You are on page 1of 20

MAKALAH BIOLOGI SEL

HEMOFILIA KELAINAN DARAH WARISAN


Disusun oleh: Amelia Rizki Nurwahidah NIM : 1013015029

UNIVERSITAS MULAWARMAN FAKULTAS FARMASI 2011

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, dengan rahmat dan kuasanya telah mengizinkan rampungnya makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun bertujuan untuk membantu pembaca dalam mempelajari tentang penyakit hemofilia yang akan dibahas dalam makalah ini serta untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca. Dalam penyusunan makalah ini tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, saran dan dorongannya. Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan sehingga penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata penyusun mengharapkan agar para pembaca dapat menarik manfaat dari makalah ini.

Samarinda, 16 Januari 2011

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul Kata Pengantar Bab I Pendahuluan .. .. i ii 1 4 4 5

A. Rumusan Masalah B. Tujuan

..

Bab II Pembahasan .. Bab III Kesimpulan

16

Daftar Pustaka .. 17

BAB I PENDAHULUAN

Darah adalah salah satu bagian tubuh yang paling mendapat perhatian dan penghargaan tinggi. Demikian tinggi penghargaan tersebut, sehingga darah seringkali dihubungkan dengan berbagai hal yang sebenarnya di luar fungsi darah itu sendiri. Berbagai ungkapan seperti darah daging,pertalian darah,tanah tumpah darah,darah biru, dan lain sebagainya digunakan dalam percakapan. Hal ini menunjukkan betapa tingginya nilai darah pada pandangan manusia. Darah umumnya dipandang sebagai cairan tubuh yang kental, berwarna merah dan tidak transparan serta berada dalam suatu ruang tertutup yang dinamai sebagai sistem pembuluh darah. Atau dengan kata lain darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh yang lain, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai bahan serta fungsi homeostasis. Penggolongan darah sebagai suatu jaringan didasarkan atas definisi jaringan, yaitu sekelompok sel atau beberapa jenis sel, yang mempunyai bentuk yang sama dan menjalankan fungsi tertentu. Hanya saja, berbeda dengan jaringan lain, sel-sel yang terdapat dalam darah dan dinamai sebagai sel-sel darah tidaklah terikat satu sama lain membentuk suatu struktur yang bernama organ, melainkan berada dalam keadaan suspensi dalam suatu cairan. Darah terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1. Plasma darah, yaitu cairan darah yang tidak terdapat sel-sel darah dan lempingan darah. Mempunyai beberapa bagian penting seperti putih telur (albumin, globulin kekebalan, faktor-faktor pembeku, faktor-faktor

komplemen, haptoglobin, transferin, feritin, seruplasmin, kinina, enzima, polipeptida), glukosa, asam amino, lipida, berbagai mineral dan metabolit, hormone dan vitamin-vitamin. 2. Sel-sel darah: eritrosit, granulosit, monosit, limfosit, trombosit. Secara umum fungsi darah adalah sebagai berikut: 1. Alat transpor makanan, yang diserap dari saluran cerna dan diedarkan ke seluruh tubuh
2. Alat transpor O2, yang diambil dari paru-paru untuk dibawa ke seluruh tubuh. 3. Alat transpor bahan buangan dari/ke jaringan ke alat-alat ekskresi seperti

paru-paru (gas), ginjal dan kulit (bahan terlarut dalam air) dan hati untuk diteruskan ke empedu dan saluran cerna sebagai tinja (untuk bahan yang sukar larut dalam air) 4. Alat transpor antar jaringan dari bahan-bahan yang diperlukan oleh suatu jaringan lain. 5. Mempertahankan termasuk keseimbangan ialah dinamis (homeostasis) suhu dalam tubuh,

