You are on page 1of 13

TINJAU KEMBALI REHABILITASI PENYANDANG CACAT

Bulan Juni lalu di Oslo ibukota Norwegia, berlangsung Kongres Dunia Rehabilitasi Internasional yang ke-20. Kongress yang diikuti oleh lebih dari seribu orang peserta dari 76 negara di seluruh dunia membahas pelaksanaan rehabilitasi penyandang cacat dengan fokus pada 3 perspektif, dalam proses rehabilitasi. Suasana musim panas (summer) ketika itu tidak begitu terasa , karena hampir setiap hari hujan turun dengan suhu berkisar 9 hingga 18 derajat celcius. "Kami biasa menghadapi musim seperti ini dan kami menyebutnya 'Green Winter'", kata seorang peserta tuan rumah. Cukup dingin memang, khususnya bagi pendatang yang berasal dari daerah tropis. Tetapi dinginnya cuaca tidak mengurangi semangat dan antusiasme peserta untuk mengikuti konggress dunia organisasi Rehabilitation International yang digelar setiap empat tahun sekali yang pada tahun ini merupakan konggress dunia ke-20 sejak organisasi ini berdiri tahun 1922. Pada pertemuan tersebut dibahas antara lain upaya peningkatan kualitas hidup penyandang cacat dalam berbagai aspek kehidupan ditinjau dari 3 pilar utama dalam proses rehabilitasi, yaitu perspektif user (penyandang cacat), perspektif hak asasi manusia/ warga serta perspektif multikultural. Dari pertemuan yang berlangsung selama hampir lima hari tersebut, dapat disimpulkan adanya pengakuan terjadinya kesenjangan dalam proses rehabilitasi penyandang cacat selama ini dan peningkatan kesadaran akan pentingnya partisipasi dan pelibatan penyandang cacat serta pengaruh mereka dalam proses rehabilitasi. Selain itu juga pentingnya perhatian terhadap hak-hak asasi penyandang cacat sebagai manusia dan sebagai warga negara yang mengakselerasi sistem rehabilitasi di seluruh dunia. Ditambahkan pula , meskipun penanganan masalah rehabilitasi penyandang cacat sudah mengglobal, namun tidak mudah untuk membuat kebijakan dan melaksanakannya di tingkat lokal, karena masyarakat berbeda satu tempat dengan tempat lainnya . Oleh sebab itu diperlukan perumusan kebijakan dan praktek untuk mengatasi masalah tersebut berdasarkan pendekatan multikultural.

Konggress dibuka secara resmi oleh Menteri Sosial dan Tenaga Kerja Norwegia, Dagfinn Hoybraten yang menduduki jabatan tersebut 3 hari sebelum konggress berlangsung (sebelumnya ia menduduki posisi Menteri Kesehatan). Dalam sambutannya, Dagfinn mengungkapkan bahwa pelaksanaan rehabilitasi selama ini ini sering digambarkan sebagai bentuk dominannya para profesional serta pengeekslusifan dan tersegregasinya (di pusat-pusat rehabilitasi) penyandang cacat dari mainstream masyarakat. Pemahaman rehabilitasi yang dianggap sebagai upaya pemulihan fungsi fisik atau mental sebagai akibat kerusakan atau kehilangan fungsi yang disebabkan oleh sakit (penyakit), rehabilitasi dilaksanakan agar dapat melakuan aktivitas sebagaimana yang "normal" dengan memperbaiki kerusakan atau kehilangan fungsi tersebut, untuk saat ini pemahaman itu tidak dapat menjawab persoalan penyandang cacat. "Masalahnya, bukan kerusakan atau kehilangan fungsi tubuh atau mental yang menghalangi penyandang cacat untuk berpartisipasi, tetapi cara pengorganisasian masyarakat ", Sejak tahun 1999, Norwegia, melalui White Paper on Rehabilitation menyatakan rehabilitasi sebagai suatu proses yang direncanakan dengan sebaik-baiknya tujuan serta perangkatnya dengan beberapa unsur pekerja (profesional) untuk membantu usaha yang dilakukan penyandang cacat untuk mencapai kemungkinan yang sebaik-baiknya dalam melakuan fungsi dan mengatasi persoalannya, serta kemandirian dan berpartisipasi secara sosial dan di masyarakat. Diungkapkannya, negaranya saat ini tengah berupaya memperjuangkan suatu masyarakat yang inklusif. Dicontohkannya beberapa upaya yang dilakukan di negara Skandinavia tersebut, antara lain dengan mencipatakan aksess yang lebih baik bagi penyandang cacat, termasuk dalam mendapatkan alat bantu (assistive devices) dan dalam lapangan pekerjaan, juga dalam memajukan pendidikan terpadu bagi anak-anak yang menyandang cacat. Ia juga menyatakan bahwa negaranya termasuk dari beberapa negara yang aktif dalam menegakan hak-hak asasi manusia di seluruh dunia melalui team kerjasama internasionalnya. Rethinking Rehabilitation Konsep dan pelaksanaan rehabilitasi penyandang cacat

