You are on page 1of 21

SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL TEGAK SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILAUUD PROKLAMASI 45

(PENDIDIKAN DAN PEMBUDAYAANNYA DEMI INTEGRITAS WAWASAN NASIONAL DAN JATIDIRI NASIONAL) *

Sistem Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Negara (Ideologi Nasional) memberikan identitas dan integritas nasional (=wawasan nasional dan jatidiri nasional) yang ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan PencasilaUUD Proklamasi 45. Tantangan nasional Indonesia, terutama b a g a i m a n a bangsa melalui kelembagaan yang efektif : mendidikkan dan membudayakannya bagi warganegara, istimewa generasi penerus! Tantangan ini bagian integral dari visi-misi nasional mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (yang bermakna : sebagai nation and character building); demi integritas budaya dan moral nasional. Asas filosofis-ideologis dan konstitusional demikian berlaku universal; sebagaimana budaya dan peradaban modern dalam kehidupan internasional. Maknanya, tiap bangsa menegakkan sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya dalam sistem kenegaraan : negara kapitalisme-liberalisme, zionisme, sosialisme, marxisme-komunisme-atheisme; naziisme-fascisme, fundamentalisme; dan sistem Pancasila!. Antar bangsa dan negara modern senantiasa dalam dinamika dan kompetisi merebut supremasi ideologi, yang bermuara dan berpuncak dengan neo-imperialisme! Berbagai potensi nasional (SDA, SDM, IPTEKS) bahkan bila perlu kekuatan militer baik perang dingin, maupun perang terbuka senantiasa digunakan demi integritas dan otoritas supremasi ideologi! --; sebagaimana kita saksikan budaya dan praktek politik negara adidaya dan sekutunya!. Salah satu lembaga dan media unggul-terpercaya untuk membendung politik supremasi ideologi mereka, adalah lembaga dan sistem pendidikan nasional; yang membina potensi SDM-unggul-terpercaya dan bermartabat! Bagaimana pelaksanaan sistem pendidikan nasional demi tujuan demikian, adalah amanat dan kewajiban nasional, mulai keluarga, lembaga pendidikan/sekolah dengan potensi SDM guru/pendidik; lebih-lebih lembaga pendidikan tinggi dan kepemimpinan-keteladanan cendekiawan dalam pembudayaan nilai-nilai fundamental bangsa! Berdasarkan kesadaran dan penghayatan serta motivasi demi integritas nasional dalam sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, maka visimisi nation and character building menjadi cita keniscayaan! Karenanya, negara, (in casu : Pemerintah, khususnya Mendikbud berkewajiban melaksanakan amanat visi-misi demikian berdasarkan asas-asas filosofisideologis dan konstitusional; bahkan moral!). Untuk peningkatan visi-misi demikian, maka kesadaran nasional (Nasionalisme, wawasan nasional) adalah kualitas dan integritas kesadaran nasional warga bangsa, atau rakyat, warganegara suatu negara!. Makna ini

Makalah disajikan dalam Forum Sarasehan Wawasan Nasional, diselenggarakan oleh PGRI Kerjasama dengan Diknas Kabupaten Blitar, 15 Agustus 2009

