Professional Documents
Culture Documents
Buku Pertama
“Jika ada seorang yang haus, biarlah dia datang kepadaKu dan minum. Dari Bapa
yang diatas Aku membawa kepada dunia ini air kehidupan.”
Yesus dari Nazareth [UB 1795:5]
2
This work uses quotations from The Urantia Book, © 1955 Urantia Foundation,
533 Diversey Parkway, Chicago, Illinois 60614; +1-773-525-3319; all rights reserved.
The views expressed in this work are those of the author and do not
necessarily represent the views of Urantia Foundation or its affiliates.
Daftar Isi
$LU.HKLGXSDQ ________________________________________________________1
Daftar Isi ___________________________________________________________3
Pengantar ___________________________________________________________5
Edisi 1 – Amarah _____________________________________________________7
Edisi 2 – Pentingnya kasih; Memahami kesalahan, jahat dan dosa _____________9
Edisi 3 – Belajar mengasihi____________________________________________11
Edisi 4 – Tuhan hadir disini; Pembentuk moralitas manusia _________________13
Edisi 5 – Mencari Tuhan; Tantangan abad modern ________________________16
Edisi 6 – Kebenaran dan kedamaian ____________________________________20
Edisi 7 – Kebenaran yang hidup; Perubahan; Ajaran Yesus tentang agama yang
hidup ______________________________________________________________22
Edisi 8 – Relaksasi, Menjauh sementara dari problema; Ajaran Yesus tentang
agama yang hidup bag. 2; Sistem tata surya kita ___________________________26
Edisi 9 – Kebencian dan balas dendam___________________________________31
Edisi 10 – Hubungan Tuhan sebagai Bapa dan manusia sebagai anakNya _____33
Edisi 11 – Asal Usul Puasa dalam Agama ________________________________35
Edisi 12 – Yesus Kristus, kelahirannya___________________________________38
Catatan ____________________________________________________________40
4
dipersembahkan
kepada jiwa-jiwa
yang haus
Pengantar
Saudara-saudari terkasih,
Sejak pertama kali Tuhan menyatakan diriNya dalam hati saya, "Aku disini
bersamamu...", ada suatu kerinduan yang sangat mendalam untuk 'memberitakan kabar baik'
kepada saudara-saudara saya. Kabar baik ini, injil kerajaan surga, adalah kabar baik yang
telah dibawakan oleh Yesus bin Yusuf / Yesus dari Nazareth / Yesus Kristus / Isa Almasih
2000 tahun yang lalu, injil yang sama sekali bukan merupakan eksklusivitas suatu agama
tertentu saja, tetapi kabar baik bagi seluruh bangsa.
Namun memberitakan kabar baik tanpa label agama apapun bukanlah tanpa
hambatan. Umat manusia sudah terlalu lama hidup terkotak-kotak, sehingga ketika saya
berbicara tentang Tuhan dan hubungannya dengan manusia, sering orang akan menanyakan
dahulu latar belakang saya seperti, "agamamu apa?", atau "gerejanya dimana?". Tidak jarang
orang dengan mudahnya melontarkan penilaian terhadap saya sebagai "orang sesat", atau
"orang aneh". Saya sempat merasa sedih, membayangkan sejak 2000 tahun yang lalu
manusia menyalibkan Yesus karena dicap "orang sesat" dan "anak iblis", pandangan
manusia masih belum berubah. Maka, saya mencoba mengawalinya dengan menulis jurnal
air kehidupan dan menempatkan di internet bagi jiwa-jiwa yang mencari.
Jurnal Air Kehidupan ini bertujuan untuk mengajak kita bersama2 menggali dan
membangun nilai-nilai kehidupan yang baik, indah dan benar serta membuka pemahaman
positif yang lebih mendalam akan kehidupan manusia, dan arti hubungan antara manusia
dengan Tuhan. Sebagian besar disajikan scr sederhana dan diharapkan mudah dicerna.
Mungkin kalau diklasifikasikan lebih banyak mengupas filosofi dan religi, namun religi disini
sifatnya universal bukan terpaut pada institusi agama manapun, krn pada fokus religi saya
lebih kpd bagaimana kita mendekatkan hubungan dengan Tuhan, tidak untuk mengenalkan
suatu agama baru maupun yg sudah ada. Sedangkan pada fokus filosofi diharapkan dapat
bermanfaat untuk peningkatan kualitas moral mental pikiran dan spiritual kita. Tulisan2 saya
juga banyak sharing atas pengalaman2 dan hal2 yang saya dapat dari berbagai sumber
maupun kejadian. Selain itu, saya juga sajikan ulasan-ulasan dari tradisi dan sejarah yang
ada kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan sosial masa kini.
Buku ini merupakan koleksi artikel dan bahan diskusi yang telah sebelumnya
dipublikasi secara periodik di internet selama tahun 2001, saya edit dan susun kembali
menjadi Buku Pertama. Seiring dengan perkembangan spiritual manusia yang semakin maju,
saya akan presentasikan pemahaman2 yang lebih mendalam pada buku-buku yang
mendatang.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungan saudara-saudari.
Semoga apa yang dituangkan kedalam buku ini dapat sedikitnya memberi manfaat atau
menaruh setitik pencerahan dalam hati kita masing-masing.
Daniel V. Kaunang
Penulis & Moderator Jurnal Air Kehidupan
http://groups.yahoo.com/group/water_of_life
31 Mei 2001
6
Ketika engkau memulai untuk mencari Tuhan, itu adalah bukti nyata bahwa
Tuhan telah menemukanmu.
[UB 2078:2]
7
Edisi 1 – Amarah
3 Juni 2001
=PELITA JIWA=
"Anger is a material manifestation which represents, in a general way, the measure of the
failure of the spiritual nature to gain control of the combined intellectual and physical natures.
Anger indicates your lack of tolerant brotherly love plus your lack of self-respect and self-
control. Anger depletes the health, debases the mind, and handicaps the spirit teacher of
man's soul. Have you not read in the Scriptures that `wrath kills the foolish man,' and that
man `tears himself in his anger'? That `he who is slow of wrath is of great understanding,'
while `he who is hasty of temper exalts folly'? You all know that `a soft answer turns away
wrath,' and how `grievous words stir up anger.' `Discretion defers anger,' while `he who has
no control over his own self is like a defenseless city without walls.' `Wrath is cruel and anger
is outrageous.' `Angry men stir up strife, while the furious multiply their transgressions.' `Be
not hasty in spirit, for anger rests in the bosom of fools.'" Before Jesus ceased speaking, he
said further: "Let your hearts be so dominated by love that your spirit guide will have little
trouble in delivering you from the tendency to give vent to those outbursts of animal anger
which are inconsistent with the status of divine sonship."
(UB 1673:3)[149:4:2]
=PEMBAHASAN=
Bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada suatu fase yg sangat krusial, dimana saat ini
menurut saya ada 3 pintu keluar yang masing2 mengarah kepada; kehancuran peradaban
bangsa Indonesia (either pecahnya propinsi2 menjadi negara independen atau negara dijual
kpd pemerintahan asing yg capable); Posisi stagnant, tidak berubah, krn ada konsolidasi,
rekonsiliasi, dsb, namun kondisi tetap tidak berubah. Sementara bangsa Indonesia tetap
masih ribut antar agama, antar etnis, antar politikus hingga puluhan tahun ke depan, negara2
lain sudah mulai memikirkan kemungkinan utk terraforming planet Mars utk dijadikan
inhabitable planet bagi umat manusia; dan kesadaran untuk mau berubah.
