You are on page 1of 14

C.I.N.T.A. .KARENA A.L.L.A.H, "Aku mencintaimu tapi tak melebihi cintaku kepada Allah.....* CINTA KARENA ALLAH...

Cinta itu adalah ketika timbul perasaan aneh disekujur tubuhmu baik ketika kau melihatnya, mendengarnya, ataupun ketika kau merasakan kehadirannya di dekatnya. Adakalanya kau selalu ingin dekat dengannya, namun yakinlah, bahwa jarak yang jauh terkadang justru mampu mendekatkan hati kalian. Dan juga sebaliknya, kedekatan tanpa ikatan pernikahan seringkali merenggangkan hati kalian. Cinta itu tumbuh secara tak terduga. Terkadang kau berpikir bahwa kau LEBIH BAIK mencintai orang tersebut. Namun ketika HATImu menolaknya kau tak akan mampu berbuat apa-apa. Biarlah perlahanlahan hatimu, bersama dengan masa yang akan menghapusnya dari pikiranmu.Namun ketika HATImu membenarkan kau justru akan dibuat kebingungan karenanya. Kau justru akan berpikir ulang sebelum kau benar-benar yakin bahwa dialah cintamu yg sebenarnya.Cinta karena Allah adalah ketika kau mengerti, tak hanya kelebihan dari orang itu yang kau lihat, namun juga MEMAHAMI dan MENERIMA kekurangan-kekurangan yang dimilikinya. Sungguh pun kau baru boleh mengatakan bahwa "aku mencintainya" setelah kau benar-benar mengenalnya dgn sebenar-benarnya, yaitu baik dan buruknya. Cinta karena Allah itu tidak akan pernah sebatas pada penampilan dan kecantikan. Adakalanya kau akan lebih mencintai sebongkah arang hitam daripada sebutir intan yang berkilauan. Karena sesungguhnya kau sadar bahwa kau membutuhkan sebuah kehangatan yang mampu mengusir rasa dingin dari jiwamu. Lebih daripada sekedar keindahan yang ternyata membuatmu beku kedinginan. Cinta karena Allah itu TIDAK akan tumbuh dari kecantikan seseorang. Namun KECANTIKAN seseorang justru akan tampak ketika kau mencintainya. Adalah bagaimana kau bisa mencintainya karena akhlak dan agamanya, bukan pada rupa, harta, ataupun nasabnya. karena dengan inilah kau bisa menepis kefakiran, kehinaan, ketidak bahagiaaan, dan kemudian menggantinya dengan kemuliaan yang diridhoi oleh Allah SWT. Cinta karena Allah akan membuatmu merasa tidak perlu memiliki meskipun dalam hatimu kau sangat ingin. Adalah bagaimana kau bisa ikhlas ketika dia ternyata lebih mencintai orang lain dan bahkan kau pun bisa berdoa agar mereka bisa berbahagia. Cinta karena Allah tidak akan menggiringmu pada jurang kemaksiatan. Ketika kau melihat dia dan mencintainya, hal itu akan membuatmu semakin berbenah diri, kau menjadi mampu melihat kekurangan-kekurangan dirimu untuk kemudian memperbaikinya. Cinta Karena Allah tidak akan membuatmu berpikir sempit, justru kau akan berpikir lebih jauh ke depan, lebih matang, lebih dewasa, dan ke arah yang lebih serius!! Kau tidak akan berpikir dan

membayangkan apabila kalian sudah pacaran, namun kau sudah berpikir ke arah pernikahan. Karena kau sadar bahwa ia jauh lebih kokoh, suci, berarti dan bermakna di hadapan Allah daripada sekedar pacaran. Cinta karena Allah terkadang tak tumbuh dengan sendirinya. Kita seperti layaknya diberi biji untuk ditanam. Lalu ia tergantung pada bagaimana kita merawatnya. Jika kita baik, maka baik pulalah perasaan itu, dan juga sebaliknya. Terkadang pula bisa jadi ia tumbuh dengan sendirinya. Ada saat dimana kau terkadang ingin membunuh saja perasaan tersebut namun entah mengapa kau tak berdaya. Karena sebenarnya bukanlah kita yang menumbuhkan perasaan cinta tersebut, namun Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang lah yang berkehendak atas segala perasaan itu. Cinta karena Allah Bukanlah tentang bagaimana kalian saling memandang, namun bagaimana tentang kalian melihat ke arah yang sama, dan berjalan ke arah yang sama. Kalian sadar bahwa kalian tidak akan mampu menghadapi perjalanan tersebut sendirian melainkan kau butuh seseorang untuk berjalan disisimu, yang saling membantu, saling meringankan, dan saling mengarahkan dalam perjalanan menggapai Ridha-Nya Cinta karena Allah tidaklah selalu membutuhkan beragam kesamaan diantara kalian. Namun yang terpenting adalah kesamaan prinsip dan tujuan, yaitu menggapai ridha Allah SWT. dalam dirimu kau pun ingin agar kau merasa layak untuk mencintai dan dicintai olehnya. Segala puji hanya bagiMu Ya Rabb Sang penguasa tidak ada yang luput dari pengetahuanMu..tidak akan habis air lautan atau bhkan lebih dari itu untuk menuliskan kalam Mu ..selalu berusaha untuk dapat memahami bahwa tidak ada yang sia-sia atas yang Engkau tentukan dan berprasangka yang terbaik untuk semuanya.Engkau Yang Maha Kuasa atas segalanya dan berkehendak tidak ada yang tidak mungkin. . .. Surat Sayang dari Allah S.W.T.."

