You are on page 1of 10

MAKALAH ISD UNIVERSITAS GUNADARMA

NAMA : HANS RAVIE ANDREAS NPM : 13111206 BLOG : www.ravieanaximut.blogspot.com Mata Kuliah : Ilmu Sosial Dasar Fakultas : Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Jurusan : Sistem Informasi Kelas : 1KA40

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang urbanisasi

Latar belakang pembuatan makalah yang berjudul urbanisasi paska lebaran ini adalah ditunjang oleh banyaknya persoalan yang terjadi dalam masyarakat yang berkaitan dengan laju urbanisai yang belakangan ini tingkat angkanya cukup tinggi.apabila kita berbicara tentang urbanisasi ada dua definisi dari urbanisasi.definisi yang sesungguhnya dari urbanisasi adalah persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.namun definisi yang telah umum diketahui oleh masyarakat adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Proses urbanisasi sangat terkait mobilitas maupun migrasi penduduk.ada sedikit perbedaan antara mobilitas dan migrasi penduduk.mobilitas penduduk didefinisikan sebagai perpindahan penduduk yang melewati batas administratif tingkat II, namun tidak berniat menetap di daerah yang baru. sedangkan migrasi didefinisikan sebagai perpindahan penduduk yang melewati batas administratif tingkat II dan sekaligus berniat menetap di daerah yang baru tersebut. di dalam pelaksanaan perhitungannya, data yang ada sampai saat ini baru merupakan data migrasi penduduk dan bukan data mobilitas penduduk. di samping itu, data migrasi pun baru mencakup batasan daerah tingkat I. dengan demikian, seseorang dikategorikan sebagai migran seumur hidup jika propinsi tempat tinggal orang tersebut sekarang ini, berbeda dengan propinsi dimana yang bersangkutan dilahirkan. selain itu seseorang dikategorikan sebagai migran risen jika propinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan propinsi tempat tinggalnya lima tahun yang lalu. Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memiliki tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi. hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan. Arus urnbanisasi tidak dapat dihindari oleh kota kota besar.urbanisasi merupakan masalah persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota yang akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial dan kemasyarakatan. jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu ini adalah suatu masalah yang sangat serius dan harus segera dicarikan jalan keluarnya.

Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah dari desa kekota, seseorang biasanya dipengaruhi oleh bentuk ajakan, informasi media masa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk melakukan urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik yang menyababkan mereka melakukan urbanisasi. Arus balik lebaran selalu identik dengan pendatang baru ke kota-kota besar seperti, Jakarta,Surabaya,Bali dan Batam. Meningkatnya jumlah pendatang baru ke kota besar,setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Hampir sebagian besar pendatang baru tersebut datang dengan alasan ingin mencari pekerjaan atau mengadu nasib dikota besar. Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia,Bali sebagai daerah wisata,Surabaya dan Batam sebagai daerah industri,menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang tinggal didaerah untuk mencari pekerjaan disana. . Melihat peningkatan arus urbanisasi tersebut dari tahun ke tahun, maka tahun ini beberapa pemerintah daerah mulai memperketat persyaratan administrasi kependudukan dengan mengeluarkan Perda atau kebijakan pemerintah dengan tujuan mengurangi serta menertibkan arus urbanisasi. Cara pertama yang dilakukan oleh pemerintah daerah seperti penjagaan dipintu-pintu masuk pelabuhan atau stasiun kereta api,untuk melakukan razia terhadap pendatang baru. Pemerintah juga mensosialisasikan mengenai persyaratan pindah dan kerja bagi pendatang baru. Bahkan Pemda DKI Jakarta juga telah mengeluarkan Perda yang memberikan ancaman pidana kurungan dan denda 5 juta bagi pendatang yang tidak memenuhi persyaratan pindah dan kerja tersebut. Dengan semakin memperketat penjagaan terhadap jumlah pendatang baru tersebut,akankah dapat menyurutkan keinginan mereka yang ingin memperoleh pekerjaan dan

