You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN Masalah Utama Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Proses terjadi masalah 2.

1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang terepsesi. Halusinasi dapat terjadi karena dasarrdasar organik fungsional, psikotik, maupun histerik (Yosep, 2007) Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori: halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan). Individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan (Depkes RI, 2000). Suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal). Disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespon terhadap stimulus (Towsend, 1998). Kesalahan sensori persepsi dari satu atau lebih indra pendengaran, penglihatan, taktil, atau penciuman yang ada stimulus eksterna (Antai Otong, 1995). Gangguan penyerapan/persepsi pancaindra tanpa adanya rangsangan dari luar. Gangguan ini dapat terjadi pada sistem pengindraan pada saat kesadaran individu tersebut penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 1983).

Teori yang Menjelaskan Halusinasi Teori Biokimia Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stres yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotik (buffofenon dan dimethytransaferase). Teori Psikoanalisis Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif Jenis Halusinasi Halusinasi Dengar Data Objektif Bicara atau sendiri. Data Subjektif

(Klien mendengar suara/bunyi yang tidak Marah-marah tanpa Mendengar suara yang ada hubungannya sebab. mengajak bercakapdengan stimulus yang cakap. Mendekatkan telinga nyata/lingkungan). Mendengar suara ke arah tertentu. menyuruh melakukan Menutup telinga. sesuatu yang berbahaya. Halusinasi Penglihatan ke Melihat bayangan, sinar, bentuk kartun, (Klien melihat Ketakutan pada situasi geometris, melihat hantu, atau gambaran yang yang tidak jelas. monster. jelas/samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya). Halusinasi Penciuman Mengendus-endus seperti sedang (Klien mencium bau membaui bau-bauan yang muncul dari tertentu. sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata). Menutup hidung. Menunjuk-nunjuk arah tertentu.

tertawa Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

Membauai bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien. Merasakan rasa seperti

Halusinasi

Sering meludah.

Pengecapan (Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa yang tidak enak). Halusinasi Perabaan (Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata) Halusinasi Kinestetik

Muntah.

darah, urin, atau feses.

Menggaruk-garuk permukaan kulit.

Mengatakan ada serangga di permukaan kulit. Merasa seperti tersengat listrik.

Memegang kakinya Mengatakan badannya yang dianggapnya melayang di udara. (Klien merasa bergerak sendiri. badannya bergerak dalam suatu ruangan/anggota badannya bergerak) Halusinasi Viseral (Perasaan timbul tubuhnya) Memegang badannya yang dianggap tertentu berubah bentuk dan dalam tidak normal seperti biasanya. Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum softdrink.

Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh dari klien atau keluarga. Faktor predisposisi meliputi: Faktor Perkembangan Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan. Faktor Sosiokultural Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkarkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika

seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP). Faktor Psikologis Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas. Faktor Genetik Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. Faktor Presipitasi Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Perilaku Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan individu sebagai makhluk yang dibangun atas unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu: Dimensi fisik Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti: kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu lama. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, sehingga klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya. Dimensi intelektual Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. Dimensi sosial Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk mandiri. Individu asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Dengan demikian intervensi keperawatan pada klien yang mengalami halusianasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Dimensi spiritual Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami halusiansi cenderung menyendiri dan cenderung tidak sadar dengan keberadaanya serta halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. D. Sumber Koping Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. E. Mekanisme Koping Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang

digunakan untuk melindungi diri F. Tahap Halusinasi Tahap I ( non-psikotik ) Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien. Karakteristik : Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran

Perilaku yang muncul : Tersenyum atau tertawa sendiri Menggerakkan bibir tanpa suara Pergerakan mata yang cepat Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

Tahap II ( non-psikotik ) Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipasti. Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh pengalaman tersebut Mulai merasa kehilangan control Menarik diri dari orang lain Perilaku yang muncul : Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Perhatian terhadap lingkungan menurun

Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita

Tahap III ( psikotik ) Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karekteristik : Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya Isi halusinasi menjadi atraktif Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir Perilaku yang muncul : Klien menuruti perintah halusinasi Sulit berhubungan dengan orang lain Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata Klien tampak tremor dan berkeringat

Tahap IV ( psikotik ) Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik Perilaku yang muncul : Resiko tinggi menciderai Agitasi atau kataton Tidak mampu merespon rangsangan yang ada Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan maka akan berisiko terhadap perilaku

Pohon masalah Akibat Resiko Perilaku Kekerasan Sindroma defisit perawatan diri : mandi/kebersihan, berpakaian/berhias