Kita melihat disini pilihan terbaik adalah KESADARAN UNTUK MAU BERUBAH. Sebelum
kita sampai kepada memiliki kesadaran tersebut, mari saya fokuskan ke tingkat individu dan
saya tanya, apa yang biasanya sering dihasilkan dari permasalahan yang tidak dapat diambil
jalan keluarnya?
Kita mungkin kurang mengenal pribadi seseorang, ditambah kurangnya kita memiliki
pemahaman terhadap pribadi orang tsb. Dan ketika terjadi benturan antara kepentingan kita
dan orang lain, kita atau orang lain tidak dapat mengendalikan diri, hasilnya timbullah
kemarahan.
Marah adalah sifat dasar yang dapat membawa kepada dendam, pembalasan, dan hal-hal
lain yang dapat dipikirkan oleh seseorang yg diliputi amarah. Marah tidak menyelesaikan
masalah, melainkan merupakan hasil dari masalah yang tidak dapat diselesaikan. Marah
lebih akan membuka peluang2 untuk "menyelesaikan masalah dengan masalah baru". Ini
yang sering dilakukan oleh manusia2 Indonesia, dari pemimpin politik, pemimpin 'agama',
hingga individu2. Mereka secara tidak sadar akibat kurangnya pemahaman dan pengendalian
diri yang baik, berusaha "menyelesaikan masalah dengan masalah baru".
Contohnya, menghakimi pencuri dengan dibunuh oleh massa, upaya menghentikan
'kristenisasi' dengan membakar gereja-gereja, upaya2 presiden untuk mempertahankan
jabatannya dg menggalang kerusuhan, dan banyak hal lain sebagainya.
Dalam hal ini Yesus telah memberikan solusinya, seperti dikutip diatas, "Let your hearts be so
dominated by love that your spirit guide will have little trouble in delivering you from the
tendency to give vent to those outbursts of animal anger which are inconsistent with the
status of divine sonship.".
8
Spirit guide adalah Roh Tuhan yang tinggal di dalam setiap jiwa manusia yang selalu
mengarahkan kepada jalan yang baik dan benar. Roh Tuhan inilah air kehidupan yang
mengalir dalam diri kita. Apabila kita haus dan mencari air kehidupan, Roh Tuhan akan
bekerja secara nyata dalam hidup kita, mengarahkan kita, memperkenalkan kita kepada hal-
hal baik, dan menyadarkan kita untuk berubah, menjauhi hal-hal yang buruk seperti marah.
Jadi sekarang marilah kita mulai mencoba memenuhi hidup keseharian kita dengan kasih
sesama dan kerinduan akan Tuhan, sehingga Roh Tuhan dapat menuntun dan mengarahkan
kita menjauhi berbagai hal yang dapat menjerumuskan kita kepada sikap marah, dan
memberikan kesadaran untuk memiliki kemauan untuk berubah. Dari situ, ketika pada
bangsa Indonesia terdapat semakin banyak manusia-manusia dengan kualitas moral yang
tinggi, kita akan dapat menentukan arah bagi masa depan bangsa ini. Amin. []
9
=PELITA JIWA=
=EDITORIAL=
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=PEMBAHASAN=
=TAMBAHAN=
=PELITA JIWA=
1. You cannot truly love your fellows by a mere act of the will. Love is only
born of thoroughgoing understanding of your neighbor's motives and sentiments.
[UB 1098:3]
2. If once you understand your neighbor, you will become tolerant, and this
tolerance will grow into friendship. and ripen into love. [UB 1098:1]
4. The chief inhibitors of growth are prejudice and ignorance. [UB 1094:4]
=EDITORIAL=
jahat", "dia ini..", "dia begitu..", dsb. Saya pernah menulis dalam wacana
tersendiri tentang prasangka, yang akan saya review kembali sedikit. *
Prasangka adalah suatu penilaian negatif terhadap suatu hal tanpa didasari
pengetahuan yang jelas akan hal tersebut. Prasangka membutakan jiwa kita
terhadap pengenalan akan kebenaran. Dengan memiliki prasangka, kita secara
langsung/tidak langsung telah menghakimi seseorang atau sesuatu. Memberi nilai
tertentu terhadap orang atau sesuatu berdasarkan ukuran yang kita tetapkan
sendiri (yg tidak selalu sesuai dengan nilai2 kebenaran sesungguhnya).
Prasangka berhubungan erat dengan sifat egois seseorang. Orang yang egosentris,
egois, memiliki lebih banyak prasangka terhadap hal2 maupun orang2
disekitarnya. *
Dilain pihak, ignorance, adalah sikap tidak ambil peduli. Bukan berarti kita
tidak memperhatikan lingkungan sosial kita, sekeliling kita. No, Anda mungkin
peduli dengan keluarga Anda. Anda mungkin peduli dengan orang-orang yang Anda
kasihi. Tetapi, pada orang-orang tertentu, diluar keluarga Anda sendiri,
mungkin ada suatu sikap yang "tidak mau pusing" dengan pikiran perasaan orang
lain. Saya sudah sebutkan contohnya di paragraf atas, "yang penting aku sudah
berbuat baik...". That's all. Saya tidak perlu peduli lebih jauh dari kebaikan
yang sudah saya berikan. "Yang penting aku baik". Tidak perlu pusing mikirin
masalah orang, (lagi-lagi) yang penting aku baik. Well saudaraku, terkadang
kelihatannya "ignorance is bliss". Tetapi ignorance dapat dan akan menjadi
kebiasaan yang mendangkalkan empati, pikiran, jiwa dan iman kita. Akibatnya
jauh lebih buruk dari apa yang kita harapkan ingin memancarkan kasih. Sama
halnya dengan prasangka, tidak peduli akan mematikan kemampuan kita memahami
sesama.
Jadi, apa yang telah kita bahas sampai disini? Kita telah mengetahui bahwa
kasih itu harus tumbuh, dengan mengenal dan memahami sesama. Penghambat
pertumbuhan kita dalam belajar mengasihi, adalah prasangka dan tidak peduli.
Kembali ke pertanyaan kita "Bagaimana kita belajar mengasihi?". Jawabannya
sudah ada sepanjang tulisan ini. Be positive. Jangan merangkul terus pada
sikap-sikap negatif seperti prasangka, marah, iri dsb. Anda tentunya sadar dan
mengasihi keluarga Anda, saudara2 Anda. Coba terapkan kasih Anda terhadap
keluarga saudara2 Anda, kepada sesama yang lain. Kita semua dimata Tuhan adalah
sama. Kita adalah saudara. Satu keluarga besar umat manusia. --Pada lain
kesempatan akan saya ungkapkan lebih jauh maksud sama disitu. Bukan berarti
sama seragam (uniform), melainkan sama yaitu satu (unity).-- Nah, dengan sikap
positif yang demikian, marilah kita mencoba belajar mengasihi sesama kita, satu
per satu, setiap harinya sehingga kita akhirnya akan menyadari dan dapat
melihat bahwa sesungguhnya, dalam diri kita semua telah dianugerahkan fragmen
Tuhan yaitu kebaikan, keindahan dan kebenaran. Amin.