penghidupan yang layak serta lebih baik ? Inilah dilema yang dihadapi oleh pemerintah kita. Disatu sisi bahwa seperti bunyi pasal yang diatur dalam UUD 1945 bahwa Setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak,sedangkan di sisi lain juga pemerintah sedang berusaha untuk menata jumlah kependudukan didaerah agar tidak terjadi ketimpangan jumlah kepadatan penduduk. Inilah PR bagi pemerintah kita untuk membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi didaerah sehingga nantinya dapat mengurangi jumlah arus urbanisasi. Pekerjaan besar tengah menanti pemerintah kota seusai perayaan lebaran. Pemerintah kota begitu dipusingkan dengan kehadiran orang-orang asing yang datang dari berbagai daerah untuk mengadu nasib hidup di kota. Urbanisasi memang bukanlah termasuk tindakan yang melanggar aturan. Merujuk bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang memang membebaskan persebaran warganya, karena itu adalah hak setiap warga untuk mencari penghidupan yang layak dimanapun tempatnya (pasal 27 ayat 2). Akan tetapi yang jadi masalah adalah jika urbanisasi ini dihadapkan pada sebuah realitas, yakni menumpuknya konsentrasi migrasi pada beberapa kota tertentu. Akibatnya nampak terlihat sekarang ini (paling parah di DKI Jakarta), kondisi kota sudah tidak mampu lagi menampung jumlah penduduknya (oversize people). Apalagi jika frekuensi urbanisasi kian tahun semakin bertambah. Tengoklah Provinsi DKI Jakarta yang kedatangan pendatang baru rata-rata 200.000250.00 ribu jiwa pertahunnya, padahal kebutuhan 8,7 juta warganya (13,2 juta versi PBB) belum sepenuhnya bisa dipenuhi Pemprov DKI Jakarta, seperti perumahan, air minum, pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Urbanisasi pada tingkatan tertentu dari sisi ekonomi justru akan menguntungkan kota tujuan urbanisasi. Dalam teori umum semakin meningkat persentase penduduk suatu kota semakin meningkatkan produk domestik bruto dan capaian pembangunan manusia dari penduduk di kota itu. Jika begitu mengapa urbanisasi saat ini justru menjadi momok bagi pemerintah kota? Jawabannya adalah karena urbanisasi yang terjadi sekarang ini sudah pada tingkatan tidak terkontrol, akibatnya urbanisasi tidak lagi menjadi faktor kemajuan kota. Bukti empiris menunjukkan hubungan antara urbanisasi dan kemajuan itu bisa terwujud jika urbanisasi berada pada tingkat yang terkontrol (UNDP, Human Development Report, 2005). Alih-alih kemajuan yang didapatkan dari urbanisasi, justru urbanisasi malah jadi biang kerok berbagai permasalahan pelik kota. Kemiskinan, pengangguran, pemukiman kumuh, banyaknya gepeng (gelandangan dan pengemis), tingkat kriminalitas tinggi adalah sebagian contoh akibat langsung maupun tidak langsung dari urbanisasi. Jadi tidaklah janggal jika pemerintah kota menjadi pihak yang paling getol menghadapi ancaman urbanisasi. Dari pemantauan pemerintah ada dua arus besar menjadi pendorong urbanisasi, yang pertama adalah tahun kelulusan siswa/mahasiswa dari studinya. Arus pertama ini bagi pemerintah kota bukan ancaman serius, selain karena segi kuantitas tidak terlalu banyak, dilihat dari segi kualitas mayoritas adalah tenaga-tenaga terdidik yang potensial dan mempunyai prospek kerja (formal) cukup tinggi. Bahkan banyak yang memandang mereka akan membawa urbanisasi kearah positif untuk kemajuan kota. Arus yang kedua adalah di saat pasca lebaran. Arus inilah yang paling diantisipasi ekstra oleh pemerintah kota dan menjadi ancaman serius bagi mereka. Kebanyakan perantau baru dari arus balik lebaran ini datang dari wilayah miskin di Indonesia. Kebanyakan lagi dari mereka tidak mempunyai modal yang cukup mengarungi sengitnya persaingan kerja di kota. Dengan latar pendidikan minim, skill yang kurang mumpuni, dan sumber daya finansial (modal dana) juga kurang memadai semakin mempersulit para migran urban meraih kesuksesan di kota. Kalaupun ada yang sukses mungkin bisa dihitung dalam hitungan jari dibanding ratusan migran lainya. Itupun karena mereka mempunyai soft skill yang menunjang kerjanya seperti keuleten, pekerja yang keras, humanis dalam membangun jaringan, dan yang paling penting adalah kejujuran untuk membangun trustment.

