You are on page 1of 40

Air Kehidupan

Buku Pertama

“Jika ada seorang yang haus, biarlah dia datang kepadaKu dan minum. Dari Bapa
yang diatas Aku membawa kepada dunia ini air kehidupan.”
Yesus dari Nazareth [UB 1795:5]
2

Air Kehidupan – Buku Pertama

© 2001, 2002 Daniel V. Kaunang, HCI dilindungi undang-undang.

Rilis Pertama, format cetak, 8 Januari 2002


Rilis Kedua, format eBook, 12 Agustus 2002

This work uses quotations from The Urantia Book, © 1955 Urantia Foundation,
533 Diversey Parkway, Chicago, Illinois 60614; +1-773-525-3319; all rights reserved.
The views expressed in this work are those of the author and do not
necessarily represent the views of Urantia Foundation or its affiliates.

Info mengenai Buku Urantia, silakan kunjungi www.urantia.or.id

Untuk mendaftar ke Jurnal Air Kehidupan online, kirimkan e-mail kosong ke


water_of_life-subscribe@yahoogroups.com

Pertanyaan, koreksi, saran, kritik, sumbangan tulisan?


Silakan hubungi water_of_life-owner@yahoogroups.com.
3

Daftar Isi

$LU.HKLGXSDQ ________________________________________________________1
Daftar Isi ___________________________________________________________3
Pengantar ___________________________________________________________5
Edisi 1 – Amarah _____________________________________________________7
Edisi 2 – Pentingnya kasih; Memahami kesalahan, jahat dan dosa _____________9
Edisi 3 – Belajar mengasihi____________________________________________11
Edisi 4 – Tuhan hadir disini; Pembentuk moralitas manusia _________________13
Edisi 5 – Mencari Tuhan; Tantangan abad modern ________________________16
Edisi 6 – Kebenaran dan kedamaian ____________________________________20
Edisi 7 – Kebenaran yang hidup; Perubahan; Ajaran Yesus tentang agama yang
hidup ______________________________________________________________22
Edisi 8 – Relaksasi, Menjauh sementara dari problema; Ajaran Yesus tentang
agama yang hidup bag. 2; Sistem tata surya kita ___________________________26
Edisi 9 – Kebencian dan balas dendam___________________________________31
Edisi 10 – Hubungan Tuhan sebagai Bapa dan manusia sebagai anakNya _____33
Edisi 11 – Asal Usul Puasa dalam Agama ________________________________35
Edisi 12 – Yesus Kristus, kelahirannya___________________________________38
Catatan ____________________________________________________________40
4

dipersembahkan

kepada jiwa-jiwa

yang haus

akan air kehidupan


5

Pengantar
Saudara-saudari terkasih,
Sejak pertama kali Tuhan menyatakan diriNya dalam hati saya, "Aku disini
bersamamu...", ada suatu kerinduan yang sangat mendalam untuk 'memberitakan kabar baik'
kepada saudara-saudara saya. Kabar baik ini, injil kerajaan surga, adalah kabar baik yang
telah dibawakan oleh Yesus bin Yusuf / Yesus dari Nazareth / Yesus Kristus / Isa Almasih
2000 tahun yang lalu, injil yang sama sekali bukan merupakan eksklusivitas suatu agama
tertentu saja, tetapi kabar baik bagi seluruh bangsa.

Namun memberitakan kabar baik tanpa label agama apapun bukanlah tanpa
hambatan. Umat manusia sudah terlalu lama hidup terkotak-kotak, sehingga ketika saya
berbicara tentang Tuhan dan hubungannya dengan manusia, sering orang akan menanyakan
dahulu latar belakang saya seperti, "agamamu apa?", atau "gerejanya dimana?". Tidak jarang
orang dengan mudahnya melontarkan penilaian terhadap saya sebagai "orang sesat", atau
"orang aneh". Saya sempat merasa sedih, membayangkan sejak 2000 tahun yang lalu
manusia menyalibkan Yesus karena dicap "orang sesat" dan "anak iblis", pandangan
manusia masih belum berubah. Maka, saya mencoba mengawalinya dengan menulis jurnal
air kehidupan dan menempatkan di internet bagi jiwa-jiwa yang mencari.

Jurnal Air Kehidupan ini bertujuan untuk mengajak kita bersama2 menggali dan
membangun nilai-nilai kehidupan yang baik, indah dan benar serta membuka pemahaman
positif yang lebih mendalam akan kehidupan manusia, dan arti hubungan antara manusia
dengan Tuhan. Sebagian besar disajikan scr sederhana dan diharapkan mudah dicerna.
Mungkin kalau diklasifikasikan lebih banyak mengupas filosofi dan religi, namun religi disini
sifatnya universal bukan terpaut pada institusi agama manapun, krn pada fokus religi saya
lebih kpd bagaimana kita mendekatkan hubungan dengan Tuhan, tidak untuk mengenalkan
suatu agama baru maupun yg sudah ada. Sedangkan pada fokus filosofi diharapkan dapat
bermanfaat untuk peningkatan kualitas moral mental pikiran dan spiritual kita. Tulisan2 saya
juga banyak sharing atas pengalaman2 dan hal2 yang saya dapat dari berbagai sumber
maupun kejadian. Selain itu, saya juga sajikan ulasan-ulasan dari tradisi dan sejarah yang
ada kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan sosial masa kini.

Buku ini merupakan koleksi artikel dan bahan diskusi yang telah sebelumnya
dipublikasi secara periodik di internet selama tahun 2001, saya edit dan susun kembali
menjadi Buku Pertama. Seiring dengan perkembangan spiritual manusia yang semakin maju,
saya akan presentasikan pemahaman2 yang lebih mendalam pada buku-buku yang
mendatang.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungan saudara-saudari.
Semoga apa yang dituangkan kedalam buku ini dapat sedikitnya memberi manfaat atau
menaruh setitik pencerahan dalam hati kita masing-masing.

Selamat membaca dan salam hangat, Tuhan memberkati.

Daniel V. Kaunang
Penulis & Moderator Jurnal Air Kehidupan
http://groups.yahoo.com/group/water_of_life

31 Mei 2001
6

Ketika engkau memulai untuk mencari Tuhan, itu adalah bukti nyata bahwa
Tuhan telah menemukanmu.
[UB 2078:2]
7

Edisi 1 – Amarah
3 Juni 2001

=PELITA JIWA=

"Anger is a material manifestation which represents, in a general way, the measure of the
failure of the spiritual nature to gain control of the combined intellectual and physical natures.
Anger indicates your lack of tolerant brotherly love plus your lack of self-respect and self-
control. Anger depletes the health, debases the mind, and handicaps the spirit teacher of
man's soul. Have you not read in the Scriptures that `wrath kills the foolish man,' and that
man `tears himself in his anger'? That `he who is slow of wrath is of great understanding,'
while `he who is hasty of temper exalts folly'? You all know that `a soft answer turns away
wrath,' and how `grievous words stir up anger.' `Discretion defers anger,' while `he who has
no control over his own self is like a defenseless city without walls.' `Wrath is cruel and anger
is outrageous.' `Angry men stir up strife, while the furious multiply their transgressions.' `Be
not hasty in spirit, for anger rests in the bosom of fools.'" Before Jesus ceased speaking, he
said further: "Let your hearts be so dominated by love that your spirit guide will have little
trouble in delivering you from the tendency to give vent to those outbursts of animal anger
which are inconsistent with the status of divine sonship."
(UB 1673:3)[149:4:2]

=PEMBAHASAN=

Bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada suatu fase yg sangat krusial, dimana saat ini
menurut saya ada 3 pintu keluar yang masing2 mengarah kepada; kehancuran peradaban
bangsa Indonesia (either pecahnya propinsi2 menjadi negara independen atau negara dijual
kpd pemerintahan asing yg capable); Posisi stagnant, tidak berubah, krn ada konsolidasi,
rekonsiliasi, dsb, namun kondisi tetap tidak berubah. Sementara bangsa Indonesia tetap
masih ribut antar agama, antar etnis, antar politikus hingga puluhan tahun ke depan, negara2
lain sudah mulai memikirkan kemungkinan utk terraforming planet Mars utk dijadikan
inhabitable planet bagi umat manusia; dan kesadaran untuk mau berubah.

Kita melihat disini pilihan terbaik adalah KESADARAN UNTUK MAU BERUBAH. Sebelum
kita sampai kepada memiliki kesadaran tersebut, mari saya fokuskan ke tingkat individu dan
saya tanya, apa yang biasanya sering dihasilkan dari permasalahan yang tidak dapat diambil
jalan keluarnya?
Kita mungkin kurang mengenal pribadi seseorang, ditambah kurangnya kita memiliki
pemahaman terhadap pribadi orang tsb. Dan ketika terjadi benturan antara kepentingan kita
dan orang lain, kita atau orang lain tidak dapat mengendalikan diri, hasilnya timbullah
kemarahan.

Marah adalah sifat dasar yang dapat membawa kepada dendam, pembalasan, dan hal-hal
lain yang dapat dipikirkan oleh seseorang yg diliputi amarah. Marah tidak menyelesaikan
masalah, melainkan merupakan hasil dari masalah yang tidak dapat diselesaikan. Marah
lebih akan membuka peluang2 untuk "menyelesaikan masalah dengan masalah baru". Ini
yang sering dilakukan oleh manusia2 Indonesia, dari pemimpin politik, pemimpin 'agama',
hingga individu2. Mereka secara tidak sadar akibat kurangnya pemahaman dan pengendalian
diri yang baik, berusaha "menyelesaikan masalah dengan masalah baru".
Contohnya, menghakimi pencuri dengan dibunuh oleh massa, upaya menghentikan
'kristenisasi' dengan membakar gereja-gereja, upaya2 presiden untuk mempertahankan
jabatannya dg menggalang kerusuhan, dan banyak hal lain sebagainya.

Dalam hal ini Yesus telah memberikan solusinya, seperti dikutip diatas, "Let your hearts be so
dominated by love that your spirit guide will have little trouble in delivering you from the
tendency to give vent to those outbursts of animal anger which are inconsistent with the
status of divine sonship.".
8

Spirit guide adalah Roh Tuhan yang tinggal di dalam setiap jiwa manusia yang selalu
mengarahkan kepada jalan yang baik dan benar. Roh Tuhan inilah air kehidupan yang
mengalir dalam diri kita. Apabila kita haus dan mencari air kehidupan, Roh Tuhan akan
bekerja secara nyata dalam hidup kita, mengarahkan kita, memperkenalkan kita kepada hal-
hal baik, dan menyadarkan kita untuk berubah, menjauhi hal-hal yang buruk seperti marah.

Jadi sekarang marilah kita mulai mencoba memenuhi hidup keseharian kita dengan kasih
sesama dan kerinduan akan Tuhan, sehingga Roh Tuhan dapat menuntun dan mengarahkan
kita menjauhi berbagai hal yang dapat menjerumuskan kita kepada sikap marah, dan
memberikan kesadaran untuk memiliki kemauan untuk berubah. Dari situ, ketika pada
bangsa Indonesia terdapat semakin banyak manusia-manusia dengan kualitas moral yang
tinggi, kita akan dapat menentukan arah bagi masa depan bangsa ini. Amin. []
9

Edisi 2 – Pentingnya kasih; Memahami kesalahan, jahat dan


dosa
10 Juni 2001

=PELITA JIWA=

It is not so important to love all men today as it is that each day


you learn to love one more human being.
(UB 1098:3)

=EDITORIAL=

Saudara saudari terkasih,


Setiap agama yang merangkul kepada Tuhan pada intinya selalu
mengajarkan umatnya untuk mengasihi sesama. Namun pada prakteknya
manusia seringkali dihadapkan pada kesulitan untuk mengasihi sesama.
Bagaimana kita harus mengasihi orang yang berbuat jahat? Mengapa
orang yang kita kasihi malah berbuat jahat terhadap kita? Mengapa
kita harus mengasihi orang yang memusuhi kita? Dan hal-hal lain
seperti itu kadang membuat kita bingung menerapkan kasih. Beberapa
aturan yang didogmakan juga terkadang membatasi kita untuk mengasihi
orang-orang tertentu saja.
Buku Urantia dalam satu kutipan diatas menjelaskan, bukan yg
terpenting untuk mengasihi seluruh umat manusia sekarang juga,
melainkan kita belajar mengasihi seorang dan yang lain setiap hari.
Dengan mengenali kebaikan, keindahan dan kebenaran yang selalu
diarahkan Roh Tuhan dalam diri kita, kita akan semakin dapat
mewujudkan kasih kepada seseorang lebih banyak, setiap harinya. Dan
suatu waktu, kita akan dapat menjadi terang kasih bagi orang
disekitar kita sehingga ikut tergerak untuk saling mengasihi.
Dalam kaitannya dengan kasih, pada minggu2 (seperti minggu lalu) ini
saya masih akan mengeksplorasi sifat sikap manusia yang berlawanan
dengan Tuhan (yang adalah kasih), yang akan membuka pemahaman yang
lebih jelas bagi kita semua untuk belajar saling mengasihi dengan
lebih baik.
Salam damai,

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=PEMBAHASAN=

Understanding Evil, Sin and Iniquity

Manusia seringkali kurang dapat memahami perbedaan antara jahat dan


dosa. Pada umumnya, jahat disamakan dengan dosa. Demikian pula dosa
seringkali disamakan dengan hal-hal yang ditabukan oleh manusia.
Dengan mengenali sifat dan karakteristiknya, diharapkan kita dapat
membedakan dengan lebih bijaksana antara jahat, dosa dan lalim
tersebut.

