You are on page 1of 33

Gereja yang satu, kudus, Katolik dan apostolik di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, lebih

khusus lagi sebagai suatu "serikat yang dilengkapi dengan jabatan hierarkis" (Lumen Gentium 8). Menurut ajaran resmi Gereja, struktur hierarkis termasuk hakikat kehidupannya juga. Maka Konsili mengajarkan bahwa "atas penetapan Ilahi, para Uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja" (Lumen Gentium 20). "Konsili suci ini mengajarkan dan menyatakan, bahwa Yesus Kristus, Gembala Kekal, telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para Rasul seperti Ia sendiri diutus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman" (Lumen Gentium 18). Struktur hierarkis bukanlah sesuatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah Gereja saja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Tuhan Yesus sendiri. Tidak semua orang Kristen dapat menerima ajaran Katolik ini. Ternyata struktur hierarkis Gereja merupakan kendala paling besar bagi kesatuan jemaat-jemaat Kristen.

PRINSIP HIERARKI Pertanyaan yang paling pokok ialah, dimana dalam Kitab Suci dikatakan bahwa Yesus mendirikan hierarki sebagaimana terdapat di dalam Gereja sekarang? Struktur hierarkis Gereja sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu para Uskup. Dalam Kitab Suci belum ada struktur kepemimpinan yang terdiri dari Uskup, imam, dan diakon. Peranan Petrus di antara para rasul tidak sama dengan kuasa dan kedudukan Paus sekarang ini. Maka pernyataan "atas penetapan Ilahi, para Uskup menggantikan para Rasul" harus dimengerti dengan baik. Yang dimaksudkan ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja Para Rasul, yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, dalam kurun waktu

antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius dari Anthiokia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang. Yang disebut awal perkembangan hierarki adalah kelompok ke-12 Rasul. KAUM AWAM

Kaum awam adalah semua orang kristen yang tidak termasuk dalam golongan
tertahbis dan biarawan biarawati, yaang adalah orang-orang yang yang dengan pembaptisan menjadi anggota gereja dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja.

Spiritualitas kaum awam dapat diartikan sebagai cara seorang awam


menjawab panggilan Allah dalam tugasnya sehari-hari di tengah dunia nyata dewasa ini. Kaum Awam dapat di definisikan secara :

Definisi teologis : Awam adalah warga negara yang tidak ditahbiskan. jadi awam meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci. Definisi tipologis : Awam adalah warga gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan biarawati.

Peranan Awam :

Kerasulan Internal : Kerasulan membangun jemaat yang diperankan oleh jajaran hirarki walaupun awam dituntut pula untuk mengambil bagian didalamnya. Kerasulan eksternal : Kerasulan dalam tata dunia yang lebih diperani oleh para awam.

Bagi kaum awam, perutusan Gereja Katolik bukan saja dibidang liturgi dan pewartaan, tetapi juga dibidang pengembalaan. Misalnya sebagai:

1. Pengurus Dewan Paroki Tugasnya adalah memikirkan, merencanakan, memutuskan dan mempertanggung-jawabkan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan dan karya paroki. Misalnya kegiatan pewartaan sabda, perayaan liturgi dan membangun masyarakat. 2. Pengurus Wilayah atau Stasi Tugasnya adalah mengkoordinasi kegiatan antar lingkungan yang berada didalam wilayah Dewan Parokinya. 3. Pengurus Lingkungan Tugasnya adalah menampung dan menyalurkan masalahmasalah yang ada di lingkungan kepada Dewan Paroki atau Pastor Parokinya. Juga mengadakan pendataan dalam lingkungan atau kelompok dan mengadakan pertemuanbersama dengan Pengurus Kelompok.

4. Pengurus Kelompok Tugasnya adalah menjadi tumpuan utama dan pertama untuk mengembangkan kehidupan umat Katolik. Merekalah yang melakukan berbagai program lingkungan dalam rangka pembinaan umat. (@)

HIRARKI GEREJA
Hirarki adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas kegembalaan.

Fungsi Hierarki adalah menjalankan tugas gerejani yaitu tugas-tugas yang secara langsung daan eksplisit menyangkut kehidupan beriman gereja, menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. HIrarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan Teladan.

Hierarki Gereja Katolik dimulai dari :

Paus. Konsili Suci mengajarkan, bahwa atas penetapan ilahi, para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja (Lumen Gentium 20). Lumen Gentium adalah Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja. Uskup yaitu memimpin umat dalam kalangan pastoral keuskupan. Tugasnya adalah tugas mengajar, tugas menguduskan, tugas menggembalakan umat. Imam merupakan penolong dan organ para uskup (Lumen Gentium 28) Didalam Gereja Katolik ada imam diosesan (sebutan yang sering dipakai imam praja) dan imam religius (ordo atau kongregasi).

Imam diosesan adalah imam keuskupan yang terikat dengan salah satu keuskupan tertentu dan tidak termasuk ordo atau kongregasi tertentu. Imam religius (misalnya SJ, MSF, OFM, dsb) adalah imam yang tidak terikat dengan keuskupan tertentu, melainkan lebih terikat pada aturan ordo atau kongregasinya.

Diakon adalah pembantu Uskup dan Imam dalam pelayanan terhadap umat beriman. Mereka ditahbiskan untuk mengambil bagian dalam imamat jabatan. Karena tahbisannya ini, maka seorang diakon masuk dalam kalangan hirarki. Di Gereja Katolik ada 2 macam Diakon, yaitu : 1) mereka yang dipersiapkan untuk menerima tahbisan Imam . 2) mereka yang menjadi Diakon untuk seumur hidupnya tanpa menjadi Imam.

Kardinal adalah merupakan gelar kehormatan. Kata kardinal berasal dari kata Latincardo yang berarti engsel, dimana seorang Kardinal dipilih menjadi asisten-asisten kunci dan penasehat dalam berbagai urusan gereja. Kardinal dapat dipilih dari kalangan Imam ataupun Uskup

SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA


Dibagi menjadi 4 tahap :

Masa Yesus : Perkembangan gereja pada masa ini tampak dari


percakapan Yesus dan Petrus : "Sebab itu ketahuilah, engkau Petrus, batu kuat. Dan diatas alas batu inilah aku akan membangun gerejaKu yang tidak dapat dikalahkan : sekalipun oleh maut!" ( bdk Mat 16:18) Masa Para Rasul : Perkembangan gereja pada masa ini sampai pada tahap mendirikan perkumpulan Jemaat Perdana yang juga disebut Gereja Perdana. Mereka selalu bertekun pada ajaran para Rasul, berkumpul, berdoa, dan memecahkan roti bersama. Mereka menganggap segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Mereka juga membagikan harta sesuai dengan keperluan. Yang paling berperan di masa ini adalah St. Petrus. Setelah Yesus wafat, Petrus menjadi sosok yang beriman dan pemberani. Masa Sesudah Para Rasul : Masa ini Gereja sudah berpusat di Roma, tempat wwafatnya St.Petrus. Pemimpin gereja yang pertama adalah St.Petrus. Penerus St.petrus disebut "Uskup Roma" (Bishop of Rome) atau "Paus" (Pope). Saat kerajaan Romawi terpecah menjadi 2 bagian yaitu barat dan timur, keKristenan merupakan agama dari ke 2 negara bagian, sehingga hanya figur Paus yang diharapkan sebagai pemersaatu agar tidak terjadi perpecahan. Masa Sekarang (di Indonesia) : Di Indonesia, oarng pertama yang menjadi Katolik adalah orang Maluku pada tahin 1534, saat pelaut Portugis kesana dan para imam Katolik juga dtang utuk menyebarkan injil, salah satunya adalah St.Fransiskus Xaverius yang mengunjungi pulau Ambon, Saparua dan Ternate. Ia membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Kemudian datang VOC dari Belanda yang mengambil kekuasaan politik di Indonesia. Para penguasa VOC beragama Prrotestan, maka mereka mengusir imam-imam Katolik dan menggantinya dengan pendeta-pendeta Protestan. Di pulau Flores dan Timor, penginjilan dilakukan tahun 1555.Perkembangan Katolik sangat pesat karena orang Belanda tidak memperhatikan daerah ini. Tahun 1799 VOC bangkrut dan bubar. Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) memerintah Hindia Belanda dan memberlakukan kebebasan beragama, walau demikian Katolik tetap dipersukar. Baru pada tahun 1889 kondisi ini membaik. Di Yogyakarta, misi Katolik diawali oleh Pastor F. van Lith,SJ yang datang ke Muntilan pada tahun 1896. Awalnya tidak ada respon, tapi pada tahun

1904, 4 orang kepala desa dari Kalibawang datang kerumah Romo dan minta diberi pelajaran agama. Pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa berjumlah 168 orang di baptis di mata air Semagung yang terletak diantara 2 pohon sono. Tempat ini sekarang menjadi gua Maria Sendangsono. Romo van Lith juga mndirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normmlschool dan Kweekschool thn 1918 sekolah tersebut digabung menjadi yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup di Indonesia adalah alumni siswa Muntilan. Abad ke 20 gereja Katolik berkembang pesat. Uskup yang pertama ditahbiskan adalah Romo Agung Albertus Sugiyopranoto (1940). Kardinal pertama di Indonesia adalah Julius Kardinal Darmojuwono (29 Juni 1967). Kardinal Indonesia sekarang adalah Julius Kardinal Darmaatmaja SJ.

Kaul-kaul
Kaul adalah janji sukarela kepada Allah, untuk melaksanakan suatu tindakan yang lebih sempurna. Kaul merupakan dasar hidup membiara yang disahkan oleh Gereja, di mana para anggota yang terhimpun dalam suatu komunitas religius memutuskan untuk memperjuangkan kesempurnaan lewat sarana-sarana ketiga kaul religius, yakni kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan, yang diamalkan sesuai dengan peraturan.