Saat kau bangun pagi hari AKU Memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepadaKU walaupun hanya sepatah kata meminta pendapatKU atau bersyukur kepadaKU atas sesuatu hal yang indah,yang terjadi dalam hidupmu hari ini atau kemarin.... Tetapi AKU melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja... AKU kembali menanti saat engkau sedang bersiap,AKU tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKU,tetapi engkau terlalu sibuk.... Di satu tempat engkau duduk di sebuah kursi selama lima belas menit tanpa melakukan apapun,kemudian AKU melihat engkau menggerakkan kakimu...AKU berfikir engkau akan berbicara kepadaKU,tetapi engkau berlari ke telephone dan menghubungi seorang teman untuk mendengarkan kabar terbaru. AKU melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan AKU menanti dengan sabar sepanjang hari,dengan semua kegiatanmu... AKU berfikir engkau terlalu sibuk, untuk mengucapkan sesuatu kepadaKU..

Sebelum makan siang AKU melihatmu memandang sekeliling,mungkin engkau merasa maku untuk berbicara kepadaKU.... Itulah sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu.. Engkau memandang tiga atau empat meja di sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut namaKU dengan lembut sebelum menyantap rizki yang AKU berikan,tetapi engkau tidak melakukannya... Masih ada waktu yang tersisa,dan AKU berharap engkau akan berbicara kepadaKU, meskipun saat engkau pulang kerumah... Kelihatannya banyak hal yang harus kau kerjakan... Setelah tugasmu selesai,engkau menyalakan tv,engkau menghabiskan banyak waktu di depannya tanpa memikirkan apapun dan hanya menikmati acara yang di tampilkan.. Kembali AKU menanti dengan sabar saat engkau menonton tv dan menikmati makananmu, tetapi kembali, enkau tidak berbicara kepadaKU... Saat tidur,KUpikir kau merasa terlalu lelah, setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu,kau melompat ketempat tidur dan tertidur tanpa sepatah katapun namaKU kau sebut..engkau menyadari bahwa AKU selalu hadir untukmu.. AKU telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari... AKU bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain.. AKU sangat menyayangimu... Setiap hari aku menantikan sepatah kata do'a, pikiran atau syukur di hatimu... Keesok harinya engkau bangun kembali.. Dan kembali AKU menanti dengan penuh kasih... Bahwa hari ini kau akan memberiKU sedikit waktu untuk menyapaKU....tapi yang KUtunggu.... Tak kunjung tiba....tak juga kau menyapaKU... Subuh...zuhur...ashar...magrib...isya... Dan subuh kembali... Kau masih mengacuhkan AKU.... Tak ada sepatah kata,tak ada seucap do'a dan tak ada rasa,tak ada harapan dan keinginan untuk bersujud kepadaKU.. Apa salahKU padamu wahai ummatKU??? Rizki yang KUlimpahkan,kesehatan yang KUberikan,harta yang KUrelakan,makanan yang KUhidangkan,anak anak yang KUrahmatkan ? Apakah hal itu membuatmu ingat kepadaKU....!!! Percayalah AKU selalu mengasihimu dan AKU tetap berharap suatu saat engkau menyapaKU,memohon perlindunganKU.. Bersujud menghadapKU...yang selalu menyertaimu setiap saat... Catatan: Apakah kita memiliki cukup waktu untuk mengirimkan surat ini kepada orang orang yang kita sayangi ?? Untuk mengingatkan mereka bahwa segala apapun yg kita terima hingga saat ini datangnya hanya dari Allah SWT semata.

