You are on page 1of 16

BLOK RESPIRATORY SYSTEM

Oleh :
Fasilitator :
halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................ 1


PENDAHULUAN ........................................................................................ 2
ISI ................................................................................................................. 3
Nama atau tema blok ........................................................................ 3
Fasilitator/Tutor ................................................................................ 3
Data pelaksanaan .............................................................................. 3
Pemicu .............................................................................................. 3
Tujuan Pembelajaran ........................................................................ 3
Pembahasan ...................................................................................... 3
Identifikasi masalah ............................................................... 3
Hipotesa Masalah ................................................................. 3
Analisa Masalah ................................................................... 3
More Info .............................................................................. 4
Pertanyaan yang Muncul dalam Curah Pendapat ........................... 5
Jawaban atas Pertanyaan ................................................................... 6
Ulasan ............................................................................................... 16
Kesimpulan ....................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17

Sistem pernafasan merupakan sistem yang sangat penting bagi tubuh kita.
Sistem pernafasan ini daklam melaksanakan fungsinya bekerja sama dengan sistem
kardovaskular. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan atau abnormalitas dari kedua
ataupun salah satu dari sistem tersebut, akan melibatkan satu sama lain.Sistem
penafasan umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu bagian konduksi dan bagian
respiratory.

Makalah ini bercerita tentang kasus pembunuhan, dimana pembunuhnya


melakukan pembunuhan dengan cara menghentikan pernafasan korbannya dan
kemudian terjadi asfiksia yang berujung kepada kematian. Maksud utama penulisan
makalah ini adalah untuk menyebarkan dan menjelaskan secara ringkas tentang
bagaimana langkah seorang dokter umum dapat mengidentifikasi kejadian kriminal
ditinjau dari aspek forensik dan mediko legalnya.
Penulis mengucapkan terima kasih bagi semua pihak yang turut serta dalam
penyusunan makalah ini baik secara langsung ataupun tidak langsung yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu, semoga semua yang kita lakukan menjadi amal
ibadah, dan Allah memberi kita kemudahan dalam mempergunakan makalah ini.

“Tak ada gading yang tak retak”. Masih banyaknya kekurangan dan
kekhilafan yang dilakukan penulis dalam menulis makalah ini baik secara sengaja
ataupun tidak sengaja. Oleh karena itu, diharapkan kepada seluruh pihak agar dapat
mengirimkan kritik dan saran yang membangun guna demi kesempurnaan makalah
ini.

Medan, 14 April 2008

Penulis
 Nama atau tema blok
Kematian asfiksia

 Fasilitator/Tutor
Dr Keriahen bangun, DAFK

 Data pelaksanaan
1. Tanggal tutorial : 12 Mei 2008 & 15 Mei 2008
2. Pemicu ke-1
3. Pukul 10.00 – 12.30 WIB
4. Ruangan : Ruang Diskusi Tutorial XIII

 Pemicu
Pak Gary seorang rentenir, usia 45 tahun, tadi pagi ditemukan meninggal
tergantung dibelakang rumahnya dengan kaki tidak mencecah lantai.Istrinya yang
mencurigai kematian pak Gary datang ke Tim Forensik untuk meminta dilakukannya
visum et repertum.

Apa yang terjadi pada korban?

2
Bagaimana aspek mediko legal pada kasus ini?

Identifikasi masalah
- Pak Gary 45 tahun
- Meninggal tergantung dibelakang rumahnya,dengan kaki tidak mencecah
lantai.
- Istrinya meminta Tim Forensik untukl dilakukannya visum et repertum
terhadap pak Gary.

Hipotesa
1. Mati bunuh diri
2. Mati dibunuh

Analisa Masalah
Visum et repertum adalah laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan apa
yang dilihat dan ditemukan pada korban atas permintaan penyidik untuk kepentingan
peradilan.
Susunan visum et repertum antara lain :
1. Pro Justitia
- Bagian atas sudut kiri
- Untuk pengadilan
- Tidak perlu diatas kertas bermaterai

2. Pendahuluan
- Identitas Pemohon VeR
- Identitas Dokter Pemeriksa
- Tempat dilakukannya pemeriksaan
- Tanggal & jam pemeriksaan
- identitas korban.
- Keterangan dll, spt kapan dan dimana korban
dirawat, meninggal, cara dan sebab kematian.

3. Pemberitaan
Hasil pemeriksaan medis secara objektif

4. Kesimpulan
- Bersifat subjektif
- Memuat pendapat pribadi dokter yang memeriksa
- Penyebab kematian
- Jenis Kekerasan
- Cara kematian
- Kualifikasi luka

5. Penutup

3
ditutup dengan mencantumkan sumpah dokter yang tercantum dalam
Staadblad / Lembaran Negara Tahun 1937 No. 350.