didalamnya

mempertahankan

tubuh,

mengatur

keseimbangan distribusi air dan mempertahankan keseimbangan asam-basa sehingga pH darah dan cairan tubuh tetap dalam keadaan yang seharusnya. 6. Mempertahankan tubuh dari agresi benda atau senyawa asing yang umumnya selalu dianggap punya potensi menimbulkan ancaman. Seperti yang telah disebutkan, darah berada di dalam suatu sistem saluran yang berhubungan satu sama lain dan secara keseluruhan membentuk suatu ruang tertutup. Di dalam ruang tertutup tersebut darah terus beredar menjalankan fungsinya. Dengan demikian, ruang tertutup ini sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan dunia

luar. Di tempat-tempat tertentu, ada hubungan dengan dunia luar dengan cara difusi, yaitu di paru-paru dan glomerulus ginjal. Hubungan ini mutlak diperlukan demi fungsi darah itu sendiri karena di alveolus paru-paru itulah darah langsung menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, sedangkan di glomerulus ginjal darah membuang sejumlah hasil metabolisme. Akan tetapi, meskipun di dua tempat itu terjadi hubungan yang langsung dengan dunia luar, tidak pernah terjadi kehilangan darah, atau lebih tepat lagi kehilangan cairan melalui dua cara tersebut. Sebaliknya, dalam kehidupan sehari-hari, selalu saja ada kemungkinan rusak kesinambungan pada dinding pembuluh darah yang membentuk ruang tertutup tersebut. Kecelakaan yang menyebabkan luka yang tampak dan disadari, seperti tertusuk benda runcing, tersayat pisau, dengan jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk menghentikannya. Pengendalian luka oleh tubuh dapat dibagi dalam 3 tahap utama. Tahap pertama ialah usaha menghentikan luka, yang berakhir dengan terbentuknya gumpalan darah (clot). Tahap kedua, yang terjadi sesudah gumpalan tersebut terbentuk sehingga pendarahan dapat diatasi, ialah penghancuran gumpalan darah atau resorpsi. Tahap ketiga ialah pembentukan kembali struktur semula (regenerasi) yang rusak pada waktu luka. Ketika terjadi luka, sebagai usaha pertama untuk mengatasinya terjadilah beberapa hal berikut. Pertama, terjadi penciutan pembuluh darah (vasokonstriksi) yang mengalami luka tersebut. Selanjutnya, di tempat luka akan terjadi penggerombolan trombosit. Dengan demikian, luka tersebut akan tersumbat oleh trombosit ini. Peristiwa lain yang berperan dalam jangka waktu yang lebih panjang adalah adanya gumpalan darah. Dalam proses ini melibatkan sejumlah faktor seperti sejumlah protein yang bekerja sebagai enzim, Ca2+ dan faktor sel. Semua faktor penggumpalan adalah protein, kecuali Ca2+. Kelainan yang menyangkut suatu protein, termasuk faktor penggumpalan dapat disebabkan oleh

salah satu dari 3 penyebabnya. Pertama, kelainan genetik. Kedua, kelainan karena kerusakan dari organ yang membuatnya dan yang ketiga, kelainan yang disebabkan oleh adanya masalah pada faktor pendukung proses sintesis. Dalam pembahasan kali ini, penyakit hemofilia termasuk dalam gangguan penggumpalan darah yang disebabkan karena kelainan genetik.

A. Rumusan Masalah 1. Apakah penyakit hemofilia itu? 2. Apa penyebab munculnya penyakit hemofilia? 3. Terapi apa saja yang dapat diberikan? 4. Bagaimana upaya pencegahannya?

B. Tujuan 1. Mengetahui definisi dari hemofilia 2. Mengetahui penyebab penyakit hemofilia 3. Dapat mengetahui upaya-upaya profilaksis hemofilia

BAB II PEMBAHASAN

Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. Hemofilia ada dua macam, yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan gen yang menyandikan faktor VIII atau AHG (Antihemophilic globulin, Faktor Antihemofilia). Gen ini, walaupun terdapat pada kromosom x, bersifat resesif sehingga laki-lakilah yang lebih sering mengidapnya. Perempuan lebih bersifat membawa sifat saja.

