You are on page 1of 14

KAWASAN KARST

APA ITU Karst? Kita dapat menentukan bidang gua-gua dalam istilah yang sesuai dengan bentuk lahan dan dihubungkan dengan proses bentuk bumi. Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batugamping yang lazim dan relatip mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kwarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses yang lain - cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst palsu). (David Gillieson, 1996) Dalam geologi, pegunungan yang terdiri dari batu gamping dan kemudian memperlihatkan bentang alam yang khas akibat adanya proses pelarutan batuannya oleh air, dinamakan morfologi karst. Jadi istilah eko-karst mestinya merujuk kepada kawasan karst yang ekologis, tidak dieksploitasi dengan penggalian batuannya. Istilah karst pertama kali diserap ke dalam bahasa Jerman dari bahasa Slavia krs. Istilah ini diberikan kepada suatu daerah dengan topografi khas di suatu wilayah di Yugoslavia (sekarang Serbia-Bosnia-Herzegovina-Slovenia-Albania) sebagai akibat proses pelarutan pada batuannya. Di banyak negara istilahnya telah berubah seperti misalnya karst (Jerman dan Inggris), carso (Italia), kras (negara-negara Balkan), karusuto (Jepang), atau kars (Malaysia). Di dalam bahasa Indonesia pernah diperkenalkan istilah kras atau curing (pada Kamus Kebumian Purbo-Hadiwidjojo, 1994), atau kars (sesuai yang tertera pada Kepmen ESDM No. 1456 K/20/MEM/2000). Namun demikian, istilah karst ternyata masih lebih banyak digunakan dan merupakan istilah resmi di dalam bahasa Indonesia dalam bidang ilmu kebumian saat ini. Kawasan karst tidak hanya mengandung aspek batuan (geologi) dan bentang alam (geomorfologi), tetapi juga meliputi aspek hidrologi-hidrogeologi serta keseluruhan aspek lingkungannya. Dalam definisi yang dikembangkan oleh para ahli karst-speleologi yang merujuk kepada Badan Konservasi Dunia IUCN: "Petunjuk Perlindungan Gua dan Karst", karst dalam makna sempit adalah setiap kawasan yang terbentuk oleh proses pelarutan, dan dalam makna luas berarti suatu kesatuan dinamis dari sistem bentuk muka bumi, kehidupan, energi, air, gas, tanah, dan batuan dasar.

Bentang alam karst dengan berbagai kandungannya tersebar luas di Indonesia, dan mempunyai ciri-ciri bentuk muka bumi yang khas. Di Pulau Jawa, kawasan ini tersebar baik di Jawa Barat, Tengah maupun Timur. Dengan tingginya derap pembangunan di Pulau Jawa, kawasan ini sering merupakan gabungan berbagai nilai kepentingan ekonomi, ilmiah, lingkungan, dan kemanusiaan. Kondisi kawasan karst di Pulau Jawa menunjukkan lingkungannya yang sangat rawan terhadap kegiatan di sekitarnya, terutama oleh incaran para pengusaha untuk menggali dan menambang batu gampingnya. Industri penggalian di kawasan karst cenderung berkembang tidak terkendali, baik untuk kapur tohor, batu alam, batu lantai dan dinding, maupun untuk berbagai keperluan industri lainnya, khususnya industri semen yang dipastikan berbahan baku utama batu gamping. Karena ragam potensi serta sifat alami yang dimilikinya, pada kawasan ini sering terjadi benturan berbagai sektor pembangunan. Benturan terjadi khususnya antara mereka yang akan mengeksploitasi batu gampingnya, dengan mereka yang mempertahankan keasrian lingkungan seluruh kawasan sebagai aset yang langka dan berharga. Keadaan seperti ini tentu menuntut suatu rencana pengelolaan kawasan karst berdasarkan karakteristik, kekhasan, dan potensinya. Salah satu pengembangan kawasan karst yang menjadi alternatif untuk mendapatkan penghasilan secara ekonomi tanpa merusaknya (menggali atau menambang) adalah dengan wisata. Sekalipun usaha ini masih merupakan janji-janji dengan pendapatan ekonomi dalam jangka panjang, namun memberikan harapan bagi kesejahteraan penduduk, daripada sekadar menjadi buruh gali atau pengusaha batu kapur yang pada kenyataannya juga kurang membawa peningkatan kesejahteraan. Geografi, Geografi Lingkungan, dan Proses Hidrologis 4. Kondisi Air Tanah Daerah Karst A. Bentuk Lahan Daerah Karst Menurut Jenings (1971), karst ialah suatu kawasan yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh keterlarutan batuannya yang tinggi didalam air, Jika dibandingkan dengan daerah lain (Ko, 1984) dalam Suharsono (1988:46). Lingkungan topografi karst terbentuk oleh proses pelarutan, proses pembentukan topografi karst itu sangat lambat (Sutikno, 1996). Bentuk lahan ditopografi karst dibendakan menjadi 2 yaitu: 1) Bentuk lahan negatif Merupakan bentuk lahan yang berada dibawah permukaan rata-rata daerah setempat sebagai akibat proses pelarutan, runtuhan atau terban. Adapun contoh bentuk lahan negatif yaitu doline, uvala, polye, cockpit, lembah buta (Blindvalley) 2) Bentuk lahan positif Merupakan bentuk lahan karst yang berda di atas permukaan rata-rata setempat sebagai proses pelarutan. Bentuk lahanya berupa kerucut karts (Kygel karst / butte), menara karst (Turn

