You are on page 1of 11

PERANSERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BIDANG KESEHATAN 2.1. PENDAHULUAN Peranserta masyarakat merupakan komponen utama dalam PKMD.

Perlunya peranserta masyarakat dalam pembangunan, termasuk di bidang kesehatan, didasarkan pada kesadaran bahwa tidak mungkin pembangunan hanya dilakukan dan ditanggung oleh pemerintah saja. Masyarakat harus diikut sertakan dan berperanserta di dalamnya. Masyarakat bukan hanya sebagai obyek, tetapi juga sebagai subyek pembangunan. Hal ini sejak awal sudah merupakan konsep dasar pendidikan atau penyuluhan kesehatan, yang sudah dilaksanakan sejak sebelum dan di awal kemerdekaan. Banyak batasan pengertian tentang peran serta masyarakat. Berdasarkan pertemuan Alma Ata (1978), WHO memberi rumusan tentang peran serta masyarakat adalah suatu proses dimana individu dan keluarga: 1. Bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat. 2. Berkembang kemampuannya untuk berkontribusi dalam pembangunan. 3. Mengetahui keadaannya dengan lebih baik dan termotivasi untuk memecahkan masalahnya. 4. Memungkinkan menjadi penggerak pembangunan (agent of develepment). Bank Dunia (World Bank, 1978) merumuskan partisipasi masyarakat dari dimensi cakupannya, yakni: 1. Keterlibatan dari semua unsur yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan terhadap apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara pelaksanaannya. 2. Kontribusi massa dalam upaya pembangunan, misalnya dalam pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. 3. Menikmati bersama hasil program pembangunan Selanjutnya dalam World Health Assembly 1979 dirumuskan: Peran serta masyarakat adalah suatu proses untuk mewujudkan kerja sama kemitraan (partnership) antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan kesehatan, sehingga diperoleh manfaat berupa peningkatan kemampuan swadaya masyarakat dan masyarakat ikut berperan dalam penentuan prasarana dan pemeliharaan teknologi tepat guna dalam pelayanan kesehatan. Sedangkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 1982 menyebutkan bahwa cara masyarakat berperan serta dapat dalam bentuk: ikut dalam penelahaan masalah, ikut dalam perencanaan dan pelaksanaan pemecahahan masalah-masalah kesehatan. Lebih jauh SKN, dalam Dasar-dasar Pembangunan Kesehatan Nasional menyebutkan, bahwa: 1. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derjat kesehatan masyarakat. 2. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara seimbang oleh pemerintah dan masyarakat serta dilaksanakan terutama melalui upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan (promotif) secara terpadu dengan upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). 3. Sikap, suasana kekeluargaan, kegotong royongan serta semua potensi yang ada diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan kesehatan. 4. Pelayanan kesehatan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, berisendikan kepribadian bangsa.

Dari berbagai pengertian dan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa: Peran Serta Masyarakat adalah proses dimana individu dan keluarga serta lembaga swadaya masyarakat termasuk swasta: 1. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri, keluarga serta masyarakat. 2. Mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam peningkatan kesehatan mereka sendiri dan masyarkat sehingga termotivasi untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi. 3. Menjadi agen, perintis atau penggerak pembangunan kesehatan dan pemimpin gerakan peran serta masyarakat di bidang kesehatan yang dilandasi semangat gotong royong. Dalam perkembangannya nanti, istilah peran serta masyarakat dipandang kurang dinamis. Istilah tersebut dipandang kurang sesuai dengan isi pengertian yang dicakupnya. Di dunia internasional, selanjutnya juga digunakan istilah lain yang lebih menunjukkan tanggungjawab masyarakat yang lebih besar, yaitu: empowerment, atau community empowerment. Di Indonesia istilah itu menjadi pemberdayaan masyarakat. Dalam berbagai pertemuan dunia/internasional tentang promosi kesehatan, istilah pemberdayaan masyarakat ini yang kemudian lebih ditonjolkan. 2.2. MUNCULNYA PKMD PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) mulai muncul di permukaan pada sekitar tahun 1975. Pada waktu itu oleh Depkes dibentuk Panitia Kerja untuk menyiapkan konsep program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Ketuanya adalah dr. R. Soebekti, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Landasan dasar dikembangkannya PKMD ini adalah sejarah budaya bangsa Indonesia yang telah turun temurun, yakni gotong royong dan musyawarah. Mengacu pada dua prinsip ini maka konsep PKMD dikembangkan dengan semangat kekeluargaan dan saling membantu, yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin, dan yang sehat membantu yang sakit. Disamping landasan sosio budaya, PKMD juga mengacu pada Pancasila sebagai dasar dan tujuan pembangunan masyarakat Indonesia, yakni Berketuhanan yang Maha Esa, berperikemanusian dan berkebangsaan Indonesia, serta berkeadilan social yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pada waktu itu semua program pembangunan harus didasarkan pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Demikian pula PKMD, yang di dalam GBHN dengan jelas disebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk mencacapai kesempatan yang luas bagi setiap warga Negara untuk meningkatkan derajat kesehatannya sebagai bagian dari pencapaian kesejahteraan sosial. Hal itu juga sejalan dengan Undang-Undang Kesehatan No. 9/1960 yang menyebutkan bahwa kesehatan bukan hanya sekedar bebas penyakit dan cacat, tetapi merupakan keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial. Kesehatan adalah hak setiap warga Negara untuk mecapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan derajat kesehatan seperti ini, maka perlu dilaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat desa, sebagi bagian dari pembanguan nasional. Sementara itu PKMD juga dikaitkan dengan kebijakan Departemen Dalam Negeri untuk melaksanakan program pembangunan desa jangka panjang, yaitu untuk menuju desa swasembada dengan pendekatan UDKP (Unit Daerah Kerja Pembangunan). Tiga tipe daerah pembangunan desa pada waktu dikelompokkan berdasarkan perkembangannya, yakni: Desa Swadaya (desa tradisional), Desa Swakarya (desa transisi), dan Desa Swasembada (modern). Kemudian pada tahun 1976 (Januari) di dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional ditetapkan bahwa PKMD merupakan pendekatan yang strategis untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dengan target meningkatnya kesehatan masyarakt. Ditetapkan pula bahwa PKMD

