You are on page 1of 16

MAKALAH AGAMA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Oleh : Faris Nurfauzi N / 15308007 Imania Eka D. / 15308010 Satria Hidayat / 15308011 M. Fajar Firdaus G. / 15308020

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu dengan yang lain (bahkan kalaupun merupakan hasil cloning), dengan fikiran dan kehendaknya yang bebas. Dan sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah kelompok - dalam bentuknya yang minimal yang mengakui keberadaannya, dan dalam bentuknya yang maksimal - kelompok di mana dia dapat bergantung kepadanya.

Kebutuhan untuk berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga kemudian muncullah ikatan-ikatan - bahkan pada manusia purba sekalipun. Kita mengenal adanya ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia modern adanya ikatan profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan ikatan agama. Juga sering kita dengar adanya ikatan berdasarkan kesamaan species, yaitu sebagai homo erectus (manusia), atau bahkan ikatan sebagai sesama makhluk Allah.

Islam sebagai sebuah peradaban - terlebih sebagai sebuah din - juga menawarkan bahkan memerintahkan/menganjurkan adanya sebuah ikatan, yang kemudian kita kenal sebagai ukhuwah Islamiah.

Dalam kaitannya dengan hali ini, Allah berfirman:

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al Hujurat:10)

Juga di dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar ra yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim,

Rasulullah saw bersabda:

Artinya: "Orang muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula membiarkannya dizalimi."

Dari dalil naqli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesama muslim dan juga sesama mu'min adalah bersaudara, di mana tentunya kesadaran terhadap hal ini akan memberikan konsekuensi berikutnya.

Penyebutan secara eksplisit adanya persaudaraan antar sesama muslim (dan mu'min) di dalam Al Qur'an dan Hadits menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin. Dalam prakteknya, Rasulullah saw juga menganggap penting akan hal ini. Terbukti pada saat hijrah ke Madinah, Rasulullah saw segera mempersaudarakan shahabat Anshor dengan shahabat Muhajirin, seperti Ja'far bin Abi Thalib yang dipersaudarakan dengan Mu'adz bin Jabal, Abu Bakar ash Shiddiq dengan Kharijah bin Zuhari, Umar bin Khaththab dengan 'Utbah bin Malik, dst.

Ulama' besar Hasan Al Banna beliau menerangkan: : , : , :

Dalam bahasa Indonesianya beliau berkata: "Yang saya maksudkan dengan ukhuwah adalah berbagai hati dan ruh berpadu dengan ikatan akidah. Sebab akidah adalah ikatan yang paling kokoh dan elegan. Ukhuwah merupakan cabang dari keimanan, sedang perpecahan adalah cabang dari kekufuran. Kekuatan paling dasar adalah persatuan. Disini tidak ada persatuan tanpa cinta kasih, sedangkan cinta kasih yang paling lemah adalah legowo (lapang dada) dan puncaknya adalah itsar (mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri).

Menanggapi tulisan ini, ada sedikit kekecewaan kita ketika ada satu kesepakatan umum yang mengatakan bahwa ummat Islam sekarang tengah dilanda berbagai macam penyakit yang rumit dan persoalan-persoalan sosial yang banyak, termasuk salah satunya adalah kurangnya rasa ukhuwah islamiyah diklangan ummat Islam lainya.

Contoh kecilnya adalah ketika terjadi pemilihan pemimpin sebuah negara yang mayoritasnya ummat Islam, maka selalunya suara ummat Islam menjadi terpecah-pecah menurut golonganya dan benderanya masing masing sehingga menguntungkan pihak lain yang sama sekali tidak 'mengerti' Islam. Padahal disini kita tahu bahwa pemilihan kepemimpinan dalam ummat Islam adalah puncak dari kerucut ukhuwah itu sendiri.

Hasan Al Banna kemudian melanjutkan:

"Oleh sebab itu, hendaklah kalian saling mencintai dengan sesama. Hendaklah kalian sangat peduli pada ikatan kalian, karena itulah rahasia kekuatan dan keberhasilanmu. Tetaplah tegar sehingga Allah memberikan keputusan dengan hak antara kalian dan kaummu. Sesungguhnya Dia adalah sebaik-baik Pemberi keputusan." Mengingat ukhuwah merupakan masalah yang sedang meningkat di kalangan umat Islam masa kini, penulis merasa tertarik untuk megambil ukhuwah Islamiyah sebagai judul makalah penulis.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan ukhuwah Islamiyah? 2. Apa saja jenis-jenis ukhuwah Islamiyah? 3. Bagaimana ukhuwah Islamiyah dijelaskan dalam Al-Quran? 4. Apa contoh kasus mengenai mundurnya ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan? 1.3.Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengertian ukhuwah Islamiyah 2. Mengetahui jenis-jenis ukhuwah Islamiyah 3. Mengetahui apa yang dijelaskan Al-Quran mengenai ukhuwah Islamiyah 4. Mengetahui contoh kasus mundurnya ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan

