You are on page 1of 13

FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM

Beberapa hal penting yang dibahas dalam bab IV dengan halaman 60 dapat diuraikan sebagai berikut : 1

pada halaman 55 sampai

Suatu sistem pendidikan diatur dengan mempertimbangkan faktor geografis dan faktor sosial dan faktor ini akan sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum dan pengelolaannya. Pernyataan ini diperkuat oleh kutipan berikut : An educational system is governed to a considerable extend by social and geographical factors and these too will greatly affect curriculum development and its management. (Howson, Keitel and Kilpatrick, 55 ; 1981). Dengan adanya faktor geografis dan faktor sosial yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, ini akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap pengembangan dan pengelolaan kurikulum di masing-masing negara. Misalnya, di Norwegia dan Swedia. Kedua negara yang tergabung dalam negara-negara Skandinavia ini merupakan negara yang memiliki nilai persatuan yang tinggi dengan struktur sosial yang relatif kecil, dimana sebagian besar wilayahnya berupa pedesaan dan cukup makmur. Akibatnya, negara-negara Skandinavia memiliki kesempatan untuk mengembangkan kurikulum nasional. Artinya, kurikulum yang memuat kebijakan nasional khususnya kurikulum yang berwawasan sosial. Di satu sisi, negara-negara Skandinavia cukup kecil secara geografis, namun negara-negara ini cukup makmur dan mempunyai kemampuan yang besar dalam mengatur pengembangan kurikulum secara internal. Di sisi lain, walaupun bahasa mereka bukan termasuk bahasa internasional seperti bahasa Inggris dan bahasa Perancis, mereka mampu mempengaruhi perkembangan kurikulum internasional karena tradisi dan budaya mereka yang sangat mapan, sehingga

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

tidak ada keraguan dalam bidang pengajaran. Faktor geografis dan faktor sosial tidak hanya memberikan pengaruh baik terhadap pengembangan kurikulum, karena di sisi lain dua negara Afrika yaitu Botswana dan Swaziland keadaannya sangat berbeda dengan negara - negara Skandinavia. Botswana dan Swaziland adalah negara yang miskin, dimana masyarakatnya kurang mengenyam bangku sekolah dan beberapa sekolah yang ditujukan pada mereka sebagian besar menggunakan sasaran hasil dan menggunakan standar luar negeri sehingga biaya pendidikan menjadi sangat mahal. Selain itu, penerbit buku tidak pernah mendapatkan hasil penjualan yang besar terhadap buku-buku mereka dan hampir mustahil untuk menawarkan para guru pada suatu pilihan buku-buku yang sesuai dengan kurikulum, karena daya beli guru ataupun siswa yang relatif rendah. 2 Para pengembang kurikulum di Afrika juga menghadapi rintangan yang jauh lebih besar dibandingkan teman sejawatnya di negara maju. Pernyataan ini diperkuat oleh kutipan berikut : Curriculum designer, then, face far greater obstacles than do their colleagues in developed countries (Howson, Keitel and Kilpatrick, 55 ; 1981). Dalam pengembangan kurikulum di Afrika, silabus harus diperbaharui setiap lima tahun dan juga harus mengacu pada sertifikat sekolah luar negeri Cambridge. Selain itu, juga harus mendapatkan uji sertifikasi menengah tingkat lokal. Kesulitan lain yang dihadapi oleh penduduk di sebagian besar Negara Afrika adalah bahasa. Terutama pada sekolah menengah, siswa sering diberikan materi dalam bahasa asing, yaitu bahasa Inggris atau bahasa Perancis. Sehingga hal ini tidak sejalan dengan bahasa nasional sebagai bahasa perantara yang telah di pelajari pada pendidikan dasar. Selain di Afrika, permasalahan bahasa juga muncul di USSR. USSR yang memiliki wilayah yang luas, tidak mempunyai bahasa daerah umum. Siswa-siswa diajar dengan menggunakan bahasa ibu, sampai bahasa Rusia diperkenalkan