Adapun yang berhak meminta untuk dilakukannya visum et repertum adalah :


1. Jaksa
2. Hakim
3. Penyidik

Tata Cara Permintaan VeR sesuai dengan peraturan Perundang-undangan :


1. Diminta oleh penyidik
2. Permintaan Tertulis
3. Dijelaskan pemeriksaan untuk apa
4. Diantar langsung oleh penyidik
5. Mayat dibuat label
6. Tidak boleh visum diminta tanggal yang lalu

Maka dari itu istri pak Gary tidak berhak meminta dokter untk melakukan visum
terhadap korban.

More Info
Dari autopsi ditemukan :
Periksa luar :
1. ada tanda-tanda sianosis yang jelas pada bibir
2. ada buih-buih halus yang keluar dari hidung dan mulut
3. pada leher ditemukan jejas jeratan dua lilitan tali sempurna, tidak ditemukan
tanda-tanda inflamasi
4. livor mortis pada punggung, dan ujung-ujung extrimitas
5. tidak ditemukan oedem pada vena-vena kaki

Periksa dalam :
1. os hyoid fraktur, tidak ada hematom, tidak ada tanda-tanda inflamasi
2. pada trakea, ditemukan banyak cairan mukus, dan buih-buih halus
3. paru emfisematous, dan organ-organ dalam kongestif

Tujuan pembelajaran
1. Memahami perbedaan penggantungan antemortem dan penggantungan
postmortem
2. Memahami pengertian asfiksia
3. Mengetahui dan memahami bagaimana cara mengidentifikasi lamanya
kematian sejak terjadi pembunuhan
4. Memahami hal-hal apa saja yang mungkin menjadi penyebab kematian pada
kasus pembunuhan ini
5. Memahami tanda-tanda strangulasi dan hanging
6. Memahami cara autopsi pada kasus

4
Pertanyaan yang mucul dalam curah pendapat
1. Apakah perbedaan antara penggantungan antemortem dan penggantungan
post mortem?
2. Apakah yang dimaksud dengan asfiksia?
3. Bagaimana cara mengidentifikasi lamanya kematian?
4. Apakah ada hal lain yang menjadi penyebab kematian pada kasus ini?
5. Apakah tanda-tanda strangulasi dan hanging?
6. Bagaimana cara autopsi pada kasus ini?

Jawaban atas pertanyaan


1. Perbedaan antara penggantungan antemortem dan penggantungan
postmortem
1 Tanda-tanda penggantungan ante-mortem Tanda-tanda post-mortem menunjukkan
bervariasi. Tergantung dari cara kematian kematian yang bukan disebabkan
korban penggantungan
2 Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
terputus (non-continuous) dan letaknya pada lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler
leher bagian atas dan letaknya pada bagian leher tidak begitu
tinggi
3 Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu,
sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada
bagian depan leher
4 Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi Ekimosis pada salah satu sisi jejas
dari jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di penjeratan tidak ada atau tidak jelas. Lebam
atas jejas jerat dan pada tungkai bawah mayat terdapat pada bagian tubuh yang
menggantung sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal
5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda begitu jelas
parchmentisasi
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain- Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
lain sangat jelas terlihat terutama jika dan lain-lain tergantung dari penyebab
kematian karena asfiksia kematian

5
7 Wajah membengkak dan mata mengalami Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan terdapat, kecuali jika penyebab kematian
gambaran pembuluh dara vena yang jelas adalah pencekikan (strangulasi) atau
pada bagian kening dan dahi sufokasi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
kematian akibat pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. ada. Pengeluaran feses juga tidak ada
Demikian juga sering ditemukan keluarnya
feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut, Air liur tidak ditemukan yang menetes pad
dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal kasus selain kasus penggantungan.
ini merupakan pertanda pasti penggantungan
ante-mortem

Pada kasus ditemukan buih-buih halus yang keluar dari mulut korban, tetapi
tidak diketahui apakah buih tersebut jatuh lurus atau menyamping. Hal ini mengarah
kepada penggantungan ini dilakukan setelah korban meninggal (penggantungan
postmortem).Tanda-tanda sianosis yang terdapat pada pak Gary membawa kepada
cara kematian pak Gary, yaitu asfiksia.Pak Gary mati karena tidak mendapat supply
oksigen yang cukup, yang kemudian berujung kepada kematian.