merupakan salah satu pokok bahasan penting pada konggres yang bertemakan Rethinking Rehabilitation tersebut. Di banyak negara, konsep dan pelaksanaan rehabilitasi penyandang cacat berakar dari suatu pendekatan medis dan individual. Menurut pendekatan ini,keberfungsian secara fisik dan mental seseorang merupakan prasyarat baginya untuk dapat menentukan kehendaknya dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas, karenanya upaya perbaikan fungsi fisik dan mental tersebut menjadi fokus dalam proses rehabilitasi. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini tidak untuk mengatakan bahwa berbagai bentuk terapi tidaklah penting, namun cara ini juga direfleksikan dalam kehidupan sosial yang menyebabkan terhambatnya para penyandang cacat mendapatkan kesempatan berpartisipasi secara sama dalam berbagai aktivitas dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, ketika seorang pemakai kursi roda tidak bisa menaiki bus, hal ini bukan disebabkan oleh karena kakinya yang tidak berfungsi sehingga harus menggunakan kursi roda tersebut, tetapi buslah yang tidak aksessible. Dengan kata lain, rehabilitasi tidak cuma untuk memperbaiki kerusakan atau ketidaknormalan fungsi fisik atau mental seseorang, tetapi juga berkaitan dengan faktor di luar individu tersebut, seperti sikap masyarakat di sekitarnya dan kondisi lingkungan. Kritikan terhadap penanganan masalah penyandang cacat tersebut sesungguhnya sudah direspon Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan para profesional yang bekerja di bidang rehabilitasi. WHO, misalnya, sejak tahun 2001 sudah merevisi definisi penyandang cacat. (Perlu diketahui bahwa definisi WHO tentang penyandang cacat menjadi acuan banyak negara tentang penyandang cacat). Sebelum tahun tersebut, WHO mengeluarkan pedoman yang disebut International Classification of Impairment, Disability and Handicap. Ada 3 konsep yang dibedakan, yaitu: Impairment, adalah hilangnya atau ketidaknormalan struktur atau fungsi psikologis, fisik atau anatomi. Sedangkan disability mengacu kepada keterbatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas secara "normal" yang disebabkan oleh impairment . Disability digambarkan sebagai gangguan fungsional yang dialami sesorang. Adapun handicap, merupakan ketidakberuntungan sesorang yang diakibatkan oleh impairment dan disability yang menyebabkan ia tidak

dapat melakukan perannya secara sosial maupun ekonomi (tergantung pada konteks usia, kelamin, sosial dan budaya). WHO merevisi konsep ini dengan sebutan International Classification of Functioning Disability and Health (ICF). Pada konsep yang baru ini, imparment bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi fokus dalam menilai keberfungsian kemampuan seseorang. Ada 2 komponen utama yang perlu dipelajari dalam memahami masalah penyandang cacat. Yaitu: Functioning (keberfungsian) dan Disability (ketidakmampuan). Bagian pertama meliputi keberfungsian badan/anatomi dan struktur serta aktivitas dan partisipasi. Sedangkan bagian kedua terdiri dari Faktor-faktor kontekstual, seperti faktor lingkungan dan faktor -faktor yang sifatnya peersonal. Menurut konsep ini, masalah penyandang cacat timbul sebagai interaksi dari berbagai komponen-komponen tersebut. Dari pemahaman tersebut diyakini bahwa kegiatan rehabilitasi penyandang cacat seharunya tidak identik dengan institusionalised penyandang cacat . Bukan juga beberapa bentuk pelayanan khusus karena pelayanan khusus itu tidak dapat dikatakan sebagai rehabilitasi. Yang pasti, rehabilitasi adalah apapun yang dilakukan untuk membantu usaha penyandang cacat mencapai tujuannya menjadi anggota masyarakat yang berfungsi penuh dalam masyarakatnya, dan hal ini harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Tentang Organisasi Rehabilitasi Internasional Rehabilitation International adalah suatu organisasi federasi internasional yang merupakan jejaring dunia mencakup para penyandang cacat, pemberi pelayanan/profesional di bidang rehabilitasi serta organisasi pemerintahan dan badan-badan internasional yang bekerjasama untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang cacat dan keluarganya menunju dunia yang bebas hambatan, tanpa diskriminasi berdasarkan hak-hak asasi melalui upaya pencegahan kecacatan, memajukan persamaan kesempatan dan partisipasi penyandang cacat di segala bidang. Organisasi yang berkedudukan di New York , Amerika Serikat , ini mempunyai anggota di lebih 80 negara di seluruh dunia. Organisasi ini memiliki para profesional di bidangnya yang dikelompokan dalam beberapa komisi, seperti Komisi

