You are on page 1of 11

KEMAS - Volume 3 / No.

2 / Januari - Juni 2008

KEBIASAAN MAKAN FAST FOOD, KONSUMSI SERAT DAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA PUTRI
Rina Risnaningsih *), Oktia Woro KH **)

ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang tingginya kejadian obesitas pada remaja baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa putri di SMP Negeri I Comal Pemalang yang berjumlah 462 siswa. Jumlah sampel adalah 75 siswa yang diperoleh dengan teknik pengambilan sampel stratified random sampling. Teknik pengambilan data dilakukan melalui wawancara, dokumentasi dan pengukuran langsung. Dari hasil penelitian disimpulkan, (1) ada hubungan positif antara kebiasaan makan fast food dengan status obesitas pada siswa putri SMP Negeri 1 Comal Pemalang, hal ini berarti bahwa semakin tinggi kebiasaan makan fast food maka risiko mengalami obesitas semakin tinggi pula, terbukti dari koefisien korelasi Kendal Tau sebesar 0,592 dengan p value = 0,0001, (2) ada hubungan negatif antara konsumsi serat dengan kegemukan pada siswa putri SMP Negeri 1 Comal Pemalang, hal ini berarti bahwa semakin tinggi konsumsi serat maka risiko untuk mengalami obesitas semakin rendah, terbukti dari koefisien korelasi Kendal tau sebesar -0,703 dengan p value 0,0001 Kata Kunci : Kebiasaan makan fast food, konsumsi serat, status obesitas

PENDAHULUAN Obesitas pada saat ini merupakan permasalahan yang muncul di dunia, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan sebagai epidemik global. Prevalensi meningkat tidak hanya di negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Jumlah penduduk obesitas di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data SUSENAS tahun 1989-1999, prevalensi obesitas di Indonesia naik menjadi 5 kali lipat selama 10 tahun. Di daerah perkotaan dari 1,1% meningkat menjadi 5,3% di daerah pedesaan naik dari 0,76% menjadi 4,1%. Peningkatan prevalensi obesitas perlu di waspadai karena obesitas memicu timbulnya penyakit degeneratif. Dalam data Nasional Obesity Forum disebutkan bahwa kegemukan saat ini menyumbang

*) Alumni Jurusan IKM FIK Universitas Negeri Semarang **) Staf Pengajar pada Jurusan IKM FIK Universitas Negeri Semarang

185

Kebiasaan Makan Fast Food... - Rina Risnaningsih; Oktia Woro Kh

hingga 300.000 kematian/tahun (Depkes, 2004:2). Di Jawa Tengah khususnya di Semarang diduga angka prevalensi obesitas juga mengalami kenaikan seperti yang terjadi di kota-kota besar lainnya. Penelitian di Semarang menunjukan dari 1730 remaja di ketahui 20% menderita obesitas dan 9% overweight (Depkes, 2004:2). Obesitas (kegemukan) merupakan refleksi ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Penyebab obesitas adalah faktor genetik, psikologis, aktivitas fisik, konsumsi energi yang berlebihan dan kebiasaan makan yang salah. Kebiasaan makan fast food juga merupakan salah satu penyebab obesitas apabila dikonsumsi secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh konsumsi serat yang cukup. Makanan siap saji atau fast food umumnya mempunyai kandungan protein tinggi, tetapi miskin serat. (Andang Gunawan, 2001:79). Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota, khususnya bagi remaja tingkat menengah keatas. Restoran fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan di restoran fast food di tawarkan dengan harga yang terjangkau kantong mereka, servisnya cepat dan jenis makananya memenuhi selera). Fast food umumnya mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi, tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan folat (Ali Khomsan, 2004:121). Dipilihnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Comal sebagai populasi dengan pertimbangan, sekolah ini merupakan salah satu SMP favorit yang ada di kota Pemalang dengan lokasi