adalah program nasional. Untuk mengoperasikan PKMD pada bulan Maret tahun 1976 diadakan Lokakarya, yang dihadiri oleh para penjabat Departemen Kesehatan dan Depertemen Dalam Negeri. Hasil Lokakarya tersebut menetapkan Kabupaten Karanganyar sebagai daerah uji coba PKMD. Disamping itu Loakakrya juga menetapkan Prokesa (promoter kesehatan desa) merupakan tenaga lapangan PKMD, dan Dana Sehat merupakan salah satu elemen pokok PKMD. Selanjutnya pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional tahun 1977, hasil uji coba PKMD di kabupaten Karanganyar dibahas, dan dari hasil pembahasan tersebut disimpulkan bahwa PKMD dimantapakan sebagai startegi nasional untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Oleh sebab itu implemetasi PKMD diperluas secara nasional, bukan saja di pedesaan tetapi juga di perkotaan, sehingga muncul istilah PKMD perkotan. Dalam pertumbuhannya, PKMD mememperoleh komitmen dari lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta. Departemen-Departemen dan lembaga-lembaga non departemen yang telah meberikan komitmen terhadap PKMD adalah: Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Depertemen Pertanian, Departemen Sosial, Depertemen Pekerjaan Umum, Departemen Agama, Departemen Perdagangan dan Industri dan Departemen Keuangan. Sedangkan lembaga pemerintahan non Departemen, dan lemabga swadaya masyarakat lainnya yang terlibat adalah: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bank Rakyat Indonesia , Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Pramuka, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonsia (PKBI), Organisasi Wanita dan Palang Merah Indonesia. 2.3. PKMD DAN DEKLARASI ALMA ATA PKMD adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan dengan berazaskan gotong royong dan swadaya. PKMD dilaksanakan dalam rangka menolong diri (masyarakat) sendiri untuk mengenal dan memecahkan masalah/kebutuhan yang dirasakan mayarakat. Kegiatan PKMD ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuaan masyarakat dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh sebab itu sasaran utama PKMD adalah: masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kehidupannya yang sehat dan sejehtera. Dengan demikian sebenarnya PKMD sama dan sebangun dengan upaya Pendidikan Kesehatan Masyarakat, khususnya yang dilakukan melalui pengembangan masyarakat (community development). PKMD juga merupakan bagian integral dari pembangunan nasional pada umumnya, dan pembangunan desa pada khususnya. Kegiatan PKMD diharapkan muncul dari masyarakat sendiri dengan bimbingan dan pembinaan oleh pemerintah setempat secara lintas program dan lntas sektor. Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan tingkat kecamatan atau kelurahan mengambil parakarsa dalam pemabangunan kesehatan masyarakat. Tujuan umum PKMD adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menolong diri mereka sendiri dibidang kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan tujuan khusus PKMD adalah: 1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang dimiliki untuk menolong diri sendiri dalam meningkatkan mutu hidup mereka. 2. Mengembangkan kemampuan dan prakarsa masyarakat untuk berperan serta aktif dan berswadaya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. 3. Menghasilkan tenaga-tenaga masyarakat setempat yang mampu, trampil serta mau berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. 4. Meningkatnya kesehatan masyarakat.

