You are on page 1of 40

FUNGSI KELENJAR ADRENAL/SUPRARENALIS DAN KELAINANNYA

A. Pendahuluan Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid, yang paling penting adalah kortisol, aldosteron dan androgen adrenal. Kelainan pada kelenjar adrenal menyebabkan endokrinopati yang klasik seperti sindroma Cushing, penyakit Addison, hiperaldosteronisme dan sindroma pada hiperplasia adrenal kongenital. Kemajuan dalam prosedur diagnosis telah memudahkan evaluasi kelainan adrenokortikal, terutama penentuan plasma glukokortikoid, androgen dan ACTH telah memungkinkan diagnosis yang lebih cepat dan tepat . Saat ini kemajuan pengobatan kedokteran telah dapat memperbaiki nasib sebagian besar penderita dengan kelainan ini. B. Anatomi dan fisiologi. Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan : 1. Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya mineralokorticoid (aldosterone), ysng terutama diatur oleh angiotensin II, kalium , dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh dopamine, atrial natriuretic peptide (ANP) dan neuropeptides 2. Zona fasciculata pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida 3. Lapisan terdalam zona reticularis, tempat sekresi androgen adrenal (terutama dehydroepiandrostenedion [DHEA], DHEA sulfat dan androstenedion) juga glukokortikoid (kortisol and corticosteron).

Letak kelenjar adrenal Sumber : http://www.harunyahya.com/indo/buku/hormon/images_hormon/95.jpg

C. HIPOFUNGSI ADRENOKORTIKAL Hipofungsi kortek adrenal dapat berasal dari kelainan di dalam kelenjar adrenal itu sendiri (Insufisiensi adrenal primer) atau akibat hipofungsi unit piutitari-hipotalamik (Insufisiensi adrenal skunder). Insufisiensi adrenokortikal dapat bersifat kronis dan akut. Hipofungsi adrenokortikal biasanya terjadi sebagai akibat kerusakan adrenal. Hal ini dapat terjadi secara mendadak dalam bentuk akut, seperti pada septicemia meningokokal (seperti yang disebut sindrom Water-house-Friderichsen) atau oleh penghancuran secara lambat adrenokotikal akibat penyakit autoimun (adrenal autoimun). Infeksi seperti tuberkulosisi atau histoplasmosis atau tumor malignan metastik atau primer dapat juga menghancurkan adrenal, menyebabkan insufisiensi adrenal. Karsinoma payudara atau paru-paru adalah tumor yang paling umum yang dapat menyebar ke adrenal dan jika bermetastasis bilateral, tumor tersebut menyebabkan insufisiensi adrenal. Insufisiensi adrenal mengakibatkan syndrome klinik yang dikenal dengan penyakit Addisons. Sekarang ini 70% kasus penyakit Addisons disebabkan oleh adrenalitis autoimun. Penyakit Addisons timbul secara insidious dengan keletihan, penurunan berat badan dan mual. Klien menunjukkan hipotensi dan sering mengalami 2

sinkop. Merreka tidak dapat mentoleransi streas apapun dan tidak dapat melakukan atau memepertahankan rutinitas sehari-hari. Serum darah menunjukkan secara khas rendah natrium dan klorida, peningkatan kadar kalium dan kadar glukosa rendah. Jika tidak diatasi gangguan mineral ini dapat mengarah pada masalah konduksi jantung dan mengakibatkan kematian. Kadar steroid dalam darah rendah.

Kelenjar ADRENAL/SUPRARENALIS 1) BAGIAN KORTEX 1) Hormon Cortison atau antiadison Berfungsi sebagai anti peradangan dan membantu pembentukan formasi karbohidrat. Hiposekresi : Bila kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit Adison. Gejalanya : a) Kulit memerah/timbulnya ruam pada kulit. b) Dapat menimbulkan kematian. c) Tekanan darah rendah. d) Nafsu makan hilang. e) Pengendapan pigmen melanin yang banyak. 2. Hormon Glukokortikoid Berfungsi : merangsang kenaikan jumlah kadar gula darah. Hipersekresi : Bila penghasilan hormon ini berlebihan akan dapat menyebabkan

Cushing syndrome 3. Hormon Cortisol Berfungsi : a. Memacu metabolisme karbohidrat. b. Meningkatkan respon imunitas tubuh. Hipersekresi : Bila terjadi kenaikan dalam penghasilan hormon ini akan dapat menyebabkan cushing syndrome. 4. Hormon Aldosterone Berfungsi : a. Mengatur keseimbangan mineral dan air dalam ren. b. Membuang kelebihan Kalium. 5. Hormon Corticosterone Berfungsi : a. Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lipid. b. Meningkatkan respon imunitas tubuh. 6. Hormon Mineralokortikoid Berfungsi : a. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. b. Merangsang reabsorbsi Na+ dan Cl- dalam tubulus ginjal. Hiposekresi : Bila kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit Adison.

Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi kortisol dan aldosteron. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan

kematian.Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormone aldosteron kortikotropik (ACTH).Defisiensi corticotrophin-realising hormone (CHR) saja yang dapat menyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol, tetapi penyakit ini hanya dijumpai padsa pajanan kronik glukokortikoid farmakologik atau setelah pengangkatan adenoma adenokorteks penghasil kortisol. Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses patologik di korteks adrenal, maka penyakit ini disebut Penyakit Addison. Pasien dengan penyakit Addison memperlihatkanmemperlihatkan keterlibatan ketiga zona korteks sehingga terjadi defisiensi sekresi korteks adrenal. Pasien Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang.Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison.Saat ini, dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkulosis yang mengalami insufusiensi adrenal.

D. PEMBAHASAN PENYAKIT ADDISON 1. Definisi Kegagalan kelenjar adrenal untuk memproduksi hormone dalam jumlah yang adekuat sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh dalam menekan dan meregulasi tekanan darah serta mengatur keseimbangan air dan garam.

2. Etiologi Ada beberapa keadaan yang diperkirakan sebagai penyebab dari penyakit Addison, diantaranya : Adrenalitis autoimun membentuk 75 % hingga 90 % kasus penyakit Addison di Negara berkembang. Penyakit ini dapat bersifat sporadic atau familial. Pada separuh pasien, penyakit autoimun tampaknya terbatas di kelenjar adrenal; pada pasien lainnya, juga terdapat penyakit autoimun lain, seperti penyakit Hashimoto, anemia pernisiosa, diabetes mellitus tipe 1, dan hipoparatiroidisme idiopatik. Istilah sindrom poliglandular tipe 1 atau II pernah digunakan untuk menamai berbagai kombinasi keterlibatan organ yang mingkin ditemukan. Sindrom poliglandular tipe I adalah suatu penyakit resesif autosomal yang berkaitan

dengan mutasi gen regulator autoimun di kromosom 21q. sebaliknya, sindrom poliglandular tipe II dan adrenalitis autoimun saja adalah penyakit multifactor, dengan keterkaitan kuat ke antigen histokompatibilitas tertentu., terutama HLAB8, HLA-DR3, dan HLA-DQ5. Pada pasien dengan semua varian adrenalitis autoimun, ditemukan antibody terhadap enzim steroid, seperti 21-hidroksilase dan 17-hidroksilase.1 Infeksi, terutama tuberkulosis dan yang disebabkan oleh jamur, juga dapat menyebabkan adenokorteks kronis primer. Adrenalitis tuberkulosis, yang pernah membentuk hingga 90 % kasus penyakit Addison, kini semakin jarang ditemukan berkat ditemukannya terapi antituberkulosis. Pasien dengan sindrom

immunodefisieinsi (AIDS) dapat beresiko mengalami insufisiensi adrenal akibat

beberapa penyulit infeksi (sitomegalovirus, Mycrobacterium avium-intracellulare) dan noninfeksi (sarcoma Kaposi) dari penyakit mereka.1 Neoplasma metastatic yang mengenai adrenal adalah penyebab potensial lain insufisiensi adrenal. Adrenal merupakan tempat yang cukup sering mengalami metastasis pada pasien dengan karsinoma diseminata. Meskipun fungsi adrenal dipertahankan pada sebagian besar pasien ini, pertumbuhan metastatic kadangkadang merusak cukup banyak korteks adrenal sehingga terjadi insufisiensi adrenal.1

3. Epidemiologi Penyakit Addison sudah dikenal sejak 150 tahun lalu, yang pertama kali dikemukakan oleh Thomas Addison pada tahun 1855.Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua pertiga pasien adalah perempuan. Diagnosis ditegakkan antara usia 20 sampai 50 tahun. Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison.Saat ini dengan kemoterapi yang baik, hanya sedikit pasien tuberkulosis yang mengalami penyakit Addison.