Salam sejahtera selalu,
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=CATATAN=
Buku Urantia membahas jauh lebih dalam dan luas mengenai nilai-nilai kehidupan
manusia yang sedikitnya telah dibahas diatas. Adalah menjadi suatu kebahagiaan
bagi saya untuk dapat terus melayani sekaligus memperkenalkan buku ini kepada
siapa saja dimana saja dan dengan latar belakang religius/non-religius manapun,
yang rindu untuk selalu mencari serta mengenal Tuhan.
13
=PELITA JIWA=
"I Stand"
I stand
with my face turned to
the winter moon
darkness around me
my arms raised toward
the heavens
I ask myself
why
why am I so alone
I am here
=EDITORIAL=
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=PEMBAHASAN=
Reason, wisdom, and faith are man's highest human attainments. [UB
1141:4]
Topik yang ingin saya singgung pada kesempatan kali ini mengenai 3
hal yang saling berhubungan membentuk moralitas manusia, yaitu
pikiran/akal budi, kebijakan, dan kepercayaan. Sebenarnya kutipan
sebelumnya diatas memiliki makna yang lebih luas, namun saya hanya
akan menyinggung sedikit saja, supaya paling tidak kita mengetahui
akan pentingnya ketiga hal tersebut.
[UB p. 1142, par. 1] When reason once recognizes right and wrong, it
exhibits wisdom; when wisdom chooses between right and wrong, truth
and error, it demonstrates spirit leading.
=TAMBAHAN=
Setelah memulai perjalanan hidup yang abadi, setelah menerima tugas dan
perintah untuk maju, janganlah takut akan bahaya dari kelalaian manusia,
janganlah disusahkan dengan keraguan akan kegagalan atau oleh kebingungan
yang menyulitkan, janganlah bimbang dan mempertanyakan status dan
pendirianmu, karena di dalam setiap saat kegelapan, pada setiap persimpangan
didalam perjuangan untuk maju, Roh Kebenaran akan selalu berbicara,
mengatakan, “Inilah jalannya”.
[UB 383:2]
16
=PELITA JIWA=
When men search for God, they are searching for everything. When they find
God, they have found everything. [p. 1289, par. 2]
=EDITORIAL=
Disadari atau tidak, jauh di dalam hati setiap manusia terdapat suatu
keinginan untuk mau datang, mencari, dan mendekat kepada Tuhan. Cara, jalan
dan pengalaman spiritual yang ditempuh dapat beragam dan berbeda pada
masing-masing pribadi.
Ketika kita ingin mencari Tuhan, ada 2 kata kunci yang perlu diperhatikan;
jujur & terbuka. Hadapilah bahwa kita tidak dapat menguasai suatu pelajaran
dengan menyeluruh apabila kita hanya mencarinya dari satu sumber bacaan.
Pelukis hanya akan melukis "yang itu-itu saja" apabila tidak terbuka
pandangannya dalam mencari berbagai inspirasi. Ilmuwan tanpa memiliki
wawasan yang terbuka hanya akan berputar-putar pada sebuah teori saja.
Tanpa adanya kejujuran dan keterbukaan hati untuk mencari Tuhan, iman akan
terkristalisasi. Dari pengalaman spiritual orang tertentu yang diotoritaskan
dan "dipaksakan" kepada orang lain, agama menjadi institusi sosial yang
mengatur segala bentuk perilaku manusia dengan ajaran-ajaran "Jangan
begini", "Jangan begitu", "Thou shalt not". "Dipaksakan" maksudnya adalah
orang yg ingin mengikuti suatu institusi agama, harus mengikuti aturan dan
tradisi yang berlaku. Agama tidak lagi fokus untuk menjadi sarana yang
membantu spiritualitas kita menuju Tuhan, tetapi telah menjelma menjadi
hukum, aturan tradisi dan tata krama sosial yang sadar tidak sadar justru
membelenggu dan mengekang perkembangan spiritualitas jiwa manusia yang
selalu progresif kearah kebenaran, keindahan dan kebaikan Tuhan yang
universal. Kemudian banyak orang yang menjadikan suatu buku suci sebagai
'kacamata-iman'. "Semuanya harus dipandang dari kacamata agama kita!",
"Inilah yang paling benar, yang lain salah". Masing2 merasa paling benar
sendiri, terjadi arogansi agama/teologi. Ini adalah salah satu kesalahan
agama, yang mana semakin berkembangnya jaman hingga saat ini, semakin
disadari oleh banyak jiwa yang benar-benar tulus dan haus akan Air yang
Hidup.
Namun, sikap keterbukaan yang ditunjukkan oleh jiwa-jiwa yang haus ini juga
seringkali dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok spiritual yang pada akhirnya
justru menjerumuskan mereka kedalam ikatan tradisi, cultus, dan ritual yang
menyesakkan. Khusus mengenai masalah ini saya akan coba membahas secara
khusus pd kesempatan berikutnya.
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=ARTIKEL KHUSUS=
Agama adalah pengalaman spiritual dan sifatnya pribadi orang per orang.
Agama adalah wahyu pada seseorang mengenai tujuan hidup yang kekal dan
ilahi. Jadi bedakan agama dengan logika, apresiasi keindahan seni, sosial
politik, atau moralitas. Bedakan agama dengan moral (budi pekerti, sopan
santun).
- Materialisme
18
- Totalitarianisme Sekuler
Setelah itu akan dibahas pula (pada artikel terpisah, Red.) masalah yang
dihadapi oleh agama Kristen, sebagai agama yang paling maju di dunia saat
ini.
MATERIALISME
Manusia cenderung mengejar pengetahuan. Dan akibat dari keterbatasannya,
sering menyimpulkan bahwa dunia dan manusia ini hanya materi semata-mata.
Materialisme inilah yang sering dianut oleh para ilmuwan. Bentuk lainnya
adalah Komunisme. Orang jadi hanya mengejar pengetahuan dan materi duniawi,
sedangkan hal-hal spiritual dianggap tidak masuk akal.
Walaupun masa materialisme yang paling buruk sudah lewat, namun banyak
manusia masih terpengaruh. Pendapat para pakar astronomi, misalnya, masih
mengabaikan bahwa ada Allah di balik semua fenomena. Materialisme
menrendahkan manusia menjadi hanya robot, yang bergerak dalam alam semesta
yang mekanistik dan tidak romantis. Walaupun alam semesta dipelajari dengan
matematika, namun mungkinkan semesta ini dibuat tanpa Master Ahli
Matematika?
Jawabannya adalah pertanyaan balik : Jika alam semesta ini hanya proses
mekanis, lalu bagaimana timbulnya pikiran? sebuah mesin tidak bisa tahu
apalagi mengetahui kebenaran, atau lapar akan kebenaran, atau mencintai
kebaikan. Jadi pikiran tidak mungkin muncul dari materi. Konsep mengenai
kebenaran, keindahan, dan kebaikan tidak tercakup dalam ilmu kimia atau
fisika.