karst, mogote hill, pepino hill, atau pinnacle karst). Whittow (1984) dalam Suharsono (1988:48-32). Bentuk lahan karst tersebut mempunyai pengaruh terhadap air dan dipengaruhi air, sehingga kekhasan dari geomorfologi dari suatu lingkungan karst dapat dijadikan dasar untuk memperkirakan kondisi tata airnya. Sumber air di lingkungan karst perlu diketahui karakteristiknya, agihan jumlahnya, dan kualitas menurut ruang dan waktu. b. Air Tanah Daerah Karst. Sistem hidrologi daerah karst secara umum bersifat impermeabel, tetapi karena terdapat celah dan rekahan maka batuan menjadi impermeabel (atau bisa disebut permeabilitas skunder), dengan demikian air hujan dapat masuk ke dalam batuan, membentuk rekahan-rekahan yang melebar, terbentuk gua-gua dan menyatu antara rekahan satu dengan yang lain akhirnya terjadilah sungai bawah tanah. Proses hidrologi karst dimulai dari pelebaran celah-celah dan rekahan-rekahan oleh proses pelarutan air hujan terhadap batuan kalsium karbonat. Variasi larutan dapat sangat lambat sampai cepat, yang sangat tergantung adanya CO2 dalam tanah. Bentukan awal yang terjadi adalah Sinkhole (Doline = luweng) terutama di persilangan rekahan. Jika doline berdekatan akan membentuk uvala, karena sudah terjadi amblesan batu gamping pada musim hujan doline dan uvala akan terisi air (menjadi telaga) yang merupakan sumber air permukaan daerah karst. Air tanah karst secara kulitatif tentunya mempunyai kualitas yang umumnya baik. Sebagian besar sumber air tanah karst ini digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum.Umumnya kualitas air tanah karst mempunyai konsentrasi unsur Ca (kalsium), Mg (magnesium), dan kesadahan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan komposisi mineral batuan karbonat yang memang didominasi Ca dan Mg. Oleh karena itu sumber air ini bila digunakan sebagai air minum sebaiknya diendapkan terlebih dahulu agar konsentrasi dua unsur tersebut dapat berkurang. Efek dari penggunaan air yang mengandung Ca dan Mg yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kerja ginjal. Pencemaran air tanah karst dapat terjadi terutama berasal dari daerah imbuhannya, misalnya dari kotoran kelelawar dalam gua, penebangan tanaman, penambangan batu gamping dan lainnya. Rekahan-rekahan vertikal yang menyatu secara horisontal, akan membentuk sistem sungai bawah tanah yang terus mengalir secara gravitatif menuju daerah yang lebih rendah (akhirnya ke laut). Pada persilangan rekahan umumnya akan membentuk gua-gua akibat proses pelarutan secara horisontal dan vertikal, gua-gua ini merupakan klas cope yang sangat menentukan sisten air bawah tanah. (Anna, 2001:2-3). c. Jenis Sumber Air Daerah Karst Adapun jenis sumber air daerah karst berdasarkan keberadaanya dibedakan menjadi 2 macam yaitu: a. Sumber air permukaan, merupakan simpanan air yang berada pada permukaan tanah. Sumber air ini umumnya terdapat di Sinhole, doline, dan uvala. b. Sumber air bawah tanah, meruakan simpanan air yang terdapat di dalam tanah biasanya di dalam gua-gua atau disebut sungai bawah tanah. Potensi air permukaan karst dilihat dari segi kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau jumlah airnya kecil, sedangkan pada musim penghujan jumlah airnya besar. Adapun potensi dari segi kualitas, air permukaan ini mudah terkontaminasi oleh kondisi lingkungan dan cara penggunaanya (Anna, 2001:5).