yang strategis karena berada ditengah kota. Selain itu, siswa SMP Negeri I Comal berasal dari seluruh penjuru kota Pemalang dan berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi. Dari data observasi yang diperoleh 21,97% siswa SMP Negeri I Comal mengalami obesitas, 18,26% mengalami gizi kurang dan 59,59% normal. Obesitas berhubungan dengan kelebihan berat badan dari pada berat badan yang diinginkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi yang berlebihan tersebut disimpan di dalam tubuh sebagai lemak sehingga akibatnya dari waktu ke waktu tambah berat. Disamping faktor kelebihan konsumsi energi, faktor bakat atau keturunan masih dinilai memiliki andil terhadap timbulnya obesitas. Akan tetapi, penemuanpenemuan sementara hasil penelitian di China menunjukkan bahwa kegemukan lebih berkaitan dengan jenis pangan yang dikonsumsi. Orang China mengkonsumsi 20% lebih banyak energi di bandingkan dengan orang Amerika Serikat tetapi ternyata angka kegemukan di Amerika Serikat 25% lebih tinggi di bandingkan dengan orang China (Moore, Mary Courtney, 1997:347). Gejala kegemukan atau obesitas adalah berlebihnya berat badan seseorang dari berat badan ideal. Untuk pria dikatakan gemuk bila terjadi kelebihan berat 20% dari berat ideal, dan untuk wanita lebih dari 15% (Lisdiana, 1997:16). Obesitas dipengaruhi oleh pola makan, aktivitas fisik, faktor genetik, dan faktor psikologis. Perubahan pola makan tersebut di picu oleh faktor fisiologis, sosial budaya, sosial ekonomi dan 186

KEMAS - Volume 3 / No. 2 / Januari - Juni 2008

kesibukan orang tua yang menyebabkan remaja lebih suka makan diluar rumah yang praktis dan siap saji. Kebiasaan makan siap saji yang berlebihan tanpa diimbangi konsumsi serat dapat berakibat konsumsi energi yang berlebihan. Energi yang berlebihan tersebut disimpan dalam tubuh sebagai lemak sehingga dari waktu ke waktu bertambah berat. Kebiasaan makan tersebut bila tidak diluruskan dapat mengakibatkan munculnya masalah gizi karena ketidak seimbangan konsumsi makan. Disamping itu aktivitas fisik yamg kurang dari remaja juga dapat mengakibatkan masukan kalori dalam tubuh berlebihan. Kalori dalam tubuh tersebut akan disimpan juga dalam bentuk lemak. Fast food (makanan cepat saji) adalah makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap di santap. Seperti fried chiken , hamburger atau steak, rendang, gudeg, nasi rames. Mudahnya memperoleh aneka jenis makanan jadi dan makanan siap saji di pasaran memang memudahkan tersediannya variasi pangan sesuai selera dan daya beli. Selain itu, pengolahan dan penyiapannya lebih mudah dan cepat, cocok bagi mereka yang selalu sibuk (Dina Agoes Sulistijani, 1999: 1). Fast food sering dijadikan kambing hitam penyebab penyakit jantung, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah, kegemukan dan sebagainya. Perlu diingat bahwa fast food adalah juga makanan bergizi tinggi. Yang menyebabkan fast food dianggap negatif adalah karena ketidakseimbangannya. Hal ini dengan mudah bisa kita lihat dari besarnya porsi daging ayam atau burger yang disajikan. Fast food umumnya juga miskin akan sayur, kalaupun ada sayurnya terbatas pada selada yang tidak banyak 187

mengandung vitamin dan mineral karena selada sekelas dengan kubis (Andang Gunawan, 2001:56). Menurut Lisdiana (1997:15), serat makanan adalah bagian dari makanan yang berasal dari tumbuhan (nabati) yang tidak dapat diuraikan oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi sebagian dapat diuraikan dalam usus besar oleh mikroflora. Setelah zat-zat gizi makanan nabati diserap oleh usus maka terdapat sisa yang tidak dapat dicerna. Bagian inilah yang disebut serat yang akhirnya tertinggal didalam usus besar. Meskipun serat makanan merupakan bagian yang dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia, tetapi bukan berarti serat tidak berguna bagi manusia. Serat membantu pencernaan baik ketika di mulut, lambung, maupun di usus (Lisdiana,1997:15). Serat berfungsi menghalanghalangi penyebaran zat-zat gizi seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Apabila serat sedikit dalam makanan , maka semua sumber kalori tersebut dapat diserap. Orang lalu menjadi gemuk. Apabila serat banyak dalam makanan, walaupun orang tersebut banyak makannya, tetapi karena sebagian tidak dapat diserap, maka orang itu tidak akan mudah menjadi gemuk (Simamora, 1996:66). METODE Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa putri di SMP Negeri I Comal Kabupaten Pemalang tahun ajaran 2005/2006 sejumlah 462 siswa. Sebagai sampel adalah sebagian siswa putri di SMP N I Comal Pemalang, sejumlah 75 siswa yang dihitung dengan menggunakan rumus dari Azrul Azwar