Pada leher pak Gary ditemukan jejas jeratan dua lilitan tali semprna dan tidak
ditemukan tanda-tanda inflamasi. Hal ini mengarah kepada pembunuhan yang
dilakukan bukan dengan penggantungan, melainkan dibunuh terlebih dahulu baru
dilakukan penggantungan. Jika pembunuhan dilakukan dengan penggantungan, maka
akan terlihat tanda-tanda inflamasi pada leher dan jeratan tali yang terjadi juga tidak
sempurna.

Livor mortis atau yang biasa disebut dengan lebam mayat tarjadi akibat
penumpukan darah yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi. Darah akan menumpuk
pada bagian bawah tubuh. Pada kasus terdapat lebam mayat pada bagian punggung
korban, hal ini mengarah kepada kematian korban yang semula diletakkan dengan
posisi terlentang (selama beberapa jam), baru kemudian korban digantung dengan
tujuan mungkin untuk menghilangkan jejak. Pada kematian yang disebabkan oleh
penggantungan, akan terlihat oedem pada vena-vena kaki, tetapi pada kasus ini tidak
ditemukan.

Fraktur os hyoid dapat terjadi ataupun tidak pada kasus-kasus penggantungan.


Hal ini terjadi akibat gaya berat yang mendorong ke bawah sehingga os hyoid tak
dapat menahan dan akhirnya patah (fraktur). Banyaknya cairan mukus dan buih-buih
halus merupakan suatu akibat dari tartahannya aliran udara akibat asfiksia. Hal ini
sesuai dengan Hukum Henry yang menyatakan bahwa, ” Jumlah gas yang terlarut
dalam cairan sebanding dengan tekanan gas yang berada diatas cairan itu”. Contoh
sehari-hari ialah pada minuman bergas misalnya bir,coca cola,champagne yang begitu
dibuka tutupnya terus keluar buih gasnya. Akibat tertahannnya aliran udara, maka
oksigen tak dapt masuk dan karbondioksida tak dapat keluar, kemudian akan terjadi

6
peningkatan tekanan di dalam paru dan lama kelamaan akan keluar bersama buih dan
mukus dalam saluran pernafasan. Terperangkapnya udara dan cairan dalam paru
mengakibatkan paru-paru menjadi emfisematous (menggembung).

2. Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang dityandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan krbondioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ
tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian.

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut :


 Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan
seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti
fibrosis paru.
 Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
menyebabkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotorak bilateral.
 Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya
barbiturat, dan narkotika.

Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan
terhalang memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan, misalnya :

Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas :


Pembekapan (smothering)
Penyumbatan (Gagging dan choking)

Penekanan dinding saluran pernafasan :


Penjeratan (strangulation)
Pencekikan (manual strangulation, throttling)
Gantung (hanging)

Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)

Saluran pernafasan terisi air (tenggelam, drowning)

Karena kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan oleh asfiksia,
maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam kedalam kelompok
asfiksia mekanik, tetapi dibicarakan sendiri.

3. Identifikasi kematian

7
Untuk mengidentifikasi kematian, terlebih dahulu harus mengetahui faktor
yang digunakan untuk menentukan saat kematian.
Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian adalah:
1. (lebam jenazah)
2. (kaku jenazah)
3. Body temperature (suhu badan)
4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)
5. Stomach Content(isi lambung)
6. Insect activity (aktivitas serangga)
7. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian)

Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan
menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat
dan menetap 8-12 jam.Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada
keracunan sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah
(cherry red).

Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan
untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun
karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin
dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor
mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai
maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur
menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal
(24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu
lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis
diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh
persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:
1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena
kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas
sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat
yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang
lama.

8
3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak
subkutan sampai otot.

Body Temperature
Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari
badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi
dan konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi
tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis
maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama
dengan suhu lingkungan.

Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah


perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus
PMI (Post Mortem Interval) berikut.

Formula untuk suhu dalam o Celcius


PMI = 37 o C-RT o C +3

Formula untuk suhu dalam o Fahrenheit


PMI = 98,6 o F-RT o F
1,5

Decomposition
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis
dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena
terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan
pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah
membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur.
Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang
hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit
infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat.

Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan
terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan
berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.

Adipocere
Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim
bakteri.

9
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan
suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai
beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.

Gastric Emptying
Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat
kematian. Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna
dan dikosongkan dari lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam
sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.

Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian


yaitu dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah.
Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan
parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan
keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai
ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10
hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa
ditemukan pada 12-18 hari.