BAB II

ISI 2.1 Pengertian Ukhuwah Istilah ukhuwah Islamiyah pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam, melainkan cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat Islami. Cakupan ukhuwah Islamiyah di sini bukan hanya mengenai hubungan sesama umat Islam, tetapi juga menyangkut interaksi dengan umat non muslim, bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Seorang pemiik kuda misalnya, tidak boleh membebani kudanya dengan beban yang melampaui batas kewajaran. Dengan demikian, ukhuwah Islamiyah juga mengajarkan pada kita bagaimana memperlakukan makhluk Allah lainnya dengan lembut dan tidak semena-mena, dengan menekankan aspek perikemanusiaan dan kasih sayang terhadap tumbuhan maupun hewan. Dalam bahasa Arab, terdapat beberapa kosa kata yang berkenaan dengan bahasan ini, yaitu kata ukhuwah sendiri yang berarti persaudaraan, ikhwah yang berarti saudara seketurunan, serta ikhwan yang memiliki makna saudara tidak seketurunan. Sementara di dalam Al-Quran, kata akhu yang berarti saudara digunakan untuk menyebut saudara kandung atau seketurunan (QS 4:23), saudara sebangsa (QS 7:65), saudara semasyarakat walau berselisih paham (QS 38:23), serta saudara seiman (QS 49:10). Al-Quran tidak hanya menyinggung perihal ukhuwah insaniyah atau persaudaraan kemanusiaan (antar sesame manusia), tetapi juga memasukkan binatang dan burung ke dalam kategori umat layaknya umat manusia (QS 6:38) sebagai saudara semakhluk atau sesama makhluk Allah (ukhuwah makhluqiyyah). 2.2 Klasifikasi Ukhuwah Berikut ini merupakan intisari beberapa ayat suci yang menggambarkan pembagian jenis-jenis ukhuwah:

Sungguh bahwa Allah telah menempatkan manusia secara keseluruhan sebagai Bani Adam dalam kedudukan yang mulia, walaqad karramna bani Adam (QS 17:70). Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal dan saling memberi manfaat antara yang satu dengan yang lain (QS 49:13). Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan yang berbeda, padahal andaikata Allah menghendaki, Dia dapat menjadikan seluruh manusia tersatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan itu untuk member peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai kebajikan, fastabiqul khairat (QS 5:48).

Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya menjadi saudara antara yang satu dengan yang lain, wakunu ibadallahi ikhwana (Hadist Bukhari).

Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Quran dan hadist sekurang-kurangnya memperkenalkan empat macam ukhuwah, yakni: Ukhuwah ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesama makhluk yang tunduk kepada Allah. Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama memiliki kodrat sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antarmanusia, baik itu seiman maupun berbeda keyakinan). Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan keturunan dan kebangsaan. Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama.

Keempatnya dilandasi prinsip ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, hal ini memiliki makna persaudaraan yang dijalin secara Islami (berdasarkan syariat Islam). 2.3 Petunjuk Al-Quran mengenai Ukhuwah Proses berlangsungnya atau bagaimana diterapkannya ukhuwah ini tentunya tak lepas dari persamaan yang dimiliki antarpihak sebagai faktor penunjang yang secara signifikan membentuk persaudaraan. Semakin banyak persamaan yang ada, baik kesamaan rasa maupun kesamaan citacita atau target capaian, maka ukhuwah yang terjalin cenderung menguat. Ukhuwah umumnya