[sunting] Kaul kemiskinan


Kaul kemiskinan adalah pelepasan sukarela hak atas milik atau penggunaan milik tersebut dengan maksud untuk menyenangkan Allah. Semua harta milik dan barang-barang menjadi milik Kongregasi, atau tarekat. Manusia tidak lagi memiliki hak atas apa saja yang diberikan kepadanya, entah barang entah uang. Semua derma dan hadiah, yang barangkali diberikan kepadanya sebagai ungkapan terima kasih atau ungkapan lain apa pun, menjadi hak Kongregasi. Keutamaan Kemiskinan adalah keutamaan injili yang mendorong hati untuk melepaskan diri dari barang-barang fana; karena kaulnya, biarawan/wati terikat oleh kewajiban itu.

[sunting] Kaul kemurnian


Kaul kemurnian mewajibkan manusia lepas perkawinan dan menghindari segala sesuatu yang dilarang oleh perintah keenam dan kesembilan. Setiap kesalahan melawan keutamaan kemurnian juga merupakan pelanggaran terhadap kaul kemurnian sebab di sini tidak ada perbedaan antara kaul kemurnian dan keutamaan kemurnian, tidak seperti dalam kaul kemiskinan dan kaul ketaatan.

[sunting] Kaul ketaatan


Kaul Ketaatan lebih tinggi daripada dua kaul yang pertama. Sebab, kaul ketaatan adalah suatu kurban, dan ia lebih penting karena ia membangun dan menjiwai

tubuh religius. Dengan kaul ketaatan biarawan/wati berjanji pada Allah untuk taat kepada para pimpinan yang sah dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan demi peraturan. Kaul ketaatan membuat biarawan/wati bergantung kepada pimpinan atas dasar peraturan-peraturan sepanjang hayatnya dan dalam segala urusannya. Keutamaan ketaatan lebih luas daripada kaul ketaatan; keutamaan ini mencakup ketentuan dan peraturan, dan bahkan nasihat-nasihat para pimpinan. Memenuhi perintah dengan tulus dan sempurna ini disebut ketaatan kehendak kalau kehendak mendorong budi untuk tunduk kepada nasihat pimpinan. Sehubungan dengan ini, untuk menunjang ketaatan.

Dari ketiga kaul itu juga berlaku bagi imam biarawan, misalnya : CM, CDD, SJ, SVD, OMI, MSF, OCarm, CICM, OCap, dan sebagainya. Kita perlu memahami bahwa imam-imam projo (pr), dioses, bukanlah imam-imam biarawan. Tiga kaul yang menjadi dasar kehidupan seorang biarawan-biarawati merupakan cara mewujudkan iman yang radikal sesuai nasihat Injil. Gereja berkeyakinan bahwa tiga hal itulah yang menjadi inti dari nasihat Injil yang diwartakan Yesus.

[sunting] Lihat pula


Biarawati adalah seorang perempuan yang secara sukarela meninggalkan kehidupan duniawi dan memfokuskan hidupnya untuk kehidupan agama di suatu biara atau tempat ibadah. Istilah ini dapat berbagai agama seperti Katolik Roma, Kristen Timur (Kristen Ortodoks, Ortodoks Oriental, dll), Anglikan, Jain, Lutheran, dan Buddhisme. Biarawati dalam agama Katolik adalah perempuan yang tergabung dalam suatu tarekat atau ordo religius. Di Indonesia para biarawati biasanya dipanggil suster (Belanda: Zuster, saudara perempuan). Para suster biasanya bekerja di bidang pendidikan (formal dan nonformal), kesehatan dan pelayanan sosial di lingkungan gereja atau masyarakat umum seperti suster-suster CB, SSPS, JMJ, SMSJ, SND, PRR, dsb). Ada juga beberapa tarekat religus biarawati yang mengkhususkan kepada pelayanan religius melalui doa (dalam gereja Katolik dikenal dengan biara suster kontemplatif) seperti suster-suster Ordo Karmel Tak Berkasut (OCD) dan Suster SSPS Adorasi Abadi. Seperti halnya dengan pastor, bahwa biarawati hidupnya tidak menikah karena biarawati telah mengucapkan atau mendeklarasikan 3 kaul yakni kaul kemurnian, kaul ketaatan dan kaul kemiskinan dalam suatu komunitas religius. Kata "biarawati" berdasarkan kata biara dengan akhiran -wati.

Sabtu, 02 Agustus 2008

PERAN KAUM AWAM DALAM PELAYANAN GEREJA PASCA KONSILI VATIKAN II


Oleh: Blasius Baene

I. Pendahuluan

Salah satu buah terindah dari Konsili Vatikan II (1962-1965) adalah membangkitkan kesadaran baru tentang peran kaum awam dalam pelayanan Gereja. Kesadaran ini diungkapkan oleh Konsili Vatikan II dalam Dekrit tentang Kerasulan Awam. Dalam Dekrit tersebut, Konsili Vatikan II mengatakan bahwa kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, menunaikan bagian mereka dalam perutusan segenap umat Allah dalam Gereja dan di dunia. Sesungguhnya, mereka menjalankan kerasulan dengan kegiatan mereka untuk mewartakan Injil dan demi penyucian sesama, pun untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil, sehingga dalam tata hidup itu kegiatan mereka merupakan kesaksian akan Kristus dan mengabdi pada keselamatan umat manusia.*1+ Keadaran Konsili Vatikan II untuk menekankan peran kaum awam dalam pelayanan Gereja, berangkat dari kenyataan bahwa sebelum Konsili Vatikan II, ada pendapat yang mengatakan bahwa tugas perutusan Gereja diserahkan sepenuhnya kepada hierarki. Hanya hierarki yang menjalankan tugas itu secara aktif sedangkan kaum awam bersifat pasif menerima pelayanan para gembala.[2] Lebih lanjut dikatakan bahwa hanya dalam keadaan darurat kaum awam bisa diperbantukan kepada hierarki melalui satu amanat khusus, misalnya: aksi umat Katolik menurut Paus Pius XII bertugas untuk membantu hierarki dalam tugas untuk mewartakan Injil di tempat di mana klerus tidak diterima, seperti di antara kaum buruh di Perancis.[3]

Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa peranan kaum awam dalam pelayanan Gereja sebelum Konsili Vatikan II, seakan-akan hanya merupakan pemberian kaum hierarki dalam situasi tertentu. Dengan kata lain, kaum awam dibutuhkan hanya ketika kaum hierarki membutuhkannya. Namun, sejak Konsili Vatikan II, terjadi suatu pergeseran paradigma bahwa tugas peutusan Gereja tidak hanya dilaksanakan oleh kaum hierarki, tetapi juga kaum awam mempunyai peranan dalam pelayanan. Bagaimana peran kaum awam dalam pelayanan Gereja pasca Konsili Vatikan II, menjadi tema sentral pembahasan saya dalam paper ini. II. Kaum Awam 2.1. Istilah Kaum Awam

Istilah kaum awam*4+ berasal dari terminologi latin, yaitu laicus. Dan kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu laiks, yang berarti termasuk dalam rakyat, anggota umat. Kata laiks berhubungan dengan las, yang berarti rakyat, umat. Kata las telah banyak dipergunakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berbeda. Beberapa di antaranya adalah, misalnya: Pertama: dalam Septuaginta, kata las digunakan untuk menyebut bangsa Israel. Kedua: dalam Perjanjian Baru, istilah ini diartikan sebagai umat Israel berhadapan dengan bangsa-bangsa. Tetapi, di tempat lain, kata las digunakan sebagai sebutan untuk Jemaat Kristen. Dari beberapa pengertian di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa istilah kaum awam tidak serta merta identik dengan umat Allah, karena dari pengertian di atas, tidak ada satu katapun yang menunjukkan kepada kita pengertian umat Allah. Tetapi, penggunaan istilah laiks dalam umat Yahudi menjadi jembatan bagi kita untuk masuk dalam terminologi awam dalam jemaat kristiani. Teks-teks Kristen yang pertama kali menggunakan kata laiks adalah surat pertama Klemens yang ditulis sekitar tahun 96. Kemudian, Klemens dari Elexandria menggunakan istilah laiks dalam suatu golongan jemaat kristiani untuk membedakan antara imam, diakon dan awam. Origenes (253/254) juga membandingkan golongan klerus dan awam dengan mengatakan bahwa lebih dari satu orang klerus akan binasa dan lebih dari satu orang awam akan bahagia. Juga Tertullianus dalam memahami awam, memakai kata ordo untuk membedakan ordo sacerdotalis dan ordo ecclesiae (kaum awam).[5]

Dari beberapa terminologi di atas, kita melihat bahwa identitas dan gambaran awam dalam jemaat Kristiani telah hidup di dalam dunia selama berabad-abad. Artinya, identitas dan gambaran awam yang kita lihat dan kita alami sekarang ini dalam Gereja telah terbentuk melalui pemikiran para Bapa-bapa Gereja. 2.2. Peran Kaum Awam dalam Gereja Sebelum Konsili Vatikan II

