You are on page 1of 23

SOSIOLOGI

RANGKUMAN BAB I, BAB IV , BAB VI

Disusunoleh :

YayatSaputra
( 1010411065 )

Universitas PembangunanNasional Veteran Jakarta FakultasIlmuSosialdanPolitik JurusanKomunikasi 2010/2011 BAB I

PENDAHULUAN A. Pengantar Timbulnya sosiologi, semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada dewasa ini pernah menjadi bagian dari filsafat yang di anggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan (Mater scientiarum).filsafat pada masa itu mencakup pula segala usaha pemikiran mengenai masyarakat.seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia ,pelbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat memisahkan diri yaitu Astronomi, dan fisika merupakan cabang filsafat yang pertama kali memisahkan diri . kemudian di ikuti ilmu kimia ,biologi dan geologi.di abad ke-19 ,dua ilmu pengetahuan baru muncul ,yaitu psikologi dan sosiologi. Astronomi pada mulanya merupakan bagian dari filsafat yang bernama kosmologi ,sedangkan filsafat ilmiah ,filsafat kejiwaan dan filsafat sosial ,masing-masing menjadi fisika ,psikologi dan sosiologi. Dengan demikian timbullah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang didalam proses pertumbuhannya dapat di pisahkan dari ilmu kemasyarakatan lainnya seperti ekonomi,sejarah,ilmu jiwa sosial dll. Sejarah ilmu sosiologi berasal dari ilmu filsafat yang lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan .sosiologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri karena meningkatnya perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat dan perubahan yang terjadi di masyarakat . sosiologi ,menurut comte ,harus dibentuk berdasarkan pengamatan terhadap masyarakat bukan merupakan spekulasi. Nama nama seperti Auguste Comte,Herbert Spencer,Karl Marx,Vilfredo Pareto,Pitirim A.Sorokin,Max Weber,Steinmetz,Charles Horton Cooley,Lester F.Ward , dan lain-lain merupakan beberapa nama yang terkemuka dalam perkembangan sosiologi di benua eropa dan amerika. Dari eropa ilmu sosiologi kemudian menyebar ke benua dan Negara negara lain termasuk Indonesia .

B. Sosiologi dan Pengetahuan

Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahluk yang paling mulia.Sejak lahir Tuhan mengkaruniai manusia akal budi.Akal budi diciptakan untuk berfikir, berkehendak, dan merasa.Dengan fikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan; dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya; dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika. Logika merupakan ajaran yangmenunjukkan bagaimana manusia berfikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran. Ketika kita sudah mengetahui batasan sosiologi, pertanyaan yang muncul kemudian ialah apakah sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan?Kalau para pelopor sosiologi, sejak dahulu tentunya menganggap bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan.Namun benarkah demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya kita harus mengetahui dahulu apa yang disebut sebagai ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, dan pengertahuan itu dapat dikontrol oleh orang lain atau umum (obyektif). Atau ilmu pengetahuan bisa dirumuskan apabila memiliki beberapa elemen (unsur) yang menjadi suatu kebulatan, yaitu : 1) pengetahuan (knowledge) 2) tersusun secara sistematis 3) menggunakan pemikiran 4) bersifat obyektif (dapat dikontrol secara kritis oleh umum) Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya.Misalnya : pengetahuan jenis-jenis kain, pengetahuan mengenai bebauan minyak wangi, pengetahuan mengenai cara pembuatan tempe. Sistematis berarti berdasarkan urutan unsur-unsur yang merupakan satu kebulatan, sehingga akan jelas apa yang merupakan garis besar dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun sistematis saja yang merupakan ilmu pengetahuan.Sistem tadi merupakan suatu konstruksi yang abstrak dan teratur sehingga merupakan keseluruhan yang terangkai.Menggunakan pemikiran : ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis menggunakan kekuatan pemikiran, yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis (obyektif). Apabila sosiologi memenuhi rumusan-rumusan di atas maka sosiologi merupakan suatu ilmu sejauh sosiologi mengembangkan suatu kerangka pengetahuan
3