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran. Sebagai contoh, di Belgia dan Kanada ada bahasa alternatif yang digunakan dalam proses pembelajaran karena siswa belum terlalu mengenal bahasa pengantar yang digunakan. Di Inggris dan AS terdapat masyarakat imigran yang anakanaknya kurang menguasai bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini disebabkan karena anak-anak tersebut belum mengenal ataupun memahami bahasa pangantar di sekolah mereka yang baru. 3 Pada faktor status profesional dan pendidikan para guru, dinyatakan bahwa Kualitas profesional dan tingkat otonomi yang dilimpahkan pada guru sangat pantas dipertimbangkan di setiap negara, dan anehnya keduanya tidak selalu dihubungkan. Pernyataan ini diperkuat oleh kutipan berikut : The profesional quality and the degree of autonomy granted to teachers varies considerably from country to country and somewhat surprisingly the two are not always linked. (Howson, Keitel and Kilpatrick, 56 ; 1981) Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasiinformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap siswa yang mampu bertahan dalam era globalisasi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Dalam menjalankan profesinya sebagai guru, sangat mungkin terjadi pertentangan dengan hati nurani guru tersebut, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan, maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

menjadi pengajar. Bahkan sebagai pengajarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru semakin dikontrol melalui keharusan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat RPP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya. (http://ictcommunity.multiply.com/journal/item/24/Peranan_Musyawarah_ Guru_Mata_Pelajaran_Pendidikan_Kewarganegaraan_Dalam_Meningkatk an_Profesioalisme_Guru) Sebagai contoh, guru-guru di Skotlandia secara tradisional telah berkualitas lebih baik, baik secara akademis maupun profesional dibandingkan dengan guru-guru di Inggris. Di Skotlandia, sekolah resmi dan sekolah tinggi kesehatan memiliki Dewan profesional dimana guru-guru di Inggris tidak memilikinya. Dewan profesional ini bertugas dalam mengatur standar profesi dan menjaga agar tidak ada penyimpangan profesi. Tetapi, di dalam kelas guru-guru di Skotlandia memiliki sedikit kebebasan dibandingkan guru-guru di Inggris. Sistem di Skotlandia lebih terpusat dimana guru diberikan lebih sedikit pilihan, monitoring kebebasan bagi guru. Di masa lalu, pendidikan guru sekolah dasar dimanapun masih relatif kurang secara akademis dan tidak ada pendidikan profesional bagi guru sekolah menengah. Tetapi saat ini kebutuhan akan pendidikan akademis dan profesional semakin dirasakan dan pendidikan di beberapa negara sedang dalam proses menjadi profesi untuk semua lulusan. Pelatihan keprofesionalan diterima sebagai hal penting namun ada perbedaan dalam penafsirannya. Di Inggris pendidikan guru lebih ditekankan pada aspek mengajar di sekolah. Di sisi lain, Departemen Pendidikan di Jerman lebih menekankan pada aspek teoritis seperti sejarah, filosofi dan pertimbangan Badan pengawas atau cenderung mengekang kebebasan dibandingkan memberikan