Dengan demikian sebenarnya PKMD adalah identik dengan pengembangan DKI PKM, sebagaimana yang diceritakan pada bab III. Kedua kegiatan ini sama-sama meningkatkan peranserta dan memberdayakan masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Namun karena PKMD melibatkan lintas program dan lintas sektoral, dan di Depkes sendiri dimotori oleh pejabat eselon I, maka PKMD lebih berkembang. Apalagi, PKMD kemudian memperoleh dukungan dunia internasional yang menggalakkan Primary Health Care, yang dicetuskan dalam Deklarasi Alma Ata. Deklarasi itu dicetuskan pada tahun 1978 dalam suatu konferensi kesehatan yang dihadiri oleh 140 negara di dunia, termasuk Indonesia, di Alma Ata. Salah satu keputusan penting konfrensi tersebut adalah dideklarasikan Sehat Untuk Semua Pada Tahun 2000 atau yang lebih dikenal dengan Health For All By The Year 2000. Semua negara yang menandatangani deklarasi Alma Ata tersebut, termasuk Indonesia sepakat ingin mencapai kesehatan untuk semua tahun 2000 dan Primary Health Care sebagai bentuk operasionalnya. Sementara itu Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996, sebenarnya sudah merupakan perwujudan primary helath care. Maka kemudian dalam kebijakan nasional PKMD dikatakan bahwa Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) merupakan bentuk kegiatan Primary Health Care di Indonesia. Dengan adanya deklarasi Alma Ata yang intinya adalah pelaksanaan primary health care, maka memberikan dorongan pada pelaksanaan PKMD di Indonesia. 2.4. PKMD DAN SKN Pada sekitar tahun 1982 ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (waktu itu dr. Suwardjono Suryaningrat) yang menetapkan pembangunan kesehatan sebagai suatu sistem dari supra sistem pembangunan nasional. Selanjutnya berdasarkan Ketetapan MPR No. II/1983 tentang GBHN, disebutkan bahwa Dalam rangka mempertinggi taraf kesehatan dan kecerdasan rakyat, pembangunan kesehatan termasuk perbaikan gizi perlu makin ditingkatkan dengan mengembangkan Sistem Kesehatan nasional (SKN). Peningkatan kesehatan dilakukan dengan melibatkan peran serta (partisipasi) masyarakat berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota. Panca Karsa Husada sebagai tujuan pembangunan panjang bidang kesehatan mencakup: (1) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan; (2) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan; (3) Peningkatan status gizi masyarakat; (4) Pengurangan kesakitan dan kematian; dan (5) Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan makin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan dikaitkan dengan komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan primary health care, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Hirarkhi tingkat pelayanan kesehatan sehubungan dengan komponen atau unsur-unsur pelayanan kesehatan menurut SKN, mulai dari tingkat Rumah tangga, selanjutnya ke tingkat masyarakat, terus sampai ke tingkat yang lebih tinggi, adalah sebagai berikut: Bagan Tingkat Pelayanan Kesehatan

Hirarkhi Komponen atau unsur pelayanan kesehatan Tingkat Rumah Tangga Pelayanan kesehatan oleh individu atau keluarga sendiri

Tingkat Masyarakat Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, atau oleh kader kesehatan. Tingkat Pertama Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling Tingkat Rujukan Pertama Rumah Sakit Tingkat Kabupaten

Tingkat Rujukan Yang Lebih Tinggi Rumah Sakit Kelas B atau A

2. Pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) yang dilakukan masyarakat minimal mencakup salah satu dari 8 unsur Primary Haelth Care sebagai berikut: 1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta perlindungannya. 2. Peningkatan persediaan makanan dan peningkatan gizi. 3. Pengadaan air bersih dan sanitasi dasar yang memadai. 4. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk keluarga berencana 5. Imunisasi untuk penyakit yang utama 6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemi setempat 7. Pengobatan penyakit umum dan luka-luka 8. Penyediaan obat esensial. 3. Pengembangan dan Pembinaan PKMD dilakukan sebagai berikut: 1. Berpedoman pada GBHN. 2. Dilakukan dengan kerja sama lintas program dan lintas sektor melalui pendekatan edukatif. 3. Koordinasi pembinaan melalui jalur fungsional pada Gubernur, Bupati, atau Camat. 4. Merupakan bagian integral dari pembangunan desa secara keseluruhan. 5. Kegiatan dilaksanakan dengan membentuk mekanisme kerja yang efektif antara instansi yang berkepentingan dalam pembinaan masyarakat desa. 6. Puskesmas sebagai pusat pembangunan dan pengembangan kesehatan berfungsi sebagai dinamisator. 2.5. PENYEBARAN PKMD Begitu PKMD memperoleh komitmen nasional bahkan dunia internasional (melalui Primary Health Care), maka dipersiapkan perangkat keras dan perangkat lunaknya. Direktorat Jenderal Binkesmas Depkes merupakan unit utama yang menggerakkan kegiatan ini dengan dukungan semua unit di Depkes dan unit-unit lain di luar Depkes. Direktorat Puskesmas yang berada di bawah Ditjen Binkesmas merupakan motor atau sekretariat kegiatan ini, yang menyiapkan tenaga, dana, sarana, dan lain-lain yang diperlukan. Direktorat tersebut bekerjasama dengan Pusdiklat Depkes dan unit-unit lain yang berkaitan, mula-mula menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk beberapa provinsi dan kabupaten. Angkatan pertama pelatihan pelatih ini diselenggarakan di Bandung pada tahun 1978, dengan peserta antara lain dari Jawa Barat (Kab. Indramayu), Sumatera Barat (Kab. Solok), Jawa Timur (Kab. Bangkalan) dan Sulawesi Utara (Kab. Tondano). Pelatihan pelatih ini ditindak lanjuti dengan kegiatan pelatihan di masing-masing kabupaten, dan demikian seterusnya