yang tersusun dan teruji yang didasarkaan pada penelitian ilmiah.Sejauh sosiologi meninggalkan mitos, dongeng dan angan-angan, dan mendasarkan kesimpulannya pada bukti-bukti ilmiah maka sosiologi adalah suatu ilmu.Bila ilmu didefinisikan sebagai suatu metode penelaahan, maka sosiologi adalah suatu ilmu sejauh sosiologi menggunakan metode penelaahan ilmiah.Ilmu Pengetahuan sendiri dikelompokkan dalam 2 (dua) macam : 1. Ilmu Pengetahuan murni (pure science). Ilmu pengetahuan murni bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, untuk mempertinggi mutunya, tanpa menggunakannya langsung dalam masyarakat.Misalnya : seorang ahli fisika bukanlah membuat jembatan, ahli kimia bukanlah membuat obat, juga ahli sosiologi hanya mengemukakan pendapatnya yang berguna bagi pembentuk undang-undang, birokrat, petugas administrasi, guru-guru, diplomat dan lain sebagainya akan tetapi mereka tidak akan menentukan secara langsung apa yang dikerjakan oleh petugas-petugas tersebut. Sosiologi bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta masyarakat yang mungkin dapatdipergunakan untuk mememecahkan persoalan-persoalan masyarakat.Akan tetapi itu bukan berarti bahwa sosiologi tidak berguna bagi masyarakat. 2. Ilmu Pengetahuan Terapan (applied science) Ilmu pengetahuan terapan merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat.Misalnya : ilmu pengetahuan tentang berbagai seni, sebagaian besar dipergunakan dan diterapkan langsung

C. Gambaran Ringkas tentang sejarah teori-teori Sosiologi Sosiologi adalah ilmu sosial yang relatif masih muda karena baru berkembang setelah tokoh bernama Auguste Comte (1798-1853) mengembangkan pemikiran-pemikirannya (Soerjono Soekanto, 1990, hal 31).Dengan demikian perkembangan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai sosiologi sebelum Auguste, sosiologi Auguste Comte, dan sosiologi sesudah Auguste Comte.

Pada era sebelum Auguste Comte, sosiologi belum terbentuk sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri.Pada periode itu baru berkembang pemikiran-pemikiran filosofis tentang kehidupan sosial (masyarakat). Para filsuf yang banyak memberi kajian masalah-masalah sosial adalah sebagai berikut: Plato (429-37 SM) Menurutnya, masyarakat adalah refleksi dari kehidupan manusia secara perorangan yang memiliki tiga unsur (nafsu, semangat, intelegensia).Masyarakat pada dasarnuya merupakan kesatuan yang menyeluruh (sistem). Aristoteles (384-32 SM)Masyarakat yang merupakan sebuah sistem dapat dianalogikan dengan organisme biologis manusia. Basis masyarakat adalah moral. Ibn Khaldun (1332-1406).Masyarakat merupakan kesatuan sosial yang terikat oleh perasaan solidaritas.Faktor solidaritas menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama antara manusia. Pemikiran zaman Renaisans (1200-1600).Thomas More mengemukakan ide tentang bentuk masyarakat yang ideal. N. Machiavelli menekankan masalah kekuasaan dalam masyarakat dan bagaimana mempertahankan kekuasaan itu. Thomas Hobbes (1588-1679). Menurutnya, manusia secara alamiah mempunyai keinginan-keinginan mekanis yang membuat mereka bisa saling berkonflik. Tetapi, manusia juga mempunyai pikiran untuk hidup damai sehingga menciptakan masyarakat berdasarkan perjanjian atau kontrak antara para warganya (kontrak sosial). Pemikiran abad ke-18.John Locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778) mengembangkan konsep kontrak sosial dari Thomas Hobbes.Kontrak antara warga masyarakat degan fihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Saint Simon (1760-1825). Menurutnya, manusia harus dipelajari dalam konteks kehidupan berkelompok. Sejarah manusia adalah seperti sebuah fisika sosial. Auguste Comte (1798-1853) adalah ilmuan yang pertama-tama menggunakan istilah sisiologi dan yang pertama-tama memberikan definisi ilmu tersebut sehingga membedakan
5