Ilmu bisa membahas hal-hal fisik, tetapi pikiran dari ilmuwan itu bukan hal
fisik, itu supermaterial. Materi tidak bisa mengenal kebenaran, apalagi
mencintai belas-kasihan atau senang dengan hal-hal spiritual. Pengakuan dan
kesadaran moral juga merupakan hal yang nyata sebagaimana halnya rumus
matematika berdasar pengamatan ilmu pengetahuan. Moral berada pada tataran
yang lebih tinggi. Jika manusia hanya merupakan mesin, lalu mengapa ada
begitu banyak variasi kepribadian? Logikanya mesin tentunya seragam, seperti
produksi pabrik pembuatnya. Lalu, siapa yang membuat pabriknya? Evolusi alam
semesta dan manusia selalu meningkat. Dari tumbuhan satu sel sampai manusia,
ada sifat genetik yang terus berkembang. Mengapa berkembang?
Fakta tidak pernah bertentangan dengan iman spiritual yang benar. Teori bisa
keliru. Adalah fatal jika mengganti agama dengan ilmu pengetahuan. Lebih
baik ilmu pengetahuan dipakai untuk melepaskan manusia dari mistik dan
tahayul. Agama adalah kepercayaan manusia mengenai realitas spiritual dan
nilai-nilai ilahi. Iptek berguna untuk manusia secara material. Agama untuk
hal spiritual. Keduanya berguna untuk meningkatkan wawasan hidup dan
meningkatkan kepribadian manusia. Jadi jangan lagi agama dipertentangkan
dengan iptek. Alat ukur dan metode penelitian ilmu tidak bisa diterapkan
untuk wilayah spiritual.
seorang agamis. Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Paper 195 pasal 7.
THE VULNERABILITY OF MATERIALISM.
TOTALITARIANISME SEKULER
Sekularisme adalah pandangan yang dianut banyak orang saat ini. Sumbernya
ada dua. Bapak dari sekularisme adalah ilmu abad 18 dan 19 yang sempit, dan
tanpa Tuhan - ilmu ateis. Ibu dari sekularisme adalah gereja Kristen abad
pertengahan yang totaliter. Sekularisme muncul sebagai protes terhadap
dominasi lembaga gereja Kristen yang hampir total terhadap peradaban barat.
Tanpa Allah, tanpa agama, sekulerisme ilmiah tidak akan pernah bisa
menyatukan berbagai kekuatan, kepentingan, dan ragam suku dan bangsa.
Walaupun nampaknya banyak mencapai temuan ilmiah, namun pelan-pelan
masyarakat akan berantakan. Perekat pemersatu utama adalah kebangsaan atau
nasionalisme, padahal nasionalisme inilah rintangan utama ke arah perdamaian
dunia.
Kelemahan sekulerisme adalah, dia membuang etika dan agama untuk tujuan
politik dan kekuasaan. Kita tidak bisa membangun persaudaraan manusia,
sementara kita melupakan atau mengingkari Allah sebagai bapak.
=REFERENSI=
=PELITA JIWA=
.....
.....
=EDITORIAL=
Damai adalah satu kata yang sering kita ucapkan, yang sering kita ajarkan
kepada anak-anak kita. Tetapi seringkali, damai lebih menjadi sekedar ucapan
di mulut. Damai di mulut, dendam di hati. Damai lebih sering digunakan
sebagai "jalan keluar" atas kemelut/pertentangan. Misalnya seseorang hendak
ditilang oleh polisi karena melanggar rambu lalin, kemudian minta "damai"
sambil menyodorkan sejumlah uang kepada polisi. Dua anak bersaudara yang
berkelahi berebut mainan, dilerai oleh orang tuanya dan diminta untuk
berdamai.
Lebih dari itu, damai adalah suatu keadaan/state. Bagaimana kita bisa sampai
mencapai keadaan damai, itulah yang terpenting.
Buku Urantia banyak mengulas dengan rinci mengenai pertanyaan ini. Untuk
21
secara ringkasnya, kali ini saya kutipkan dahulu sedikit yang diambil dari
paper 180.
Dari uraian diatas ada dua jenis kebenaran; kebenaran yang mati, dan
kebenaran yang hidup. Ketika kita memformulasikan kebenaran, menjadikannya
sebuah dogma, syahadat, maka kebenaran itu akan mati, maksudnya menjadi
statis, dan hanya diulang-ulang kembali. Kebenaran yang mati/statis lebih
tepat dijadikan teori, patokan, tradisi. Tetapi kebenaran akan Tuhan tidak
dapat dibakukan, dimatikan, dijadikan statis. Realisasi akan kebenaran
selalu berkembang meskipun memiliki level yang berbeda-beda pada setiap
orang. Adalah benar pernyataan "Tuhan adalah Allah yang hidup"; demikian
pula kebenaran haruslah hidup dan dinamis, selalu berkembang dalam
eksistensi pengalaman pikiran manusia.
Pembahasan ini sebenarnya masih sangat panjang, namun pada lain kesempatan
saya akan coba angkat lagi dalam suatu pembahasan khusus mengenai kebenaran
mati dan kebenaran yang hidup serta berbagai hal yang membuat orang buta
terhadap kebenaran, supaya dapat semakin membuka wawasan kita.
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=CATATAN=
Terima kasih atas perhatian Anda terhadap newsletter Water of Life. Apabila
Anda memiliki pertanyaan, kesan, pengalaman, saran, kritik dan lain-lain
silakan layangkan melalui e-mail ke danielvk@urantia.or.id. Saya dengan
senang hati akan mencoba menjawab e-mail Anda.
22
=PELITA JIWA=
We cannot search out God by knowledge, but we can know him in our hearts by
personal experience. [p. 1453, par. 5]
=EDITORIAL=
Edisi lalu saya membahas hubungan kedamaian dengan kebenaran, serta sedikit
mengungkapkan perbedaan antara kebenaran yang mati dan yang hidup. Saya akan
coba kembali menyegarkan pikiran kita akan hal ini. Kebenaran yang mati,
adalah kebenaran yang ditemukan, kemudian dibakukan kedalam suatu tradisi,
budaya, ajaran, syahadat, dogma dan teologia. Tapi saya sudah bilang
kebenaran tidak dapat di"matikan" seperti itu. Kebenaran selalu berkembang,
hidup. Selalu kita akan menemukan kebenaran yang lebih tinggi, lebih baru,
sejalan dengan waktu dan perkembangan akal budi peradaban manusia. Tetapi
apabila kita teguh memegang kebenaran yang mati, tanpa hidup dalam kebenaran
yang hidup, kita tak akan pernah berkembang ke tingkat spiritualitas
peradaban yang lebih tinggi dan maju. Tetapi lagi, mengapa kita tidak mau
berpegang pada kebenaran yang hidup?
Sayangnya, hingga jaman ini, banyak manusia masih malas, bahkan takut akan
adanya perubahan akibat terungkapnya kebenaran baru. Wah nanti begini, nanti
begitu, gimana kalau begini, begitu? dsb. Generasi ke generasi kita telah
hidup dengan cara pandang yang sangat salah, yaitu dengan preservasi nilai2
(baik dan buruk), ketakutan, prasangka, dan negativitas terhadap kebenaran
yang hidup, kebenaran yang memperbaharui dan meningkatkan level peradaban
manusia.
Kita tidak dapat terus menutup mata terhadap kebenaran yang hidup, apa
akibatnya kalau kita terus menerus berpegang kepada kebenaran mati? Anda
dapat melihat sendiri akibatnya. Mengapa bangsa Indonesia atau banyak bangsa
lain hingga sekarang tidak dapat keluar dari berbagai kemelut, keributan,
perang, dsb? Dapat saya katakan karena bangsa ini tidak mau hidup dalam
kebenaran yang hidup. Kita mengikat dan mengucilkan diri pada kebenaran
matinya sendiri-sendiri; tradisi nenek moyang, superstisi, dan dogma-dogma
agama dalam buku-buku suci.