E. Air Permukaan Air permukaan adalah air hujan yang turun dan mengalir dipermukaan bumi dan berkumpul pada suatu tempat yang relatif rendah, seperti sungai, danau, laut dan sebagainya. Kondisi air permukaan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda. Sebab masing-masing daerah mempunyai kondisi geomorfologis berbeda, sehingga besar kecilnya air permukaan yang ada pada suatu wilayah sangat tergantung pada kondisi geomorfologis wilayah tersebut. Pengembangan Terpadu Kawasan Karst, Sedikit Harapan Diambang Kerusakan SELASA, 11 JANUARI 2005 Buana Katulistiwa- Sudah sejak lama kawasan Gunung Kidul di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur mencerminkan daerah tertinggal di Indonesia. Sentuhan dari pembangunan sedikit sekali yang tampak di daerah ini. "Untuk sampai ke kampung sebelah, saya harus berjalan selama 1 jam di jalan baru. Mobil sih ada tapi cuma pagi dan siang yang mengantar anak-anak pergi dan pulang sekolah", demikian ujar Eko Budhi, mahasiswa Geografi Universitas Indonesia yang menyempatkan diri pulang ke daerah asal orang tuanya di pinggiran Kota Pacitan, belum lama ini. Kondisi ini, menurut dia, menyerupai keadaan belasan tahun yang lalu di tempat kelahirannya itu. Pembangunan di Indonesia yang menitikberatkan pada ekonomi berbasis industri dan pertanian tidak memihak pada kawasan karst di Indonesia. Dengan analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan pertanian tanaman budidaya ataupun untuk kegiatan industri, kawasan karst akan menjadi kawasan yang paling tidak sesuai untuk dilakukannya kegiatan pembangunan tersebut. Mahasiswa Geografi UI lainnya, Danu Pujiachiri menyebut, dengan iklim yang panas, tanah dengan sifat yang kering, air permukaan yang langka dan relief yang bergelombang tanaman pangan akan sulit berkembang di kawasan ini, apalagi saat musim kemarau, tanaman yang bisa bertahan amat sedikit, seperti Jati dan Mahoni. "Untuk kegiatan ekonomi seperti industri, akan lebih sulit lagi, air yang tidak memadai, prasarana dan sarana transportasi yang tidak memadai di karenakan topografinya yang memang sulit dikembangkan" kata dia. Senada dengan komentar para mahasiswa ini, Speolog Dr RKT Ko berpendapat, tanpa adanya arahan pembangunan yang jelas telah membuat pemanfaatan kawasan karst menjadi eksploitasi yang tidak terkendali, "Andalan masyarakat untuk menghidupi diri di kawasan karst saat ini terutama dengan menambang gamping," katanya. Dr RKT Ko menanggapi kondisi karst saat ini di Indonesia. "Penambangan kapur yang tidak terkendali akan merusak kawasan ini jika tidak ditangani dengan benar, padahal potensi dari karst amat besar," tambahnya. Potensi karst Potensi pada kawasan karst sudah banyak dilontarkan para geolog maupun speolog bahkan di tingkat internasional. Sudah sejak tahun 1993, dalam kongres International Union of Speology di Beijing, secara aklamasi memutuskan untuk merekomendasikan kawasan karst Indonesia sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) kepada pemerintah Indonesia. Secara khusus pada tahun 1997, International Union for Conservarion of Nature

mengukuhkan kawasan karst di Padalarang-Jawa Barat menjadi isu internasional. Potensi yang terkandung dalam amat beragam mulai dari arkeologi dimana gua-gua yang terdapat di kawasan karst merupakan "museum" yang merekam berbagai kejadian sejarah maupun prasejarah. Arkeolog dari UGM Susetyo Edi Yuwono mengemukan ada banyak fosil yang di temukan dalam gua-gua kapur yang ada di Pegunungan Sewu di selatan Jawa. Dari fosil binatang kecil purba, fosil binatang besar purba, sampai manusia prasejarah sampai artefak-artefak dari kebudayaan manusia. "Fosil kerang laut dan mollusca banyak menghiasi dinding gua, tim dari UGM pernah menenukan fosil yang diidentifikasi sebagai fragmen taring kuda nil, dan juga telah ditemukan fosil manusia Pacitan" katanya mengenai peninggalan arkeologi dalam kawasan karst. Bahkan berita menggembirakan terakhir, kelompok ilmuwan dari Amerika telah menemukan kecoa terbesar di dunia, berbagai hewan endemik dan artefak purbakala, di Indonesia berada dalam ekologi gua kapur di Kalimantan pada kuarter akhir 2004 lalu dalam sebuah ekspedisi. Di lihat dari kacamata pariwisata, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gunung Kidul, Sunarto, menyebutkan bahwa keindahan kawasan karst menyimpan banyak obyek dan daya tarik pariwisata, mulai dari wilayah pesisir, perbukitan, sampai bawah tanah, juga dari budaya masyarakat yang tinggal di kawasan karst juga memiliki kekhasan. Wisata yang dapat dikembangkan dari kawasan karst misalnya wisata alam, wisata petualangan, wisata ilmiah sampai wisata minat khusus. Potensi ini juga didukung oleh sumber daya air yang sebenarnya melimpah di lapisan bawahnya, cadangan air di kawasan karst berupa sungai bawah tanah maupun mata air-mata air. Mata air di kawasan karst Gunung Kidul misalnya, memiliki debit 800-1.100 liter per detik. Potensi karst lainnya adalah untuk penembangan, baik penambangan kapur untuk industri semen, gips, maupun tambang baru gamping. Dengan potensi yang besar dan beragam ini harusnya dapat dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan ekologi di kawasan tersebut. Selain kawasan karst Pegunungan Sewu, kawasan karst lain yang dikembangkan secara terpadu adalah kawasan karst Maros-Pangkep di Sulawesi. Diharapkan seluruh kawasan karst di Indonesia yang diakui dunia internasional memiliki kekayaan yang melimpah dapat dikembangkan dengan benar untuk mensejahterakan penduduk yang mendiami kawasan tersebut dengan tetap menjaga kelestarian ekologinya. Kawasan karst di Indonesia membentang mulai dari Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh), Bohorok (Sumut), Payakumbuh (Sumbar), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sukabumi selatan (Jabar), Gombong selatan (Jateng), Gunung Sewu (DI Yogyakarta dan Jatim), Pacitan-Trenggalek (Jatim), Malang selatan, dan Blambangan (Jatim), daerah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumba, Timor Barat, Maros dan Pangkajene (Sulsel), Wowolesea (Sulawesi Tenggara), Pulau Muna, Kepulauan Tukang Besi, Maluku (Seram, Halmahera) dan Papua (Fakfak, Biak, dan Lorentz). Pemanfaatan kawasan karst saat ini sangat memprihatinkan. Tanpa adanya kontrol pemerintah, penduduk yang tinggal di kawasan karst mengusahakan eksploitasi pada perbukitan kapur secara besar-besaran yang cenderung merusak. Goa Lowo di Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul misalnya, gua yang dijadikan salah satu kunjungan rutin siswa SMU di Kabupaten Gunung Kidul itu kini kondisi mulut guanya rusak berat akibat penambangan