"Evil is the unconscious or unintended transgression of the divine


10

law, the Father's will. Evil is likewise the measure of the


imperfectness of obedience to the Father's will.

"Sin is the conscious, knowing, and deliberate transgression of the


divine law, the Father's will. Sin is the measure of unwillingness to
be divinely led and spiritually directed.

"Iniquity is the willful, determined, and persistent transgression of


the divine law, the Father's will. Iniquity is the measure of the
continued rejection of the Father's loving plan of personality
survival and the Sons' merciful ministry of salvation.
(UB 1660:2)[148:4:3]

Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa jahat adalah perbuatan yang


tidak disadari melanggar/melawan kehendak Tuhan. Beberapa faktor
seperti angkuh dan ketidakpedulian pada diri manusia
membantu 'melestarikan' perbuatan2 jahat, yang apabila terus
dikembangkan, akan menjadi dosa (jahat yang disadari), dan akhirnya
lalim (dosa yang dilakukan terus menerus dengan keyakinan). Jahat
diawali dari kesalahan yang tidak disadari, namun mengakibatkan
dampak negatif pada orang ketiga.

Dosa tidak dapat secara langsung disamakan hubungannya dengan


melanggar tabu. Tabu adalah aturan/larangan yang diciptakan oleh
manusia sebagai manifestasi yang banyak didasarkan pada tahyul,
mitos, tradisi, ketakutan akan sesuatu yang tak terlihat, dan dogma
yang dilestarikan dari generasi ke generasi. Pada hal tertentu tabu
memang dibuat untuk mencegah manusia berbuat dosa. Namun tabu lebih
banyak adalah hasil kemalasan manusia dalam mempergunakan dan
mengembangkan akal logikanya. Manusia lebih suka mengambil jalan
pintas untuk menghindari malapetaka. Indonesia secara praktis masih
hidup dalam ikatan tabu, tahyul, mitos dan tradisi yang mengekang
keinginan manusia untuk keluar dari kemalasan berpikirnya.
Perlahan tapi pasti, tabu akan menghilang seiring dengan
berkembangnya peradaban manusia yang ditandai dengan tingkat kemajuan
spiritualitas, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kembali kepada dosa, dosa merupakan kejahatan yang disadari oleh


pelakunya, namun tetap dilakukan. Dosa timbul akibat pelaku tidak mau
mendengarkan atau menolak arahan dari Roh Tuhan yang selalu
menunjukkan jalan yang baik.

Kelaliman menjadikan dosa sebagai kebiasaan, sesuatu yang senang


dilakukan, sehingga peran bimbingan Roh Tuhan semakin hilang dari
orang lalim. Kelaliman pada akhirnya hanya akan menghancurkan dirinya
sendiri, dan tidak jarang membawa serta orang-orang yang dilibatkan.

=TAMBAHAN=

Error suggests lack of intellectual keenness; evil, deficiency of


wisdom; sin, abject spiritual poverty; but iniquity is indicative of
vanishing personality control. (UB 755)[67:1:4]
11

Edisi 3 – Belajar mengasihi


17 Juni 2001

=PELITA JIWA=

1. You cannot truly love your fellows by a mere act of the will. Love is only
born of thoroughgoing understanding of your neighbor's motives and sentiments.
[UB 1098:3]

2. If once you understand your neighbor, you will become tolerant, and this
tolerance will grow into friendship. and ripen into love. [UB 1098:1]

3. Love thus grows; it cannot be created, manufactured, or purchased; it must


grow. [UB 1097:4]

4. The chief inhibitors of growth are prejudice and ignorance. [UB 1094:4]

=EDITORIAL=

Saudara saudariku yang terkasih,


Dalam minggu ini saya tidak berkesempatan untuk meneruskan topik Pembahasan
khusus, yaitu tentang sifat sikap negatif yang berlawanan dengan keinginan
Tuhan (yang adalah baik, indah dan benar). Namun saya tetap akan melanjutkan
dari Pelita Jiwa minggu lalu, dengan tema "belajar mengasihi seorang yang
lain". Kali ini saya menemukan beberapa petikan yang sedikit banyak akan
mengajak kita mengetahui sedikit lebih dalam, bagaimana kita belajar mengasihi
seorang yang lain.
Pada point pertama diungkapkan dengan jelas, "You cannot truly love your
fellows by a mere act of the will. Love is only born of thoroughgoing
understanding of your neighbor's motives and sentiments." [1098:3]
Anda tidak bisa benar-benar mengasihi sesama dengan perlakuan saja. Anda tidak
benar-benar mengasihi sesama dengan keinginan membantu saja. No, saudaraku.
Kita mungkin memancarkan kasih dengan berbagi sesuatu dengan teman-teman. Kita
mungkin memancarkan kasih dengan menolong sesama yang tertimpa musibah. Tetapi
apakah kita benar-benar mengasihi orang-orang, atau apakah kita sebenarnya
memiliki motif tertentu seperti: "Yang penting aku sudah berbuat baik, supaya
kebaikan datang juga padaku!", "Aku berbuat baik, agar bla.. bla.. bla..", dsb.
:)
Saudaraku, tentu pepatah ini tidak asing di telinga kita, "Tak kenal maka tak
sayang". Pepatah yang terdengar usang, tapi memiliki nilai kebenaran yang
seringkali kita abaikan. Kasih timbul karena kita mengenal. Kasih, tumbuh dan
berkembang melalui pengertian terhadap sifat, motivasi dan sentimen sesama Anda
(tetangga, teman, dsb.). Kasih datang karena kita mengenal orang itu lebih jauh
(saya tulis 'orang itu' maksudnya menunjuk kepada tetangga, teman dsb), apa
yang menjadi tujuannya, kesulitannya, keceriaannya, dan lain-lain. Memahami,
dapat dilakukan dengan mencoba menempatkan pribadi kita di tempat teman kita.
Kita juga dapat menelusuri, apa yang menjadikan pandangannya, cara berpikirnya
dan latar belakangnya sehingga teman kita mempunyai respons tertentu terhadap
berbagai situasi. Ini salah satu saja. Intinya yang saya ingin kemukakan adalah
point 3, Kasih itu tumbuh, tidak dapat diciptakan, dibuat, atau dibeli. Kasih
harus berkembang.
Masalahnya, banyak sekali hal-hal yang menghambat perkembangan kita dalam
mengasihi sesama. Salah duanya yang tertinggi adalah, prasangka, dan ignorance.
Ini dikutipkan seperti pada point 4 diatas. Bagaimana Anda mau mulai mengasihi
apabila Anda secara sepihak sudah menilai orang "dia itu gila", "orang itu
12

jahat", "dia ini..", "dia begitu..", dsb. Saya pernah menulis dalam wacana
tersendiri tentang prasangka, yang akan saya review kembali sedikit. *
Prasangka adalah suatu penilaian negatif terhadap suatu hal tanpa didasari
pengetahuan yang jelas akan hal tersebut. Prasangka membutakan jiwa kita
terhadap pengenalan akan kebenaran. Dengan memiliki prasangka, kita secara
langsung/tidak langsung telah menghakimi seseorang atau sesuatu. Memberi nilai
tertentu terhadap orang atau sesuatu berdasarkan ukuran yang kita tetapkan
sendiri (yg tidak selalu sesuai dengan nilai2 kebenaran sesungguhnya).
Prasangka berhubungan erat dengan sifat egois seseorang. Orang yang egosentris,
egois, memiliki lebih banyak prasangka terhadap hal2 maupun orang2
disekitarnya. *
Dilain pihak, ignorance, adalah sikap tidak ambil peduli. Bukan berarti kita
tidak memperhatikan lingkungan sosial kita, sekeliling kita. No, Anda mungkin
peduli dengan keluarga Anda. Anda mungkin peduli dengan orang-orang yang Anda
kasihi. Tetapi, pada orang-orang tertentu, diluar keluarga Anda sendiri,
mungkin ada suatu sikap yang "tidak mau pusing" dengan pikiran perasaan orang
lain. Saya sudah sebutkan contohnya di paragraf atas, "yang penting aku sudah
berbuat baik...". That's all. Saya tidak perlu peduli lebih jauh dari kebaikan
yang sudah saya berikan. "Yang penting aku baik". Tidak perlu pusing mikirin
masalah orang, (lagi-lagi) yang penting aku baik. Well saudaraku, terkadang
kelihatannya "ignorance is bliss". Tetapi ignorance dapat dan akan menjadi
kebiasaan yang mendangkalkan empati, pikiran, jiwa dan iman kita. Akibatnya
jauh lebih buruk dari apa yang kita harapkan ingin memancarkan kasih. Sama
halnya dengan prasangka, tidak peduli akan mematikan kemampuan kita memahami
sesama.

Jadi, apa yang telah kita bahas sampai disini? Kita telah mengetahui bahwa
kasih itu harus tumbuh, dengan mengenal dan memahami sesama. Penghambat
pertumbuhan kita dalam belajar mengasihi, adalah prasangka dan tidak peduli.
Kembali ke pertanyaan kita "Bagaimana kita belajar mengasihi?". Jawabannya
sudah ada sepanjang tulisan ini. Be positive. Jangan merangkul terus pada
sikap-sikap negatif seperti prasangka, marah, iri dsb. Anda tentunya sadar dan
mengasihi keluarga Anda, saudara2 Anda. Coba terapkan kasih Anda terhadap
keluarga saudara2 Anda, kepada sesama yang lain. Kita semua dimata Tuhan adalah
sama. Kita adalah saudara. Satu keluarga besar umat manusia. --Pada lain
kesempatan akan saya ungkapkan lebih jauh maksud sama disitu. Bukan berarti
sama seragam (uniform), melainkan sama yaitu satu (unity).-- Nah, dengan sikap
positif yang demikian, marilah kita mencoba belajar mengasihi sesama kita, satu
per satu, setiap harinya sehingga kita akhirnya akan menyadari dan dapat
melihat bahwa sesungguhnya, dalam diri kita semua telah dianugerahkan fragmen
Tuhan yaitu kebaikan, keindahan dan kebenaran. Amin.
Salam sejahtera selalu,

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=CATATAN=

Buku Urantia membahas jauh lebih dalam dan luas mengenai nilai-nilai kehidupan
manusia yang sedikitnya telah dibahas diatas. Adalah menjadi suatu kebahagiaan
bagi saya untuk dapat terus melayani sekaligus memperkenalkan buku ini kepada
siapa saja dimana saja dan dengan latar belakang religius/non-religius manapun,
yang rindu untuk selalu mencari serta mengenal Tuhan.
13

Edisi 4 – Tuhan hadir disini; Pembentuk moralitas manusia


9 Juli 2001

=PELITA JIWA=

"I Stand"

I stand
with my face turned to
the winter moon

darkness around me
my arms raised toward
the heavens

feeling the cold


feeling life

I ask myself

why
why am I so alone

I listen to the beating


of my heart
then
quietly
from deep within
that presence
of God
that lives with
me
laughs
and says

I am here

(A Poem by Carol Herren Foerster)