4. Anatomi dan Fisiologi

Kedua

kelenjar

adrenal

(glandula

suprarenalis)

merupakan

organ

retroperitoneal yang berwarna kekuningan pada polus superior ren. Glandula suprarenalis ini dikelilingi oleh fascia renalis (tetapi dipisahkan oleh capsula

adiposa). Setiap glandula mempunyai cortex dan medulla yang berwarna coklat tua. Arteri yang memperdarahi masing-masing glandula suprarenalis ada tiga buah : (1) arteria phrenica inferior, (2) aorta, (3) arteri renalis. Sebuah vena keluar dari hilum masing-masing glandula suprarenalis dan mengalirkan darahnya ke vena cava inferior pada sisi kanan dan vena renalis pada sisi kiri.4 Tiap kelenjar terdiri atas dua bagian yang berbeda, yakni medulla adrenal, dan korteks adrenal. Medulla adrenal , yang merupakan 20 persen bagian kelenjar terletak dipusat kelenjar, dan secara fungsional berkaitan dengan system saraf simpatis; menyekresi hormone epinefrin dan norepinefrine sebagai respon terhadap ransangan simpatis.

Korteks adrenal menyekresi kelompok hormone yang berbeda sama sekali, yakni kortikosteroid. Hormon ini seluruhnya disintesis dari kolesterol steroid, dan semuanya mempunyai rumus kimia yang sama. Akan tetapi, perbedaan yang sedikit dalam struktur molekulnya memberikan beberapa fungsi penting yang berbeda. Kortikosteroid Mineralkortikoid, Glukokortikoid, dan Androgen. Ada dua jenis hormone adrenokortikal yang utama, yakni mineralkortikoid dan glukokortikoid, yang disekresikan oleh korteks adrenal.Selain hormon ini, korteks adrenal juga menyekresi hormon kelamin, terutama hormon androgen, yang efeknya pada tubuh hamper mirip dengan hormone kelamin pria testosteron. Sintesis dan Sekresi Hormon Adrenokortikal.Korteks adrenal memiliki tiga lapisan yang relative berbeda. 1) Zona glomerulosa, lapisan tipis sel-sel yang terletak tepat dibawah kapsul, membentuk sekitar 15 persen korteks adrenal, pada kelenjat adrenal, sel-sel tersebut merupakan satu-satunya yang mnyekresi aldosteron dalam jumlah yang berarti karena sel-sel tersebut mengandung enzim aldosteron sintase, yang dibutuhkan untuk sintesis aldosteron. Sekresi sel-sel tersebut diatur terutama oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium cairan ekstrasel, yang keduanya merangsang sekresi aldosteron. 2) Zona fasikulata. Yakni lapisan tengah dan terlebar; memebentuk sekitar 75 persen korteks adrenal dan mnyekresi glukokortikoid kortisol dan koertikosteron, dan dalam sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi sel-sel tersebut diatur sebagian besar oleh sumbu hipotalamus-hipofisis lewat hormone adenokortikotropik (ACTH).

3) Zona retikularis, yang merupakan lapisan terdalam dari korteks menyekresi androgen adrenal dehirdroepiandosteron (DHEA) dan andostenedion, juga sejumlah kecil estrogen dan beberapa glukokortikoid. Mineralkortikoid Aldosteron Aldosteron meningkatkan reabsorbsi natriun dan sekresi kalium di tubulus ginjal.Bahwa aldosteron mengkatkan absorbs natrium dan secara bersamaan meningkatkan sekresi ginjal, terutama sel mprinsipal di sel tubulus kolektifus dan sedikit tubulus dan koligentes. Oleh karena itu, aldosteron menyebabkan natrium disimpan cairan ektrasel sementara meningkatkan eksresi kalium di urin. Bila kosentrasi aldosteron dalam plasma tinggi maka keadaan ini akan mengurangi jumlah natrium yang hilang secara sementara ked dalam urin sedimikian kecil sehinga hanya beberapa miliekuivalen tiap hari. Pada saat yang sama, kalium yang hilang dalam urin menigkat beberapa kali lipat. Oleh karena itu, hasil akhir efek aldosteron dalam plasma adalah untuk meningkatkan jumlah total natrium dalam cairan ektra sel sementara menurunkan jumlah kalium. Sebaliknya, tidak di sekresikan aldosteron sama sekali dapat menyebabkan natrium yang dalam urin mencapai 10 sampai 20 gram perhari, jumlah yang sesuai dengan sepersepuluh sampai seperlima jumlah natrium dalam tubuh. Pada saat yang sama, kalium akan di simpan secara kuat dalam cairan ektrasel. Aldosteron yang berlebihan meningkatkan volume cairan ektrasel dan tekanan arteri tetapi hanya sedikit mempengaruhi kosentrasi natrium plasma.Walaupun aldosteron mempunyai efek yang poten dalam menurunkan kecepatan ekskresi ion natrium oleh ginjal, kosentrasi natrium di dalam cairan ektrasel oleh gijal, kosentrasi natrium di dalam

10

cairan ektrasel sering kali hanya meningkat beberapa milikuivalen. Alasaanya kerena ketika kalsium di reabsobsi oleh tubulus, secara bersamaan terjadi absorbs air dalam jumlah yang hamper semua melalui proses osmotic. Sedikit peningkatan kosentrasi

natrium cairan ektrasel juga merangsang rasa haus dan meningkatkan asupan air, volume cairan ektra sel meningkat hamper sama banyak dengan natrium yang tertinggal tetapi tanpa mengubah kosentrasi natrium. Walaupun aldosteron di dalam tubuh merupakan hormone penahan natrium yang kuat. Hanya sedikit natrium saja yang sementara tertahan saat natrium tersebut di sekresikan dalam jumlah yang besar. Peningkatan volume cairan ektrasel yang di perantai

aldosteron yang berlangsung selama lebih dari 1 sampai 2 hari dapat mengarah kepada peningkatan arteri. Peningkatan arteri kemudia meningkatkan ekresi garam dan air. Jadi setelah volume cairan ektrasel menigkat 5 sampai 15 persen di atas normal, tekanan arteri juga meningkat 15 sampai 25 mmHg, dan peningkatan tekanan dara mengembalikan kekuatan garam dan air oleh ginjal kembali ke normal walaupun ada kelebihan aldosteron. Kembali nya ekresi ginjal dan garam kembali ke normal oleh ginjal sebagai akibat dari natriuresis dan dieresis tekanan di sebut sebagai pelolosan aldosteron.Setelah itu, kecepatan perolehan garam dan air oleh tubuh adalah nol, dan keseimbangan di pertahnkan antara asupan dan keluaran garam dan oleh air ginjal ewalupun aldosteron berlebih terus berlanjut. Tetapi, untuk sementara waktu orang tersebut mengalai

hipertensi, yang berlangsung selama orang terpapar dengan aldosteron yang berkadar tinggi.