Setelah melihat bagaimana terminologi pemakaian laiks untuk membedakan kaum awam dan kaum klerus, kini penulis melihat bagaimana peran kaum awam dalam pelayanan Gereja sebelum digaungkannya Konsili Vatikan II (1962-1965). Peranan kaum awam dalam pelayanan Gereja sebelum Konsili Vatikan II dapat dikatakan memiliki keterbatasan dalam arti bahwa pelayanan di dalam Gereja semata-mata hanya diletakkan di tangan kaum klerus (kaum tertahbis). Dengan kata lain, antara klerus dan awam terdapat pemisahan dalam hal pelayanan. Hal ini dapat kita lihat pada abad pertengahan di mana perbedaan antara kaum awam dan klerus sangat tampak di dalam pelayanan, di mana pelayanan yang bersifat rohani diserahkan kepada kaum klerus (tertahbis) sedangkan pelayanan yang besifat jasmani diserahkan kepada kaum awam. Bahkan lebih lanjut, Kardinal Humbert da Siva Candida merumuskan pemisahan antara bidang jasmani dan rohani dengan mengatakan: hendaknya para awam hanya menangani perkara mereka, yaitu hal-hal jasmani, dan hendaknya para klerus hanya mengurus perkara mereka pula, yaitu hal rohani-gerejawi. Para klerus jangan mencampuri hal duniawi, demikian pula kaum awam jangan mencampuri perkara gerejawi.[6] Pembedaan antara klerus dan kaum awam sebelum Konsili Vatikan II menghantar kita kepada suatu kesimpulan bahwa realitas pelayanan di dalam Gereja sungguh-sungguh dikuasai oleh kaum klerus. Pelayanan kaum klerus di dalam Gereja dianggap sebagai sesuatu yang suci. Akibatnya, kaum awam tidak mendapat tempat dalam pelayanan di dalam Gereja, karena kaum awam dilihat hanya berperan dalam hal-hal yang bersifat jasmani. Dengan kata lain, kaum awam berada dalam posisi ketidakpastian dalam pelayanan Gereja, kendatipun mereka mempunyai keistimewaan sebagai orang Kristiani. Keistimewaan kaum awam yang dimaksud di sini adalah pertama-tama tidak terletak pada kehebatan prestasi manusiawi, melainkan karena kaum awam mengakui kekuasaan Roh Kudus. Kendatipun awam terlahir karena dosa, tetapi berkat baptis mereka diperkenankan mengambil bagian dalam hidup Bapa, Putera, dan Roh Kudus.

Oleh karena kaum awam berpartisipasi dalam hidup Ilahi melalui pencurahan Roh Kudus, mereka menjadi bagian communio sanctorum untuk menjadi saksi Kristus dan berani mengakui nama-Nya di tengah umat manusia.[7] 2.3. Peran Kaum Awam dalam Gereja Pasca Konsili Vatikan II

Angin segar yang dibawa oleh Konsili Vatikan II benar-benar menghadirkan suatu perubahan di dalam Gereja semesta. Perubahan yang dihadirkan oleh Konsili Vatikan II mengubah wajah Gereja yang cenderung menutup diri dan tidak mengakui eksistensi agama-agama lain menjadi semakin terbuka dan mengakui keberadaan agama-agama lain itu sebagai agama yang benar. Dengan kata lain, Konsili Vatikan II menghantar Gereja untuk membuka diri dari cara berpikir egosentris menuju kepada cara berpikir yang universal. Apa yang dikatakan sebagai cara berpikir universal adalah merupakan sebuah pengakuan yang betul-betul disadari oleh Konsili Vatikan II untuk melepaskan Gereja dari sikap egosentrismenya yang selama ini mengakui bahwa diluar Gereja tidak ada keselamatan (ecclesia nulla salus). Undangan Konsili Vatikan II untuk merubah wajah Gereja, tidak hanya berorientasi pada kesadaran untuk melepaskan diri dari sikap egosentrismenya, tetapi juga bahwa Konsili Vatikan II betul-betul membawa pembaharuan atau perubahan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, teristimewa dalam mengubah peran kaum awam di dalam pelayanan Gereja yang selama ini pelayanan itu hanya dikerjakan oleh kaum tertahbis (imam). Harus disadari bahwa sebelum Konsili Vatikan II, pelayanan di dalam Gereja merupakan tugas yang hanya dilakukan oleh para imam (klerus). Maka, tidak mengherankan jika sebelum Konsili Vatikan II terdapat perbedaan yang begitu tajam antara klerus dan kaum awam. Namun, angin segar yang dibawa oleh Konsili Vatikan II menghantar Gereja untuk menekankan peran kaum awam dalam pelayanan Gereja. Pelayanan dan tanggung jawab hidup menggereja tidak semata-mata hanya diletakkan kepada kaum klerus (tertahbis), melainkan juga kaum awam memiliki peranan yang sangat penting di dalamnya, di mana mereka ikut ambil bagian dalam perutusan Gereja untuk memelihara iman umat.[8] Lebih lagi, Konsili Vatikan II mengatakan bahwa para awam adalah orang

kristiani yang bertugas menjaga tata tertib duniawi di dalam berbagai sektor, misalnya: sektor politik, budaya, seni, perusahaan, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya. Seluruh umat Allah diundang seperti Yesus sendiri untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin dan memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan. Di dalam dunia, kaum awam bagaikan ragi dan jiwa masyarakat manusia yang harus diperbarui dalam Kristus dan diubah menjadi keluarga.[9] Kesadaran akan peran kaum awam dalam pelayanan Gereja menghantar Konsili Vatikan II untuk mendefiniskan kaum awam. Menurut Konsili Vatikan, kaum awam adalah: semua orang beriman Kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam, atau status religius yang diakui dalam Gereja (LG 31). Definisi ini tidak memaksudkan perbedaan yang sangat tajam antara kaum klerus (imam) dan kaum awam. Definisi ini dimaksudkan untuk menujukkan peran masing-masing pihak, yaitu kaum klerus menjalankan fungsinya sebagai pemersatu, artinya mempersatukan agar seluruh jemaat menjadi paguyuban umat beriman. Sedangkan kaum awam menjalankan tugas pengutusan Gereja yang sama dengan meresapi seluruh tata hidup kemanusiaan dengan iman Kristiani.[10] Tata hidup yang dimaksud di sini menurut Gaudium et Spes adalah, meliputi: ekonomi, politik, komunikasi sosial dan lain sebagainya. Dalam pengertian ini, kaum awam dilihat sebagai pihak utama yang sangat berperan dengan segala kemampuan dan profesionalismenya. Melalui Konsili Vatikan II, Gereja menekankan bahwa kaum awam dipanggil untuk berperan serta dalam pengudusan Gereja kendatipun mereka tidak termasuk dalam hierarki Gereja. Panggilan kaum awam untuk menguduskan Gereja dilihat sebagai suatu bentuk kerasulan yang berangkat dari status awam sebagai kalangan yang hidup di tengah-tengah dunia. Artinya, karena kaum awam memiliki kekhasan, yaitu sifat keduniaannya (LG 31), maka mereka dipanggil oleh Allah untuk menunaikan tugasnya sebagai ragi di dalam dunia dengan semangat Kristen yang berkobar-kobar (AA 2). Dengan kata lain, kaum awam bertugas untuk menguduskan dunia, meresapi pelbagai urusan duniawi dengan semangat Kristus supaya semangat dan cara hidup Kristus mengolah seluruh dunia bagaikan ragi, sehingga Kerajaan Allah dapat bersemi di tengah dunia.[11] Dari pernyataan ini kita dihantar pada suatu kesimpulan bahwa Konsili

Vatikan II benar-benar menyadari peran serta kaum kaum dalam pelayanan Gereja kendatipun mereka tetap berbeda dengan kaum klerus yang tertahbis. Namun, dalam pelaksanaan tugasnya, mereka sama dengan kaum klerus berkat sakramen permandian. Peran ini semakin disadari oleh Konsili Vatikan II dengan mengatakan bahwa berdasarkan panggilan khasnya, kaum awam bertugas untuk mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan manusia, dan dalam situasi hidup berkeluarga dan hidup kemasyarakatan yang biasa. Di sana mereka dipanggil agar sambil menjalankan tugas khasnya, dibimbing oleh semangat Injil, mereka menyumbang pengudusan dunia dari dalam laksana ragi. Berkat kesaksian hidupnya, bercahayakan iman, harap dan cinta kasih, mereka memperlihatkan Kristus kepada orang lain. Jadi, tugas mereka secara khusus ialah menerangi dan menata semua ikhwal duniawi yang sangat erat berhubungan dengan mereka, sehingga dapat berkembang sesuai dengan maksud Kristus dan meruapakan pujian bagi pencipta dan penyelamat.*12+ Melalui panggilan kaum awam dalam sifatnya yang khas, kaum awam mengingatkan para imam, kaum rohaniwan dan rohaniwati betapa pentingnya kenyataan duniawi dan fana di dalam rencana penyelamatan Allah.[13] Dari pemahaman di atas, pertanyaan yang dapat kita ajukan berkaitan dengan peran kaum awam dalam menjalankan tugas pelayanannya adalah bagaimana kaum awam menjalankan tugas perutusan Gereja di dalam dunia dalam sifatnya yang khas? Menurut Konsili Vatikan II, kaum awam menjalankan tugas perutusannya dengan mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja. Dengan mengambil bagian di dalam tugas Kristus, kaum awam menjalankan perannya dalam perutusan seluruh umat Allah di dalam Gereja dan di dalam dunia.[14] Melalui jabatan sebagai imam, kaum awam bertindak sebagai pengantara antara Allah dan manusia untuk menyatukan Allah dan manusia, membawa Allah kepada manusia dan manusia kepada Allah. Tindakan keimamatan Kristus yang dijalankan oleh kaum awam menekankan suatu pelayanan murni bahwa pelayanan itu merupakan pelayanan yang sungguh-sungguh diprakarsai

oleh Kristus sendiri dalam diri kaum awam. Dengan kata lain, kaum awam dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan jemaat, pertama-tama tidak bertindak atas kekuatannya sendiri, melainkan karena Kristuslah yang pertama-tama bertindak dan berkarya dalam diri mereka. Kristus sendirilah yang mengarahkan kaum awam dalam mengemban tugas dan pelayanannya di tengah-tengah jemaat untuk mewujudkan secara nyata dimensi Kerajaan Allah di dunia. Dalam fungsi kenabian, kaum awam menjadi perantara Allah untuk menyampaikan kabar suka cita Allah kepada dunia. Sebab, nabi adalah orang yang dipenuhi dengan Roh Kudus melalui doa-doa, pergaulan yang intim dengan Allah sendiri, orang yang setia pada pesan Allah, orang yang berani mewartakan Sabda Allah walau mereka diterpa oleh berbagai persoalan ketika mereka menyampaikan Sabda Allah kepada dunia. Selanjutnya, dalam fungsi rajawi, kaum awam menjadi tonggak yang siap sedia untuk mengabdi dan berpegang pada apa yang dimulai oleh Kristus sendiri dalam perutusanNya di dunia.[15] Jadi, dalam fungsi rajawi kaum awam benar-benar menghayati panggilannya sebagai seorang pelayan, mengabdi, menaruh perhatian terhadap Gereja dan masyarakat. 2.4. Tugas Kaum Awam