=EDITORIAL=

Selama beberapa minggu terakhir ini merupakan minggu-minggu


yang penuh dengan tantangan spiritual bagi saya. Hal ini berawal
ketika saya memperkenalkan Buku Urantia kepada keluarga, rekan kerja,
teman-teman, dan orang lain yang sempat saya jumpai.
Singkatnya, saya menemukan pengalaman baru mengenali beragam
sifat manusia dalam menyikapi imannya. Ketika saya memperkenalkan
Buku Urantia, sebagian menolak karena menilainya sebagai ajaran
sesat, ajaran setan, dsb. Sebagian hanya mau melihat hasilnya.
Sebagian lagi malas membaca. Sedangkan sebagian besar lainnya tidak
peduli. Ini merupakan goncangan spiritual bagi saya, karena sebagian
besar orang prematur dalam menilai seperti menyimpang, keluar jalur,
sesat. Sedangkan orang-orang lainnya hanya peduli pada kehidupan
materialistik yang dijalaninya masing-masing.
14

Saya seketika berhenti. Diam. Terpaku dalam introspeksi


pribadi yang berulang-ulang. Saya begitu merasa berdiri seorang diri.
Mengapa begini? Mengapa saya sendiri yang menghadapi semua ini? Namun
suatu hari dalam minggu lalu saya secara kebetulan membaca puisi
diatas dan dalam seketika saya diingatkan kembali akan kehadiranNya
setiap waktu dalam kehidupan saya. Sebagaimana ketika saya pertama
kali mendengar Roh Tuhan menyatakan, "Aku disini bersamamu", saya
dikuatkan kembali untuk tetap teguh melayani di tengah kesesakan,
penolakan, prasangka dan ketidakpedulian orang-orang. Karena saya
yakin, diyakinkan, dan dikuatkan bahwa saya tidak berdiri seorang
diri. Kitapun bisa merasakan kehadiranNya, melalui cara masing-masing
yang tidak terbatas, asalkan kita yakin dan memiliki kemauan untuk
terus mencari, mendekat, dan mengenal kehendak Tuhan, Bapa semesta
alam. Amin.

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=PEMBAHASAN=

Reason, wisdom, and faith are man's highest human attainments. [UB
1141:4]

Topik yang ingin saya singgung pada kesempatan kali ini mengenai 3
hal yang saling berhubungan membentuk moralitas manusia, yaitu
pikiran/akal budi, kebijakan, dan kepercayaan. Sebenarnya kutipan
sebelumnya diatas memiliki makna yang lebih luas, namun saya hanya
akan menyinggung sedikit saja, supaya paling tidak kita mengetahui
akan pentingnya ketiga hal tersebut.

Akal budi sama sekali tidak dapat dikesampingkan dalam perkembangan


kehidupan kita, karena manfaatnya yang dapat kita rasakan dalam
hidup. Akal budi merupakan dasar yang menggerakkan perkembangan
pengetahuan manusia akan berbagai hal. Pengetahuan dapat menghapus
tahayul dan superstisi, sebagaimana sains akan menggusur sihir, dan
astronomi akan menggantikan astrologi. Tetapi pengetahuan yang
semakin maju belum tentu dibarengi dengan pengenalan akan pengetahuan
yang baik dan tidak baik. Pengetahuan yang dicapai dapat berpotensi
mengembangkan nilai2 negatif seperti sombong dan egotisme. Tetapi
apabila pengetahuannya dapat menjadikannya mengenali antara benar dan
tidak benar, baik dan tidak baik, maka akan mencerminkan
kebijaksanaan dalam diri seseorang.

[UB p. 1142, par. 1] When reason once recognizes right and wrong, it
exhibits wisdom; when wisdom chooses between right and wrong, truth
and error, it demonstrates spirit leading.

Bijaksana merupakan kemampuan seseorang menilai secara benar


berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki. Semakin dalam
kebijaksanaan seseorang, akan menunjukkan semakin nyatanya bimbingan
roh Tuhan dalam kehidupan yang dijalani. Apa maksud dari bimbingan
roh Tuhan ini akan saya bahas lebih jelas pada edisi mendatang.
Intinya maka jelas bahwa ketiga hal akal budi (reason), kebijaksanaan
(wisdom) dan kepercayaan (faith) saling berhubungan dan merupakan
hasil tertinggi yang dapat dicapai manusia.
15

=TAMBAHAN=

Reason deals with factual knowledge; wisdom, with philosophy and


revelation; faith, with living spiritual experience. [UB p. 1142,
par. 1]

Setelah memulai perjalanan hidup yang abadi, setelah menerima tugas dan
perintah untuk maju, janganlah takut akan bahaya dari kelalaian manusia,
janganlah disusahkan dengan keraguan akan kegagalan atau oleh kebingungan
yang menyulitkan, janganlah bimbang dan mempertanyakan status dan
pendirianmu, karena di dalam setiap saat kegelapan, pada setiap persimpangan
didalam perjuangan untuk maju, Roh Kebenaran akan selalu berbicara,
mengatakan, “Inilah jalannya”.
[UB 383:2]
16

Edisi 5 – Mencari Tuhan; Tantangan abad modern


27 Juli 2001

=PELITA JIWA=

When men search for God, they are searching for everything. When they find
God, they have found everything. [p. 1289, par. 2]

=EDITORIAL=

Disadari atau tidak, jauh di dalam hati setiap manusia terdapat suatu
keinginan untuk mau datang, mencari, dan mendekat kepada Tuhan. Cara, jalan
dan pengalaman spiritual yang ditempuh dapat beragam dan berbeda pada
masing-masing pribadi.

Ketika kita ingin mencari Tuhan, ada 2 kata kunci yang perlu diperhatikan;
jujur & terbuka. Hadapilah bahwa kita tidak dapat menguasai suatu pelajaran
dengan menyeluruh apabila kita hanya mencarinya dari satu sumber bacaan.
Pelukis hanya akan melukis "yang itu-itu saja" apabila tidak terbuka
pandangannya dalam mencari berbagai inspirasi. Ilmuwan tanpa memiliki
wawasan yang terbuka hanya akan berputar-putar pada sebuah teori saja.

Tanpa adanya kejujuran dan keterbukaan hati untuk mencari Tuhan, iman akan
terkristalisasi. Dari pengalaman spiritual orang tertentu yang diotoritaskan
dan "dipaksakan" kepada orang lain, agama menjadi institusi sosial yang
mengatur segala bentuk perilaku manusia dengan ajaran-ajaran "Jangan
begini", "Jangan begitu", "Thou shalt not". "Dipaksakan" maksudnya adalah
orang yg ingin mengikuti suatu institusi agama, harus mengikuti aturan dan
tradisi yang berlaku. Agama tidak lagi fokus untuk menjadi sarana yang
membantu spiritualitas kita menuju Tuhan, tetapi telah menjelma menjadi
hukum, aturan tradisi dan tata krama sosial yang sadar tidak sadar justru
membelenggu dan mengekang perkembangan spiritualitas jiwa manusia yang
selalu progresif kearah kebenaran, keindahan dan kebaikan Tuhan yang
universal. Kemudian banyak orang yang menjadikan suatu buku suci sebagai
'kacamata-iman'. "Semuanya harus dipandang dari kacamata agama kita!",
"Inilah yang paling benar, yang lain salah". Masing2 merasa paling benar
sendiri, terjadi arogansi agama/teologi. Ini adalah salah satu kesalahan
agama, yang mana semakin berkembangnya jaman hingga saat ini, semakin
disadari oleh banyak jiwa yang benar-benar tulus dan haus akan Air yang
Hidup.

Namun, sikap keterbukaan yang ditunjukkan oleh jiwa-jiwa yang haus ini juga
seringkali dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok spiritual yang pada akhirnya
justru menjerumuskan mereka kedalam ikatan tradisi, cultus, dan ritual yang
menyesakkan. Khusus mengenai masalah ini saya akan coba membahas secara
khusus pd kesempatan berikutnya.

God is everywhere present (omnipresent). Orang tidak dapat mengambil Tuhan,


memasukkannya ke sebuah buku, lalu berkata, "Tuhanku yang benar, kalian yang
tidak percaya dengan Tuhanku pasti masuk neraka" (KU disini menunjukkan
seolah2 Tuhan itu milik pribadi atau kelompok agama tertentu saja). Apakah
sikap arogansi seperti ini cermin orang yang mengenal Tuhan? Mari kita
renungkan bersama-sama, bahwa didalam setiap kebenaran, didalam setiap
keindahan, dan didalam setiap kebaikan, disitulah kita menemukan Tuhan.
17

May indwelling spirit ever guides us to righteousness, wisdom, and


eventually to God. Amen.

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=ARTIKEL KHUSUS=

TANTANGAN ABAD MODERN


Oleh: Ir. Nugroho Widi, MM, MA
Artikel ini juga dapat dibaca/diperoleh dari sumber di
http://members.tripod.com/urantia-indonesia/

Tantangan abad ke duapuluh dan duapuluh satu menghadirkan berbagai tantangan


baru bagi agama-agama dunia. Makin tinggi sebuah kebudayaan, makin
diperlukan hal-hal rohani, agar dapat menstabilkan masyarakat dan
mendapatkan jawaban atas berbagai problem materi-iptek.

Jika kebenaran terlalu banyak dipilah-pilah atau dianalisis seperti di


sekolah agama, sering menjadi membingungkan. Kebenaran paling baik diajarkan
secara menyeluruh dan sebagai realitas spiritual yang hidup, bukan hanya
sebagai ilmu atau inspirasi seni. Ilmu Teologi, jika sudah terlalu mendetil
membahas suatu tema tertentu, sering malah menjadi kacau atau keliru.

Agama adalah pengalaman spiritual dan sifatnya pribadi orang per orang.
Agama adalah wahyu pada seseorang mengenai tujuan hidup yang kekal dan
ilahi. Jadi bedakan agama dengan logika, apresiasi keindahan seni, sosial
politik, atau moralitas. Bedakan agama dengan moral (budi pekerti, sopan
santun).

Agama dirancang untuk menemukan nilai-nilai semesta yang akan menimbulkan


iman, percaya, taat, dan keyakinan selamat. Agama puncaknya adalah
penyembahan (worship). Agama menemukan (untuk jiwa) hal-hal yang tertinggi,
yang tidak relatif seperti yang ditemukan oleh pikiran manusia. Pemahaman
mengenai hal-hal yang di atas pikiran manusia Itu hanya bisa disebabkan
pengalaman relijius.

Bersabarlah, hidup di dunia ini pendek, jangan terburu-buru mengikuti


keinginan jiwa atau keingin-tahuan. Masih banyak waktu dalam alam semesta
yang disediakan pada kita untuk belajar. Jangan mudah ikut sebuah ajaran,
atau menciptakan ajaran baru. Lihat terus pada Yesus, lihat kasihnya pada
umat manusia, lihat juga bahwa walaupun ada banyak kejahatan dunia, namun
Allah menciptakan alam semesta itu baik. Kejahatan itu nampak nyata, namun
sementara. Mengapa orang lebih suka berpegang pada kejahatan ? Padahal ada
jauh lebih banyak kebenaran yang indah dan baik yang bisa diajarkan.

Yesus mengajarkan dan mengikuti metode pengalaman, seperti ilmu mengajarkan


metode eksperimen. Kita menemukan Allah melalui pimpinan spiritual. Kita
mendapatkan pengertian ini melalui kecintaan akan keindahan, pengejaran akan
kebenaran, kesetiaan pada tugas, dan penyembahan pada kebaikan ilahi. Dari
semuanya, kasih adalah penuntun sesungguhnya kepada pengertian yang benar.

Masalah modern yang dihadapi agama ada 2 golongan besar :

- Materialisme
18

- Totalitarianisme Sekuler

Setelah itu akan dibahas pula (pada artikel terpisah, Red.) masalah yang
dihadapi oleh agama Kristen, sebagai agama yang paling maju di dunia saat
ini.

MATERIALISME
Manusia cenderung mengejar pengetahuan. Dan akibat dari keterbatasannya,
sering menyimpulkan bahwa dunia dan manusia ini hanya materi semata-mata.
Materialisme inilah yang sering dianut oleh para ilmuwan. Bentuk lainnya
adalah Komunisme. Orang jadi hanya mengejar pengetahuan dan materi duniawi,
sedangkan hal-hal spiritual dianggap tidak masuk akal.

