You are on page 1of 21

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1.

Pengujian Beton Selinder dan Kuat Tarik Baja

4.1.1. Kuat tekan beton Pada tabel. 3 hasi kuat tekan rata-rata beton silinder pada umur 3, 7 dan 28 hari masing-masing 10,465 Mpa, 13,576 Mpa dan 24,945 Mpa. Tabel 3 Hasil uji kuat tekan beton silinder umur 3, 7 dan 28 hari Luas No Umur (Hari) (mm) (gr)
3 1 3 3 7 2 7 7 28 28 3 28 28 28 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 17678,57 12,18 12,175 12,297 12,36 12,34 12,31 12,27 12,29 12,219 12,28 12,26 185 190 180 220 250 250 480 540 385 420 380

Berat Benda Uji

Beban (Pmax) (KN)

Kuat Tekan (MPa)


10,465 10,747 10,182 12,444 14,141 14,141 27,152 30,545 21,778 23,758 21,495

Kuat Tekan Rata-rata (MPa)

10,465

13,576

24,945

Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa mutu beton adalah 24,945 Mpa. Nilai ini nantinya akan digunakan dalam tahapan analisis struktur.

IV - 1

4.1.2

Kuat Tarik Baja Tulangan Dalam penelitian ini, tulangan yang digunakan untuk tulangan balok sama

dengan tulangan pada kolom, yaitu tulangan polos diameter 12 mm dan 6 mm. Dari hasil pengujian kuat tarik baja yang dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Politeknik Negeri Ujung Pandang diperoleh nilai beban yang menyebabkan tulangan leleh dan tulangan putus. Dari nilai tersebut dapai dihitung nilai tegangan leleh (fy) dan tegangan putus (fu) dari masing-masing diameter baja tulangan yang digunakan, seperti pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Hasil uji tarik baja

Diameter besi

As

Beban (kN)

Tegangan (MPa) Leleh fy 424.6 Putus fu 1102.2

(mm) (mm2) Leleh Putus

6 (polos) 10 (polos)

26.41

11.2

11.2

59.42

21.3

21.4

365.4

970.8

4.2.

Pembebanan Joint Balok-Kolom

4.2.1. Balok Kolom Monolit Pembebanan pada joint balok kolom monolit diberikan secara bertahap sebesar 200 Kg (2 kN) hingga mencapai pembebanan maksimum dimana ditunjukkan dengan tidak bertambahnya dial penunjuk beban. Pembebanan maksimum yang dicapai pada pengujian ini dapat ditunjukan pada tabel 5 di bawah.

IV - 2

Tabel 5. Nilai Pembebanan Maksimum pada Benda Uji Balok Kolom Monolit

No 1 2

Benda Uji Monolit 1 (M1) Monolit 2 (M2)

Pmaks (kN) 37 36

4.2.2. Balok Kolom Pracetak dengan GFRP 1 Lapis Pembebanan pada joint balok kolom Pracetak diberikan secara bertahap sebesar 200 Kg (2 kN) hingga mencapai pembebanan maksimum dimana ditunjukkan dengan tidak bertambahnya dial penunjuk beban. Pembebanan maksimum yang dicapai pada pengujian ini dapat ditunjukan pada tabel 6 di bawah. Tabel 6. Nilai Pembebanan Maksimum pada Benda Uji Pracetak dengan GFRP 1 lapis Pmaks (kN) 20 -

No 1 2

Benda Uji P1L-1 P1L-2

4.2.3. Balok Kolom Pracetak dengan GFRP 3 Lapis Pembebanan pada joint balok kolom Pracetak diberikan secara bertahap sebesar 200 Kg (2 kN) hingga mencapai pembebanan maksimum dimana ditunjukkan dengan tidak bertambahnya dial penunjuk beban. Pembebanan maksimum yang dicapai pada pengujian ini dapat ditunjukan pada tabel 7 di bawah.