kapur besar-besaran yang dilakukan warga. Susetyo Edi Yuwono menyayangkan banyak gua yang mengandung aset sejarah dan pra sejarah telah ditambang hingga tidak menyisakan peninggalan-peninggalan bersejarah lagi. "bila gua-gua itu terlanjur ditambang, fosil-fosil kemungkinan dapat ditemukan, tetapi informasi tentang fosil sulit diketahui karena konteks tanah sudah rusak" papar Susetyo. Selain dari penambangan kapur, kerusakan ekosistem gua di kawasan karst juga akibat penebangan hutan, terutama hutan jati. Hanang Samodra ? peneliti dan pemerhati Lingkungan Karst dan Gua dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, menyebutkan vegetasi di permukaan kawasan karst amat diperlukan untuk menjaga kelangsungan pembentukan ornamen gua (speleothem) gua-gua berupa stalaktit, stalakmit dan coloumn, selain itu juga untuk menjaga orohidrologi di kawasan karst. Perhatian Pemerintah Perhatian pemerintah mengenai pengembangan terpadu kawasan karst mulai tampak pada akhir tahun 2004 yang lalu. Perhatian ini tampak dengan penetapan kawasan karst Pegunungan Sewu sebagai Kawasan Eko-karst, yang akan dikembangkan secara terpadu pada tanggal 6 Desember 2004 di Wonosari-Gunung Kidul. Arah pembangunan di kawasan karst ini akan dimulai dari inventarisasi potensi dan pemetaan potensi-potensi tersebut. Kemudian masing-masing kawasan ditetapkan peruntukkannya menurut kesesuaian ekologi dan upaya konservasinya dari masing-masing wilayah pengembangan usahanya. Kawasan Eko-karst sendiri akan dibagi dalam tiga kelas seperti yang dipaparka Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam Workshop Nasional Pengelolaan Kawasan Karst, Agustus lalu di Wonogiri. Kawasan karst kelas I memiliki kriteria memiliki pengimbuh air bawah tanah permanen, gua, sungai bawah tanah aktif, dan speosistem aktif kawasan. Kawasan ini ini sangat kecil dilakukan penambangan, namun tidak menutup untuk dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Kawasan karst kelas II merupakan kawasan yang akan dijadikan areal pertambangan yang terkontrol, sedangkan kawsan karst kelas III merupakan kawasan karst dimana diperuntukkan untuk penambangan gamping secara terbuka. Saat ini upaya penghijauan untuk menjaga keadaan orohidrologi kawasan karst juga menjadi agenda utama perbaikan dan penataan kembali kawasan karst. Namun sayangnya peran serta masyarakat masih rendah, seperti yang dikatakan Hanang Samodra menyikapi rendahnya keikutsertaan masyarakat sekitar Gua Gong Pacitan yang tengah direboisasi. Untuk penataan dan pengembangan kawasan karst ini diperlukan partisipasi berbagai, baik dari masyarakat yang merasakan langsung manfaat kawasan tersebut, pemerintah daerah yang memiliki kewenangan, dinas pariwisata, kehutanan, PDAM, Sumberdaya Mineral untuk bersama-sama membangun kawasan karst yang selama ini membawa banyak kesengsaraan masyarakat menjadi lumbung pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Tampaknya pengembangan kawasan karst juga perlu mendapat perhatian dari kalangan Geografi untuk turut serta berpartisipasi dalam kegiatan yang memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Dengan kemungkinan besar adanya konflik kepentingan tentang pemanfaatan suatu kawasan, masyarakat Geografi diperlukan untuk menentukan prioritas pengembangan suatu wilayah di kawasan karst Indonesia yang membentang dari Taman Nasional Leuseur sampai Lorentz, setidaknya untuk tetap menjaga harapan bagi kelangsungan ekologi kawasan karst dan menjadikan kawasan karst menjadi andalan untuk hidup yang

layak di tanah kering tersebut.(nh)

PEMANFAATAN SUNGAI BAWAH TANAH Air bawah tanah di daerah karst (batu gamping), mempunyai sistim hidrologi yang berbeda dengan daerah non karstik. Hal ini berhubungan dengan sifat fisik-kimia batu gamping. Batu gamping bersifat porous, dan langsung meluluskan air hujan yang jatuh dipermukaan tanah melewati rekahan-rekahan pelapisan batuan vertikal dan horisontal. Sehingga tidak memungkinkan terdapatnya air di permukaan. Kemudian air yang mengalir dibawah permukaan akan terakumulasi dalam suatu pola aliran tertentu sebagaimana layaknya sungai permukaan, dengan melewati lorong-lorong gua menjadi sungai bawah tanah. Dan setiap musim kemarau tiba, timbul masalah kekurangan air karena hilangnya sungai permukaan melalui rekahan-rekahan berupa gua yang tersebar diseluruh kawasan .