Wasiat Rosul Tentang Taqwa, Taubat dan Akhlaq Baik. ^_^ Ada satu hadits Nabi yang cukup masyhur dan sering kita dengar, berisikan wasiat beliau kepada umatnya, yakni sebagai berikut: Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringkanlah perbuatan jahat itu dengan perbuatan baik, mudah-mudahan yang baik itu akan memadam yang jahat. Dan bergaullah kepada manusia dengan akhlaq yang bagus. Penjelasan singkat dari hadist ini adalah sebagai berikut: Wasiat #1. Bertaqwalah Kepada Alloh Di mana Saja Kamu Berada Istilah taqwa sering kita dengar, bahkan sudah hapal artinya. Yakni, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagian ulama mengartikan Taqwa sebagai sikap Wara (hati-hati), sebagaimana tercermin dalam kisah Abdullah ibnu Mubarak, seorang penjaga kebun anggur. Suatu ketika, saat buah anggur telah membesar, sang majikan meminta Abdullah Ibnu Mubarak memetikkan anggur masak untuknya. Lantas Abdullah memetik anggur dan memberikannya kepada majikan tersebut. Setelah dicicip, ternyata buah anggur tersebut rasanya asam. Karena asam, sang majikan menyuruh kembali untuk memetik anggur lain. Abdullah pun kembali ke kebun, memetik dan memberikan anggur yang lain. Ternyata, anggur ini pun rasanya asam. Sampai tiga kali majikan menyuruh memetik anggur dan selalu yang diberikan Abdullah rasanya asam. Sang majikan marah, dan berkata, Kenapa engkau tidak bisa membedakan mana anggur yang manis dan mana yang asam?. Abdullah menjawab, Saya tidak bisa membedakan rasa, karena saya hanya disuruh menjaga dan memelihara kebun anggur, tidak pernah saya disuruh mencicipi apalagi merasakan anggur. Inilah sikap wara atau hati-hati yang tercermin dari sikap Abdullah ibnu Mubarak, dan sebagian ulama mengartikan Taqwa sebagai sebagai sikap wara. Kisah lain tentang taqwa dapat kita pahami dari dialog Umar bin Khattab ra dengan Ubay bin Kaab ra. Umar bin Khattab ra bertanya kepada Ubay bin Kaab ra : Tahukah kamu apa itu taqwa ? Ubay bin Kaab ra balik bertanya : Pernahkah kamu berjalan di suatu jalan yang penuh duri ? Lalu apa yang akan kamu lakukan ? Umar menjawab : Saya akan berhati-hati. Saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak. Saya majukan satu kaki dan saya mundurkan kaki lainnya khawatir terkena duri . Ubay berkata : Itulah taqwa . Sikap taqwa yang diwasiatkan rosul dalam hadits di atas, haruslah berlaku kapan saja dan dimana saja kita berada. Taqwa harus tercermin saat berada di mesjid, rumah, tempat bekerja, sekolah, dan lain sebagainya. Jangan hanya bertaqwa di saat sulit, namun lupa saat dikasih kelebihan rizki. Taqwa haruslah dibangun di mana saja, sampai saat beribadah sekalipun. Misalnya saat melaksanakan sholat, puasa, haji, zakat, dll, taqwa berarti memperhatikan syarat dan rukun dari ibadah tersebut.

Wasiat #2. Ikutilah Keburukan Dengan Kebaikan Wasiat nabi kedua dalam hadits ini adalah ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan. Maksudnya perbanyaklah taubat dan amal sholeh sebagai cara untuk menghapus dosa yang telah diperbuat. Setiap manusia pasti tidak luput dari dosa, dan setiap dosa akan terhapus jika pelakunya melakukan taubat dan amal sholeh. Ucapan istighfar (taubat) akan menghapuskan dosa-dosa sebelumnya, begitu pula antara sholat satu ke sholat lainnya, antara sholat jumat ke jumat lainya, antara puasa Romadhan yang satu ke yang berikutnya, antara umrah dan umrah, akan menghapus dosa di antaranya. Untuk itu, perbanyaklah taubat dan amal sholeh lainnya, karena ia akan menghapus dosa. Wasiat #3. Bergaullah orang lain dengan akhlaq yang baik Jika wasiat #1 dan #2, terkait hubungan antara manusia dengan Alloh, maka wasiat yang ke #3 terkait hubungan antara manusia dengan manusia (misalnya istri, suami, anak, orang tua, tetangga, saudara, teman, dll). Belumlah dikatakan sempurna iman seseorang, kalaulah akhlaq (tutur kata dan sikap)-nya belum baik. Sesorang yang berakhlaq baik akan dicintai dan disenangi orang lain. Sebagaimana tersirat dalam doa nabi Ibrahim as; Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. Demikianlah uraian singkat dari salah satu hadits nabi yang berisikan wasiat beliau tentang taqwa, taubat dan akhlaq baik. Cinta Sejati Kepada Sang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. ^_^ Hukum Mencintai Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Pada suatu hari Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun menjawab, Tidak, demi Allah, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri. Maka berkatalah Umar, Demi Allah, sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri! (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [XI/523] no: 6632) Di lain kesempatan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menegaskan, Demi Allah, salah seorang dari kalian tidak akan dianggap beriman hingga diriku lebih dia cintai dari pada orang tua, anaknya dan