Kebiasaan Makan Fast Food... - Rina Risnaningsih; Oktia Woro Kh

dan Prihartono Joedo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Yang dimaksud srata adalah pembagian tiap kelas dari kelas 7, 8 dan 9 kemudian dari tiap kelas tersebut diambil sampel yang disesuaikan dengan proporsi jumlah siswa pada tiap kelas yaitu 15 % dari tiap srata. Setelah dihitung, didapat jumlah sampel dari kelas 7 diambil 32 siswa, kelas 8 diambil 22 siswa dan kelas 9 diambil 21 siswa sebagai responden sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 75 siswa putri. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel kebiasaan makan fast food dan konsumsi serat yang menjadi penyebab status obesitas. Penyebab status obesitas lain yang tidak diteliti atau yang termasuk dalam variabel pengganggu adalah status menstruasi, genetik, faktor psikologis dan aktivitas fisik dan dikendalikan dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah timbangan injak dan mikrotoa untuk menentukan status obesitas serta formulir kuesioner food frequency dan formulir recall 24 jam untuk mengukur kebiasaan makan fast food dan konsumsi serat pada responden dimana pengukuran dilakukan selama 3 hari. Analisis data menggunakan uji statistik Kendal Tau untuk mengetahui : (1) Hubungan antara kebiasaan makan fast food dengan status obesitas pada remaja putri di SMP N I Comal Pemalang. (2) Hubungan antara konsumsi serta dengan status obesitas pada remaja putri di SMP N I Comal Pemalang.

HASIL 1) Kebiasaan Makan Fast Food Kebiasaan makan fast food pada siswa putri SMP Negeri 1 Comal dapat dilihat dari hasil pengisian formulir food frequency . Berdasarkan data hasil pengisian formulir tersebut, setelah dilakukan penskoran diperoleh gambaran bahwa sebagian siswa memiliki kebiasan makan fast food yang rendah dan sebagian lagi dalam kategori tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Terlihat dari tabel 1, sebanyak 37 siswa atau 49,3% memiliki kebiasaan makan fast food yang rendah, namun masih ada 9 siswa atau 12% yang memiliki kebiasan makan fast food dalam kategori sedang dan 29 siswa atau 38,7% dalam kategori tinggi. Dilihat dari jenis fast food yang biasa dikonsumsi oleh sebagian besar siswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Terlihat dari tabel 2 di atas, hampir semua siswa terbiasa mengkonsumsi fast food dari Fried chiken sampai es krim. Dari 13 jenis makanan yang tercantum pada tabel di atas, persentase tertinggi yang dikonsumsi adalah siomai hingga mencapai 73 siswa (97%) dan persentase terendahnya adalah steak daging yang dikonsumsi oleh 64 siswa (64%). 2) Konsumsi Serat Pengukuran konsumsi serat oleh siswa SMP Negeri 1 Comal Pemalang dapat dilihat dari hasil pengisian formulir recall 24 jam selama 3 hari. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat konsumsi seratnya masih tergolong rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Terlihat dari tabel 3 di atas, sebanyak 40 siswa atau 53,3% memiliki tingkat konsumsi serat kurang dari 20 gram/hari dalam kategori rendah, 188

KEMAS - Volume 3 / No. 2 / Januari - Juni 2008

selebihnya 8 siswa atau 10,7% pada interval 20-25 gr/hari dalam kategori sedang dan 27 siswa atau 36% tingkat konsumsi seratnya melebihi 25 gr/hari dalam kategori tinggi. 3) Status Obesitas Berdasarkan data pengukuran menunjukkan bahwa sebagian besar siswa putri SMP Negeri 1 Comal Pemalang tergolong obesitas. Lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 4 berikut. Terlihat dari tabel 4 di atas, sebanyak 34 siswa atau 45,3% memiliki %BBI kurang dari 120% dalam kategori tidak obesitas, selebihnya 41 siswa atau 54,7% memiliki % BBI > 120% dalam kategori obesitas. 4) Hubungan Kebiasaan Makan Fast Food dengan Konsumsi Serat