IV - 3

Tabel 7. Nilai Pembebanan Maksimum pada Benda Uji Pracetak dengan GFRP 3 lapis Pmaks (kN) 24 -

No 1 2

Benda Uji P3L-1 P3L-2

4.3. Hubungan Beban-Lendutan Hubungan Beban dan Lendutan ini dicatat dari hasil pengukuran menggunakan dial. Idelisasi hubungan dan lendutan yang dicari, yaitu : a. Tahap pertama sebelum terjadi retak (precracking); b. Tahap kedua setelah terjadi retak (post cracking) c. Tahap ketiga, dimana tulangan tarik sudah leleh tetapi balok masih mampu menahan beban, atau dengan kata lain balok sudah mengalami keruntuhan (post serviceability cracking) 4.3.1. Balok Kolom Monolit a) Monolit 1 Pengujian beban terhadap lendutan dihentikan pada waktu mencapai beban maksimum dan terjadi penurunan beban. Beban maksimum dan lendutan maksimum yang dihasilkan yaitu 37 kN dan 26 mm Pola kurva beban terhadap lendutan tidak menunjukan sifat balok yang mengalami keruntuhan getas sebab setelah beban maksimum, terjadi penurunan yang cenderung mendatar pada kondisi beban kecil

IV - 4

40 35 30

Kurva Hubungan Beban Dengan Lendutan

Beban (kN)

25 20 15 10 5 0

dL dT dB dA

-5

10

15

20

25

30

Lendutan (mm)
Gambar 4.12 Kurva hubunagn beban dengan lendutan balok kolom monolit 1

b) Monolit 2 Pengujian beban terhadap lendutan dihentikan pada waktu mencapai beban maksimum dan terjadi penurunan beban. Beban maksimum dan lendutan maksimum yang dihasilkan yaitu 36 kN dan 13 mm. Pola kurva beban terhadap lendutan tidak menunjukan sifat balok yang mengalami keruntuhan getas sebab setelah beban maksimum, terjadi penurunan yang cenderung mendatar pada kondisi beban kecil

IV - 5

Kurva Hubungan Beban Dengan Lendutan


40 35 30 Beban (kN) 25 20 15 10 5 0 0 5 10 15 Lendutan (mm) dL dT dB dA

Gambar 4.12 Kurva hubunagn beban dengan lendutan balok kolom monolit 2

4.3.2. Balok Kolom Pracetak dengan GFRP 1 Lapis a. Sampel P1L-1 Pengujian beban terhadap lendutan dihentikan pada saat mencapai beban maksimum dan terjadi penurunan beban. Beban maksimum dan lendutan maksimum yang dihasilkan sebesar 20 kN dan 38,73 mm. Pada gambar 4.14 pola kurva beban terhadap lendutan tidak menunjukan sifat balok yang mengalami keruntuhan getas sebab setelah beban maksimum, terjadi penurunan yang cenderung mendatar pada kondisi beban kecil. Pada balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis (P1L-1) nilai lendutan lebih besar dibanding dengan balok kolom monolit, sementara beban maksimum yang dipikul oleh balok kolom pracetak

IV - 6

dengan GFRP 1 lapis (P1L-1), lebih kecil dibandingkan dengan balok kolom monolit, yaitu 54,054% dari kekuatan balok kolom monolit

Kurva Hubungan Beban Dengan Lendutan


25 20

Beban (kN)

15 10 5 0 0 10 20 30 40 50

dL dT dB dA

Lendutan (mm) Gambar 4.14 Kurva hubungan antara beban dan lendutan balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis (P1L-1) b. Sampel P1L-2 Pengujian beban terhadap lendutan dihentikan pada saat mencapai beban maksimum dan terjadi penurunan beban. Beban maksimum dan lendutan maksimum yang dihasilkan sebesar 20 kN dan 38,73 mm. Pada gambar 4.14 pola kurva beban terhadap lendutan tidak menunjukan sifat balok yang mengalami keruntuhan getas sebab setelah beban maksimum, terjadi penurunan yang cenderung mendatar pada kondisi beban kecil. Pada balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis (P1L-2) nilai lendutan lebih besar dibanding dengan balok kolom monolit, sementara beban maksimum yang dipikul oleh balok kolom pracetak

IV - 7

dengan GFRP 1 lapis (P1L-1), lebih kecil dibandingkan dengan balok kolom monolit, yaitu 54,054% dari kekuatan balok kolom monolit

Kurva Hubungan Beban Dengan Lendutan


25 20

Beban (kN)

15 10 5 0 0 10 20 30 40 50

dL dT dB dA

Lendutan (mm) Gambar 4.14 Kurva hubungan antara beban dan lendutan balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis (P1L-2)