11

Sebaliknya, ketika aldosteron menjadi nol, sejumlah besar garam hilang dalam urin, tidak hanya mengurangi jumlah natrium klorida di dalam cairan ektrasel tetapi juga mengurangi volume cairan ekrtasel . hasilnya adalah dehidrasi cairan ektrasel yang sengat berat dan volume dara yang rendah , megarah syok sirkulasi. Tanpa pengobatan, keadaan ini biasanya menyebabkan kematian dalam beberapa hari setelah kelenjar

adrenal tiba-tiba menghentika sekresi aldosteron. Aldosteron berlebihan menyebabkan hipokalemia dan kelemahan otot, terlalu sedikit aldosteron menyebabkan hiperkalemi dan keracunan jantung. Aldosteron berlebihan tidak hanya menyebabkan hilangnya ion kalsium secara berlebihan dari cairan ektrasel ke dalam urin namun juga merangsang pengkutan cairan ektrasel ke dalam banyak sel tubuh. Oleh kerena itu, sekresi aldosteron berlebihan, seperti yang terjadi pada beberapa tumor adrenal, dapat menyebabkan penurunan besar-besaran kosentrasi kalsium plasma, kadang-kadang akan menurunkan kosentrasi kalium plasma, kadang akan menurunkan kosentrasi tersebut dari nilai normal 4,5 mEq/L sampai serendah 1 sampai 2 mEq/L. keadaan ini di sebuut sebagai hipokalemia. Bila kosentrasi ion kalsium turun sampai kirakira di bawah setengah dari nilai normalnya, kelemahan otot yang berat sering timbulnya perubahan eksitasi listrik membrane saraf dan membrane serabut otot, yang akan mencegah penjalaran potensial aksi yang normal. Sebaliknya, bila ada defesiensi aldsoteron, maka besarnya kosentrasi ion kalsium dalam cairan ektrasel akan menigkat sampai jauh di atas nilai normal. Bila kenaikannya

mencapai 60-100 persen di atas normal, keracunan jantung yang berat, meliputu kelemahan kontraksi jantung dan timbulnya aritmia jantung, akan menjadi lebih jelas,

12

kosentrasi kalium secara berangsur-angsur meningkat lebih tinggi tidak teelakkan lagi akan menyebabkan gagal jantung. Aldosteron berlebihan meningkatkan sekresi ion hydrogen tubulus, dan menyebabkan alkalosis ringan. Aldosteron todak hanya menyebabkan sekresi kalium ke dalam tubulus untuk di tukar dengam reabsorbsi natrium di dalam sel principal tubulus kolektivus ginjal tetapi juga menyebabkan sekresi ion hydrogen yang di tukar dengan natrium di dalam sel interkalasi tubulus kolektivus korteks. Penurunan kosentrasi ion hydrogen dalam cairan ektrasel ini menimbulkan alkalosis ringan. Mekanisme selular kerja aldosteron.Walaupun selama bertahun-tahun kita telah mengetahui seluruh efek mineralortikoid terhadap tubuh, namun dasar kerja aldosteron terhadap sel-sel tubular untuk menigkatkan pengangkutan natrium tidak sepenuhnya di pahami. Akan tetapi, rangkaian peristiwa yang menimbulkan penigkatan reabsorbsi natrium tampaknya sebagai berikut. o Pertama, oleh karena sifat membran sel yang mudah larut di dalam lemak, aldosteron mudah berdifusi ke dalam sel epitel tubulus. o Kedua, dalam sitoplasma sel-sel tubulus, aldosteron akan berkaitan dengan protein reseptor sitoplasma yang sangat spesifik, yaitu protein yang mempunyai konfigurasi stereomolekular yang hanya membolehkan aldosteron atau senyawa yang sangat mirip denga aldosteron berikatan dengan protein reseptor tersebut. o Ketiga, kompleks reseptor aldosteron atau produk dari kompleks ini berdifusi ke dalam inti sel yang mengadakan perubahan selanjutnya, dan akhir menginduksi satu atau lebih gugus spesifik DNA untuk membentuk satu atau beberapa jenis RNA mesenger yang berkaitan dengan proses pengkutan kalium dan natrium

13

o Keempat, RNA mesenger berdifusi kembali ke dalam sioplasma, yaitu saat RNA mesenger bekerja sama dengan natrium bekerja bersama dangan ribosom dan menyebabkan terbentuknya protein . protein yang terbentuk merupakan cairan dari (1) satu atau lebih enzim (2) protein transpor membran, yang kerja samanya dibutuhkan untuk tranpor natrium dan kalium dan hidrogen melalui membran sel, salah satu enzim yang terutama di tingkatkan adalah natrium kalium adenosin

trifosfetasi, yang bekerja sebagai bagian utama dari pompa pertukaran kalium dan natrium pada membran basolateral sel tubulus ginjal. Protein lain yang sama pentingnya , merupakan suatu protein kanal natrium epitel yang di masukkan ke dalam membran luminal dari sel tubulus ginjal yang sama sehingga membuat ion natrium dapat berdifusi dengan cepat dari lumen tubulus masuk ke dalam sel, kemudian natrium selanjutnya di pompa natrium kalium yang terletak di dalam membran basolateral sel. Jadi, sebenarnya aldsteron tidak mempunyai efek yang cepat pada pengangkutan natrium, namun, pengaruh ini harus menunggu timbulnya rangkaian peristiwa yang

menyebabkan terbentuknya bahan-bahan spesifik intrasel yang di butuhkan waktu kirakira 30 menit lamanya sebelum RNA yang baru muncul, di butuhkan waktu kira-kira 45 menit sebelum pengkutan natrium melaui meningkat efek maksimunya akan tercapai hanya dalam waktu beberapa jam sesudahnya. Kemungkinan kerja nongenomik aldosteron dan hormon steroid lainya. penilitian terkini menduga bahwa banyak steroid, termasuk aldosteron, menimbulkan tidak hanya perkembangan eek genomik yang lambat, yang mempunyai latensi 60 sampai 90 menit

14

dan membutuhkan trankripsi gen dan sintesis protein, nanmun efek nongenomik yang berlangsung dalam hitungan beberapa detik sampai menit. Kerja nongenomik tersebut di yakini di perantai oleh peningkatan steroid ke reseptor membran sel yang bergandengan dengan sistem secon mesengger,mirpip yang di gunakan untuk transduksi sinyal hormon peptida. Contohnya, aldosteron telah menujukkan dapat eningkatkan peningkatan pembentukan cAMP di el otot polos

pembuluh dara dan sel epitel tubulus kolektivus ginjal waktu kurang dari 2 menit, waktu yang sangat sngkat trinkripsi gen dan sntesis protein yang baru. Pada jenis sel lainya aldosteron telah menunjukkan dapat meningkatkan sistem second messenger

fofadilinosital secara cepat. Namun, strultur tepat dari reseptor yang bertanggung jawab pada efek aldosteron yang cepat belum di tentukan, dan kepentingan fisiologis kerja non genmik dari steroid juga tidak di mengerti secara jelas. Pengaturan sekresi aldosteron.Pengaturan aldosteron sangat berkaitan dengan pengaturan besarnya kosentrasi elektrolit dalam cairan ektrasel, volume cairan ektra sel, volume darah, tekanan arteri, dan banyak aspek khusus dari fungsi ginjal sehingga sulit untuk membicarakan pengaturan sekresi aldosteron tanpa mengait-ngaitkan faktordi atas. Pengaturan sekresi aldosteron oleh sel-sel zona glomerulosa hampir sama sekali tidak berhubungan dengan hormon kortisol dan androgen oleh zona fesikulata dan zona retikularis Di kenal empat faktor yang memainkan peranan penting dalam pengaturan aldosteron. Menurut urutan manfaatnya, keempat faktor tersebut sebagai berikut : 1) Penigkatan kosentrasi ion kalsium di dalam cairan diektrasel yang sangat mengingkatkan sekresi aldosteron