sampai pelaksanaan di lapangan. Sementara itu disiapkan pula bahan-bahan berupa pedomanpedoman, peralatan, dana penunjang, dan lain-lain Pelatihan untuk angkatan-angkatan selanjutnya bagi kabupaten-kabupaten lain di Indonesia diselenggarakan di Balai Latihan Kesehatan Masyarakat (BLKM kemudian menjadi Bapelkes) Salaman, Magelang. BLKM Salaman ini kemudian juga berperan sebagai laboratorium lapangan PKMD. Demikianlah PKMD berkembang di seleuruh penjuru tanah air. Gemanya juga cukup keras terdengar dan di beberapa daerah juga melakukan berbagai inovasi kegiatan. Di antara daerah tersebut adalah Jawa Timur yang pada waktu itu Kepala Kanwilnya adalah dr. Suyono Yahya. PKMD yang semula lebih terbuka (unstructured) berkembang menjadi lebih fokus (semi structured). Kegiatan yang lebih fokus dan semi structured ini kemudian mengarah pada perkembangan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Apalagi dr. Suyono Yahya kemudian menjadi Dirjen Binkesmas, menggantikan dr. Subekti yang memasuki pensiun.

2.6. MUNCULNYA POSYANDU Dengan berkembangnya PKMD dan dalam implementasinya menggunakan pendekatan edukatif, muncullah berbagai kegiatan swadaya masyarakat untuk pelayanan kesehatan antara lain: Pos Penimbangan Balita, Pos Imunisasi, Pos KB Desa, Pos Kesehatan, Dana Sehat. Selain itu juga muncul berbagai kegiatan lain, yang berada di luar kesehatan, meskipun tetap ada kaitannya dengan bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut murni muncul dari masyarakat sendiri, dan untuk pelayanan mereka sendiri, dibidang kesehatan. Secara teori, pada periode ini telah muncul perbedaan sudut pandang. Mulai terlihat bahwa salah satu kelemahan dari pendekatan edukatif adalah belum berhasil memunculkan community real need. Yang terjadi adalah bahwa melalui pendekatan edukatif ini telah muncul berbagai community felt need. Akibatnya muncul berbagai kegiatan masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat tersebut. Dengan munculnya aneka ragam kegiatan masyarakat tersebut, sulit untuk memperhitungkan kontribusi kegiatan masyarakat tersebut terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini mendorong para pengambil keputusan di lingkungan Departemen Kesehatan untuk melakukan perubahyan pada pendekatan edukatif sebagai strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pada tahun 1984, berbagai kelompok kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan (Pos Penimbangan Balita, Pos Imunisasi, Pos KB Desa, Pos Kesehatan), dilebur menjadi satu bentuk pelayanan kesehatan terpadu yang disebut Posyandu (pos pelayanan terpadu). Atau lengkapnya Pos Pelayanan Terpadu KB-Kesehatan. Peleburan menjadi Posyandu tersebut, selain setelah dicoba dikembangkan di Jawa Timur, juga setelah melalui tahap kegiatan uji coba di tiga provinsi, yaitu: Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dipadukannya pelayanan KB dan kesehatan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat. Karena dengan keterpaduan pelayanan ini masyarakat dapat memperoleh pelayanan lengkap pada waktu dan tempat yang sama. Secara konsepsual, Posyandu merupakan bentuk modifikasi yang lebih maju dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk menunjang pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penurunan angka kematian bayi. Modifikasi tersebut adalah dengan tetap mempertahankan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat, gotong royong dan sukarela, namun bentuk kegiatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan tidak lagi beragam, karena sudah diarahkan dan diseragamkan yaitu Posyandu. Melalui keseragaman kegiatan masyarakat dalam bentuk Posyandu, diharapkan dapat berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penurunan angka kematian bayi dan balita.