ruang lingkupnya dengan ilmu-ilmu lainnya (Soerjono Soekanto, 1990, hal 34). Comte bertolak dari pemikirannya bahwa perkembangan intelektual manusia melewati tiga tahap.Pertama, tahap teologis atau fiktif, yaitu manusia menafsirkan dunia ini sebagai dunia gaib yang dikendalikan roh dewa-dewa semata. Kedua, tahap metafisika, yaitu pandangan bahwa setiap gejala yang ada pada akhirnya akan bisa diungkapkan atau dipahami. Pengungkapkan itu akan membuat manusia bisa menemukan hukum-hukum alam.Ketiga, tahap ilmu pengetahuan positif. Menurut Comte, sosiologi adalah ilmu pengetahuan positif yang mengungkapkan kebenaran-kebenaran kehidupan manusia secara ilmiah. Hirarki atau tingkatan ilmu-ilmu pengetahuan menurut tingkat pengurangan generalitas dan penambahan kompleksitasnya adalah, (1) matematika, (2) astronomi, (3) fisika, (4) ilmu kimia, (5) biologi, (6) sosiologi. Bagi Comte, sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang paling kompleks. Auguste Comte membeadakan sosiologi menjadi dua.Pertama, sosiologi statis, yaitu sosiologi yang mempelajari hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Ini semacam studi tentang anatomi sosial yang mempelajari aksi-aksi dan reaksi-reaksi yang terjadi dalam sistem sosial. Kedua, sosiologi dinamis, mempelajari perkembangan atau pembangunan kehidupan masyarakat. Perkembangan sosiologi setelah Auguste Comte banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lainnya sehingga menunculkan berbagai aliran atau mazhab yang bersifat khusus.Mazhab Geografi dan Lingkungan.Mazhab ini melihat hubungan sangat erat antara kehidupan masyarakat dengan keadaan tanah dan lingkungan alam. Sebagai contoh adalah pemikiransosiologi Edward Buckle dari Inggris (1821-1862) yang menyimpulkan bahwa perilaku bunuh diri adalah akibat dari rendahnya penghasilan karena kondisi alam yang buruk. Mazhab Organis dan Evolusioner Sosiologi pada mazhab ini banyak dipengaruhi oleh teori-teori ilmu biologi. (1) Herbert Spencer (1820-1903) misalnya, melihat masyarakat seperti sebuah organisme biologis. Menurut Spencer, sama seperti evolusi mahluk hidup, masyarakat akan berkembang dari bentuk organisme yang sederhana menuju bentuk organisme yang kompleks. Masyarakat yang kompleks mempunyai sistem pembagian kerja yang kompleks yang bersifat heterogen. (2) Pemikiran Spencer mempengaruhi W.G. Summer (1840-1910). Menurut
6

Summer, kompleksitas masyarakat terlihat dari sistem norma yang mengatur kehidupan mereka. Semakin kompleks sebuah masyarakat, semakin rumit pula sistem aturan kehidupan sosial yang berkembang. (3) Menurut Soerjono Soekanto, Emile Durkheim (1855-1917) bisa digolongkan sebagai sosiolog mazhab organis ini karena dia membahas kehidupan masyarakat yang juga dianggapnya seperti sebuah organisme. Menurut Durkheim, unsur baku dalam masyarakat adalah solidaritas. Pertama, solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang mengikat masyarakat sederhana yang belum mempunyai diferensiasi dan pembagian kerja yang kompleks. Pada masyarakat sederhana, kepentingan dan kesadaran antar warganya relatif sama. Kedua, solidaritas organis, yaitu solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks yang memiliki diferensiasi dan pembagian kerja yang rumit seperti halnya masyaraka industri. (4) Tokoh lain dari mazhab ini adalah Ferdinand Tonnies dari Jerman (1855-1936), membedakan antara masyarakat paguyuban dan masyarakat patembayan. Paguyuban (gemeinchaft) adalah kehidupan masyarakat yang sederhana yang bersifat karib, akrab, menekankan hubungan perasaan, simpati pribadi, dan kepentingan bersama. Patembayan (gesselschaft) adalah kehidupan masyarakat kompleks yang menekankan kepentingan-keentingan dan ikatan-ikatan rasional Mazhab Formal. Mazhab ini dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dan filsafat Immanuel Kant.(1) Georg Simmel (1858-1918) mengatakan bahwa elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antar elemen-elemen itu. Sosiologi bertugas mengidentifikasi proses terjadinya kesatuan tersebut. (2) Leopold von Wiese (1876-1961) mengatakan bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antar manusia tanpa mengaitkan dengan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah.Sosiologi harus mulai dengan pengamaan terhadap perilaku-perilaku konkrit.(3) Alfred Vierkandt (1867-1953) mengatakan bahwa sosiologi justru harus menyoroti situasi-situasi mental yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara insivisu-individu dan kelompok-kelompok dalam sebuah masyarakat. Mazhab Psikologi. Pada mazhab ini, sosiologi banyak dipengaruhi oleh pemikiranpemikiran dan teori-teori psikologi.(1) Gabriel Tarde (1843-1904) dari Perancis mengembangkan sosiologi dari pemikiran bahwa gejala-gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi jiwa-jiwa individu.Dengan demikian gejala-gejala sosial harus dijelaskan dalam kerangka reaksi-reaksi psikis seseorang. (2) Albion Small (1854-1926) dan beberapa sosiolog
7