Tabel 1

Gambaran Kebiasaan Makan Fast Food


Skor Kriteria Rendah Sedang Tinggi Frekuensi 37 9 29 75 Persentase 49.3 12.0 38.7 100

Skor < 22 22 < Skor < 44 44 < Skor Jumlah

Tabel 2
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Daftar Fast Food yang Biasa Dikonsumsi Siswa


Daftar Fast Food Fried chicken Steak daging Mie bakso Siomai Mie instant Mie goreng Mie ayam Kentang goring Soto Gulai Donat Frekuensi 69 48 71 73 72 71 69 60 71 67 65 68 69 % 92 64 95 97 96 95 92 80 95 89 87 91 92

Soft drink
Es krim

Tabel 3

Gambaran Konsumsi Serat


Kriteria Rendah Sedang Tinggi Frekuensi 40 8 27 75 Persentase 53.3 10.7 36.0 100

Interval massa/hari gr/hari < 20 20 < gr/hari < 25 25 < gr/hari Jumlah

189

Kebiasaan Makan Fast Food... - Rina Risnaningsih; Oktia Woro Kh

Dari hasil korelasi Kendal Tau diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,632 dengan p value = 0,0001 < 0,05 atau ada hubungan antara kebiasaan makan fast food dengan konsumsi serat, yang berarti semakin tinggi kebiasaan makan fast food justru konsumsi seratnya rendah dan sebaliknya semakin rendah kebiasaan makan fast food semakin tinggi konsumsi seratnya. 6) Hubungan Kebiasaan Makan Fast Food dengan Status Obesitas Berdasarkan hasil korelasi kendal tau diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,592 dengan p value = 0,0001 yang berarti ada korelasi positif kebiasaan makan fast food dengan status obesitas. 7) Hubungan Konsumsi Serat dengan Status Obesitas

Berdasarkan hasil korelasi kendal tau diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,703 dengan p value = 0,0001 yang berarti ada korelasi negatif konsumsi serat dengan status obesitas. Berdasarkan kedua analisis korelasi di atas, menunjukkan bahwa obesitas pada siswa dipengaruhi oleh kebiasaan makan fast food yang tinggi dan tidak diimbangi dengan konsumsi serat yang tinggi pula. Hal ini dapat dilihat dari tabulasi silang hubungan antara kebiasaan makan fast food dan konsumsi serat dengan status obesitas pada tabel 5 berikut. Terlihat pada tabel 5 di atas, dari 6 siswa yang memiliki kebiasaan makan fast food rendah namun memiliki konsumsi serat yang rendah ternyata 5 siswa di antaranya (83,3%) mengalami

Tabel 4

Gambaran Status Obesitas Responden Penelitian


Kriteria Tidak obesitas Obesitas Frekuensi 34 41 75 Persentase 45,3 54,7 100

Interval % BBI < 120% > 120% Jumlah

Tabel 5

Hubungan Kebiasan Makan Fast Food dan Konsumsi Serat dengan status obesitas Status Obesitas Kebiasaan makan Konsumsi Tidak f % Obesitas fast food serat obesitas F % f % Rendah 1 16.7 5 83.3 6 100 Rendah Sedang 7 87.5 1 12.5 8 100 Tinggi 20 87.0 3 13.0 23 100 Rendah 1 14.3 6 85.7 7 100 Sedang Sedang Tinggi 2 100 2 100 Rendah 2 7.4 25 92.6 27 100 Tinggi Sedang Tinggi 1 50. 1 50.0 2 100 190

KEMAS - Volume 3 / No. 2 / Januari - Juni 2008

obesitas. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya konsumsi serat menyebabkan kegemukan. Dari 23 siswa yang memiliki kebiasaan makan fast food rendah dan mengkonsumsi serat yang tinggi sebanyak 20 siswa (87%) tidak mengalami obesitas. Dari 7 siswa yang memiki kebiasaan makan fast food sedang namun konsumsi seratnya tergolong rendah ternyata 6 siswa di antaranya atau 85,7% mengalami kegemukan. Dari 27 siswa yang memiliki kebiasaan makan fast food tinggi dan mengkonsumsi serat rendah ternyata 25 siswa di antaranya (92,6%) mengalami obesitas. Dari data tersebut menunjukan bahwa kebiasaan makan fast food tinggi dan konsumsi

serat rendah lebih banyak mengalami obesitas. PEMBAHASAN Berikut ini akan dibahas satu persatu dari variabel-variabel yang telah diteliti hdala sebagai berikut : 1) Hubungan Kebiasaan Makan Fast Food dengan Status Obesitas Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan korelasi Kendal tau antara kebiasaan makan fast food dengan status obesitas diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,592 dengan p value = 0,0001, yang berarti hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara kebiasaan makan