melahirkan aksi solidaritas, dapat berupa aksi yang positif dan negatif. Contoh ukhuwah yang melatarbelakangi sebuah aksi positif yakni ketika terjadi banjir misalnya, sebuah kelompok masyarakat yang sebelumnya mungkin berselisih paham atau tidak akur antar anggotanya, dapat timbul ukhuwah saat semuanya menjadi korban banjir. Banjir ini menyatukan perasaan mereka, berupa rasa sama-sama menderita dan sepenanggungan. Kesamaan rasa itulah yang kemudian memunculkan kesadaraan untuk saling membantu. Sedangkan contoh ukhuwah yang berakibat aksi negatif ialah pemberontakan oleh sekelompok orang terhadap pemerintahan, akibat rasa persaudaraan yang timbul sesama mereka karena berbagai motif, seperti landasan atau paham Islam yang melenceng sehingga menimbulkan tindakan pengeboman oleh kalangan teroris. Di dalam Al-Quran, terdapat penjelasan atau petunjuk mengenai pelaksanaan ukhuwah sebagaimana mestinya, sehingga bentuk aksi yang negatif dapat terhindari. Berikut adalah beberapa poin pedoman ukhuwah yang disebutkan dalam kitab suci tersebut: 1. Tetaplah berkompetisi secara sehat dalam melakukan kebajikan, meski berbeda agama, ideologi, maupun status (QS 5:48). Janganlah berpikir untuk menjadikan manusia tersatukan dalam keseragaman, dengan memaksa orang lain untuk berpendirian seperti kita misalnya, karena Allah menciptakan perbedaan itu sebagai rahmat, untuk menguji siapa di antara umatNya yang memberikan kontribusi terbesar dalam kebaikan. 2. Amanah atau tanggung jawab sebagai khalifah Alah di bumi harus senantiasa dipelihara, mengingat manusia memiliki keharusan menegakkan kebenaran dan keadilan (QS 38:26) serta menjaga keseimbangan lingkungan alam (QS 30:41). 3. Kuat pendirian, namun tetap menghargai pendirian orang lain. Lakum dinukum waliyadin (QS 112:4), tidak perlu bertengkar dengan asumsi bahwa kebenaran akan terbuka nanti di hadapan Allah (QS 42:15). 4. Meski terkadang kita berbeda ideologi dan pandangan, tetapi harus berusaha mencari titik temu, kalimatin sawa, tidak bermusuhan, seraya mengakui eksistensi masingmasing (QS 3:64). 5. Tidak mengapa bekerja sama dengan pihak yang berbeda pendirian, dalam hal kemaslahatan umum, atas dasar saling menghargai eksistensi, berkeadilan dan tidak saling menimbulkan kerugian (QS 60:8). Dalam hal kebutuhan pokok (mengatasi

kelaparan, bencana alam, wabah penyakit, dsb) solidaritas sosial dilaksanakan tanpa memandang agama, etnik, atau identitas lainya (QS 2:272). 6. Tidak memandang rendah (mengolok-olok) kelompok lain, tidak pula meledek atau membenci mereka (QS 49:11). 7. Jika ada perselisihan diantara kaum beriman, penyelesaian yang akan dirumuskan haruslah merujuk kepada petunjuk Al Qur'an dan Sunnah Nabi (QS 4:59). Al Qur'an menyebut bahwa pada hakekatnya orang mu'min itu bersaudara (seperti saudara sekandung), innamal mu'minuna ikhwah (QS 49:10). Hadist Nabi bahkan memisalkan hubungan antara mukmin itu bagaikan hubungan anggota badan dalam satu tubuh dimana jika ada satu yang menderita sakit, maka seluruh anggota badan lainnya solider ikut merasakan sakitnya dengan gejala demam dan tidak bisa tidur misalnya. Nabi juga mengingatkan bahwa hendaknya di antara sesama manusia, tidak ada pikiran negatif (buruk sangka), tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tidak saling mendengki, tidak saling membenci, tidak saling membelakangi, tetapi kembangkanlah persaudaraan (H R Abu Hurairah). Meski demikian, persaudaraan dan solidaritasnya harus berpijak kepada kebenaran, bukan mentang-mentang saudara lalu buta terhadap masalah. Al Qur'an mengingatkan kepada orang mu'min, agar tidak tergoda untuk melakukan perbuatan melampaui batas ketika orang lain melakukan hal yang sama kepada mereka. Sesama mukmin diperintakan untuk bekerjasama dalam hal kebajikan dan taqwa dan dilarang bekerjasama dalam membela perbuatan dosa dan permusuhan, ta'awanu 'alal birri wat taqwa wala ta'awanu 'alal itsmi wal 'udwan. (QS 5:2).

2.4. Kasus Kemunduran Ukhuwah Islamiyah Islam adalah agama yang cinta perdamaian, tetapi akhir-akhir ini Islam diidentikan terorisme dan kekerasan. Hal ini menjadi tantangan para ulama di Indonesia menghadapi gerakan terorisme bukan hanya untuk mengembalikan citra islam yang diidentikkan dengan kekerasan, tapi juga bagaimana mengurangi aksi-aksi kekerasan. Mengingat terorisme adalah dampak dari kekeliruan memahami teks-teks agama disertai konteks kebijakan global negara-negara barat yang tidak