Medis, Komisi Sosial, Komisi Pendidikan, Komisi Technologi dan Informasi serta Akssibilitas, Komisi Ketenaga Kerjaan serta Komisi Rekreasi dan Olah Raga. Indonesia merupakan salah satu anggota Rehabilitasi Internasional yang perwakilannya di Indonesia berada di bawah Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC). Untuk kawasan Asia dan Pasifik, peranan Indonesia termasuk anggota yang aktif. Di tahun 1995, National Secretary Rehabilitation International For Indonesia, menjadi penyelenggara konferensi organisasi ini untuk kawasan Asia dan Pasifik, yang dikenal dengan Asperari. Selain itu juga menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Internasional tentang Tourism bagi penyandang cacat. Sejak tahun 1998 hingga 2004, National Secretary Rehabilitation International for Indonesia yang dijabat oleh Ibu Mieke Soegeng Soepari mendapat kepercayaan sebagai pengurus eksektif (Vice President) untuk wilayah Asia dan Pasifik. Beberapa aktivitas yang telah dilakukan organisasi Rehabilitasi Internasional antara lain, di tahun 1999 mengusulkan kepada PBB tentang pentingnya Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Cacat. Saat ini Draft konvensi tersebut sedang dalam pembahasan akhir Panitia Ad Hoc PBB di mana RI (Rehabilitation International) adalah salah satu anggota panitia tersebut. RI bersama dengan UNICEF menyediakan dukungan sebagai focal point yang berkaitan dengan permasalahan anak-anak penyandang cacat. Selain itu menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan masalah penyandang cacat secara periodik dalam bentuk jurnal maupun melalui website. RI juga yang memprakasai simbol aksess internasional serta mendirikan berbagai lembaga di bidang rehabilitasi berbasiskanmasyarakat. (Eva Kasim, salah satu delegasi Indonesia yang mengikuti World Konggress of Rehabilitation di

PENGEMBANGAN KURSI RODA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN RUANG GERAK PENDERITA CACAT KAKI (I Made Londen Batan)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

97

PENGEMBANGAN KURSI RODA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN RUANG GERAK PENDERITA CACAT KAKI
I Made Londen Batan
Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 E-mail: londbatan@me.its.ac.id

ABSTRAK
Hasil kuisioner yang disebarkan ke pemakai kursi roda di kota Surabaya pada akhir 2005 dan awal 2006 menunjukkan bahwa 70% reponden tidak menginginkan lagi didampingi oleh seorang pemandu para saat mereka beraktifitas di dalam maupun di luar rumah. Sehingga, sebagai transportasi yang sangat dibutuhkan oleh penderita cacat kaki, kursi roda perlu untuk dikembangkan berdasarkan permintaan dan keinginan mereka. Pada makalah ini akan dipaparkan metode pengembangkan kursi roda yang didasarkan pada metode pengembangan produk terintegrasi. Melalui analisa kekuatan material pada beban statis 150 kg dan simulasi kenyamanan dengan metode RULA, dapat dirancang sebuah kursi roda yang aman dan nyaman, dapat bergerak maju mundur, tempat duduk dapat naik turun serta seluruh gerakannya dikontrol sendiri oleh pemakai kursi roda. Pengembangan kursi roda ini diharapkan dapat meningkatkan ruang gerak penderita cacat kaki dalam beraktifitas. Kata kunci: kursi roda, transportasi, aman, nyaman, simulasi, RULA.