seluruh manusia. (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [I/58] no: 15, dan Muslim dalam Shahih-nya [I/67 no: 69]) Banyak sekali hadits-hadits yang senada dengan dua hadits di atas, yang menekankan wajibnya mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam, karena hal itu merupakan salah satu inti agama, hingga keimanan seseorang tidak dianggap sempurna hingga dia merealisasikan cinta tersebut. Bahkan seorang muslim tidak mencukupkan diri dengan hanya memiliki rasa cinta kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja, akan tetapi dia dituntut untuk mengedepankan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam -tentunya setelah kecintaan kepada Allah- atas kecintaan dia kepada dirinya sendiri, orang tua, anak dan seluruh manusia. Potret Kecintaan Para Sahabat Kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Bicara masalah cinta Rasul shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tanpa diragukan lagi adalah orang terdepan dalam perealisasian kecintaan mereka kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam. Mengapa? Sebab cinta dan kasih sayang merupakan buah dari perkenalan, dan para sahabat merupakan orang yang paling mengenal dan paling mengetahui kedudukan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka tidak mengherankan jika cinta mereka kepada Beliau jauh lebih besar dan lebih dalam dibandingkan kecintaan orang-orang yang datang sesudah mereka. Di antara bukti perkataan di atas, adalah suatu kejadian yang terekam dalam sejarah yaitu: Perbincangan yang terjadi antara Abu Sufyan bin Harb -sebelum ia masuk Islam- dengan sahabat Zaid bin ad-Datsinah rodhiallahu anhu ketika beliau tertawan oleh kaum musyrikin lantas dikeluarkan oleh penduduk Mekkah dari tanah haram untuk dibunuh. Abu Sufyan berkata, Ya Zaid, maukah posisi kamu sekarang digantikan oleh Muhammad dan kami penggal lehernya, kemudian engkau kami bebaskan kembali ke keluargamu? Serta merta Zaid menimpali, Demi Allah, aku sama sekali tidak rela jika Muhammad sekarang berada di rumahnya tertusuk sebuah duri, dalam keadaan aku berada di rumahku bersama keluargaku!!! Maka Abu Sufyan pun berkata, Tidak pernah aku mendapatkan seseorang mencintai orang lain seperti cintanya para sahabat Muhammad kepada Muhammad! (Al-Bidayah wa an-Nihayah, karya Ibnu Katsir [V/505], dan kisah ini diriwayatkan pula oleh al-Baihaqy dalam Dalail anNubuwwah [III/326]). Kisah lain diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiallahu anhu, Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan Uhud, tersebar desas-desus di antara penduduk Madinah bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam terbunuh, hingga terdengarlah isakan tangisan di penjuru kota Madinah. Maka keluarlah seorang wanita dari kalangan kaum Anshar dari rumahnya, di tengah-tengah jalan dia diberitahu bahwa bapaknya, anaknya, suaminya dan saudara kandungnya telah tewas terbunuh di medan perang. Ketika dia memasuki sisa-sisa kancah peperangan, dia melewati beberapa jasad yang bergelimpangan, Siapakah ini?, tanya perempuan itu. Bapakmu, saudaramu, suamimu dan anakmu!, jawab orangorang yang ada di situ. Perempuan itu segera menyahut, Apa yang terjadi dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?! Mereka menjawab, Itu ada di depanmu. Maka perempuan itu bergegas menuju Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menarik bajunya seraya berkata, Demi Allah wahai

Rasulullah, aku tidak akan mempedulikan (apapun yang menimpa diriku) selama engkau selamat! (Disebutkan oleh al-Haitsami dalam Majma az-Zawaid *VI/115+, dan dia berkata, Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath dari syaikhnya Muhammad bin Suaib dan aku tidak mengenalnya, sedangkan perawi yang lain adalah terpercaya.al-Hilyah [II/72, 332]). Diriwayatkan pula oleh Abu Nuaim dalam Demikianlah sebagian dari potret kepatriotan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam mengungkapkan rasa cinta mereka kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Pahala Bagi Orang yang Mencintai Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Tentunya cinta Nabi shallallahu alaihi wa sallam merupakan suatu ibadah yang amat besar pahalanya. Banyak ayat-ayat Al Quran maupun hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menjelaskan ganjaran yang akan diperoleh seorang hamba dari kecintaan dia kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di antara dalil-dalil tersebut: Anas bin Malik radhiallahu anhu mengisahkan, Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang hari kiamat, Kapankah kiamat datang? Nabi pun shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya? Orang itu menjawab, Wahai Rasulullah, aku belum mempersiapkan shalat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Maka Rasulullah pun shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Seseorang (di hari kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai. Anas pun berkata, Kami tidak lebih bahagia daripada mendengarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Engkau akan bersama orang yang engkau cintai. Anas kembali berkata, Aku mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar, maka aku berharap akan bisa bersama mereka (di hari kiamat), dengan cintaku ini kepada mereka, meskipun aku sendiri belum (bisa) beramal sebanyak amalan mereka. (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [X/557 no: 6171] dan at-Tirmidzi dalam Sunan-nya [2385]) Adakah keberuntungan yang lebih besar dari tinggal bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya di surga kelak?? Hakikat Cinta Pada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Ragam Manusia di Dalamnya Setelah kita sedikit membahas tentang hukum mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beberapa potret cinta para sahabat kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam, serta ganjaran yang akan diraih oleh orang yang mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ada perkara yang amat penting untuk kita ketahui berkenaan dengan masalah ini, yaitu: bagaimanakah sebenarnya hakikat cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?, bagaimanakah seorang muslim mengungkapkan rasa cintanya kepada al-Habib al-Mushthafa shallallahu alaihi wa sallam? Apa saja yang harus direalisasikan oleh seorang muslim agar dia dikatakan telah mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam? Masalah ini perlu kita angkat, karena di zaman ini banyak orang yang menisbatkan diri mereka ke agama Islam mengaku