Amerika Serikta menekankan bahwa sosiologi harus mempelajari reaksi-reaksi individu terhadap individu maupun kelompok terhadap kelompok. (3) Richard Horton Cooley (18641924) menekakan bahwa individu dan masyarakat itu saling melengkapi.Dalam kelompok primer (primary group), hubungan antar pribadi dari para warganya sangat erat.Inilah kehidupan sosial yang paling mendasar.(4) L.T. Hobhouse (1864-1929) mengatakan bahwa psikologi dan etika harus menjadi kriteria untuk mengukur perubahan sosial. Mazhab Ekonomi. Mazhab ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi.(1) Karl Marx (1818-1883) mengembangkan pemikiran tentang perubahan masyarakat yang disebabkan karena faktor ekonomi. Ketika masyarakat masih terdapat stratifikasi sosial maka akan terdapat kelas-kelas sosial yang saling bertikai. Kelas sosial yang berkuasa akan menindas kelas sosial yang rendah seperti halnya masyarakat buruh dan kaum miskin (golongan proletar). Kondisi ini akan mendorong kelas bahwa itu melakukan pemberontakan dan memenangkan kekuasaan sehingga akhirnya tumbuh suatu jenis masyarakat baru yang tanpa kelas. (2) Max Weber (1864-1920) menjelaskan bagaimana perilaku individu-individu dalam masyarakat. Weber membedakan perilaku individu sebagai berikut: (1) aksi yang bertujuan, yaitu aksi-aksi individu yang dilakukan untuk mencapai hasil-hasil tertentu secara efisien, (2) aksi yang berisikan nilai yang telah ditentukan, yaitu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu, (3) aksi tradisional, yaitu perilaku untuk melakukan aturan yang bersanksi, (4) aksi emosional, yaitu perilaku yang menyangkut perasaan seseorang. Jenis-jenis aksi itumenimbulkan hubunganhubungan sosial yang beragam di dalam masyarakat. Mazhab Hukum. Mazhab sosiologi ini dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran di bidang hukum.(1) Emile Durkheim.Sosiologi mempelajari hubungan antara hukum dan jenis-jenis solidaritas dalam masyarakat.Pada amasyarakat sederhana yang berolidaritas mekanis, terdapat kaidah-kaidah hukum yang bersifat represif.Pada masyarakat kompleks bersilidaritas organis, terdapar kaidah-kaidah hukum yang bersifat restitutif. Hukum represif menekankan pemberian sanksi pidana yang berat, yang sering merampas kehormatan dan masa depan serta memberikan penderitaan pada terpidana. Sedangkan hukum restitutif memberikan sanksi sedemikian rupa untuk mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadi keguncangan akibat pelanggaran kaidah hukum itu.Karena itu dalam masyarakat modern, disamping terdapat hukum pidana terdapat pula hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi, dan hukum tata
8

negara. (2) Max Weber. Menurutnya ada 4 jenis hukum: (1) hukum irasional dan materiil yang dasar keputusannya bersifat emosional tanpa kaidah, (2) hukum irasional dan formal di mana ada undang-undang dan hakim namun dasarnya adalah kaidah-kaidah di luar akal yang dianggap sebagai wahyu, (3) hukum rasional dan materiil, keputusan para pembentuk undang-undang dan hakik menunjup pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi, (4) hukum rasional dan formal, hukum yang dibentuk berdasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum. Menurut Weber, hukum rasional dan formal merupakan dasar dari negara modern.

D. Perkembangan Sosiologi di Indonesia Sejak jaman kerajaan di Indonesia sebenarnya para raja dan pemimpin di Indonesia sudahmempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam kebijakannya begitu pula para pujangga Indonesia. Misalnya saja Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri PAduka Mangkunegoro dari Surakarta, mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations). Ki Hajar Dewantoro, pelopor utama pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan di bidang sosiologi terutama mengenai konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia yang dengan nyata di praktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa karya tulis orang berkebangsaan belanda yang mengambil masyarakat Indonesai sebagai perhatiannya seperti Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak dll.Dalam karya mereka tampak unsur-unsur Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara ilmiah tetapi kesemuanya hanya dikupas dalam kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.Sosiologi pada waktu itu dianggap sebagai Ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lainSosiologi ketika itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Kuliah-kuliah Sosiologi mulai diberikan sebelum Pernag Dunia ke dua diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta.Inipun kuliah Sosiologi masih
9