Di sisi material kita memiliki pandangan hidup yang terbalik, yang merangkul
ketidakpedulian, egotisme, memelihara mental korupsi, kolusi, nepotisme,
serta mengagungkan kekuasaan yang menindas.
Andaikata bangsa ini mau berani, jujur, merenungkan, membuka diri, terhadap
kebenaran yang hidup, daripada saling berperang mempertahankan dogma agama
masing-masing, ribut atas hal-hal materialistik, sibuk dengan berbagai
ritual seremonial keagamaan tetapi dalam hatinya merencanakan kejahatan,
memelihara dengki dan amarah.. dan sebagai-bagainya, mungkin (entah ratusan
tahun mendatang) suatu saat nanti kita akan dapat menjadi bangsa yang
benar-benar bebas merdeka material dan spiritual.
23
Tuhan memberkati.
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=PEMBAHASAN=
Pengantar: Berikut ini saya kutipkan bagian pertama dari percakapan Yesus
khusus tentang 3 bentuk berbeda tentang devosi keagamaan pada manusia, dan
pelajaran tentang agama yang sebenarnya, 'agama' yang diajarkan oleh Yesus.
Sangat menarik dan saya rekomendasikan untuk dipelajari.
The religion of the physical senses and the superstitious fears of natural
man, the Master refused to belittle, though he deplored the fact that so
much of this primitive form of worship should persist in the religious forms
of the more intelligent races of mankind. Jesus made it clear that the great
difference between the religion of the mind and the religion of the spirit
is that, while the former is upheld by ecclesiastical authority, the latter
is wholly based on human experience.
And then the Master, in his hour of teaching, went on to make clear these
truths:
Until the races become highly intelligent and more fully civilized, there
will persist many of those childlike and superstitious ceremonies which are
so characteristic of the evolutionary religious practices of primitive and
24
backward peoples. Until the human race progresses to the level of a higher
and more general recognition of the realities of spiritual experience, large
numbers of men and women will continue to show a personal preference for
those religions of authority which require only intellectual assent, in
contrast to the religion of the spirit, which entails active participation
of mind and soul in the faith adventure of grappling with the rigorous
realities of progressive human experience.
The acceptance of the traditional religions of authority presents the easy
way out for man's urge to seek satisfaction for the longings of his
spiritual nature. The settled, crystallized, and established religions of
authority afford a ready refuge to which the distracted and distraught soul
of man may flee when harassed by fear and tormented by uncertainty. Such a
religion requires of its devotees, as the price to be paid for its
satisfactions and assurances, only a passive and purely intellectual assent.
And for a long time there will live on earth those timid, fearful, and
hesitant individuals who will prefer thus to secure their religious
consolations, even though, in so casting their lot with the religions of
authority, they compromise the sovereignty of personality, debase the
dignity of self-respect, and utterly surrender the right to participate in
that most thrilling and inspiring of all possible human experiences: the
personal quest for truth, the exhilaration of facing the perils of
intellectual discovery, the determination to explore the realities of
personal religious experience, the supreme satisfaction of experiencing the
personal triumph of the actual realization of the victory of spiritual faith
over intellectual doubt as it is honestly won in the supreme adventure of
all human existence--man seeking God, for himself and as himself, and
finding him.
The religion of the spirit means effort, struggle, conflict, faith,
determination, love, loyalty, and progress. The religion of the mind--the
theology of authority--requires little or none of these exertions from its
formal believers. Tradition is a safe refuge and an easy path for those
fearful and halfhearted souls who instinctively shun the spirit struggles
and mental uncertainties associated with those faith voyages of daring
adventure out upon the high seas of unexplored truth in search for the
farther shores of spiritual realities as they may be discovered by the
progressive human mind and experienced by the evolving human soul.
And Jesus went on to say: "At Jerusalem the religious leaders have
formulated the various doctrines of their traditional teachers and the
prophets of other days into an established system of intellectual beliefs, a
religion of authority. The appeal of all such religions is largely to the
mind. And now are we about to enter upon a deadly conflict with such a
religion since we will so shortly begin the bold proclamation of a new
religion--a religion which is not a religion in the present-day meaning of
that word, a religion that makes its chief appeal to the divine spirit of my
Father which resides in the mind of man; a religion which shall derive its
authority from the fruits of its acceptance that will so certainly appear in
the personal experience of all who really and truly become believers in the
truths of this higher spiritual communion."
Pointing out each of the twenty-four and calling them by name, Jesus said:
"And now, which one of you would prefer to take this easy path of conformity
to an established and fossilized religion, as defended by the Pharisees at
Jerusalem, rather than to suffer the difficulties and persecutions attendant
upon the mission of proclaiming a better way of salvation to men while you
realize the satisfaction of discovering for yourselves the beauties of the
realities of a living and personal experience in the eternal truths and
supreme grandeurs of the kingdom of heaven? Are you fearful, soft, and
ease-seeking? Are you afraid to trust your future in the hands of the God of
truth, whose sons you are? Are you distrustful of the Father, whose children
you are? Will you go back to the easy path of the certainty and intellectual
25
=CATATAN=
Terima kasih atas perhatian Anda terhadap newsletter Water of Life. Semoga
apa yang saya tuangkan dalam tulisan ini dapat menjadi manfaat bagi Anda.
Apabila Anda memiliki pertanyaan, kesan, pengalaman, saran, kritik dan
lain-lain silakan layangkan melalui e-mail ke danielvk@urantia.or.id. Saya
dengan senang hati akan menjawab e-mail Anda.
26
=PELITA JIWA=
[Y]ou must realize that the best method of solving some entangled problems is
to forsake them for a time. Then when you go back fresh from your rest or
worship, you are able to attack your troubles with a clearer head and a
steadier hand, not to mention a more resolute heart. [p. 1611, par. 1]
The wise and effective solution of any problem demands that the mind shall be
free from bias, passion, and all other purely personal prejudices which might
interfere with the disinterested survey of the actual factors that go to make
up the problem presenting itself for solution. [p. 1773, par. 5]
=EDITORIAL=
Bingung. Stress. Ketika kita stress, dipusingkan dengan suatu masalah, kita
memandang masalah tersebut begitu besar dan sangat membebani. Mungkin Anda
ingat kapan terakhir kali marah-marah, stress, atau bahkan depresi karena
dirudung permasalahan. Saat ini, kemarin atau tahun lalu? Saya rasa kita semua
pernah mengalaminya.
Problema, memang seringkali membuat pikiran kita kacau, buntu dan membuat
stress, depresi. Dalam contoh yang saya bawakan kali ini, adalah kepenatan yang
dihadapi oleh murid-murid Yesus, sewaktu (pada akhir Juni 27 Masehi) melayani
berbagai orang di daerah-daerah Samaria dan Yunani. Ditambah juga karena belum
terbiasa bekerja bersama-sama dengan murid-murid Yohanes Pembaptis. *Yohanes
Pembaptis dipenjara oleh Herodes selama setahun sebelum akhirnya dihukum mati
tanggal 10 Januari 28. Murid-murid Yesus sedang dilanda stress, bingung (dan
ini bukan yang terakhir kalinya).