Posyandu merupakan unit pelayanan kesehatan di lapangan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan teknis Puskesmas, Departemen Agama, Departemen Pertanian, dan BKKBN. Posyandu melaksankan 5 program kesehatan dasar yakni: KB, kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi, dan penaggulangan diare. Adapun sasaran utama adalah menurunkan angka kematian bayi dan memperbaiki status kesehatan dan gizi balita, maupun ibu hamil dan menyusui. Posyandu merupakan wadah partsipasi masyarakat, karena Posyandu paling banyak menggunakan tenaga kader. Kader ini merupakan tenaga relawan murni, tanpa dibayar, namun merupakan tenaga inti di Posyandu. Sebagian besar kader adalah wanita, anggota PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Maka dapat dikatakan bahwa PKK merupakan sumber penggerak Posyandu. Tokoh-tokoh di awal terbentuknya Posyandu ini adalah: dr. M. Adhyatma, dr. Suyono Yahya, Ibu Soeparjo Rustam, dan lain-lain 2.7. TUJUAN POSYANDU DAN SISTEM PELAYANAN 5 MEJA Sasaran utama pelayanan Posyandu adalah kelompok-kelompok rentan, yakni ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita. Oleh sebab itu pelayanan Posyandu mencakup pelayananpelayanan: kesehatanan ibu dan anak, imunisasi, gizi, penanggulangan diere, dan keluarga berencana. Tujuan dikembangkannya Posyandu sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan, yakni: 1. Untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita, dan angka kelahiran. 2. Untuk mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS). 3. Berkembangnya kegiatan-kegiatan masyarakat dalam rangka menunjang meningkatnya kesehatan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Pelayanan Posyandu menganut sistem 5 meja, dengan urutan sebagai berikut: 1. Meja 1:Melayani pendaftaran bagi para pengunjung Posyandu, yang dikelompokkan menjadi 3 yakni: bayi dan anak balita, Ibu hamil dan menyusui, dan PUS (pasangan usia subur). Pelayanan meja 1 dilakukan oleh kader kesehatan. 2. Meja 2: Melayani penimbangan bayi, balita, dan ibu hamil, dalam rangka memantau perkembangan bayi, balita, dan janin dari ibu yang sedang hamil, yang dilayani oleh kader kesehatan. 3. Meja 3: Melayani pencatatan hasil dari penimbangan dari Meja 2 didalam KMS (kartu menuju sehat), baik KMS bayi/balita maupun KMS ibu hamil, juga dilayanani oleh kader. 4. Meja 4: Melakukan penyuluhan kepada ibu bayi/balita dan ib hamil, sebagai tindak lanjut dari hasil pemantauan status gizi, balita dan ibu hamil, dan KB. Meja ini dilayani oleh petugas atau kader. 5. Meja 5: Dilakukan pelayanan oleh petugas medis/para medis dari Puskesmas untuk imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi, atau pengobatan bagi yang memerlukan, dan periksa hamil. Bila terdapat kasus yang tidak dapat ditangani oleh Posyandu, mereka akan dirujuk ke Puskesmas. 2.8. PERKEMBANGAN PESAT POSYANDU Penyelenggaraan Posyandu pada berbagai tatanan administrasi, merupakan satu bentuk demonstrasi tentang betapa efektifnya jejaring kemitraan yang dikembangkan oleh Departemen Kesehatan. Di Depkes, unit yang merupakan penggerak kegiatan Posyandu ini adalah Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat (BPSM) yang berada di bawah Direntorat Jenderal Binkesmas, yang merupakan saudara kembar dari unit Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, yang berada dibawah Sekretariat Jenderal. Dalam rangka pengembangan jejaring kemitraan untuk mennunjang penyelenggaraan Posyandu, Departemen Dalam Negeri mengambil prakarsa untuk mewujudkan Kelompok