bahwa mereka telah mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan telah mengagungkannya. Akan tetapi apakah setiap orang yang mengaku telah merealisasikan sesuatu, dapat diterima pengakuannya? Ataukah kita harus melihat dan menuntut darinya bukti-bukti bagi pengakuannya? Tentunya alternatif yang kedua-lah yang seyogyanya kita ambil. Manusia telah terbagi menjadi tiga golongan dalam memahami makna cinta kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam: 1. Golongan yang berlebih-lebihan. 2. Golongan yang meremehkan. 3. Golongan tengah. Kita mulai dari golongan tengah, yakni yang benar dalam memahami makna cinta kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Golongan ini senantiasa menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai landasan mereka dalam mengungkapkan rasa cinta mereka kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mereka pun meneladani para generasi awal umat ini (baca: salafush shalih) dalam mengungkapkan rasa cinta kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam, karena salafush shalih adalah generasi terbaik umat ini, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam dalam suatu hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim,Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian generasi sesudah mereka (para tabiin), kemudian generasi sesudah mereka (para tabiit tabiin). (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [V/258-259, no: 2651], dan Muslim dalam Shahih-nya [IV/1962, no: 2533]) Di antara bukti kecintaan mereka yang hakiki kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam, antara lain: a. Meyakini bahwa Beliau shallallahu alaihi wa sallam benar-benar utusan Allah subhanahu wa taala, dan Beliau adalah Rasul yang jujur dan terpercaya, tidak berdusta maupun didustakan. Juga beriman bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah Nabi yang paling akhir, penutup para nabi. Setiap ada yang mengaku-aku sebagai nabi sesudah beliau shallallahu alaihi wa sallam pengakuannya adalah dusta, palsu dan batil. (Syarh al-Arbain an-Nawawiyah, oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hal: 137, Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid al-Arbain an-Nawawiyah, hal 38, Syarh al-Arbain anNawawiyah, oleh Syeikh Shalih Alu Syaikh, hal 56). b. Menaati perintah dan menjauhi larangannya. Allah menegaskan,

Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr: 7) c. Membenarkan berita-berita yang beliau sampaikan, baik itu berupa berita-berita yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, karena berita-berita itu adalah wahyu yang datang dari Allah subhanahu wa

taala.

Dan tiadalah yang diucapkannya itu, menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS. An-Najm: 3-4) d. Beribadah kepada Allah dengan tata-cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tanpa ditambah-tambah ataupun dikurangi. Allah subhanahu wa taala berfirman,

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (QS. Al-Ahzab: 21) Juga Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan, Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak. (HR. Muslim dalam Shahihnya (III/1344 no 1718). e. Meyakini bahwa syariat yang berasal dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam setingkat dengan syariat yang datang dari Allah subhanahu wa taala dari segi keharusan untuk mengamalkannya, karena apa yang disebutkan di dalam As Sunnah, serupa dengan apa yang disebutkan di dalam Al Quran (Syarh alArbain an-Nawawiyah, oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hal: 138). Allah subhanahu wa taala berfirman (yang artinya):

Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. (QS. An-Nisa: 80) f. Membela Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tatkala Beliau masih hidup, dan membela ajarannya setelah beliau wafat. Dengan cara menghafal, memahami dan mengamalkan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Juga menghidupkan sunnahnya dan menyebarkannya di masyarakat. g. Mendahulukan cinta kepadanya dari cinta kepada selainnya. Sebagaimana kisah yang dialami oleh Umar di atas, akan tetapi jangan sampai dipahami bahwa cinta kita kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan membawa kita untuk bersikap ghuluw (berlebih-lebihan), sehingga mengangkat kedudukan beliau melebihi kedudukan yang Allah subhanahu wa taala karuniakan kepada Nabi-Nya. Sebagaimana halnya perbuatan sebagian orang yang membersembahkan ibadah-ibadah yang seharusnya dipersembahkan hanya kepada Allah subhanahu wa taala, dia persembahkan untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Contohnya: ber-istighatsah (meminta pertolongan) dan memohon kepadanya, meyakini bahwa beliau mengetahui semua perkara-perkara yang ghaib, dan lain sebagainya. Jauh-jauh hari Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya agar tidak terjerumus ke dalam sikap ekstrem ini, Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku

sebagaimana orang-orang Nashrani berlebih-lebihan dalam memuji (Isa) bin Maryam, sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka ucapkanlah (bahwa aku): hamba Allah dan rasul-Nya. (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [VI/478 no: 3445]) h. Termasuk tanda mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, adalah mencintai orang-orang yang dicintainya. Mereka antara lain: keluarga dan keturunannya (ahlul bait), para sahabatnya (Asy-Syifa bi Tarifi Huquq al-Mushthafa, karya al-Qadli Iyadl *II/573+, Majmu Fatawa Ibn Taimiyah *III/407+, untuk pembahasan lebih luas silahkan lihat: Huquq an-Nabi Ala Ummatihi fi Dhaui al-Kitab wa as-Sunnah, karya Prof. Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi [I/344-358]), serta setiap orang yang mencintai beliau shallallahu alaihi wa sallam. Juga masih dalam kerangka mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam, adalah kewajiban untuk memusuhi setiap orang yang memusuhinya serta menjauhi orang yang menyelisihi sunnahnya dan berbuat bidah. (Asy-Syifa bi Tarifi Huquq al-Mushthafa, [2/575], untuk pembahasan lebih lanjut silahkan lihat: Huquq an-Nabi Ala Ummatihi *I/359-361]). Adapun golongan yang meremehkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, adalah orang-orang yang lalai dalam merealisasikan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka tidak memperhatikan hak-hak Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang telah disebutkan di atas. Di antara potret peremehan mereka adalah: Sangkaan mereka bahwa hanya dengan meyakini kerasulan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sudah cukup untuk merealisasikan cinta kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam, tanpa harus capek-capek mengikuti tuntunannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan di antara mereka ada yang belum bisa menerima dengan hati legowo tentang ke-mashum-an (dilindunginya) Beliau shallallahu alaihi wa sallam dari kesalahan-kesalahan dalam menyampaikan wahyu, sehingga perlu untuk dikritisi. Sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh koordinator JIL, Ulil Abshar Abdalla, Menurut saya: Rasul Muhammad Saw adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah). (Islam Liberal & Fundamental, Sebuah Pertarungan Wacana, Ulil Abshar Abdalla dkk, hal 910). Ada juga yang merasa berat untuk meyakini bahwa tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bisa diterapkan di segala zaman, sehingga harus bergotong royong untuk menyusun fikih gaya baru, yang digelari Fikih Lintas Agama. Dengan alasan fiqih klasik tidak mampu lagi menampung perkembangan kebutuhan manusia modern, termasuk soal dimensi hubungan agama-agama. (Fiqih Lintas Agama, Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, Nurcholis Madjid dkk, hal: ix). Di antara bentuk peremehan terhadap Beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah ulah Koran Denmark Jyllands-Posten, pada hari Sabtu, 26 Syaban 1426/30 September 2005, dengan memuat karikatur penghinaan terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Akhzahumullah wa qathaa aidiyahum, amien.

Dan masih banyak contoh-contoh nyata lainnya yang menggambarkan beraneka ragamnya kekurangan banyak orang yang menisbatkan diri mereka kepada agama Islam dalam merealisasikan cinta mereka kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Yang itu semua bermuara pada penyakit tidak dijadikannya Al Quran dan As Sunnah dan pemahaman salaf sebagai barometer dalam mengukur kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Golongan ketiga adalah orang-orang yang ghuluw, yaitu mereka yang berlebih-lebihan dalam mengungkapkan cinta mereka kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, hingga mereka mengada-adakan amalan-amalan yang sama sekali tidak disyariatkan oleh Allah subhanahu wa taala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, dan tidak pernah dilakukan oleh salafush shalih yang mana mereka adalah orang-orang yang paling tinggi kecintaannya kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam. Golongan ketiga ini mengira bahwa amalan-amalan tersebut merupakan bukti kecintaan mereka kepada Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam. Di antara sikap ekstrem yang mereka tampakkan; berlebihan dalam mengagung-agungkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, hingga menyifatinya dengan sifat-sifat yang merupakan hak prerogatif Allah subhanahu wa taala. Di antara bukti sikap ini adalah apa yang ada dalam Qashidah al-Burdah yang sering disenandungkan dalam acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

Wahai insan yang paling mulia (Muhammad shallallahu alaihi wa sallam)! Tiada seseorang yang dapat kujadikan perlindungan selain dirimu, ketika datang musibah yang besar Karena kebaikan dunia dan akhirat adalah sebagian kedermawananmu, dan sebagian dari ilmumu adalah ilmu lauh (mahfudz) dan qalam (Tabrid al-Buldah fi Tarjamati Matn al-Burdah, M. Atiq Nur Rabbani, hal: 56). La haula wa la quwwata illa billah Bukankah kita diperintahkan untuk memohon perlindungan hanya kepada Allah subhanahu wa taala ketika tertimpa musibah?? (Lihat: QS. Al Anam: 17 dan At Taghabun: 11). Bukankah kebaikan dunia dan akhirat bersumber dari Allah semata?! Kalau bukan kenapa kita selalu berdoa: Rabbana atina fid dun-ya hasanah wa fil akhirati hasanah ?? Terus kalau ilmu lauh mahfudz dan ilmu qalam adalah sebagian dari ilmu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, lantas apa yang tersisa untuk Robb kita Allah subhanahu wa taala??!! Inaa lillahi wa inna ilaihi rajiun Di antara amalan yang sering dipergunakan sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa cinta mereka

kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah merayakan peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sampai-sampai sudah menjadi budaya, hingga timbul semacam ketakutan moral diasingkan dari arena sosial jika tidak mengikutinya. Bahkan ada yang merasa berdosa jika tidak turut menyukseskannya. Pernahkah terbetik pertanyaan dalam benak mereka: Apakah perayaan maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam ini pernah diperintahkan oleh Beliau shallallahu alaihi wa sallam? Apakah para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mengerjakannya? Atau mungkin salah seorang dari generasi Tabiin atau Tabiit Tabiin pernah merayakannya? Kenapa pertanyaan-pertanyaan ini perlu untuk diajukan? Karena merekalah generasi yang telah dipuji oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai generasi terbaik umat ini, dan Beliau shallallahu alaihi wa sallam telah kabarkan bahwa perpecahan serta bidah akan menjamur setelah masa mereka berlalu. Ditambah lagi merekalah orang-orang yang paling sempurna dalam merealisasikan kecintaan kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam. Merujuk kepada literatur sejarah, kita akan dapatkan bahwa acara maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah sekalipun dirayakan pada masa tiga generasi awal umat ini, banyak sekali para ulama kita yang menegaskan hal ini. Di antara para ulama yang menjelaskan bahwa Maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah dikerjakan pada masa-masa itu: 1. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany, sebagaimana yang dinukil oleh as-Suyuthi dalam Husn al-Maqshid fi Amal al-Maulid lihat al-Hawi lil Fatawa (I/302). 2. Al-Hafidz Abul Khair as-Sakhawy, sebagaimana yang dinukil oleh Muhammad bin Yusuf ash-Shalihy dalam Subul al-Huda wa ar-Rasyad fi Sirati Khairi al-Ibad (I/439). 3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam Iqtidha ash-Shirath al-Mustaqim (I/123). 4. Ibnul Qayyim, dalam kitabnya Ilam al-Muwaqqiin (II/390-391). 5. Al-Imam Tajuddin Umar bin Lakhmi al-Fakihani, di dalam risalahnya: Al-Maurid fi al-Kalami ala alMaulid, hal: 8. 6. Al-Imam Abu Zurah al-Waqi, sebagaimana yang dinukil oleh Ahmad bin Muhammad bin ash-Shiddiq dalam kitabnya Tasynif al-Adzan, hal: 136. 7. Ibnu al-Haj, dalam kitabnya al-Madkhal (II/11-12, IV/278). 8. Abu Abdillah Muhammad al-Hafar, sebagaimana yang dinukil oleh Ahmad bin Yahya al-Wansyarisi dalam kitabnya al-Miyar al-Murib wa al-Jami al-Mughrib an Fatawa Ulama Ifriqiyah wa al-Andalus wa al-Maghrib (VII/99-100). 9. Muhammad Abdussalam asy-Syuqairi, dalam kitabnya as-Sunan wa al-Mubtadaat al-Mutaalliqah bi al-Adzkar wa ash-Shalawat, hal: 139. 10. Ali Fikri, dalam kitabnya al-Muhadharat al-Fikriyah, hal: 128. Lantas siapakah dan kapankah maulid pertama kali diadakan? Maulid pertama kali dirayakan pada abad ke empat hijriah (kurang lebih empat ratus tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) oleh seorang yang bernama al-Muiz lidinillah al-Ubaidi, salah seorang raja Kerajaan al-

