan kerja yang berfungsi sebagai perapat antara dua buah benda kerja dengan pemasangan di jepitkan.

Gambar 4.20 Bahan karton sesudah dibentuk

47

4.3.7

Proses pembuatan dudukan atau pegangan a. Proses pemotongan Pilih bahan benda kerja dari bahan baja profil L ST 37 ukuran lebar 20 mm x 2, dengan panjang 150 mm selajutnya benda kerja di potong sesuai ukuran menggunakan gerinda potong yaitu panjang 135 mm, dan besi plat ukuran lebar 10 mm dengan panjang 150 mm di potong dengan menggunakan gergaji besi pula dengan ukuran 140 mm.

Gambar 4.21 Baja profil L ST 37 b. Proses pembuatan lubang Langkah awal pembuatan lubang pada baja profil L ST 37 dilakukan menggunakan bor tangan dengan mata bor diameter 10 mm pada 3 titik dengan jarak antara 10 mm, kemudian pembuatan lubang di teruskan menggunakan gerinda untuk menghasilkan lubang yang memanjang dari lubang ke satu dan lubang yang lainnya hingga mencapai panjang lubang 30 mm dengan diameter yang tetap c. Proses pemolaan lingkaran Proses pembuatan lingkaran sebagai pengunci besi plat yang sudah tersedia selanjutnya di lingkarkan sesuai dengan diameter luar dari mesin APVV untuk menghasilkan pengikatan yang kuat.

48

Dengan langkah sebelumnya besi plat di bor menggunakan bor tangan dengan mata bor 10 mm pada ke 2 ujungnya untuk pengencangan ketika sudah terpasang. d. Proses pengelasan Proses pengelasan yang digunakan adalah sambungan tumpang (lap joint) pengelasan untuk menyatukan ke 2 buah benda kerja yang telah diproses sebelumnya.

4.4 Proses perakitan a. Proses pemasangan seal pada tutp stator bagian atas Pasang karet penahan kebocoran udara pada tutup stator bagian atas dengan cara tanda tulisan menghadap keluar. Pemasangan karet penahan kebocoran udara bisa dilihat pada gambar di bawah

Gambar 4.22 Karet penahan kebocoran setelah di pasang b. Proses pemasangan bantalan pada poros rotor Setelah karet terpasang rata langkah selanjutnya pasang bantalan pada poros. Pemasangan bantalan bisa di lihat pada gambar 4.23

Gambar 4.23 Hasil pemasangan bantalan

49

c. Proses pemasangan poros pada tutup stator bagian atas Langkah selanjutnya dengan memasang poros rotor pada tutup stator bagian atas dengan memperhatikan bagian poros lebih kecil yang di pasangkan ke badian dalam sampai dengan titik ahir. d. Proses pemasangan gasket Proses pemasangan gasket dilakukan diantara pemasangan tutup stator bagian atas dengan bodi atau stator sebelum melaksanakan pemasangan stator. e. Proses pemasangan stator Proses pemasangan stator di lakukan setelah gasket penahan di pasangkan pada tutp stator bagian atas, dan gunakan baut yang panjang 50 mm sebagai pengikat antara stator dan tutup stator bagian atas. f. Proses pengencangan stator dengan tutup stator bagian atas Proses pengencangan stator dengan tutup stator bagian atas, menggunakan obeng positif (+) g. Proses pemasangan rotor dan kipas rotor Pasangkan rotor pada poros rotor yang tersedia di dalam bodi dan pasangkan kipas pada alur kipas yang ada pada rotor. Pemasangan kipas pada rotor dengan cara memasukan plat kipas ke alur kipas dengan tanda palat kipas yang mempunyai kimiringan di pasang mersentuhan dengan bodi untuk lebih jelas lihat pada gambar cara pemasangannya.

50

Gambar 4.24 Hasil pemasangan rotor dan kipas h. Proses pemasangan gasket Langkah selanjutnya proses pemasangan gasket yang ke dua kalinya, gasket di pasang bertujuan sebagai penahan kebocoran antara dua buah benda kerja i. Proses pemasangan tutup setator bagian bawah Proses pemasangan tutup setator bagian bawah dilakukan setelah gasket penahan kebocoran terpasang dengan rapi dan gunakan baut panjang 10 mm sebagai pengikat. j. Proses pengencangan stator dengan tutup stator bagian bawah Proses pengencangan stator dengan tutup stator bagian bawah dilakukan menggunakan obeng positif (+) sampai dengan

pengencangan yang di sarankan. k. Proses pemasangan pengunci Proses pemasangan pengunci dilakukan bertujuan untuk menahan poros rotor bergerak maju kea rah depan.