15

2) Peningkatan aktifitas sistem renin-angiotensinogen juga sangat menigkatkan sekresi aldosteron 3) Penigkatan kosentrasi ion natrium di dalam cairan ektrasel sangat sedikit menurukan sekresi aldosteron 4) ACTH dari kelenjar hipofisis anterior di perlukan untuk sekresi aldosteron tetapi mempunyai efek yang kecil dalam mengatur kecepatan sekresi Dari faktor-faktor tersebut, kosentrasi ion kalium dan sistem renin angiotensinogen sejauh ini merupakan faktor yang paling kuat dalam mengatur sekresi aldosteron. Sedikt pengkatan persentasi kosentrasi kalium dapat menyebakan beberapa kali peningkatan sekresi aldosteron. Selain itu, aktifitas renin angiotensinoge, biasanya sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah ke ginjal atau karena kehilangan natrium, dapat menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron beberapa kali lipat. Selanjutnya, aldosteron akan bekerja pada ginjal dengan membantu ginjal mengeluarkan kelebihan ion kalium dan meningkatkan volume darah dan tekanan areteri, jadi mengembalikkan sitem renin angiotensinogen ke kadar aktifitas normal. Mekanisme pengaturan umpan balik ini penting untuk mempertahankan kehidupan. Efek terhadap kosentrasi aldosteron plasma yang di sebabkan oleh penghambatan pembentukan angiotensinogen II oleh inhibator angiotensin coverting enzim setelah diet rendah natrium setelah beberapa minggu yang meningkatkan kosentrasi aldosteron plasma beberpa kali lipat. Penghambatan pembentukan angiotensinogen II secara bermakna akan menurunkan kosentrasi aldosteron dalam plasma tanpa mengubah kosentrasi kortisol secara nyata, hal ini menunjukkan bahwa angiotensinogen II berperan

16

penting dalam merangsang sekresi aldosteron ketika asupan natrium dan volume cairan ektrasel di turunkan. Sebaliknya, efek kosentrasi ion natrium senata ACTH dalam megatur sekresi aldosteron biasanya kecil. Walaupun demikian, penurunan kosentrasi ion natrium cairan ektraselular sebesar 10 sampai 20 persen, seperti yang terjadi pada kasus yang jarang, mungkin dapat mengandakan sekresi aldosteron. Mengenai ACTH, bila terdapat bahkan sejumlah kecil ACTH di sekresikan oleh kelanjar hipofisis anterior, biasanya jumlah tersebut cukup untuk membuat kerja adrenal menyekresikan beberapa pun jumlah aldosteron yang di butuhkan, tetapi tidak adanya ACTH secara menyeluruh dapat mengurangi aldosteron secara bermakna. Glukokortikoid Kortisol Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat Perangsangan glukoneogenesis. Sejauh ini efek metabolik yang paling terkenal dari kortisol dan glukokortikoid lainnya terhadap metabolisme adalah kemampuan kedua hormon ini untuk merangsang proses glukoneogenesis ( pembentukan karbohidrat dari protein beberapa zat lain ) oleh hati, sering meningkatkan kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Keadaan ini terutama disebabkan oleh dua efek kortisol. 1) Kortisol meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati. Hal ini dihasilkan dari efek glukokortikoid untuk mengaktifkan transkripsi DNA di dalam inti sel hati dengan cara yang sama seperti fungsi aldosteron didalam sel-sel tubulus ginjal, disertai dengan pembentukan RNA messenger yang selanjutnya dapat dipakai untuk menyusun enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses glukoneogenesis.

17

2) Kortisol menyebabkan pengangkutan asam-asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot. Akibatnya, semakin banyak asam aminotersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati dan oleh karena itu akan meningkatkan pembentukan glukosa. Salah satu efek peningkatan glukoneogenesis adalah sangat meningkatnya jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati. Pengaruh kortisol tersebut membuat hormon glikolitik lain, seperti epinefrin dan glukagon memobilisasi glukosa pada saat diperlukan nanti, seperti pada keadaan di antara makan. Penurunan pemakaian glukosa oleh sel. Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh.Walaupun penyebab penurunan ini tidak diketahui, sebagian besar ahli fisiologi percaya bahwa pada suatu tempat yang terletak diantara tempat masuknya glukosa ke dalam sel dan tempat pecah nya yang terakhir, kortisol secara langsung memperlambat kecepatan pemakaian glukosa. Dugaan mekanisme ini didasarkan pada pengamatan yang menunjukkan bahwa glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukloetida (NADH) untuk bentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa oleh sel. Peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah dan diabetes adrenal.Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan berkurangnya kecepatan pemakaian glukosa oleh sel-sel dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.Peningktan glukosa darah selanjutnya merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin, walau demikian, menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika dalam kondisi normal. Karena alasan yang belum sepenuhnya jelas, tinggi nya kadar glukokortikoid menurunkan

18

senstiivitas banyak banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek rangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa kadar asam lemak yang tinggi, disebabkan pengaruh glukokortikoid memobalisasi lipid dari simpanan lemak, dapat merusak kerja insulin pada jaringan. Dengan cara ini, sekresi glukokortikoid berlebihan dapat menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat dengan cara yang sama, yang ditemukan pada pasien dengan kadar hormon pertumbuhan berlebih. Peningkatan konsentrasi gula darah kadangkala cukup besar (50 persen atau lebih diatas normal) ayng merupakan suatu keadaan yang disebut diabetes adrenal.Pada diabets adrenal, pemberian hanya sedikit menurunkan tingginya konsentrasi glukosa darah- tidak sebanyak pada diabetes pankreatik-karena jaringan bersifat resisten terhadap pengaruh insulin. Efek Kortisol Terhadap Metabolisme Protein Pengurangan Protein Sel. Salah satu efek utama kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh adalah kemampuannya untuk mengurangi penyimpanan protein di seluruh sel tubuh kecuali protein dalam hati. Keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Kedua efek ini mungkin sebagai akibat dari berkurangnyapengangkutan asam amino ke dalam jaringan ekstrahepatik, seperti yang akan dibicarakan nanti; keadaan ini mungkin bukan merupakan satu-satunya penyebab, oleh karena kortisol juga menekan pembentukan RNA dan sintesis protein selanjutnya di sebagian besar jaringan ekstrahepatik, terutama di otot dan jaringan limfoid. Bila kelebihan kortisol sangat banyak, otot dapat menjadi