Ubaidiyah al-Fathimiyah yang mengikuti paham sekte sesat Bathiniyah (Lihat kesesatan-kesesatan mereka dalam kitab Fadhaih al-Bathiniyah, karya Abu Hamid al-Ghazali, dan Kasyful Asrar wa Hatkul Asrar, karya al-Qadhi Abu Bakr al-Baqillani). Sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Di antara para ulama yang mengungkapkan fakta ini: 1. Al-Imam al-Muarrikh Ahmad bin Ali al-Maqrizi asy-Syafii (w 766 H), dalam kitabnya al-Mawaidz wa al-Itibar fi Dzikri al-Khuthathi wa al-Atsar (I/490). 2. Al-Imam Tajuddin Umar bin Lakhmi al-Fakihani, di dalam risalahnya: Al-Maurid fi al-Kalami ala alMaulid, hal: 8. 3. Ahmad bin Ali Al-Qalqasyandi asy-Syafii (w 821), dalam kitabnya Shubh al-Asya fi Shiyaghat al-Insya (3/502). 4. Hasan As-Sandubi dalam kitabnya Tarikh al-Ihtifal bi al-Maulid an-Nabawi, hal: 69. 5. Muhammad Bakhit al-Muthii (mufti Mesir di zamannya) dalam kitabnya Ahsan al-Kalam fima Yataallaqu bi as-Sunnah wa al-Bidah min al-Ahkam, hal: 59. 6. Ismail bin Muhammad al-Anshari, dalam kitabnya al-Qaul al-Fashl fi Hukm al-Ihtifal bi Maulid Khair arRusul shallallahu alaihi wa sallam, hal: 64. 7. Ali Mahfudz, dalam kitabnya al-Ibda fi Madhar al-Ibtida, hal: 126. 8. Ali Fikri, dalam kitabnya al-Muhadharat al-Fikriyah, hal: 128. 9. Ali al-Jundi, dalam kitabnya Nafh al-Azhar fi Maulid al-Mukhtar, hal: 185-186. Apa yang melatarbelakanginya untuk mengadakan perayaan ini? Berhubung mereka telah melakukan pemberontakan terhadap Khilafah Abbasiyah, dan mendirikan negara sendiri di Mesir dan Syam yang mereka namai Al Fathimiyah, maka kaum muslimin di Mesir dan Syam tidak suka melihat tingkah laku mereka, serta cara mereka dalam menjalankan tali pemerintahan, hingga pemerintah kerajaan itu (Bani Ubaid) merasa khawatir akan digulingkan oleh rakyatnya. Maka dalam rangka mengambil hati rakyatnya, al-Muiz lidinillah al-Ubaidi mengadakan acara maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ditambah dengan maulid-maulid lain seperti maulid Fatimah, maulid Ali, maulid Hasan, maulid Husain dan maulidmaulid lainnya. Termasuk perayaan Isra Miraj dan perayaan tahun Hijriah. Hingga para ulama zaman itu berjibaku untuk mengingkari bidah-bidah itu, begitu pula para ulama abad kelima dan abad keenam. Pada awal abad ketujuh kebiasaan buruk itu mulai menular ke Irak, lewat tangan seorang sufi yang dijuluki al-Mula Umar bin Muhamad, kemudian kebiasaan itu mulai menyebar ke penjuru dunia, akibat kejahilan terhadap agama dan taqlid buta. Jadi, sebenarnya tujuan utama pengadaan maulid-maulid itu adalah rekayasa politis untuk melanggengkan kekuasaan bani Ubaid, dan bukan sama sekali dalam rangka merealisasikan kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ataupun kepada ahlul bait!! (Al-Ihtifal bi al-Maulid an-Nabawi, Nasyatuhu-Tarikhuh-Haqiqatuh-Man Ahdatsuh, Ibrahim bin Muhammad al-Huqail, hal: 5). Hal lain yang perlu kita ketahui adalah hakikat akidah orang-orang yang pertama kali mengadakan perayaan maulid ini. Dan itu bisa kita ketahui dengan mempelajari hakikat kerajaan Bani Ubaid. Bani Ubaid adalah keturunan Abdullah bin Maimun al-Qaddah yang telah terkenal di mata para ulama

dengan kekufuran, kemunafikan, kesesatan dan kebenciannya kepada kaum mukminin. Lebih dari itu dia kerap membantu musuh-musuh Islam untuk membantai kaum muslimin, banyak di antara para ulama muslimin dari kalangan ahli hadits, ahli fikih maupun orang-orang shalih yang ia bunuh. Hingga keturunannya pun tumbuh berkembang dengan membawa pemikirannya, di mana ada kesempatan mereka akan menampakkan permusuhan itu, jika tidak memungkinkan maka mereka akan menyembunyikan hakikat kepercayaannya (Lihat: Ar-Raudhatain fi Akhbar ad-Daulatain, Abu Syamah asy-Syafii, (I/198), Mukhtashar al-Fatawa lil Bali, hal: 488). Adapun hakikat orang yang pertama kali mengadakan maulid yaitu al-Muiz lidinillah al-Ubaidi, maka dia adalah orang yang gemar merangkul orang-orang Yahudi dan Nasrani, kebalikannya kaum muslimin dia kucilkan, dialah yang mengubah lafadz azan menjadi Hayya ala khairil amal. Yang lebih parah lagi, dia turut merangkul paranormal dan memakai ramalan-ramalan mereka (Lihat: Tarikh al-Islam karya adzDzahabi XXVI/350, an-Nujum az-Zahirah fi Muluk al-Mishr wa al-Qahirah karya Ibnu Taghribardi IV/75). Inilah hakikat asal sejarah maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan perlu diketahui, bahwa kecintaan kita kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tidaklah diukur dengan merayakan hari kelahiran beliau atau tidak merayakannya. Bukankah kita juga mencintai Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan puluhan ribu sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam lainnya? Apakah kita juga harus merayakan hari kelahiran mereka semua, untuk membuktikan kecintaan kita kepada mereka? Kalau begitu berapa miliar dana yang harus dikeluarkan? Bukankah lebih baik dana itu untuk membangun masjid, madrasah, shadaqah fakir miskin dan maslahat-maslahat agama lainnya? Saking berlebihannya sebagian orang dalam masalah ini, sampai-sampai orang yang senantiasa berusaha menegakkan akidah yang benar, rajin sholat lima waktu di masjid, dan terus berusaha untuk mengamalkan tuntunan-tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam lainnya, tidak dikatakan mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam, hanya karena dia tidak mau ikut maulid. Sebaliknya setiap orang yang mau ikut maulid, entah dia sholatnya hanya setahun dua kali (idul adha dan idul fitri), atau dia masih gemar maksiat, dikatakan cinta kepada Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Bukankah ini salah satu bentuk ketidakadilan dalam bersikap? Semoga kita semua termasuk orang-orang yang merealisasikan kecintaan yang hakiki kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mohon maaf atas segala kekurangan. Wallahu taala alam, wa shallallahu ala nabiyyyina muhammadin wa ala alihi wa shahbihi ajmain.

You might also like