You are on page 1of 3

Perbedaan Ilmu dengan Ma'rifat

Perbedaan Ilmu dengan Ma'rifat Kutipan singkat liputan pengajian padhangmbulan Jombang yang dilaporkan oleh rudd_blora: 2002 "Ilmu berasal dari kata 'aalima: mengetahui secara mendalam. Kalau arifa, ma'rifat itu mengetahui saja, tetapi tidak bisa mendalam", demikian CN memulai dalam menguraikan tentang pengertian ilmu dan ma'rifat". "'Alima - ya'lamu - 'ilman wa huwa 'aalimun wa daka ma'lumun itu mengerti, tidak hanya tahu tetapi mengerti." Nah, kalau anda belajar filsafat modern ada dua pendekatan: satu, pendekatan ontologis, yang kedua pendekatan mitis, bukan mistis tapi mitis".

"Pendekatan ontologis itu artinya pendekatan dengan jarak. Kalau saya ingin mengetahui sesuatu maka saya butuh jarak untuk meneropong sesuatu tersebut. Anda kuliah di kampus itu adalah pekerjaan mengambil jarak, disitu yang berhubungan adalah subyek dengan obyek. Jadi mahasiswa meneliti dari suatu jarak, subyeknya mahasiswa sedang obyeknya yang diteliti. Hubungan antara subyek dengan obyek seperti ini adalah hubungan manfaat bagi subyek dan belum tentu manfaat bagi obyek. Contoh: orang miskin setiap hari diteliti, skripsi tentang itu banyak tetapi nasib orang miskin dari dulu sampai sekarang tetap saja, karena dia hanya obyek. Itu namanya disiplin ontologis". "Jadi ilmu itu adalah mempelajari sesuatu dengan pendekatan subyek kepada obyek. Ini baik sebenarnya, anda jadi tahu kayu, umpamanya, itu sebenarnya apa, atau kunyit itu kalau dicampur dengan sesuatu bisa menyembuhkan penyakit apa, itu diteliti." Demikian CN memberi contoh."Sekarang aku bertanya, bisakah engkau mengobyekkan Tuhan? Bisakah engkau adakah subyek dan Tuhan adalah obyek?", tanya CN, "Bisa", jawab CN sendiri, "Tuhan sebagai obyek adalah Tuhan dijadikan stafnya, diperlukan sewaktu-waktu. Kalau menghadapi ujian Tuhan diperlukan, waktu mencari pekerjaan atau jodoh Tuhan diperlukan, waktu sakit Tuhan diperlukan tetapi begitu sehat Tuhan dilupakan. Itu namanya meng-obyek-kan Tuhan. Kadang-kadang Tuhan disuruh menjadi dokter, kadang-kadang Dia disuruh menjadi makelar pekerjaan dan sebagainya."

"Tuhan diperlakukan sebagai obyek sebagaimana buruh di perusahaan oleh majikannya, atau rakyat oleh pemerintahnya seperti saat ini. Bagi pemimpin parpol rakyat adalah obyek. Di dunia politik rakyat adalah obyek, di (bidang) ekonomi rakyat adalah obyek, kadang-kadang di dunia keagamaan santri/umat itu obyek dari kyai-nya. Iya nggak?" "Sekarang saya bertanya lagi, apakah saya pernah meng-obyek-kan anda semua? Apakah