19

begitu lemah sehingga orang tersebut tidak dapat berdiri dari posisi jongkok dan fungsi imunitas dari jaringan limfoid dapat diturunkan hingga sedikit kurang dari normal. Kortisol Meningkatkan Protein Hati dan Protein Plasma.Bersamaan dengan berkurangnya protein di seluruh tubuh, ternyata protein di dalam hati justru meningkat. Selanjutnya, protein plasma (yang dihasilkan oleh hati dan kemudian dilepaskan ke dalam darah)juga akan meningkat. Peningkatan ini merupakan pengecualian untuk pengurangan protein yang terjadi di bagian tubuh yang lain. Diyakini bahwa perbedaan ini dihasilkan oleh suatu efek kemungkinan dari kortisol dalam meningkatkan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel hati (tetapi bukan ke dalam sebagian besar sel-sel lain) dan dalam meningkatkan jumlah enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk sintesis protein. Peningkatan Asam Amino Darah, Berkurangnya Pengangkutan Asam Amino ke Sel-Sel Ekstrahepatik, dan Peningkatan Pengangkutan Asom Amino ke Sel-Sel Hati. Penelitian terkini pada jaringan yang diisolasi menunjukkan bahwa kortisol menekan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel otot dan mungkin juga ke sel-sel ekstrahepatik lainnya.berkurangnya asam amino yang diangkut ke sel-sel ekstrahepatik akan mengurangi konsentrasi asam amino intrasel dan akibatnya akan mengurangi sintesis protein. Namun proses katabolisme protein yang terjadi di dalam sel terus melepaskan asam amino dari protein yang sudah ada, dan asam amino ini akan berdifusi keluar dari sel-sel untuk meningkatkan konsentrasi asam amino dalam plasma. Oleh karena itu, kortisol memobilisasi asam amimo dari jaringan-jaringan nonhepatik akan mengurangi simpanan protein di dalam jaringan. Konsentrasi asam amino yang meningkat dalam plasma peningkatan pengangkutan asam amino oleh kortisol ke dalam sel-sel hati dapatjuga berperan dalam meningkatkan

20

pemakaian asam amino oleh hati yang menyebabkan timbulnya pengaruh seperti (1) peningkatan kecepatan deaminasi asam amino oleh hati, (2) peningkatan sintesis protein dalam hati, (3) peningkatan pembentukan protein plasma oleh hati, dan (4) peningkatan perubahan asam amino menjadi glukosa-yaitu, meningkatkan glukoneogenesis. Jadi, mungkin sebagian besar efek kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik. Efek Kortisol Terhadap Metabolisme Lemak Mobilisasi Asam Lemak. Dengan pola yang sangat mirip dengan pola yang dipakai oleh kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam amino dari otot, kortisol juga meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak. Peristiwa ini akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma, yang juga akan meningkatkan pemakaiannya untuk energi. Kortisol tampaknyajuga memiliki efek langsung untuk meningkatkan oksidasi asam lemak di dalam sel. Mekanisme apa yang dipakai oleh kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam lemak masih belum sepenuhnya diketahui. Akan tetapi, sebagian efek itu mungkin dihasilkan dari berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak. Ingatlah bahwa agliserofosfat, yang berasal dari glukosa, dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida di dalam sel-sel lemak, dan bila bahan ini tidak ada maka sel-sel lemak itu akan mulai melepaskan asam-asam lemaknya. Peningkatan mobilisasi lemak oleh kortisol, digabungkan dengan peningkatan oksidasi asam lemak di dalam sel, membantu menggeser sistem metabolisme sel dari penggunaan glukosa untuk

21

energi menjadi penggunaan asam lemak. Akan tetapi, mekanisme kortisol ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk bekerja penuh-tidak secepat atau sekuat efek pergeseran yang disebabkan oleh penurunan insulin,.Walaupun demikian, peningkatan penggunaan asam lemak untuk energi metabolisme merupakan faktor yang penting untuk penyimpanan glukosa tubuh dan glikogen jangka panjang. Obesitas Akibat Kortisol Berlebihan. Walaupun kortisol dapat menyebabkan timbulnya mobilisasi asam lemak secukupnya dari jaringan lemak, banyak pasien yang kelebihan sekresi kortisol sering kali menderita kegemukan yang khas, dengan penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan di daerah kepalanya, sehingga badannya seperti sapi dan wajah bulat "moonface." Walaupun penyebabnya tidak diketahui, ada pendapat yang mengatakan bahwa kegemukan ini disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan, disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya. Mekanisme Selular dari Kerja Kortisol.Kortisol, sepeti hormon steroid lainnya membawa pengaruhnya dengan pertama kali berinteraksi dengan reseptor intrasel pada sel target. Karena kortisol larut lemak, kortisol dapat dengan mudah berdifusi melalui membran sel. Setelah berada di dalam sel, kortisol berikatan dengan reseptor protein di dalam sitoplasma, dan kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengan urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau menekan transkripsi gen. Protein lain di dalam sel, disebut faktor transkripsi, juga diperlukan agar kompleks hormon-reseptor dapat berinteraksi secara benar.dengan elemen respons glukokortikoid.

22

Glukokortikoid meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk memengaruhi sintesis mRNA untuk protein yang memerantarai berbagai pengaruh fisiologis. Jadi, banyak efek metabolik kortisol yang tidak berlangsung segera namun membutuhkan waktu 45 sampai 60 menit untuk disintesis, dan sampai beberapa jam atau berhari-hari untuk sepenuhnya terbentuk.Bukti terkini mengindikasikan bahwa

glukokortikoid, terutama pada konsentrasi tinggi, dapat juga memiliki beberapa efek nongenomik yang cepat pada transpor ion membran sel yang dapat menambah kegunaan terapi. Pengaturan Sekresi Kortisol oleh Hormon Adrenokortikotropik dari Kelenjar Hipofisi ACTH Merangsang Sekresi Kortisol.Tidak seperti sekresi aldosteron oleh zona glomerulosa, yang terutama diatur oleh kalium dan angiotensin yang bekerja secara langsung terhadap sel-sel adrenokortikal, ternyata hampir tidak ada rangsangan yang mempunyai efek langsung Ierhadap sel-sel adrenal yang menyekresi kortisol.Sebaliknya, sekresi kortisol hampir seluruhnya diatur oleh ACTH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Hormon ini, yang disebut juga sebagai kortikotropin atau adrenokortikotropin,juga meningkatkan produksi androgen adrenal. Sifat Kimia ACTH. ACTH sudah dapat diisolasi dalam bentuk yang murni dari kelenjar hipofisis anterior.Bahan ini rnerupakan polipeptida besar, yang mempunyai panjang 39 rantai asam amino.Suatu polipeptida yang iebih kecil, produk pencernaan ACTH yang mempunyai panjang 24 rantai asam amino, mempunyai semua efek molekul seluruhnya. Sekresi ACTH Diatur oleh Faktor Pelepas-Kortikotropin dari Hipotalomus. Seperti hormon hipofisis lain yang sekresinya diatur oleh faktor pelepas dari hipotalamus, sekresi ACTH juga diatur oleh suatu faktor pelepas yang penting. Faktor pelepas ini disebut

23

faktor pelepas kortikotropin (CRF). Faktor pelepas kortikotropin disekresikan ke dalam pleksus kapiler utama dari sistem portal hipofisis di eminensia mediana hipotalamus dan kemudian dibawa ke kelenjar hipofisis anterior, tempat faktor pelepas kortikotropin akan merangsang sekresi ACTH. CRF merupakan suatu peptida yang terdiri dari 41 asam amino.Badan sel neuron yang menyekresi CRF terutama terletak di nukleus paraventrikular hipotalamus.Nukleus ini selanjutnya menerima banyak hubungan saraf dari sistem limbik dan batang otak bagian bawah. Bila tidak ada CRF, maka kelenjar hipofisis anterior ini hanya dapat menyekresi sedikit ACTH.Sebaliknya, sebagian besar kondisi yang menyebabkan tingginya kecepatan sekresi ACTH, mengawali sekresi ini melalui sinyal yang dimulai di daerah basal otak, termasuk hipotalamus, dan kemudian dihantarkan oleh CRF ke kelenjar hipotalamus anterior. ACTH Mengaktifkan Sel Adrenokortikol untuk Memproduksi Steroid Melalui Peningkatan Siklik Adenosin Monofosfat (cAMP). Efek utama ACTH terhadap sel-sel adrenokortikal adalah mengaktifkan adenilil siklase dalam membran sel. Adenilil siklase ini selanjutnya akan meginduksi pembentukan cAMP dalanr sitoplasma sel, mencapai efek maksimumnya dalam waktu kira-kira 3 menit. cAMP ini selanjutnya akan mengaktifkan enzim-enzim intrasel yang menyebabkan terbentuknya hormon

adrenokortikal. Hal ini merupakan contoh lain cAMP yang bekeda sebagai sistem sinyal second messenger. Langkah yang paling penting dari ACTH yang sudah dirangsang dalam mengatur sekresi adrenokortikal adalah mengaktifkan enzim protein kinase A, yang menyebabkan perubahan awal dari kolesterol menjadi pregnenolon. Perubahan awal ini adalah langkah