4. Penyebab lain kematian akibat asfiksia


Tindakan kekerasan yang menyebabkan kematian akibat asfiksia dibagi menjadi:
1. Hanging (penggantungan)
2. Strangulasi (pencekikan), definisi: kematian dengan tindakan kekerasan
akibat penekanan pada bagian leher dari arah luar dengan alat tertentu atau
dengan tangan. Besarnya gaya tekanan pada leher ini bukan berasal dari
berat badan tubuh korban.
3. Sufokasi: merupakan bentuk asfiksia akibat obstruksi pada saluran udara
menuju paru-paru yang bukan karena penekanan pada leher atau
tenggelam.
4. Tenggelam: suatu keadaan dimana terjadi asfiksia yang menyebabkan
kematian akibat udara atmosfer tidak bisa memasuki saluran pernafasan,
karena sebagian atau seluruh tubuh berada di dalam media cairan; tubuh
harus berada di dalam air sehingga udara tidak mungkin bisa memasuki
saluran pernafasan.

Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat
ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala.
Jenis penggantungan:
1) Penggantungan lengkap
2) Penggantungan parsial
3) Penggantungan atipikal, dimana saat penggantungan korban terjatuh dari anak
tangga yang sedang dinaikinya.

10
Istilah ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi
kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang tergantung dengan posisi
berlutut. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat
sehingga disebut penggantungan parsial. Bahan yang digunakan biasanya tali, ikat
pinggang, kain, dll.
Gejala:
Pada kebanyakan kasus korbannya meninggal. Gejalanya yang penting sehubungan
dengan penggantungan adalah:
1) Kehilangan tenaga dan perasaan subyektif
2) Perasaan melihat kilatan cahaya
3) Kehilangan kesadaran, bisa disertai dengan kejang-kejang
4) Keadaan tersebut disertai dengan berhentinya fungsi jantung dan pernafasan

1) Asfiksia. Merupakan penyebab kematian yang paling sering


2) Apopleksia (kongesti pada otak). Tekanan pada pembuluh darah vena
menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak dan mengakibatkan
kegagalan sirkulasi
3) Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia
4) Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah
arteri yang memperdarahi otak
5) Syok vaso vagal. Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan henti
jantung
6) Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis. (Pada korban yang dihukum
gantung). Pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang,
kemudian korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,5–2 meter
maka akan mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan
menekan medulla oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan. Biasa
yang terkena adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.
Pada pelaksanaan hukuman gantung, kematian terjadi dengan seketika. Pada
kasus gantung diri, kematian tidak langsung terjadi dan sedikit memakan waktu. Pada
penggantungan parsial, kematian mendadak terjadi dalam 5 menit.

1) Korbannya diturunkan
2) Ikatan pada leher dipotong dan jeratan dilonggarkan
3) Berikan bantuan pernafasan untuk waktu yang cukup lama
4) Lidah ditarik keluar, lubang hidung dibersihkan jika banyak mengandung
sekresi cairan
5) Berikan oksigen, lebih baik lagi kalau disertai CO2 5%
6) Jika korban mengalami kegagalan jantung kongestif, pertolongan melalui
venaseksi mungkin akan membantu untuk mengatasi kegagalan jantung
tersebut

11
7) Berikan obat-obat yang perlu (misalnya Coramine)
8) Gejala sisa: hemiplegia, amnesia, demensia, bronkhitis, selulitis, parotitis.

5. Tanda-tanda strangulasi, hanging, choking, smothering, dan manual


strangulasi
 Strangulasi
Strangulasi atau penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat
pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki, dan sebagainya, melingkari
atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran
pernafasan terutup.

 Hanging (penggantungan)
Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terdapat pada
asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat.
Pada pemeriksaan jenazah, kelainan pada autopsy tergantung pada apakah
arteri pada leher tertutup atau tidak. Bila jerat kecil dan keras maka terjadi
hambatan total arteri sehingga muka akan tampak pucat dan tidak terdapat
petekie pada kulit maupun konjunctiva.

 Chocking
Pada keadaan ini, terjadi sumbatan jalan nafas oleh benda asing, yang
mengakibatkan hambatan udara untuk masuk ke paru-paru. Pada pemeriksaan
jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar
maupun pembedahan jenazah. Dalam rongga mulut ditemukan sumbatan
berupa sapu tangan, kertas koran, gigi palsu, bahkan pernah ditemukan arang,
batu dan sebagainya. Bila benda asing tidak ditemukan, cari kemungkinan
adanya tanda kekerasan yang diakibatkan oleh benda asing.

 Smothering
Smothering atau pembekapan adalah penutupan lubang hidung dan mulut
yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Pembekapan menimbulkan
kematian akibat asfiksia. Pada pemeriksaan jenazah ditemukan tanda-tanda
asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pembedahan mayat. Perlu pula
dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban, adakah darah atau epitel
kulit si pelaku.