50 40 30 20 10 0

37 29 9

Jumlah

Rendah

Sedang

Tinggi

Kebiasaan M akan Fast Food

Gambar 1 Diagram Batang Kebiasaan Makan Fast Food


50 40 Jumlah 30 20 10 0 Rendah Sedang Tingkat Konsumsi Serat Tinggi 8 27

40

Gambar 2 Diagram Batang Tingkat Konsumsi Serat 191

Kebiasaan Makan Fast Food... - Rina Risnaningsih; Oktia Woro Kh

fast food dengan status obesitas diterima. Dari 75 siswa yang diteliti ternyata 29 siswa memiliki kebiasaan makan fast food yang tinggi. Dari 29 siswa yang memiliki kebiasaan makan fast food yang tinggi tersebut ternyata 26 siswa atau 89,7% di antaranya mengalami obesitas, sebaliknya dari 37 siswa yang memiliki kebiasaan makan fast food rendah ternyata 28 siswa atau 75,7% tidak mengalami obesitas. Hal ini membuktikan bahwa obesitas yang dialami siswa salah satunya karena kebiasaan makan fast food yang tinggi. Fast food yang biasanya dikonsumsi oleh remaja putri di SMP Negeri 1 Comal Pemalang sangat beragam seperti fried chicken, mie bakso, siomai, mie instan, mie goreng, mie ayam, soto, gulai, donat, soft drink dan es krim. Jenis-jenis makanan tersbut mengandung kalori tinggi, kadar lemak, gula dan sodium (Na) juga tinggi, tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan folat. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila terlanjur menjadi pola makan secara terus menerus akan berdampak negatif pada keadaan gizi para remaja yang cenderung mengarah pada obesitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dikakukan Khomsiyah Kartika Dewi (1998), frekuensi kunjungan ke restoran fast food sebagian besar memilki frekuensi kunjungan ke restoran fast food minimal sekali dalam seminggunya, frekuensi tersering adalah 8 kali sedangkan frekuensi rata-rata 1-2 kali/minggu. Semakin sering frekuensi fast food akan berpengaruh terhadap keadaan gizinya. Jenis fast food yang sering dikonsumsi adalah fried chicken. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukan ada hubungan anatar konsumsi fast food dengan status gizi pada remaja. Penelitian lain Ida Ayu Eka Padmiari dan Hamam Hadi (2001), memberi kesimpulan bahwa prevalensi obesitas pada anak-anak SD di Denpasar cukup tinggi, yaitu 13,6%. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi ternyata berpengaruh terhadap terjadinya obesitas, yaitu semakin banyak jenis fast food yang dikonsumsi maka semakin tinggi kejadian obesitas. Dalam penelitiannya juga memberikan kesimpulan bahwa jumlah kalori fast food yang dikonsumsi berpengaruh terhadap kejadian obesitas dan semakin banyak konsumsi fast food maka semakin tinggi kejadian obesitas.

