You are on page 1of 50

2.1. Konsep Dasar 2.2.

1 Pengertian Tumor adalah menempati area suatu benjolan atau struktur yang pada tubuh, dan merupakan

tertentu

neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas (FKUI, 2008 : 268). Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan

pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Gale, 2000 : 177). Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805). Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan

sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143). Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). 2.2.2 Etiologi Terdapat empat etiologi utama kanker (Davey, 2006 : 334) yaitu : 2.2.21Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani. 2.2.22Kelainan kolon 2.2.2.21Adenoma di kolon : degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma.

2.2.2.22Familial poliposis : polip di usus mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma. 2.2.2.23Kondisi ulserative Penderita colitis ulserativa menahun mempunyai risiko terkena karsinoma kolon.

2.2.23Genetik Anak yang berasal dari orangtua yang menderita

karsinoma kolon mempunyai frekuensi 3 kali lebih banyak daripada anak anak yang orangtuanya sehat (FKUI, 2001 : 207).

2.2.3 Patofisiologi kanker kolon 2.2.3.1 Anatomi Fisiologi Kolon Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Pada mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang (transverse), kolon menurun

(descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan "kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon kiri"

(http://id.wikipedia.org).

Gambar : usus halus dan usus besar

2.2.3.2Patologi Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut

adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi

menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian

dari usus besar (Davey, 2006 : 335). Kanker kolon dan rektum terutama (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus).

Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati). Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu : 2.2.3.2.1 Secara infiltratif langsung ke struktur seperti kemih. 2.2.3.2.2 Melalui pembuluh limfe ke yang ke berdekatan, kandung

dalam

kelenjar limfe perikolon dan mesokolon. 2.2.3.2.3 Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena darah kolon ke

mengalirakan system portal. 2.2.3.2.4 Penyebaran transperitoneal

secara

2.2.3.2.5

Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau drain. Pertumbuhan lokasi kanker

menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi

kanker dapat menyebabkan perforasi timbulnya dan abses, serta pada

metastase

jaringan lain (Gale, 2000 : 177).

Tumbuh lambat Stadium pertumbuhan sel Pertumbuhan tidak teratur, tidak berbatas tegas awal membentukyang tidakyang tumbuh sangat cepat). polip (sel ganas/adenoma Tumbuh cepat / membelah diri Tidak bermutasi ke gen vital jaringan biologis lainnya dan atau dan fungsi lainnya. Tumor merusak jinak bersifat Meng-invasi yang mengontrol pembagian sel, bermetastasis Tumor bersifat ganas Tidak mutasiDNA di gen vital Merusak DNA r membentuk simpai (jaringan pembungkus), berbatas tegas dengan jaringan sehat (tidak meng-invasi/bermetastasis) k,

Patways Carsinoma Colon

Tumbuh / berkembangnya sel tumor

tte, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC : Jakarta. Dapat dikeluarkan dengankerusakan alat tubuh dan penurunan fungsi tubuh cara operasi

2.2.4 Klasifikasi Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI, 2001 : 209) : A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis. B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa. B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria. C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu sampai empat buah. C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah. D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasi lagi. 2.2.5 Manifestasi Klinis kanker kolon Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi.

Adanya

perubahan

dalam

defekasi,

darah

pada

feses,

konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi. 2.2.5.1 Kanker kolon kanan, dimana isi kolon tetap lanjut. berupa caiaran, hingga cenderung stadium

tersamar Sedikit

kecenderungan karena

menimbulkan

obstruksi,

lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat

perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat,

karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon

kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang

kadang pada epigastrium. 2.2.5.2 Kanker kolon kiri dan rectum

cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan Pertumbuhan darah pada kronik. atau

sigmoid

rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena,

menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian atau bawah, sering sebagai

keinginan berkemih

defekasi dapat

timbul

akibat tekanan pada alat alat

tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah

evakuasi feses yang tidak lengkap setelah diare defekasi, bergantian, konstipasi serta dan feses

berdarah (Gale, 2000).