ABSTRACT
According to the survey to the wheelchair users in Surabaya, it is found that 70% of the respondents want to have activities inside or outside their home independently. Therefore, a wheelchair that can satisfy their requirements is on demand. In this research we used an integrated product development to design a wheelchair. We simulated the ergonomic design by a method so called RULA for static load 150 kg. This proposed wheelchair is an ergonomic wheelchair. It is a wheelchair, that satisfies the safety regulations. By using a joystick, a user can control the wheelchair to move forward and backward, to set the seat up and down as convenience as they want to. We hope that this wheelchair can help the physical handicaps to move more freely and have more activities than before. Keywords: wheelchair, transportation, safety, ergonomic, simulation, RULA.

1. PENDAHULUAN Kursi roda (wheelchair) adalah salah satu alat bantu bagi penyandang cacat kaki untuk dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, baik di tempat datar maupun dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi (tempat menaik). Sering juga dimaksudkan, bahwa kursi roda digunakan untuk meningkatkan kemampuan mobilitas bagi orang yang memiliki kekurangan seperti: orang yang cacat fisik (khususnya penyandang cacat kaki), pasien rumah sakit yang tidak diperbolehkan untuk melakukan banyak aktivitas fisik, orang tua (manula), dan orangorang yang memiliki resiko tinggi untuk terluka, bila berjalan sendiri. Secara umum kursi roda dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu kursi roda manual (conventional wheelchair) dan kursi roda berpenggerak motor (motor powered wheelchair). Jenis konvensional dapat dibagi menjadi kursi roda standard dan sport wheelchair. Sedangkan powered wheelchair
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 8, NO. 2, DESEMBER 2006: 97-105

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

98 dibagi menjadi beberapa model, seperti: traditional, platform, dan round based model. Gambar 1 menunjukkan 2 buah kursi roda, yang konvensional dan berpenggerak.

(a) (b) Gambar 1. a) Konventional wheelchair b) Platform model Secara fungsional kursi roda model platform sangat cocok untuk pemakai kursi roda tanpa pemandu. Kursi roda ini digerakkan motor (akku) dan dikontrol dengan mudah melalui batang pengontrol (joy stick control), dapat bergerak maju dan berbelok, namun lebih berat dari pada kursi roda standar. Karena pengedalinya otomatis, maka harga kursi roda model platform sangat mahal dan jarang dijumpai di Indonesia. Berlainan dengan kursi roda tersebut, model konvensional adalah pilihan utama pemakai kursi roda di kota Surabaya, yakni hampir 90% dari responden (pemakai kursi roda) memakai kursi roda standar. Kursi roda konvesional ini dapat digerakkan, baik oleh pemakainya sendiri dengan memutar roda secara manual, maupun oleh pemandu. Namun demikian dari kuisinoner yang disebarkan ke pemakai kursi roda di kota Surabaya pada akhir 2005 dan awal 2006, didapat hasil yang sangat signifikan, yaitu lebih dari 70% responden (pemakai kursi roda) dalam beraktifitas di dalam maupun di luar rumah tidak menginginkan lagi didampingi oleh seorang pemandu. Selain itu mereka menginginkan juga kursi roda yang nyaman, bila memungkinkan bisa dipakai sebagai tempat istirahat (tidur). Responden juga menyatakan keinginannya dengan berkursi roda mereka tetap dapat beraktifitas (bekerja) di luar rumah, seperti halnya orang yang mempunyai fisik normal. Harapan lain dari responden adalah tempat duduk kursi roda dapat dinaik-turunkan, tanpa tenaga ekstra pemakai (Jenny, 2006). Hal ini dimaksudkan agar pemakai kursi roda bisa menjangkau posisi yang lebih tinggi dari posisi normal yang duduk di atas kursi roda. Mereka menginginkan bisa meletakkan sesuatu lebih tinggi dari jangkauannya saat ini, misalnya bisa meraih gagang telepon umum yang tergantung atau dapat meletakkan piring di atas rak penyimpan barang yang agak tinggi. Selengkapnya permintaan dan keinginan pemakai kursi roda seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1. Untuk memenuhi permintaan dan keinginan pemakai kursi roda dan dalam rangka memperluas jangkauan gerak serta menambah mobilitas seorang pemakai kursi roda, dirancang dan dikembangkan kursi roda yang aman, ergonomik, dan tempat duduk yang fleksibel, yaitu tempat duduk bisa naik dan turun.
PENGEMBANGAN KURSI RODA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN RUANG GERAK PENDERITA CACAT KAKI (I Made Londen Batan)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