Dalam LG 1 dikatakan bahwa Gereja adalah sakramen, artinya tanda dan alat kesatuan mesra dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia. Sebagai tanda dan sarana kesatuan mesra dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia, Gereja menghimpun seluruh umat dari berbagai tempat dan wilayah dan menjadikannya satu sebagai umat Allah yang bersatu hati, seiman dan sepenanggungan dalam membangun Gereja.[16] Dari sini dapat kita simpulkan bahwa dengan demikian Gereja mau tidak mau berada dalam dunia. Gereja yang berada di dunia ini semakin ditegaskan dalam LG 40. Konsili Vatikan II melalui LG 40 mengatakan bahwa Gereja sudah ada di dunia ini, dihimpun dari manusia, yaitu anggota masyarakat dunia, yang dipanggil untuk membentuk di dalam sejarah umat manusia itu sendiri, keluarga putra-putri Allah, yang senantiasa harus diperluas sampai kedatangan Tuhan.[17]

Gagasan Lumen Gentium di atas menghantar kita pada suatu pemahaman bahwa tugas pengembangan Gereja di dunia tidak hanya diletakkan kepada para klerus, tetapi juga diletakkan kepada para awam sebagai umat Allah yang dikuduskan berkat sakramen pembaptisan yang mereka terima. Peran kaum awam dalam membangun tugas pelayanan Gereja di dunia semakin ditegaskan dalam Dekrit tentang kerasulan awam. Di sana dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas perutusan Gereja kaum awam menunaikan kerasulan mereka baik dalam Gereja maupun di tengah masyarakat, baik di bidang rohani maupun di bidang duniawi (AA 5). Pernyataan Konsili yang mengatakan bahwa kaum awam mengembangkan tugas pelayanan Gereja dalam sifatnya yang khas duniawi, itu berarti bahwa peran kaum awam dalam pelayanan Gereja diwarnai oleh pengalaman konkrit mereka di tengah dunia. Dan justru karena pengalaman konkrit inilah keterlibatan mereka dalam segala urusan gerejani sangat penting bagi Gereja, agar Gereja dapat memahami dan menghayati hakikatnya sendiri.[18]

Menunjuk Kitab Hukum Kanonik dalam kanon 225, ditegaskan sebagai berikut:

1. Kaum awam yang seperti semua orang beriman Kristiani berdasarkan Permandian dan Penguatan ditugaskan Allah untuk kerasulan, terikat kewajiban umum dan mempunyai hak - baik sendiri-sendiri maupun tergabung dalam perserikatan - untuk berjuang agar warta Ilahi keselamatan dikenal dan diterima oleh semua orang di seluruh dunia; kewajiban itu semakin mendesak dalam keadaan-keadaan di mana Injil tak dapat didengarkan dan Kristus tak dapat dikenal orang lain lewat mereka. 2. Mereka, setiap orang menurut kedudukan masing-masing, juga terikat kewajiban khas untuk meresapi dan menyempurnakan tata duniawi dengan semangat Injil, dan dengan demikian khususnya dalam menangani masalah masalah itu dan dalam memenuhi tugas-tugas keduniaan memberi kesaksian tentang Kristus.

1. Apa peran Paus dalam Gereja? Paus adalah Vicaris Kristus, kepala pengajar dan pemimpin umat Allah; ia menempati tempat Yesus dalam Gereja. Gereja Katolik akan selalu memiliki seorang Paus sebab inilah yang dikehendaki Yesus. (880, 882) Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku. (Mat 16:18) (lihat juga Yoh 21:17)

2. Apa itu Primat paus? Primat Paus artinya kekuasaan tertinggi yang dimiliki Paus dalam Gereja dalam hal mengajar, memimpin serta membimbing umat Katolik akan apa yang harus mereka imani dan bagaimana mereka harus hidup (881). Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul: Simon yang juga diberi-Nya nama Petrus (Luk 6:13-14) 3. Apa artinya Imam Agung di Roma? Gelar Imam Agung di Roma diberikan kepada St. Petrus, paus yang pertama. Artinya, dia adalah yang utama di antara para rasul, pemimpin kelompok. (883). Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon. (Luk 24:34) 4. Mengapa perlu taat kepada Paus? Roh Kudus membimbing Paus dalam mengajar apa yang harus diimani dan diperbuat agar beroleh keselamatan. Dengan taat kepadanya, kita dijamin berada di jalan yang benar. (798) 5. Apa itu karisma Infallibilitas dalam Gereja Katolik? Karisma infallibilitas adalah karisma tidak dapat sesat dalam mengajar kebenaran iman dan moral. Karisma itu berasal dari Roh Kudus dan dianugerahkan kepada Paus ketika ia mengajar resmi sebagai kepala Gereja. Karisma yang sama juga dianugerahkan kepada para uskup dalam persekutuan dengan paus, baik dalam konsili ataupun ketika mereka menyampaikan ajaran-ajaran Gereja. (891-892). Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. (Mat 16:17) 6. Apa itu ex cathedra? Istilah Latin ex cathedra artinya dari atas tahta St. Petrus, keputusan resmi Pimpinan Gereja / Paus. Istilah ini mengacu pada pernyataan-pernyataan infallibilitas Paus tentang apa yang harus diimani dan bagaimana umat Katolik harus hidup. (891, catatan kaki 418) 7. Apa itu Kota Vatikan?

Kota Vatikan adalah kota, sekaligus juga suatu negara yang berdikari (negara di dalam negara), di mana Paus tinggal. Kota tersebut meliputi wilayah sekitar 108,7 acre (440.000 m2) yang terletak dalam kota Roma, Italia. Dalam Kota Vatikan terdapat tempat tinggal Paus, Basilika St. Petrus, dan berbagai kantor pusat lembaga resmi Gereja. 8. Apa itu Ensiklik? Ensiklik adalah surat yang ditulis oleh Paus, seringkali ditujukan kepada para uskup, tetapi dimaksudkan bagi segenap Gereja, kadang-kadang juga bagi seluruh umat manusia. 9. Apa itu Dewan para Uskup? Dewan para Uskup atau Badan para Uskup menunjuk pada semua uskup di seluruh dunia dalam persekutuan dengan Paus. Mereka membentuk suatu badan yang disebut hierarki atau dewan apostolik, yang melanjutkan dewan apostolik St. Petrus dan para Rasul lainnya. (880) Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul. (Luk 6:13) 10. Siapa itu Kardinal? Seorang kardinal adalah seorang pejabat tinggi Gereja yang ditunjuk oleh Paus dan merupakan bagian dari Dewan para Kardinal (semua kardinal sebagai satu badan). Para kardinal bertindak sebagai penasehat Paus dan mempunyai hak untuk memberikan suaranya dalam pemilihan paus. 11. Apa peran uskup dalam Gereja? Sebagai pengajar yang otentik akan iman yang diwariskan oleh para rasul, tugas utama uskup adalah mewartakan Injil. Mereka juga berkewajiban membimbing umatnya kepada kekudusan melalui pelayanan sakramen-sakramen. Sebagai gembala, uskup menjalankan kepemimpinan pastoral dan wibawa sebagai pelayan himpunan umat Allah. Ketiga peran ini berkaitan dengan jabatan Kristus sebagai nabi, imam dan raja. (888-896) 12. Apa itu Hierarki?

Hierarki adalah wewenang Gereja - terutama Paus dan para uskup, tetapi juga para imam dan diakon. Kristus telah mempercayakan kepada mereka tugas mengajar, menyucikan dan memimpin Gereja atas nama dan kuasa-Nya. (873) Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. (Mat 4:19) 13. Apa itu Magisterium? Magisterium adalah Wewenang Mengajar Gereja, yang wewenangnya dijalankan dalam nama Yesus Kristus. Paus dan para uskup mengajar dalam persekutuan dengan-Nya dengan menafsirkan Sabda Tuhan secara otentik, baik yang tertulis maupun yang diwariskan, melestarikan serta menjelaskannya dengan setia di bawah bimbingan Roh Kudus. (2032-2034) Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (Mat 28:18-20) 14. Bagaimana bentuk magisterium itu? Dua bentuk magisterium: Magisterium Luarbiasa, yang terdiri dari penjelasan-penjelasan dogma. Hal ini tidak menambahkan apapun pada wahyu ilahi, melainkan memberi pengertian yang lebih baik. Kita patuh pada ajaran-ajaran ini dengan ketaatan iman. Magisterium Biasa, yang terdiri dari ajaran-ajaran harian Paus dan para uskup yang dalam persekutuan dengannya. Kita menanggapi ajaran-ajaran ini dengan kesalehan. 15. Apa itu Konsili Ekumenis? Konsili ekumenis atau konsili universal adalah pertemuan para uskup dari seluruh dunia, yang dipanggil oleh Bapa Suci untuk bersama-sama mendiskusikan dan menjelaskan ajaran Gereja serta mengajukan pedoman-pedoman bagi Umat Allah. Hasil konsili ekumenis harus disetujui oleh Paus. (884)