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

disamakan dengan kesadaran nasional. Sekarang di Indonesia juga dihayati sebagai wawasan nasional yang berkembang dalam wujud NKRI dan wawasan nusantara. Wawasan nasional (kesadaran nasional) adalah kualitas dan integritas manusia sebagai bangsa, sebagai subyek budaya, subyek negaranya; dan sebagai subyek moral. Kedudukan manusia baik sebagai pribadi, dan lebih-lebih sebagai bangsa secara natural memiliki kesadaran harga diri ---kesadaran nasional sebagai kesadaran diri kolektif--- menunjukkan integritas martabat manusia dan martabat bangsa. Setiap bangsa dan negara menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan sistem filsafat dan atau ideologi nasionalnya; nilai fundamental ini menjiwai, melandasi dan memandu tatanan dan fungsi kebangsaan, kenegaraan dan kebudayaan, yang secara umum diakui sebagai pandangan hidup dan filsafat hidup (Weltanschauung) bangsa. Filsafat hidup bangsa berkembang dalam semua fungsi kehidupan sehingga menunggal dengan sosio-psikologis SDM. Artinya, filsafat hidup memberikan identitas bangsa; bahkan sebagai perwujudan jiwa bangsa (Volksgeist), jatidiri nasional. Sebagai fungsi sistem filsafat bangsa, filsafat hidup ini juga menjadi (berfungsi) sebagai asas kerokhanian bangsa sekaligus asas kerokhanian dan atau jiwa UUD negara bangsa itu. Karenanya, sistem filsafat ini menjiwai dan memberikan identitas dan integritas sistem kenegaraan bangsa itu -- in casu : bagi Bangsa Indonesia NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi 45 -Negara, in casu NKRI adalah kelembagaan nasional sebagai puncak integratif keberadaan manusia dan bangsa berwujud kemerdekaan, kedaulatan dan martabat nasional!. Setiap manusia dan bangsa senantiasa secara alamiah lahir, hidup, berkembang dan mengabdi di dalam suatu wilayah kebangsaan dan kenegaraan masing-masing. Artinya, eksistensi bangsa manunggal dengan eksistensi budaya dan negara. Secara kualitatif memang ada suatu bangsa yang hidup di dalam suatu wilayah yang belum atau tidak dalam status negara (merdeka dan berdaulat). Status kenegaraan dapat berwujud kerajaan dan atau bagian dari suatu jajahan negara penjajah. Jadi, kualitas dan integritas bangsa sebagai manusia (SDM) secara kuantitatif kualitatif ditentukan oleh integritas kenegaraannya (merdeka, berdaulat, mandiri, jaya dan bermartabat). Pemikiran mendasar tentang nasionalisme dan jatidiri bangsa (jiwa bangsa), memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, sebagai dikemukakan oleh Carl von Savigny (1779 - 1861) dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volksgeist. Pemikiran ini juga dapat disamakan sebagai "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang terkenal di Perancis, yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nation state)". (Bodenheimer 1962: 71-72) Bangsa dan negara adalah kehidupan potensial dan aktual manusia dalam sejarah budaya dan peradaban nasional dan internasional. Bagaimana eksistensi dan potensi bangsa dan negara dalam dinamika global (internasional) amat ditentukan oleh kualitas dan integritasnya secara integral (sosial ekonomi, politik, hukum, kultural, peradaban, moral) aktualitas dari kemerdekaan, kedaulatan, dan martabat nasionalnya. Dinamika politik, hukum, ekonomi, dan ipteks dunia era postmodernisme adalah politik supremasi dan dominasi

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

ideologi; akan menentukan posisi dan integritas nasional mereka. Politik hegemoni dunia modern mengenal istilah negara adidaya (super power), termasuk adidaya ipteks dan ekonomi seperti G-8. LATARBELAKANG DAN DASAR PIKIRAN Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, the founding fathers khususnya PPKI mengamanatkan nilai dalam thema: Wawasan Nasional dan NKRI dalam Integritas Nation State tersurat dalam Penjelasan UUD 45: I. Negara begitu bunyinyamelindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia........ negara melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan...... Makna dari nilai mendasar dalam Penjelasan UUD 45 ini, terutama: 1. Menunjukkan bahwa nilai persatuan dan kesatuan bangsa menjadi prasyarat potensi nasional, dan modal dasar nasional aktual fungsional. 2. Berkat persatuan dan kesatuan bangsa, kita seluruh rakyat akan menjadi bangsa dan negara yang kuat, jaya sentausa ---dan mampu melaksanakan pembangunan nasional dan menjamin ketahanan nasional---. 3. Semangat persatuan dan kesatuan bangsa sebagai dimaksud sila III Pancasila ditegakkan dalam asas wawasan nasional, sistem negara kesatuan RI (NKRI), negara kebangsaan (nation state), dan ditegakkan dengan asas wawasan nusantara. Asas filosofis-ideologis dan konstitusional ini terumus dalam Pembukaan UUD 45, dan terjabar dalam Batang Tubuh, mulai Bab I Pasal 1 dst. Jadi, dalam struktur hukum dasar (UUD negara) sedemikian fundamental nilai persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan dijadikan identitas dan integritas sistem negara kebangsaan (nation state): bentuk, identitas dan integritas sistem NKRI. Bab I Pasal 1 (1) dilengkapi dan disempurnakan dengan ayat 2 dan 3; sehingga Bab I Pasal 1 ini seutuhnya mengandung identitas dan integritas sistem kenegaraan Pancasila yang memancarkan keunggulan ajarannya. (Perhatikan makna nilai, fungsi dan integritas Bab I Pasal 1 bagi Sistem Kenegaraan Indonesia -- UUD Proklamasi 45). II. NASIONALISME INDONESIA Asas wawasan kebangsaan (wawasan nasional) sesungguhnya bersumber dan berakar dalam sejarah Indonesia yang panjang; seumur dengan nilai filsafat Pancasila. Mengutip pernyataan Bung Karno dalam pidato beliau di PBB 29 September 1961, antara lain: Berbicara tentang dasar negara Pancasila, kami menyatakan bagaimana nilai-nilai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sudah berkembang 2000 tahun berselang....... Artinya, kesadaran nasional (sila III Pancasila) seutuhnya adalah ajaran filsafat Pancasila yang telah tumbuh dan berkembang sejak 2000 tahun peradaban Indonesia, dan diwarisi oleh the founding fathers untuk kita wariskan dan tegakkan (pembudayaan nilai Pancasila seutuhnya). I.