99 Tabel 1. Data hasil kuisioner ke pemakai kursi roda Permintaan Pemakai Kursi Roda (Konsumen) Jumlah responden Dapat maju mundur 74 Nyaman 55 Bisa untuk tidur 22 Tempat duduk dapat naik turun 79 Kuat 75 Bisa belok 30 Otomatis 45 Ringan 35 2. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode pengembangan produk terintegrasi, mulai dari identifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, pengembangan dan pemilihan konsep desain, perancangan komponen, evaluasi ergonomik, sampai pada pembuatan dokumentasi (gambar teknik dan shop drawing). Secara sistematik langkah pengembangan kursi roda diuraikan pada diagram alir, seperti Gambar 2.
Start

Identifikasi Kebutuhan Konsumen Pengembangan dan Pemilihan Konsep Desain Perancangan Komponen Pembuatan Gambar Teknik (Shop Drawing) Memenuhi Syarat? Finish Ya Tidak Simulasi Kekuatan Material dan Ergonomi dengan CATIA

Gambar 2. Diagram alir pengembangan kursi roda


JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 8, NO. 2, DESEMBER 2006: 97-105

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

100 Identifikasi dan analisa kebutuhan konsumen dilakukan dengan metode Quality Function Deployment (QFD). Dengan langkah subsitusi dari metode QFD dilakukan terjemahan permintaan konsumen menjadi spesifikasi teknik suatu produk (Cohen 1995, Ravelle 1998). Selanjutnya akan dilakukan pengembangan konsep dari hasil analisa konsumen dan kebutuhan akan kualitas produk. Dengan metode Value Engineering (VE), akan dilakukan pemilihan konsep yang paling sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kriteria pemilihan akan ditentukan berdasarkan kebutuhan konsumen dan persyaratan dasar kursi roda, yaitu: kuat, ringan, nyaman, bisa dimanufaktur dan dirakit serta tidak mahal harganya (ekonomis). Pada langkah perancangan komponen, kekuatan material kursi roda dianalisa dengan bantuan software CATIA Versi5-R16. Untuk mengevaluasi kenyamanan kursi roda yang dirancang, dilakukan analisa tingkat risiko cedera tubuh (injury risk level) pemakai kursi roda pada posisi tubuh tertentu dengan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) (McAtamney ,1993). 3. PENGEMBANGAN KURSI RODA Seperti yang sudah diuraikan pada metode pengembangan produk sebelumnya, maka langkah-langkah pengembangan kursi roda diuraikan secara lebih detail berikut ini. 3.1. Substitusi Permintaan Pemakai Kursi Roda Sesuai dengan langkah subsitusi pada metode QFD, maka permintaan konsumen (pemakai kursi roda) yang biasanya dalam bentuk kualitatif (lihat Tabel 1) diterjemahkan kedalam bentuk kuantitatif, yaitu teknis dan fisik. Permintaan yang sudah disubstitusi tersebut selanjutnya dipakai sebagai persyaratan teknik (spesifikasi teknik produk) (Batan, 2004). Subsitusi permintaan konsumen tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Substitusi permintaan konsumen menjadi spesifikasi teknik
Permintaan Pemakai Kursi Roda (Konsumen) Substitusi Permintaan Konsumen (Persyaratan Teknik Spesifikasi teknik) Maju mundur Kursi roda dilengkapi dengan mekanisme pengatur gerak maju & mundur Nyaman dipakai Kursi roda mempunyai sandaran dan tempat duduk empuk Bisa untuk tidur Sandaran kursi cycling Tempat duduk dapat naik turun Ada mekanisme penggerak linier naik turun Kursi roda harus kuat (tidak mudah rusak) Material dan struktur kursi roda tahan terhadap tegangan pada beban tertentu (berat pemakai kursi roda dan perlengkapannya) Bisa belok Ada mekanisme gerak putar Otomatis Penggerak pneumatik atau hidrolik

Ringan Komponen kursi roda tidak banyak

3.2 Pengembangan Konsep Desain Konsep kursi roda yang akan dikembangkan, sesuai dengan permintaan konsumen yang sudah diterjemahkan kedalam persyaratan teknis, seperti mekanisme naik turun tempat duduk dipakai pneumatik dan kompressor, kontrol otomatik melalui batang pengontrol, motor DC sebagai sumber penggerak (power). Karena pemandu masih dibutuhkan, khususnya untuk pemakai kursi roda sudah tua (manula) atau banyak dibutuhkan di rumah sakit, maka kursi roda
PENGEMBANGAN KURSI RODA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN RUANG GERAK PENDERITA CACAT KAKI (I Made Londen Batan)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