4.3.3. Balok Kolom Pracetak dengan GFRP 3 Lapis a) Sampel P3L-1 Pengujian beban terhadap lendutan dihentikan pada saat mencapai beban maksimum dan terjadi penurunan beban. Beban maksimum dan lendutan maksimum yang dihasilkan sebesar 24 kN dan 27,65 mm. Pada gambar 4.14 pola kurva beban terhadap lendutan tidak menunjukan sifat balok yang mengalami keruntuhan getas sebab setelah beban maksimum, terjadi penurunan yang cenderung mendatar pada kondisi beban kecil. Pada balok kolom pracetak dengan GFRP 3 lapis (P3L-1) nilai lendutan lebih besar dibanding dengan balok kolom monolit, IV - 8

sementara beban maksimum yang dipikul oleh balok kolom pracetak dengan GFRP 3 lapis (P3L-1), lebih kecil dibandingkan dengan balok kolom monolit, yaitu 64,86% dari kekuatan balok kolom monolit

30 25 Beban (kN) 20 15 10

Kurva Hubungan Beban Dengan Lendutan

dL dT dB dA

5 0 -10 0 10 Lendutan (mm) 20 30

Gambar 4.14 Kurva hubungan antara beban dan lendutan balok kolom pracetak dengan GFRP 3 lapis (P3L-1) b) Sampel P1L-2 Pengujian beban terhadap lendutan dihentikan pada saat mencapai beban maksimum dan terjadi penurunan beban. Beban maksimum dan lendutan maksimum yang dihasilkan sebesar 20 kN dan 38,73 mm. Pada gambar 4.14 pola kurva beban terhadap lendutan tidak menunjukan sifat balok yang mengalami keruntuhan getas sebab setelah beban maksimum, terjadi penurunan yang cenderung mendatar pada kondisi beban kecil. Pada balok kolom pracetak dengan GFRP 3 lapis (P3L-2) nilai lendutan lebih besar dibanding dengan balok kolom monolit, sementara beban maksimum yang dipikul oleh balok kolom pracetak

IV - 9

dengan GFRP 3 lapis (P3L-2), lebih kecil dibandingkan dengan balok kolom monolit, yaitu 54,054% dari kekuatan balok kolom monolit

Kurva Hubungan Beban Dengan Lendutan


25 20

Beban (kN)

15 10 5 0 0 10 20 30 40 50

dL dT dB dA

Lendutan (mm) Gambar 4.14 Kurva hubungan antara beban dan lendutan balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis (P1L-2)

4.3.4. Grafik Beban-lendutan Seluruh Sampel

IV - 10

Beban vs Lendutan
40 35 30

Beban (kN)

25 20 15 10 5 0 0 10 20 30 40 50 Lendutan (mm) M1 M2 P1L-1 P3L-1

Gambar 4.14 Kurva hubungan antara beban dan lendutan seluruh sampel

Dari grafik hubungan beban dan lendutan pada jarak 80 cm (dL) menunjukkan bahwa kekuatan balok kolom monolit lebih besar dibandingkan dengan balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis maupun GFRP 3 lapis. Pada balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis pada benda uji 1 ( P1L-1) kekuatan yang dicapai yaitu 54,054% dari balok kolom monolit, dan untuk balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis pada benda uji 2 (P1L-2) kekuatan yang dicapai % dari balok kolom monolit. Sementara Pada balok kolom pracetak dengan GFRP 3 lapis pada benda uji 1 ( P3L-1) kekuatan yang dicapai yaitu 64,86% dari balok kolom monolit, dan untuk balok kolom pracetak dengan GFRP 3 lapis pada benda uji 2 (P3L-2) kekuatan yang dicapai % dari balok kolom monolit.

IV - 11

4.4. Beban Maksimum Pembebanan pada balok kolom monolit diberikan secara bertahap sebesar 200 Kg (2 kN) hingga mencapai pembebanan maksimum dimana ditunjukkan dengan tidak bertambahnya dial penunjuk beban. Kapasitas maksimum yang dicapai pada pengujian ini ditunjukan pada table. 6.