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

Berdasarkan analisis filosofis-ideologis dimaksud, dapatlah dilukiskan perkembangan wawasan nasional Indonesia dalam skema 1 berikut. A. Dinamika Integritas Wawasan Nasional Indonesia Secara skematis dilukiskan dinamika integritas wawasan nasional Indonesia dalam sejarah kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, sebagai berikut.
INTEGRITAS WAWASAN NASIONAL DALAM DINAMIKA INDONESIA RAYA

NKRI Sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila dengan Sistem Demokrasi Pancasila UUD Proklamasi 1945

NKRI NEGARA PROKLAMASI AGUSTUS 1945

Era Reformasi: NKRI Sebagai Negara Otoda (= federal) dengan demokrasi liberal UUD 1945 Amandemen I IV
Potensi dan kondisi bangsa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia

20 MEI '08 DAN 28 OKT '28 XVI XX (1596 1945) KOLONIALISME- IMPERIALISME MAJAPAHIT XIII XVI SRIWIJAYA VII XII = T A R U M A N A G A R A ; K U T A I; IV - VI =

Kejayaan dan Keemasan Indonesia Raya

RAKYAT INDONESIA SEBAGAI BANGSA DAN SDM INDONESIA NUSANTARA INDONESIA RAYA DALAM DINAMIKA GLOBALISASILIBERALISASIPOSTMODERNISME (MNS, 2007) Skema 1 NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, negara Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah puncak kesadaran kebangsaan (nation state) yang optimal dan final. NKRI inilah rumah tangga bangsa keseluruhan yang menjamin dan menegakkan kerukunan, kejayaan dalam keadilan. Skema ini melukiskan bagaimana integritas nasional Indonesia dalam sejarah budaya dan peradaban nasional dan internasional. Data sejarah menunjukkan kesadaran kebangsaan (wawasan nasional) telah berkembang sejak Sriwijaya dan Majapahit ---yang wilayah kedaulatannya melampaui kedaulatan geopolitik NKRI--- sebagai nampak sampai dalam dinamika era globalisasi liberalisasi postmodernisme yang menggoda dan melanda......... Runtuhnya Majapahit ---akibat konflik internal nasional--- maka era kolonialisme-imperialisme 1596 1945 telah menindas semua potensi 4
MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

nasional Indonesia. Namun, kita tetap bersyukur dan bangga sebagai bukti bangsa besar yang mewarisi jiwa patriotisme, ksatria dan heroisme dengan bangkitnya perang kemerdekaan nasional di seluruh nusantara. Artinya, kesadaran nasional senantiasa hidup dalam semangat ksatria dan kemandirian merebut kemerdekaan. Tahapan perjuangan kemerdekaan nasional terekam mulai Kebangkitan Nasional 1908, dimantapkan dan dikukuhkan dengan Sumpah Pemuda 1928; kemudian berpuncak dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Berkat tekad perjuangan: merdeka atau mati ---yang dijiwai moral Pancasila dan harga diri bangsa--- Indonesia Raya merdeka dan berdaulat dalam NKRI berdasarkan Pancasila UUD 45. (Perhatikan skema 1 di atas sebagai representasi integritas wawasan nasional dan negara Indonesia/NKRI). B. NKRI Sebagai Negara Nasional (Nation State) Asas normatif filosofis-ideologis NKRI seutuhnya ialah filsafat negara Pancasila. Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung), ideologi negara, ideologi nasional diakui juga sebagai jiwa bangsa (Volksgeist, jatidiri nasional) Indonesia. Identitas dan integritas nilai fundamental ini secara konstitusional dan institusional ditegakkan dalam negara kesatuan republik Indonesia = NKRI, sebagai nation state. Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, bahkan kultural negara kebangsaan (nation state) adalah peningkatan secara kenegaraan dari nilai dan asas kekeluargaan. Makna kekeluargaan, bertumpu pada karakteristika dan integritas keluarga yang manunggal; sehingga rukun, utuh-bersatu, dengan semangat kerjasama dan kepemimpinan gotong-royong ---ayah-ibu, dan anakanak dalam satu keluarga bahagia sejahtera dijiwai asas cinta: rukun, saling menolong dalam kepemimpinan orang tua---. Jadi, nation state Indonesia adalah wujud makro (nasional, bangsa, negara) dari rakyat warganegara Indonesia senusantara (baca: pluralisme yang telah terbentuk menjadi padu/manunggal sebagai nation Indonesia)........sebagaimana analog: terbentuknya satu keluarga dari manusia pria dan wanita, mungkin antar suku, antar bangsa bahkan antar ras; dijiwai asas cinta! Secara nasional berwujud : cinta tanah air dan bangsa (hubbul wathon, minal iman!). Identitas demikian ditegakkan dalam nation state NKRI yang dijiwai asas kekeluargaan, asas kebangsaan (sila III Pancasila) dan dilandasi semangat asas wawasan nusantara. Karenanya, secara normatif integritas NKRI (diharapkan) kuat, tegak tegar menghadapi berbagai tantangan nasional dan global. Keseluruhan identitas dan integritas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai fundamental dasar negara Pancasila. Karenanya, NKRI dapat dinamakan dengan predikat sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Sistem kenegaraan ini terjabar secara konstitusional dalam UUD Proklamasi 45. NKRI sebagai nation state membuktikan bagaimana potensi dan kualitas dari integritas wawasan nasional Indonesia raya yang diwarisi, tumbuh, dan teruji dalam berbagai tantangan nasional dan global. Semoga potensi dan keunggulan demikian senantiasa tegak tegar dalam semua kondisi dan tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang kita alami dalam abad XXI ---sebagai kita rasakan sepanjang era reformasi---.

