Professional Documents
Culture Documents
1 Pengertian Tumor adalah menempati area suatu benjolan atau struktur yang pada tubuh, dan merupakan
tertentu
neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas (FKUI, 2008 : 268). Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Gale, 2000 : 177). Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805). Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan
sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143). Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). 2.2.2 Etiologi Terdapat empat etiologi utama kanker (Davey, 2006 : 334) yaitu : 2.2.21Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani. 2.2.22Kelainan kolon 2.2.2.21Adenoma di kolon : degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma.
2.2.2.22Familial poliposis : polip di usus mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma. 2.2.2.23Kondisi ulserative Penderita colitis ulserativa menahun mempunyai risiko terkena karsinoma kolon.
karsinoma kolon mempunyai frekuensi 3 kali lebih banyak daripada anak anak yang orangtuanya sehat (FKUI, 2001 : 207).
2.2.3 Patofisiologi kanker kolon 2.2.3.1 Anatomi Fisiologi Kolon Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Pada mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang (transverse), kolon menurun
(descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan "kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon kiri"
(http://id.wikipedia.org).
2.2.3.2Patologi Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut
adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi
dari usus besar (Davey, 2006 : 335). Kanker kolon dan rektum terutama (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus).
Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati). Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu : 2.2.3.2.1 Secara infiltratif langsung ke struktur seperti kemih. 2.2.3.2.2 Melalui pembuluh limfe ke yang ke berdekatan, kandung
dalam
kelenjar limfe perikolon dan mesokolon. 2.2.3.2.3 Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena darah kolon ke
secara
2.2.3.2.5
Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau drain. Pertumbuhan lokasi kanker
menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi
metastase
Tumbuh lambat Stadium pertumbuhan sel Pertumbuhan tidak teratur, tidak berbatas tegas awal membentukyang tidakyang tumbuh sangat cepat). polip (sel ganas/adenoma Tumbuh cepat / membelah diri Tidak bermutasi ke gen vital jaringan biologis lainnya dan atau dan fungsi lainnya. Tumor merusak jinak bersifat Meng-invasi yang mengontrol pembagian sel, bermetastasis Tumor bersifat ganas Tidak mutasiDNA di gen vital Merusak DNA r membentuk simpai (jaringan pembungkus), berbatas tegas dengan jaringan sehat (tidak meng-invasi/bermetastasis) k,
tte, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC : Jakarta. Dapat dikeluarkan dengankerusakan alat tubuh dan penurunan fungsi tubuh cara operasi
2.2.4 Klasifikasi Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI, 2001 : 209) : A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis. B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa. B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria. C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu sampai empat buah. C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah. D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasi lagi. 2.2.5 Manifestasi Klinis kanker kolon Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi.
Adanya
perubahan
dalam
defekasi,
darah
pada
feses,
konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi. 2.2.5.1 Kanker kolon kanan, dimana isi kolon tetap lanjut. berupa caiaran, hingga cenderung stadium
tersamar Sedikit
kecenderungan karena
menimbulkan
obstruksi,
lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat
perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat,
karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon
kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang
cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan Pertumbuhan darah pada kronik. atau
sigmoid
menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian atau bawah, sering sebagai
keinginan berkemih
defekasi dapat
timbul
tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah
evakuasi feses yang tidak lengkap setelah diare defekasi, bergantian, konstipasi serta dan feses
2.2.6 Stadium Klinis Tabel : stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan
dengan system TMN (Tambayong, 2000 : 143). TIS T1 T2 T3 T4 N M Carcinoma in situ Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler Sudah mengenai otot dinding Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke sekitar Sama dengan T3 dengan fistula Limfonodus terkena Ada metastasis
1.3Endoskopi : pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. 2.2.7.2 Radiologis Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain
adalah foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru. 2.2.7.3 Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati. 2.2.7.4 Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel. 2.2.7.5 Laboratorium
Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). 2.2.8 Penatalaksanaan Medis Bila sudah pasti karsinima kolon, maka kemungkinan pengobatan adalah sebagai berikut : 2.2.8.1Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker. 2.2.8.2Penyinaran (Radioterapi) Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel
berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan. 2.2.8.3kemotherapy Chemotherapy memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat
chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan 2.3.1 Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan 10). Pengkajian pasien Post Operatif Ca Colon (Doenges, secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 :
edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
Integritas Ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factorfaktor stress multiple, misalnya financial,
hipoglikemia/ketoasidosis)
malnutrisi
puasa pra operasi). 2 Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. 2 Keamanan Gejala : alergi/sensitive plester, dan terhadap larutan risiko ; obat, Defisiensi makanan, immune dan
(peningkaan penundaan
infeksi ;
sitemik
penyembuhan)
Munculnya
kanker /terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. 2 Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic,
antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan koagulasi dan ginjal, pilihan yang mempengaruhi dan juga
anastesia,
2.3.2
Analisis Data, Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Post operatif kanker kolon (Wilkinson, 2006 : 621) meliputi :
2.2.2.1
Pola
nafas,
tidak
efektif
berhubungan
dengan
imobilitas, dan kondisi pascaanastesi. 2.2.2.2 Perubahan perubahan proses kimia pikir berhubungan penggunaan dengan obat-obat
misalnya
farmasi, hipoksia; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya stimulus sensori yang berlebihan ; stress
fisiologis. 2.2.2.3 Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah. 2.2.2.4 Nyeri trauma berhubungan dengan insisi pembedahan, yang terus-
muskuloskletal,
kehancuran
menerus (misalnya, lokalisasi). 2.2.2.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik/nyeri. 2.2.2.6 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. 2.2.2.7 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan. 2.2.2.8 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual/muntah. 2.2.2.9 Konstipasi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat, kelemahan otot abdomen sekunder akibat mekanisme kanker kolon. 2.2.2.10 Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap
kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi. 2.2.2.11 Gangguan pembedahan, budaya atau citra efek tubuh berhubungan penanganan, berpengaruh dengan factor pada
samping yang
spiritual
tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan. 2.2.2.13 Kurang pengetahuan tentang kondisi luka, prognosis dan pengobaatan berhubungan dengan kurang
2.3.3
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994 : 20). Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
keperawatan
post
Operasi NIC
dengan criteria
intervensi
(Wilkinson, 2006) meliputi : 2.3.3.1 Pola nafas, tidak efektif adalah inspirasi dan/atau
ekspirasi yang tidak member ventilasi yang adekuat. Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya. Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi
dan kedalaman pernapasan. Intervensi 2.3.3.11Pertahankan dengan memiringkan jalan kepala, udara pasien
hiperekstensi
rahang, aliran udara faringeal oral. R : mencegah obstruksi jalan napas. 2.3.3.1.1Auskultasi suara napas. R : indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan. 2.3.3.1.2Observasi pernapasan, frekuensi pemakaian dan kedalaman bantu
otot-otot
pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung, warna kulit, dan
pernapasan
memperbaikinya dapat segerra dilakukan. 2.3.3.1.3Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan dan jenis pembedahan. R : elevasi kepala dan posisi miring akan
mencegah terjadinya aaspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada diafragma. 2.3.3.1.4Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada periode pascaoperasi. R : ventilasi alveolus, meningkatkan dalam yang aktif membuka sekresi, oksigen,
mengeluarkan pengangkutan
membuang gas anastesi ; batuk membantu mengeluarkan pernapasan. 2.3.3.1.5Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan. sekresi dari sistem
R : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakhea. 2.3.3.1.6Kolaborasi, kebutuhan. R: dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong pemberian oksigen sesuai
2.3.3.2 Perubahan proses pikir adalah suatu kondisi gangguan aktivitas dan kerja kognitif (misalnya, pikiran sadar,
orientasi realita, pemecahan masalah, dan penilaian) yang terjadi pada individu. Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran. Kriteria hasil : pasien diri mampu dan mengenali sumber
keterbatasan
mencari
menerus setelah keluar dari pengaruh anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan. R : karena pasien telah meningkat
kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan membantu menghilangkan ansietas. 2.3.3.2.2Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar penuh akan apa yang diucapkan. R : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih. 2.3.3.2.3Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai. R : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur dilakukan. 2.3.3.2.4Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan. R : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya cedera pada
kepala
dan
ekstremitas perlawanan
bila selama
pasien masa
infus,
selang dan
endotrakeal, pastikan
dipasang
kepatenannya. R : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya,
terlepas, atau tertekuk. 2.3.3.2.6Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman. R : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi disosiasi obatobatan anastesi yang telah diberikan.