PERMASALAHAN AIR DI KAWASAN KARST Dengan memperhatikan fenomena di atas, bisa diketahui bahwa di setiap musim kemarau tidak tersedia air permukaan dalam jumlah cukup. Sehingga bencana kekeringan menjadi ancaman di setiap tahun. Padahal jauh di bawah permukaan, air mengalir dengan percuma kemudian muncul di tempat lain yang jauh. Untuk selanjutnya pembicaraan dititikberatkan pada pemanfaatan sungai bawah tanah untuk penanggulangan masalah kekeringan tersebut. Salah satu kawasan karst yang memiliki kondisi ekstrim seperti tersebut di atas adalah satu kawasan di Kabupaten Gunungkidul yang terkenal dengan nama Kawasan Karst Gunung Sewu. Tercatat di tahun 1987, bencana kekeringan diderita oleh sekitar 193.900 jiwa di 7 kecamatan wilayah Kabupaten tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan akan air, penduduk kawasan ini rela melakukan apa saja. Mereka mengkonsumsi air dari telaga-telaga yang, ada sekalipun di telaga tersebut juga berlangsung aktifitas mandi, cuci, dan memandikan ternak. Juga sumber-sumber air lainnya seperti gua-gua yang terdapat aliran sungai bawah tanah. Gambar: Warga masyarakat mengambil air dari gua (Foto: Bagus Yulianto) GEOMORFOLOGI SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN DAN PENCAGARAN KAWASAN KARST *) Oleh: Sutikno INTISARI Lingkungan karst di Indonesia cenderung mengalami degradasi dari waktu ke waktu akibat proses antropogenik. Lingkungan karst mempunyai berbagai fungsi bagi kehidupan manusia dan bagi kelestarian lingkungan, yang keduanya sering menimbulkan konflik kepentingan. Dalam jangka panjang lingkungan karst terus mengalami gangguan untuk kepentingan ekonomi, sehingga perlu usaha untuk melindungi demi kelestarian fungsi lingkungan karst. Geomorfologi sebagai salah satu ilmu kebumian dapat memberikan kontribusi dalam menentukan kawasan yang perlu dilindungi dan dilestarikan, Kriteria geomorfologi untuk tujuan perlindungan dan pencagaran lingkungan karst tersebut antara lain: keunikan morfolgi

baik makro maupun mikro, kepadatan dan ukuran kelurusan, pola saluran baik di permukaan maupun di bawah permukaan, asal mula pembentukan yang spesifik, dan kekhasan goa karst. LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Beberapa pertimbangan dari gagasan untuk mengadakan perlindungan lingkungan karst adalah sebagai berikut. a. Dalam agenda 21 disebutkan bahwa setiap kegiatan yang tercantum pada dasarnya adalah untuk mengentaskan kemiskinan, kelaparan, pemberantasan penyakit dan pembebasan buta huruf disamping untuk menghentikan kerusakan ekosistem penting bagi kehidupan manusia. Strategi dalam pengentasan kemiskinan untuk menghadapi masa depan diarahkan : (i) meningkatkan kualitas manusia dan penghasilan secara berkelanjutan, (ii) meningkatkan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan dan (iii) melestarikan fungsi sumberdaya alam. Makalah ini lebih diarahkan untuk menyoroti kerusakan lingkungan dan berkaitan dengan strategi untuk pelayanan air bersih dan pelestarian fungsi sumberdaya alam di kawasan karst. b. Dalam perencanaan sumberdaya lahan/tanah terdapat suatu permasalahan tingginya pertumbuhan di berbagai sektor pembangunan sehingga kebutuhan akan sumberdaya lahan terus meningkat dan ditambah pertumbuhan penduduk yang cepat juga memerlukan ruang tempat tinggal dan usaha. Dalam jangka panjang hal tersebut akan menjadi gangguan pula terhadap kelestarian lingkungan karst. Oleh sebab itu jauh sebelumnya, meskipun kita sudah agak terlambat, perlu suatu pemikiran untuk melindungi karst yang mempunyai beragam fungsi ini. c. Strategi pengelolaan sumberdaya air yang tercantum dalam Agenda 21 Indonesia belum jelas menyinggung tentang potensi sumberdaya air di lingkungan karst dan perlindungannya. Padahal kita mengetahui bahwa lingkungan topografi karst itu merupakan reservoir air alami yang besar, tidak usah membangun dan lahan diatasnya masih dapat dimanfaatkan, tetapi keberadaannya belum diketahui dengan pasti, agihannya tidak merata dan pemanfaatannya tidak dapat langsung/tidak mudah. Atas dasar pertimbangan tersebut maka dirasa perlu untuk melindungi karst, dalam rangka jangan sampai lingkungan alam yang langka, unik dan mempunyai fungsi ekologis tinggi rusak dan bahkan punah. Masalahnya sekarang adalah apakah semua daerah yang berbatuan gamping atau lingkungan karst tersebut tidak boleh dimanfaatkan sama sekali untuk kepentingan manusia. Dalam jangka panjang mungkin hal tersebut sukar dihindari. Kemudian daerah manakah yang perlu dimanfaatkan dan daerah manakah yang perlu dilindungi, berapa luaskah yang perlu dilindungi. Permasalahan tersebut sulit dijawab tanpa kita mempunyai kriteria yang jelas yang dapat digunakan untuk menjamin kelestariannya fungsi lingkungan karst dan daerah sekitarnya.