1.2 Tujuan Urbanisasi Kehidupan kota yang modern dan mewah merupakan salah satu daya tarik seseorang melakukan urbanisasi.kehidupan perkotaan sangat bertolak belakang dengan kehidupan pedesaan.apapun mudah didapatkan diperkotaan mulai kebutuhan primer,sekunder dan tersier.perkotaan juga mempunyai sarana dan prasarana kota lebih lengkap seperti sarana pendidikan,kesehatan,transportasi,telekomunikasi dll. Tersedianya lapangan pekerjaan yang lebih luas juga menjadi daya tarik seseorang melakukan urbanisasi dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga dapat meningkatkan tingkat perekonomian keluarganya.sedangkan dipedasaan lapangan pekerjaannya sangat terbatas dan kalaupun ada pengahasilan yang diperoleh bekerja didesa tidak sebesear dengan penghasilan kalau bekerja di kota.hal ini bisa kita lihat lewat kehidupan pedesaan yang rata rata bergerak disektor agraris yang tidak banyak membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan proses produksinya. Impian untuk menjadi orang sukses juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang melakukan urbanisasi,karena perkotaanlah yang memberikan peluang cukup besar untuk mewujudkan impiannya itu.biasanya seseorang yang telah menyelesaikan sekolah atau kuliahnya yang mereka pikirkan adalah mencari pekerjaan yang layak dikota untuk mendapatkan materi juga sebaga sarana menerapkan ilmu yang telah didapat dibangku sekolah maupun kuliah. 1.3 Sasaran Urbanisasi Kota kota besar merupakan kota tujuan arus urbanisasi,hal ini bisa kita pahami karena kota merupakan pusat pemerintahan,pusat industri,pusat perdagangan baik barang maupun jasa.sasaran seseorang melakukan urbanisasi adalah untuk mengisi kekurangan tenaga kerja terutama disektor industri.karena industri merupakan yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Kota merupakan pusat penggerak perekonomian,adanya banyak peluang yang memungkinkan seseorang untuk melakukan kegiatan perdagangan,membuka lapangan usaha dll. karena dikota iklim perekonomiannya cukup setabil.hal ini seharusnya menjadi perhatian urbanisme sebagai salah satu alternative untuk mewujudkan impianya tentunya didukung dengan usaha keras dan modal usaha.

BAB 2 PERMASALAHAN 2.1Kekuatan Urbanisaasi membawa dampak positif apabia penduduk yang melakukan urbanisai mempunyai skill yang sesuei dengan kriteria untuk mengisi kekosongan tenaga kerja dari industri dan lembaga lainya.hal ini akan menciptakan sebuah hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara pengusah atau lembaga dengan tenaga kerjanya. Urbanisasi dapat merangsang pertumbuhan ekonomi mikro dan makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim pengembangan kegiatan ekonomi perkotaan.hal ini tentunya harus diseratai dengan penyempurnaan peraturan dan prosedur investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan perpajakan bagi peningkatan pendapatan kota. Penyebaran penduduk melalui urbanisasi yang terkontrol dan merata disertai dengan pola pengembangan kota yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional dituangkan dalam kebijaksanaan tata ruang kota atau perkotaan,sehingga akan tercipta iklim perekonomian yang stabil dan kuat. Walaupun mereka datang tanpa memiliki kemampuan atau keterampilan lebih,serta tidak ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkan pekerjaan,tetap tidak menyurutkan keinginan mereka untuk datang kekota. Mungkin hal ini disebabkan karena banyaknya alasan yang mengatakan bahwa penghasilan bekerja didaerah tidak sebesar penghasilan mereka yang bekerja dikota. Sudah jadi tradisi masyarakat Indonesia di setiap perayaan lebaran menyempatkan diri untuk mudik kembali ke daerah asalnya. Sekedar berkangen mesra dengan sanak saudara dan kerabatnya di desa, orang orang perantauan ini rela berkorban banyak asalkan bisa pulang kekampung halaman. Tidak ada yang salah dengan ini, yang disesalkan hanya action mereka ketika di kampungnya menampilkan diri secara berlebihan. Walaupun berkesan seperti agak dipaksakan mereka sering mencitrakan diri sebagai orang yang sudah mapan dan telah sukses selama merantau di kota. Ditambah lagi dengan penampilan gaya hidup ala kota, tak ayal banyak kerabat menjadi terpikat untuk ikut merasakan nikmat hidup di kota. Di benak mereka yang terbayang hanyalah sebuah kesuksesan yang menanti di kota. Pasca lebaran adalah moment yang paling sering dimanfaatkan para calon perantau untuk ikut mencicipi hidup di kota. Ketertarikan mereka untuk merantau ke kota tidak lepas dari pengaruh perantau lama yang kebetulan sedang mudik ke daerah asalnya. Memang dalam pengaruhnya tidak selamanya dilakukan secara langsung dengan cara mengajak. Tanpa ada ajakan secara persuasifpun, mereka seringkali menampilkan informasi palsu tentang kondisi dirinya dan kota rantauannya. Dengan informasi palsu itupun sudah cukup bagi calon perantau untuk membulatkan tekadnya melakukan imigrasi. Belajar dari sang pendahulunya dengan motivasi berlapis dan cita-cita selangit para calon perantau siap untuk mengadu nasib di kota. Mengandalkan kenekatan tanpa ada modal (baca: bondo) yang cukup, panggilan Bonek (Bondo Nekat) kini menjadi panggilan akrab bagi calon perantau. 2.2 Kelemahan Banyak penduduk yang melakukan urbanisasi tidak memiliki skill,sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri atau lembaga yang ada.hal ini tentunya akan menimbulkan peningkatnya angka penganggura dikota dan hal ini tentunya akan memicu naiknya tingkat angka kemiskinan diperkotaan.