Kerja nasional Posyandu (Pokjananl Posyandu), sebagai bagian dari institusi LKMD yang ada pada setiap jenjang administrasi pemerintahan. LKMD ini merupakan wadah koordinasi berbagai kegiatan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Inilah yang merupakan salah satu kunci suksesnya pengembangan Posyandu, yaitu karena terjalinnya kemitraan yang kuat dan luas di kalangan penyelenggara pemerintahan melalui Pokjanal Posyandu tersebut Demikianlah kemudian Posyandu berkembang sangat pesat. Terakhir tercatat tidak kurang dari 240.000 buah Posyandu yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Banyak pejabat kesehatan dunia dan dari negara sahabat datang berkunjung, serta berdecak kagum melihatnya dari dekat. Ini juga tidak lepas dari para kader PKK (penggerak kesejahteraan keluarga) yang menjadi penggerak Posyandu mulai dari Pusat sampai ke lini paling depan. Atas perannya ini, wajarlah apabila Ibu Suparjo Rustam memperoleh penghargaan dari WHO (berupa Sasakawa Award). Memang belum dapat diketahui secara pasti berapa besar kontribusi keberadaan dan kegiatan Posyandu ini terhadap penurunan angka kematian bayi. Tetapi yang pasti memang terjadi penurunan angka kematian bayi berbarengan dengan melesatnya perkembangan Posyandu di Indonesia. Namun Posyandu belum berdampak positif pada penurunan angka kematian ibu. Dan dengan terjadinya krisis ekonomi dan sosial di sekitar tahun 2000, banyak Posyandu yang terpuruk. Pada saat ini sedang dilakukan kegiatan revitalisasi Posyandu. 2.9. PERAN PKM DALAM PENGEMBANGAN POSYANDU Penyuluhan Kesehatan Masyarakat menempati peran sentral dalam pengembangan Posyandu. Itu dilakukan selain masukan berupa gagasan, terutama berupa upaya untuk mempromosikannya. Dalam kaitan ini banyak sekali media penyuluhan dikembangkan untuk menunjang kegiatan Posyandu. Poster, leaflet, dan berbagai buku pedoman banyak dicetak dan disebar luaskan. Baligo: Ayo ke Posyandu banyak dipasang di mana-mana. Logo dan slogan Posyandu dikenal sampai sekarang, yaitu: Menjaga anak sehat tetap sehat. Sinetron Dr. Sartika dibuat antara lain juga untuk menyebar luaskan pentingnya Posyandu. Selain itu disebar luaskan pula lagu Aku Anak Sehat yang syairnya ditulis oleh Drs. Oendang Badruzzaman (staf PKM, angkatan ke 4 Proyek Pengembangan Tenaga HES), dan lagunya diciptakan oleh A Riyanto (almarhum). Lagu itu dikenal dan dinyanyikan secara luas sampai sekarang. Di bawah ini adalah syair lagu Aku Anak Sehat tersebut: Aku Anak Sehat Aku anak sehat, tubuhku kuat Karena ibuku rajin dan cermat Semasa aku bayi selalu diberi ASI Makanan bergizi dan imunisasi Berat badanku ditimbang selalu Posyandu selalu menunggu setiap waktu. Bila aku diare ibu telah waspada. Pertolongan oralit telah siap sedia Demikianlah, dalam PKMD dan Posyandu ini mengingatkan kita pada jargon yang mengajak kita untuk lebih mengenali masyarakat, melarang kita untuk menggurui masyarakat bahkan kita harus lebih banyak belajar kepada masyarakat. Paling tidak kita harus dapat menangkap aspirasi masyarakat, sebagaimana diungkapkan di awal tulisan bab ini: Go to the people, stay with them, learn from them and work with them. 2.10. PENYULUHAN KESEHATAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK Selain penggerakan dan pemberdayaan masyarakat melalui PKMD dan Posyandu, penyuluhan kesehatan pada waktu itu juga dilakukan melalui berbagai media, baik media cetak, media luar ruang, maupun khususnya media elektronik. Media elektronik itu terutama melalui radio dan televisi, selain juga dilakukan melalui kaset atau VCD, berupa lagu-lagu atau film lepas, dan belakangan juga melalui internet. Khususnya penyuluhan melalui radio sudah dilakukan sejak awal kemerdekaan melalui RRI, meskipun belum terprogram secara tetap. Selain acara yang berskala nasional juga berlangsung siaran yang bersifat lokal.

Kemudian pada sekitar tahun 1980-an, Direktorat PKM mempunyai program tetap penyuluhan kesehatan melalui RRI Program Nasional. Programnya berupa acara langsung dalam bentuk dialog tentang penyakit-penyakit yang ada di masyarakat. Tanggapan masyarakat berupa pertanyaan tertulis diajukan ke Direktorat PKM, yang dijawab oleh pengasuh pada acara dialog selanjutnya, atau melalui surat. Selanjutnya juga dikembangkan pesan-pesan kesehatan melalui sandiwara radio (judul: Butir-butir Pasir Putih), yang siarannya dibawakan oleh para aktor/aktris RRI, dan PKM megirim bahan sampai ratusan naskah. Pada sekitar tahun 1995-2000 karena maraknya masalah HIV/AIDS, dikembangkan sandiwara radio dengan topik HIV/AIDS. Sandiwara yang dilsiarkan setiap hari itu dilakukan oleh RRI dan terdengar sampai ke Papua. Khusus untuk sandiwara radio ini juga ada ratusan naskah, dan acaranya disertai lomba berupa kuis untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi sandiwara. Para pemenang lomba diundang dalam acara konperensi pers. Ada yang sangat mengharukan: Salah satu pemenangnya adalah mahasiswa ITB yang menyatakan bahwa hadiahnya akan dipergunakan untuk membayar uang kuliah. Padahal waktu itu hadiahnya hanya beberapa ratus rupiah saja. Selain itu juga ada radio spot juga mengenai HIV/AIDS yang sehari diulang sampai lima kali. Acara-acara itu disponsori oleh Ford Foundation, yang juga mensponsori acara di televisi. Penyuluhan kesehatan melalui radio ini terus berlangsung sampai sekarang, bahkan meliputi radio swasta nasional dan lokal, dengan berbagai program dan topik pesan. Sedangkan acara penyuluhan kesehatan melalui televisi, mulai berlangsung sejak tahun 1960an akhir atau 1970-an awal. Pada waktu itu televisi pada umumnya masih hitam putih, dan bintangnya adalah dr. Herman Susilo, MPH, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta waktu itu, dibantu oleh Drs. Tarzan Panggabean, dari unit PKM DKI Jakarta. Penyuluhan kesehatan berupa nasehat-nasehat yang diberikan oleh dokter kepada pasiennya yang datang berobat dengan berbagai penyakit yang dideritanya. Acara itu cukup berkesan di masyarakat, dan banyak anak yang mengidolakan profil dr. Herman Susilo. Acara ini tetap berlangsung meskipun dr. Herman Susilo sudah tidak lagi menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan DKI. Kemudian juga ada penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh dr. Sumaryati Aryoso, SKM, yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Unit PKM DKI Jakarta. Penyuluhan dilakukan dalam bentuk dialog dengan beberapa orang penanya yang hadir di studio tentang berbagai penyakit atau masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Selanjutnya pada sekitar tahun 1980-1995 itu, penyuluhan kesehatan melalui TVRI diorganisir oleh Direktorat PKM melalui beberapa acara, antara lain: 1. Sebaiknya Anda Tahu, yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan/penyakit yang perlu diketahui oleh masyarakat luas. 2. Dari Desa Ke Desa, mengekspose kegiatan masyarakat desa dalam melakukan upayaupaya yang dilakukan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesehatan masyarakatnya. 3. Dewasa Kita, mengekspose satu desa yang masyarakatnya giat melakukan upaya kesehatan di desanya. 4. Bentuk acara lain, misalnya tentang mereka (petugas kesehatan atau kader kesehatan) yang berhasil membangun kesehatan masyarakat di wilayahnya. Selain itu juga pesan-pesan kesehatan melalui sandiwara boneka Si Unyil, Ria Jenaka, dan lain-lain Sementara itu lagu Aku Anak Sehat juga sering berkumandang melalui TVRI. Acara-acara tersebut cukup berjalan dengan baik. Khusus acara nomor 2 dan 3 sangat merangsang desa-desa lain, dan sering sekali mendapat dukungan kuat dari Pemerintah Daerah setempat. 2.11. SINETRON dr. SARTIKA DAN BIDAN MINATI