Masalah Utama

Perubahan sensori persepsi: Halusinasi

Intoleransi aktivitas

Penyebab

Isolasi sosial: Menarik diri

Harga diri rendah kronis Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji Masalah keperawatan yang mungkin muncul Risiko tinggi perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi Isolasi social Harga diri rendah kronik Perubahan persepsi sensori : halusinasi Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Perubahan halusinasi persepsi sensori Data yang perlu dikaji : Subjektif : Klien mengatakan mendengar sesuatu Klien mengatakan bayangan putih Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik Klien mencium bau bauan yang tidak sedap, seperti feses Klien mengatakan kepalanya melayang di udara Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya Objektif : Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji Bersikap seperti mendengarkan sesuatu Berhenti suara di tengah tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu Disorientasi Konsentrasi rendah Pikiran cepat berubah- ubah Kekacauan alur pikiran

Resiko perilaku kekerasan Curiga terhadap orang lain Panik Reaksi kemaraan Berjalan bolak balik Rahang dan postur tubuh kaku Mengepalkan tangan merusak secara langsung benda-benda yang ada disekitarnya

Mudah tersinggung Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri Menyendiri di ruangan Tidak berkomunikasi Tidak ada kontak mata Sedih, afek datar Meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu Adanya perhatian yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usia Berfikir tentang sesuatu menurutnya pikirannya sendiri, tindakan berulang-ulang tidak bermakna Harga diri rendah kronis: Menarik diri Menjadi sangat kritis atau menghakimi diri dan orang lain Ekspresi-ekpresi ketidak berdayaan Takut gagal Ketidak mampuan mengakui keberhasilan Hubungan interpersonal tidak memuaskan Pandangan yang negatif atau pesimistik SindSindroma defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias. Ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau bagianbagian tubuh Ketidak mampuan dan kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai untuk dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan. ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan defikasi atau berkemih dengan bantuan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Nama Klien No. CM Tgl No Dx :. :. Dx Keperawatan Perubahan persepsi Sensori: Halusinasi (lihat/raba/den gar/penghidu/r aba/kecap) Perencanaan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional Ruangan Dx Medis :. :

Tujuan : Klien 1. Setelah.. interaksi dapat klien menunjukan mengontrol tanda-tanda percaya halusinasi yang kepada perawat : dialaminya Ekspresi wajah bersahabuat SP 1 : Klien Menunjukan rasa senang dapat membina Ada kontak mata hubungan saling Mau berjabat tangan percaya mau menyebutkan nama Mau menjawab salam Mau duduk berdampingan dengan perawat Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi

1. Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari dengan menggunakan prinsip klien merupakan komunikasi terapeutik : hal yang mutlak Sapa klien dengan ramah baik serta akan verbal maupun nonverbal memudahkan Perkenalkan nama, nama dalam pendekatan panggilan dan tujuan perawat dan tindakan berkenalan keperawatan yang Tanyakan nama lengkap dan nama akan dilakukan penggilan yang disukai klien kepada klien Buat kontrak yang jelas Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya Beri perhatian kepada klien dan masalah yang dihadapi klien Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien

SP 2 : Klien 2. Setelah. interaksi 2.1. Adakan kontak sering dan dapat mengenal klien menyebutkan : singkat secara bertahap halusinasinya Isi Waktu Frekuensi Situasi dan kondisi yang menimbulkan 2.2. Observasi tingkah laku klien halusinasi terkait dengan halusinasinya, Setelah. interaksi jika menemukan klien sedang klien menyatakan halusinasi : perasaan dan respon Tanyakan apakah klien saat mengalami mengalami sesuatu halusinasi : Tanyakan apa yang sedang Marah dialami Takut Katakan bahwa perawat Sedih percaya klien mengalami Senang hal tersebut, namun Cemas perawat sendiri tidak Jengkel mengalaminya(dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi) Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama Katakan bahwa perawat akan membantu klien Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,

2.1.