GEOMORFOLOGI DALAM ANALISIS SISTEM HIDROLOGIKAL Dalam menghadapi terus meningkatnya kebutuhan air dan kompetisi penggunaan air yang semakin ketat, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang memadai. Penyediaan air yang mencukupi, baik jumlah maupun kualitasnya, dalam waktu yang tepat menjadi tuntutan kebutuhan air yang sangat mendesak. Dalam rangka pengelolaan sumberdaya air yang semakin meningkat dan keterbatasan dalam jumlah dan mutunya, Engelen dan Kloosterman (1996) menyampaikan suatu konsep tentang analisis sistem hidrologikal. Konsep ini didasarkan pada sistem air terpadu dan sistem air komprehensif. Kerangka kerja dari analisis sistem hidrologikal tersebut melalui konsep dan tahap sebagai berikut: a. Tahap 1: Penentuan kebutuhan air dasar (basic water use) b. Tahap 2: Keterbatasan/kekurangan dalam analisis, perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya air. c. Tahap 3: Pendekatan sektoral dalam analisis, perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya

air. d. Tahap 4: Pendekatan terpadu dalam analisis sistem air, perencanaan dan manajemen. e. Tahap 5: Pendekatan komprehensif dalam manajemen sumberdaya air. Dalam kerangka kerja tersebut peranan geomorfologi adalah dalam analisis sistem air. Geomorfologi yang aspek utamanya bentuklahan, relief, topografi proses dan batuan/tanah dapat dijadikan dasar untuk mempelajari kondisi tata air dari suatu daerah (Sutikno, 1986, 1988, 1994, 1995). Atas dasar kajian geomorfologi kodisi air di permukaan bumi dikelompokkan berdasarkan satuan geomorfologi/satuan bentuklahannya. Pada setiap satuan geomorfologi/bentuklahan kondisi sumberdaya airnya mempunyai kemiripan karakteristik. Topografi karst yang secara geomorfologi termasuk satuan bentuk asal pelarutan mempunyai satu sistem tata air yang khas, yang berbeda dengan tata air di satuan bentuklahan asal volkanik dan bentuklahan lainnya. Pada topografi karst itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa satuan bentuklahan yang lebih rinci dan kemungkinan memiliki karakteristik hidrologi yang berbeda. GEOMORFOLOGI LINGKUNGAN KARST Lingkungan topografi karst terbentuk oleh proses pelarutan, proses pembentukan topografi karst itu sangat lambat (Sutikno, 1996). Bentuklahan yang terbentuk di topografi karst dapat dibedakan menjadi bentuklahan minor dan bentuklahan mayor. Bentuklahan minor meliputi: a. Rillenkarren, b. Trittkaren, c. Rinnerkaren, d. Spiztkarren, e. Meanderkarren, f. Rudkarren, g. Solutional basin, h. Klufkarren, i. Holkarren, j. Deckenkarren. Bnetuklahan mayor meliputi: a. Dolin, b. Uvala, c. Lembah kars, d. Jendela karst, e. Polje, f. Kubah/kerucut karst (kegelkarst), g. Menara karst (turmkarst), h. Kenampakan di bawah permukaan. Kesemua bentuklahan karst tersebut mempunyai pengaruh terhadap air dan dipengaruhi oleh air, sehingga kekhasan geomorfologi dari suatu lingkungan karst dapat dijadikan dasar untuk memperkirakan kondisi tata airnya. Sumberdaya air di lingkungan karst perlu diketahui karakteristiknya, agihan jumlah dan kualitas menurut ruang dan waktu. Peranan air sangat besar terhadap perkembangan dan kelestarian lingkungan karst dan daerah sekitarnya. Oleh sebab itu usaha perlindungan dan pencagaran lingkungan karst sangat diperlukan untuk menjamin fungsi lingkungan karst dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. GEOMORFOLOGI DALAM PENENTUAN KAWASAN PERLINDUNGAN KARST Semua aspek geomorfologi perlu dijadikan kriteria untuk menentukan kawasan karst yang dilindungi. Aspek yang diperlukan adalah kekhasan dari bentuklahan, genetik, kepadatan kenampakan, pola aliran dan saluran di daerah karst, keberadaan goa, sungai di bawah permukaan dan genetik/histori pembentukannya. Kriteria yang dimaksud perlu dikaji lebih lanjut dan perlu didukung oleh data yang akurat. Perolehan data dapat menggunakan interpretasi foto udara, citra penginderaan jauh lainnya maupun data survei lapangan.

UPAYA PERINTAH DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL SEBAGAI SEBUAH MODEL PEMANFAATAN SUNGAI BAWAH TANAH UNTUK MENGATASI BENCANAN KEKERINGAN Pemerintah Daerah Gunungkidul sadar, bahwa sistem hidrologi kawasa karst sangat spesifik. Sistem hidrologi kawasan karst tidak dapat dianggap sama dengan kawasan yang berstrktur geologi berbeda. Bahkan sebuah penelitian hidrologi di satu kawasan kecil daerah karst-pun tidak dapat dapat dijadikan suatu model matematis untuk daerah karst yang lainnya. Maka langkah pertama yang dilakukan PemDa adalah mendatangkan ilmuwan dari Inggris yang ahli dalam permasalahan hidrologi karst. Penelitian ini berlangsung pada tahun 1982 dan 1984. Dengan menelusuri dan memetakan lebih dari 200 buah gua dan sungai bawah tanah,