16. Siapa itu Uskup Agung? Seorang Uskup Agung biasanya adalah uskup dari sebuah keuskupan yang besar (keuskupan agung), yang memantau juga keuskupan-keuskupan sekitarnya. 17. Apa itu Keuskupan Agung, apa itu Keuskupan? Keuskupan Agung dan juga Keuskupan merupakan suatu wilayah yang terdiri dari paroki-paroki yang ditempatkan Paus di bawah wewenang seorang pemimpin Gereja yang disebut uskup atau uskup agung. 18. Apa itu Paroki? Paroki adalah suatu komunitas umat Kristiani yang beribadat bersama dalam satu gereja dan dibimbing oleh imam yang sama, biasanya disebut romo atau pastor, dan para pembantunya. (2179) 19. Siapa itu Romo atau Pastor Paroki? Romo atau Pastor Paroki adalah imam yang bertanggung jawab dalam sebuah paroki, ia adalah pemimpin rohani atau gembala dalam paroki. 20. Siapa itu Vicaris Jenderal? Vicaris Jenderal adalah seorang pembantu uskup atau seorang imam yang ditunjuk untuk membantu mengurus suatu keuskupan. Ia ambil bagian dalam wewenang uskup. 21. Apa itu Pusat Pastoral dari sebuah keuskupan agung atau keuskupan? Pusat Pastoral adalah kantor pusat sebuah keuskupan atau keuskupan agung, di mana segala reksa (kebijakan) pastoral Gereja pada tingkat keuskupan dilakukan. 22. Apa itu Hukum Kanonik? Hukum Kanonik adalah kumpulan resmi hukum Gereja, yang terdapat dalam Kitab Hukum Kanonik. Berdasarkan Dekret Gratian no 1140, Hukum Kanonik disebarluaskan pada tahun 1917 oleh Paus Benediktus XV. Pada tahun 1983, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Kitab Hukum Kanonik yang baru.

23. Apa itu Imprimatur? Imprimatur adalah ijin dari uskup untuk menerbitkan sebuah buku tentang iman atau moral. Hukum Kanonik menetapkan jenis-jenis buku yang memerlukan imprimatur. 24. Siapa itu kaum awam? Kaum awam adalah segenap umat beriman, kecuali mereka yang tergabung dalam Ordo Religius atau Kongregasi Religius. Kaum awam ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus. (897-988). Biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani. (1 Pet 2:5). 25. Apa peran awam dalam gereja? Awam memainkan peran penting dalam Gereja. Mereka menjadi saksi-saksi Kristus dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi di mana mereka hidup dan bekerja. (898-912) 26. Bagaimana kaum awam berperan serta dalam tugas imamat Kristus? Melalui kesaksian hidup, pekerjaan sehari-hari, doa-doa dan segala aktivitas lainnya, awam mempersembahkan kurban rohani kepada Tuhan melalui Yesus Kristus. Dengan suatu cara yang istimewa, para orangtua berperan serta dalam perutusan Gereja dengan mengusahakan pendidikan kristiani bagi anak-anak mereka. (901903) 27. Bagaimana kaum awam berperan serta dalam tugas kenabian Kristus? Kaum awam memainkan peran penting dalam tugas penginjilan Gereja. Mereka melakukannya melalui kesaksian hidup, mewartakan Yesus Kristus kepada sesama, mengajar, dan melalui media komunikasi, sesuai situasi mereka yang beragam. (904-907)

2.5. Pembinaan Kaum Awam

Setelah melihat bagaimana terminologi kaum awam, dan perannya dalam pelayanan Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II, maka pada bagian ini pertanyaan yang dapat kita ajukan adalah perlukah pembinaan terhadap kaum awam dalam tugasnya untuk menunaikan perutusan Gereja? Harus diakui bahwa manusia tidak dapat berjalan dengan kekuatannya dan kemampuannya sendiri. Dengan kata lain, dalam menjalankan tugas perutusannya manusia harus didampingi dan diberi pengarahan yang terus menerus. Demikian pula kaum awam dalam mengembangkan tugas perutusannya di dunia harus didampingi dan diberi pengarahan secara terus menerus. Pembinaan terhadap kaum awam dapat kita temukan dalam Christi Fideles Laici. Di sana dikatakan bahwa kaum awam beriman harus dibina sesuai dengan persatuan yang timbul dari keberadaan mereka sebagai anggota-anggota Gereja dan warga masyarakat manusia agar mereka dapat menemukan dan menghayati panggilan serta tugas mereka yang sebenarnya (CFL 59). Dari sini kita melihat bahwa kaum awam bukanlah orangorang yang berada dalam posisi mengenal atau mengetahui segala sesuatu tanpa mereduksi keahlian mereka dalam bidang-bidang yang mereka tekuni. Sebaliknya, kaum awam adalah orang-orang yang masih merangkak dan belajar terus menerus untuk membangun pengetahuan mereka akan karya perutusan Gereja di tengah dunia. Oleh karena itu, mereka harus diarahkan dan dibina secara terus menerus. Pertanyaannya adalah dalam bidang-bidang apakah kaum awam perlu mendapat pembinaan dalam karya perutusan Gereja? Konsili Vatikan II melalui Christi Fideles Laici menguraikan beberapa dimensi pembinaan terhadap kaum awam. Beberapa dimensi tersebut dapat kita temukan dalam CFL 60, antara lain: Pertama: Pembinaan rohani. Setiap orang dipanggil supaya bertumbuh terus menerus di dalam persatuan yang mesra dengan Yesus Kristus, sesuai dengan kehendak Bapa, dalam pengabdian mereka kepada orang lain dalam cinta kasih serta keadilan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kehidupan dalam persatuan yang mesra dengan Kristus di dalam Gereja ini dipupuk oleh bantuanbantuan rohani yang tersedia bagi semua umat beriman teristimewa dengan partisipasi yang aktif di dalam liturgi. Kedua: Pembinaan doktrinal. Pembinaan ini tidak hanya dimaksudkan sekadar dalam pengertian yang baik dalam dinamisme iman, tetapi bagaimana kaum awam diberi pemahaman dalam menjawabi iman mereka di tengah dunia yang serba pelik dengan berbagai persoalan iman. Oleh karena itu, perlu ada pendidikan katekese bagi kaum awam agar mereka dapat memberikan alasan akan pengharapan mereka dalam menghadapi situasi dunia yang rumit. Ketiga: Pembinaan terhadap Ajaran Sosila Gereja, artinya agar kaum awam dapat memahami dan mengerti persoalan-persoalan sosial yang kadang-kadang dihadapi oleh Gereja. Keempat:

Pembinaan tentang nilai-nilai kemanusiaan yang dimaksudkan untuk kegiatan-kegiatan misioner dan apostolik kaum awam beriman.[19]

Untuk menghindari timbulnya dikotomi dan mengembangkan suatu teologia kaum awam yang benar, istilah "awam" harus dijabarkan dengan landasan penggunaan istilah yang sesuai dengan maksud Alkitab, istilah "awam" diambil dari kata sifat dalam bahasa Latin laicus yang sama artinya dengan kata sifat dalam bahasa Yunani laikos yang berarti "milik atau kepunyaan bangsa itu." Bentuk kata bendanya adalah Laos, yang menyatakan suatu konsep yang signifikan dalam Alkitab.830 Dalam Septuaginta, kata laos muncul 2000 kali dan dalam Perjanjian Baru 140 kali.831 Dalam beberapa perikop utama Perjanjian Lama (Kel 19:4-7; Ul 4; 7:6-12), kata laos umumnya mengacu pada bangsa Israel. Hal ini "memberi kesan khusus pada suatu bangsa karena asal usulnya dan ketetapan Allah dalam anugerah pemilihanNya. Bangsa Israel memahaminya sebagai 'laos theou' atau umat Allah."832 Secara teologis, hal ini menunjukkan bahwa bangsa Israel sebagai suatu bangsa yang dipisahkan dari bangsa-bangsa lain di dunia karena pilihan Allah atas mereka menjadi umat kepunyaanNya (Ul 7:6). Mereka menerima posisi yang khusus dan istimewa sebagai umat Allah.833 Namun, umat Allah dipilih bukan hanya untuk menerima keistimewaan posisi melainkan juga keistimewaan pelayanan. Bucy lebih jauh menjelaskan: "Bangsa Israel secara keseluruhan adalah 'milik Allah,' yang dipilih bukan untuk keistimewaan semata melainkan untuk keistimewaan pelayanan. Perhatikan juga bahwa hakekat pelayanan ini diwujudkan dalam hubungan secara langsung dengan klaim Allah atas 'seluruh bumi.' Israel dipanggil 'di antara semua bangsa' untuk melayani sebagai suatu 'imamat rajani dan bangsa yang kudus' kepada semua kerajaan dan bangsa di dunia."834 Singkatnya, umat Allah dipanggil untuk memenuhi misi penyelamatan Allah bagi pendamaian di dunia ini.835 Lain halnya dalam Perjanjian Baru. Umat Allah mengacu pada baik bangsa Israel maupun bangsa-bangsa kafir.836 Dalam hal ini, Kraemer menegaskan bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah Yahwe menginginkan Israel menjadi umatNya yang kudus yang sepenuhnya adalah kepunyaan Allah, yang telah memilih mereka. Hal ini berlaku sama terhadap Gereja.837