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

Untuk memperjelas tantangan bahkan ancaman yang telah mendegradasikan mental dan budaya politik ---setidaknya sebagian elite reformasi--- dapat dihayati dan dicermati dalam skema 3 (terlampir). Skema ini melukiskan integritas wawasan nasional dan NKRI dilanda globalisasi liberalisasi postmodernisme; bersamaan dengan bangkitnya gerakan neo-marxismekomunisme-atheisme, khususnya dalam NKRI: neo-PKI, KGB. Mereka mengembangkan sistem ideologi yang tidak sinergis, bahkan bertentangan dengan ideologi Pancasila. Artinya, filsafat Pancasila dengan integritas theismereligius berhadapan dengan ideologi Barat: kapitalisme-liberalismesekularisme; neoimperialisme dan ideologi marxisme-komunisme-atheisme. Era reformasi yang memuja kebebasan (neo-liberalisme) atas nama HAM dan demokrasi..........dapat bermuara: degradasi nasional, degradasi mental dan moral Pancasila; bahkan degradasi moral theisme-religius. MEMORANDUM I 1. Tumbuh berkembangnya wawasan nasional berlangsung ribuan tahun; 2. Wawasan nasional adalah modal dasar perjuangan kemerdekaan dengan puncak: Proklamasi 1945: NKRI sebagai nation state. 3. Ketahanan nasional Indonesia Raya = Nasionalisme yang dijiwai budaya dan moral Pancasila. III. INTEGRITAS PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN IDEOLOGI NEGARA INDONESIA Bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral Pancasila, yang dikutip di muka merupakan sari dan puncak nilai sosio budaya Indonesia. Nilai mendasar ini ialah filsafat hidup (Weltanschauung, Volkgeist) Indonesia raya. Berdasarkan kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui nilai filsafat Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya Indonesia. Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut: 7. Sistem Nasional (cermati skema 2 terlampir) 6. Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia: asas budaya dan moral politik NKRI. 5. Ideologi Negara, ideologi nasional. 4. Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm, kaidah fundamental negara; sumber dari segala sumber hukum. 3. Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volksgeist) Indonesia. 2. Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung). 1. Warisan sosio-budaya bangsa.

Nilai Dasar Filsafat Pancasila

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (praamandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 1998 (1945 1949; 1949 1950; 1950 1959 dan 1959 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I IV: 1999 2002 banyak mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofisideologis dan konstitusional) sehingga praktek dan budaya kepemimpinan dalam pengelolaan negara amat memprihatinkan. Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas nasional dan NKRI juga memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofisideologis filsafat Pancasila secara intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam tatanan dan praktek pengelolaan negara cukup memprihatinkan, terutama dalam fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi liberal, serta berbagai kontroversial budaya dan moral sosial politik! Demi cita-cita nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional, khususnya the founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang ---10 tahun reformasi--- berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas diri untuk melaksanakan evaluasi dan audit nasional apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan integritas NKRI berdasarkan Pancasila UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan sistem ideologi nasional. Kita semua bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral nasional kita berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi 45. A. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai Integritas Sistem Kenegaraan Indonesia Sistem Filsafat Pancasila memberikan kedudukan tinggi dan mulia atas potensi dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila dijiwai dan dilandasi asas normatif theisme-religious. Asas filosofis Pancasila ini berfungsi sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara; terutama dalam ajaran HAM berikut : 1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia. 2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta. 3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah: a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I), menganugerahkan potensi dan martabat kemanusiaan : jasmani-rohani. b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia. Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah dan amanat kerokhaniannya---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya---sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160) Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila UUD 45 (=Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45). Filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Integritas demikian sebagai bagian dari keunggulan dari sistem filsafat Timur, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia. Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi 45 Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan kritis atas UUD 45 (amandemen) dan dampaknya dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan landasan pemikiran berikut: 1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 52; Kelsen 1973: 127 135; 155 162; Notonagoro 1984: 57 70; 175 230; Soejadi 1999: 59 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya. Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya. 2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1 x oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama B.