2.2.6 Stadium Klinis Tabel : stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan

dengan system TMN (Tambayong, 2000 : 143). TIS T1 T2 T3 T4 N M Carcinoma in situ Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler Sudah mengenai otot dinding Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke sekitar Sama dengan T3 dengan fistula Limfonodus terkena Ada metastasis

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1.3Endoskopi : pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. 2.2.7.2 Radiologis Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain

adalah foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru. 2.2.7.3 Ultrasonografi (USG)

Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati. 2.2.7.4 Histopatologi

Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel. 2.2.7.5 Laboratorium

Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). 2.2.8 Penatalaksanaan Medis Bila sudah pasti karsinima kolon, maka kemungkinan pengobatan adalah sebagai berikut : 2.2.8.1Pembedahan (Operasi)

Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker. 2.2.8.2Penyinaran (Radioterapi) Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel

berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan. 2.2.8.3kemotherapy Chemotherapy memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat

chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek

yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan 2.3.1 Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan 10). Pengkajian pasien Post Operatif Ca Colon (Doenges, secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 :

1999) adalah meliputi : 2 Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK,

edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

Integritas Ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factorfaktor stress multiple, misalnya financial,

hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan

ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.

Makanan / cairan Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi ; untuk

hipoglikemia/ketoasidosis)

malnutrisi

(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode

puasa pra operasi). 2 Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. 2 Keamanan Gejala : alergi/sensitive plester, dan terhadap larutan risiko ; obat, Defisiensi makanan, immune dan

(peningkaan penundaan

infeksi ;

sitemik

penyembuhan)

Munculnya

kanker /terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. 2 Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic,

antihipertensi, antidisritmia, dekongestan,

kardiotonik bronchodilator, analgesic,

glokosid, diuretic, antiinflamasi,

antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan

rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan koagulasi dan ginjal, pilihan yang mempengaruhi dan juga

anastesia,

potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

2.3.2

Analisis Data, Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Post operatif kanker kolon (Wilkinson, 2006 : 621) meliputi :

2.2.2.1

Pola

nafas,

tidak

efektif

berhubungan

dengan

imobilitas, dan kondisi pascaanastesi. 2.2.2.2 Perubahan perubahan proses kimia pikir berhubungan penggunaan dengan obat-obat

misalnya

farmasi, hipoksia; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya stimulus sensori yang berlebihan ; stress

fisiologis. 2.2.2.3 Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah. 2.2.2.4 Nyeri trauma berhubungan dengan insisi pembedahan, yang terus-

muskuloskletal,

kehancuran

menerus (misalnya, lokalisasi). 2.2.2.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik/nyeri. 2.2.2.6 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. 2.2.2.7 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan. 2.2.2.8 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual/muntah. 2.2.2.9 Konstipasi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat, kelemahan otot abdomen sekunder akibat mekanisme kanker kolon. 2.2.2.10 Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap

konsep diri, ancaman terhadap perubahan status

kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi. 2.2.2.11 Gangguan pembedahan, budaya atau citra efek tubuh berhubungan penanganan, berpengaruh dengan factor pada

samping yang

spiritual

perubahan penampilan. 2.2.2.12 Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan

tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi

pembedahan. 2.2.2.13 Kurang pengetahuan tentang kondisi luka, prognosis dan pengobaatan berhubungan dengan kurang

terpajan informasi, keterbatasan kognitif.

2.3.3

Tujuan, Intervensi, Implementasi Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan

keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994 : 20). Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap

perencanaan (Effendi ,1995 : 40).

Intervensi kanker kolon

keperawatan

pada pasien NOC dan

post

Operasi NIC

dengan criteria

intervensi

(Wilkinson, 2006) meliputi : 2.3.3.1 Pola nafas, tidak efektif adalah inspirasi dan/atau

ekspirasi yang tidak member ventilasi yang adekuat. Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya. Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi

dan kedalaman pernapasan. Intervensi 2.3.3.11Pertahankan dengan memiringkan jalan kepala, udara pasien

hiperekstensi

rahang, aliran udara faringeal oral. R : mencegah obstruksi jalan napas. 2.3.3.1.1Auskultasi suara napas. R : indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan. 2.3.3.1.2Observasi pernapasan, frekuensi pemakaian dan kedalaman bantu