50 40 Jumlah 30 20 10 0 Kurus Normal Status Obesitas Gemuk 9 37 29

Gambar 3 Diagram Batang Status Obesitas Responden Penelitian 192

KEMAS - Volume 3 / No. 2 / Januari - Juni 2008

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ikasari (2004), frekuensi responden dalam mengkonsumsi fast food pada kelompok kasus dan kontrol paling banyak adalah 0-1 kali/minggu. Dari hasil uji chi square menunjukan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal frekuensi konsumsi fast food antara kelompok kasus dan kontrol. Hal ini berarti bahwa responden yang biasa mengkonsumsi fast food 0-1 kali seminggu dibandingkan responden yang mengkonsumsi fast food lebih dari 2 kali seminggu memiliki risiko yang sama untuk kemungkinan menderita gizi lebih (P>0,05). Jenis fast food yang dikonsumsi pada kelompok kasus dan kontrol adalah adalah fried chicken atau ayam tepung sebesar 52,9% dan soft drink sebesar 64,7%. Pilihan tersebut merupakan pilhan responden karena umunya mereka membeli menu fast food di restorn fast food merupakan paket yang biasanya terdiri dari fried chicken dan soft drink. Menurut Dina Agus Sulistijani (1999: 1), fast food (makanan cepat saji) merupakan makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap disantap, seperti fried chiken, hamburger atau steak. Mudahnya memperoleh aneka jenis makanan jadi dan makanan siap saji di pasaran memang memudahkan tersediannya variasi pangan sesuai selera dan daya beli. Selain itu, pengolahan dan penyiapannya lebih mudah dan cepat, cocok bagi mereka yang selalu sibuk. Namun demikian makanan cepat saji, umumnya tidak cukup mengandung vitamin C, zat besi, garam asam folat dan riboflavin, kurang serat, tinggi kalori, lemak serta garam. Jenis makanan ini tidak terlalu merugikan kesehatan selama tidak dijadikan menu sehari-hari. Lain halnya jika makanan tersebut dikonsumsi secara terus menerus dapat menyebabkan kegemukan. 193

Sependapat dengan Ali Khomsan (2004), salah satu faktor kegemukan (obesitas) adalah pola makan. Dampak dari arus globalisasi yang paling nyata terlihat pada penduduk di perkotaan adalah gaya hidup konsumsi pangan termasuk gaya hidup dalam memilih tempat makan dan jenis pangan yang dikonsumsi. Perubahan gaya hidup dalam konsumsi pangan atau pola makan ini terutama dipicu oleh perbaikan atau peningkatan pendapatan, kesibukan kerja yang tinggi dan promosi produk pangan trendi ala barat serta dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Utamanya fast food namun tidak diimbangi dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran. 2) Hubungan Konsumsi Serat dengan Status Obesitas Hasil uji korelasi Kendal tau antara konsumsi serat dengan obesitas diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,693 dengan p value = 0,0001, yang berarti hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara konsumsi serat dengan kegemukan diterima. Hal ini berarti bahwa semakin rendah konsumsi serat merupakan risiko bagi siswa terjadi kegemukan. Dari data yang diperoleh sebanyak 40 siswa yang konsumsi seratnya tergolong rendah ternyata 36 siswa di antaranya (90%) mengalami kegemukan, sebaliknya dari 27 siswa yang mengkonsumsi serat dalam kategori tinggi memiliki tubuh yang normal. Data tersebut menunjukkan bahwa obesitas yang dialami siswa salah satunya juga dipengaruhi oleh rendahnya konsumsi serat makanan. Hasil penelitian lain oleh Emy Shinta Dewi (2000) memberikan temuan bahwa ada hubungan negatif sangat signifikan antara konsumsi serat dengan status gizi. Dalam penelitiannnya dikemukakan bahwa meningkatnya konsumsi lemak serta

Kebiasaan Makan Fast Food... - Rina Risnaningsih; Oktia Woro Kh

kurangnya konsumsi serat akan meningkatkan risiko gizi lebih atau obesitas. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kegemukan siswa lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan makan fast food yang tinggi dan tidak diimbangi dengan konsumsi serat yang tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari 27 siswa yang memiliki kebiasaan makan fast food tinggi dan mengkonsumsi serat makanan yang rendah, sebanyak 25 siswa aatu 92,6% mengalami obesitas. Meskipun kebiasaan makan fast food rendah namun konsumsi seratnya juga rendah juga berdampak pada obesitas, hal ini terbukti dari data yang berhasil dihimpun ternyata dari 6 siswa yang memiliki kebiasaan makan fast food rendah dan konsumsi serat rendah ternyata 5 siswa di antaranya (83,3%) mengalami obesitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi serat merupakan hal yang penting bagi tubuh terutama bagi yang memiliki kebiasaan makan fast food. Hal ini mendukung pula pendapat Andang Gunawan (2001:56), yang menegaskan perlunya mengimbangi makanan fast food dengan lebih banyak makanan segar dan bergizi, seperti jus buah, sayuran segar. Beberapa jenis fast food biasanya harus dimasak dan disiapkan beberapa jam sebelumnya. Fast food selama ini sering dijadikan kambing hitam penyebab penyakit jantung, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah, kegemukan dan sebagainya. Fast food pada dasarnya merupakan makanan bergizi tinggi. Fast food yang menyebabkan dianggap negatif adalah karena ketidak seimbangannya. Hal ini dengan mudah bisa dilihat dari besarnya porsi daging ayam atau burger yang disajikan. Fast food umumnya juga miskin akan sayur, kalaupun ada sayurnya terbatas pada selada yang tidak banyak