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

teoritis secara umum. 4 Peningkatan kualitas guru merupakan faktor kunci dalam inovasi pembelajaran di kelas. Pernyataan ini diperkuat oleh kutipan berikut : The quality of the teachers concerned is probably the key factor in any classroom innovation. (Howson, Keitel and Kilpatrick, 57 ; 1981) Peningkatan kualitas guru tergantung pada faktor lain yang lebih penting dari pelatihan awal. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, dan gaji yang secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme guru. Harus di laksanakan secara kontinu dan terus menerus oleh para guru dan harus diberikan sebagai perangsang bagi guru untuk terus meningkatkan kinerjanya. Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyeimbangkan banyaknya jam kerja dengan besarnya gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) Teacher in England and Wales : Profesionalisme in Practice dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara lain. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua berubah sehingga dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dan lain-lain. Namun kini, pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui pemberian tunjangan profesi, sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tunjangan profesi ini diberikan setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. (http://ictcommunity.multiply.com/journal/item/24/Peranan_Musyawarah_ Guru_Mata_Pelajaran_Pendidikan_Kewarganegaraan_Dalam_Meningkatk an_Profesioalisme_Guru) 5 Dalam Sistem Pendidikan dinyatakan bahwa Tingkat oposisi dari pemerintah pusat terhadap kontrol pemerintah daerah dalam pendidikan sangat beragam antara negara yang satu dengan negara yang lain Pernyataan ini diperkuat oleh kutipan berikut : The degree of state as opposed to localcontrol of education varies greatly from country to country (Howson, Keitel and Kilpatrick, 57 ; 1981) Sentralisasi merupakan penyatuan segala sesuatu ke suatu daerah yang dianggap sebagai pusat. Sebagai contoh, Perancis dan Swedia memiliki sistem pendidikan yang kurikulumnya diatur dari pusat. Begitu pula di Australia dan Jerman Barat, kurikulumnya juga diatur di pusat tetapi administrasinya terpisah. Pendidikan di AS ditandai oleh penekanan pada kendali lokal dan pemerintah pusat tidak mempunyai tanggung jawab secara langsung pada pendidikan meskipun hal itu akan berdampak pada pendidikan. Lain halnya dengan yang terjadi di Inggris, kendali pendidikan dibagi antara Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Pusat, dan Otoritas Pendidikan Lokal. Harus ditekankan bahwa pengaruh nyata atas kurikulum adalah selalu lebih banyak dibandingkan dengan yang dianjurkan oleh pejabat pemerintah. Pernyataan ini diperkuat oleh kutipan berikut : .

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

Yet it must be stressed that the actual influences on the curriculum are always more nomerous then the official system would suggest. (Howson, Keitel and Kilpatrick, 58 ; 1981) Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa hal-hal yang terkait dengan pengembangan kurikulum di lapangan akan lebih berpengaruh terhadap kurikulum dibandingkan dengan anjuran atau saran oleh pemerintah terhadap pengembangan kurikulum tersebut. Hal ini dapat dilihat di negaranegara seperti Swedia dan Perancis yang kurikulumnya dikendalikan secara terpusat dengan bantuan silabus dan buku pedoman metode untuk guru, dimana selalu terdapat ketimpangan antara rancangan pejabat dengan pelaksanaanya di lapangan. Dapat dikatakan bahwa kurikulum yang ingin diterapkan oleh pemerintah harus disesuaikan dengan keadaan di lapangan. 6 Faktor lain yang juga mempengaruhi pengembangan kurikulum adalah Ujian Nasional. Sistem Ujian Nasional merupakan suatu masalah di dalam otonomi guru. Pernyataan ini diperkuat oleh kutipan berikut : A major constraint in the teachers autonomy not necessarily for ill is the external (public) examination system. (Howson, Keitel and Kilpatrick, 56 ; 1981). Ujian Nasional adalah ujian yang dilaksanakan oleh pemerintah secara nasional untuk mengetahui perkembangan mutu pendidikan secara nasional, berkala, dan menyeluruh untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Adapun alasan mengapa sistem Ujian Nasional ini menjadi masalah bagi guru yaitu guru merasa terbebani dalam mempersiapkan silabus karena terdapat beberapa hal dalam penyusunannya seperti pengalokasian waktu yang harus didistribusikan dalam suatu indikator tertentu yang merupakan kemampuan minimal yang harus dikuasai oleh siswa, yang dalam hal ini cenderung waktu yang dialokasikan tidak cukup untuk pelaksanaan pencapaian indikator yang ditetapkan. Kecenderungan yang terjadi di lapangan yaitu guru mengejar materi untuk menyesuaikan alokasi waktu yang telah disediakan (kemampuan siswa kurang diperhatikan). Sehingga siswa yang mengikuti ujian nasional nantinya belum