Walaupun masa materialisme yang paling buruk sudah lewat, namun banyak
manusia masih terpengaruh. Pendapat para pakar astronomi, misalnya, masih
mengabaikan bahwa ada Allah di balik semua fenomena. Materialisme
menrendahkan manusia menjadi hanya robot, yang bergerak dalam alam semesta
yang mekanistik dan tidak romantis. Walaupun alam semesta dipelajari dengan
matematika, namun mungkinkan semesta ini dibuat tanpa Master Ahli
Matematika?

Bagaimana jawaban agama terhadap pandangan ahli iptek mengenai materialisme


ini ? Agama tidak bisa menjawabnya dengan demokrasi atau sebuah sistem
politik.

Jawabannya adalah pertanyaan balik : Jika alam semesta ini hanya proses
mekanis, lalu bagaimana timbulnya pikiran? sebuah mesin tidak bisa tahu
apalagi mengetahui kebenaran, atau lapar akan kebenaran, atau mencintai
kebaikan. Jadi pikiran tidak mungkin muncul dari materi. Konsep mengenai
kebenaran, keindahan, dan kebaikan tidak tercakup dalam ilmu kimia atau
fisika.

Ilmu bisa membahas hal-hal fisik, tetapi pikiran dari ilmuwan itu bukan hal
fisik, itu supermaterial. Materi tidak bisa mengenal kebenaran, apalagi
mencintai belas-kasihan atau senang dengan hal-hal spiritual. Pengakuan dan
kesadaran moral juga merupakan hal yang nyata sebagaimana halnya rumus
matematika berdasar pengamatan ilmu pengetahuan. Moral berada pada tataran
yang lebih tinggi. Jika manusia hanya merupakan mesin, lalu mengapa ada
begitu banyak variasi kepribadian? Logikanya mesin tentunya seragam, seperti
produksi pabrik pembuatnya. Lalu, siapa yang membuat pabriknya? Evolusi alam
semesta dan manusia selalu meningkat. Dari tumbuhan satu sel sampai manusia,
ada sifat genetik yang terus berkembang. Mengapa berkembang?

Fakta tidak pernah bertentangan dengan iman spiritual yang benar. Teori bisa
keliru. Adalah fatal jika mengganti agama dengan ilmu pengetahuan. Lebih
baik ilmu pengetahuan dipakai untuk melepaskan manusia dari mistik dan
tahayul. Agama adalah kepercayaan manusia mengenai realitas spiritual dan
nilai-nilai ilahi. Iptek berguna untuk manusia secara material. Agama untuk
hal spiritual. Keduanya berguna untuk meningkatkan wawasan hidup dan
meningkatkan kepribadian manusia. Jadi jangan lagi agama dipertentangkan
dengan iptek. Alat ukur dan metode penelitian ilmu tidak bisa diterapkan
untuk wilayah spiritual.

Materialisme dan ilmu pengetahuan memiliki banyak kelemahan. Alam semesta


ini bukan berjalan secara otomatis begitu saja. Interpretasi ilmiah tidak
bernilai bila tidak diteliti oleh ilmuwan. Apresiasi seni tidak akan asli
bila bukan oleh seorang artis. Evaluasi moralitas tidak akan benar bila
tidak melibatkan seorang moralis. Filsafat juga tidak akan berarti kecuali
ditafsirkan oleh seorang filsuf. Agama tidak akan ada bila tidak dialami
19

seorang agamis. Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Paper 195 pasal 7.
THE VULNERABILITY OF MATERIALISM.

TOTALITARIANISME SEKULER
Sekularisme adalah pandangan yang dianut banyak orang saat ini. Sumbernya
ada dua. Bapak dari sekularisme adalah ilmu abad 18 dan 19 yang sempit, dan
tanpa Tuhan - ilmu ateis. Ibu dari sekularisme adalah gereja Kristen abad
pertengahan yang totaliter. Sekularisme muncul sebagai protes terhadap
dominasi lembaga gereja Kristen yang hampir total terhadap peradaban barat.

Peradaban barat selama 300 tahun terakhir telah berangsur-angsur makin


sekuler. Cirinya adalah semakin humanistik, segala sesuatu oleh manusia,
tanpa Tuhan. Agama makin lama makin nominal, umumnya hanya menjadi tatacara
ritual, mayoritas umat beragama menjadi sekuler. Ke gereja hanya sebagai
kebiasaan, doa-doa hanya rutinitas.

Sekulerisme telah melepaskan manusia dari belenggu gereja, namun sebagai


akibatnya, melahirkan negara yang totaliter dan tirani. Keluar dari belenggu
gereja, masuk belenggu sistem politik dan ekonomi. Ini sudah dialami Jerman
di bawah Hitler. Ini juga sudah dialami Rusia dengan sistem komunisnya.

Materialisme menolak Allah. Sekularisme mengabaikan Allah. Hasilnya adalah


perang dan kehancuran. Sekulerisme tidak akan membawa kedamaian pada umat
manusia. Tidak ada yang dapat menggantikan Allah dalam masyarakat manusia.
Walaupun demikian, pemberontakan kaum sekuler ini menghasilkan banyak
kebebasan dan kepuasan. Itu baik. Namun sekulerisme memiliki kelemahan besar
: Orang memberontak terhadap kekuasaan total para penguasa agama, namun
setelah merdeka, orang terus memberontak melawan Allah, baik diam-diam
maupun secara terbuka.

Tanpa Allah, tanpa agama, sekulerisme ilmiah tidak akan pernah bisa
menyatukan berbagai kekuatan, kepentingan, dan ragam suku dan bangsa.
Walaupun nampaknya banyak mencapai temuan ilmiah, namun pelan-pelan
masyarakat akan berantakan. Perekat pemersatu utama adalah kebangsaan atau
nasionalisme, padahal nasionalisme inilah rintangan utama ke arah perdamaian
dunia.

Kelemahan sekulerisme adalah, dia membuang etika dan agama untuk tujuan
politik dan kekuasaan. Kita tidak bisa membangun persaudaraan manusia,
sementara kita melupakan atau mengingkari Allah sebagai bapak.

Sekulerisme ilmu, pendidikan, industri, dan masyarakat secara total hanya


akan membawa malapetaka. Perang Dunia adalah akibat yang tidak dapat
dihindari, dan itu sudah kita alami dua kali, apakah kita akan mengulangi
untuk ketiga kalinya?

=REFERENSI=

UB p.2075 - 2082, The Modern Problem, Materialism, Total Secularism


20

Edisi 6 – Kebenaran dan kedamaian


15 Agustus 2001

=PELITA JIWA=

.....

Truth is a simple place


Here for us all to see
Reach as it comes to you
As it comes to me
As I will always need you inside my heart

Peace is a word we teach


A place for us all to reach
Sing as it sings to you
As it sings to me
As I will always need you inside my heart

.....

"Homeworld" - Yes, taken from their album The Ladder

=EDITORIAL=

Damai adalah satu kata yang sering kita ucapkan, yang sering kita ajarkan
kepada anak-anak kita. Tetapi seringkali, damai lebih menjadi sekedar ucapan
di mulut. Damai di mulut, dendam di hati. Damai lebih sering digunakan
sebagai "jalan keluar" atas kemelut/pertentangan. Misalnya seseorang hendak
ditilang oleh polisi karena melanggar rambu lalin, kemudian minta "damai"
sambil menyodorkan sejumlah uang kepada polisi. Dua anak bersaudara yang
berkelahi berebut mainan, dilerai oleh orang tuanya dan diminta untuk
berdamai.
Lebih dari itu, damai adalah suatu keadaan/state. Bagaimana kita bisa sampai
mencapai keadaan damai, itulah yang terpenting.

Dari pandangan saya damai berkaitan dengan kebenaran terutama akan


ketuhanan. God is love, and love brings peace. Kebenaran yang kita capai,
akan membuahkan kedamaian, baik dalam pikiran maupun perilaku kita. Disini
kebenaran perlu ditelaah lebih dalam. Apa sebenarnya itu kebenaran? Berbagai
pakar banyak membuat formulasi tentang apa yang benar. Misalnya acara radio
yang saya suka ikuti, dibawakan Pdt. Gilbert L. setiap minggu pagi,
"Mendengar yang Benar". Juga acara 15 menit "Cahaya Hati" di salah satu
stasiun tv yang saya suka ikuti setiap Rabu tengah malam, dan banyak lagi.
Semuanya membawakan kebenaran walaupun dalam bentuknya yang terpilah-pilah
(menurut kitab ini, menurut kitab itu).

Banyak orang yang tersandung pada konsep kebenaran. Pilatus sewaktu


mengadili Yesus berkomentar, "Truth, what is truth--who knows?". Kebenaran
sering dikotak-kotakkan oleh manusia ke dalam dogma-dogma tertentu (hal ini
sudah saya singgung pada edisi lalu) sehingga
menjadi aliran-aliran, agama, atau diinstitusionalkan kedalam tatanan suatu
negara.

Buku Urantia banyak mengulas dengan rinci mengenai pertanyaan ini. Untuk
21

secara ringkasnya, kali ini saya kutipkan dahulu sedikit yang diambil dari
paper 180.

1949§4 180:5.2 Divine truth is a spirit-discerned and living reality. Truth


exists only on high spiritual levels of the realization of divinity and the
consciousness of communion with God. You can know the truth, and you can
live the truth; you can experience the growth of truth in the soul and enjoy
the liberty of its enlightenment in the mind, but you cannot imprison truth
in formulas, codes, creeds, or intellectual patterns of human conduct. When
you undertake the human formulation of divine truth, it speedily dies. The
post-mortem salvage of imprisoned truth, even at best, can eventuate only in
the realization of a peculiar form of intellectualized glorified wisdom.
Static truth is dead truth, and only dead truth can be held as a theory.
Living truth is dynamic and can enjoy only an experiential existence in the
human mind.

Dari uraian diatas ada dua jenis kebenaran; kebenaran yang mati, dan
kebenaran yang hidup. Ketika kita memformulasikan kebenaran, menjadikannya
sebuah dogma, syahadat, maka kebenaran itu akan mati, maksudnya menjadi
statis, dan hanya diulang-ulang kembali. Kebenaran yang mati/statis lebih
tepat dijadikan teori, patokan, tradisi. Tetapi kebenaran akan Tuhan tidak
dapat dibakukan, dimatikan, dijadikan statis. Realisasi akan kebenaran
selalu berkembang meskipun memiliki level yang berbeda-beda pada setiap
orang. Adalah benar pernyataan "Tuhan adalah Allah yang hidup"; demikian
pula kebenaran haruslah hidup dan dinamis, selalu berkembang dalam
eksistensi pengalaman pikiran manusia.

Jadi dimana hubungannya antara kebenaran dengan kedamaian? Dengan menemukan


dan mengalami kebenaran yang hidup kita menemukan Tuhan yang adalah kasih,
menjalankan kasih dalam persaudaraan manusia sehingga kedamaian menjadi
nyata. Kebenaran yang hidup ada didalam hati kita, tinggal kemauan kita
untuk menemukannya, hidup dalam kebenaran, dan mengalami pertumbuhan
kebenaran.

Pembahasan ini sebenarnya masih sangat panjang, namun pada lain kesempatan
saya akan coba angkat lagi dalam suatu pembahasan khusus mengenai kebenaran
mati dan kebenaran yang hidup serta berbagai hal yang membuat orang buta
terhadap kebenaran, supaya dapat semakin membuka wawasan kita.

"My peace I leave with you.."

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=CATATAN=

Terima kasih atas perhatian Anda terhadap newsletter Water of Life. Apabila
Anda memiliki pertanyaan, kesan, pengalaman, saran, kritik dan lain-lain
silakan layangkan melalui e-mail ke danielvk@urantia.or.id. Saya dengan
senang hati akan mencoba menjawab e-mail Anda.
22

Edisi 7 – Kebenaran yang hidup; Perubahan; Ajaran Yesus


tentang agama yang hidup
17 Agustus 2001

=PELITA JIWA=

We cannot search out God by knowledge, but we can know him in our hearts by
personal experience. [p. 1453, par. 5]

=EDITORIAL=

Edisi lalu saya membahas hubungan kedamaian dengan kebenaran, serta sedikit
mengungkapkan perbedaan antara kebenaran yang mati dan yang hidup. Saya akan
coba kembali menyegarkan pikiran kita akan hal ini. Kebenaran yang mati,
adalah kebenaran yang ditemukan, kemudian dibakukan kedalam suatu tradisi,
budaya, ajaran, syahadat, dogma dan teologia. Tapi saya sudah bilang
kebenaran tidak dapat di"matikan" seperti itu. Kebenaran selalu berkembang,
hidup. Selalu kita akan menemukan kebenaran yang lebih tinggi, lebih baru,
sejalan dengan waktu dan perkembangan akal budi peradaban manusia. Tetapi
apabila kita teguh memegang kebenaran yang mati, tanpa hidup dalam kebenaran
yang hidup, kita tak akan pernah berkembang ke tingkat spiritualitas
peradaban yang lebih tinggi dan maju. Tetapi lagi, mengapa kita tidak mau
berpegang pada kebenaran yang hidup?