2.3.33Kekurangan
volume
cairan,
resiko tinggi adalah suatu kondisi individu yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau
Kriteria hasil :
(tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai). Intervensi 2.3.3.1.1Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi. R: dokumentasi membantu yang akurat akan
dalam
mengidentifikasi
intervensi. 2.3.3.1.2Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan. R: mungkin ataupun akan terjadi setelaha penurunan prosedur
penghilangan
pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius. 2.3.3.1.3Pantau tanda-tanda vital. R : hipotensi, takikardia, peningkatan kekurangan
pernapasan
mengindikasikan
kekurangan cairan. 2.3.3.1.4Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan dan jenis pembedahan. R : elevasi kepala dan posisi miring akan
mencegah terjadinya aaspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada diafragma. 2.3.3.1.5Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan. R : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi. 2.3.3.1.6Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. R : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan. 2.3.3.1.7Kolaborasi, berikan cairan parenteral,
produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
menyenangkan
meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan. Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang. Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat
beristirahat/tidur
dan
melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi. Intervensi 2.3.3.4.3Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan intensiitas (0-10). R: sediakan informasi mengenai
hubungkan dengan lingkungan dan persiapan untuk prosedur. R: perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat (misalnya
apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit. 2.3.3.4.5Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit. R : dapat mengindikasikan rasa sakit akut
sediakan jaminan emosional. 2.3.3.4.7Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi Fowler ; miring. R : mungkin mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan sirkulasi. Posisi semi Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung artritis, sedangkan
miring mengurangi tekanan dorsal. 2.3.3.4.8Observasi efek analgetik. R : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efekefek sinergistik dengan zat-zat anastesi. 2.3.3.4.9Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan. R: analgetik mencapai pusat IV akan dengan segera
rasa
saki,
2.3.35Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan tidak seorang individu yang energi
cukup
mempunyai
fisiologis bertahan
atau
psikologis
untuk
atau
memenuhi
kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan dibantu. - Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik. Intervensi 2.3.3.5.1Rencanakan periode istirahat yang cukup. R: mengurangi diperlukan, dan aktivitas energi yang tidak dapat beberapa aktivitas tanpa
terkumpul
digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal. 2.3.3.5.2Berikan latihan aktivitas secara bertahap. R: tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini. 2.3.3.5.3Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan. R: mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali. 2.3.3.5.4Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien. R: menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : penampilan yang seimbang.. pergerakkan dan
- melakukan
bantu. 2 = memerlukan
bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengajaran. 3 = membutuhkan pengawasan, dan
bantuan dari orang lain dan alat bantu. 4 tidak = ketergantungan; berpartisipasi dalam
aktivitas. Intervensi 2.3.3.5.1Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R: mengidentifikasi masalah,
penggunaan alat bantu. R: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. 2.3.3.5.4Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R: mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. 2.3.3.5.5Kolaborasi okupasi. R: sebagai mengembangkan suaatu sumber untuk dan mobilitas dengan ahli terapi fisik atau
perencanaan
integritas kulit
kulit
seseorang
yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi 2.3.3.5.1Kaji kulit dan identifikasi pada tahap
perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. 2.3.3.5.2Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka. R: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. 2.3.3.5.3Pantau peningkatan suhu tubuh. R: suhu tubuh yang meningkat dapat
sebagai
adanya
proses
perawatan
luka
dengan
tehnik
aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. 2.3.3.5.5Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi
tindakan lanjutan, misalnya debridement. R: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. 2.3.3.5.6Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. 2.3.3.5.7Kolaborasi indikasi. R: antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang pemberian antibiotik sesuai
2.3.38Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan individu yang mengalami
kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Tujuan : klien mampu mempertahankan dan meningkatkan intake nutrisi. Kriteria hasil : klien akan memperlihatkan perilaku atau meningkatkan
mempertahankan
berat badan dengan nilai laboratorium normal. - klien mengerti dan mengikuti anjuran diet. - melaporkan makanan. - tidak ada mual/muntah. Intervensi 2.3.3.8.1Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien R : menganalisa penyebab melaksanakan peningkatan intake
nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana masukan. 2.3.3.8.3Timbang berat badan sesuai indikasi. R : Mengawasi keefektifan secara diet. negatif dan mempengaruhi
2.3.3.8.4Anjurkan makan sedikit tapi sering. R : Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan. 2.3.3.8.5Anjurkan kebersihan oral sebelum makan. R : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan. 2.3.3.8.6Tawarkan minum saat makan bila toleran. R : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas. 2.3.3.8.7Konsultasi tentang kesukaan/ketidaksukaan klien yang menyebabkan distres. R : Melibatkan pasien dalam perencanaan,
dan mendorong untuk makan. 2.3.3.8.8Kolaborasi ahli gizi pemberian makanan yang bervariasi. R : Makanan yang bervariasi dapat
meningkatkan nafsu makan klien. 2.3.3.8.9Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen dan obat-obatan, serta kebutuhan nutrisi parenteral dan pemasang pipa lambung. R : menstimulasi mempertahankan adekuat. nafsu intake makan nutrisi dan yang
2.3.39Konstipasi
adalah
suatu
penurunan frekuensi defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses kering. Tujuan : pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; feses lembut dan berbentuk. Kriteria hasil : klien akan menunjukkan yang sangat keras dan
pengetahuan
akan
program
defekasi
berkurangnya nyeri dan mengejan. Intervensi 2.3.3.9.1Kaji warna dan konsistensi feses, frekuensi, keluarnya flatus, bising usus dan nyeri terkan abdomen. R : penting untuk menilai keefektifan rencana
intervensi, selanjutnya.
dan
memudahkan
2.3.3.9.2Pantau tanda gejala rupture usus dan/atau peritonitis. R : keadaan ini dapat menjadi penyebab
kelemahan otot abdomen dan penurunan peristaltic usus, yang dapat menyebakan konstipasi. 2.3.3.9.3Kaji factor penyebab konstipasi. R : mengetahui dengan jelas factor
penyebab memudahkan pilihan intervensi yang tepat. 2.3.3.9.4Ajarkan klien dalam bantuan eleminasi
yang optimal. 2.3.3.9.5Anjurkan klien untuk menghindari mengejan selama defekasi. R : mencegah terjadi perubahan tanda
vital, sakit kepala atau perdarahan. 2.3.3.9.6Konsultasikan pada ahli gizi untuk
meningkatkan serat dan cairan dalam diet. R : pada keadaan kekurangan serat dan
memberikan bantuan eleminasi, seperti : diet, pelembut feses, enema dan laksatif. R : merupakan dalam tindakan memberikan dependent bantuan
perawat
adalah
suatu perasaan
yang
tidak
dengan
respons
autonomis
sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan disebabkan terhadap khawatir oleh bahaya.ini yang antisipasi merupakan
tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan untuk untuk
memampukan membuat
individu
pengukuran
mengatasi ancaman. Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol. Kriteria hasil : klien mampu merencanakan
strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress. - klien mampu mempertahankan
penampilan peran. - klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori. - klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik. - tidak ada manifestasi perilaku akibat
kecemasan pasien. R : memudahkan intervensi. 2.3.3.10.2Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu. R : mempertahankan adaftif, mekanisme koping
meningkatkan
kemampuan
mengontrol ansietas. 2.3.3.10.3Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan
yang dirasakan. 2.3.3.10.4Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapanharapan yang positif terhadap terapy yang di jalani. R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme
sehari-hari
meskipun
pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan
teknik relaksasi. R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman. 2.3.3.10.7Sediakan benar) informasi factual dan (nyata dan
kepada
pasien
keluarga dan
menyangkut prognosis.