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

tentu menguasai semua materi yang diujikan. Pertanyaan penting yang harus ditanyakan tentang sistem penilaian publik (nasional) yaitu sebagai berikut. i). Apakah sekolah dapat memilih jenis silabus yang akan mereka gunakan, misalnya silabus modern atau silabus tradisional? ii). Siapa yang mengendalikan dan mengurus ujian tersebut? Apakah Ujian tersebut dilaksanakan oleh suatu Lembaga Negara seperti di Perancis atau oleh Lembaga Swadaya Masyarakat seperti di Inggris? iii).Seberapa mudahkah para guru menghadapi perubahan silabus? Bagaimana peran guru sekolah (dalam hal bekerjasama dengan badan pengawas dan para dosen) dalam proses penilaian, misalnya dalam merancang dan mengatur silabus, dan menandatangani dokumen ujian ? iv). Bagaimana model penilaian yang digunakan? Adakah kemungkinan penilaian tersebut dilanjutkan untuk suatu proyek atau penelitian? Apakah ujian yang dilaksanakan secara tertulis, lisan atau campuran? (v). Siapa yang menguji para penguji?

Beberapa pertanyaan sebagai latihan yang terdapat dalam bab ini antara lain : 1. Uraikanlah sistem ujian di negaramu. Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan Ujian Nasional (UN) sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UN adalah : untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah.

Ujian Nasional berfungsi sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara nasional, pendorong peningkatan mutu pendidikan secara nasional, bahan dalam menentukan kelulusan peserta didik, dan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi penerimaan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. UN merupakan salah satu bentuk evaluasi belajar pada akhir tahun pelajaran yang diterapkan pada beberapa mata pelajaran yang dianggap penting. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antartahun. (http://re-searchengines.com/art05-75.html) Jawaban dari pertanyaan (i) sampai (v) adalah sebagai berikut. i). Apakah sekolah dapat memilih jenis silabus yang akan mereka gunakan, misalnya silabus modern atau silabus tradisional? Silabus modern berpedoman pada kurikulum yang baru sedangkan silabus tradisional berpedoman pada kurikulum yang lama. Silabus modern lebih memiliki keunggulan daripada silabus tradisional karena akan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Sekolah menggunakan silabus sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat itu. Khususnya di Indonesia, kurikulum yang berkembang saat ini adalah KTSP yang termasuk kurikulum baru. Dimana sekolah diberi kewenangan untuk menyusun kurikulum lengkap dengan silabusnya, namun tetap mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, sekolah wajib menggunakan silabus modern yang merupakan silabus yang bersifat dinamis mengikuti perkembangan jaman. ii). Siapa yang mengendalikan dan mengurus Ujian tersebut? Apakah Ujian

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

tersebut dilaksanakan oleh suatu Departemen Negara seperti di Perancis atau oleh Lembaga Swadaya Masyarakat seperti di Inggris? Ujian di Indonesia dikendalikan dan diurus oleh pemerintah yaitu oleh Departemen Pendidikan seperti halnya di Perancis. iii).Seberapa mudahkah para guru menghadapi perubahan silabus? Bagaimana peran guru sekolah (dalam hal bekerjasama dengan badan pengawas dan para dosen) dalam proses ujian, misalnya dalam merancang dan mengatur silabus, dan menandai dokumen Ujian? Perubahan silabus sangat dipengaruhi oleh perubahan kurikulum. Tidak mudah bagi guru-guru di Indonesia untuk menghadapi perubahan kurikulum, hal ini disebabkan karena penerapan kurikulum tidak diawali dengan pemberian diklat (pendidikan dan pelatihan) bagi guru mengenai petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan. Sehingga guru kurang siap menghadapi setiap perubahan kurikulum dan silabus. Peran guru sekolah (dalam hal bekerjasama dengan badan pengawas dan para dosen) dalam proses ujian, misalnya dalam merancang dan mengatur silabus, dan menandai dokumen ujian yaitu dalam hal dimintai keterangan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan seperti keterangan mengenai kondisi sekolah, perkembangan siswa yang erat kaitanya dengan tingkat penguasaan siswa terhadap indikator yang termuat dalam silabus, dimana hal ini akan berpengaruh pada kelancaran proses ujian. iv). Bagaimana model penilaian yang digunakan? Adakah kemungkinan penilaian tersebut dilanjutkan untuk suatu proyek atau penelitian? Apakah ujian yang dilaksanakan secara tertulis, lisan atau campuran? Di Indonesia terdapat model-model penilaian yaitu : Unjuk Kerja (Performance) Pengamatan terhadap aktivitas siswa sebagaimana terjadi (unjuk kerja, tingkah laku, interaksi) Penugasan (Proyek) Penilaian terhadap suatu tugas (mengandung investigasi) yang harus

