You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat

luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu. 1.2 Tujuan 1. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi luka bakar etiologi penyakit luka

bakar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinik luka bakar 4. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi penyakit luka bakar 5. Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi penyakit luka bakar 6. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan diagnostik penyakit luka

bakar
7. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan penyakit luka bakar

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). 2.2 Etiologi 1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) a. b. c. 2. 3. 4. Gas Cairan Bahan padat (Solid)

Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

2.3 Fase Luka Bakar A. Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. B. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:

1. 2. 3.

Proses inflamasi dan infeksi. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional. Keadaan hipermetabolisme. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat

C. Fase lanjut. luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. 2.4 Klasifikasi Luka Bakar A. Dalamnya luka bakar. Kedalaman Ketebalan partial superfisial (tingkat I) Penyebab Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Penampilan Kering tidak ada gelembung. Oedem minimal atau tidak ada. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Kering disertai kulit mengelupas. Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar. Tidak pucat bila ditekan. Warna Bertambah merah. Perasaan Nyeri

Lebih dalam dari ketebalan partial (tingkat II) - Superfis ial - Dalam Ketebalan sepenuhnya (tingkat III)

Kontak dengan bahan air atau bahan padat. Jilatan api kepada pakaian. Jilatan langsung kimiawi. Sinar ultra violet. Kontak dengan bahan cair atau padat. Nyala api. Kimia. Kontak dengan arus listrik.

Berbintikbintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Putih, kering, hitam, coklat tua. Hitam. Merah.

Sangat nyeri

Tidak sakit, sedikit sakit. Rambut mudah lepas bila dicabut.

B. Luas luka bakar Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu: 1) Kepala dan leher 2) Lengan masing-masing 9% 3) Badan depan 18%, badan belakang 18% 4) Tungkai maisng-masing 18% 5) Genetalia/perineum C. Berat ringannya luka bakar Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. Kedalaman luka bakar. Anatomi lokasi luka bakar. Umur klien. Riwayat pengobatan yang lalu. Trauma yang menyertai atau bersamaan. American college of surgeon membagi dalam: A. Parah critical: a) c) Tingkat II : 30% atau lebih. : 10% atau lebih. b) Tingkat III : 9% : 18% : 36% : 36% : 1% Total : 100%

Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

B. Sedang moderate: a) Tingkat II b) Tingkat III C. Ringan minor: a) Tingkat II : kurang 15% : 15 30% : 1 10%

b) Tingkat III 2.5 Indikasi Rawat Inap Luka Bakar 1. Luka bakar grade II: a) Dewasa > 20% b) Anak/orang tua > 15% 2. 3. Luka bakar grade III.

: kurang 1

Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

2.6 Penatalaksanaan 1. Resusitasi A, B, C. 1) Pernafasan:


a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi. b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi

Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas. 2) Sirkulasi: gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal. 2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3. Resusitasi cairan Baxter.

Dewasa : Baxter. RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal: RL : Dextran = 17 : 3 2 cc x BB x % LB. Kebutuhan faal: < 1 tahun : BB x 100 cc 1 3 tahun : BB x 75 cc

3 5 tahun

: BB x 50 cc

diberikan 8 jam pertama diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua: Dewasa 100 (Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt. Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal. Monitor urine dan CVP. 4. Topikal dan tutup luka a) Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik. b) Tulle. c) Silver sulfa diazin tebal. d) Tutup kassa tebal. e) Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor. 5. Obat obatan: a) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. b) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. c) Analgetik d) Antasida : kuat (morfin, petidine) : kalau perlu : Dextran 500 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr

2.5 Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)


Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Biologis
Pada Wajah Kerusakan mukosa Oedema laring Obstruksi jalan nafas Gagal nafas MK: Jalan nafas tidak efektif Di ruang tertutup Keracunan gas CO CO mengikat Hb Hb tidak mampu mengikat O2 Hipoxia otak

LUKA BAKAR
Kerusakan kulit Penguapan meningkat
Peningkatan pembuluh darah kapiler

Psikologis

MK: Gangguan Konsep diri Kurang pengetahuan Anxietas

Masalah Keperawatan: Resiko tinggi terhadap infeksi Gangguan rasa nyaman Ganguan aktivitas Kerusakan integritas kulit

Ektravasasi cairan (H2O, Elektrolit, protein)

Tekanan onkotik menurun. Tekanan hidrostatik meningkat


Cairan intravaskuler menurun Hipovolemia dan hemokonsentrasi Gangguan sirkulasi makro
Masalah Keperawatan: Kekurangan volume cairan Gangguan perfusi jaringan