otot-otot

pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung, warna kulit, dan

aliran udara. R : dilakukan efektivitas untuk memastikan sehingga upaya

pernapasan

memperbaikinya dapat segerra dilakukan. 2.3.3.1.3Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan dan jenis pembedahan. R : elevasi kepala dan posisi miring akan

mencegah terjadinya aaspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan

menurunkan tekanan pada diafragma. 2.3.3.1.4Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada periode pascaoperasi. R : ventilasi alveolus, meningkatkan dalam yang aktif membuka sekresi, oksigen,

mengeluarkan pengangkutan

membuang gas anastesi ; batuk membantu mengeluarkan pernapasan. 2.3.3.1.5Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan. sekresi dari sistem

R : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakhea. 2.3.3.1.6Kolaborasi, kebutuhan. R: dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong pemberian oksigen sesuai

pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi.

2.3.3.2 Perubahan proses pikir adalah suatu kondisi gangguan aktivitas dan kerja kognitif (misalnya, pikiran sadar,

orientasi realita, pemecahan masalah, dan penilaian) yang terjadi pada individu. Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran. Kriteria hasil : pasien diri mampu dan mengenali sumber

keterbatasan

mencari

bantuan sesuai kebutuhan. Intervensi 2.3.3.2.1Orientasikan kembali pasien secara terus

menerus setelah keluar dari pengaruh anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan. R : karena pasien telah meningkat

kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan membantu menghilangkan ansietas. 2.3.3.2.2Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar penuh akan apa yang diucapkan. R : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih. 2.3.3.2.3Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai. R : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur dilakukan. 2.3.3.2.4Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan. R : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya cedera pada

kepala

dan

ekstremitas perlawanan

bila selama

pasien masa

melakukan disorientasi. 2.3.3.2.5Periksa kateter, aliran bila

infus,

selang dan

endotrakeal, pastikan

dipasang

kepatenannya. R : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya,

terlepas, atau tertekuk. 2.3.3.2.6Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman. R : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi disosiasi obatobatan anastesi yang telah diberikan.

2.3.33Kekurangan

volume

cairan,

resiko tinggi adalah suatu kondisi individu yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau

intraselular. Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.

Kriteria hasil :

tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi

(tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai). Intervensi 2.3.3.1.1Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi. R: dokumentasi membantu yang akurat akan

dalam

mengidentifikasi

pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi

intervensi. 2.3.3.1.2Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan. R: mungkin ataupun akan terjadi setelaha penurunan prosedur

penghilangan

pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius. 2.3.3.1.3Pantau tanda-tanda vital. R : hipotensi, takikardia, peningkatan kekurangan

pernapasan

mengindikasikan

kekurangan cairan. 2.3.3.1.4Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan dan jenis pembedahan. R : elevasi kepala dan posisi miring akan

mencegah terjadinya aaspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan

menurunkan tekanan pada diafragma. 2.3.3.1.5Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya

pembengkakan. R : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi. 2.3.3.1.6Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. R : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan. 2.3.3.1.7Kolaborasi, berikan cairan parenteral,

produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika

diperluakan. R: gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu

penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.

2.3.34Nyeri sensori serta

adalah emosi dan

pengalaman yang tidak

menyenangkan

meningkat

akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di

antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan. Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang. Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat

beristirahat/tidur

dan

melakukan

pergerakkan yang berarti sesuai toleransi. Intervensi 2.3.3.4.3Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan intensiitas (0-10). R: sediakan informasi mengenai

kebutuhan/efektivitas intervensi. 2.3.3.4.4Catat munculnya rasa cemas/takut dan

hubungkan dengan lingkungan dan persiapan untuk prosedur. R: perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat (misalnya

apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit. 2.3.3.4.5Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit. R : dapat mengindikasikan rasa sakit akut

dan ketidaknyamanan. 2.3.3.4.6Berikan informasi mengenai sifat

ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan. R : pahami penyebab ketidaknyamanan,

sediakan jaminan emosional. 2.3.3.4.7Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi Fowler ; miring. R : mungkin mengurangi rasa sakit dan

meningkatkan sirkulasi. Posisi semi Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung artritis, sedangkan

miring mengurangi tekanan dorsal. 2.3.3.4.8Observasi efek analgetik. R : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efekefek sinergistik dengan zat-zat anastesi. 2.3.3.4.9Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan. R: analgetik mencapai pusat IV akan dengan segera

rasa

saki,

menimbulkan dengan obat

penghilang yang lebih efektif dosis kecil.