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan sistem kelembagaan negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna pula tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila, maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara. 3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian negara dan Weltanschauung bangsa) terutama: "4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasalpasalnya. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya." Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki supremasi dan integritas filosofisideologis secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45). Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state); sebagai asas budaya dan moral politik nasional NKRI. C. Keunggulan Sistem Filsafat Pancasila dan Indonesia Raya Keunggulan Indonesia Raya terpancar dari mulai alam nusantara, warisan budaya, sistem filsafat dan ideologi sampai potensi kuantitas kualitas SDM Indonesia
MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial, terutama: 1. Keunggulan natural (alamiah): Nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2 daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya: sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan. 2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria) ---silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan kondisi kita sekarang!--- dalam era reformasi. 3. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai filsafat Pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional. 4. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara Sriwijaya (abad VII - XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI) dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai Madagaskar). 5. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45; terjabar dalam asas konstitusional UUD Proklamasi 45: a. NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi); b. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat); c. NKRI sebagai negara bangsa (nation state); d. NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham persatuan, wawasan nasional dan wawasan nusantara); e. NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Asas demikian memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila (sebagai bagian dari sistem filsafat Timur) dalam menghadapi tantangan dan godaan masa depan: neo-liberalisme, neo-imperialisme dalam pascamodernisme yang menggoda dan melanda bangsa-bangsa modern abad XXI. Keunggulan potensial demikian sinergis dan berpuncak dalam kepribadian SDM Indonesia sebagai penegak kemerdekaan dan kedaulatan NKRI yang memancarkan budaya dan moral Pancasila dalam mewujudkan cita-cita nasional. Potensi nasional dan keunggulan NKRI akan ditentukan oleh kuantitas-kualitas SDM yang memadai + UUD Negara yang mantap terpercaya --bukan kontroversial sebagaimana UUD 45 amandemen---.

10

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

MEMORANDUM II 1. Keunggulan Indonesia Raya: alam nusantara (SDA), SDM dan warisan budaya; 2. Keunggulan Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional (ideologi negara) terjabar dalam UUD Proklamasi 45; dan 3. NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila dalam Asas Wawasan Nusantara IV. GLOBALISASI (Tantangan Nasional: Globalisasi-Liberalisasi, Postmodernisme) Dalam dinamika millenium III dan postmodernisme yang paling dirasakan ialah dinamika globalisasi-liberalisasi sekaligus postmodernisme yang menggoda dan melanda bangsa-bangsa, terutama negara berkembang. Juga memperhatikan runtuhnya negara adidaya Unie Soviet pasca reformasi glassnost dan perestroika; mereka kehilangan kepercayaan kepada integritas dan otoritas negara Unie Soviet sekaligus ideologi marxismekomunisme-atheisme ---yang telah dipraktekkan sejak 17 Oktober 1917, runtuh 1990---. Era reformasi Indonesia, Mei 1998 hampir satu dasawarsa bangsa dan NKRI hidup dalam krisis multidimensional yang tak teratasi. Reformasi yang ditandai dengan sikap elite politisi memuja kebebasan dan demokrasi atas nama HAM. Fenomena sosial politik dan ekonomi bangsa nampak terlanda oleh praktek budaya supremasi ideologi politik liberalismekapitalisme ---yang bergerak sebagai proses supremasi dan dominasi ideologi neo-liberalisme yang berwatak: sekularisme-pragmatisme dan neoimperialisme! Secara filosofis-ideologis dan politis bangsa dan negara RI sesungguhnya telah terbawa a r u s dan dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme; tepatnya tergoda dan terlanda oleh praktek budaya ideologi neo-liberalisme (perhatikan watak neo-liberalisme dan neo-PKI dalam skema 3, terlampir). A. Tantangan Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri) agar SDM warga negara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme. Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda kehidupan nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa---maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas kebenaran dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai filsafat hidup bangsa (Weltanschauung), maupun sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur, mengandung dan memancarkan identitas dan integritas

11

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Maknanya, sistem filsafat demikian secara filosofis-ideologis dan konstitusional berfungsi sebagai asas kerokhanian Indonesia; jiwa dan kepribadian bangsa (jatidiri nasional); jiwa UUD negara sekaligus sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Ajaran filsafat Pancasila terjabar dalam Pembukaan UUD 45 dan Batang Tubuh seutuhnya; karenanya melaksanakan dasar negara Pancasila terutama dengan dilandasi dan berpedoman UUD 45 (UUD Proklamasi) kita akan tegak-tegar, bahkan jaya sentausa............insya Allah dunia dan akhirat. Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme akan hampa spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxismekomunisme-atheisme! Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca: materi, kekayaan sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan ekonomi liberal! 1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neoimperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947). 2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori Amerika Serikat dan Unie Eropa (UE) mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme)!. 3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu. 4. Melalui kesepakatan APEC, mereka menyebarkan doktrin ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, neo-imperialisme. 5. Sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 1985) Sekutu telah menampilkan watak untuk merebut supremasi dan dominasi politik internasional. Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang (angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual negara