10

berbagai metode survey untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk kepentingan pemanfaatannya nanti. Gambar. Pengukuran Debit Air menggunakan EC meter

(Foto: Bagus Yulianto) - Untuk pertanian 34 buah dengan jumlah 890 lt/dt, yang mengairi lahan seluas 1.127 Ha. - Untuk air minum 20 buah dengan jumlah 131 lt/dt, untuk memenuhi kebutuhan 131.000 jiwa. - Terpadu pertanian dan air minum pedesaan 5 buah dengan jumlah 61 lt/dt. Pengangkatan dan distribusi air tersebut menggunakan sistem pompanisasi dan gravitasi, terbagi dalam 15 subsistem kawasan. Dalam rencana akan dapat terlayani sekitar 146.000 jiwa. Namun perkembangan terakhir justru lebih menampakkan satu harapan besar. Yaitu dengan pemompaan sungai bawah tanah yang mengalir di Gua Bribin dan pengeboran Gua Seropan, di Kecamatan Semanu. Di Gua Bribin mengalir sungai bawah tanah dengan debit sekitar 1.500 lt/dt. Dalam tiga tahun terakhir dilaksanakan proyek skala besar untuk ukuran Pemerintah Daerah DaTi II. Direncanakan dipompa sekitar 400 lt/dt dengan layanan pompa 6 jam per hari dapat memenuhi kebutuhan 400.000 jiwa (50% penduduk Kabupaten Gunungkidul). Sedangkan dari Gua Seropan direncanakan akan digunakan untuk kepentingan pertanian. Direncanakan didistribusikan dengan pipa dan mengairi lahan di 4 kecamatan.

PELESTARIAN DAERAH TANGKAPAN AIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH Seperti layaknya sungai permukaan, sungai bawah tanah juga memiliki Daerah Tangkapan Air dan Daerah Aliran Sungai. Usaha-usaha pelestarian sungai bawah tanah ini dilaksanakan dengan menyentuh aspek pelestarian kuatintas dan kualitas air (:mikrobiologis dan fisiolimianya). Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah air yang dapat disimpan dan lama waktu tinggal (residence time)nya. Di permukaan, faktor yang berpengaruh adalah tanaman penutup, tanah penutup, dan bentuk lahan. Faktor lain adalah jenis batu gamping (tiap jenis batu gamping memiliki angka porositas berbeda), luas sebaran dan ketebalan batu gamping. Dari uraian tersebut diatas satu usaha perbaikan yang menyentuh satu atau keseluruhan faktor, diharapkan akan memberikan hasil akhir yaitu mempertahankan atau menambah jumlah air dibawah permukaan dan mempertinggi angka residence time air . Pelestarian tanaman penutup, bila dilakukan dipilih jenis tanaman yang memiliki laju penguap-peluhan rendah tidak bernilai ekonomis tinggi, mudah dan cepat tumbuh dan tahan panas. Usaha pelestarian lainnya dapat dilakukan dengan memperbaiki bentuk bentang lahan, misalnya dengan pembuatan teras siring. Disamping itu perlu diusahakan juga penjagaan kualitas air sungai bawah tanah. Pemakaian pestisida dan penyubur buatan dipermukaan dapat mengakibatkan terkontaminasinya air sungai bawah tanah oleh polutan kimia . Polutan-polutan kimia lainnya yang mungkin dapat membahayakan perlu mendapatkan perhatian pula, misalnya penelitian kadar trace elemen, khususnya Lithium terbukti mempunyai pengaruh terhadap proses psiko-fisiologis. Sebagai informasi, kawawan karst Gunung Sewu memiliki angka bunuh diri tertinggi di Indonesia.

BENTUK LAIN PEMANFAATAN SUNGAI BAWAH TANAH

11

- Di salah satu pedukuhan kecil kawasan karst Gombong Selatan, sungai bawah tanah digunakan sebagai sumber pembangkit listrik dengan distribusi pembagian jumlah daya yamg mereka kelola sendiri. Meskipun di Kota Kecamatannya sendiri belum teraliri listrk dari PLN. - Untuk Industri, sungai bawah tanah Gua Londron di kawasan Maros Sulawesi Selatan yang sebagian besar dimanfaatkan pabrik semen Tonasa. - Sebagai laboratorium alam, sungai bawah tanah (baca : gua) memiliki biota, sistim hidrologi dan unsur lain yang spesifik. Berbagai ilmu yang menyangkut biota, gua beserta lingkungannya, genesa gua dan lain sebagainya terdapat satu unifikasi ilmu yaitu speleologi. - Untuk wisata umum, di Kalimantan Selatan ada dua buah gua yang dapat dilayari yang mulai dikembangkan untuk wisata. - Wisata minat khusus, untuk penggemar kegiatan alam bebas (caving, cave diving, black water rafting). Berbagai macam kondisi yang multikomplek cukup menantang untuk penggemar kegiatan alam bebas. Saat ini perkembangan kegiatan caving dan kegiatan alam lain yang berhubungan banyak dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri. SUMBER : ASC, Ekspedisi Maros, 1989. ASC, Survey Gua-gua Gombong Selatan, 1993. ASC, Survey Gua-gua Purwodadi-Pati, 1994 ASC, Karst Hidrologi daerah Gunung sewu dan sekitarnya, 1992. ASC, Gua, Air dan permasalahanya, 1989. Ko, RKT. Makalah bebas, Dies Natalis HIKESPI, 1993. Susanto, Sahid. Melestarikan Gua Bribin, Harian Umum Kedaulatan Rakyat, Agustus 1992.