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

10

selesai dalam waktu tertentu Hasil Kerja (Produk) Penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni. Tes Tertulis Memilih jawaban Pilihan ganda, 2 pilihan (B-S; ya-tidak) Menguraikan jawaban: Isian atau melengkap, jawaban singkat, uraian Portofolio Penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) yang sistematis Penilaian Sikap Penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap obyek sikap Dalam Ujian Nasional, model penilaian yang digunakan yaitu tes tertulis dengan tipe soal objektif berupa soal pilihan ganda yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotor yang telah memenuhi validitas dan reabilitas soal. Penilaian dari ujian yang dilaksanakan akan dijadikan pembanding dari nilai-nilai ujian sebelumnya, yang kemudian akan dibuatkan standar nilai untuk ujian berikutnya. Dari hasil pelaksanaan Ujian Nasional memungkinkan diadakannya suatu proyek atau penelitian antara lain : Untuk mengukur perkembangan mutu pendidikan Untuk mengetahui efektivitas kurikulum yang telah diterapkan Sebagai bahan telaah kurikulum Untuk mengetahui model pembelajaran yang tepat diterapkan dalam proses pembelajaran, dll. (v). Siapa yang menguji para penguji? Penguji dari para penguji adalah suatu tim yang ditunjuk oleh pemerintah yang diberi kepercayaan sebagai penguji, dimana tim ini sudah melalui proses hingga tim tersebut dapat terbentuk.Guru sebagai penguji dari siswa diuji melalui uji sertifikasi, dimana sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh :

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

11

perguruan

tinggi

yang

memiliki

program

pengadaan

tenaga

kependidikan yang terakreditasi. Hal hal penting yang dapat disimpulkan setelah mempelajari bab ini antara lain : 1. Pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut diantaranya : faktor geografis dan sosial, status profesional dan pelatihan guru, sistem pendidikan dan Ujian Eksternal. Dalam suatu negara faktor-faktor tersebut akan sangat berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. 2. Faktor geografis dan faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan kurikulum misalnya keadaan alam, masyarakat, kebudayaan, bahasa, agama dll. 3. Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa siswa yang mampu bertahan dalam era globalisasi. 4. Peningkatan kualitas guru merupakan faktor kunci dalam inovasi pembelajaran di kelas. 5. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme guru. Harus di laksanakan secara kontinu dan terus menerus oleh para guru bagi para guru dan harus diberikan sebagai perangsang bagi guru untuk terus meningkatkan kinerjanya. 6. Hal-hal yang terkait dengan pengembangan kurikulum di lapangan akan lebih berpengaruh terhadap kurikulum dibandingkan dengan anjuran atau saran oleh pemerintah terhadap pengembangan kurikulum tersebut

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

12

7. Sistem Ujian Nasional merupakan suatu masalah di dalam otonomi guru. Melalui Ujian Nasional ini akan dapat diketahui perkembangan mutu pendidikan dari kurikulum yang digunakan.

Telaah dan Pengembangan Kurikulum

13

You might also like