sebagai pelengkap bagi pelajaran Ilmu Hukum. Sosiologi yang dikuliahkan sebagin besar bersifat filsafat Sosial dan Teoritis, berdasarkan hasil karya Alfred Vierkandt, Leopold Von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan sebagainya. Pada tahun 1934/1935 kuliah-kuliah Sosiologi pada sekolah Tinggi Hukum tersebut malah ditiadakan.Para Guru Besar yang bertaggung jawab menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan dan bentuk susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi didalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UGM . Beliau memberika kuliah dalam bahasa Indonesai ini merupakan suatu yang baru, karena sebelum perang dunia ke dua semua perguruan tinggi diberikan da;am bahasa Belanda. Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan dalam Jurusan Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar negeri dan publisistik.Kemudian pendidkikan mulai di buka dengan memberikan kesempatan kepara para mahasiswa dan sarjana untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang sosiologi. Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu tahun pecahnya revolus fisik.Buku tersebut berjudul Sosiologi Indonesai oleh Djody Gondokusumo, memuat tentang beberapa pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai Filsafat.Selanjutnya buku karangan Hassan Shadily dengan judul Sosilogi Untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan merupakan buku pelajaran pertama yang berbahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi yang modern.Para pengajar sosiologi teoritis filosofis lebih banyak mempergunakan terjemahan bukubukunya P.J. Bouman, yaitu Algemene Maatschapppijleer dan Sociologie, bergrippen enproblemen serta buku Lysen yang berjudul Individu en Maatschapppij. Buku-buku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas karya Mayor Polak,seorang warga Negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapatpelajaran sosiologi sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden di Belanda. Beliau juga menulis buku berjudul Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan politik terbit pada tahun 1967. Penulis
10

lainnya Selo Soemardjan menulis buku Social Changes in Yogyakarta pada tahun 1962. Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi, menghimpun bagian- bagian terpenting dari beberapa text book ilmu sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia dirangkum dalam buku Setangkai Bunga Sosiologi terbit tahun 1964. Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini belum ada Universitas yang mngkhususkan sosiologi dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD. Penelitian-penelitian sosiologi di Indonesai belum mendapat tempat yang sewajarnya, oleh karena masyarakat masih percaya pada angka-angka yang relative mutlak, sementara sosiologi tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang berlaku mutlak disebkan masing-masing manusia memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat Indonesai merupakan masyarakat majemuk yang mencakup berates suku.

BAB II
11

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT

A.Unsur-unsur Kebudayaan Melville J. Herskovits mengajukan 4 unsur pokok kebudayaan , yaitu : 1) alat-alat teknologi . 2) Sistem Ekonomi . 3) keluarga . 4) kekuasaan politik Bronislaw Malinowski,yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi ,menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan antara lain : 1.sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat didalam upaya menguasai alam sekeliling. 2.organisasi ekonomi. 3.alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan ,perlu diingat bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang paling utama. 4.organisasi kekuatan. Masing-masing unsur tersebut, beberapa macam unsur-unsur kebudayaan ,untuk kepentingan ilmiah dan analisisnya diklasifikasikan kedalam unsur-unsur pokok atau besar kebudayaan, lazim disebut cultural universal. Istilah ini menunjukan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal .yaitu dapat dijumpai di setiap kebudayaan dimana pun di dunia ini. Para antropolog yang membahas persoalan tersebut secara lebih mendalam belum mempunyai pandangan seragam yang dapat diterima.

12

Masalah kebudayaan juga diperhatikan dalam sosiologi, karena kebudayaan dan masyarakat manusia merupakan dwi tunggal yang tak terpisahkan. Istilah kebudayaan berasal dari kata sangsekerta buddhayah, merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Culture berasal dari bahasa latin yang berarti kebudayaan,bersasal dari bahasa latin colere artinya mengolah atau mengerjakan. Kebudayaan ialah semua hasil karya, rasa dan cita-cita masyarakat. Banyak pendapat para sarjana tentang unsur-unsur kebudayaan, oleh C.Kluckhohn dianalisis dengan menunjuk pada inti pendapat-pendapat sarjana, yang menyimpulkan adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal yaitu : Peralatan dan perlengkapan hidup manusia. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi. Sistem kemasyarakan. Bahasa. Kesenian. Sistem pengetahuan. Religi.

13

Ralph Linton memecahkan culture universal tersebut diatas kedalam unsur-unsur yang lebih kecil lagi, yang terdiri dari : (cultural) aktiviti. Trait complex. Trait. Items. Kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang harys dilakukan dalam suatu keadaan tertentu.Dengan demikian, maka kaidah sebagai bagian kebudayaan mencakup tujuan kebudayaan, maupun cara-cara yang dianggap baik untuk mencapai tujuan tersebut.Kaidah- kaidah kebudyaan mencakup peraturan-peraturan yang beraneka warna, yang mencakup bidang yang luas sekali. Akan tetapi untuk kepentingan penelitian masyarakat maka secara sosiologis dapat dibatasi pada empat hal yaitu : Kaidah-kaidah yang dipergunakan secara luas dalam suatu kelompok manusia tertentu. Kekuasaan yang memperlakukan kaidah-kaidah tersebut. Unsur-unsur formal kaidah itu. Hubungan dengan ketentuan-ketentuan hidup lainnya.