12

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-negara blok Barat. Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM ---meskipun tidak sesuai dengan asas filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik era reformasi dengan praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia. B. Tantangan Nasional dalam Era Reformasi

Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam integritas nasional dan NKRI. Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan alternatif pemecahannya, terutama: 1. Amandemen UUD 45 yang sarat mengandung kontroversial; baik filosofisideolofis bukan sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional amandemen mengandung sarat kontroversial dan konflik kelembagaan. Berdasarkan analisis demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila, menjadi praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---. Terutama demokrasi liberal dan ekonomi liberal; bermuara: neo-imperialisme! 2. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem ideologi nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional! 3. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek budaya oligarchy, plutocrachy.......bahkan sebagian rakyat mengembangkan budaya anarchy! 4. NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila UUD 45. Praktek dan budaya korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah: Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan.

13

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

5. Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul amandemen UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas kepemimpinan demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia, dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena sosioekonomi-psikologis rakyat dalam wujud stress massal. 6. Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI. 7. Pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM juga telah membangkitkan partai terlarang PKI. Mulai gerakan pelurusan sejarah ---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan Papernas. Mereka semua melangkahi (baca: melecehkan Pancasila UUD 45) dan rambu-rambu (= asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama: a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religius. Artinya, warga negara RI senantiasa menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang dijiwai moral Pancasila yang menghadapi separatisme ideologi: marxisme-komunisme-atheisme. b. UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45. c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No. I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4. d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan e. Undang Undang RI No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara (yang direvisi). NKRI sebagai negara Pancasila dan negara hukum membiarkan/tidak menindak gerakan separatisme ideologi dari kaum marxisme-komunismeatheisme (neo-PKI, KGB, PRD, Papernas) berarti: a. membiarkan identitas dan integritas sistem kenegaraan Pancasila UUD 45 dilecehkan; dan atau dilangkahi yang bermuara: diruntuhkan.......... b. membiarkan berbagai komponen rakyat bangkit membendung mereka; seperti: HMI, FPI, PMII dan berbagai organisasi keagamaan..... .bermakna negara memberi kebebasan konflik horisontal dan anarchisme dalam NKRI!

14

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

V.

KEBIJAKSANAAN NEGARA DAN STRATEGI NASIONAL Menyadari tantangan sebagai terlukis dalam skema 2, seluruh komponen bangsa berkewajiban bersatu-padu dengan penuh tanggungjawab meningkatkan Ketahanan Nasional demi tegaknya integritas nasional dan NKRI. Pada hakikatnya dengan ketahanan nasional ini bangsa Indonesia menjamin tegaknya kemerdekaan, kedaulatan dan martabat bangsa dan negara. A. Kebijaksanaan Negara (Kebijakan Nasional) Memperhatikan tantangan dimaksud dan multi krisis nasional maka dipandang mendesak untuk menetapkan kebijaksanaan negara ---oleh kelembagaan negara yang berwenang: MPR Presiden DPR DPD MA dan MK--- secara sinergis dan mufakat; dan fungsional. Kebijaksanaan negara dimaksud, terutama memprioritaskan: 1. Menegakkan budaya dan moral politik nasional berdasarkan filsafat dan ideologi negara Pancasila sebagaimana diamanatkan UUD Proklamasi 45. 2. Menegakkan integritas kepemimpinan nasional demi integritas nasional supaya semua komponen bangsa, rakyat seutuhnya senantiasa rukun bersatu. 3. Melaksanakan pendidikan dan pembudayaan dasar negara Pancasila secara melembaga. B. Strategi Nasional dan Program Nasional Mendesak adanya strategi nasional dan program nasional untuk pendidikan dan pembudayaan dasar negara Pancasila sebagai ideologi nasional. Strategi nasional yang diprioritaskan, terutama: 1. Mengembangkan sistem nasional (sebagai dimaksud skema 2, terlampir). 2. Mengembangkan budaya dan moral politik berdasarkan filsafat Pancasila, ideologi Pancasila dan UUD Proklamasi. 3. Membina kelembagaan pengembangan dan pembudayaan filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional (lintas departemen dan lembaga negara), dengan mendayagunakan lembaga-lembaga perguruan tinggi (PTN-PTS). Untuk mewujudkan strategi nasional dan program nasional ini, terutama dilaksanakan Pembudayaan Nilai Pancasila (PNP); terutama oleh kelembagaan negara (lintas departemental dan nondepartemental). Supaya pemikiran mendasar ini cukup kaya, valid dan terpercaya maka diperlukan kelembagaan yang lebih representatif, dibawah otoritas kelembagaan negara. Alternatif kelembagaan dimaksud merupakan sinergis antar dan lintas (kelembagaan) departemental dan nondepartemental; terutama: Mendiknas; Mendagri; Menag; LIPI; Lemhannas; Wantannas; Meneg Pemuda dan Olah Raga (Menpora); dan Meneg Komunikasi dan Informasi (yang melaksanakan sosialisasi, pembudayaan) secara nasional; serta berbagai potensi dalam komponen-komponen kelembagaan keagamaan: MUI, DGI, MAWI dan sebagainya.