2.3.35Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan tidak seorang individu yang energi

cukup

mempunyai

fisiologis bertahan

atau

psikologis

untuk

atau

memenuhi

kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk

beraktivitas. Kriteria hasil : perilaku untuk menampakan memenuhi

kemampuan kebutuhan diri.

- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan dibantu. - Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik. Intervensi 2.3.3.5.1Rencanakan periode istirahat yang cukup. R: mengurangi diperlukan, dan aktivitas energi yang tidak dapat beberapa aktivitas tanpa

terkumpul

digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal. 2.3.3.5.2Berikan latihan aktivitas secara bertahap. R: tahapan-tahapan yang diberikan

membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini. 2.3.3.5.3Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan. R: mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali. 2.3.3.5.4Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien. R: menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

2.3.36Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam

kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : penampilan yang seimbang.. pergerakkan dan

- melakukan

perpindahan. - mempertahankan yang dapat di mobilitas toleransi, optimal dengan

karakteristik : 0 1 = = mandiri penuh memerlukan alat

bantu. 2 = memerlukan

bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengajaran. 3 = membutuhkan pengawasan, dan

bantuan dari orang lain dan alat bantu. 4 tidak = ketergantungan; berpartisipasi dalam

aktivitas. Intervensi 2.3.3.5.1Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R: mengidentifikasi masalah,

memudahkan intervensi. 2.3.3.5.2Tentukan tingkat motivasi pasien dalam

melakukan aktivitas. R: mempengaruhi kemampuan aktivitas penilaian apakah terhadap karena

ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. 2.3.3.5.3Ajarkan dan pantau pasien dalam hal

penggunaan alat bantu. R: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. 2.3.3.5.4Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R: mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. 2.3.3.5.5Kolaborasi okupasi. R: sebagai mengembangkan suaatu sumber untuk dan mobilitas dengan ahli terapi fisik atau

perencanaan

mempertahankan/meningkatkan pasien. 2.3.37Kerusakan adalah keadaan

integritas kulit

kulit

seseorang

yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi

seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi 2.3.3.5.1Kaji kulit dan identifikasi pada tahap

perkembangan luka. R: mengetahui sejauh mana

perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. 2.3.3.5.2Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka. R: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. 2.3.3.5.3Pantau peningkatan suhu tubuh. R: suhu tubuh yang meningkat dapat

diidentifikasikan peradangan. 2.3.3.5.4Berikan

sebagai

adanya

proses

perawatan

luka

dengan

tehnik

aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. 2.3.3.5.5Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi

tindakan lanjutan, misalnya debridement. R: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. 2.3.3.5.6Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. 2.3.3.5.7Kolaborasi indikasi. R: antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang pemberian antibiotik sesuai

berisiko terjadi infeksi.

2.3.38Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan individu yang mengalami

kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Tujuan : klien mampu mempertahankan dan meningkatkan intake nutrisi. Kriteria hasil : klien akan memperlihatkan perilaku atau meningkatkan

mempertahankan

berat badan dengan nilai laboratorium normal. - klien mengerti dan mengikuti anjuran diet. - melaporkan makanan. - tidak ada mual/muntah. Intervensi 2.3.3.8.1Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien R : menganalisa penyebab melaksanakan peningkatan intake

intervensi. 2.3.3.8.2Perkirakan/hitung pemasukan kalori, jaga

komentar tentang nafsu makan sampai minimal. R : Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan

nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana masukan. 2.3.3.8.3Timbang berat badan sesuai indikasi. R : Mengawasi keefektifan secara diet. negatif dan mempengaruhi