1 Petrus 2:9 menyatakan bahwa Gereja disebut "bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri." Secara khusus, dalam I Petrus 2:5 Gereja digambarkan sebagai `batu hidup,' untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Gereja terdiri dari orang-orang percaya yang disebut 'imamat.' Kata Yunani untuk imamat ialah hierateuma yang menunjuk pada suatu komunitas orang-orang yang melayani sebagai imam.838 Sebab itu, Gereja merupakan sebuah komunitas imam atau imamat orang percaya yang dibentuk melalui Yesus Kristus, imam besar dari suatu perjanjian yang baru, yaitu yang telah mengorbankan diriNya untuk penebusan dan penyempurnaan orang percaya satu kali untuk selama-lamanya (Ibr 9:15; 10:10,14). Maka, semua orang percaya dapat mempersembahkan korban kepada Allah secara langsung melalui Kristus. Dalam hal ini, Kung839 menyatakan: Jika berlaku bahwa semua orang percaya dapat memberikan persembahan melalui Kristus, maka semua orang percaya berfungsi sebagai imam, dalam arti fungsi imam yang benar-benar baru, yang dapat dilakukan melalui Kristus, satu-satunya imam besar dan pengantara. Dengan dihilangkannya suatu golongan imam yang sifatnya istimewa yang diganti dengan suatu imamat dari seorang imam besar yang baru dan kekal, maka konsekuensi yang kedengaran janggal namun logis adalah kenyataan bahwa semua orang percaya termasuk dalam imamat yang universal.840

hirarki gereja
Struktur Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja (Fr. Anto) A. Struktur kepemimpinan Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut: a. Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya. Sejak akhir zaman Gereja Perdana, para uskup sudah dipandan atau diterima sebagai pengganti para rasul (tidak berarti hanya ada 12 uskup). Bukan kedua belas rasul diganti satu per satu tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para uskup. Tugas dewan para uskup adalah menggantikan tugas dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Kedua belas rasul merupakan dewan atau badan yang tetap dan Yesus menetapkan Petrus sebagai ketua dewan. Seperti Santo Petrus dan para rasul lainnya yang atas penetapan Tuhan merupakan satu dewan para rasul, pun pula Paus, pengganti Petrus, bersama para uskup, pengganti rasul, merupakan satu himpunan yang serupa. b. Paus Dewan para uskup hanya berwibawa jika bersatu dengan imam agung di Roma, yaitu Paus, pengganti Petrus. Paus sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja

semesta mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan bebas (LG. art 22). Penegasan itu didasarkan pada kenyataan bahwa Kristus mengangkat Santo Petrus menjadi ketua dewan para rasul lainnya. Petrus diangkat menjadi pemimpin para rasul, maka Paus merupakan pemimpin para uskup. c. Uskup Uskup adalah pengganti rasul. Tugas pokoknya adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas pemersatu itu selanjutnya dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang yaitu tugas pewartaan, perayaan, dan pelayanan. Kemudian, tugas yang terpenting adalah pewartaan Injil (LG. art 25). d. Pembantu Uskup: Imam dan Diakon Imam adalah wakil uskup. Dalam arti tertentu, imam menghadirkan uskup. Tugas konkret imam adalah sama seperti uskup. Mereka ditahbiskan oleh uskup untuk mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman. Diakon adalah orang yang ditahbiskan untuk pelayanan dan bukan untuk imamat. Diakon adalah pembantu khusus uskup dalam bidang materi, sedangkan imam itu pembantu umum. Dalam hal ini Kardinal tidak termasuk dalam jabatan hierarkis dan tidak masuk dalam struktur hierarkis. Kardinal adalah penasihat utama paus yang membantu dalam reksa harian seluruh Gereja. Para kardinal membentuk dewan para kardinal yang jumlahnya dibatasi 120 orang yang berumur di bawah 80 tahun. Seorang kardinal dipilih paus dengan bebas. B. Dasar Hierarki Gereja Hierarki dan struktur hierarki berasal dari Kristus. Kristus sendirilah yang diyakini memilih para pejabat Gereja. atas penetapan Ilahi, para uskup menggantikan para rasul sebagai penggembala Gereja (LG art. 20). Struktur hierarkis bukanlah sesuatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah Gereja saja namun menurut Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Tuhan Yesus sendiri. Wujud Gereja Perdana beserta struktur kepemimpinannya menjadi patokan bagi perkembangan Gereja selanjutnya. Orang-orang yang memegang jabatan hierarki Gereja bukanlah orang-orang yang mencapainya berdasarkan prestasi, tetapi dipilih dan diutus. Dengan proses pemilihan dan pengutusan inilah, kita meyakini bahwa Allah sendirilah yang memilih dan mengutus orang-orang yang berada dalam struktur hierarki Gereja. c. Fungsi Khusus Hierarki Seluruh umat Allah mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai nabi, imam dan raja (mengajar, menguduskan dan menggembalakan). Namun umat tidak bersifat seragam. Ada imam, biarawan/I, dan awam. Maka Gereja mengenal pembagian tugas yang berbeda. Fungsi khusus hierarki adalah: menjalankan tugas gerejani, yakni tugas-tugas yang secara langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti melayani sakramen-

sakramen, mengajar agama dll. Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan. d. Ciri Kepemimpinan dalam Gereja 1. Kepemimpinan adalah panggilan khusus, dan bukan berdasarkan bakat dan prestasi. 2. Kepemimpinan Gereja bersifat melayani dan mengabdi dalam arti semurnimurninya dan bukan untuk dilayani. 3. Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan sehingga tidak dapat dihapus oleh manusia. Berbeda dengan kepemimpinan masyarakat yang dipilih oleh manusia sehingga dapat dihapus oleh manusia. esuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, Rohaniwan (hierarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah. Arti dan pengertian tentang awam Yang dimaksud dengan awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui Gereja. Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen resmi gereja ada 2 macam yaitu: a. Dasar teologis: awam adalah warga gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi awam meliputi barisan biarawan, suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci. b. Definisi tipogis: awam adalah warga gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/wati. Maka itu, awam tidak mencakup bruder dan suster. Peranan Awam Pada zaman ini orang sering berbicara tentang tugas atau kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal adalah kerasulan di dalam Gereja adalah kerasulan jemaat. Kerasulan ekternal atau kerasulan dalam tata dunia lebih diperani kaum awam. namun harus disadari bahwa kerasulan dalam gereja bermuara juga ke dunia. Gereja hadir ke dunia tidak untuk gereja sendiri tetapi membangun kerajaan Allah di dunia ini. Hubungan Awam dan Hierarki 1. Gereja adalah umat Allah. Konsili Vatican II menegaskan bahwa semua anggota Umat Allah memiliki martabat yang sama. Yang berbeda adalah fungsinya. Keyakinan ini dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen gereja. tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekwen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja. 2. Setiap Komponen Gereja Memiliki Fungsi yang Khas. Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas. Hierarki bertugas memimpin (atau lebih tepat

melayani) dan mempersatukan seluruh Umat Allah. Biarawan/wati dengan kaulkaulnya bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia yang akan datang (eskatologi). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia ini. Mereka harus menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat ipoleksosbudhankamnas. 3. Kerja Sama. Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masingmasing, namun untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, lebih dalam kerasulan internal gereja yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerjasama dari semua komponen. dan hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai pelayanan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan uskup yang bertugas menyatukan rupa-rupa, jenis dan fungsi pelayanan yang ada. Hierarki berperan memelihara keseimbangan dan persatuan diantara sekian banyak pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta memelihara keseluruhan visi, misi dan reksa pastoral. Karena itu, tidak mengherankan bahwa di antara mereka yang termasuk dalam dewan hierarki bertanggung jawab memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan sakramen .

Paus Yohanes XXIII


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Yohanes XXIII

Nama lahir Mulai menjabat Sampai

Angelo Giuseppe Roncalli 28 Oktober 1958 3 Juni 1963

Pendahulu Pengganti Lahir

Pius XII Paulus VI 25 November 1881 Sotto il Monte, Italia 3 Juni 1963 (umur 81) Istana Apostolik, Vatikan

Wafat Tanda tangan

Paus bernama Yohanes lainnya

Paus Yohanes XXIII, nama lahir Angelo Giuseppe Roncalli (lahir di Sotto il Monte, Italia, 25 November 1881 meninggal di Istana Apostolik, Vatikan, 3 Juni 1963 pada umur 81 tahun) adalah Paus Gereja Katolik Roma sejak 28 Oktober 1958 hingga 3 Juni 1963. Ia sering disebut "Paus Yohanes Yang Baik" dan juga dihargai oleh orang Anglikan dan Protestan berkat jasanya untuk menyatukan gereja yang pecah. Ketika diangkat sebagai Paus, Roncalli telah berumur 77 tahun dan sama sekali tidak diunggulkan selama konklaf. Dengan umurnya yang sudah lanjut, Roncalli dianggap hanya akan memerintah dalam waktu yang singkat, oleh karenanya pada masa itu sering dianggap hanya sekedar paus antara saja. Namun demikian, kepemimpinan Paus Yohanes XXIII ternyata banyak mengejutkan Gereja Katolik dan dunia pada umumnya. Di antaranya adalah dihimpunkannya Konsili Vatikan II yang menghasilkan reformasi atas doktrindoktrin Gereja Katolik dan ditingkatkannya rekonsiliasi antar umat beragama, suatu hal yang pada waktu itu tidak terbayangkan muncul dari kekuasaan tertinggi Tahta Suci. Walaupun masa pemerintahannya hanya singkat saja (sekitar 5 tahun lamanya), Paus Yohanes XXIII dianggap sebagai salah satu Paus terbesar yang pernah ada dalam sejarah Gereja Katolik.

[sunting] Awal hidup

Angelo Roncalli dilahirkan di Sotto il Monte, sebuah kota kecil di Provinsi Bergamo, Italia pada 25 November 1881. Dia merupakan anak ke-4 dari 14 bersaudara dari ayahnya Giovanni Battista Roncalli dan ibunya Marianna Giulia Mazzolla. Keluarganya bekerja sebagai buruh tani. Pada 1904, Roncalli diordinasi sebagai pastur di Gereja Santa Maria di Monte Santo.