Kemudian ketika Andrew (Andreas) -yang dituakan dalam kelompok rasul tersebut,
menuangkan uneg-uneg mereka kepada Yesus, apa yang dilakukanNya? Yesus mengajak
Andrew dan 11 murid lainnya ke pegunungan Sartaba untuk beristirahat beberapa
hari, dan menyarankan agar tidak membicarakan masalah-masalah yang sedang
dihadapi.
Singkatnya, pada hari ketiga ketika mereka kembali dari liburan singkat itu,
kepenatan mereka hilang. Pikiran mereka disegarkan kembali, dan ternyata
masalah yang tadinya mereka anggap begitu memusingkan, tidak lagi memusingkan
kepala. Mereka belajar bahwa kebingungan yang terjadi akibat dihadapkan suatu
permasalahan, secara realitas sebenarnya tidak ada. Yesus memberikan pelajaran
bahwa cara terbaik untuk mengatasi berbagai permasalahan seringkali adalah
dengan meninggalkannya untuk sementara waktu, istirahat untuk memulihkan
energi, sehingga ketika kembali lagi, dapat menghadapi masalah dengan pikiran
yang lebih segar.
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=PEMBAHASAN=
Pengantar: Melanjutkan pembahasan edisi sebelumnya, berikut ini saya kutipkan
bagian kedua dari percakapan Yesus tentang agama yang sebenarnya, yaitu
hubungan pribadi kita dengan Tuhan.
You have come out from among those of your fellows who choose to remain
satisfied with a religion of mind, who crave security and prefer conformity.
You have elected to exchange your feelings of authoritative certainty for the
assurances of the spirit of adventurous and progressive faith. You have dared
to protest against the grueling bondage of institutional religion and to reject
the authority of the traditions of record which are now regarded as the word of
God. Our Father did indeed speak through Moses, Elijah, Isaiah, Amos, and
Hosea, but he did not cease to minister words of truth to the world when these
prophets of old made an end of their utterances. My Father is no respecter of
races or generations in that the word of truth is vouchsafed one age and
withheld from another. Commit not the folly of calling that divine which is
wholly human, and fail not to discern the words of truth which come not through
the traditional oracles of supposed inspiration.
I have called upon you to be born again, to be born of the spirit. I have
called you out of the darkness of authority and the lethargy of tradition into
the transcendent light of the realization of the possibility of making for
yourselves the greatest discovery possible for the human soul to make--the
supernal experience of finding God for yourself, in yourself, and of yourself,
and of doing all this as a fact in your own personal experience. And so may you
pass from death to life, from the authority of tradition to the experience of
knowing God; thus will you pass from darkness to light, from a racial faith
inherited to a personal faith achieved by actual experience; and thereby will
you progress from a theology of mind handed down by your ancestors to a true
religion of spirit which shall be built up in your souls as an eternal
endowment.
Your religion shall change from the mere intellectual belief in traditional
authority to the actual experience of that living faith which is able to grasp
the reality of God and all that relates to the divine spirit of the Father. The
religion of the mind ties you hopelessly to the past; the religion of the
spirit consists in progressive revelation and ever beckons you on toward higher
and holier achievements in spiritual ideals and eternal realities.
While the religion of authority may impart a present feeling of settled
security, you pay for such a transient satisfaction the price of the loss of
your spiritual freedom and religious liberty. My Father does not require of you
as the price of entering the kingdom of heaven that you should force yourself
to subscribe to a belief in things which are spiritually repugnant, unholy, and
untruthful. It is not required of you that your own sense of mercy, justice,
and truth should be outraged by submission to an outworn system of religious
forms and ceremonies. The religion of the spirit leaves you forever free to
follow the truth wherever the leadings of the spirit may take you. And who can
28
I admonish you to give up the practice of always quoting the prophets of old
and praising the heroes of Israel, and instead aspire to become living prophets
of the Most High and spiritual heroes of the coming kingdom. To honor the
God-knowing leaders of the past may indeed be worth while, but why, in so
doing, should you sacrifice the supreme experience of human existence: finding
God for yourselves and knowing him in your own souls?
Every race of mankind has its own mental outlook upon human existence;
therefore must the religion of the mind ever run true to these various racial
viewpoints. Never can the religions of authority come to unification. Human
unity and mortal brotherhood can be achieved only by and through the
superendowment of the religion of the spirit. Racial minds may differ, but all
mankind is indwelt by the same divine and eternal spirit. The hope of human
brotherhood can only be realized when, and as, the divergent mind religions of
authority become impregnated with, and overshadowed by, the unifying and
ennobling religion of the spirit--the religion of personal spiritual
experience.
The religions of authority can only divide men and set them in conscientious
array against each other; the religion of the spirit will progressively draw
men together and cause them to become understandingly sympathetic with one
another. The religions of authority require of men uniformity in belief, but
this is impossible of realization in the present state of the world. The
religion of the spirit requires only unity of experience--uniformity of
destiny--making full allowance for diversity of belief. The religion of the
spirit requires only uniformity of insight, not uniformity of viewpoint and
outlook. The religion of the spirit does not demand uniformity of intellectual
views, only unity of spirit feeling. The religions of authority crystallize
into lifeless creeds; the religion of the spirit grows into the increasing joy
and liberty of ennobling deeds of loving service and merciful ministration.
But watch, lest any of you look with disdain upon the children of Abraham
because they have fallen on these evil days of traditional barrenness. Our
forefathers gave themselves up to the persistent and passionate search for God,
and they found him as no other whole race of men have ever known him since the
times of Adam, who knew much of this as he was himself a Son of God. My Father
has not failed to mark the long and untiring struggle of Israel, ever since the
days of Moses, to find God and to know God. For weary generations the Jews have
not ceased to toil, sweat, groan, travail, and endure the sufferings and
experience the sorrows of a misunderstood and despised people, all in order
that they might come a little nearer the discovery of the truth about God. And,
notwithstanding all the failures and falterings of Israel, our fathers
progressively, from Moses to the times of Amos and Hosea, did reveal
increasingly to the whole world an ever clearer and more truthful picture of
the eternal God. And so was the way prepared for the still greater revelation
of the Father which you have been called to share.
Never forget there is only one adventure which is more satisfying and thrilling
than the attempt to discover the will of the living God, and that is the
supreme experience of honestly trying to do that divine will. And fail not to
remember that the will of God can be done in any earthly occupation. Some
callings are not holy and others secular. All things are sacred in the lives of
those who are spirit led; that is, subordinated to truth, ennobled by love,
29
When you once begin to find God in your soul, presently you will begin to
discover him in other men's souls and eventually in all the creatures and
creations of a mighty universe. But what chance does the Father have to appear
as a God of supreme loyalties and divine ideals in the souls of men who give
little or no time to the thoughtful contemplation of such eternal realities?
While the mind is not the seat of the spiritual nature, it is indeed the
gateway thereto.
But do not make the mistake of trying to prove to other men that you have found
God; you cannot consciously produce such valid proof, albeit there are two
positive and powerful demonstrations of the fact that you are God-knowing, and
they are:
1. The fruits of the spirit of God showing forth in your daily routine life.
2. The fact that your entire life plan furnishes positive proof that you have
unreservedly risked everything you are and have on the adventure of survival
after death in the pursuit of the hope of finding the God of eternity, whose
presence you have foretasted in time.