Kebenaran mati menjaga keutuhan, tetapi kebenaran yang hidup membawa


perubahan. Dapat saya katakan lebih jelas, bahwa kebenaran memerdekakan kita
dari kesalahan-kesalahan masa lalu.

Sayangnya, hingga jaman ini, banyak manusia masih malas, bahkan takut akan
adanya perubahan akibat terungkapnya kebenaran baru. Wah nanti begini, nanti
begitu, gimana kalau begini, begitu? dsb. Generasi ke generasi kita telah
hidup dengan cara pandang yang sangat salah, yaitu dengan preservasi nilai2
(baik dan buruk), ketakutan, prasangka, dan negativitas terhadap kebenaran
yang hidup, kebenaran yang memperbaharui dan meningkatkan level peradaban
manusia.

Kita tidak dapat terus menutup mata terhadap kebenaran yang hidup, apa
akibatnya kalau kita terus menerus berpegang kepada kebenaran mati? Anda
dapat melihat sendiri akibatnya. Mengapa bangsa Indonesia atau banyak bangsa
lain hingga sekarang tidak dapat keluar dari berbagai kemelut, keributan,
perang, dsb? Dapat saya katakan karena bangsa ini tidak mau hidup dalam
kebenaran yang hidup. Kita mengikat dan mengucilkan diri pada kebenaran
matinya sendiri-sendiri; tradisi nenek moyang, superstisi, dan dogma-dogma
agama dalam buku-buku suci.
Di sisi material kita memiliki pandangan hidup yang terbalik, yang merangkul
ketidakpedulian, egotisme, memelihara mental korupsi, kolusi, nepotisme,
serta mengagungkan kekuasaan yang menindas.

Andaikata bangsa ini mau berani, jujur, merenungkan, membuka diri, terhadap
kebenaran yang hidup, daripada saling berperang mempertahankan dogma agama
masing-masing, ribut atas hal-hal materialistik, sibuk dengan berbagai
ritual seremonial keagamaan tetapi dalam hatinya merencanakan kejahatan,
memelihara dengki dan amarah.. dan sebagai-bagainya, mungkin (entah ratusan
tahun mendatang) suatu saat nanti kita akan dapat menjadi bangsa yang
benar-benar bebas merdeka material dan spiritual.
23

Dalam kaitannya dengan kemerdekaan spiritual, pada bagian pembahasan saya


mengutipkan dari Buku Urantia, pembicaraan Yesus tentang "true religion"
dengan para rasul dan evangelis yang ketika sedang dalam perjalanan ke
Phoenicia berhenti di Luz, pada Kamis pagi, tanggal 9 Juni 29. Pembahasan
yang kedua akan dilanjutkan pada edisi berikutnya. Semoga topik menarik ini
dapat membantu membuka wawasan kita kearah kemerdekaan spiritual yang
sebenarnya.

Tuhan memberkati.

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=PEMBAHASAN=
Pengantar: Berikut ini saya kutipkan bagian pertama dari percakapan Yesus
khusus tentang 3 bentuk berbeda tentang devosi keagamaan pada manusia, dan
pelajaran tentang agama yang sebenarnya, 'agama' yang diajarkan oleh Yesus.
Sangat menarik dan saya rekomendasikan untuk dipelajari.

5. THE DISCOURSE ON TRUE RELIGION [Paper 155 bagian 5]

This memorable discourse on religion, summarized and restated in modern


phraseology, gave expression to the following truths:

While the religions of the world have a double origin--natural and


revelatory--at any one time and among any one people there are to be found
three distinct forms of religious devotion. And these three manifestations
of the religious urge are:

1. Primitive religion. The seminatural and instinctive urge to fear


mysterious energies and worship superior forces, chiefly a religion of the
physical nature, the religion of fear.
2. The religion of civilization. The advancing religious concepts and
practices of the civilizing races--the religion of the mind--the
intellectual theology of the authority of established religious tradition.
3. True religion--the religion of revelation. The revelation of
supernatural values, a partial insight into eternal realities, a glimpse of
the goodness and beauty of the infinite character of the Father in
heaven--the religion of the spirit as demonstrated in human experience.

The religion of the physical senses and the superstitious fears of natural
man, the Master refused to belittle, though he deplored the fact that so
much of this primitive form of worship should persist in the religious forms
of the more intelligent races of mankind. Jesus made it clear that the great
difference between the religion of the mind and the religion of the spirit
is that, while the former is upheld by ecclesiastical authority, the latter
is wholly based on human experience.

And then the Master, in his hour of teaching, went on to make clear these
truths:

Until the races become highly intelligent and more fully civilized, there
will persist many of those childlike and superstitious ceremonies which are
so characteristic of the evolutionary religious practices of primitive and
24

backward peoples. Until the human race progresses to the level of a higher
and more general recognition of the realities of spiritual experience, large
numbers of men and women will continue to show a personal preference for
those religions of authority which require only intellectual assent, in
contrast to the religion of the spirit, which entails active participation
of mind and soul in the faith adventure of grappling with the rigorous
realities of progressive human experience.
The acceptance of the traditional religions of authority presents the easy
way out for man's urge to seek satisfaction for the longings of his
spiritual nature. The settled, crystallized, and established religions of
authority afford a ready refuge to which the distracted and distraught soul
of man may flee when harassed by fear and tormented by uncertainty. Such a
religion requires of its devotees, as the price to be paid for its
satisfactions and assurances, only a passive and purely intellectual assent.
And for a long time there will live on earth those timid, fearful, and
hesitant individuals who will prefer thus to secure their religious
consolations, even though, in so casting their lot with the religions of
authority, they compromise the sovereignty of personality, debase the
dignity of self-respect, and utterly surrender the right to participate in
that most thrilling and inspiring of all possible human experiences: the
personal quest for truth, the exhilaration of facing the perils of
intellectual discovery, the determination to explore the realities of
personal religious experience, the supreme satisfaction of experiencing the
personal triumph of the actual realization of the victory of spiritual faith
over intellectual doubt as it is honestly won in the supreme adventure of
all human existence--man seeking God, for himself and as himself, and
finding him.
The religion of the spirit means effort, struggle, conflict, faith,
determination, love, loyalty, and progress. The religion of the mind--the
theology of authority--requires little or none of these exertions from its
formal believers. Tradition is a safe refuge and an easy path for those
fearful and halfhearted souls who instinctively shun the spirit struggles
and mental uncertainties associated with those faith voyages of daring
adventure out upon the high seas of unexplored truth in search for the
farther shores of spiritual realities as they may be discovered by the
progressive human mind and experienced by the evolving human soul.

And Jesus went on to say: "At Jerusalem the religious leaders have
formulated the various doctrines of their traditional teachers and the
prophets of other days into an established system of intellectual beliefs, a
religion of authority. The appeal of all such religions is largely to the
mind. And now are we about to enter upon a deadly conflict with such a
religion since we will so shortly begin the bold proclamation of a new
religion--a religion which is not a religion in the present-day meaning of
that word, a religion that makes its chief appeal to the divine spirit of my
Father which resides in the mind of man; a religion which shall derive its
authority from the fruits of its acceptance that will so certainly appear in
the personal experience of all who really and truly become believers in the
truths of this higher spiritual communion."
Pointing out each of the twenty-four and calling them by name, Jesus said:
"And now, which one of you would prefer to take this easy path of conformity
to an established and fossilized religion, as defended by the Pharisees at
Jerusalem, rather than to suffer the difficulties and persecutions attendant
upon the mission of proclaiming a better way of salvation to men while you
realize the satisfaction of discovering for yourselves the beauties of the
realities of a living and personal experience in the eternal truths and
supreme grandeurs of the kingdom of heaven? Are you fearful, soft, and
ease-seeking? Are you afraid to trust your future in the hands of the God of
truth, whose sons you are? Are you distrustful of the Father, whose children
you are? Will you go back to the easy path of the certainty and intellectual
25

settledness of the religion of traditional authority, or will you gird


yourselves to go forward with me into that uncertain and troublous future of
proclaiming the new truths of the religion of the spirit, the kingdom of
heaven in the hearts of men?"
All twenty-four of his hearers rose to their feet, intending to signify
their united and loyal response to this, one of the few emotional appeals
which Jesus ever made to them, but he raised his hand and stopped them,
saying: "Go now apart by yourselves, each man alone with the Father, and
there find the unemotional answer to my question, and having found such a
true and sincere attitude of soul, speak that answer freely and boldly to my
Father and your Father, whose infinite life of love is the very spirit of
the religion we proclaim."
The evangelists and apostles went apart by themselves for a short time.
Their spirits were uplifted, their minds were inspired, and their emotions
mightily stirred by what Jesus had said. But when Andrew called them
together, the Master said only: "Let us resume our journey. We go into
Phoenicia to tarry for a season, and all of you should pray the Father to
transform your emotions of mind and body into the higher loyalties of mind
and the more satisfying experiences of the spirit."
As they journeyed on down the road, the twenty-four were silent, but
presently they began to talk one with another, and by three o'clock that
afternoon they could not go farther; they came to a halt, and Peter, going
up to Jesus, said: "Master, you have spoken to us the words of life and
truth. We would hear more; we beseech you to speak to us further concerning
these matters."

=CATATAN=

Terima kasih atas perhatian Anda terhadap newsletter Water of Life. Semoga
apa yang saya tuangkan dalam tulisan ini dapat menjadi manfaat bagi Anda.
Apabila Anda memiliki pertanyaan, kesan, pengalaman, saran, kritik dan
lain-lain silakan layangkan melalui e-mail ke danielvk@urantia.or.id. Saya
dengan senang hati akan menjawab e-mail Anda.
26

Edisi 8 – Relaksasi, Menjauh sementara dari problema; Ajaran


Yesus tentang agama yang hidup bag. 2; Sistem tata surya
kita
6 September 2001

=PELITA JIWA=

[Y]ou must realize that the best method of solving some entangled problems is
to forsake them for a time. Then when you go back fresh from your rest or
worship, you are able to attack your troubles with a clearer head and a
steadier hand, not to mention a more resolute heart. [p. 1611, par. 1]

The wise and effective solution of any problem demands that the mind shall be
free from bias, passion, and all other purely personal prejudices which might
interfere with the disinterested survey of the actual factors that go to make
up the problem presenting itself for solution. [p. 1773, par. 5]

=EDITORIAL=

Bingung. Stress. Ketika kita stress, dipusingkan dengan suatu masalah, kita
memandang masalah tersebut begitu besar dan sangat membebani. Mungkin Anda
ingat kapan terakhir kali marah-marah, stress, atau bahkan depresi karena
dirudung permasalahan. Saat ini, kemarin atau tahun lalu? Saya rasa kita semua
pernah mengalaminya.

Problema, memang seringkali membuat pikiran kita kacau, buntu dan membuat
stress, depresi. Dalam contoh yang saya bawakan kali ini, adalah kepenatan yang
dihadapi oleh murid-murid Yesus, sewaktu (pada akhir Juni 27 Masehi) melayani
berbagai orang di daerah-daerah Samaria dan Yunani. Ditambah juga karena belum
terbiasa bekerja bersama-sama dengan murid-murid Yohanes Pembaptis. *Yohanes
Pembaptis dipenjara oleh Herodes selama setahun sebelum akhirnya dihukum mati
tanggal 10 Januari 28. Murid-murid Yesus sedang dilanda stress, bingung (dan
ini bukan yang terakhir kalinya).
Kemudian ketika Andrew (Andreas) -yang dituakan dalam kelompok rasul tersebut,
menuangkan uneg-uneg mereka kepada Yesus, apa yang dilakukanNya? Yesus mengajak
Andrew dan 11 murid lainnya ke pegunungan Sartaba untuk beristirahat beberapa
hari, dan menyarankan agar tidak membicarakan masalah-masalah yang sedang
dihadapi.