2.3.3.8.4Anjurkan makan sedikit tapi sering. R : Tidak memberi rasa bosan dan

pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan. 2.3.3.8.5Anjurkan kebersihan oral sebelum makan. R : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan. 2.3.3.8.6Tawarkan minum saat makan bila toleran. R : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas. 2.3.3.8.7Konsultasi tentang kesukaan/ketidaksukaan klien yang menyebabkan distres. R : Melibatkan pasien dalam perencanaan,

memampukan pasien memiliki rasa kontrol

dan mendorong untuk makan. 2.3.3.8.8Kolaborasi ahli gizi pemberian makanan yang bervariasi. R : Makanan yang bervariasi dapat

meningkatkan nafsu makan klien. 2.3.3.8.9Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen dan obat-obatan, serta kebutuhan nutrisi parenteral dan pemasang pipa lambung. R : menstimulasi mempertahankan adekuat. nafsu intake makan nutrisi dan yang

2.3.39Konstipasi

adalah

suatu

penurunan frekuensi defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses kering. Tujuan : pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; feses lembut dan berbentuk. Kriteria hasil : klien akan menunjukkan yang sangat keras dan

pengetahuan

akan

program

defekasi

yang dibutuhkan. Melaporkan keluarnya feses dengan

berkurangnya nyeri dan mengejan. Intervensi 2.3.3.9.1Kaji warna dan konsistensi feses, frekuensi, keluarnya flatus, bising usus dan nyeri terkan abdomen. R : penting untuk menilai keefektifan rencana

intervensi, selanjutnya.

dan

memudahkan

2.3.3.9.2Pantau tanda gejala rupture usus dan/atau peritonitis. R : keadaan ini dapat menjadi penyebab

kelemahan otot abdomen dan penurunan peristaltic usus, yang dapat menyebakan konstipasi. 2.3.3.9.3Kaji factor penyebab konstipasi. R : mengetahui dengan jelas factor

penyebab memudahkan pilihan intervensi yang tepat. 2.3.3.9.4Ajarkan klien dalam bantuan eleminasi

defekasi. R : akan meningkatkan pola defekasi

yang optimal. 2.3.3.9.5Anjurkan klien untuk menghindari mengejan selama defekasi. R : mencegah terjadi perubahan tanda

vital, sakit kepala atau perdarahan. 2.3.3.9.6Konsultasikan pada ahli gizi untuk

meningkatkan serat dan cairan dalam diet. R : pada keadaan kekurangan serat dan

cairan. 2.3.3.9.7Konsultasikan dengan dokter untuk

memberikan bantuan eleminasi, seperti : diet, pelembut feses, enema dan laksatif. R : merupakan dalam tindakan memberikan dependent bantuan

perawat

defekasi kepada klien.

2.3.310Ansietas keresahan, ketidaknyamanan

adalah

suatu perasaan

yang

tidak

mudah atau dread yang disertai

dengan

respons

autonomis

sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan disebabkan terhadap khawatir oleh bahaya.ini yang antisipasi merupakan

tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan untuk untuk

memampukan membuat

individu

pengukuran

mengatasi ancaman. Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol. Kriteria hasil : klien mampu merencanakan

strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress. - klien mampu mempertahankan

penampilan peran. - klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori. - klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik. - tidak ada manifestasi perilaku akibat

kecemasan. Intervensi 2.3.3.10.1Kaji dan dokumentasikan tingkat

kecemasan pasien. R : memudahkan intervensi. 2.3.3.10.2Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu. R : mempertahankan adaftif, mekanisme koping

meningkatkan

kemampuan

mengontrol ansietas. 2.3.3.10.3Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan

yang dirasakan. 2.3.3.10.4Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapanharapan yang positif terhadap terapy yang di jalani. R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme

koping yang dibutuhkan untuk mengurangi

kecemasan. 2.3.3.10.5Berikan meneruskan penguatan aktivitas yang positif untuk

sehari-hari

meskipun

dalam keadaan cemas. R : menciptakan rasa percaya dalam diri

pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan

pengakuan orang lain atas kemampuannya. 2.3.3.10.6Anjurkan pasien untuk menggunakan

teknik relaksasi. R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman. 2.3.3.10.7Sediakan benar) informasi factual dan (nyata dan

kepada

pasien

keluarga dan

menyangkut prognosis.

diagnosis,

perawatan

R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan. 2.3.3.10.8Kolaborasi pemberian obat anti ansietas. R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