Now, mistake not, my Father will ever respond to the faintest flicker of faith.
He takes note of the physical and superstitious emotions of the primitive man.
And with those honest but fearful souls whose faith is so weak that it amounts
to little more than an intellectual conformity to a passive attitude of assent
to religions of authority, the Father is ever alert to honor and foster even
all such feeble attempts to reach out for him. But you who have been called out
of darkness into the light are expected to believe with a whole heart; your
faith shall dominate the combined attitudes of body, mind, and spirit.
You are my apostles, and to you religion shall not become a theologic shelter
to which you may flee in fear of facing the rugged realities of spiritual
progress and idealistic adventure; but rather shall your religion become the
fact of real experience which testifies that God has found you, idealized,
ennobled, and spiritualized you, and that you have enlisted in the eternal
adventure of finding the God who has thus found and sonshipped you.
And when Jesus had finished speaking, he beckoned to Andrew and, pointing to
the west toward Phoenicia, said: "Let us be on our way."
=SAINS/SEJARAH=
Sistem tata surya kita terdiri atas 12 planet, yang mulai terbentuk sekitar
4,500,000,000 tahun y/l. Tata surya mulai berfungsi dan berkembang seperti
sekarang 3,000,000,000 tahun y/l. "Asteroid Belt" yang ditemukan diantara
30
orbital Mars dan Jupiter merupakan pecahan-pecahan dari planet kelima, yang
hancur terfragmentasi akibat alur orbitnya yang tidak biasa menjadi terlalu
dekat ke planet raksasa Jupiter. Tetapi bagaimana awal tata surya kita
terbentuk? Saya kutip sedikit dari tulisan Bpk. Nugroho Widi berjudul "Riwayat
Bumi dan Alam Semesta" sebagai berikut.
Nebula adalah awal dari riwayat alam semesta. Putaran Nebula itu adalah induk
bintang-bintang. Tadinya energi foton cahaya setelah beberapa waktu melaju di
angkasa, akan mulai bergabung menjadi ultimaton. 100 buah Ultimaton akan
membentuk elektron. Kemudian terbentuklah proton, atom, molekul dan seterusnya.
Terbentuklah massa materi. Jika materi bergabung dalam jumlah yang cukup, maka
akan terbentuk matahari dan planet-planet. Dengan cara itulah terbentuk sistem
bintang. Ada nebula yang menghasilkan jutaan bintang, ada juga yang lebih
sedikit. Sebuah superuniverse dan local universe dimulai dan ditambah dengan
cara seperti itu.
Sistem planet di Tata Surya terbentuk akibat lewatnya sistem dark-matter (massa
hitam) Angona. Dark matter adalah benda angkasa raksasa yang tidak bersinar dan
umumnya bermuatan listrik-magnet tinggi. Sistem Angona lewat dan menyedot
sebagian massa matahari. Daya tarik keduanya menyebabkan terbentuklah berbagai
planet tata surya. Selain itu masih ada cara lain untuk terbentuknya planet.
Sejarah sistem tata surya kita secara lengkap dapat dipelajari pada bagian III
dari Buku Urantia. Temukan juga pembahasan-pembahasan sains ilmiah, filsafat,
agama dan lain-lainnya di situs Urantia Indonesia (www.urantia.or.id), pada
bagian Publikasi.
=CATATAN=
Terima kasih atas perhatian Anda terhadap newsletter Water of Life. Semoga apa
yang saya tuangkan dalam tulisan ini dapat menjadi manfaat bagi Anda. Apabila
Anda memiliki pertanyaan, kesan, pengalaman, sumbangan tulisan, saran, kritik,
koreksi dan lain-lain silakan layangkan melalui e-mail ke
danielvk@urantia.or.id. Saya dengan senang hati akan menjawab e-mail Anda.
31
=PELITA JIWA=
=EDITORIAL=
pengecut.
Saya turut berduka cita, dan berdoa untuk kita semua, agar keadilan
dapat ditegakkan dengan cara yang sebijak-bijaknya oleh para pemimpin
dunia, namun terlebih dari itu, kalahkanlah jahat dengan kasih. Tuhan
memberkati.
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
=PELITA JIWA=
Ada seorang ayah yang memiliki dua orang putera, Josh dan Bob. Suatu hari,
kedua kakak beradik ini berselisihan hingga terjadi perang mulut dan hampir
berkelahi sebelum akhirnya mereka melihat kedatangan ayahnya. Keduanya
berlarian menuju ayah mereka sambil berteriak2 mengadukan masing2 kekesalannya.
Sang ayah sambil tersenyum berlutut dihadapan anak-anaknya untuk dapat sejajar
melihat wajah mereka dan dengan sabar mendengarkan keluhan mereka. Setelah
mereka selesai mengungkapkan permasalahannya, sang ayah berkata kepada anaknya
yang tertua, "Josh, apakah engkau menyayangi ayah?". Josh menyahut dengan
lantang, "Tentu, ayah, aku sangat sayang padamu!". Kemudian, berpaling kepada
Bob, yang lebih muda, "Bob, apakah engkau menyayangi ayah?". Bob mengangguk,
sambil agak terisak, "Ya, ayah".
Sang ayah kemudian memeluk keduanya, kemudian berkata, "Anak-anakku, aku
mengasihi kalian berdua. Dan jika kalian sama-sama mengasihi ayah, kalian juga
harus belajar untuk saling mengasihi kakakmu dan adikmu."
Renungan:
"The Father in heaven loves his children, and therefore should you learn to
love one another; the Father in heaven forgives you your sins; therefore should
you learn to forgive one another." [UB P.1762 - §5]
=EDITORIAL=
Dari cerita singkat diatas, ada kebenaran ilahi yang ingin saya angkat bagi
saudara-saudari pembaca. Kita semua umat manusia secara spiritual adalah
anak-anak Tuhan yang Esa, Bapa Semesta Alam. Tuhan mengasihi kita semua, tanpa
memandang jenis kelamin, warna kulit, asal usul, maupun tingkat kepercayaan dan
pengetahuan yang dimiliki. Dimata Tuhan, kita semua adalah anak-anakNya, dan
Tuhan adalah Bapa yang mengasihi anak-anakNya.
Berangkat dari konsep kekeluargaan ini, kita masing-masing mengakui, bahwa kita
mencintai Tuhan. Namun bagaimana kita menunjukkan bahwa kita mencintai Tuhan,
apabila kita tidak mau atau tidak dapat mencintai saudara-saudari yang lain?
Kita dapat begitu rajin mengikuti ritual-ritual agama, namun kita begitu enggan
untuk mengasihi sesama. Kita rajin ke gereja, rajin shalat, dsb, tetapi dilain
sisi kita juga begitu rajin memaki orang lain, menunjuk-nunjuk kesalahan orang
lain, iri maupun dendam terhadap orang lain, dsb. Orang lain, yang sebenarnya
kalau kita mau menyadari, adalah saudara2 kita sendiri, anak-anak Tuhan.
Yang saya mau nyatakan kepada saudara-saudari, adalah bahwa Tuhan mengasihi
kita semua, terlepas atribut apapun yang kita kenakan. Tetapi kita tidak
mengasihi Tuhan dengan pergi ke tempat ibadah setiap minggu, atau memberikan
sumbangan atau sedekah bagi orang lain, atau menyembelih hewan dalam upacara
kurban. Kita jelas tidak mengasihi Tuhan dengan saling membunuh anak-anakNya.