14

Kebudayaan berguna bagi manusia yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antara manusia dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia.Setiap kebudayaan mempunyai sifat-sifat hakikat sebagai berikut : Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari prilaku manusia. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah laku manusia. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisi kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan. Pembentukan kepribadian individu dipengaruhi oleh faktor-faktor kebuyaan, organisme biologis, lingkungan alam dan lingkungan sosial individu tersebut.Tak ada kebudayaan yang statis, setiap kebudayaan memiliki dinamika, gerak tersebut merupakan akibat dari gerak masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan. Alkuturasi merupakan proses dimana suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu, dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedimikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Alkuturasi merupakan suatu contoh gerak kebudayaan.

15

BAB III LAPISAN MASYARAKAT (STRATIFIKASI SOSIAL)

A. Definisi Pelapisan Sosial Pengaruh pelapisan sosial merupakan gejala umum yang dapat ditemukan di setiap masyarakat pada segala zaman.Betapapun sederhananya suatu masyarakat gejala ini pasti dijumpai.Pada sekitar 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menyatakan bahwa di dalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat dan mereka yang ada di tengah-tengah. Adam Smith membagi masyarakat ke dalam tiga kategori yaitu orang-orang yang hidup dari penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja, dari keuntungan perdagangan.Sedangkan Thorstein Veblen membagi masyarakat ke dalam dua golongan yang pekerja, berjuang untuk mempertahankan hidup dan golongan yang banyak mempunyai waktu luang karena kekayaannya. Pernyataan tiga tokoh di atas membuktikan bahwa pada zaman ketika mereka hidup dan dapat diduga pula pada zaman sebelumnya, orang-orang telah meyakini adanya sistem pelapisan dalam masyarakat, yang didalam studi sosiologi disebut pelapisan. Sedangkan pelapisan sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau para warga masyarakat ke dalam kelas secara hierarkis (bertingkat).Perwujudan adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial yang akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai itu adalah uang atau benda-benda yang lain yang bernilai ekonomis, politis, agamis, sosial maupun kultural. Adanya kelas yang tinggi dan kelas yang rendah itu disebabkan karena di dalam masyarakat terdapat ketidakseimbangan atau ketimpangan (inequality) dalam pembagian sesuatu yang dihargai yang kemudian menjadi hak dan kewajiban yang dipikul dari warga masyarakat ada segolongan orang yang mendapatkan pembagian lebih besar dan ada pula mendapatkan pembagian lebih kecil, sedangkan yang mendapatkan lebih besar mendapatkan kedudukan yang
16

lebih tinggi, yang mendapatkan lebih kecil menduduki pelapisan yang lebih rendah. Pelapisan mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama atau organisasi sosial. Pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu dengan yang lain secara teratur dan tersusun biak secara perorangan maupun kelompok, setiap orang akan mempunyai situasi sosial (yang mendorong untuk mengambil posisi sosial tertentu.

B. Faktor-Faktor Terbentuknya Pelapisan Sosial Faktor-faktor terbentuknya pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya seperti kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian di dalam kerabat pimpinan masyarakat serta pemilikan harta antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain mempunyai alasan yang berbeda-beda sebagai bentuk pelapisan sosial. Misalnya pada masyarakat yang hidup berburu binatang yang dijadikan alasan utama adalah kepandaian berburu hewan sedangkan pada masyarakat yang telah hidup menetap dan bercocok tanam dari para pembuka lahan yang asli dianggap sebagai golongan yang menduduki pelapisan yang lebih tinggi.Pada masyarakat yang taraf kehidupannya masih rendah pelapisan masyarakat mula-mula ditentukan dengan dasar perbedaan seksual (jenis kelamin). Perbedaan antara yang memimpin dengan yang dipimpin, golongan budak atau bukan budak, dapat juga berbeda karena kekayaan atau usia.

C. Proses Terbentuknya Pelapisan Sosial Mengenai pelapisan sosial yang sengaja disusun untuk mengejar kepentingan atau tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan yang resmi misalnya yang terjadi dalam perkumpulan-perkumpulan formal (seperti pemerintah, negara, perusahaan-perusahaan, partai politik atau perkumpulan profesi dan lain-lain. Untuk lebih memahami mengenai proses pembentukan pelapisan sosial ada beberapa pedoman yang dirumuskan sebagai berikut :

17

1. Sistem pelapisan sosial mungkin berpokok kepada sistem pertentangan dalam masyarakat. 2. Sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dianalisis di dalam ruang lingkup : a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif. b.Sistem pertentangan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan penghargaan) c. Kriteria sistem pertentangan yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik wewenang dan kekuasaan. d.Lambang-lambang kedudukan misalnya tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi dan sebagainya. e.Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan. f.Solidaritas antara individu atau kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat. Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai maka hal itu merupakan bibit terbentuknya pelapisan sosial.Sesuatu yang dihargai itu dapat berupa uang atau harta benda, kekuasaan, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Barang siapa yang dapat memiliki sesuatu yang dihargai tadi akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang menduduki pelapisan atas, sebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut mereka akan dianggap masyarakat sebagai orang-orang yang menempati pelapisan bawah atau berkedudukan rendah. Biasanya golongan yang menduduki pelapisan atau tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Penempatan orang-orang kedalam suatu pelapisan di dalam suatu pelapisan sosial bukanlah menggunakan ukuran yang tunggal melainkan bersifat kumulatif, artinya mereka yang misalnya mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah kekuasaan dan mungkin juga kehormatan.