mengandung vitamin dan mineral karena selada sekelas dengan kubis. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan antara lain: (1) Sebagian besar responden yaitu 54,7% (41 responden) mengalami obesitas. (2) Berdasarkan kebiasaan makan fast food , 49,3% (37 responden) termasuk dalam kriteria rendah; 12% (9 responden) termasuk dala kriteria sedang; 38,7% (29 responden) termasuk dalam kriteria tinggi. (3) Berdasarkan konsumsi serat, 53,3% (40 responden) termasuk dalam kriteria konsumsi rendah; 10,7% (8 responden) termasuk dalam kriteria konsumsi sedang; 38,7% (29 responden) termasuk dalam kriteria konsumsi tinggi. (4) Ada hubungan positif antara kebiasaan makan fast food dengan status obesitas pada siswa putri SMP Negeri 1 Comal Pemalang, hal ini berarti bahwa semakin tinggi kebiasaan makan fast food maka risiko mengalami obesitas semakin tinggi pula, terbukti dari koefisien korelasi Kendal Tau sebesar 0,592 dengan p value = 0,0001 (5) Ada hubungan negatif antara konsumsi serat dengan kegemukan pada siswa putri SMP Negeri 1 Comal Pemalang, hal ini berarti bahwa semakin tinggi konsumsi serat maka risiko untuk mengalami obesitas semakin rendah, terbukti dari koefisien korelasi Kendal tau sebesar -0,703 dengan p value 0,0001

194

KEMAS - Volume 3 / No. 2 / Januari - Juni 2008

SARAN Saran yang dapat diberikan berdasarkan pada hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan fast food pada siswa putri di SMP Negeri 1 Comal tergolong tinggi sehingga berisiko terhadap kegemukan, oleh karena itu disarankan kepada siswa untuk mengubah kebiasaan makan sehat dan mengurangi kebiasaan makan fast food. (2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi serat pada siswa putri di SMP Negeri 1 Comal tergolong rendah sehingga beresiko terhadap kegemukan, oleh karena itu disarankan kepada siswa untuk meningkatkan konsumsi serat guna mengimbangi kebiasaan makan fast food yang selama ini dilakukan untuk menguragi risiko obesitas. (3) Bagi Institusi Pendidikan atau sekolah yang bersangkutan disarankan menambah materi tentang Gizi seimbang, terutama yang berkaitan dengan fast food dan konsumsi serat.

Dina Agoes Sulistijani. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya. Departemen Kesehatan RI. 1997. Pedoman Umum Gizi Seimbang untuk Remaja. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat 2004. Waspasda Obesitas . Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Emy Shinta Dewi. 2000. Hubungan Konsumsi Lemak Dan Serat Dengan Status Gizi (Tinjauan Masalah Kecenderungan Obesitas Di SD Hj. Isriati Semarang . Skripsi FKM UNDIP, Semarang. Ida Ayu Eka Padmiari dan Hamam Hadi. 2001. Konnsumsi Fast Food Sebagai Faktor Resiko Obesitas Pada Anak SD. Penelitian di Denpasar Bali. Ikasari. 2004. Kebiasaan Konsumsi Fast Food dan Pengaruhnya Terhadap Kejadian Gizi Lebih (Studi Kasus di SMU I Kota Semarang). Skripsi FKM UNDIP, Semarang. Khomsiyah Kartika Dewi. 1998. Pola Konsumsi Fast Food Dan Status Gizi Remaja Pengunjung Beberapa Restoran Fast Food di Semarang. Skripsi FKM UNDIP Semarang. Lisdiana. 1997. Waspada Terhadap Kelebihan daan Kekurangan Gizi. Ungaran: Trubus Agriwidya. Moore, Mary Courtney. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta: Hipokrates. Simamora. 1996. Pedoman Hidup Sehat. Bandung: Pionir Jaya

DAFTAR PUSTAKA Ali Khomsan 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Andang Gunawan. 2001. Food Combining. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Azrul Azwar dan Joedo Prihartono. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. 2003. Batam: Binarupa Aksara. 195

You might also like