Pada sekitar tahun 1980-an itu ada drama TV Losmen yang sangat digemari masyarakat. Kemudian Menkes pada waktu itu, dr. Soewardjono Soerjaningrat memanggil dr. IB Mantra, Kapus PKM waktu itu untuk menjajagi adanya sinetron seperti Losmen. Diadakanlah pendekatan kepada Ami Priyono dan Wahyu Sihombing. Disepakatilah harga per episode waktu itu Rp. 25 juta bersih. Padahal drama Losmen hanya Rp. 14 juta. Setelah dibuat proposal, Bappenas memberikan persetujuan, bahkan harganya menjadi Rp. 30 juta karena harus dilakukan melalui tender. Maka dirancanglah sinetron khusus untuk menyebar luaskan pesan-pesan kesehatan ini, yang diberi nama: dr. Sartika. Skenario naskah disusun oleh Ibu Maliati Sihombing. Sedangkan konsultan materi adalah program-program di lingkungan Depkes. Pengatur pesan-pesan kesehatan menjadi tanggungjawab Pusat PKM dengan contact person : Drs. Oendang Badruzzaman, staf Pusat PKM. Para bintangnya antara lain: Dewi Yull yang memerankan dr. Sartika, Dwi Yan sebagai dr. Imam, dan lain-lain Tetapi ada saja kecolongan. Misalnya cuci tangan di ember. Maka selain meneliti naskah, diperlukan pula supervisi ke lapangan. Maka dalam setiap shooting yang dilakukan di luar studio, staf PKM pada umumnya selalu melakukan supervisi lapangan. Program sinetron dr. Sartika ini mendapat sambutan hangat masyarakat. Sinetron ini meskipun berisi pesan-pesan kesehatan, tetapi dijalin dengan masalah keluarga dan masyarakat, sehingga pesan-pesannya mengalir, tidak menggurui dan alamiah. Melalui sinetron ini masyarakat dapat belajar hidup sehat serta menjadikan Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi yang membutuhkannya (tidak pergi ke dukun). Sinetron ini sekaligus juga berisi informasi kepada para petugas Puskesmas, untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan benar. Sinetron tersebut juga menjadi rujukan dan penghubung antara program dan petugas Puskesmas. Selain itu sinetron dr. Sartika ini juga memberikan dampak positif kepada para artis pendukungnya. Misalnya, ada artis yang semula perokok berat kemudian menghentikan kebiasaan merokoknya tersebut. Program ini berjalan sampai 39 episode, dan berjalan selama sekitar empat tahun (1989-1992). Harga per episode berkembang dari sekitar Rp 25 juta menjadi sekitar Rp. 250 juta. Program ini berhenti, karena beberapa alasan. Antara lain pada waktu itu sudah mulai ada beberapa saluran TV swasta yang menyediakan banyak pilihan acara lain. Selain itu biaya produksi dan tayang semakin mahal, sehingga sponsor program ini akhirnya tidak melanjutkan acara ini. Sinetron dr. Sartika ini pernah mau dihidupkan lagi, tetapi ada beberapa kendala sehingga sampai sekarang belum berhasil. Selain sinetron dr. Sartika juga dikembangkan film-film lepas. Antara lain mini seri film yang berjudul: Minati Bidan Tercinta. Film ini bertujuan untuk mempromosikan bidan di desa yang pada waktu itu kurang memperoleh sambutan masyarakat, karena banyak di antara mereka yang masih lajang dan belum mempunyai banyak pengalaman menolong persalinan. Pemeran utama film ini adalah Uci Bing Slamet. Mini seri ini berjalan baik meskipun sambutan masyarakat tidak sehangat sebagaimana pada dr. Sartika. 2.12. SINETRON KUPU-KUPU UNGU DAN ACARA-ACARA LAINNYA Selain kedua sinetron tersebut, juga ada sinetron lepas dengan judul Relung Hati, yang dibintangi oleh drg. Fadli dan Minati Atmanagara, untuk mempromosikan dokter Inpres. Sinetron lepas lainnya adalah Pengakuan yang dibintangi oleh Leila Anggraeni dan lainlain, untuk menunjang program Kesehatan Ibu dan Anak. Sedangkan untuk menunjang program air dibuat film dengan judul: Cintaku pada Gemericik Air. Kemudian pada sekitar tahun 1994 persoalan HIV/AIDS mulai marak. Pada waktu itu di Ford Foundation Perwakilan Indonesia ada Dr. Rosalia (orang Itali yang bersuamikan orang Indonesia) yang sangat peduli dengan HIV/AIDS. Melalui Ford Foundation disponsorilah berbagai kegiatan penanggulangan HIV/AIDS, antra lain sinetron di televisi. Maka dibuatlah