Pada 1905, Giacomo Radini-Tedeschi, uskup Bergamo yang baru, menunjuk Roncalli sebagai sekretarisnya. Roncalli bekerja untuk Radini-Tedeschi sampai kematian uskup tersebut pada 1914. Pada Perang Dunia I, Roncalli ditarik ke Angkatan Darat Kerajaan Italia (bahasa Inggris: Royal Italian Army) sebagai sersan, melayani sebagai tim medis dan sebagai 'chaplain'. Pada 1921, Paus Benediktus XV menunjuknya sebagai presiden Society for the Propagation of the Faith Pada 1925, Paus Pius XI menunjuknya sebagai nuncio ke Bulgaria. Pada 1935, dijadikan nuncio ke Turki dan Yunani. Roncalli menggunakan kantornya untuk menolong orang Yahudi dan menyelamatkan ribuan pengungsi di Eropa. Pada 1944, pada Perang Dunia II, Paus Pius XII menujuknya sebagai Apostolik Nuncio ke Paris, Perancis. Pada 1953, diangkat sebagai Patriark Venisia, dan diangkat menjadi Kardinal. Pada 28 Oktober 1958, terpilih menjadi Paus Yohanes XXIII. Ia sempat bertemu dengan Soekarno di Vatikan.[rujukan?] Pada 1962: membuka Konsili Vatikan II. Pada 1963: menerbitkan ensiklik "Pacem In Terris" atau "Damai di Dunia" Pada 3 Juni 1963: meninggal dunia dan dimakamkan di Via De Grotto, Vatikan.

Konsili Ekumenis Vatikan Kedua atau Vatikan II (1962-1965), adalah sebuah Konsili Ekumenis ke-21 dari Gereja Katolik Roma yang dibuka oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 Oktober 1962 dan ditutup oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1965. Pembukaan Konsili ini dihadiri oleh hingga 2540 orang uskup Gereja Katolik Roma sedunia (atau juga disebut para Bapa Konsili), 29 pengamat dari 17 Gereja lain, dan para undangan yang bukan Katolik. Selama masa Konsili ini, diadakan empat periode sidang di mana jumlah Uskup yang hadir lebih banyak dan berasal dari lebih banyak negara daripada konsili-konsili sebelumnya. Jumlah dokumen yang dihasilkannya pun lebih banyak dan dampak pengaruhnya atas kehidupan Gereja Katolik lebih besar dari peristiwa manapun sesudah zaman reformasi pada abad XVI.

Latar Belakang
Selama tahun 1950an, studi teologi dan biblikal Roma Katolik mulai memasuki pembaharuan sejak setelah Konsili Vatikan Pertama hingga memasuki abad kedua puluh. Liberalisme ini muncul dari para teolog seperti Yves Congar, Karl Rahner, dan John Courtney Murray yang mencari cara untuk mengintegrasikan pengalaman manusia modern dengan dogma Kristiani, tokoh lainnya adalah Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) dan Henri de Lubac yang juga menginginkan pengertian yang lebih akurat akan Injil dan menganggap para Bapa Gereja mula-mula sebagai sumber pembaharuan.

Pada waktu yang sama, para uskup sedunia menghadapi tantangan yang sangat besar dari perubahan politik, sosial, ekonomi, dan teknik. Beberapa uskup mengusulkan perubahan dalam struktur dan praktek gerejawi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di antara pengusul ini yang paling terorganisasi adalah kelompok uskup Belanda dan Jerman yang dikenal sebagai para Uskup Rhine. Konsili Vatikan Pertama telah berakhir hampir satu abad sebelumnya secara prematur akibat pecahnya perang Perancis-Prussia. Dalam konsili ini, isu-isu mengenai pastoral dan dogma tidak dapat dibahas akibat perang tersebut, dan hanya sempat menghasilkan suatu dogma mengenai Infabilitas Paus. Paus Yohanes XXIII kemudian secara tidak terduga memutuskan untuk menghimpunkan Konsili hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan setelah pengangkatannya pada 1959. Dalam sebuah dialog mengenai konsili, ia diwawancarai mengapa konsili ini perlu dilakukan. Paus dilaporkan membuka sebuah jendela dan berkata, "Saya ingin membuka jendela dari Gereja sehingga kita bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam." Ia mengundang pula gereja-gereja Kristen lainnya untuk mengirimkan pengamat ke Konsili tersebut. Undangan ini disambut baik oleh kedua gereja Protestan dan Ortodoks. Gereja Ortodoks Rusia di bawah kekhawatiran akan Pemerintahan Komunis Soviet, menyambut undangan tersebut hanya ketika telah diyakinkan bahwa Konsili ini akan bersifat apolitik.

[sunting] Sidang-Sidang

Sebuah Sidang pada Konsili

Persiapan Konsili, yang memakan waktu lebih dari dua tahun, dilaksanakan oleh 10 Komisi Khusus, dibantu oleh orang-orang dari media massa dan Christian Unity, serta sebuah Komisi Sentral sebagai koordinator keseluruhan. Kelompok

ini kebanyakan terdiri dari anggota Kuria Romawi. Komisi menghasilkan 987 proposal konstitusi dan dekrit (dikenal sebagai schemata atau Skema) yang ditujukan untuk dimintakan persetujuan Konsili. Pada awalnya diharapkan bahwa kelak pada saat Konsili terlaksana, akan dibentuk suatu Komisi baru yang akan melanjutkan pekerjaan Komisi Persiapan ini. Namun demikian, keseluruhan Skema yang telah dipersiapkan itu tidak disetujui sama sekali oleh anggota Konsili dan membuat sama sekali Skema yang baru. Sidang-Sidang Umum Konsili dilaksanakan pada musim gugur selama empat tahun kemudian (dalam 4 sidang) pada 1962 hingga 1965. Di luar masa sidang, Komisi-Komisi Khusus Konsili dibentuk untuk membicarakan dan memeriksa hasil-hasil kerja para uskup dan mempersiapkan sidang berikutnya. Sidang dilaksanakan dalam Bahasa Latin di Basilika Santo Petrus, di mana diskusi dan pendapat dinyatakan sebagai "rahasia". Hasil Konsili sesungguhnya dikerjakan dalam pertemuan-pertemuan komisi lainnya (mungkin dilaksanakan dalam bahasa lain), serta dalam pertemuan informal dan pertemuan sosial lainnya di luar konsili yang sesungguhnya. Sebanyak 2.908 pria (dianggap sebagai para Bapa Konsili) tercatat memiliki hak suara dalam Konsili tersebut. Mereka ini termasuk seluruh Uskup dan para Superior dari Ordo-Ordo Religius pria. Sebanyak 2.540 orang mengambil bagian dalam Sidang Pembukaan, sehingga menjadikannya sebagai pertemuan terbesar Konsili di sepanjang sejarah gereja. Jumlah yang hadir adalah bervariasi di setiap Sidangnya antara 2.100 hingga lebih dari 2.300 roang. Sebagai tambahan, sejumlah periti (Latin untuk para "ahli") juga hadir sebagai konsultan teologi. Kelompok periti ini kemudian memiliki pengaruh yang sangat besar seiring dengan perjalanan Konsili. Sebanyak 17 gereja-gereja Ortodoks dan denominasi Protestan juga mengirimkan pengamat-pengamat mereka.

[sunting] Sidang Pertama (Musim Gugur 1962)


Paus Yohanes membuka Konsili pada 11 Oktober 1962 dalam sebuah Sidang Umum yang dihadiri oleh para Bapa Konsili dan wakil-wakil dari 86 negara dan badan-badan internasional. Setelah Misa, Paus memberikan amanatnya kepada para Uskup yang berkumpul dengan judul Gaudet Mater Ecclesia (Latin untuk "Bunda Gereja Bersuka cita"). Dalam pidatonya, ia menolak pemikiran mengenai para "nabi-nabi akhir zaman yang selalu meramalkan akan bencana" di dunia dan pada masa depan Gereja tersebut. Paus juga menekankan bahwa sifat Konsili adalah Pastoral ("Penggembalaan"), bukan Doktrinal. Ia juga memperingatkan bahwa Gereja tidak perlu mengulang maupun merumuskan kembali doktrindoktrin dan dogmata yang telah ada, tetapi Gereja harus mengajarkan pesan-pesan Kristus dalam tren dunia modern yang cepat berubah. Ia mendesak para Bapa Gereja untuk "menunjukan belas kasih, bukan kecaman" dalam dokumendokumen yang akan mereka buat.

Dalam lokakarya pertama mereka, dalam waktu kurang dari 15 menit, para uskup telah mengadakan pemungutan suara atas permintaan Para Uskup Rhine mengenai agenda Sidang, apakah akan mengikuti agenda yang telah dipersiapkan oleh Komisi Persiapan ataukah akan membuat sebuah agenda yang baru yang akan dibicarakan di antara para anggota Sidang terlebih dahulu, baik dalam kelompokkelompok nasional dan regional, maupun dalam pertemuan informal. Usulan ini tampaknya cukup wajar, namun mayoritas delegasi tidak menyadari bahwa para uskup Rhine telah mempersiapkan suatu rencana mengenai bagaimana mereka menginginkan jalannya Konsiil. Dalam struktur Komisi Konsili yang baru kemudian atas usulan para Uskup Rhine, prioritas dari isu-isu yang akan dibicarakan menjadi berubah. Isu-isu yang dibicarakan selama sesi-sesi Sidang adalah termasuk mengenai liturgi, komunikasi misa, gereja-gereja Ritus Timur, serta sumber-sumber Wahyu Ilahi. Skema mengenai Wahyu Ilahi kemudian ditolak oleh sebagian besar uskup, dan Paus Yohanes terpaksa harus campur tangan untuk memerintahkan penulisan kembali mengenai skema ini. Setelah penundaan sidang pada 8 Desember 1962, sidang berikutnya tahun 1963 mulai dipersiapkan. Namun demikian, persiapan-persiapan ini diwarnai dengan wafatnya Paus Yohanes XXIII pada 3 Juni 1963. Paus Paulus VI yang terpilih pada 21 Juni 1963 segera mengumumkan bahwa Konsili harus berlanjut, dan dalam haluan yang telah ditetapkan pada Sidang sebelumnya oleh Paus Yohanes.