101 tetap harus dilengkapi dengan pegangan untuk pendorong (pemandu) dengan bentuk standar. Untuk membantu posisi kaki pemakai kursi roda pada saat duduk, kursi roda juga dilengkapi dengan tempat pijakan kaki. Secara garis besar konsep dari kursi roda yang akan dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Kursi roda dan bagianbagiannya 3.3 Perancangan Komponen Kursi Roda a) Dimensi Kursi Roda Rangka adalah bagian terpenting dari kursi roda untuk dirancang. Hal ini disebabkan karena dari bentuk, ukuran dan model rangka akan dapat dikembangkan berbagai komponen lainnya. Disebabkan kursi roda akan dipakai oleh manusia dalam aktifitas tertentu, maka perancangannya harus memenuhi standar, yaitu nyaman dan sesuai dengan ukuran tubuh pemakainya, seperti tampak pada Gambar 4. Dalam perancangan ini digunakan standar ISO 7176 5, standar ini adalah revisi dari beberapa bagian penting dalam seri ISO 7176 (Ziegler). Tujuan pembuatan ISO 71765 adalah untuk menyediakan informasi yang tepat mengenai definisi teknis kursi roda dan prosedur pengukuran yang sesuai atas dimensi dan berat kursi roda baik manual, elektrik dan juga scooter. Dalam jurnal Working Area of Wheelchairs, Details about Some Dimensions that are specified in ISO disebutkan kriteria penting sebagai dasar dalam perancangan kursi roda. Kriteria tersebut antara lain adalah dimensi kursi roda,
DC Kompresor Pijakan kaki Akku 12V Batang pengontrol Pneumatik Motor DC Pelat penumpu Pegangan pemandu
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 8, NO. 2, DESEMBER 2006: 97-105

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

102 ruang gerak minimum yang dibutuhkan, diameter yang dibutuhkan untuk memutar, ruang yang dibutuhkan untuk mundur. Gambar 4. Posisi tubuh pemakai kursi roda yang direkomendasikan oleh ISO 7176-5 Sesuai dengan ukuran tubuh (anthropometri) orang Indonesia dan berdasarkan atas standar ISO 7176-5, dimensi bagian utama kursi roda ditetapkan seperti Tabel 3. Tabel 3. Dimensi dasar rancangan kursi roda sesuai standar ISO 7176-5 No Uraian/Deskripsi Dimensi (mm)

1 Panjang maksimum 1300 2 Lebar 700 3 Tinggi total 1000 4 Tinggi kursi 700 5 Lebar tempat duduk 500 6 Tinggi tempat duduk dari tanah 500 7 Tinggi sandaran tangan dari tempat duduk 200 8 Panjang tempat duduk 450 9 Tinggi sandaran 300 b) Analisa Kekuatan Rangka Kursi Roda Material rangka yang digunakan dalam pembuatan kursi roda ini adalah St 37 tube dengan diameter 20 mm. Analisa kekuatan rangka dilakukan dengan bantuan software CATIA V5 R12 dengan pembebanan stastis 150 kg. Dari hasil pengolahan dengan software tersebut diketahui bagian dari rangka yang mendapatkan tegangan terbesar dikatakan aman, apabila beban terbesar yang diterima oleh rangka kursi roda lebih kecil dari tegangan ijin material. Untuk menganalisa distribusi gaya yang terjadi pada rangka kursi roda diawali dengan membuat model rangka dengan software CATIA. Pada analisa ini rangka dibuat sesuai dengan ukuran sebenarnya. Rangka kursi roda berbentuk bulat, yaitu bentuk pipa WP St 37 dengan diameter 20 mm dan ketebalan 2 mm. Hasil dari pembuatan model dengan software CATIA V5 R12 dapat dilihat pada Gambar 5 (a).
PENGEMBANGAN KURSI RODA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN RUANG GERAK PENDERITA CACAT KAKI (I Made Londen Batan)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