adil, maka program melawan kekerasan itu tidak hanya diarahkan pada pelurusan terhadap paham keagamaan kaum muslim, tetapi juga harus berupaya menciptakan tatanan global yang adil. Genderang perang melawan kekerasan sampai pada titik tertentu menjadikan Islam sebagai pusat perhatian masyarakat international. Hal ini disebabkan dua hal yaitu: kekerasan membuat masyarakat dihantui rasa takut dan agama Islam dijadikan pembenar atas aksi-aksi kekerasan. Tentu pandangan ini menyebabkan masyarakat barat menganggap Islam mengajarkan kekerasan dan terorisme. Tentu pandangan masyarakat barat ini membuat "sakit hati" kaum muslim. Padahal Islam mengajarkan sikap sopan santun dan berbuat baik pada semua seorang, kecuali yang memusuhi agama Islam. Mayoritas masyarakat muslim Indonesia ramah, dan santun. Makanya di masa lalu Islam masuk Indonesia dengan jalan yang damai, tidak masuk dengan jalan peperangan seperti di tempat lain di dunia. Makanya sangat lucu kalau Islam diidentikkan dengan kekerasan dan terorisme. Apalagi kalau itu dikaitkan dengan keadaan umat Islam Indonesia yang sangat ramah dan santun. Jelas tuduhan bahwa Islam adalah agama yang keras dan identik dengan terorisme tidak berdasar. Mungkin hanya karena ulah sekelompok oknum tertentu yang menamakan gerakan Islam yang radikal, maka Islam dikatakan teroris. Sungguh kesimpulan yang tidak berdasar dan hanya sebuah rekayasa wacana yang sangat mendiskreditkan Islam itu sendiri. Mestinya kalangan pelaku teror menganggap bahwa jalan kekerasan merupakan pilihan melawan ketidakadilan barat atas kaum muslim, namun menurut Syafii Maarif radikalisme umumnya berakhir dengan malapetaka dan bunuh diri. Sebab, prinsip kearifan dan lapang dada yang diajarkan agama tidak lagi dihiraukan dalam mengatur langkah dan strategi. Sejarah perjuangan Rasul yang pahit dan getir, tapi ditempuh dengan ketabahan, seharusnya menginsafkan umat Islam bahwa cara-cara radikal-emosional akan membawa kita kepada kegagalan dan kesalahan. Terorisme di Indonesia Penggunaan terminology Islam dan jihad sebagai landasan pembenaran atas aksi-aksi kekerasan oleh sekelompok umat Islam hampir saja menjerumuskan dunia pada teori Clash of civilizationnya Samuel P.Huntington. Jika tidak segera diatasi melalui dialog peradaban yang intensif

prediksi ini akan kian mengerucut pada sikap saling curiga. Kemajuan suatu peradaban akan dianggap sebagai ancaman, bukan tantangan. Karena anggapan sebagai ancaman itu, maka persoalan akan dihadapi dengan kekerasan. Konteks ini pula yang mendorong kalangan moderat untuk terus-menerus menyelenggarakan forum-forum dialog antar tokoh agama dan pemerintahan. Din Syamsudin menegaskan bahwa radikalisme tidak dibenarkan dalam agama. Islam tak membenarkan tindakan kekerasan tersebut yang kerap memakan korban orang-orang yang tak berdosa Baratpun kerap mencitrakan Islam sebagai teroris. Padahal, selama ini umat Islam selalu mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan sekelompok umat Islam sendiri. Din menekankan pentingnya dialog Islam-Barat. Dialog yang dilakukan harus dalam posisi yang sepandan, Tak ada pihak yang dianggap superior maupun inferior. Teorisme adalah tindakan yang membuat rasa takut menyebar. Noordin M.Top merupakan simbol gembong teroris yang paling diincar negara (polisi) akibat ulahnya yang kerap melakukan pemboman diberbagai tempat. Namun negara pun melakukan kesalahan yang cukup fatal. negara menyebarkan rasa takut lebih massif lagi dengan mengawasi ceramah ramadhan di semua masjid Indonesia. Pengawasan ini membuat umat islam tidak leuasa membangun nuansa islam dibulan suci ini. Mungkin tadinya strategi ini adalah skema menyerang (opensif) yang selama ini negara cukup bersabar bertahan (defensif). Namun justru kebijakan pengawasan ini secara langsung atau tidak langsung telah menyudutkan umat Islam secara keseluruhan sebagai biang terorisme. Hari-hari ini di media-media dibangun stigma bahwa para teroris yang dibunuh polisi itu dikenal oleh tetangganya sebagai orang yang ramah dan santun. Pesan politik dibalik statemen ini adalah mempropagandakan ditengah-tengah masyarakat hati-hati terhadap orang yang ramah dan santun. Padahal budaya ramah dan santun adalah budaya yang Islami. Masalahnya adalah terkesan adanya sumber statemen tunggal itu dari tetangganya, bukan dari keluarga korban atau bahkan dari korban sendiri. Polisi main hakim sendiri dengan tidak memberikan kesempakatan pada