[sunting] Sidang Kedua (Musim Gugur 1963)


Dalam bulan-bulan sebelum Sidang Umum Kedua, Paus Paulus melakukan sejumlah perbaikan untuk memecahkan masalah organisasi dan prosedur yang telah ditemukan selama periode pertama. Hal ini termasuk mengundang pengamat tambahan dari kaum awam Katolik dan Non-Katolik, serta mengurangi jumlah skema yang diusulkan menjadi 17 saja; dengan demikian keseluruhan Skema menjadi lebih umum, sehingga dapat mempertahankan sifat Pastoral Konsili. Akhirnya, Paus juga menghapuskan ketentuan kerahasiaan Sidang Umum. Amanat pembukaan Paus Paulus pada 29 September 1963 menekankan kembali sifat Pastoral Konsili, dan menetapkan empat tujuan Konsili:

untuk lebih mendefinisikan sifat dasar gereja dan tugas pelayanan para uskup; untuk memperbaharui gereja; untuk mengembalikan kesatuan di antara kaum Kristiani, termasuk meminta maaf akan kontribusi Gereja Katolik di masa lampau terhadap perpecahan itu; serta untuk memulai dialog dengan dunia modern.

Selama masa Sidang ini, para uskup menyetujui konstitusi tentang liturgi suci (Sacrosanctum Concilium) dan dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial

(Inter Mirifica). Sidang dilanjutkan dengan skema mengenai Gereja, Uskup dan Keuskupan, serta Ekumenisme. Pada 8 November 1963, Joseph Kardinal Frings mengkritik Kongregasi untuk Doktrin Iman (sebelum 1908 dikenal sebagai Holy Roman and Universal Inquisition), dan dengan segera dibalas oleh pembelaan diri yang berapi-api dari Sekretaris badan tersebut, Alfredo Kardinal Ottaviani. Silang pendapat ini dianggap sebagai kejadian paling dramatis selama Konsili. (Sebagai catatan, penasihat teologi Kardinal Frings adalah Joseph Ratzinger muda, sekarang Paus Benediktus XVI, yang kemudian menjadi Kardinal yang mengepalai Kongregasi tersebut di Tahta Suci). Sidang Kedua berakhir pada 4 Desember 1963.

[sunting] Sidang Ketiga (Musim Gugur 1964)


Di antara periode Sidang Kedua dan Ketiga, proposal Skema direvisi kembali berdasarkan komentar-komentar dari para Bapa Konsili. Sejumlah topik dikurangi menjadi usulan pernyataan fundamental untuk disetujui dalam Sidang Ketiga, dengan Komisi Paskakonsili yang akan menangani implementasi peraturanperaturan tersebut. Delapan pengamat religius wanita dan tujuh wanita awam diundang dalam Sidang Ketiga, bersama-sama dengan undangan tambahan pria awam. Selama Sidang yang dimulai pada 14 September 1964 ini, para Bapa Konsili mengerjakan sejumlah besar proposal. Skema mengenai Ekumenisma (Unitatis Redintegratio), gereja-gereja Katolik Ritus Timur (Orientalium Ecclesiarum), serta konstitusi tentang Gereja (Lumen Gentium) disetujui dan diumumkan secara resmi oleh Paus. Sebuah votum atau pernyataan mengenai sakramen pernikahan dimunculkan sebagai pedoman bagi komisi untuk merevisi Hukum Kanonik tentang isu-isu beragam akan yurisdiksi, seremonial, dan pastoral. Para uskup mengusulkan skema ini dan meminta persetujuan yang cepat, namun tidak segera diputuskan oleh Paus pada Konsili tersebut. Paus Paulus memerintahkan para Uskup untuk menunda topik kontrasepsi artifisial (keluarga berencana) yang akan dibahas sebuah komisi ahli kepastoran dan awam yang telah ditunjuknya. Skema mengenai tugas dan pelayanan para pastor serta tugas misi Gereja ditolak dan dikembalikan kepada komisi-komisi untuk ditulis ulang sama sekali. Pekerjaan dilanjutkan untuk sisa Skema lainnya, terutama sekali untuk masalah Gereja di dunia masa kini dan kebebasan beragama. Terjadi kontroversi mengenai revisi dekrit kebebasan beragama dan mengakibatkan kegagalan pengambilan suara akan dekrit ini pada Sidang Ketiga. Paus Paulus menjanjikan untuk segera meninjau skema ini pada masa Sidang berikutnya. Paus Paulus menutup Sidang Ketiga pada 21 November dengan mengumumkan perubahan tata cara Ekaristi dan secara resmi mengumumkan Maria sebagai "Bunda Gereja" seperti yang telah sering diajarkan.

[sunting] Sidang Keempat (Musim Gugur 1965)


Sebelas Skema masih belum selesai pada akhir Sidang Ketiga dan komisi-komisi bekerja untuk melakukan finalisasi. Skema 13, mengenai Gereja di Dunia Modern (Gereja di Dunia Dewasa Ini) direvisi oleh sebuah komisi yang dengan dibantu oleh orang-orang awam. Paus Paulus membuka Sidang terakhir ini pada 14 September 1965 dengan mendirikan sebuah Konferensi Para Uskup. Struktur yang lebih permanen ini ditujukan untuk mempertahankan kerja sama yang erat antara para uskup dengan Paus setelah Konsili berakhir. Urusan pertama dalam Sidang Keempat adalah pertimbangan mengenai dekrit kebebasan beragama, merupakan yang paling kontroversial di antara semua dokumen konsili. Hasil pemungutan suara dalah 1.997 yang menyetujui dan 224 menolak (selisihnya kemudian semakin melebar ketika para uskup menyetujui dekrit kebebasan beragama Dignitatis Humanae tersebut). Pekerjaan utama selama sisa periode Sidang adalah untuk 3 dokumen, yang seluruhnya disetujui oleh para Bapa Konsili. Dokumen Konstitusi Gereja di Dunia Dewasa Ini (Gaudium et Spes) dengan revisi-revisi pastoral dan menghasilkan dokumen lebih meluas, diikuti oleh Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes) dan Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam (Presbyterorum Ordinis). Konsili juga menyetujui dokumen-dokumen lainnya yang telah dibicarakan dalam Sidang-Sidang sebelumnya; termasuk Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja (Christus Dominus), Dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis), Dekrit tentang Pembinaan Imam (Optatam Totius), Pernyataan Pendidikan Kristen (Gravissimum Educationis), serta Dekrit Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem). Salah satu dokumen yang paling kontroversial adalah Nostra tate, yang menegaskan kembali dokumen Konsili Trente abad keenambelas, bahwa para Yahudi masa Kristus (tanpa pandang bulu) dan para Yahudi masa kini tidak memikul tanggung jawab akan pembunuhan Kristus lebih besar daripada kaum Kristen (lihat Catechism of the Council of Trent, Article IV). Petikan terkenal dari Nostra tate[1]:
"Meskipun para pemuka bangsa Yahudi pada masa itu beserta para penganut mereka mendesakkan kematian Kristus, namun penderitaanNya tidak dapat begitu saja dibebankan sebagai kesalahan semua orang Yahudi pada masa itu tanpa pandang bulu, maupun orang Yahudi zaman sekarang.

Sekalipun Gereja adalah umat Allah yang baru, namun jangan sekali-kali menyimpulkan bahwa Kitab Suci menggambarkan bahwa orang Yahudi itu dibuang atau dikutuk oleh Allah. Gereja mendorong agar semua berusaha supaya dalam berkatakese dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kristus. Selain itu, Gereja juga menolak setiap penganiayaan terhadap siapapun juga. Gereja mengingat pusaka warisannya bersama-sama dengan bangsa Yahudi, dan tergerak bukan oleh alasan-alasan politik melainkan tergerak oleh cinta kasih Injil, Gereja menyatakan menentang segala kebencian, penganiayaan, sikap antiSemit, yang dilakukan terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun." Lebih lanjut mengenai topik ini dapat ditemukan di artikel Rekonsiliasi KristenYahudi.

Peristiwa penting pada hari-hari terakhir Konsili adalah tindakan Paus Paulus dan Patriark Athenagoras dari Ortodoks yang mengekspresikan penyesalan akan halhal yang telah lalu yang menyebabkan Skisma Besar gereja barat-timur. Deklarasi ini dikenal sebagai Pernyataan Bersama Katolik-Ortodoks 1965. Pada 8 Desember, Konsili Vatikan Kedua secara resmi ditutup, dengan para uskup menyatakan ketaatan mereka terhadap segala dekrit Konsili. Untuk memperlancar pelaksanaan hasil karya Konsili, Paus Paulus:

telah membentuk sebelumnya Komisi Kepausan untuk Media Komunikasi Sosial, yang akan membantu para uskup dan penggunaan pastoral akan media-media ini; mendeklarasikan hari peringatan selama 1 Januari hingga 26 Mei 1966 untuk mendorong kaum Katolik mempelajari dan menerima keputusan-keputusan konsili dan mempergunakannya sebagai pembaharuan spiritual mereka; mengubah pada 1965 nama dan prosedur untuk Holy Office, menggantinya dengan nama Kongregasi Kudus untuk Doktrin Iman, dan nama-nama dan wewenang dari departemen lainnya pada Kuria Romawi. membuat permanen lembaga sekretariat Promotion of Christian Unity bagi agama non-Kristen dan bagi mereka yang belum percaya.

You might also like