diagnosis,
perawatan
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan. 2.3.3.10.8Kolaborasi pemberian obat anti ansietas. R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2.3.311Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang. Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh. Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh. - memiliki keinginan untuk menyentuh
bagian tubuh yang mengalami gangguan. - menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh. Intervensi 2.3.3.11.1Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya. R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh. 2.3.3.11.2Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh. R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya. 2.3.3.11.3Dengarkan pasien dan keluarga secara
aktif,
dan
akui
realitas
adanya
perhatian
memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan. 2.3.3.11.4Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien. R : menciptakan suasana saling percaya,
dan perasaan
kerusakan kulit. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil : seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal tidak ada tanda-tanda infeksi
atau dapat ditoleransi. Intervensi 2.3.3.12.1Pantau tanda-tanda vital. R : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. 2.3.3.12.2Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R : mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. 2.3.3.12.3Lakukan perawatan terhadap prosedur
inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. R : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. 2.3.3.12.4Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. R : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. 2.3.3.12.5Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.
2.3.313Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan adalah suatu keadaan dimana klien tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakitnya, dapat disebabkan informasi karena atau keterbatasan keterbatasan
kognitif individu. Tujuan : klien dan keluarga mengerti tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan. Kriteri hasil : klien dan keluarga
menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan. Intervensi 2.3.3.13.1Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penyakit dan kebutuhan pengobatan. R : Klien dapat memahami penyakit dan dapat merencanakan pengobatan. 2.3.3.13.2Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi keadaan sakit. R : mengurangi kecemasan dan memberikan penerimaan pada diri sendiri.
2.3.3.13.3Diskusikan kebutuhan terapy selanjutnya, serta keuntungan dan kerugian dari tindakan yang akan dilakukan. R : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
2.3.5
dimana
taraf
keberhasilan
dalam
pencapaian
tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Operatif kanker kolon meliputi : 2.3.5.1 Menetapkan normal/efektif pola dan napas bebas yang dari
sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya. 2.3.5.2 2.3.5.3 Meningkatkan tingkat kesadaran. Keseimbangan adekuat. 2.3.5.4 Pasien mengatakan bahwa rasa cairan tubuh
nyeri telah terkontrol atau hilang. 2.3.5.5 Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. 2.3.5.6 Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. 2.3.5.7 Mencapai penyembuhan luka pada
waktu yang sesuai. 2.3.5.8 Klien mampu mempertahankan dan meningkatkan intake nutrisi. 2.3.5.9 Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; feses lembut berbentuk. 2.3.5.10 2.3.5.11 Ansietas berkurang/terkontrol. Pasien positif memiliki terhadap persepsi penampilan yang dan dan
fungsi tubuh. 2.3.5.12 2.3.5.13 Infeksi tidak terjadi / terkontrol. Klien tentang dan keluarga mengerti dan
penyakit,
prognosis
kebutuhan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta. Boyle P, Langman, J.S. 2000. ABC of colorectal cancer. Epidemiology. BMJ : GLOBOCAN. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine ; 64 manifestasi klinis dan 146 penyakit medis. Erlangga : Jakarta. Effendi, Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta. Ferlay, J. F. Bray, P. Pisani and Parkin, D.M. 2002. Cancer Incidence, Mortality and Prevalence. IARCPress : GLOBOCAN.
Ferlay, J. F. Bray, P. Pisani and Parkin, D.M. 2004. Worldwide Cancer Base No. 5. version 2.0. IARCPress : Lyon.
IARC
FKUI. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II Ed 3. FKUI : Jakarta. FKUI. 2008. Kamus Kedokteran, Ed. 5. FKUI : Jakarta. Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. KeperawatanOnkologi. EGC : Jakarta. Rencana Asuhan
http://id.wikipedia.org/wiki/Usus_besar Juni 2008 anatomi fisiologi usus. http://www.roche.co.id/bahasa/disease/disease_colorectal_cancer_id.htm Juni 2008 kanker kolorektal. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta. Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC : Jakarta. Tambayong, Jan, dr. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta. Wilkinson, Judit M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC, Ed.7. EGC : Jakarta.