Apa yang kita lakukan?! Kita membunuh seolah2 kita membela nama Tuhan, kita
menghakimi seolah2 mewakili Tuhan, kita menindas seolah2 diperintahkan
Tuhan!!!??? Dan kita menyatakan semua perbuatan keji yang kita lakukan tersebut
UNTUK KEMULIAAN TUHAN ? Tidak saudaraku. Tindakan nyata yang dapat kita lakukan
sebagai wujud kita mengasihi Tuhan adalah dengan belajar untuk mengasihi
sesama. Bukan yang terpenting bagaimana kita begitu hapal berdoa, atau berapa
34
banyak hewan yang bisa kita kurbankan, atau berapa sering kita beribadah,
melainkan bagaimana kita setiap hari belajar untuk mengasihi orang lain, yang
secara spiritual adalah saudara kita. Inilah wujud nyata sebenarnya yang dapat
kita lakukan bagi Tuhan.
Hari ini, saat ini juga, kalau Anda belum memulai, marilah, coba belajar
mengasihi saudara2 kita. Dari yang terdekat, hingga yang baru kenalan. Bapa
menyayangi kita, mengampuni kita. Sudah saatnya kita juga belajar menyayangi
dan mengampuni saudara kita sebagai wujud nyata kita mengasihi Bapa.
Sesederhana apapun bentuk kasih yang Anda berikan kepada orang yang paling hina
sekalipun, Anda telah melakukannya untuk Tuhan.
Salam hangat,
Daniel V. Kaunang
Penulis, Water of Life
35
=ARTIKEL=
Pengantar
Bulan November-Desember 2001 ini umat Islam kembali menjalankan ibadah puasa yang
menjadi kewajiban, amal ibadah menyambut hari raya Lebaran. Puasa dalam hal ini, bukan
tradisi milik umat Islam saja. Para umat Buddha, Hindu, Katolik, Kristen, dan lainnya
mempraktekkan puasa dengan alasan dan intensi yang beragam.
Apabila kita ingin telaah lebih dalam, sejarahnya puasa ternyata memiliki latar belakang dan
asal-usul yang menarik. Mudah-mudahan dengan mengenal asal usul soal puasa, kita dapat
mengetahui lebih jelas apa itu sebenarnya puasa dan tujuannya pada jaman dahulu, dan
memahami mengapa puasa jaman sekarang telah diadopsi sebagai tradisi, kewajiban
agama, "menambah amal", dan berbagai interpretasi lainnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Manusia primitif dulu takut pada roh. Mereka menganggap roh-roh jahat ada
di sekitar mereka, dan mempengaruhi nasib mereka. Oleh sebab itu mereka
berusaha mengendalikan roh, dengan berbagai cara. Pertama, mereka berusaha
menyenangkan, lalu menakut-nakuti roh jahat, lalu menyiksa (torture) roh.
Orang berusaha menyangkal diri antara lain dengan cara PUASA, karena
dianggap itu menyenangkan roh-roh.[87:2.4]
Dari sejak dahulu, puasa dan diet dianggap memiliki manfaat kesehatan atau
36
[140:5.8] 2. "Happy are they who hunger and thirst for righteousness, for
they shall be filled." Only those who feel poor in spirit will ever hunger
for righteousness. Only the humble seek for divine strength and crave
spiritual power. But it is most dangerous to knowingly engage in spiritual
fasting in order to improve one's appetite for spiritual endowments.
Physical fasting becomes dangerous after four or five days; one is apt to
lose all desire for food. Prolonged fasting, either physical or spiritual,
tends to destroy hunger.
[140:6.11] When Jesus heard this, he said: "Be willing, then, to take up
your responsibilities and follow me. Do your good deeds in secret; when
you give alms, let not the left hand know what the right hand does. And
when you pray, go apart by yourselves and use not vain repetitions and
meaningless phrases. Always remember that the Father knows what you need
even before you ask him. And be not given to fasting with a sad
countenance to be seen by men. As my chosen apostles, now set apart for
the service of the kingdom, lay not up for yourselves treasures on earth,
but by your unselfish service lay up for yourselves treasures in heaven,
for where your treasures are, there will your hearts be also.
37
Orang petapa dan orang yang mengajarkan doa puasa begini pernah
menolak Yesus, karena Yesus tidak mengajarkan puasa atau bentuk
penyangkalan diri dengan cara sejenis.[142:8.1]
Yang jelas, memang berpuasa bukan bagian dari Injil yang diajarkan
Yesus. Puasa bukan ritual dalam agama Yesus. Puasa itu terjadi dengan
spontan, bila ada situasi yang demikian memerlukan keputusan, sehingga
orang melupakan makan. Yesus dalam UB sering diceritakan berada dalam
kondisi ini. Itu adalah urusan yang sangat pribadi dengan Allah.
Oleh sebab itu jangan menjadikan puasa menjadi ritual agama yang
memberatkan manusia. Urantia Book telah memberikan DASAR TEOLOGIS
yang sangat kuat. Marilah berkembang menjadi agama modern, Agama
Yesus yang menjamin keselamatan!!
38
=ARTIKEL=
Pengantar
Salam hangat,
Daniel V. Kaunang
Moderator Air Kehidupan
Yesus adalah anak yang lahir normal dari perkawinan Yusuf dan Maria.
Pemberitahuan Gabriel pada Maria, mimpi Yusuf, dan latar belakang
Yusuf dan Maria diceritakan lengkap dalam paper 122 pasal 1,3,4,5 dan
6. Perjalanan ke Bethlehem diceritakan dalam paper 122 pasal 7.
Orang Majus yang datang adalah para astrolog dari kota Ur,
Mesopotamia. Mereka melihat tanda yang aneh di langit, yaitu
konjungsi atau pertemuan dua planet Yupiter dan Saturnus yang terjadi
3 kali dalam satu tahun. Konjungsi ini terjadi pada konstelasi Pisces
pada tanggal 29 Mei, 29 September, dan 5 Desember tahun 7 Sebelum
Masehi. (Saya sudah mencek ini dalam Cd-software Astronomi- Redshift-
DK Multimedia, luar biasa - nugi). Ada seorang guru diantara mereka
mendapat mimpi bahwa "terang hidup" akan muncul sebagai seorang bayi
di antara orang Yahudi. Mereka mengirim 3 utusan yang mencari-cari
tanpa hasil, sampai akhirnya bertemu dengan Zakaria dan diberitahu
mengenai bayi Yesus. Para Magi ini datang dan menyembah bayi Yesus.
Pada masa tradisi hanya diturunkan secara oral dari mulut ke mulut,
ada banyak kemungkinan mitos dianggap kebenaran. Cerita Yesus
dilahirkan dari perawan adalah mitos. Demikian pula dengan cerita
malaikat yang menyanyikan pujian dan didengarkan oleh para gembala.
Para malaikat serafim memang berkumpul di atas kandang Bethlehem dan
menyanyikan pujian, tetapi tidak terdengar oleh telinga manusia.
Perhatikan bahwa cerita kelahiran Yesus ini wajar seperti halnya kita
semua.
40
Catatan