 Manual strangulasi
Manual strangulasi atau pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan,
yang menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi
penyempitan saluran nafas sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat. Pada

12
pemeriksaan jenazah, bila mekanisme kematian adalah asfiksia, maka akan
ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi bila mekanisme kematian adalah
refleks vagal, yang menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdenyut,
sehingga tidak ada tekanan intravaskular untuk dapat menimbulkan
pembendungan, tidak ada perdarahan petekie, tidak ada edema pulmoner dan
pada otot-otot leher bagian dalam hampir tidak ditemukan perdarahan.

6. Autopsi dan aspek medikolegal


Gambaran post-mortem
Pemeriksaan luar
1) Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter,
dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:
(a). Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar
(b). Bentuk jeratannya berjalan miring (oblik) pada bagian depan leher,
dimulai pada leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu
berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang
telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang
(c). Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi
(d). Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga
(e). Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di
sekitarnya
(f). Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau
lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke
leher sebanyak 2 kali
2) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung
3) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang
4) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia
tampak pada wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya
penekanan pada bagian leher
5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
8) Urin dan feses bisa keluar

Pemeriksaan dalam
1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama. Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera
lainnya

13
2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada
beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus
penggantungan yang disertai dengan tindakan kekerasan
3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah
4. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya
ante-mortem.
5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi
6. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi
pada korban hukuman gantung.

Aspek medikolegal
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan? Pertanyaan ini sering
diajukan kepada dokter pemeriksa dalam persidangan. Hal ini dapat
diperkirakan melalui pemeriksaan seperti di bawah ini:
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan? Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan.
(a). Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali
dibuktikan lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri
dengan cara ini. Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak berusia
12 tahun melakukan bunuh diri dengan penggantungan. Kecelakaan yang
menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali pada anak-anak di
bawah usia 12 tahun
(b). Cara terjadinya penggantungan
(c). Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian
(d). Tanda berupa jejas penjeratan
(e). Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan

Ulasan
1. Ditemukan perbedaan pendapat tentang penggantungan yang terjadi pada
korban. Setelah membaca buku dan mendapat penjelasan dari pakar,
disepakati bahwa korban mengalami penggantungan postmortem.
2. Terdapat perbedaan pendapat tentang bagaimana cara kematian korban.
Namun, setelah mendapat penjelasan dari pakar, disepakati bahwa kematian
korban belum dapat diketahui dengan pasti, dan diduga dengan cara
pembekapan.
3. Terdapat perbedaan pendapat tentang warna kebiruan pada punggung korban,
apakah merupakan lebam mayat atau memar akibat kekerasan. Namun setelah
membaca buku disepakati bahwa warna kebiruan tersebut adalah livor mortis.

Kesimpulan

14
1. Kematian asfiksia merupakan kematian yang disebabkan oleh terganggunya
aliran udara pernafasan sehingga supply oksigen dan pengeluaran
karbondioksida terganggu dan akhirnya berujung kepada kematian.
2. Kematian asfiksia dapat disebabkan oleh tiga hal secara etiologi, yaitu
penyebab alamiah, trauma mekanik, dan keracunan.
3. Terdapat perbedaan tanda-tanda penggantungan antemortem dan
penggantungan postmortem
4. Keluarnya buih-buih dan busa halus pada kematian akibat asfiksia dapat
ditinjau berdasarkan Hukum Henry.
5. Visum et Repertum dapat dilakukan atas permintaan penyidik, hakim dan
jaksa.

Anonim, Sudden Unexpected Death: Causes and Contributing Factors,


http//:www.forensic.com
Idries, A.M., 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi 1, Binarupa Aksara,
Jakarta; 32-43.
Nurhantari, Y2005Tanatologi. Makalah pada Pelatihan Instruktur Blok Medikolegal
FK UII, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Soegandhi, R., 2001. Arti Dan Makna Bagian-Bagian Visum Et Repertum. Ed.-2
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UGM, Yogyakarta; 145-56.

Soegandhi, R. , 2001. Pedoman Pemeriksaan Jenazah Forensik dan Kesimpulan


Visum et Repertum di RSUP Dr. Sardjito. Ed-2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK
UGM, Yogyakarta; 223-89.

Rukmono. Radang. In Himawan S (eds). Patologi. Jakarta : Bagian Patologi Anatomi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1973; 67-89.

Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jakarta : EGC 2006 ; 76-131.

Hanafiah J, Amir A. Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC 1999;
15 – 26.

Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. In Dharma Adji (eds).
Extrimitas Superior. Jakarta : EGC 1998; 113 – 271.

15
16

You might also like