15

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

Catatan: Kelembagaan demikian untuk menghindarkan praktek dari pengalaman sejarah adanya BP-7 dan Team P-7 --yang dianggap di bawah otoritas tunggal Presiden--. Mengingat visi-misi PNP adalah bertujuan luhur demi nation and character building, sekaligus demi budaya dan moral sosial politik bangsa dan NKRI yang bermartabat, seyogyanya pokok-pokok pikiran dalam makalah ini dapat dipertimbangkan untuk menjadi gagasan awal langkah strategis PNP secara nasional. Bagaimana tantangan dan ancaman ini dihadapi oleh MPR RI dalam menegakkan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan UU RI No. 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara (terutama pasal 107a 107f). Semoga bangsa dan NKRI berdasarkan Pancasila UUD 45 senantiasa dalam pengayoman Tuhan Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Kuasa, Yang menganugerahkan dan mengamanatkan kemerdekaan nasional dalam integritas NKRI. Amien. Semoga bermanfaat. Malang, 15 Agustus 2009 Lab. Pancasila Universitas Negeri Malang (UM) Ketua,

Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH 130220550 Kepustakaan : Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan pustaka firdaus). Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada. _________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada. Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc. Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education. Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni. Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell 16
MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd. Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratotium Pancasila. ------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila. ------------------ 2009: Memahami Marxisme-Komunisme-Atheisme dalam Perbandingan dengan Ideologi Kapitalisme-Liberalisme dan Ideologi Pancasila (edisi II), Malang Laboratorium Pancasila UM. Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press. Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC. Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6. Peraturan Presiden RI No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan tebuka. UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003) UUD Proklamasi 1945; UUD 45 (Amandemen) 1999 2002 UU No. 27 tahun 1999 tentang (Keamanan Negara); dan UU No. 20 tahun 2003 tentang (Sistem Pendidikan Nasional) Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.

17

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

LAMPIRAN Untuk memperjelas landasan dan kerangka pemikiran tentang NKRI sebagai nation state dalam tantangan globalisasi liberalisasi dan postmodernisme, khususnya dalam era reformasi dapat dicermati dan dihayati skema berikut:

N-SISTEM NASIONAL SISTEM HUKUM NASIONAL SISTEM POLITIK N E G A R A SISTEM EKONOMI H U K U M

FILSAFAT HUKUM FILSAFAT NEGARA SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUP NUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA *) = N = sejumlah sistem nasional, terutama: 1. Sistem filsafat Pancasila 2. Sistem ideologi Pancasila 3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila 4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila 5. Sistem ekonomi Pancasila 6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila) 7. Sistem budaya Pancasila 8. Sistem Hankamnas, Hankamrata (MNS, 1988) Skema 2

18

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

TAP MPR * NEO-IMPERIALISME NEO-LIBERALISME SEKULARISME-PRAGMATISME DEMOKRASI LIBERAL, INDIVIDUALISME AN. HAM KAPITALISME (MATERIALISME) NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME), KOLEKTIVISME INTERNASIONALISME MARXISME KOMUNISME ATHEISME, DIALEKTIKAHISTORIS MATERIALISME

45

P A N C A S I L A

ERA REFORMASI POSTMODERNISME GLOBALISASI LIBERALISASI


7. UU No. 27 TAHUN 1999 TENTANG KEAMANAN NEGARA (YANG DIREVISI): TERUTAMA PASAL 107a 107f. SEBAGAI JABARAN UUD 45 DAN TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 (KARENANYA DAPAT DITEGAKKAN SEBAGAIMANA MESTINYA). TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 jo. Tap MPR RI No. I/MPR/2003, Pasal 2 dan 4 UUD Proklamasi 45 SEUTUHNYA . (PEMBUKAAN, PASAL 29 DAN PENJELASAN ) NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DASAR NEGARA (IDEOLOGI NEGARA, IDEOLOGI NASIONAL) PANCASILA FILSAFAT HIDUP (WELTANSCHAUUNG), JATIDIRI INDONESIA : PANCASILA SOSIO BUDAYA NUSANTARA INDONESIA

6. 5. 4. 3. 2. 1.

