You are on page 1of 2

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

A. PENDAHULUAN Gangguan obsesif-kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana penelitian modern telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu (intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren (menghitung, memeriksa, atau menghindari). Obesesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Akan tetapi jika dipaksakan untuk melakukan kompulsi maka kecemasan akan meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsi merasakan sebagai ego-distonik B. EPIDEMIOLOGI Gangguan obsesif-kompulsif merupakan diagnosis psikiatrik tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat dan gangguan depresif berat karena beberapa penelitian telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada 10% pasien rawat jalan klinik psikiatri. Pada orang dewasa angka kejadia laki-laki sebanding dengan perempuan. Namun untuk usia remaja lebih didominasi oleh laki-laki disbanding perempuan. Onset rata-rata sekitar usia 20 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif disbanding orang yang menikah, meskipun temuan itu kemungkinan mencerminkan kesulitan yang dimiliki pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. C. ETIOLOGI 1. Faktor biologis a. Neurotransmitter Hipotesis berupa disregulasi serotonin terlibat dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan didapatkan dari berbagai uji coba yang telah dilakukan terhadap berbagai obat. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif disbanding obat yang mempengaruhi system neurotransmitter lain. Akan tetapi apakah serotonin terlibat dalam penyebab gangguan ini masih belum jelas untuk saat ini. b. Penilaian pencitraan otak Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional (PET/positron emission tomography) menemukan peningkatan aktivitas di lobus frontalis (aliran darah dan metabolisme) , ganglia basalis (khususnya kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesifkompulsif.Data dari pencitraan otak struktural baik tomografi computer (CT) dan pencitraan resonansi magnetic (MRI) konsisten dengan fungsional, yaitu ditemukannya penrunan ukuran kaudata secara bilateral pada pasien dengan OCD. Penelitian-penelitian tersebut juga konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan cingulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien OCD. c. Genetika

Penelitian keluarga pada pasien OCD telah menemuka bahwa 34% sanak saudara derajat pertama pasien OCD juga menderita gangguan. d. Data biologis lain Penelitian elektrofisiologis, elektroensefalogram tidur dan neuroendokrin menyatukan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan OCD. Insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien OCD. 1) EEG penurunan latensi REM (rapid eye movement). 2) Penelitian neuroendokrin nensupresi pada dexamethasone-suppression test pada 1/3 pasien dan penurunan sekresi growth hormone pada infuse clonidin (catapres) 2. Faktor perilaku Obsesi stimuli yang dibiasakan yang relative netral. Stimulus tersebut menjadi disertai ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannnya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Sehingga objek dan pikiran yang sebelumnya netral stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. Kompulsif merupakan suatu tindakan tertentu yang dapat menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekutnder yang menyakitan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari. 3. Faktor Psikososial a. Faktor kepribadian Sebagian besar pasien OCD tidak memiliki gejala kompulsif premorbid, dengan demikian sifat kepribadian tersebut tidak cukup untuk perkembangan OCD. b. Faktor psikodinamika Tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif isolasi, meruntuhkan, dan pembentukan reaksi 1) Isolasi Merupakan mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan impulsive yang mencetuskan kecemasan. Di bawah kondisi umumnya seseorang mengalami secara sadar afek dan khayalan dari sutatu gagasan yang mengandung emosi, dengan isolasi afek dan impuls yang didapatkan darinya dipisahkan dari komponen ideasional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 2) Meruntuhkan 3) Pembentukan reaksi D.

You might also like