51

4.5 Penyelesaian (finising) Setelah langkah langkah di atas terselesaikan pasangkan kembali mesin APVV pada mesin bubut untuk meratakan keseluruhan bagian luar mesin hingga mencapai diameter yang sama rata yaitu 64.60 mm. Pemesinan dilanjutkan pada langkah pengecatan mesin APVV menggunakan cat avian warna biru dengan campuran tiner cepot langkah pengecatan dilakukan sebanyak 2x untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. 4.5.1 Proses pemasangan puli Setelah langkah pemesinan terselesaikan proses selanjutnya pemasangan puli diameter 19 mm pada bagian depan mesin. 4.5.2 Proses pemasangan dudukan atau penyangga pada mesin APVV Proses pemasangan dudukan atau penyangga pada mesin APVV dilakukan dengancara di baut menggunakan baut 12 mm panjang 20 mm 4.5.3 Proses pemasangan katup cek valve Katup pompa bensin di fungsikan sebagai alat cek valve. Sedangkan cek valve berfungsi sebagai alat deteksi ketika terjadi kevakuman pada ruang bakar saja. Pompa dipsangkan antara APVV dengan intekmanifould dimana tanda IN pada pompa di arahkan ke

saluran APVV sedangkan yang lainnya di salurkan ke intekmanifould. 4.5.4 Proses pemasangan sabuk dari mesin APVV ke mesin mobil Sabuk atau belt menggunakan ukuran panjang 800,3 mm, lebar 12,5 mm, tinggi 9 mm, dimaksudkan jika terjadi sabuk atau belt putus lebih mudah untuk mendapatkannya. Sabuk atau belt dipasangkan sebagai penghubung putaran poros engkol ke puli APVV.

52

Gambar 4.23 Sabuk atau Belt 4.5 Upah kerja Dengan memperhitungkan upah kerja regional Rp. 800.000 per bulan Hari kerja efektif = 25 hari, dengan 8 jam perhari, maka upah per jamnya dapat diketahui. UMR Rp. 400.000/bulan Upah/Hari 400.000 25 Rp 16.000 Upah /jam 16.000 8 Rp.2000

Dengan totoal jam kerja yang diperlukan untuk proses pekerjaan ini diketahui = 7 jam maka Upah kerja/unit=7xRp.2000=Rp.14.000

4.6 Sewa mesin Biaya sewa mesin rata-rata /jam= Rp.20.000 Maka untuk pekerjaan selama pemakaian: 7xRp.20.000 Biaya sewa mesin Rp. 140.000

53

4.7 Biaya Produksi, PPN, Laba dan Harga Jual Total Biaya =Total Biaya bahan Rp.300.000 +Upah kerja +Rp. 14.000 +Sewa mesin Rp. 140.000

Produksi

=Rp. 454.000

PPN

=11,5% x Rp. 454.000

=Rp. 52.210

Laba

=25% x Biaya Produksi =25% x 454.000

=Rp. 113,500

Harga Jual

=Rp. 619,710

54

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran tentang APVV APVV (Atmosfire Presure Ventilation Valve) adalah suatu alat yang berfungsi sebagai bahan pengurang emisi gas buang pada mesin Toyota kijang seri 5K. APVV bekerja sesuai dengan putaran mesin dengan prinsip kerja menekan paksa udara bebas untuk masuk menuju ruang bakar melalui intake manifould mengikuti campuran udara dan bahan bakar dari karburator. 2. Memberikan gambaran tentang bentuk dari mesin APVV 3. Proses pembuatan APPV terdiri dari: Pengumpulan data perancangan, mempersiapkan alat dan bahan, proses pemilihan bahan, proses pemesinan, proses finishing, proses pengujian.

54

55

4.2 SARAN Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan saran-saran bagi para pembaca proyek tugas akhir ini, adapun saran yang akan di sampaikan adalah sebagai berikut: 1. Berikan perkembangan teknologi yang tidak merusak lingkungan hidup. 2. Jadikan perkembangan teknologi sebagai sumber pelestarian lingkungan.

You might also like