103 (a) (b) Gambar 5 (a). Model rangka kursi roda, (b) Simulai untuk analisa tegangan material Selanjutnya pada model tersebut diberikan pembebanan, sesuai dengan beban yang akan diterima oleh kursi roda. Hasil dari distribusi tegangan dengan analisa tegangan Von Mises ditunjukkan pada Gambar 5 (b). Gambar hasil simulasi distribusi tegangan dari hasil analisa tersebut, diketahui bahwa tegangan maksimum yang terjadi sebesar 29,6 Mpa dengan beban terdistribusi. c) Analisa Risiko Cedera Tubuh dengan Metode RULA Analisa kenyamanan (ergonomic) pemakai kursi roda pada kondisi tempat duduk naik-turun. Analisa ini digunakan untuk menentukan besarnya jarak kenaikan tempat duduk kursi roda yang maksimum, dimana tangan pemakai kursi roda masih dapat menggerakan hand-rem. Analisa kenyamanan ini memanfaatkan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA). Metode RULA ini merupakan metode yang dikembangkan untuk menghasilkan penilaian secara cepat terhadap beban dari sistem kerangka dan otot individu pekerja akibat faktor resiko (risiko cedera tubuh akibat melakukan aktifitas pada posisi tertentu). Sesuai dengan permintaan pemakai kursi roda, yaitu kursi roda dengan tempat duduk bisa naik turun, maka analisa kenyamanan pada pengembangan kursi roda dilakukan pada 2 model, yaitu analisa risiko cedera tubuh pada saat naik (pada ketinggian 150 mm dari posisi normal) dan analisa cedera tubuh pada posisi tempat duduk normal. Hasil kedua analisa tersebut dapat dilihat pada Gambar. 6 (a) dan 6 (b). (a) (b) Gambar 6. (a) Analisa RULA untuk mengetahui jarak naik-turun maksimum (b).Analisa RULA postur tubuh (posisi normal)
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 8, NO. 2, DESEMBER 2006: 97-105

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

104 Dari kedua hasil simulasi (gambar) di atas, maka dapat diketahui, bahwa jumlah nilai risiko

cedera tubuh pemakai kursi roda pada perancangan ini adalah 3. Menurut McAtamney (1993) lihat Tabel 4, nilai 3 berarti, bahwa perancangan masih memenuhi syarat keamanan, akan tetapi untuk meningkatkan kenyamanan pemakai kursi roda, maka perancangan sebaiknya diperbaiki, sehingga nilai risiko turun menjadi 2, dan jika memungkinkan nilainya adalah 1 (nilai paling ideal). Tabel 4. Nilai tingkat resiko cedera tubuh (McAtamney,1993) Range Nilai warna Kemungkinan timbul cedera pada postur tubuh 1 dan 2 Hijau Acceptable 3 dan 4 Kuning Futher investigation and change may be required 5 dan 6 Orange Investigation and changes are required soon 7 Merah Investigation and change are required immediately d) Pembuatan Gambar Teknik (Shop Drawing) Sebagai bagian akhir dari perancangan, sebelum dilakukan proses pembuatan, baik untuk prototipe maupun untuk realiasasi ke bagian manufaktur, maka pembuatan gambar teknik (technical drawing) yang dilengkapi dengan shop drawing harus dilakukan. Pembuatan gambar teknik bisa dilakukan dengan software seperti : AutoCAD, CATIA, Solid Edge, ProEngineer, dan software lainnya. 4. KESIMPULAN Dari analisa tegangan material dan risiko cedera tubuh yang mungkin timbul pada pemakai kursi roda, maka dapat disimpulkan, bahwa rancangan kursi roda dapat direalisasi untuk dikembangkan sebagai sarana transportasi yang dapat dan aman dipakai oleh penderita cacat kaki dalam beraktifitas, baik di dalam maupun di luar rumah. Dengan simulasi tegangan material rangka serta simulasi RULA, maka kursi roda yang dikembangkan adalah aman terhadap beban statis 150 kg dan nyaman, sehingga sesuai dengan permintaan pemakai kursi roda. DAFTAR PUSTAKA Batan, I Made Londen; 2004, Metode Substitusi Permintaan Konsumen Sebagai Dasar Perancangan dan Pengembangan Produk Manufaktur, Seminar Nasional, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Cohen, Lao, 1995, Quality Function Deployment How to Make QFD Work for You. Addison Wesley Publishing Company, New York, Jenny & Batan, I Made Londen, 2006, Perancangan Mekanisme Pengubah Ketinggian Tempat Duduk Kursi Roda. Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin FTI ITS. -------------, www.wheelchairnet.org/WCN_WCU/Research/StakeholderDocs/PS-propulsion.doc Geared hub technology McAtamney, Lynn and Corlett, E Nigel, 1993, RULA: A Survey Method for Investigation of Work-related Upper Limb Disorders, Applied Ergonomics, vol. 24 No. 2, p.91-99, (April 1993).
PENGEMBANGAN KURSI RODA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN RUANG GERAK PENDERITA CACAT KAKI (I Made Londen Batan)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND

105 Ravelle, Jack B., Moran, John W., 1998, The QFD Handbook. John Wiley & Sons, Inc. New York, Ziegler, Johann, "Working Area of Wheelchairs (Details about Some Dimensions that are specified in ISO 7176-5), FIOT Wien, Austria http://www.w3.org/TR/REC-html40 CACAT KAKI BUKAN JADI HALANGAN

Selama bertahun-tahun ia memendam kebencian terhadap seorang bidan yang masih terhitung keluarga besarnya. Karena kesalahan yang dilakukannya ia harus menjalani kehidupan dengan kaki yang cacat.