Singkatnya, pada hari ketiga ketika mereka kembali dari liburan singkat itu,
kepenatan mereka hilang. Pikiran mereka disegarkan kembali, dan ternyata
masalah yang tadinya mereka anggap begitu memusingkan, tidak lagi memusingkan
kepala. Mereka belajar bahwa kebingungan yang terjadi akibat dihadapkan suatu
permasalahan, secara realitas sebenarnya tidak ada. Yesus memberikan pelajaran
bahwa cara terbaik untuk mengatasi berbagai permasalahan seringkali adalah
dengan meninggalkannya untuk sementara waktu, istirahat untuk memulihkan
energi, sehingga ketika kembali lagi, dapat menghadapi masalah dengan pikiran
yang lebih segar.

Demikian halnya apabila kita mengalami kepenatan. Tinggalkan sejenak untuk


beristirahat, berdoa, dan meditasi. Pulihkan pikiran, perasaan/emosi Anda dari
segala bentuk negativitas yang menguras energi dan mengacaukan pikiran.
Kembalikan keseimbangan antara pikiran dan spiritual. Dengan pikiran yang
segar, Anda dapat memandang dan mencari solusi yang lebih baik untuk
permasalahan Anda dengan pikiran jernih dan ketegasan hati.
27

Selamat ber-akhir pekan, Tuhan memberkati.

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=PEMBAHASAN=
Pengantar: Melanjutkan pembahasan edisi sebelumnya, berikut ini saya kutipkan
bagian kedua dari percakapan Yesus tentang agama yang sebenarnya, yaitu
hubungan pribadi kita dengan Tuhan.

6. THE SECOND DISCOURSE ON RELIGION (Paper 155 bagian 6, halaman 1730-1733)


And so, while they paused in the shade of the hillside, Jesus continued to
teach them regarding the religion of the spirit, in substance saying:

You have come out from among those of your fellows who choose to remain
satisfied with a religion of mind, who crave security and prefer conformity.
You have elected to exchange your feelings of authoritative certainty for the
assurances of the spirit of adventurous and progressive faith. You have dared
to protest against the grueling bondage of institutional religion and to reject
the authority of the traditions of record which are now regarded as the word of
God. Our Father did indeed speak through Moses, Elijah, Isaiah, Amos, and
Hosea, but he did not cease to minister words of truth to the world when these
prophets of old made an end of their utterances. My Father is no respecter of
races or generations in that the word of truth is vouchsafed one age and
withheld from another. Commit not the folly of calling that divine which is
wholly human, and fail not to discern the words of truth which come not through
the traditional oracles of supposed inspiration.

I have called upon you to be born again, to be born of the spirit. I have
called you out of the darkness of authority and the lethargy of tradition into
the transcendent light of the realization of the possibility of making for
yourselves the greatest discovery possible for the human soul to make--the
supernal experience of finding God for yourself, in yourself, and of yourself,
and of doing all this as a fact in your own personal experience. And so may you
pass from death to life, from the authority of tradition to the experience of
knowing God; thus will you pass from darkness to light, from a racial faith
inherited to a personal faith achieved by actual experience; and thereby will
you progress from a theology of mind handed down by your ancestors to a true
religion of spirit which shall be built up in your souls as an eternal
endowment.

Your religion shall change from the mere intellectual belief in traditional
authority to the actual experience of that living faith which is able to grasp
the reality of God and all that relates to the divine spirit of the Father. The
religion of the mind ties you hopelessly to the past; the religion of the
spirit consists in progressive revelation and ever beckons you on toward higher
and holier achievements in spiritual ideals and eternal realities.
While the religion of authority may impart a present feeling of settled
security, you pay for such a transient satisfaction the price of the loss of
your spiritual freedom and religious liberty. My Father does not require of you
as the price of entering the kingdom of heaven that you should force yourself
to subscribe to a belief in things which are spiritually repugnant, unholy, and
untruthful. It is not required of you that your own sense of mercy, justice,
and truth should be outraged by submission to an outworn system of religious
forms and ceremonies. The religion of the spirit leaves you forever free to
follow the truth wherever the leadings of the spirit may take you. And who can
28

judge--perhaps this spirit may have something to impart to this generation


which other generations have refused to hear?
Shame on those false religious teachers who would drag hungry souls back into
the dim and distant past and there leave them! And so are these unfortunate
persons doomed to become frightened by every new discovery, while they are
discomfited by every new revelation of truth. The prophet who said, "He will be
kept in perfect peace whose mind is stayed on God," was not a mere intellectual
believer in authoritative theology. This truth-knowing human had discovered
God; he was not merely talking about God.

I admonish you to give up the practice of always quoting the prophets of old
and praising the heroes of Israel, and instead aspire to become living prophets
of the Most High and spiritual heroes of the coming kingdom. To honor the
God-knowing leaders of the past may indeed be worth while, but why, in so
doing, should you sacrifice the supreme experience of human existence: finding
God for yourselves and knowing him in your own souls?
Every race of mankind has its own mental outlook upon human existence;
therefore must the religion of the mind ever run true to these various racial
viewpoints. Never can the religions of authority come to unification. Human
unity and mortal brotherhood can be achieved only by and through the
superendowment of the religion of the spirit. Racial minds may differ, but all
mankind is indwelt by the same divine and eternal spirit. The hope of human
brotherhood can only be realized when, and as, the divergent mind religions of
authority become impregnated with, and overshadowed by, the unifying and
ennobling religion of the spirit--the religion of personal spiritual
experience.
The religions of authority can only divide men and set them in conscientious
array against each other; the religion of the spirit will progressively draw
men together and cause them to become understandingly sympathetic with one
another. The religions of authority require of men uniformity in belief, but
this is impossible of realization in the present state of the world. The
religion of the spirit requires only unity of experience--uniformity of
destiny--making full allowance for diversity of belief. The religion of the
spirit requires only uniformity of insight, not uniformity of viewpoint and
outlook. The religion of the spirit does not demand uniformity of intellectual
views, only unity of spirit feeling. The religions of authority crystallize
into lifeless creeds; the religion of the spirit grows into the increasing joy
and liberty of ennobling deeds of loving service and merciful ministration.
But watch, lest any of you look with disdain upon the children of Abraham
because they have fallen on these evil days of traditional barrenness. Our
forefathers gave themselves up to the persistent and passionate search for God,
and they found him as no other whole race of men have ever known him since the
times of Adam, who knew much of this as he was himself a Son of God. My Father
has not failed to mark the long and untiring struggle of Israel, ever since the
days of Moses, to find God and to know God. For weary generations the Jews have
not ceased to toil, sweat, groan, travail, and endure the sufferings and
experience the sorrows of a misunderstood and despised people, all in order
that they might come a little nearer the discovery of the truth about God. And,
notwithstanding all the failures and falterings of Israel, our fathers
progressively, from Moses to the times of Amos and Hosea, did reveal
increasingly to the whole world an ever clearer and more truthful picture of
the eternal God. And so was the way prepared for the still greater revelation
of the Father which you have been called to share.

Never forget there is only one adventure which is more satisfying and thrilling
than the attempt to discover the will of the living God, and that is the
supreme experience of honestly trying to do that divine will. And fail not to
remember that the will of God can be done in any earthly occupation. Some
callings are not holy and others secular. All things are sacred in the lives of
those who are spirit led; that is, subordinated to truth, ennobled by love,
29

dominated by mercy, and restrained by fairness- justice. The spirit which my


Father and I shall send into the world is not only the Spirit of Truth but also
the spirit of idealistic beauty.
You must cease to seek for the word of God only on the pages of the olden
records of theologic authority. Those who are born of the spirit of God shall
henceforth discern the word of God regardless of whence it appears to take
origin. Divine truth must not be discounted because the channel of its bestowal
is apparently human. Many of your brethren have minds which accept the theory
of God while they spiritually fail to realize the presence of God. And that is
just the reason why I have so often taught you that the kingdom of heaven can
best be realized by acquiring the spiritual attitude of a sincere child. It is
not the mental immaturity of the child that I commend to you but rather the
spiritual simplicity of such an easy-believing and fully--trusting little one.
It is not so important that you should know about the fact of God as that you
should increasingly grow in the ability to feel the presence of God.

When you once begin to find God in your soul, presently you will begin to
discover him in other men's souls and eventually in all the creatures and
creations of a mighty universe. But what chance does the Father have to appear
as a God of supreme loyalties and divine ideals in the souls of men who give
little or no time to the thoughtful contemplation of such eternal realities?
While the mind is not the seat of the spiritual nature, it is indeed the
gateway thereto.
But do not make the mistake of trying to prove to other men that you have found
God; you cannot consciously produce such valid proof, albeit there are two
positive and powerful demonstrations of the fact that you are God-knowing, and
they are:

1. The fruits of the spirit of God showing forth in your daily routine life.
2. The fact that your entire life plan furnishes positive proof that you have
unreservedly risked everything you are and have on the adventure of survival
after death in the pursuit of the hope of finding the God of eternity, whose
presence you have foretasted in time.

Now, mistake not, my Father will ever respond to the faintest flicker of faith.
He takes note of the physical and superstitious emotions of the primitive man.
And with those honest but fearful souls whose faith is so weak that it amounts
to little more than an intellectual conformity to a passive attitude of assent
to religions of authority, the Father is ever alert to honor and foster even
all such feeble attempts to reach out for him. But you who have been called out
of darkness into the light are expected to believe with a whole heart; your
faith shall dominate the combined attitudes of body, mind, and spirit.
You are my apostles, and to you religion shall not become a theologic shelter
to which you may flee in fear of facing the rugged realities of spiritual
progress and idealistic adventure; but rather shall your religion become the
fact of real experience which testifies that God has found you, idealized,
ennobled, and spiritualized you, and that you have enlisted in the eternal
adventure of finding the God who has thus found and sonshipped you.

And when Jesus had finished speaking, he beckoned to Andrew and, pointing to
the west toward Phoenicia, said: "Let us be on our way."

=SAINS/SEJARAH=

Sistem tata surya kita terdiri atas 12 planet, yang mulai terbentuk sekitar
4,500,000,000 tahun y/l. Tata surya mulai berfungsi dan berkembang seperti
sekarang 3,000,000,000 tahun y/l. "Asteroid Belt" yang ditemukan diantara
30

orbital Mars dan Jupiter merupakan pecahan-pecahan dari planet kelima, yang
hancur terfragmentasi akibat alur orbitnya yang tidak biasa menjadi terlalu
dekat ke planet raksasa Jupiter. Tetapi bagaimana awal tata surya kita
terbentuk? Saya kutip sedikit dari tulisan Bpk. Nugroho Widi berjudul "Riwayat
Bumi dan Alam Semesta" sebagai berikut.

Nebula adalah awal dari riwayat alam semesta. Putaran Nebula itu adalah induk
bintang-bintang. Tadinya energi foton cahaya setelah beberapa waktu melaju di
angkasa, akan mulai bergabung menjadi ultimaton. 100 buah Ultimaton akan
membentuk elektron. Kemudian terbentuklah proton, atom, molekul dan seterusnya.
Terbentuklah massa materi. Jika materi bergabung dalam jumlah yang cukup, maka
akan terbentuk matahari dan planet-planet. Dengan cara itulah terbentuk sistem
bintang. Ada nebula yang menghasilkan jutaan bintang, ada juga yang lebih
sedikit. Sebuah superuniverse dan local universe dimulai dan ditambah dengan
cara seperti itu.

Sistem planet di Tata Surya terbentuk akibat lewatnya sistem dark-matter (massa
hitam) Angona. Dark matter adalah benda angkasa raksasa yang tidak bersinar dan
umumnya bermuatan listrik-magnet tinggi. Sistem Angona lewat dan menyedot
sebagian massa matahari. Daya tarik keduanya menyebabkan terbentuklah berbagai
planet tata surya. Selain itu masih ada cara lain untuk terbentuknya planet.

Sejarah sistem tata surya kita secara lengkap dapat dipelajari pada bagian III
dari Buku Urantia. Temukan juga pembahasan-pembahasan sains ilmiah, filsafat,
agama dan lain-lainnya di situs Urantia Indonesia (www.urantia.or.id), pada
bagian Publikasi.