Dikirimkan oleh: Subterra <info@subterra.or.id> [21-05-2003 @ 04:41:06]

INTERPRETASI PETA TOPOGRAFI KARST Interpretasi peta topografi dikenal sebagai salah satu mata kuliah di Jurusan Geologi. Pada dasarnya kita menggunakan geomorfologi terapan. Dimana penggunaan geomorfologi dapat dibagi dalam dua kelompok utama, pertama dalam berbagai pendekatan dasar dalam ilmu kebumian, kedua sebgai dasar penyelidikan sumber daya dan informasi dalam penilaian terhadap perencanaan, pengembangan, dan pemanfaatan lingkungan. Penerapan geomorfologi dengan menggunakan interpretasi peta topografi untuk mendukung kegiatan speleologi, diantaranya adalah:

12

Membedakan daerah karst dan non karstik Menggambarkan keadaan lapangan, misalnya tinggi bukit, kedalaman jurang, lembah, kedalaman sungai, hutan lebat, daerah terbuka, dll Memperkirakan daerah yang potensial terdapat banyak gua Memperhitungkan dan merencanakan cara sampai ke mulut gua dari pemukiman (access). Menghitung drainage density, sehingga dapat diketahui daerah tangkapan air hujan (catchment area), sangat penting untuk peramalan bahaya banjir. Menafsirkan jenis gua, ponor (air masuk) atau vacluse (air keluar) terhadap sungai bawah tanah. Menafsirkan jenis gua, horisontal atau vertikal, berikut kondisinya (kedalaman, panjangnya, jumlah aliran air) Untuk kepentingan eksploitasi, misal penentuan zonasi untuk gua-gua wisata, penentuan titik bor pada usaha eksploitasi sungai bawah tanah. Pelacakan sistem perguaan

Bentuk fenomena karst yang nampak di permukaan bumi : 1. Tanah regolith Merupakan residu pelarutan yang mengandung FeO2 pada lantai gua ataupun dasar doline 2. Lapies Menampakkan batuan kapur dalam bermacam relief kasar dengan selingan kesan bekas terjadinya pelarutan 3. Alur air permukaan (surface drainage) 4. Ponor Tempat berakhirnya alir air pada alur permukaan 5. Sinkhole Bentuk cekungan yang terjadi oleh proses pelarutan batu kapur atau sejenisnya yang terletak di bawah permukaan 6. Doline Depresi yang terjadi oleh proses larutan dan runtuhan sinkhole, berbentuk bulat oval. Kedalamannya 2 m sampai 100 m. Diameternya 10 sampai 1000 m. 7. Uvala Merupakan lahan cekungan memanjang berbentuk oval akibat proses berkembangnya bentuk dan ukuran doline. Baik proses pelarutan maupun runtuhnya dinding doline. Kedalamannya 100 sampai dengan 200 m. 8. Polje Cekungan di daerah kapur yang mempunyai drainage di bawah permukaan. Terjadi dari perluasan uvala karena proses solusi dan collapse 9. Hum Penampakan residual dari uvala yang meluas akibat proses collapse dinding akibat korosi, pelapukan, dan beban air hujan. 10.Vaucluse Gejala karst yang berbentuk lubang tempat keluarnya aliran air tanah 11. Karst window, natural bridge Hasil pelarutan dan erosi batuan oleh air yang mengalir 12. Gapura/ pintu gua Terjadi dari tingkat kemajuan peristiwa fisis (erosi dan collapse) Identifikasi pencirian adanya mulut gua dari interpretasi peta topografi, foto udara: pola aliran yang terputus, baik aliran periodik maupun aliran semua musim. Bentuk : Swallow hole (hilangnya aliran sungai / air), resurgence (tempat munculnya kembali aliran air ke permukaan, bisa sungai, bisa spring (sumber air /mataair). Ciri morfologi permukaan: dari peta topografi atau foto udara terlihat aliran sungai yang terputus. Untuk swallow hole, aliran air masuk menghilang kebawah permukaan tanah melewati mulut gua. Untuk resurgence dan spring, aliran air muncul dari bawah tanah melewati mulut gua. scarp, escarpment. Bentuk : resurgence, spring, fosile, Ciri morfologi permukaan : adanya tebing akibat sesar.

13

pothole, shaft, dome pit. Dapat diidentifikasi di lapangan dan foto udara. Bentuk : lobang sumuran, celah vertikal. Ciri morfologi permukaan : tidak tentu.

Gambar seorang penelusur gua sedang menuruni pothole berukuran besar, kedalaman 54 meter.(Foto: Oki) closed depression (uvala, cockpit, doline/ sinkhole). Bentuk: lembah-lembah karst yang tertutup Identifikasi pencirian adanya mulut gua di lapangan: vegetasi lebih lebat atau dengan jenis tumbuhan yang berbeda dengan vegetasi endemis disekitarnya. kelelawar, burung sriti, burung walet yang menuju atau dari satu titik daerah tertentu.

Dikirimkan oleh: Subterra <info@subterra.or.id> [21-05-2003 @ 04:59:44]

14

You might also like