Terjadinya tingkat urbanisasi yang berlebihan, atau tidak terkendali, dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada penduduk itu sendiri. ukuran terkendali atau tidaknya proses urbanisasi biasanya dikenal dengan ukuran primacy rate, yang kurang lebih diartikan sebagai kekuatan daya tarik kota terbesar pada suatu negara atau wilayah terhadap kota-kota di sekitarnya. makin besar tingkat primacy menunjukkan keadaan yang kurang baik dalam proses urbanisasi. Tidak adanya peraturan yang jelas yang mengatur masalah urbanisasi sehingga laju urbanisasi tidak terkendali dan penyebarannya pun tidak merata.selain itu kurangnya kontrol dan pengawasan dari pemerintah kota.

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Urbanisasi merupakan proses yang wajar dan tidak perlu dicegah pertumbuhannya. karena, proses urbanisasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi perkotaan.namun demikian, proses urbanisasi tersebut perlu diarahkan agar tidak terjadi tingkat primacy yang berlebihan. Urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraa masyarakat serta untuk mengembangkan kegiatan kegiatan perekonomian sehingga akan tercipta iklim perekonomian kota yang kondusif dan kuat,dengan catatan disertai dengan pola pengembangan kota yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional dituangkan dalam kebijaksanaan tata ruang kota atau perkotaan. 4.Rekomendasi Potensi perekonomian pedesaan sebenarnya tidak kalah dengan potensi perekonomian perkotaan dan selama ini masih belum dimaksimalkan potensi pedesaan.diharapkan dengan memaksimalkan perekonomian pedesaan akan mamacu pertumbuhan daerah pedesaan dan penyebarnya daerah-daerah pertumbuhan ekonomi,kesejahteraan masyarakat pedesaan akan terealisasi. Meningkatkan mutu pendidikan dan memperbanyak balai latihan kerja sebagai sarana untuk meningkatkan skill penduduk sehingga apabila penduduk melakukan urbanisasi akan terserap oleh lapangan pekerjaan yang ada. Pemberian kredit lunak untuk usaha kecil dan menengah yang pelaksanaannya selama ini dinilai masih kurang maksimal. Harus ada peraturan yang jelas serta pengawasan dalam penerapannya berkaitan dengan laju urbanisasi dengan harapan tingkat penyebaranya dapat dikendalikan. Dalam mencari solusi permasalahan urbanisasi dapat dibagi menjadi dua jalan penyelesaian, yakni secara struktural sebagai prioritas utama dan secara kultural sebagai sarana pendukung/pelengkap. Cara struktural seperti yang diajukan oleh Weller and Bouvier (1981), menyebutkan ada tiga alternatif solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi urbanisasi. Solusi pertama, melarang penduduk pindah ke kota. Kebijakan ini diterapkan oleh pemerintah kota di indonesia dalam beberapa tahun terakhir, biasa disebut dengan operasi yustisi. Kebijakan ini dipandang terutama dari kalangan LSM terlalu otoriter dan berpotensi melanggar HAM. Pandangan ini ditentang oleh Direktur Eksekutif KP3I (Komite Pemantau Pemberdayaan Parlemen Indonesia) Tom Pasaribu dan menganggap operasi yustisi tidak melanggar HAM. Alasannya sangat logis karena memang sasaranya adalah orang-orang yang tidak jelas identitasnya dan berkeliaran di kota, jadi tidak ada pelanggaran HAM didalamnya. Kebijakan jangka pendek ini ternyata cukup efektif untuk sedikit menekan arus urbanisasi. Solusi kedua, menyeimbangkan pembangunan antara desa dan kota. Keseimbangan pembangunan itu bisa dicapai jika ada komitmen untuk melakukan pembangunan hampir semua sektor di pedesaan, seperti industri dan jasa. Selain itu, pemerintah perlu menata reforma agraria, memberdayakan masyarakat pedesaan dan membangun infrastruktur pedesaan. Setelah itu jangan sampai ada kesenjangan penghasilan yang tinggi antara desa dan kota. Bayangkan saja, dengan menjadi Pak Ogah (polisi cepek), pemulung, tukang semir sepatu, tukang parkir atau pengumpul barang bekas di Ibukota Jakarta atau di Surabaya, kaum migran memperoleh pendapatan sebesar dua hingga tiga kali lipat dibandingkan penghasilannya di desa. Dengan adanya kesenjangan pendapatan itu, maka pilihan untuk berurbanisasi adalah hal yang rasional secara ekonomis bagi mereka. Solusi ketiga, mengembangkan kota-kota kecil di daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru. Cara ini kini mendapat respons positif dari berbagai negara dan menjadi bahan kajian dari badan kependudukan dunia dalam rangka membangun kemajuan suatu bangsa atau negara. Kajian itu didasarkan atas pemikiran bahwa urbanisasi merupakan salah satu wujud modernisasi sehingga perlu dikelola secara baik. Solusi kedua dan ketiga diatas termasuk penyelesaian dalam jangka panjang.