Tabel 6. Nilai Pembebanan Maksimum Besar kekuatan balok kolom pracetak terhadap balok kolom monolit(%) 54,05 64,86

Balok kolom Beton Bertulang

Beban Maksimum (kN) 37 36 20 24

Balok kolom monolit Balok kolom pracetak

M1 M2 P1L-1 P3L-1

IV - 12

40 35 30 25

37

36

24 20

M1 M2 P1L-1 P3L-1

20 15 10 5 0 SAMPEL

Gambar 4.1. Histogram Beban Maksimum pada Benda Uji Balok kolom Histogram Besar Perkuatan Lentur
154.5% 160.0 140.0 120.0 112.1% A1-GF 80.3% 59.1% A2-GF B1-GF B2-GF

Beban (kN)

100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0

Sampel

Gambar 4.2. Histogram Perkuatan Lentur Maksimum Balok Berdasarkan hasil penelitian yang telah di rangkum pada Tabel 6, balok kolom monolit mampu menahan beban sebesar 37 kN untuk monolit 1 (M1) semantara untuk moniolit 2 (M2) mampu menahan beban sebesar 36 kN. Untuk balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis (P1L-1)mampu menahan beban sebesar 20 kN, sementara untuk balok kolom monolit dengan GFRP 3 Lapis IV - 13

(P3L-1) mampu menahan beban sebesar 24 kN. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan balok kolom pracetak dengan GFRP 1 lapis (P1L-1) = 54,05 % balok monolit dan kekuatan balok kolom pracetak dengan GFRP 3 lapis (P3L-1) = 64,86 % balok monolit.

4.5.Pemantauan Pola Retak Balok Pengamatan retak dilakukan terhadap benda uji balok kolom monolit pada saat pembebanan maksimum. Hal yang diamati adalah retakan terpanjang beserta lebar retaknya pada saat pembebanan maksimum. Pola retak yang terjadi pada balok kolom monolit secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran foto. 4.5.1. Balok Normal Dari Gambar 4.3 pola retak dapat dilihat bahwa balok tanpa perkuatan (BN) mengalami retak yang pertama pada saat beban P sebesar 6 kN dengan lebar retak 0.06 mm di tengah bentang. Balok hancur pada bebanan maksimum P sebesar 16.5 kN dengan retakan terpanjang 91 mm dan lebar retak 5 mm pada sisi depan, sedangkan pada sis belakang

retakan terpanjang 98 mm dengan lebar retak 6.3 mm. Pada pengamatan pola retak Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa perambatan retak bergerak secara intensif dari sisi tarik menuju ke sisi tekan balok dan tipe retak yang terjadi adalah jenis retak lentur (flexular crack).

IV - 14

(a) Sisi Depan

(b) Sisi Belakang Gambar 4.3 Pola retak benda uji balok normal

IV - 15

4.6.Model Keruntuhan Balok Beberapa model kegagalan yang sering terjadi pada balok yang diperkuat dengan FRP yaitu : a. Rusaknya FRP setelah tulangan tarik meleleh b. Hancurnya beton sekunder setelah tulangan tarik meleleh c. Inti beton rusak karena tekanan sebelum tulangan tarik meleleh d. Lepasnya ikatan antara FRP dan beton (debonding) Model keruntuhan yang terjadi pada balok secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran foto. 4.6.1. Model Keruntuhan Balok Dengan Perkuatan lentur GFRP 1 lapis a. Balok A1-GF1 Pada gambar 4.12 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

IV - 16

Gambar 4.12 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet

b. Balok A1-GF1 Pada gambar 4.13 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

Gambar 4.13 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet c. Balok A2-GF1

IV - 17

Pada gambar 4.14 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

Gambar 4.14 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet d. Balok A2-GF2 Pada gambar 4.15 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

IV - 18

Gambar 4.15 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet

4.6.2. Model Keruntuhan Balok Dengan Perkuatan lentur GFRP 3 lapis a. Balok B1-GF1 Pada gambar 4.16 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

IV - 19

Gambar 4.16 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet

b. Balok B1-GF2 Pada gambar 4.17 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

Gambar 4.17 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet c. Balok B2-GF1 Pada gambar 4.18 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

IV - 20

Gambar 4.18 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet d. Balok B2-GF2 Pada gambar 4.19 memperlihatkan model kegagalan balok yang terjadi adalah lepasnya ikatan antara GFRP dan beton (debonding)

Gambar 4.19 Model kegagalan benda uji balok pasca pembebanan dengan perkuatan GFRP sheet

IV - 21

You might also like