Gambar 1. Memperlihatkan apa yang akan terjadi jika seorang laki - laki penderita

hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita normal.

Semua anak perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia (carrier), jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia dari sang ayah. Dan semua anak laki - laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.

Gambar 2. Menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang laki- laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia. Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka anak tersebut 50% kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X pada anak laki - laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang mengalami mutasi, maka ia akan terkena hemofilia. Dengan jalan yang sama, sepasang anak perempuan memiliki 50% kemungkinan adalah pembawa sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal

dari sang ibu. Dan sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki sifat hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia. Sedangkan hemofilia B disebut juga penyakit Christmas di mana kelainan terjadi pada gen penyandi faktor Christmas atau faktor IX. Gen ini juga terdapat di kromosom x dan juga bersifat resesif. Baik hemofilia A maupun hemofilia B samasama menunjukkan ketidakmampuan darah untuk menggumpal. Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentikan perdarahan

a.

Ketika mengalami pendarahan berarti terjadi

luka pada pembuluh darah, lalu darah keluar dari pembuluh. b. c. d. Pembuluh darah mengerut/mengecil. Keping darah (trombosit) akan menutup luka Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat

pada pembuluh. anyaman (benang-benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh. Gambar 3

Gambar 4

a. Ketika mengalami pendarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah

sehingga darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengkerut/mengecil.


c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh darah. d. Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman

penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh darah. Di dalam darah terdapat sepuluh macam protein pembeku yang dapat saling mengaktifkan dalam suatu urutan yang khas. Dalam keadaan yang normal, zat-zat (faktor-faktor) pembeku ini berada dalam keadaan tidak aktif. Apabila karena suatu kejadian yang merusak maka salah satu dari faktor pembeku itu dapat diaktifkan dan

faktor tersebut akan mengaktifkan faktor pembeku berikutnya yang sesuai dengan dirinya. Dengan demikian, maka setelah mengaktifkan dirinya secara bertingkat dia mengaktifkan faktor pembeku berikutnya untuk diubah menjadi bentuk aktif, hingga akhirnya sampai pada faktor terakhir yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrinemonomer, suatu protein yang secara spontan mengadakan polimerisasi menjadi suatu jaringan benang-benang fibrin yang merupakan kerangka dari bentuk bekuan yang terlihat. Berlangsungnya pembekuan itu disebabkan karena bekerjanya cairan jaringan yang bekerja proteolitik (jaringan tromboplastin) yang mengadakan kontak dengan darah atau karena bekerjanya faktor Hageman (faktor XII) pada permukaan yang rusak. Tabel. Faktor-Faktor pembekuan darah Faktor I II III IV V VII VIII IX X XI Sinonim Fibrinogen Protrombin Tromboplastin ion Ca2+ proakselerin / globulin akselerator (Ac-glob) Prokonvertin Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG) Komponen tromboplastin plasma (faktor Christmas) Faktor Stuart-Power Anteseden tromboplastin plasma (PTA)

XII XIII

Faktor Hageman Faktor Laki-Lorand, Faktor stabilisasifibrin Ada tidaknya berbagai faktor pembeku dapat diketahui dengan jalan

pemeriksaan pada penderita kecenderungan pendarahan yang sejak lahir. Dari semua faktor pembeku yang telah dikenal, memang ada yang secara keturunan tidak ada padanya. Ketidakadaan yang secara keturunan mengenai aktivitas pembekuan dari faktor pembeku tertentu ini dapat disebabkan karena molekul yang bersangkutan tidak terbentuk sama sekali atau karena kesalahan strukturnya itu disebabkan oleh kelainan kode pada kromosom. Hal inilah yang sering menyebabkan munculnya penyakit Hemofilia A dan B serta penyakit Von Willebrand. Hemofilia tidak selalu timbul dalam setiap generasi, dan terutama pada keluarga yang jumlah anaknya sedikit. Dapat kita namakan ini sebagai loncatan dari satu atau lebih generasi, yang timbul apabila hanya anak perempuan yang dilahirkan. Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3 tingkatan, yaitu:

Klasifikasi Berat Sedang Ringan

Kadar faktor VII dan IX dalam darah < 1% dari jumlah normalnya 1 5% dari jumlah normalnya 5 30% dari jumlah normalnya

Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa

kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi. Kira-kira 1 dari 10000 orang menderita hemofilia. Hemofilia A terdapat 5-10 kali lebih sering daripada hemofilia B. Dilihat dari segi klinik tidak terdapat perbedaan antara hemofilia A dan B. Dalam segi terapi, perbedaan itu sangat besar artinya, mengingat pada hemofilia A tidak terdapat faktor VIII sedangkan pada hemofilia B yang mengalami defisiensi adalah faktor IX. Pada umur lebih lanjut, keluhan-keluhan penting adalah pendarahan spontan yang dapat terjadi di banyak tempat: Pendarahan pergelangan, terutama pada lutut, pergelangan kaki, pergelangan

tangan dan siku (haemarthros). Hal ini sangat terkenal, karena pendarahan sering bertahan dan lama-kelamaan akan merusak pergelangan (persendian) itu sehingga dapat menyebabkan cacat tubuh (invalid); Pendarahan otot sangat menyakitkan. Dapat menyebabkan nekrosa otot;

karena di dalam ruang otot persediaan darahnya terganggu, bahkan kadangkadang begitu gawatnya sehingga dapat menimbulkan gangrene (kelemajuh) dari sisa ekstremitas;

Pendarahan periost menyebabkan resorpsi jaringan tulang, sebagai akibat dari

tekanan di dalam hematom, sehingga dengan demikian dapat menimbulkan sakit tulang (botkysten). Pembentukan callus terjadi, sehingga kelainan tulang sukar disembuhkan;
-

Pendarahan selaput lendir pada rongga mulut, rongga kerongkongan, rongga

hidung. Perawatan gigi harus dilakukan dengan hati-hati misalnya pada penambalan gigi. Pendarahan retroperitoneal sangat mirip dengan gangguan perut yang akut; Pendarahan intracranial jarang terjadi. Kita harus ingat bahwa apabila setelah

trauma tengkorak timbul sakit kepala yang progesif;


-

Pendarahan saluran urine dengan hematuria; hal ini dapat berlangsung tanpa

keluhan atau bersama-sama mulas perut yang luar biasa sebagai akibat dari gumpalan darah dalam ureter atau kandung kemih; Penyembuhan luka setelah operasi atau trauma terganggu. Kadang-kadang

terjadi dehiscensi karena jaringan fibrin di mana fibroblast yang berpindah, terdiri dari mutu yang jelek. Dengan alasan yang sama terjadi pula gangguan pembentukan callus setelah tulang pecah. Terapi yang dapat diberikan kepada penderita hemofilia antara lain:
1. Pada pendarahan pada permukaan, dapat kita tahan dengan pembalut tekan,

kalau perlu diisi dengan aplikasi lokal dari tepung trombin. Tepung trombin ini mempunyai kekhususan, oleh karena itu tidak boleh digunakan pada pendarahan yang dalam. Pada hemofilia A dengan pendarahan akut, dapat diberikan terapi dengan pemberian Faktor VIII. Sekarang sudah ada F VIII yang diberikan secara I.V.

Apabila tidak mempunyai F VIII maka dapat diberikan kriopresipitat (plasma yang didinginkan) atau diberikan tranfusi darah. 2. Terapi subtitusi dengan faktor-faktor pembeku Dapat diberikan sebanyak faktor pembeku yang tidak ada, agar suatu konsentrasi 25% atau lebih dapat tercapai. Kecepatan hancuran faktor-faktor pembeku sangat penting apabila hendak mencapai konsentrasi yang aman: t F VIII = kira-kira 18 jam t F IX = kira-kira 24 jam