24

"pembatasan kecepatan" untuk semua hornon adrenokortikal, yang akan menjelaskan mengapa untuk pembentukan hormon adrenokortikal secara nonnal dibutuhkan ACTH. Perangsangan dalam jangka waktu panjang pada korteks adrenal oleh ACTH tidak hanya akan meningkatkan aktivitas sekretoriknya. namun juga menyebabkan hipertrofi dan proliferasi selsel adrenokortikal, khususnya pada zona fasikulata dan retikularis, tempat kortisol dan androgen disekresikan. Stres Fisiologis Meningkatkan Sekresi ACTH dan Sekresi Adrenokortikal. Pada bagian awal bab ini telah dinyatakan, bahwa hampir setiap jenis stres fisik atau stres mental dalam waktu beberapa menit saja sudah dapat sangat meningkatkan sekresi ACTH dan akibatnya sekresi kortisol juga akan sangat meningkat, sering kali meningkat sampai 20 kali lipat. Efek ini digambarkan oleh respons sekresi adrenokortikal yang cepat dan kuat setelah trauma.Rangsangan sakit yang disebabkan oleh jenis stres fisik atau kerusakan jaringan pertama-tama dihantarkan ke atas melalui batang otak dan akhirnya ke eminensia mediana hipotalamus.Di sini, CRF disekresikan ke dalam sistem portal hipofisis.Dalam beberapa menit, seluruh rangkaian pengaturan mengarah kepada sejumlah besar kortisol di dalam darah. Stress mental dapat menyebabkan peningkatan secara cepat sekresi ACTH yang sebanding. Keadaan ini dianggap sebagai akibat dari naiknya aktivitas dalam sistem limbik, khususnya dalam regio amigdala dan hipokampus, yang kemudian menjalarkan sinyal ke bagian posterior medial hipotalamus. Efek Penghambat Kortisol Terhadap Hipotalamus dan kelenjar Hipofisis Anterior yang Menurunkan Sekresi ACTH.Kortisol mempunyai efek umpan balik negatif langsung terhadap (l) hipotalamus unfuk menurunkan pembentukan CRF dan (2) kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan pembentukan ACTH.Kedua umpan balik ini membantu

25

mengatur konsentrasi kortisoldalam plasma. Jadi, bila konsentrasi kortisol menjadi sangat tinggi, maka umpan balik ini secara otomatis akan mengurangi jumlah ACTH sehingga kembali lagi ke nilainormalnya.

5. Patofisiologi Defisiensi Mineralkortikoid. Kurangnya sekresi aldosteron sangat

menurunkan reabsorpsi natrium tubukus ginjal dan akibatnya akan menyebabkan hilangnya banyak ion natrium, ion klorida, dan air kedalam urin. Hasil akhirnya sangat berkurangnya volume cairan ekstrasel. Selanjutnya pasien akan mengalami hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis ringan akibat gagalnya sekresi ion kalium dan hidrogen guna menggantikan reabsorpsi natrium. Desfisiensi Glukortikoid. Hilangnya sekresi kortisol akan menyebabkan pasien penyakit Addison tidak dapat mempertahankan konsentrasi normal glukosa darah diantara waktu makan, sebab pasien tidak dapat mensintesis glukosa dalam jumlah yang cukup melalui glukoneogenesis. Selanjutnya, kurangnya kortisol akan mengurangi mobilisasi protein dan lemak dari jaringan, sehingga akan menekan banyak fungsi metabolisme lain dari tubuh.Kelambanan mobilisasi sewaktu tidak ada kortisol ini merupakan salah satu efek yang sangat menggangu akibat kurangnya glukokortikoid.

26

6. Manifestasi Klinis Gambaran klinis Penyakit Addison terjadi akibat kurangnya kortisol, aldosteron, dan androgen. Insufisiensi kortisol menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis, penurunan glikogen hati, dan peningkatan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Kombinasi dari berbagai perubahan dalam metabolisme karbohidrat ini dapar menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan kadar glukosa darah yang normal sehingga terjadi hipoglikemia pada saat puasa. Karena rendahnya kandungan glikogen di hati, maka pasien insufiensi adrenal tidak tahan dengan kekurangan makanan yang lama. Peningkatan kepekaan terhadap insulin akibat defisiensi kortisol mungkin menjadi masalah dengan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 2 yang memerlukan insulin yang juga mengalami insufisiensi korteks adrenal. Para pasien ini mungkin mengetahui bahwa dosis insulin yang dahulu sudah dapat mengontrol kadar gula darah sekarang menyebabkan hipoglikemia.Konsekuensi lain dari defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik negative dalam sekresi peptide yang berasal dari propiomelanokortin (POMC), termasuk ACTH dan melanocyte-stimulating hormone - dan . Konsekuensi klinis adalah hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi dibagian distal ekstremitas didaerah yang terpajan matahari walaupun dapat juga mengenai daerah yang dalam keadaan normal tidak terpajan matahari. Daerah- daerah ini mencakup puting payudara, permukaan ekstensor ekstremitas, genitalia, mukosa pipi, lidah, lipatan ditelapak tangan, dan buku jari. Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respon normal terhadap stres, maka pasien dengan

27

defisiensi kortisol tidak dapat menahan stress bedah, anastesi, trauma, infeksi, dan penyakit demam lainnya. Pada keadaan ini pasien mungkin mengalami insufisiensi adrenal akut yang mengancam nyawa. Defisiensi Aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran natrium dan reabsorpsi kalium diginjal. Deplesi garam menyebabkan berkurangnya air dan volume plasma. Menurunnya volume plasma menimbulkan hipotensi postural. Pasien dengan penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah yang normal saat berbaring tetapi mengalami hipotensi mencolok dan takikardia saat berdiri beberapa menit. Berdasarkan definisi , hipotensi postural terjadi apabila tekanan sistolik dan diastolik turun lebih dari 20 mmHg saat pasien mengambil posisi tegak. Takikardia postural terjadi apabila kecepatan nadi meningkat lebih dari 20 denyut permenit (bpm) pada keadaan seperti diatas. Berkurangnya tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi biasanya menetap lebih dari 3 menit setelah perubahan posisi. Dengan demikian, pasien penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah 120/80 mmHg saat berbaring, tetapi tekanan darah tersebut turun menjadi 60/40 mmHg setelah pasien berdiri. Demikian juga kecepatan nadi dapat meningkat dari 80 menjadi 140 bpm dengan perubahan posisi tersebut. Berkurangnya volume intravascular dan tekanan arteroil aferen ginjal merangsang pelepasan rennin dan meningkatkan pembentukan angiotensin II. Namun, Karena korteks adrenal rusak, maka angiotensin II tidak dapat merangsang produksi aldosteron dan memulihkan kadarnya ke kadar basal. Kadar rennin yang tinggi dan aldosteron yang rendah merupakan cirri defisiensi aldosteron primer.