mereka yang jadi korban untuk mengungkap argument dibalik tindakannya. Disini tampak bahwa sumber klarifikasi cuma-cuma: polisi dan tetangga itu berstatemen by desain? Tindakan pengawasan polisi ini terlalu berlebihan, karena dapat berpotensi untuk memprovokasi umat Islam. Tindakan ini membawa ke suasana masa lalu, bagai menarik mundur sejarah cerah masa depan bangsa kemasa kelam orde baru. Cirinya mirip: umat Islam menjadi korban, media dikendalikan, militer (polisi) diperalat negara untuk kepentingan pihak tertentu. Polisi adalah alat negara. Pertanyaannya siapakah yang mempermainkan alat ini? Tampaknya tidak baik kita berspekulasi. Yang pasti arus keluar masuk keuangan polisi harus diaudit. Karena untuk kerja pengintaian masjid-masjid selama 30 hari ramadhan tidak mungkin sudah dianggarkan APBN sebelumnya. Adakah titipan dana asing masuk ke dalam arus kas polisi. Dan adakah permainan tingkat tinggi di antara para pemegang alat negara ini? Begitu pula sketsasketsa wajah yang dilakukan polisi menunjukkan bahwa polisi jauh lebih kenal dimana teroris itu berada. Tapi kenapa yang tidak dibuatkan sketsanya malah menjadi korban. Lantas adakah Noordin M. Top itu? Tokoh yang by desain rekayasa? Dalam pengembaraannya Noordin M.Top melanglang buana menebar teror. Noordin M. Top juga sebagai ketua pelaksana merangkap bagian pendanaan, penyedia bahan peledak, dan tenaga bom bunuh diri. Noordin M. Top digambarkan dengan sososk setinggi 173 senti meter, berbadan gempal, dan berkulit kuning cerah. Laki-laki Johor, Malaysia 11Agustus 1969, ini bercambang . Logat bicaranya kental Melayu. Tas kecil selalu menemaninya dalam beraktivitas. Sampai tulisan ini ditulis Noordin M.Top tetap menjadi buronan aparat nomor wahid dan masyarakat yang bisa memberi tahu keberadaannya akan mendapat kado istemewa dari aparat kepolisian berupa uang satu milyar. Ini menunjukan bahwa kelompok Noordin M Top ini termasuk jaringan baru terorisme di Indonesia. Karena itulah pasca kematian Azhari bukanlah akhir drama terorisme di Indonesia. Aksi terorisme akan melanda negeri ini selama Israel masih bercokol dibumi Palestina dan ketidakadilan Barat terhadap dunia Islam, serta ketidakmampuan aparat menangkap otak aksi terorisme di Indonesia. Orang seperti Imam Samudra, Noordi M.Top, mendiang Azhari dan lain-

lain bukan otak terorisme di Indonesia. Mereka hanyalah pelaku lapangan yang otak-otaknya ada diluar negeri dan diduga didalangi oleh Al-Qaeda.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Istilah ukhuwah Islamiyah pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara orangorang Islam, melainkan cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat Islami. Empat macam ukhuwah, yakni: Ukhuwah ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesama makhluk yang tunduk kepada Allah. Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama memiliki kodrat sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antarmanusia, baik itu seiman maupun berbeda keyakinan). Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan keturunan dan kebangsaan. Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama. Salah satu kasus yang berkaitan dengan kemunduran ukhuwah islamiyah adalah kasus terorisme yang berkembang di Indonesia. Hal tersebut membuat kerukunan antar umat islam maupun antar umat beragama menjadi tidak baik.

3.2 Saran Untuk membuat kerukunan antar umat islam maupun antar umat beragama menjadi baik, maka sesama umat beragama harus dapat bertoleransi dengan umat beragama lain. Hal tersebut dapat terlaksana apabila semua umat beragama dapat menjalankan kerukunan tersebut, tanpa

kecuali. Semua kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan, harus dapat dihormati oleh masingmasing umat beragama. Dengan menjalankan hal-hal tersebut, maka kerukunan atau ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.facebook.com/topic.php?uid=134434786060&topic=10238 http://koswara .wordpress.com http://mubarok institute.blogspot.com http://www.hidayatulah.com http://kajian-muslimah.blogspot.com

You might also like