Menurut gadis cantik bernama Lestari ini, waktu ia masih balita, dalam kondisi tubuh yang demam tinggi, bidan itu tetap memberinya suntikan imuniasi polio. Tak ayal lagi, sejak itu ia mengalami perkembangan kaki yang tidak normal di kaki kirinya. Tapi dengan cinta kasih dari keluarganya terutama ayahnya yang selalu menjaganya dengan baik, ia bisa tumbuh sebagai gadis muda yang cantik dan penuh percaya diri. Ayah saya benar-benar menjaga saya dengan baik. Kalau ada anak-anak yang menganggu saya atau mengejek saya, ayah saya akan maju membela saya dan memelototi anak-anak itu hingga mereka lari ketakutan, katanya sambil tertawa. Mungkin karena ia selalu dimanja dan dilindungi, membuatnya selalu mengganggap hidup ini hanya untuk bersenang-senang. Tidak mengherankan bila ia selalu melewati waktu dengan hura-hura, seperti nongkrong di kafe atau restoran untuk minum-minuman keras . Atau merokok dan begadang sepanjang malam. Banyak orang di sekitar hidup saya mengeluh tentang sikap saya yang emosional, suka marah-marah dan egois. Saya waktu itu berfikir masalah spiritual adalah nanti kalau sudah tua, lanjutnya. Sampai suatu waktu, ada sebuah peristiwa yang membuatnya berubah pikiran. Peristiwa yang membuatnya merasa tidak berbahagia itu memberinya kesadaran. Meski ia sudah bekerja keras untuk sekolah dan membuka bisnis sendiri, ternyata ada saja orang-orang yang membuatnya merasa kecewa dan tidak berbahagia. Sejak itu ia mulai sembahyang. Seorang teman pada tahun 1993 pernah bercerita tentang kegiatan meditasi kesehatan di Bali Usada Center . Tentu saja waktu itu ia sama sekali tidak berminat. Tapi ketika seorang teman mengajaknya untuk mengikuti kegiatan meditasi kesehatan reguler yang diselenggarakan seminggu sekali berturut-turut selama dua bulan , ia tidak menolak. Dua bulan berlalu, ia merasa ada perubahan dalam dirinya. Meski menurutnya perubahan itu hanya sekitar 10-20 persen saja. Ia tidak berniat merokok atau minum minuman keras. Orang-orang di sekelilingnya juga melihatnya tidak lagi bersikap emosional, tidak suka marah-marah. Tapi terlihat bersikap lebih tenang. Orang tua saya sangat bahagia melihat saya nampak bersikap tenang dan lebih ceria menghadapi hidup, ungkapnya. Bahkan teman yang dulu memberinya informasi tentang kegiatan meditasi kesehatan di Bali Usada Center sempat merasa iri hati karena melihatnya nampak lebih berbahagia. Waktu yang dilewatinya selama enam hari lima malam di acara Tapa Brata Baturiti Bedugul Tabanan Bali, memberinya pelajaran tentang keikhlasan. Sebelumnya saya tidak bisa memaafkan orang yang telah menyakiti saya sebesar 100 persen. Tapi dengan kegiatan ini saya mendapat hikmah, bila peristiwa itu tidak ada tentu saya tidak akan berubah. Saya tidak mengenal meditasi kesehatan dan saya tentu masih merokok dan suka minum minuman keras, lanjutnya tersenyum.

Ia mengungkapkan, kini ia merasakan kehidupan yang lebih membahagiakan. Dan ia bertekad memberikan informasi dan pelajaran ini kepada teman-temannya dan orangorang yang selalu merasa hidupnya tidak tenang atau tidak berbahagia. Selain ia juga tetap optimis untuk mengembangkan bisnis handicraft dan garmen yang sedang digelutinya. Ia ingin menunjukkan meski memiliki kaki yang tidak sempurna, ia mampu melakukan halhal positif dan tidak merugikan orang lain.

You might also like