2.3.311Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang. Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh. Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh. - memiliki keinginan untuk menyentuh

bagian tubuh yang mengalami gangguan. - menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh. Intervensi 2.3.3.11.1Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya. R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh. 2.3.3.11.2Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh. R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya. 2.3.3.11.3Dengarkan pasien dan keluarga secara

aktif,

dan

akui

realitas

adanya

perhatian

terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis. R : meningkatkan perasaan berarti,

memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan. 2.3.3.11.4Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien. R : menciptakan suasana saling percaya,

meningkatkan harga diri berarti dalam diri pasien.

dan perasaan

2.3.312Risiko dengan pertahanan

infeksi tidak perifer,

berhubungan adekuatnya perubahan

sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan

kerusakan kulit. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil : seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal tidak ada tanda-tanda infeksi

atau dapat ditoleransi. Intervensi 2.3.3.12.1Pantau tanda-tanda vital. R : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. 2.3.3.12.2Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R : mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. 2.3.3.12.3Lakukan perawatan terhadap prosedur

inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. R : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. 2.3.3.12.4Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. R : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. 2.3.3.12.5Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.

2.3.313Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan adalah suatu keadaan dimana klien tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakitnya, dapat disebabkan informasi karena atau keterbatasan keterbatasan

kognitif individu. Tujuan : klien dan keluarga mengerti tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan. Kriteri hasil : klien dan keluarga

menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan. Intervensi 2.3.3.13.1Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penyakit dan kebutuhan pengobatan. R : Klien dapat memahami penyakit dan dapat merencanakan pengobatan. 2.3.3.13.2Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi keadaan sakit. R : mengurangi kecemasan dan memberikan penerimaan pada diri sendiri.

2.3.3.13.3Diskusikan kebutuhan terapy selanjutnya, serta keuntungan dan kerugian dari tindakan yang akan dilakukan. R : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

2.3.5

Evaluasi Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan

dimana

taraf

keberhasilan

dalam

pencapaian

tujuan

keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Operatif kanker kolon meliputi : 2.3.5.1 Menetapkan normal/efektif pola dan napas bebas yang dari

sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya. 2.3.5.2 2.3.5.3 Meningkatkan tingkat kesadaran. Keseimbangan adekuat. 2.3.5.4 Pasien mengatakan bahwa rasa cairan tubuh

nyeri telah terkontrol atau hilang. 2.3.5.5 Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. 2.3.5.6 Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. 2.3.5.7 Mencapai penyembuhan luka pada

waktu yang sesuai. 2.3.5.8 Klien mampu mempertahankan dan meningkatkan intake nutrisi. 2.3.5.9 Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; feses lembut berbentuk. 2.3.5.10 2.3.5.11 Ansietas berkurang/terkontrol. Pasien positif memiliki terhadap persepsi penampilan yang dan dan

fungsi tubuh. 2.3.5.12 2.3.5.13 Infeksi tidak terjadi / terkontrol. Klien tentang dan keluarga mengerti dan

penyakit,

prognosis

kebutuhan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta. Boyle P, Langman, J.S. 2000. ABC of colorectal cancer. Epidemiology. BMJ : GLOBOCAN. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine ; 64 manifestasi klinis dan 146 penyakit medis. Erlangga : Jakarta. Effendi, Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta. Ferlay, J. F. Bray, P. Pisani and Parkin, D.M. 2002. Cancer Incidence, Mortality and Prevalence. IARCPress : GLOBOCAN.

Ferlay, J. F. Bray, P. Pisani and Parkin, D.M. 2004. Worldwide Cancer Base No. 5. version 2.0. IARCPress : Lyon.

IARC

FKUI. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II Ed 3. FKUI : Jakarta. FKUI. 2008. Kamus Kedokteran, Ed. 5. FKUI : Jakarta. Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. KeperawatanOnkologi. EGC : Jakarta. Rencana Asuhan

http://id.wikipedia.org/wiki/Usus_besar Juni 2008 anatomi fisiologi usus. http://www.roche.co.id/bahasa/disease/disease_colorectal_cancer_id.htm Juni 2008 kanker kolorektal. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta. Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC : Jakarta. Tambayong, Jan, dr. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta. Wilkinson, Judit M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC, Ed.7. EGC : Jakarta.

You might also like