Kepercayaan klien pada perawat dapat diperoleh dari kontak yang sering 2.2. Tingkah laku klien terkait halusinasinya menunjukan isi, waktu, frekuensi serta situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi

diskusikan dengan klien : waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak 2.3 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya Isi, 2.4 Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut

2.5 Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya

2.3 Ungkapan dari klien menunjukan apa yang dibutuhkan dan dirasakan oleh klien 2.4 Membantu memilihkan cara yang tepat untuk membantu klien menghadapi perasaannya 2.5 Membantu klien dalam mengenal konsekuensi dari halusinasi yang muncul

SP 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya

3.1 Setelah interaksi 3.1 Identifikasi bersama klien cara 3.1 Ungkapan klien klien menyebutkan atau tindakan yang diharapkan menunjukan tindakan yang jika terjadi halusinasi seberapa tepat, biasanya dilakukuan effektif serta untuk kemampun klien mengendalikan untuk

halusinasinya 3.2 Setelah interaksi klien menyebutkan 3.2 Diskusikan cara yang cara baru untuk digunakan klien : mengontrol Jika yang digunakan adaptif halusinasinya beri pujian 3.3 Setelah interaksi Jika cara yang digunakan klien dapat memilih maladaptif diskusikan dan memperagakan kerugian tersebut cara mengatasi 3.3. Diskusikan cara baru untuk halusinasinya memutus/mengontrol 3.4 Setelah interaksi timbulnya halusinasi : klien melaksanakan Katakan pada diri sendiri cara yang telah bahwa ini tidak nyata dipilih untuk Menemui orang lain untuk mengendalikan menceritakan halusinasinya halusinasinya 3.5 Setelah interaksi Membuat dan melaksanakan klien mengikuti jadwal kegiatan sehari-hari TAK yang telah disusun Meminta keluarga/teman/perwat menyapa jika sedang halusinasi 3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya 3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil

mengontrol halusinasinya 3.2 Memberi klien pilihan serta reward atas apa yang sudah klien usahakan 3.3 Cara baru memberi pilihan baru yang adaptif bagi klien

3.4 Halusisnasi tidak dapat diputuskan secara sekaligus 3.5 Klien akan memiliki rasa

beri pujian 3.6 Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian

3.7 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi

PD dan usaha untuk terus berlatih supaya berhasi 3.6 Memantau kemajuan serta efektivitas pilihan yang dipilih dan dilatih bersama klien 3.7 Membantu klien dalam membangun hubungan sosial

SP 4 : 4.1 Setelah 4.1 Buat kontrak dengan keluarga 4.1 Dasar untuk Klien dapat pertemuan keluarga, untuk pertemuan membina dukungan dari keluarga hubungan kelurga dalam menyatakan setuju terapeutik mengontrol untuk mengikuti dengan keluarga halusinasinya pertemuan dengan 4.2 Diskusikan dengan keluarga : 4.2 Keluarga dapat perawat Pengertian halusinasi mengenal dan 4.2 Setelah interaksi Tanda dan gejala halusinasi membantu klien keluarga Proses terjadinya halusinasi dalam menyebutkan Cara yang dapat dilakukan mengendalikan pengertian, tanda klien dan keluarga untuk halusinasinya dan gejala, proses memutuskan halusinasi terjadinya Obat-obat halusinasi halusinasi, dan Cara merawat keluarga yang tindakan untuk halusinasi dirumah

Beri informs waktu kontrol ke RS dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah SP 5 : Klien 5.1 Setelah interaksi 5.1 Diskusikan dengan klien 5.1 Memudahkan dapat klien menyebutkan : tentang manfaat dan kerugian pemahaman memanfaatkan Manfaat minum obat tidak minum obat, nama , dalam obat dengan Kerugian tidak warna obat, dosis, cara, efek mensukseskan baik minum obat terapi dan efek samping program 5.1 Setelah interaksi pengobatan yang klien menyebutkan : optmal bagi Nama, warna, dosis, klien efek terapi dan 5.2 Pantau klien saat penggunaan 5.2 Tidak terjadi yang efek samping obat tidak diharapkan 5.2 Setelah interaksi akibat klien pengobatan yang mendemonstrasikan tidak optimal penggunaan obat 5.3 Beri pujian jika klien 5.3 Meningkatkan dengan benar menggunakan obat dengan rasa PD serta 5.3 Setelah interaksi benar motivasi untuk klien menyebutkan menyukseskan akibat berhenti program minum obat tanpa pengobatan konsultasi dokter 5.4 Diskusikan akibat berhenti 5.4 Klien akan lebih minum obat tanpa konsultasi aktif menjalani dokter program pengobatan 5.5 Anjurkan klien untuk 5.5 Tidak terjadi yang konsultasi kepada tidak diharapkan

mengendalikan halusinasi

dokter/perawat jika terjadi hal- akibat pengobatan hal yang tidak diinginkan yang tidak optimal

DAFTAR PUSTAKA Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Fitria. N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelasanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 diagnosis Keparawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan Keliat, B,A. 1998. Askep Pada Kliean Gangguan Orientasi Realitas. Jakarta. Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press. Stuart & Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Yosep,I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: refika Aditama.

You might also like