=CATATAN=

Terima kasih atas perhatian Anda terhadap newsletter Water of Life. Semoga apa
yang saya tuangkan dalam tulisan ini dapat menjadi manfaat bagi Anda. Apabila
Anda memiliki pertanyaan, kesan, pengalaman, sumbangan tulisan, saran, kritik,
koreksi dan lain-lain silakan layangkan melalui e-mail ke
danielvk@urantia.or.id. Saya dengan senang hati akan menjawab e-mail Anda.
31

Edisi 9 – Kebencian dan balas dendam


24 September 2001

=PELITA JIWA=

True goodness is like water in that it blesses everything and harms


nothing. [p. 1452, par. 1]

=EDITORIAL=

Beberapa waktu lalu kita, seluruh dunia, menyaksikan sebuah tragedi


memilukan, sebuah serangan besar terhadap Amerika. Salah dua gedung
tertinggi di dunia, World Trade Center yang menjadi kebanggaan
Amerika, luluh lantak setelah diterjang dua pesawat Boeing penuh
dengan penumpang sipil dari berbagai kewarganegaraan. Korban yang
hilang hingga kini masih terus dicari. Setiap orang mungkin berharap
ini hanyalah sebuah film, seperti pada film Armageddon, gedung
WTC "bolong" tapi diterjang meteor. Realitas berkata kenyataan, ini
bukan bagian dari film fiksi ilmiah.

Amerika beserta negara-negara pendukungnya sepakat untuk menyatakan


perang terhadap terorisme. Namun kita semua berharap agar keadilan
ditegakkan dengan usaha yang sebaik-baiknya. Sudah begitu banyak
korban jatuh, akankah kita terus menumpahkan darah manusia hanya
untuk memuaskan nafsu balas dendam? Saya sangat prihatin dan turut
merasakan pedih yang melanda rakyat Amerika. Namun saya tidak kurang
prihatinnya terhadap orang-orang yang melakukan tindakan keji
tersebut. Mungkin pelaku-pelakunya merupakan para korban rasa benci
yang amat sangat. Mereka mungkin dibesarkan oleh orang tua yang
menanamkan kebencian terhadap orang-orang ras tertentu. Mereka tumbuh
di lingkungan yang membenci peradaban tertentu. Mereka dididik seumur
hidupnya untuk membenci orang-orang yang tidak sejalan dengan
pandangan hidup mereka. Singkatnya sekali lagi, mereka juga adalah
korban dari kebencian. Mungkin juga pelaku tersebut adalah budak
berbagai prasangka keagamaan. Ajaran "mata ganti mata", balas dendam
masuk surga, dan sebagainya, dipandang secara ekstrim sehingga yang
terjadi, mereka menjadi fanatik, ekstrimis. Mereka menjadi budak
ajaran agama. Budak teologia. Mereka mati-matian melakukan ajaran-
ajaran agamanya secara harafiah, bahkan membunuh, memotong bagian
tubuh manusia dianggapnya mulia di mata Tuhan. Agama Yahudi, Kristen,
Islam, ketiga-tiganya mengalami masa kegelapan, masa penuh prasangka
satu terhadap lainnya. Mereka saling membenci, saling membunuh,
saling menghancurkan, saling membantai. Masing2 merasa
agamanya "paling benar dihadapan Tuhan". Dan yang paling ironis,
mereka melakukan berbagai kekejian tersebut "di dalam nama Tuhan".

"Hate is the shadow of fear; vengeance the mask of cowardice.."


(1632:2)

Kita membenci, karena kita takut. Kita seringkali berkelahi, balas


membalas, hanya untuk membuktikan kalau kita tidak takut. Tapi pada
kenyataannya, sadar tidak sadar kita sebenarnya takut. Takut akan apa
yang tidak kita ketahui, takut akan apa yang tidak kita mengerti,
akan apa yang tidak sejalan dengan pandangan kita. Kita membangun
benteng kebencian, untuk menutupi rasa takut kita. Tapi terlebih dari
itu, tindakan balas dendam hanya membuktikan bahwa kita adalah
32

pengecut.

Balas dendam tidak akan menyelesaikan masalah secara jangka panjang.


Menghancurkan terorisme hanya akan menumbuhkan bentuk terorisme
lainnya, apalagi jika dikaitkan dengan soal membela agamanya. Yang
mungkin dapat kita lakukan salah satunya mungkin kita berusaha untuk
mendidik, menanamkan kasih, dan membuka tingkat pemahaman yang lebih
luas kepada anak-anak mereka, sehingga pada saatnya mereka tidak akan
membenci anak cucu kita. Ajaran-ajaran agama yang usang dan menjadi
akar permasalahan sebaiknya ditinggalkan. Tatap ke masa depan, buka
tali-tali kuk, yaitu tradisi-tradisi agama yang mencengkeram setiap
umatnya yang sudah tidak sesuai lagi dengan peradaban kehidupan
manusia yang semakin maju ke arah tingkat spiritualitas yang semakin
tinggi.

Saya turut berduka cita, dan berdoa untuk kita semua, agar keadilan
dapat ditegakkan dengan cara yang sebijak-bijaknya oleh para pemimpin
dunia, namun terlebih dari itu, kalahkanlah jahat dengan kasih. Tuhan
memberkati.

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life

=TENTANG NEWSLETTER INI=

"If any man thirst, let him come to me and drink.


From the Father above I bring to this world
the water of life." (1795:5)

Newsletter Water of Life, atau Air Kehidupan, merupakan rangkaian


tulisan saya yang termotivasi dari keinginan berbagi nilai-nilai
spiritual dan realisasi hidup manusia sebagai saudara terhadap yang
lainnya, dan sebagai anak dari Bapa Semesta Alam, yaitu Tuhan yang
maha esa. Tulisan saya tidak mewakili salah satu aliran maupun agama
manapun, namun lebih merupakan inspirasi ajaran dari Yesus, yang
tiada lain adalah Putra Pencipta Semesta kita.

Karena waktu yang sangat terbatas, saya harus membatasi frekwensi


penerbitannya menjadi 1 edisi per bulan. Ini akan membantu saya
mengarahkan pesan yang ingin disampaikan. Apabila Anda memiliki
pertanyaan, kesan, pengalaman, sumbangan tulisan, saran, kritik,
koreksi dan lain-lain silakan layangkan melalui e-mail ke
danielvk@urantia.or.id. Saya dengan senang hati akan menjawab e-mail
Anda. Terima kasih. Semoga apa yang saya tuangkan dalam tulisan ini
dapat menjadi manfaat bagi Anda.
33

Edisi 10 – Hubungan Tuhan sebagai Bapa dan manusia


sebagai anakNya
1 November 2001

=PELITA JIWA=

Ada seorang ayah yang memiliki dua orang putera, Josh dan Bob. Suatu hari,
kedua kakak beradik ini berselisihan hingga terjadi perang mulut dan hampir
berkelahi sebelum akhirnya mereka melihat kedatangan ayahnya. Keduanya
berlarian menuju ayah mereka sambil berteriak2 mengadukan masing2 kekesalannya.
Sang ayah sambil tersenyum berlutut dihadapan anak-anaknya untuk dapat sejajar
melihat wajah mereka dan dengan sabar mendengarkan keluhan mereka. Setelah
mereka selesai mengungkapkan permasalahannya, sang ayah berkata kepada anaknya
yang tertua, "Josh, apakah engkau menyayangi ayah?". Josh menyahut dengan
lantang, "Tentu, ayah, aku sangat sayang padamu!". Kemudian, berpaling kepada
Bob, yang lebih muda, "Bob, apakah engkau menyayangi ayah?". Bob mengangguk,
sambil agak terisak, "Ya, ayah".
Sang ayah kemudian memeluk keduanya, kemudian berkata, "Anak-anakku, aku
mengasihi kalian berdua. Dan jika kalian sama-sama mengasihi ayah, kalian juga
harus belajar untuk saling mengasihi kakakmu dan adikmu."

Renungan:
"The Father in heaven loves his children, and therefore should you learn to
love one another; the Father in heaven forgives you your sins; therefore should
you learn to forgive one another." [UB P.1762 - §5]

=EDITORIAL=

Dari cerita singkat diatas, ada kebenaran ilahi yang ingin saya angkat bagi
saudara-saudari pembaca. Kita semua umat manusia secara spiritual adalah
anak-anak Tuhan yang Esa, Bapa Semesta Alam. Tuhan mengasihi kita semua, tanpa
memandang jenis kelamin, warna kulit, asal usul, maupun tingkat kepercayaan dan
pengetahuan yang dimiliki. Dimata Tuhan, kita semua adalah anak-anakNya, dan
Tuhan adalah Bapa yang mengasihi anak-anakNya.

Berangkat dari konsep kekeluargaan ini, kita masing-masing mengakui, bahwa kita
mencintai Tuhan. Namun bagaimana kita menunjukkan bahwa kita mencintai Tuhan,
apabila kita tidak mau atau tidak dapat mencintai saudara-saudari yang lain?
Kita dapat begitu rajin mengikuti ritual-ritual agama, namun kita begitu enggan
untuk mengasihi sesama. Kita rajin ke gereja, rajin shalat, dsb, tetapi dilain
sisi kita juga begitu rajin memaki orang lain, menunjuk-nunjuk kesalahan orang
lain, iri maupun dendam terhadap orang lain, dsb. Orang lain, yang sebenarnya
kalau kita mau menyadari, adalah saudara2 kita sendiri, anak-anak Tuhan.

Yang saya mau nyatakan kepada saudara-saudari, adalah bahwa Tuhan mengasihi
kita semua, terlepas atribut apapun yang kita kenakan. Tetapi kita tidak
mengasihi Tuhan dengan pergi ke tempat ibadah setiap minggu, atau memberikan
sumbangan atau sedekah bagi orang lain, atau menyembelih hewan dalam upacara
kurban. Kita jelas tidak mengasihi Tuhan dengan saling membunuh anak-anakNya.
Apa yang kita lakukan?! Kita membunuh seolah2 kita membela nama Tuhan, kita
menghakimi seolah2 mewakili Tuhan, kita menindas seolah2 diperintahkan
Tuhan!!!??? Dan kita menyatakan semua perbuatan keji yang kita lakukan tersebut
UNTUK KEMULIAAN TUHAN ? Tidak saudaraku. Tindakan nyata yang dapat kita lakukan
sebagai wujud kita mengasihi Tuhan adalah dengan belajar untuk mengasihi
sesama. Bukan yang terpenting bagaimana kita begitu hapal berdoa, atau berapa
34

banyak hewan yang bisa kita kurbankan, atau berapa sering kita beribadah,
melainkan bagaimana kita setiap hari belajar untuk mengasihi orang lain, yang
secara spiritual adalah saudara kita. Inilah wujud nyata sebenarnya yang dapat
kita lakukan bagi Tuhan.

Hari ini, saat ini juga, kalau Anda belum memulai, marilah, coba belajar
mengasihi saudara2 kita. Dari yang terdekat, hingga yang baru kenalan. Bapa
menyayangi kita, mengampuni kita. Sudah saatnya kita juga belajar menyayangi
dan mengampuni saudara kita sebagai wujud nyata kita mengasihi Bapa.
Sesederhana apapun bentuk kasih yang Anda berikan kepada orang yang paling hina
sekalipun, Anda telah melakukannya untuk Tuhan.

Salam hangat,

Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
35

Edisi 11 – Asal Usul Puasa dalam Agama


12 Desember 2001

=ARTIKEL=

Pengantar
Bulan November-Desember 2001 ini umat Islam kembali menjalankan ibadah puasa yang
menjadi kewajiban, amal ibadah menyambut hari raya Lebaran. Puasa dalam hal ini, bukan
tradisi milik umat Islam saja. Para umat Buddha, Hindu, Katolik, Kristen, dan lainnya
mempraktekkan puasa dengan alasan dan intensi yang beragam.

Apabila kita ingin telaah lebih dalam, sejarahnya puasa ternyata memiliki latar belakang dan
asal-usul yang menarik. Mudah-mudahan dengan mengenal asal usul soal puasa, kita dapat
mengetahui lebih jelas apa itu sebenarnya puasa dan tujuannya pada jaman dahulu, dan
memahami mengapa puasa jaman sekarang telah diadopsi sebagai tradisi, kewajiban
agama, "menambah amal", dan berbagai interpretasi lainnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Asal Usul Puasa dalam Agama

Oleh: Nugroho Widi


Tanggal: 8/07/01
Diringkas oleh : Daniel V. Kaunang

Manusia primitif dulu takut pada roh. Mereka menganggap roh-roh jahat ada
di sekitar mereka, dan mempengaruhi nasib mereka. Oleh sebab itu mereka
berusaha mengendalikan roh, dengan berbagai cara. Pertama, mereka berusaha
menyenangkan, lalu menakut-nakuti roh jahat, lalu menyiksa (torture) roh.
Orang berusaha menyangkal diri antara lain dengan cara PUASA, karena
dianggap itu menyenangkan roh-roh.[87:2.4]

Kemudian muncul praktek sumpah suci, disertai dengan melukai diri.