*) = +=

UUD 45 Amandemen = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY) (MNS, 2007) UU No. 27 Tahun 1999 tentang Keamanan Negara (yang direvisi): terutama Pasal 107a 107f. Sebagai jabaran UUD 45 dan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 (karenanya dapat ditegakkan sebagaimana mestinya). Skema 3 19
MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

Untuk lebih memahami HAM berdasarkan ajaran Filsafat Pancasila, dilengkapi dengan studi perbandingan dengan ajaran HAM berdasarkan Teori Natural Law (teori hukum alam) yang dianut ideologi Liberalisme-Kapitalisme dan dengan ajaran HAM berdasarkan Filsafat Idealisme Murni (Hegel) yang dianut ideologi marxisme-komunisme-atheisme; perhatikan skema terlampir;
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA (Asas Keseimbangan HAM dan KAM)

Hak Asasi Manusia (HAM)

Manusia

Kewajiban Asasi Manusia (KAM)

1. Hak Hidup

= Life 2. Hak Kemerdekaan = Liberty 3. Hak Milik = Property

HAM berdasarkan filsafat Pancasila (1 - 7) dilandasi asas KAM: 1. Kewajiban mengakui dan menerima bahwa Allah Yang Maha Esa adalah Maha dan Sumber alam semesta, termasuk manusia. 2. Kewajiban mengakui dan menerima Kedaulatan Allah Yang Maha Berdaulat (Kuasa) atas semesta, termasuk nasib manusia. 3. Kewajiban berkhidmat (berterima kasih/bersyukur) kepada Allah Yang Maha Rahman (dan mencintai Allah dan agama yang diamanatkan-Nya). 4. Kewajiban setia dan bangga kepada bangsa negaranya; kewajiban setia ideologi dan konstitusi. 5. Kewajiban bela negara, dan membayar pajak.

+
1. Hak Pribadi (Personal rights) = hak hidup, beragama, berkeluarga (cinta). 2. Hak Ekonomi (Economical rights) = hak memiliki, bekerja dan usaha, hidupsejahtera, kontrak kerja. 3. Hak Hukum (Legal rights) = hak mendapat kewarganegaraan, hak mendapat keadilan, hak membela diri, praduga tak bersalah. 4. Hak Politik (Political rights) = hak berserikat-berkumpul, menyatakan pendapat lisan & tertulis, hak memilih & dipilih, hak suaka politik. 5. Hak Sosial-budaya (Social-cultural rights) = hak mendapat & memilih pendidikan, hak menikmati seni, hak cipta (HAKI), hak menikmati mode. Asas HAM dan Substansi HAM di atas, adalah pokok-pokok ajaran HAM berdasarkan teori Hukum Alam (Natural theory) yang dianut negara Barat (liberalisme-kapitalisme)

HAM berdasarkan filsafat Pancasila (meliputi asas fundamental 1 - 7) dijiwai dan dilandasi asas keseimbangan HAM dan KAM sebagai asas moral sistem filsafat Pancasila yang beridentitas theismereligious.

Skema 4 98)

(MNS, 2000: 85

20

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA (DALAM BANDINGAN DENGAN: TEORI NATURAL LAW & TEORI HEGEL) Allah Maha Pencipta Semesta, termasuk umat manusia, Allah Yang Maha Berdaulat dan Maha Pengayom (Maha Rahman dan Rahim) HAM = Hak hidup, Kemerdekaan, Hak Milik ANUGERAH untuk disyukuri, dinikmati sekaligus sebagai AMANAT (= Kewajiban Asasi Manusia/KAM)

Asas HAM seimbang dengan KAM NKRI sebagai Sistem Negara Berkedaulatan Rakyat, dan Sistem Negara Hukum (Rechtsstaat)
NATURAL LAW Sumber HAM = Alam Semesta Life Liberty Property For Men as Individuality Ditegakkan dalam sistem demokrasi liberal kapitalisme: Individualisme, Secularisme, Pragmatisme HEGEL THEORY Sumber HAM = Tuhan (God) Life, Liberty & Property For humankind, collectivity, State (Theocratism, Etatism) for State as Represents of God Idea. ------------------------------------Dijiplak dan diterapkan Karl Marx dalam Sistem Kedaulatan Negara (Etatisme, Atheisme, Totalitarianisme)

(MNS, 1983 1993; 2003) Skema 5 Catatan: Dalam filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik) sebagai anugerah hanyalah untuk manusia secara universal. Martabat mulia dan agung manusia, pada hakikatnya berwujud integritas keimanan sebagai martabat kerokhanian manusia. Keimanan (dan ketakwaan) inilah sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas kemuliaan martabat manusia di hadapan Maha Pencipta dan Maha Berdaulat Jadi, kategori keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang setia dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172; dan 49: 17; 51: 56). Sesungguhnya, hakekat HAM dalam asas keseimbangan dengan KAM ialah kemuliaan martabat manusia jasmani-rohani, dan dunia-akhirat. Hakekat demikian menjamin martabat HAM yang hidup dengan kerohaniannya dalam alam keabadian (akhirat), yang dipercaya umat beragama (sekaligus sebagai pengamalan Dasar Negara Pancasila, sila I dan II). lab.pancasila.um.ac.id/wp-content/uploads/2011/.../blitar-08-09.doc www.scribd.com/doc/52175685/Identitas-Nasional-Fix

21

MNS-Lab.Pancasila UM-08-09

You might also like