Cara penyelesaian kedua adalah dengan jalan kultural. Cara penyelesaian ini penting untuk didorong untuk mendukung sistem yang ada (supporting system). Intinya adalah bagaimana membangun budaya yang kondusif untuk mengatasi problematika masyrakat miskin desa. Beberapa hal salah satunya dengan menggali lagi local wisdom yang dimiliki dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Lokal wisdom dikebanyakan desa adalah rasa persaudaraan dan kebersamaan antar masyarakat. Dari sini akan melahirkkan budaya gotong royong termasuk juga dalam gotong royong dalam perekonomian. Ilustrasi simpel ketika ada warga yang mengalami kesulitan ekonomi atau kesulitan apapun, dengan rasa persaudaraan warga lain tidak akan sungkan untuk menolong warga yang mengalami kesulitan. Maka jika ini menjadi budaya yang masif, tentu permasalahan kemiskinan desa dapat ditekan. Yang kedua adalah membangun budaya yang respect terhadap kebijakan positif pemerintah. Dengan cara mensosialisasikan dan ikut menyukseskan kebijakan pemerintah tersebut. Apalagi kini ruang aspirasi desa sudah dibuka seluas-luasnya dalam era otonomi daerah. Dalam penyusunan anggaran contohnya pemerintah berusaha turun kedesa dan kecamatan untuk mendengarkan aspirasi secara langsung. Harusnya ini dapat dimanfaatkan masyarakat desa untuk menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di desanya. Menjalankan berbagai solusi diatas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh banyak dukungan untuk menjalankannya, terutama yang paling ditunggu adalah kebijaksanaan pemerintah. Apakah cukup dengan kebijakan menutup lubang atau lebih hebat lagi setelah menutup lubang lalu dilapisi dengan beton agar tidak berlubang lagi? Operasi yustisi dengan orientasi jangka pendek haruslah di dibarengi dengan kebijakan jangka panjang, tidak lain dan tidak bukan adalah dengan membangun kesejahteraan di desa-desa yang masih dilanda kemiskinan. Didukung dengan budaya masyarakat bergotong royong membangun perekonomian bersama, mungkin urbanisasi tidak akan menjadi ancaman bagi negara ini. 2.3 Peluang Kota selain sebagai pusat pemerintahan juga merupakan pusat kegiatan perekonomoian,banyak peluang peluang yang ada disana mulai dari lapangan kerja yang luas,peluang untuk melakukan kegiatan perdagangan,peluang untuk melakukan kegiatan usaha dll.tergantung dari penduduk yang melakukan urbanisasi bisa melihat dan memanfaatkan peluang peluang tersebut.

2.4.Tantangan Sejalan dengan kehidupan kota yang modern akan menciptakan kehidupan yang individualis.hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi penduduk yang melakukan urbanisasi.selain itu juga cenderung menciptakan perekonomian yang neolibaralisme sehingga pelaku usaha keci dan menengah lama kelamaan akan tersingkirkan dengan sendirinya.

Sumber : WWW.KOMPAS.COM WWW.detik.COM www.okezone.com www.detiknews.com www.lintasberita.com

You might also like