Penyangkalan diri (puasa dll) dianggap cara efektif untuk menekan
dorongan seks. Maka orang primitif cenderung keras dalam ajaran,
menyiksa-diri dan penyangkalan-diri sebagai ritual agama, sebagai
cara untuk memaksa roh-roh untuk senang melihat semua penderitaan
tersebut.[87:6:9]

Manusia modern tidak lagi tawar-menawar dengan Tuhan, memaksa Tuhan


untuk senang, walaupun sampai hari ini masih ada juga banyak agama
yang mengajarkan hal demikian.[87:6.10]

Evolusi konsep puasa kemudian muncul dalam Paper 89 tentang DOSA,


KORBAN, DAN PENEBUSAN. Dari konsep menyenangkan dan memaksa roh,
puasa berkembang ke dalam konsep penolakan dan penghinaan-diri.
Jadilah kebiasaan untuk membuang banyak bentuk kesenangan fisik,
khususnya yang berbau seksual. Ritual puasa berakar kuat dalam bnayak
agama kuno dan bahkan sampai hari ini. [89:3.1]

Kemudian puasa berevolusi lagi, muncul dalam konsep korban. Dulu


korban itu misalnya mencabuti rambut, melukai badan, memotong jari,
dll. Lalu berkembang dalam ritual penyangkalan-diri, asketisme
(bertapa), puasa, mengasingkan diri dan doktrin penyucian melalui
penderitaan, dukacita, dan merendahkan daging (hal-hal jasmani).[89:4.1]

Dari sejak dahulu, puasa dan diet dianggap memiliki manfaat kesehatan atau
36

obat. Hal ini diungkapkan pada paper 90 [90:4.7-8].

Puasa ternyata bisa meningkatkan pengalaman mistik. Padahal sikap


meditatif spiritual yang sehat misalnya adalah penyembahan dan doa
pengucapan syukur. Hubungan langsung dengan Roh Bapa (Thought
Adjuster yang tinggal dalam setiap manusia), adalah bukan pengalaman
mistik. Pengalaman mistik misalnya dalam keadaan kesurupan, setengah
sadar, melihat visi, adalah pengalaman manusia yang banyak bahayanya,
karena umumnya berasal dari alam bawah sadar. [100:5.10]

Yesus sebenarnya tidak berpuasa 40 hari 40 malam. Dia bukan petapa.


Dia melawan semua cara pendekatan pada Allah dengan bertapa.

Yesus melakukan 40 hari mengasingkan diri, bukan berpuasa atau


mengalami pencobaan, tetapi Dia sedang dalam periode membuat
keputusan besar. Para murid Yesus salah tafsir, karena biasanya para nabi
besar selalu berdoa puasa dulu sebelum muncul di depan umum. Yesus punya
kebiasaan, jika akan membuat keputusan besar, Dia selalu menarik diri,
agar bisa bersekutu dengan Roh yang ada di dalam Dia, agar Dia tahu
kehendak Bapa. [136:3.2-3]

Paper 140 menceritakan Khotbah di Bukit. Di situ dikatakan bahwa


hanya orang yang rendah yang mencari kekuatan ilahi dan kuasa rohani.
Tetapi berbahaya mencari kuasa rohani melalui puasa. Puasa bukan jalan
yang tepat untuk meningkatkan "kemampuan" rohaniah. Puasa fisik berbahaya
setelah 4 atau 5 hari, karena puasa berkepanjangan cenderung untuk
menghilangkan nafsu makan.

Paper 140 menceritakan tentang Khotbah Yesus di Bukit.

[140:5.8] 2. "Happy are they who hunger and thirst for righteousness, for
they shall be filled." Only those who feel poor in spirit will ever hunger
for righteousness. Only the humble seek for divine strength and crave
spiritual power. But it is most dangerous to knowingly engage in spiritual
fasting in order to improve one's appetite for spiritual endowments.
Physical fasting becomes dangerous after four or five days; one is apt to
lose all desire for food. Prolonged fasting, either physical or spiritual,
tends to destroy hunger.

Tetapi Yesus mengajar bahwa murid-murid-Nya harus lebih tinggi


rohaninya daripada orang yang mencari perkenan Bapa melalui pemberian
sedekah, doa, dan puasa. Jadi memang ada orang yang melakukan puasa dengan
tujuan agar diperkenan Allah. Orang Farisi dan pengikut Musa melakukan
itu. Yesus menjanjikan murid-murid-Nya akan mendapatkan kebenaran lebih
dari mereka. [140:6.3]

Namun jika murid-murid ingin berpuasa, jangan sampai nampak sedih


atau ketahuan siapapun, sebab itu urusan seseorang dengan Allah. [140:6.11]

[140:6.11] When Jesus heard this, he said: "Be willing, then, to take up
your responsibilities and follow me. Do your good deeds in secret; when
you give alms, let not the left hand know what the right hand does. And
when you pray, go apart by yourselves and use not vain repetitions and
meaningless phrases. Always remember that the Father knows what you need
even before you ask him. And be not given to fasting with a sad
countenance to be seen by men. As my chosen apostles, now set apart for
the service of the kingdom, lay not up for yourselves treasures on earth,
but by your unselfish service lay up for yourselves treasures in heaven,
for where your treasures are, there will your hearts be also.
37

Orang petapa dan orang yang mengajarkan doa puasa begini pernah
menolak Yesus, karena Yesus tidak mengajarkan puasa atau bentuk
penyangkalan diri dengan cara sejenis.[142:8.1]

Yesus memberikan awasan pada para murid-muridNya agar tidak membuat


doa kelihatan lebih hebat dengan diulang-ulang, kalimat yang indah,
puasa, korban,dll. Doa itu haruslah keluar dari hati yang jujur dan
terbuka di hadapan Allah, bukan rutinitas atau sesuatu yang diatur-
atur. Doa yang baik bisa membawa pada penyembahan sejati.[146:2.15]

Yang jelas, memang berpuasa bukan bagian dari Injil yang diajarkan
Yesus. Puasa bukan ritual dalam agama Yesus. Puasa itu terjadi dengan
spontan, bila ada situasi yang demikian memerlukan keputusan, sehingga
orang melupakan makan. Yesus dalam UB sering diceritakan berada dalam
kondisi ini. Itu adalah urusan yang sangat pribadi dengan Allah.

Apakah orang Farisi/Yahudi yang mempraktekkan doa puasa dan sedekah


lebih sempurna dari Yesus? Apakah orang Farisi diterima ibadahnya ?
Jawabnya tidak.

Oleh sebab itu jangan menjadikan puasa menjadi ritual agama yang
memberatkan manusia. Urantia Book telah memberikan DASAR TEOLOGIS
yang sangat kuat. Marilah berkembang menjadi agama modern, Agama
Yesus yang menjamin keselamatan!!
38

Edisi 12 – Yesus Kristus, kelahirannya


24 Desember 2001

=ARTIKEL=
Pengantar

Mungkin ada pertanyaan trivia yang kadang muncul dibenak kita;


Kapankah kelahiran Yesus sebenarnya? Pertanyaan yang sangat simple,
tidak berarti banyak, sama sekali tidak penting. Tetapi setiap
menyaksikan perayaan natal di akhir tahun kita seringkali dibuat
bertanya. Kapan Yesus lahir?

Pertanyaan tersebut, menjadi salah satu dari sekian banyak pertanyaan


yang telah menggerakkan saya untuk memulai pencarian pribadi. Untuk
mengenal karakter dan ajaran Yesus. Dan lebih luas lagi, mencari
Tuhan.
Salah satu wisdom Melchizedek yg terpelihara dalam ajaran Judaism
disebutkan, "If you seek me, you shall find me if you search for me
with all your heart." [UB, 1445:3] Dan sungguh apa yang disebutkan
menjadi kenyataan bagi saya, oleh karena itu merupakan kebahagiaan
buat saya untuk berbagi pengalaman kepada Anda yang juga (ingin)
mencari dengan ketulusan hati.

Kembali ke pertanyaan semula, banyak ahli kitab dan teologia mencari,


meneliti dan menelaah dari berbagai sumber untuk mencari tahu
jawabannya. Ada yang menyebutkan kemungkinan kelahiran Yesus antara
tahun 4 dan 5 sebelum Masehi. Tapi belum ada yang menyebutkan secara
pasti. Sementara tanggal 25 Desember telah banyak diketahui bukan
tanggal kelahiran Yesus.

Artikel singkat dibawah ini merupakan bagian dari janji saya


sebelumnya untuk memperkenalkan Yesus/Yeshua ben Yusuf, karakter,
kehidupannya, dan ajaran2nya. Perlu diingat bahwa kelahiran Yesus
bukanlah suatu hal yang penting diketahui, karena yang jauh lebih
penting adalah agar kita sekarang mempelajari lebih jelas karakter
dan teladan kehidupan Yesus, manusia inkarnasi Tuhan semesta alam
kita. Semoga apa yang saya sampaikan dan artikel dibawah ini dapat
sedikit melepaskan dahaga rohani serta mungkin dapat menambah makna
pencarian pribadi Anda dalam mencari Tuhan.

Sebelum masuk ke artikel, saya kutipkan kata-kata Yesus untuk


direnungkan bersama (akan menjadi topik bahasan kedepan):
"If you truly want to find God, that desire is in itself evidence
that you have already found him. Your trouble is not that you cannot
find God, for the Father has already found you; your trouble is
simply that you do not know God.." [UB, 1440:2]

Salam hangat,
Daniel V. Kaunang
Moderator Air Kehidupan

Yesus Kristus, Kelahirannya


Oleh: Nugroho Widi

YESUS lahir di Bethlehem (paper 122), pada siang hari tanggal 21


Agustus tahun 7 sebelum Masehi dalam sebuah kandang atau gua tempat
39

penyimpanan biji-bijian (lumbung) yang diubah menjadi penginapan,


dengan dibantu sesama pengunjung kota Bethlehem yang hendak
mendaftarkan diri dalam sensus yang diadakah oleh Kaisar Augustus.
Sensus itu tertunda pelaksanaannya setahun di wilayah Palestina
akibat tantangan dari orang Yahudi.

Yesus adalah anak yang lahir normal dari perkawinan Yusuf dan Maria.
Pemberitahuan Gabriel pada Maria, mimpi Yusuf, dan latar belakang
Yusuf dan Maria diceritakan lengkap dalam paper 122 pasal 1,3,4,5 dan
6. Perjalanan ke Bethlehem diceritakan dalam paper 122 pasal 7.

Orang Majus yang datang adalah para astrolog dari kota Ur,
Mesopotamia. Mereka melihat tanda yang aneh di langit, yaitu
konjungsi atau pertemuan dua planet Yupiter dan Saturnus yang terjadi
3 kali dalam satu tahun. Konjungsi ini terjadi pada konstelasi Pisces
pada tanggal 29 Mei, 29 September, dan 5 Desember tahun 7 Sebelum
Masehi. (Saya sudah mencek ini dalam Cd-software Astronomi- Redshift-
DK Multimedia, luar biasa - nugi). Ada seorang guru diantara mereka
mendapat mimpi bahwa "terang hidup" akan muncul sebagai seorang bayi
di antara orang Yahudi. Mereka mengirim 3 utusan yang mencari-cari
tanpa hasil, sampai akhirnya bertemu dengan Zakaria dan diberitahu
mengenai bayi Yesus. Para Magi ini datang dan menyembah bayi Yesus.

Pada masa tradisi hanya diturunkan secara oral dari mulut ke mulut,
ada banyak kemungkinan mitos dianggap kebenaran. Cerita Yesus
dilahirkan dari perawan adalah mitos. Demikian pula dengan cerita
malaikat yang menyanyikan pujian dan didengarkan oleh para gembala.
Para malaikat serafim memang berkumpul di atas kandang Bethlehem dan
menyanyikan pujian, tetapi tidak terdengar oleh telinga manusia.
Perhatikan bahwa cerita kelahiran Yesus ini wajar seperti halnya kita
semua.
40

Catatan

You might also like