You are on page 1of 3

KAPITA SELEKTA (MULTIKULTURALISME ) TUGAS 1 11 Pebruari 2011 Dosen : Dr. Y. Argo Twikromo, MA.

Kelas : A Nama : Francisca Hanna Febrianti Nomor : 08 09 03619

MULTIKULTURALISME DI INDONESIA BAGAIKAN PEDANG BERMATA DUA Indonesia sebagai negara plural memiliki arti jamak artinya terdapat keanekaragaman atau perbedaan di masyarakat Indonesia. Konsep multikulturalisme merupakan penghargaan terhadap pentingnya perbedaan sebenarnya dapat diterapkan di Indonesia bukan saja sebagai sekedar konsep atau wacana melainkan perilaku bahkan kebutuhan. Berbagai konflik yang terjadi sebenarnya tidak menunjukkan wajah bangsa kita sebagai bangsa yang tidak menghargai keanekaragaman tetapi penerapan pendidikan multikulturalisme harus dilakukan dan

ditanamkan sehingga mendarah daging di masyarakat kita. Apabila hal tersebut dilakukan maka tidak akan mudah terjadi guncangan yang menghembuskan konflik atau pertikaian yang menjurus pada SARA. Penghormatan terhadap perbedaan harus dijunjung tinggi sebagai penghargaan terhadap hak asasi tetapi realitanya tidak seindah konsep yang ada wajar jika ada pro dan kontra karena dunia ini butuh akan keseimbangan akan tetapi jika sudah menimbulkan permasalahan yang mengganggu berbagai aspek dalam sebuah negara tentunya dibutuhkan keseriusan dalam menemukan dan menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat dari kurangnya atau tidak adanya kesadaran untuk menghargai orang lain dan sebenarnya merupakan hal kecil bermakna besar. Zuly Qodir dalam bukunya mengemukakan bahwa, Gerakan Sosial Islam : Manifesto Kaum Beriman (2009)

Sebenarnya negara ini gagal mengelola kebhinekaan sebagai basis bernegara dan berbangsa. Kebhinekaan yang ada di negeri ini ditafsir dengan sangat sempit dan sembrono, seperti miniatur dalam Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yakni dihadirkan dalam rumah-rumah adat, panggung panggung pertunjukan kesenian daerah, tetapi sesungguhnya keragaman yang menjadi ciri khas Indonesia tidak pernah dirumuskan secara memadai, kecuali sekedar promosi pariwisata internasional dan nasional semata. negara gagal dalam mengelola kebhinekaan karena hanya mengakomodasikan apa yang menjadi imajinasi kekuasaan tentanh kebhinekaan, bukan hakikat kebhinekaan yang menjadi roh dan nyawa keIndonesiaan. Kebhinekaan dilihat dalam kacamata politik dan ekonomi semata, sehingga jika dipandang tidak akan menguntungkan secara ekonomi dan politik maka kebhinekaan yang merupakan ibu kandung Nusantara tidak menjadi prioritas dalam praktik politik kekuasaan. (2009 : 37)

Disini dapat ditarik hubungan antara multikulturalisme dengan permasalahan yang timbul akibat beberapa oknum menunggangi kebergaman dengan kepentingan pribadi yang tidak memiliki relevansi hanya saja di hubung hubungkan sehingga membuat permasalahan dengan keberagaman sebagai dasar semakin besar dan rumit. Di satu sisi multikulturalisme baik jika diterapkan dengan baik, di sisi lain tidak dapat dipungkiri dapat menimbulkan sikap seperti etnosentris dan stereotip. Sudah menjadi konsekuensi dari multikulturalisme tetapi hendaknya kemunculan sikap tersebut jangan semakin disulut tetapi dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan konflik yang merusak wajah bangsa Indonesia. Ketika pendidikan

multikulturalisme tidak dijalankan sebagaimana mestinya pasti akan menimbulkan pertikaian, pemerintah sebagai panutan rakyat sebaiknya melakukan proses edukasi mengenai multikulturalisme tetapi saya pribadi merasakan bahwa jalan menuju hal tersenut sulit bahkan mungkin menjadi mimpi karena keanekaragaman ditunggangi oleh kepentingan yang tidak menguntungkan masyarakat Indonesia melainkan segelintir orang yang justru menginjak injak harkat dan martabat bangsa sayangnya segelintir orang tersbut adalah bagian dari pemerintahan, jika sudah seperti itu kepada siapa lagi rakyat akan bergantung? Multikulturalisme di Indonesia dalam kenyataannya belum bisa mengakomodasi

keanekaragaman seperti yang seharusnya terjadi melainkan sebagai pajangan identitas bangsa. Tidak diberinya kesempatan untuk mengekspresikan perbedaan dan keberagaman karena terfokus pada hal-hal lain yang dianggap lebih penting. Konflik-konflik pun terjadi silih

berganti entah itu suku, etnis maupun agama tetapi semuanya bagaikan mimpi karena dalam sekejap hilang dari peredaran bukan karena sudah diselesaikan dengan baik tetapi ditutup tutupi dengan berita lain, teori agenda setting diterapkan untuk mempermainkan rakyat sehingga fokus perhatian teralihkan. Biasanya jika ada konflik serupa misalnya pelaku atau tempatnya sama makan konflik sebelumnya akan diangkat kembali tetapi pasti tenggelam lagi. Resolusi konflik merupakan penyelesaian terbaik untuk mengatasi berbagai permasalahan khususnya mengenai multikulturalisme karena memperkuat kesatuan bukan berarti menyamakan tetapi mempersatukan perbedaan sehingga tumbuh kesadaran akan solidaritas terhadap perbedaan. Berbagai konflik yang terjadi di Indonesia sebenarnya merupakan hasil dari pemupukan sikap sikap negatif dari keanekaragaman seperti yang dipaparkan di atas dan tumbuh subur di tanah pertiwi ini. Pelaku penyulutan konflik pun bukan orang jauh melainkan bagian dari kita, bangsa Indonesia. Negara di mana pemerintah dan rakyatnya saling bahu-membahu membangun bangsa menjadi lebih baik masih menjadi harapan, multikulturalisme yang diharapkan memberi kontribusi besar bagi resolusi konflik karena didalamnya masing masing orang menyadari dan menganalisis inti dan penyebab dari konflik tersebut, untuk itulah diperlukan kesepakatan bersama dan solidaritas yang diperjuangkan sehingga membentuk masyarakat yang dinamis dan progresif. Jumlah kata : 832 Referensi : Qodir, Zuly. Gerakan Sosial Islam : Manifesto Kaum Beriman. Yogyakarta : Pustaka Pelajar . 2009.

You might also like