1/3

Perbedaan Ilmu dengan Ma'rifat

saya pernah bikin proposal untuk menjual Padhang mBulan, Kenduri Cinta, Mocopat Syafaat dan yang lainnya untuk kepentingan saya?" Sindir CN kepada pihak-pihak tertentu yang selama ini menuduh CN mencari massa untuk kepentingan dirinya dan untuk mendapatkan dana dari pihak-pihak tertentu. "Ini sebagai contoh saja", lanjut CN, " makanya saya selalu bilang kepada anda, bahwa kalian itu jangan mengikuti saya, jangan menokohkan saya. Ikutilah Kanjeng Nabi sebab saya ini hanya menyampaikan apa yang disampaikan oleh Rosululloh SAW. Kalau kamu mengikuti dan menokohkan saya, kamu akan kecewa. Itu saya menganggap anda adalah subyek bukan obyek, anda adalah orang yang punya kemandirian, punya akal, punya kecerdasan. Anda tidak hanya anggota jamaah Padhang mBulan, (tetapi) anda adalah orang muslim, cerdas, kholifatulloh fil ard. Anda tidak harus datang kesini, yang penting Rosululloh selalu bersama-sama anda dimanapun juga, meskipun anda tidak ke pernah ke Padhang mBulan tidak masalah. Itu namanya saya berusaha untuk meng-subyek-kan anda semua". "Nah, ilmu kecenderungannya adalah meng-obyek-kan sesuatu diluar dirinya untuk kepentingan si subyek. Di Jogja ada penelitian terhadap mahasisiwi yang hasilnya 98,3% mahasiswi di Jogja tidak perawan. Jadi untuk kepentingan ilmiah beberapa mahasiswi dijadikan sample dan ternyata hanya 2% yang masih perawan, pertanyaannya sampel itu diambil darimana? Kalau diambil dari Dolly yo 100% tidak perawan", ungkap CN masgul. " Kalau memang mau meneliti beneran ya semua mahasiswi di Jogja diteliti, lha ini tidak. Apakah bisa sampel tersebut mewakili seluruh mahasiswi Jogja? Jadi wanita diobyekkan". "Jadi ilmu meng-obyekkan sesuatu, termasuk orang.Tuhanpun diobyekkan, sehingga saya merasa geli kalau ada ilmuwan mengatakan, marilah kita ciptakan masyarakat ilmiah..." "Intinya, ma'rifat itu satu perhubungan tidak antara subyek dengan obyek, tetapi antara subyek dengan subyek. Disini batas-batasnya berbeda, kepentingannya berbeda. Kalau kita sama Tuhan hubunyannya ilmiah, anda buntu. Tidak bisa ilmu anda menterjemahkan Allah. Jadi cukup ma'rifat". "Ma'rifat itu pokoknya, apakah Allah itu laki-laki atau perempuan, punya kaki atau tidak saya tidak peduli, yang saya tahu adalah seperti apa yang sudah diinformasikan oleh Allah sendiri, bahwa Dia itu Rohmaan, Rohiim, Malik, Qudus, Jabbar, Mutakkabbir. Ya itu yang saya ikuti dan imani. Selebihnya bukan itu yang penting, yang penting adalah aku trisno (cinta - red) apa tidak kepada Allah, itulah yang disebut sobyek. Urusannya bukan siapa Allah, apa itu Allah, dimana letakNya, seberapa besarNya. Bukan itu. Kalau seperti itu namanya ilmu, Tuhan tidak usah kita sikapi dengan ilmu, tetapi kita sikapi dengan ma'rifat". "Tadi saya menjelaskan mengenai dimanapun engkau berada sebisa mungkin menemukan Allah. Nah Allah tidak bisa engkau temukan secara ilmiah, sebab kalau ilmiah penelitian, analisis dan tampak di mata. Mau pakai metode apa kita meneliti Allah? Maka sikap kita kepada Allah adalah sikap ma'rifat bukan sikap ilmiah. Kalau sikap ma'rifat gampang, embuh jane Gusti Allah iku piye to? Tan kinoyo ngopo tan keno kiniro (entah Allah itu sebenarnya bagaimana, tidak bisa dikira dan dibayangkan), laisa kamitsfiihi syai'un, Aku (kata Allah) kamu bayangkan seperti apapun pasti keliru. Sing penting aku nglakoni (yang penting aku menjalankan) hal-hal yang membuat aku dekat dengan Allah dan menjauhi hal-hal yang membuat Dia menjauh

2/3

Perbedaan Ilmu dengan Ma'rifat

dariku. Itu namanya hubungan ma'rifat". "Hubungan ma'rifat itu harus bisa kita terapkan diantara kita, pemerintah harus bisa me-ma'rifat-i rakyatnya. Makanya saya kalau menterjemahkan al-ma'ruf, Cak Fuad saya mohon dibenahi, ya'muruuna bil ma'ruf wa yanhauna 'anil munkar, selama ini al-ma'ruf itu diterjemahkan kebaikan, khoir itu juga kebaikan. Cak Fuad menjelaskan, khoir adalah kebaikan yang menyeluruh, yang universal. Sedang ma'ruf adalah kebaikan yang khusus. Sebagaimana rohman adalah cinta yang meluas, cinta yang universal, rohiim adalah cinta yang khususon. rohman adalah cinta dalam dimensi ruang, sedang rohiim adalah cinta dalam dimensi waktu". "Cinta universal Allah hanya berlaku di bumi, tetapi cinta rohiimnya Allah kepada kekasih-kekasihNya tidak hanya berlaku di bumi, tidak terbatas pada sejarah waktu di bumi tetapi berlaku sampai keabadian di akherat, maka ruang dan waktu". "Jadi saya mencoba mencuri pemahaman ya'muruuna bi-lma'ruuf, sesungguhnya adalah menganjurkan atau menyuruh kita semua untuk mema'rifati apa saja. Misalnya kepada tetangga nggak usah kita selidiki, tak usah bersikap ilmiah tetapi bersikaplah ma'rifat, yaitu apa yang harus kta lakukan supaya rukun sama tetangga dan apa yang tidak boleh kita lakukan supaya tidak bentrok dengan tetangga". "Bukannya saya tidak setuju dengan sikap ilmiah, tetapi itu ada tempatnya masing-masing. Kepada istri atau suami tidak usah pakai sikap ilmiah, karena kita akan gila sendiri, cukup pakai sikap ma'rifat...yang penting bukan bodynya atu wajahnya (kok sekarang berubah tidak seperti dulu?) tetapi bagaimana mbangun katresnan terus-menerus dari hari ke hari. Jelas ya, kapan kitya harus bersikap ilmiah dan kapan kita harus bersikap ma'rifat". Kalau saling meng-ilmu-i (Bersikap ilmiah) antar bangsa akan saling berperang.[rudd_blora]

3/3

You might also like