D. Kriteria yang Dipakai untuk Menggolongkan Orang dalam Pelapisan Ukuran atau kriteria yang dipakai untuk menggolongkan orang dalam pelapisan tersebut adalah sebagai berikut :
18

1. Ukuran kekayaan, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak, ia akan menempati pelapisan di atas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah, mobil pribadinya, cara berpakaian serta jenis bahan yang dipakai, kebiasaan atau cara berbelanja dan seterusnya. 2. Ukuran kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar akan menempati pelapisan yang tinggi dalam pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. 3. Ukuran kehormatan, orang yang disegani dan dihormati akan mendapat tempat atas dalam sistem pelapisan sosial. Ukuran semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat yang masih tradisional.Misalnya, orangtua atau orang yang dianggap berjasa dalam masyarakat atau kelompoknya.Ukuran kehormatan biasanya lepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan. 4. Ukuran ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan digunakan sebagai salah satu faktor atau dasar pembentukan pelapisan sosial didalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran tersebut di atas tidaklah bersifat limitif. Oleh karena itu, masih ada ukuran lain yang dapat dipergunakan. Namun, ukuran di atas lah yang paling banyak digunakan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial

E. Bentuk-bentuk Pelapisan Sosial dalam Masyarakat Sedangkan bentuk pelapisan sosial di dalam masyarakat bentuknya berbeda-beda. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar pelapisan itu, kriteria ekonomi atau kriteria politik. Pelapisan pada kriteria ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orangorang yang didasarkan kepada pemilik tanah dan benda, ada golongan orang yang didasarkan kepada kegiatan ekonomi dan menggunakan kecakapan sehubungan hal ini. Pelapisan sosial yang didasarkan pada kriteria ekonomi, akan berkaitan dengan aktifitas pekerjaan pemilikan atau kedua-duanya dengan kata lain pendapatan kekayaan dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam beberapa lapisan atau kelas ekonomi. Setiap pelapisan dalam stratifikasi ekonomi disebut kelas-kelas ekonomi atau sering disebut kelas saja.Sehingga para warga masyarakat atau penduduk masyarakat dapat digolongkan ke dalam beberapa kelas ekonomi (economic class). Istilah kelas ekonomi
19

mempunyai arti yang relatif sama dengan istilah kelas sosial (social class) hanya saja istilah kelas sosial lebih banyak dipakai untuk menunjukkan pelapisan sosial yang didasarkan atas kriteria sosial, seperti pendidikan atau pekerjaan namun kadang-kadang kelas-kelas sosial yang diartikan sebagai semua orang yang sadar akan kedudukannya di dalam suatu pelapisan tanpa membedakan apakah dasar pelapisan itu uang, pemilikan pekerjaan, kekuasaan atau yang lainnya. Dalam pembahasan ini kelas ekonomi akan disebut dengan kelas saja sehingga secara garis besar terdapat tiga kelas sosial, kelas atas, kelas menengah, kelas bawah. Pelapisan sosial berdasarkan kriteria sosial, dengan memahami pelapisan masyarakat berdasarkan kriteria sosial orang akan mudah memahami peristiwa atau gejala-gejala yang terjadi di dalam masyarakat. Semua ini berhubungan dengan apa yang disebut prestise atau gengsi. Suatu pekerjaan bagi seseorang tidak sekedar berhubungan dengan berapa jumlah uang yang diterima sebagai gaji namun juga status sosial yang dinikmati melalui pekerjaan orang itu. Contoh seorang karyawan atau pegawai suatu departemen walau hanya duduk di ruang jaga setiap hari untuk membuat daftar nama tamu dan menerima kiriman surat serta barang melalui pos atau perusahaan jasa titipan, ia akan menikmati suatu status sosial yang lebih tinggi daripada seorang tukang becak yang biarpun mempunyai pendapatan yang lebih tinggi namun harus melakukan pekerjaan yang kurang bergengsi. Demikianlah pelapisan masyarakat yang didasarkan pada kriteria sosial akan berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Ralph Linton dalam bukunya yang berjudul The Study of Man menuliskan definisi status sebagai berikut : In the abstract, is a particular pattern artinya secara abstrak yaitu kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola hubungan sosial tertentu. (Selo Soemardjan, 1974 dan Soekanto, 1983) Pelapisan sosial berdasarkan kriteria politik ialah pembedaan kedudukan atau warga masyarakat menurut pembagian kekuasaan. Sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial, kekuasaan berbeda dari kriteria lain yaitu ekonomi dan kedudukan sosial, apabila masyarakat menginginkan kehidupan yang teratur, maka kekuasaan yang ada padanya harus pula dibagi-bagi dengan teratur. Apabila kekuasaan tidak dibagi-bagi secara teratur, maka kemungkinan besar di dalam masyarakat akan terjadi pertentangan-pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan masyarakat.
20