28

Defisiensi Androgen dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan pubis. Efek ini tertutupi pada laki-laki, yang memiliki androgen testis untuk menimbulkan efek metabolic androgenic. Pada perempuan insufisiensi adrenal menyebabkan hilangnya rambut ketiak dan pubis serta berkurangnya rambut di ekstremitas.

7. Gejala Segera sesudah penyakit Addison terjadi, orang merasa lemah, lelah, dan pusing kalau berdiri sesudah duduk atau berbaring. Masalah ini mungkin berkembang lambat laun dan tak kentara. Orang dengan penyakit Addison memiliki spot kulit yang gelap. Kegelapan mungkin nampaknya seperti karena sinar matahari, tetapi tampak pada kulit yang terpapar matahari secara tidak merata. Orang dengan kulit gelap pun bisa mengalami pigmentasi yang berlebihan, walaupun perubahan lebih sukar untuk diketahuii. Bintik-bintik hitam mungkin berkembang di balik dahi, muka, dan bahu, dan seorang kulit hitam kebiru-biruan pemudaran warna mungkin terjadi di seputar puting susu, bibir, mulut, dubur, kantung kemaluan, atau vagina. Kebanyakan orang kehilangan berat badan, menjadi dehidrasi, tidak mempunyai selera makan, dan berkembang manjadi sakit otot, mual, muntah, dan diare. Banyak menjadi tidak dapat mentolerir dingin. Kecuali kalau penyakit hebat, gejala cenderung menjadi nyata hanya selama stress. Periode hypoglycemia, dengan kecemasan dan sangat kelaparan untuk makanan asin, bisa terjadi, teristimewa pada anak.

29

Jika penyakit Addison tidak diobati, nyeri abdominal yang hebat, kelemahan yang sangat, tekanan darah yang teramat rendah, kegagalan ginjal, dan shock mungkin terjadi (krisis adrenal). Krisis adrenal sering terjadi jika badan mengalami tekanan, seperti kecelakaan, luka, pembedahan, atau infeksi hebat. Kematian dengan cepat mungkin mengikuti.

8. Diagnosis Diagnosis penyakit Addison sudah dapat diperkirakan berdasarkan gambaran klinis defisiensi kortisol, aldosteron, dan androgen.Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium yang sesuai. Apabila gejala timbul dalam beberapa minggu atau bulan, maka diagnosisnya adalah insufisiensi adrenal kronik.Sebaiknya, gejala dapat timbul secara cepat dan mengarah pada diagnosis insufisiensi adrenal akut atau krisis addisonian.Penyakit ini dapat terjadi apabila diagnosis dan pengobatan tertunda dan gejala bertambah parah atau saat pasien dengan diagnosis yang sudah jelas mengalami penyakit akut yang tidak dicakup oleh dosis steroid untuk stress.Infusiensi adrenal akut adalah kedaruratan medis.Pasien dating dengan muntah, dehidrasi, hipotensi, dan hipoglikemia. Diagnosis insufisiensi adrenal ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium spesifik. Pasien dengan infusiensi adrenal primer memperlihatkan penurunan kadar kortisol dan aldosteron tetapi peningkatan kadar ACTH dan renin.

30

E. Kesimpulan Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat insufisiensi korteks adrenal berupa defisiensi kortisol,aldosteron, dan androgen. Penyakit ini jarang ditemukan dan lebih sering ditemukan pada wanita dari pada pria.Indikasi diagnostic dari penyakit ini diantaranya; (1) menurunnya kortisol serum (2) meningkatnya ACTH (3) hiponatrenia, hiperkalsemia dan asidosis metabolic (4) tingginya rennin serum, dan (5) rendahnya aldosteron serum. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi kortisol, yang apabila penatalaksaan dan pemberian dosis sudah disesuaikan dengan benar, maka status metabolic pasien kembali normal dan ia mampu menjalani hidup secara normal.

ASKEP PADA PENYAKIT ADDISONS PENGKAJIAN KEPERAWATAN Pola Persepsi Kesehatan/managemen kesehatan Pola Nutrisi metabolic Pola Eliminasi Aktivitas latihan Pola Istirahat dan tidur Pola persepai kognitif Riwayat keluarga Pola seksual-reproduksi Pola stres dan koping Pola konsep diri 31

Value and belief Pemeriksaan fisik yg terkait dg kondisi penyakit

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kekurangan volume cairan b.d Kehilangan cairan dan natrium melalui ginjal ditandai dengan: Mual/muntah, kelemahan, haus, kehilangan BB. Diare, pengeluaran urine banyak dan encer Hipotensi postural, takikardia, lelah, tekanan nadi lemah 2. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan b.d defesiensi glukokortikoid, metabolisme lemak abnormal, protein dan karbohidrat ditandai dengan : Penurunan BB, kelemahan otot, kaku otot abdomen, diare dan hipoglikemia berat 3. Kelelahan b.d penurunan energi metabolisme, perubahan kimia tubuh, ketidak seimbangan cairan, elektrolit dan glukosa ditandai dengan: Rasa Tidak nyaman/tidak bertenaga. Tidak mampu mempertahankan kerja yg biasa dilakukan sehari-hari. Penurunan penampilan Ketidakmampuan lingkungan Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman 4. Resiko penurunan CO berhubungan dengan Menurunnya aliran darah vena (volume sirkulasi), berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung (akibat ketidak seimbangan elektrolit) 32 untuk berkonsentrasi, lelah dan tidak memperhatikan

5.

Resiko perubahan proses pikir b.d Hiponatremia, hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam basa

6.

Resiko Gg. Harga diri rendah b.d adanya kondisi fisik yang memerlukan terapi sepanjang hidup, perubahan pada pigmentasi kulit, perubahan berat badan, perubahan tanda-tanda seks sekunder, dan perubahan fungsi dan peran

7.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan belajar b.d kesalahan interpretasi informasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan: Bertanya minta penjelasan,, mengungkapkan permasalahannya, ketidak akuratan menjalankan instruksi

RENCANA KEPERAWATAN 1. Kekurangan volume cairan 1) Kaji riwayat pasien mengenai lama dan intensitas gejala yg muncul spt muntah, pengeluaran urine yang berlebihan 2) Observasi tanda-tanda vital, catat perubahan TD pada perubahan posisi, kekuatan nadi perifer. 3) Ukur dan timbang BB setiap hari. 4) Kaji adanya rasa haus, kelelahan, nadi yg cepat, pengisisan kapiler yg memanjang, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya 5) Periksa adanya perubahan status mental dan sensori 6) Auskultasi peristaltik usus, catat dan laporkan adanya mual, muntah dan diare 7) Berikan perawatan mulut secara teratur

33

8)

Pertahankan kenyamanan lingkungan. Lindungi paasien dari cahaya dengan selimut dan sejenisnya

9) Anjurkan klien bedrest, bantu dalam mengubah posisi dan aktivitas perawatan sehari-hari 10) Anjurjkan cairan oral diatas 3000 ml/hari sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan klien 11) Ubah posisi secara teratur, massase terutama pd bagian tulang yg menonjol 12) Observasi adanya tanda-tanda kelelahan, krekels, edema, peningkatan frekuensi jantung 13) Berikan terapi cairan : NaCl o,9 %, Larutan glukosa 14) Berikan obat sesuai dengan indikasi : Kortison atau hidrokortison, mineral kortikoid (fludokortison, deoksi kortikosteron) 15) Pertahankan kateter urine dan selang NG sesuai indikasi 16) Pantau pemeriksaan laboratorium: Ht, ureum/kreatinin, osmolalitas serum, natrium, kalium 2. Nutrisi kurang dari Kebutuhan 1) Auskultasi peristaltik usus dan kaji adanya nyeri perut, mual dan muntah 2) Catat adanya kulit yang dingin atau basah perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, peka rangsang, nyeri kepala, sempoyongan 3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB setiap hari 4) Catat adanya muntah, berapa kali muntah dan karakteristiknya 5) Berikan atau bantu perawatan mulut.