pada demam, pendarahan, dan sebagainya, t jauh lebih pendek. Untuk mencegah hidrasi yang berlebihan maka dapat diberikan konsentrat faktor pembeku. Atau dapat juga diberikan plasma. Untuk subtitusi faktor VIII harus segar (F VIII bersifat labil), sedangkan untuk faktor IX boleh diberikan yang sudah tersimpan selama satu minggu.
3. 1 dari 20 penderita hemofilia berkembang setelah diulanginya pemberian dari

faktor VIII membentuk suatu badan anti terhadap faktor VIII, yang menyebabkan terapi subtitusi tidak memungkinkan, maka kadang-kadang terpaksa dilakukan transfusi bergantian. 4. Antifibrinolitika, antara lain asam-aminokapron serta siklopron. Zat-zat ini melawan fibrinolisa. 5. Haemarthrosis Titik berat terletak pada pendarahan intra-artikuler yang berlangsung lebih dulu dan terus menerus. Cara yang paling sedikit bahayanya dan paling rasional untuk memperkecil tegangan di dalam persendian, yang terdiri dari meneliti kecenderungan pendarahannya. Subtitusi harus dalam kejadian yang

haemarthrosisnya gawat serta pada suatu persendian yang penting (pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, dan siku) yang terjadi karena cepatnya pemuatan dari faktor yang tidak ada sampai 20 30% dari keadaan normal, yang telah sekian lama harus dilaksanakan sampai persendian itu dapat digerakkan secara normal dan telah hilang ketegangannya.

Gambar 5. Pendarahan pada siku

Yang paling penting adalah kalau pendarahan sudah berhenti maka harus segera dilakukan perawatan fisioterapi untuk segera memulihkan pergerakan sendinya.

Gambar 6. Pemulihan pergerakan sendi pada penderita hemofilia

Berbagai komplikasi dapat timbul adalah akibat dari pendarahan dan transfusi darah. Komplikasi akibat pendarahan adalah anemia, ambulasis atau deformitas sendi, atrofi otot atau neuritis. Tranfusi yang sering diberikan dapat memberikan komplikasi hepatitis atau terjadinya circulating anticoagulans. Upaya profilaksis atau pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita hemofilia sebagai berikut: Pengontrolan oleh spesialis apabila terjadi keluhan. Pada pengontrolan

demikian itu perlu pula diperiksa tekanan darahnya, fungsi ginjal, dan hati serta adanya antigen hepatitisB dan badan-badan anti. Pemeriksaan gigi yang teratur oleh dokter gigi Pada pendarahan spontan yang berulang-ulang diberikan profilaktik mingguan

atau perawatan sendiri dengan konsentrat faktor pembeku dengan dosis dan frekuensi yang ditetapkan berdasarkan empiric mencegah pendarahan spontan.

BAB III KESIMPULAN

Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. Hemofilia ada dua macam, yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan gen yang menyandikan faktor VIII atau AHG (Antihemophilic globulin, Faktor Antihemofilia). Sedangkan hemofilia B disebut juga penyakit Christmas di mana kelainan terjadi pada gen penyandi faktor Christmas atau faktor IX. Gen-gen ini terdapat di kromosom x dan bersifat resesif. Baik hemofilia A maupun hemofilia B sama-sama menunjukkan ketidakmampuan darah untuk menggumpal. Upaya pencegaha yang dapat dilakukan diantaranya segera memeriksakan diri apabila terjadi keluhan, memeriksakan gigi secara teratur untuk mencegah adanya pendarahan pada bagian gigi dan gusi, dan pada pendarahan spontan dapat diberikan profilaktik mingguan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.hemofilia.or.id/ http://id.wikipedia.com/hemofilia Sadikin, Mohammad.2002. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika. Supandiman, Iman. 1997. Hematologi Klinik. Bandung: Alumni.

Haanen, C. Dr, dkk. 1979. Pengantar Ilmu Penyakit Darah. Bandung: Binacipta. A.V Hoffbrand, J.E. Pettit. 1996. Haematologi. Jakarta: EGC. Waterbury, Larry. 1998. Hematologi. Jakarta: EGC.

You might also like