Gangguan perfusi organ penting


GI Traktus

Gangguan sirkulasi seluler Hepar Pelepasan katekolamin Hipoxia hepatik Gagal hepar MK: Perubahan nutrisi Neurologi Gangguan Neurologi Hambahan pertumbuhan Imun Daya tahan tubuh menurun Gangguan perfusi Laju metabolisme meningkat Glukoneogenesis glukogenolisis

Otak Hipoxia Sel otak mati

Kardiovaskuler Kebocoran kapiler Penurunan curah jantung Gagal jantung

Ginjal Hipoxia sel ginjal Fungsi ginjal menurun Gagal ginjal

Dilatasi lambung

Gagal fungsi sentral

MULTI SISTEM ORGAN FAILURE 8

2.7 Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar Tingkatan hipovolemik Perubahan ( s/d 48-72 jam pertama) Mekanisme Dampak dari Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsentr cairan insterstitial. asi oedem pada ekstraseluler lokasi luka bakar. Fungsi Aliran darah renal Oliguri. renal. berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang. Kadar Na+ direabsorbsi Defisit sodium. sodium/natri oleh ginjal, tapi um. kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem. Kadar K+ dilepas sebagai Hiperkalemi potassium. akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang. Kadar protein. Kehilangan protein Hipoproteinem ke dalam jaringan ia. akibat kenaikan permeabilitas. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan. Metabolisme anaerob karena Keseimbangan nitrogen negatif. Tingkatan diuretik (12 jam 18/24 jam pertama) Mekanisme Dampak dari Interstitial ke Hemodilusi. vaskuler. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Kehilangan sodium Diuresis.

Defisit sodium.

Hipokalemi.

Hipoproteine mia.

Keseimbang an nitrogen.

Keseimbanga n nitrogen negatif.

Keseimbnag an asam

Asidosis metabolik.

Asidosis metabolik.

basa.

Respon stres.

perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.

bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolism e disertai peningkatan produk akhir metabolisme.

Aliran darah renal berkurang.

Eritrosit Lambung.

Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.

Luka bakar termal. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Disfungsi jantung.

Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Akut dilatasi dan paralise usus.

Stres karena luka.

Hemokonsentr asi. Peningkatan jumlah cortison.

Jantung.

Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.

CO menurun.

10

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian a) Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. b) Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). c) Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. d) Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. e) Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. f) Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan.

11

Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). g) Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. h) Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). i) Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung

12

gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). j) Pemeriksaan diagnostik: a. LED: mengkaji hemokonsentrasi. b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap. d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal. e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap. g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

13

3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas . 2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. 3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. 5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. 6. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit. 3.3 Rencana Intervensi 1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas . Tujuan :Bersihan jalan nafas tetap efektif. Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis. Intervensi Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda. obstruksi obstruksi

14

Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering. Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril. Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik. Rasional Dugaan cedera inhalasi Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik. Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar. Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida. Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher. Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret. Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan

risiko edema paru.

15

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan

cairan melalui rute abnormal. Tujuan : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik. Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam. Intervensi Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan

hemates sesuai indikasi dan perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak serta timbang berat badan setiap hari Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
Selidiki perubahan mental serta lakukan program kolaborasi

Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam. Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ). Berikan obat sesuai idikasi : Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)
Pantau: Tanda-tanda vital serta pada penerimaan rumah sakit, lepaskan

semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar. Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap. Rasional Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.

16

Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine. Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama). Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine. Memungkinkan infus cairan cepat. Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi. Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit. Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis. Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster. Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. 3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat. Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.

17

Intervensi : Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum. Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium). Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring. Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis. Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Tujuan : Pasien bebas dari infeksi. Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik. Intervensi : Pantau: Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.,Suhu setiap 4 jam.,Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.

18

Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Rasional: Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan. Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi. Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri. 5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan. Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks. Intervensi : Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas. Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan. Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan. Rasional: Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.

19

Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas. Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara. 6. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit. Tujuan : Memumjukkan regenerasi jaringan Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar. Intervensi : Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan. Lakukan program kolaborasi : Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Rasional: Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft. Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit. Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi. Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.

20

BAB IV PENUTUP 4.1 Keimpulan Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). Etiologi dar luka bakar yaitu Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn), Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn), Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury).

4.2 Saran
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti

tentang

rencana

keperawatan

pada

pasien

dengan

luka

bakar,

pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan luka bakar

maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami Apendisitis.

21

3. Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 1328. Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 779. Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia. Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 401.

22

You might also like