sinetron, dengan judul: Kupu-kupu ungu. Sutradara dan penulis skenario adalah Nino Riantarno, dengan bintang utamanya: Nurul Arifin. Untuk menulis skenario tersebut berkumpul beberapa orang pakar yang mewakili beberapa unit program di Depkes dan beberapa unsur swasta/LSM. Contact person dari Pusat PKM adalah Ir. Ninik Suharini Sahal. Sinetron ini disiarkan di RCTI, dibuat sampai 13 episode, menyajikan persoalan HIV/AIDS dari berbagai segi pandang, termasuk HIV/AIDS pada anak, ibu rumah tangga, Pekerja Seks Komersial, ODHA, dan lain-lain Beberapa judul sinetron ini bahkan diminta untuk disajikan pada festival film Asia di Amsterdam pada sekitar tahun 1995 dan di Kuala Lumpur pada sekitar tahun 1999. Penyuluhan melalui televisi selain melalui sinetron juga melalui acara-acara lain seperti: kompetisi lagu-lagu kesehatan: ada versi pop, dangdut dan rock. Juga melalui lagu-lagu gambang kromong Benyamin S dan Ida Royani. Selanjutnya yang semakin marak sampai sekarang adalah penyampaian pesan melalui filler atau iklan layanan masyarakat. Sudah banyak sekali filler yang ditayangkan mengenai berbagai macam program. Salah satunya yang cukup terkenal pada waktu itu adalah dengan judul: Jangan Lupa yang disampaikan oleh Butet Kertarejasa dengan kocaknya, sehingga setiap kita melihat dan mendengar suaranya: Jangan Lupa kita lalu ingat pesan-pesannya tentang HIV/AIDS. Juga filler tentang Ibu Hamil, Napza/Narkoba, Gizi, Gaya Hidup Sehat, dan lain-lain Dan kita juga akan selalu ingat filler tentang Pekan Imunisasi Nasional yang dibawakan oleh kelompok Rano Karno dan Mandra yang waktu itu sangat tenar. Pesan-pesan kesehatan yang disebar luaskan melalui media televisi dan kerjasama dengan para artis ini tetap berlangsung sampai sekarang. Beberapa cukup berhasil membina suasana dan mengajak masyarakat untuk berbuat sesuatu. Namun beberapa juga ada yang kurang mendapat sambutan masyarakat. Perlu diakui bahwa tayangan melalui teleivisi itu biayanya sangat mahal. Pada hal pada saat ini pilihan saluran TV cukup banyak, sehingga upaya penyebar luasan informasi melalui televisi ini perlu dihitung dengan cermat plus minusnya. Evaluasi terhadap program kesehatan di televisi ini seharusnya dilakukan, untuk lebih mengetahui efektifitas dan efisiensinya, dan terutama untuk dapat lebih memahami aspirasi masyarakat terhadap pesan-pesan kesehatan. Selanjutnya selain sinetron, film lepas atau filler tersebut juga diproduksi kaset dan VCD, berisi lagu, film atau pesan nlainnya. Media-media tersebut kemudian disebar luaskan ke beberapa media televisi dan radio, baik yang ada di Jakarta maupun di kota-kota lainnya. Dikembangkan pula pesan-pesan atau tulisan melalui internet, dengan kode: www.promosikesehatan.com. Pusat Promkes sekarang juga membuka saluran melalui email dengan kode: pa@promosikesehatan.com.

Related Posts by Categories


http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2010/06/peranserta-dan-pemberdayaan-masyarakat.html

You might also like