Bentuk-bentuk kekuasaan pada berbagai masyarakat di dunia ini beraneka macam dengan masing-masing polanya, akan tetapi ada satu pola umum bahwa sistem kekuasaan akan selalu menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan pola-pola perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Garis batas ini menimbulkan pelapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yang didasarkan pada rasa kekhawatiran para warga masyarakat akan terjadinya disintegrasi masyarakat apabila tidak ada kekuasaan yang menguasainya. (Drs. Taufik Rahman Dhohir : 2000). Menurut Mac Iver, ada tiga pola umum sistem pelapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, oligarkhis, dan demokratis. A. Tipe Kasta Tipe kasta memiliki sistem pelapisan kekuasaan dengan garis pemisahan yang kaku.Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta yang hampir tidak dijumpai dalam gerak vertikal.Garis pemisah antara masing-masing pelapisan hampir tidak mungkin ditembus. Pada puncak piramida kekuasaan duduk penguasa tertinggi, misalnya : raja atau maharaja dengan lingkungannya yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan para pendeta. Lapisan kedua dihuni oleh para petani dan buruh tani, dan pelapisan terendah terdiri dari para budak. B. Oligarkhis Tipe oligarkhis memiliki tipe pelapisan kekuasaan yang menggambarkan garis pemisah yang tegas diantaranya pelapisan akan tetapi perbedaan antara pelapisan satu dengan yang lain tidak begitu mencolok walaupun kedudukan para warga masyarakat masih banyak didasarkan kepada aspek kelahiran (ascribed status), akan tetapi kepada individu masih diberikan kesempatan untuk naik ke pelapisan yang lebih atas. Kelas menengah mempunyai warga yang paling banyak seperti industri perdagangan dan keuangan memang peran yang lebih penting. Ada bermacam-macam cara bagi warga dari pelapisan bawah naik ke pelapisan yang lebih atas dan juga ada kesempatan bagi warga kelas menengah untuk menjadi penguasa. Suatu variasi dari tipe oligarkhis ini adalah pelapisan yang terdapat pada negara yang didasarkan pada fasisme atau juga negara totaliter.Hanya bedanya untuk yang disebut terakhir, kekuasaan berada di tangan partai politik.

21

C.

Demokratis Tipe demokratis adalah tipe ketiga yang tampak adanya garis pemisah antara pelapisan yang sifatnya bergerak.Faktor kelahiran tidak menentukan kedudukan seseorang yang terpenting adalah kemampuannya dan kadang-kadang faktor keberuntungan. Pelapisan sosial berdasarkan kriteria kekuasaan sebenarnya tidak selalu digambarkan dengan hierarkhis atas bawah, tetapi dapat pula digambarkan sebagai gejala melingkar menyerupai lingkaran kambium, yang terdiri dari lingkaran dalam, lingkaran tengah dan lingkaran luar.Lingkaran dalam ditempati oleh mereka yang mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada mereka yang menempati lingkaran tengah atau luar. Perbedaan diantara lingkaran dalam dan lingkaran di luarnya bukan berarti saling terpisah satu dengan yang lain tetapi terdapat kesalinghubungan yang dinyatakan dengan adanya garis yang tidak terputuskan. Pelapisan kekuasaan di lingkungan keraton dengan semua tata nilai yang berlaku di dalamnya merupakan salah satu contoh lingkaran kambium.Raja merupakan tokoh sentral yang penuh dengan kekuasaan dari privilege (hak-hak yang istimewa).Kekuasaan dan privilege yang lebih rendah dari yang ada pada raja adalah yang dimiliki oleh para anggota keluarga raja.Semakin jauh dari lingkaran keluarga raja maka semakin berkurang kekuasaannya privilege maupun prestise (kehormatan) yang dimiliki oleh seseorang.

22

DAFTAR PUSTAKA

Sosiologi suatu pengantar oleh Soerjono Soekanto. BAB I,BAB IV.BAB VI.

23

You might also like