34

6) Ciptakan lingkungan yg nyaman untuk makan spt bebas dari bau tidak sedap, tidak terlalu ramai, udara yg tidak nyaman. 7) Berikan informasi tentang menu plihan 8) Pertahankan status puasa sesuai indikasi 9) Periksa kadar gula darah sesuai indikasi 10) Beriakn glukosa intra vena dan obat-obat sesuai indikasi spt glukokortikoid, androgen (testosterone) 11) Konsultasi dg ahli gizi 12) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering (TKTP) 13) Tingkatkan diet Na contoh daging, ikan, susu, telor 14) Pantau Hb, Ht 3. Kelelahan 1) 2) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yg dapat dilakukan. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas kemudian

catat adanya tachicardi, hipotensi dan daerah perifer teraba dingin. 3) Libatkan klien dalam menyusun jadwal aktivitas dan identifikasi aktivitas

yg dibutuhkan serta yang menyebabkan kelelahan. 4) 5) Anjurkan Klien untuk beristirahat sebelum melakukan aktifitas berikutnya Diskusikan klien cara menghemat tenaga seperti duduk lebih baik dari

pada berdiri dalam melakukan latihan 6) Berikan kesempatan pada klien untuk berpartisipasi dalam melakukan

aktivitasnya sehari-hari

35

4.

Resiko penurunan CO.

1) Observasi tanda-tanda vital; FJ, irama jantung, dan catat adanya disritmia 2) Lakukan pengukuran CVP 3) Monitor suhu tubuh dan catat bila ada perubahan yg mencolok dan tiba-tiba 4) Kaji warna kulit, suhu, pengisian kapiler, dan nadi perifer 5) Catat adanya perubahan mental dan laporkan bila ada nyeri pada abdomen, daerah punggung dan kaki. 6) Ukur output urine 7) Tempatkan klien pd ruangan yang tenang dengan kelembaban yg sesuai dan bantu mempertahankan tirah baring 8) Observasi adanya hipertensi, edema, krekels, BB meningkat, nyeri kepala yg hebat, peka terhadap rangsangan dan kebingungan 9) Berikan cairan, darah, larutan NaCl dan volume ekspander melalui IV sesuai kebutuhan. Hindari penggunaan cairan hipotonik atau cairan yg mengandung kalium 10) Berikan pengobatan sesuai indikasi; natrium hidrokortison suksinat, vasopressor (dopamin), obat anti piretik, berikan oksigen 11) Lakukan pemeriksaan Serum Kalium darah 5. Resiko Perubahan Proses Pikir. 1) Pantau keadaan klien setiap shiftnya 2) Observasi tanda-tanda vital dan atatus neurologis 3) Orientasikan klien terhadap waktu, tempat dan orang 4) Jadwalkan perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yg teraur

36

5) Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai dengan kemampuannya dg waktu yg cukup untuk menjalankan seuruh tugasnya 6) Lindungi klien dari cedera spt posisikan tempat tidur dalam posisi yg rendah dg diberikan penghalang yg terangkat, bantu klien dalam mobilisasi, perubahan posisi, gunakan restrain dg tepat, berikan bantalan yg lunak pd penghalang tempat tidur (untuk pncegahan kejang) 7) Pantau hasil pemerikasaan lab. Spt ; glukosa darah, asmolaritas serum, Hb, Ht 6. Resiko harga diri rendah. 1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang keadaan yg dialaminya (spt perubahan penampilan atau peran, pengaruh penyakit thd pekerjannya) serta tunjukkan perhatian dan jangan bersikap menghakimi 2) Kurangi stimulus yg berlebihan pada lingkungan dan anjurkan klien untuk melakukan manajemen sttres spt tekhnik relaksasi. 3) Dorong klien untuk membuat daftar orang-orang yang dapat membantu bila klien mengalami stress 4) Berikan semangat bila terjadi kesembuhan pada penyakitnya spt menurunnya pigmentasi kulit, meningkatnya pertumbuhan rambut 5) Anjurkan klien untuk berkunjung kpd penderita yg sama yg penyakitnya sudah terkontrol 6) Rujuk ke pelayanan sosisal, konseling dan kelompok pendukung sesuai kebutuhan

37

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan. 1) Kaji ulang keadaan penyakit dan harapan klien dimasa yg akan dating 2) Anjurkan klien untuk tetap mempertahankan jadwal yg teratur seprti makan, tdur, dan latihan 3) Jelaskan alasan kehilangan cairan yg banyak pd klien 4) Diskusikan diet yg teratur bagi klien 5) Kaji ulang ttg terapi hormon pengganti dan perlunya memahami jadwal pengobatan yg tepat; minum obat pd waktu makan/ dengan makanan kudapan atau dg antsida; minum 2/3 dari dosis kortisol pd pagi hari, dan 1/3 nya lagi pada petang hari atau dg menggunakan fludrokortison pd pagi hari 6) Hindari hilangnya dosis obat pada saat pemberian 7) Tekankan perlunya menggunakan gelang identifikasi membawa obat darurat spt natrium dexametason, IM atau IV 8) Batasi dan atasi masalah yang dapat menimbulkan stress 9) Diskusikan perasaan klien yg berhubungan dg pemakain obat sepanjang hidupnya 10) Identifikasi tanda dan gejala yg memerlukan perhatian medis misalnya mual, muntah, anoreksia, penurunan BB, diare, keleamahan, pengeluaran urine yg berlebihan, denyut jantung yg tidak teratur atau berat badan yg meningkat, moon face, leher, tungkai dan kaki edema 11) Tekankan pentingnya menghindari sumber infeksi 12) Diskusikan pentingnya mengevaluasi ulang pengobatan secara teratur

38

EVALUASI KEPERAWATAN 1. Menunjukkan adanya perbaikan keseimbanagn cairan 2. Tidak ada mual dan muntah, menunjukkan BB stabil atau meningkat sesuai yg diharapkan, nilai lab. Normal 3. Menyatakan mampu untuk beristirahat, peningakatan tenaga dan penurunan rasa 4. Menunjukkan curah jantung yg adekuat 5. Memeprtahankan tingkat kesadaran mental 6. Mengungkapkan penerimaan terhadap dirinya sendiri yg di ungkapkan secara verbal 7. Dapat mengungkapkan pemahamannya tentang penyakit, prognosis, dan

pengobatannya

39

DAFTAR PUSTAKA

Barbara Hegner, 2003. Asisten Keperawatan: suatu pendekatan proses keperawatan, edisi Terjemahan, Jakarta, EGC ; 2003 Guyton, Arthur C.Fisiologi Manusia. 1995. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hotma Rumahorbo 1999. Asuhan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin, Editor Yasmin Asih, Jakarta : EGC; 1999 Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th Edition. Elsevier Saunders : China; 2005, p.835-836. Mary Baradero, 2009. Klien gangguan Endokrin seri Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC; 2009 Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC: 1254-1257 Persatuan Ahli Penyakit Dalam. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI: 1986. Snell, S. Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : EGC : 256

40

You might also like