Professional Documents
Culture Documents
It’s lonely up there. Banyak pebisnis yang sukses mencapai tingkatan tertinggi dalam persepsi orang bisnis,
ternyata tidak bahagia. Bahkan mereka justru merasakan kesepian, kehampaan, dan kesedihan. Rupanya
selama ini hidup mereka dihabiskan untuk mengejar hal yang keliru. Pasalnya, mereka berfokus hanya pada
dunia bisnis dan mengabaikan sisi spiritualitas.
Di sisi lain, ada banyak rohaniwan yang melulu berpikir dari sisi spiritual dan tidak mengaitkannya dengan
realitas kehidupan sehari-hari, khususnya dunia bisnis. Akibatnya, berita yang dibawa dianggap sebagai
cerita dongeng yang tidak membawa solusi nyata bagi masalah yang dihadapi para pebisnis dalam
kehidupan sehari-hari.
Bisnis dan spiritualitas seolah merupakan dua pulau yang terpisah, atau bagai air dan minyak yang tidak
bisa disatukan. Buku ini dan penulisnya (Paulus Bambang) membongkar tembok penyekat antara dunia
bisnis dan spiritualitas. Tembok diganti dengan jembatan. Anggapan bahwa bisnis dan spiritualitas tidak
bisa dipadukan ternyata tidak benar, hanya sebuah mitos. Konsep yang dipaparkan dalam buku ini sangat
solid dari sisi teori bisnis. Tampak sekali bahwa penulisnya haus ilmu dan banyak belajar (baik dari buku,
seminar, mentor, dan lain-lain) tentang dunia bisnis dan spiritualitas.
Konsep Built to Last, Good to Great, Blue Ocean Strategy, Good Corporate Governance, Kecerdasan
Komprehensif (IQ, EQ, SQ), lengkap dengan keterkaitan terhadap konsep yang ada di dalam Kitab Suci,
dibahas dengan gaya yang menarik dan membawa kepada sinstesis pemahaman yang mencerahkan.
Perikop dalam Kitab Suci dikaji secara tajam dalam konteks bisnis dan kehidupan sehari-hari secara pas
dan relevan dengan masalah riil yang dihadapi para pebisnis. Konsep yang menarik seperti GCG God
(bukan sekadar Good) Corporate Governance, bekerja bagi Soul-holder (bukan Stake-holders/share-
holders), Servant (bukan bos) Leadership, dll akan memperkaya wawasan pembaca dari sisi filosofi bisnis
berbasis spiritual.
Selain itu, buku ini juga kaya akan pengalaman nyata di bumi Indonesia tentang aplikasi konsep yang
dipaparkan. Penulis juga memberikan panduan praktis untuk mengimplementasikan konsep yang dibahas
dalam buku ini. Semua itu dimungkinkan karena penulis memang telah berpengalaman puluhan tahun dan
sangat mumpuni sebagai profesional bisnis. Bersamaan dengan itu, penulis juga adalah seorang pelayan
rohani yang sangat passionate.
Berdasarkan dua lataran yang saya gunakan untuk menilai buku ini: isi buku dan penulis buku, saya yakin
bahwa wisdom dari buku ini akan membawa nilai tambah yang signifikan bagi pembacanya, baik para
pebisnis maupun rohaniwan.
"Experience is a dear teacher," demikian diungkapkan oleh Shakespeare. Banyak orang menyalahartikan
kata ‘dear’ sebagai ‘baik’ (seperti kata ‘dear’ dalam pembuka surat). Sebenarnya kata dear di sini adalah
padanan dari kata duur Bahasa Belanda yang artinya mahal. Jadi, terjemahan yang tepat adalah:
Pengalaman adalah guru yang mahal. Akan lebih baik kalau kita belajar dari pengalaman orang lain tanpa
harus mengulangi kesalahan yang dilakukan orang tersebut. Orang pintar belajar dari pengalaman sendiri,
namun orang bijak belajar dari pengalaman orang lain.
Anda punya kesempatan untuk memperoleh banyak berkat intelektual maupun
spiritual, dan menjadi bijak dengan belajar dari banyak pengalaman orang lain yang
telah disarikan secara sistematis dalam buku ini. Setelah Anda menikmati berkat
dan menjadi bijak, jangan lupa menjadi berkat dengan berbagi kepada orang lain di
sekitar Anda. If you care, you share! Cara termudahnya adalah belilah beberapa
buku dan bagikan kepada staf, kolega, bos, pelanggan, pemasok, teman, dan
keluarga Anda sebagai gift of love.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (0)
• Beri Komentar
"Mengapa tidak setiap orang mengetahui Rahasia ini?" Pertanyaan itu terus berkecamuk
di dalam pikiran Rhonda Byrne. Hasratnya yang menyala-nyala untuk membagikan
Rahasia itu kepada dunia membakar dirinya, dan mendorongnya untuk mulai mencari
orang-orang yang masih hidup, yang mengenal Rahasia tersebut.
Jika Anda penasaran dengan Rahasia Rhonda Byrne dan ingin menjadi salah satu dari
sekian banyak orang yang mengetahui Rahasia itu, maka buku yang berjudul The Secret
ini wajib Anda baca. Dijamin, Rahasia yang Anda ketahui setelah membaca buku ini akan
menuntun Anda untuk meraih atau melakukan segala keinginan Anda. Juga, membimbing
Anda untuk lebih mengenal diri Anda sesungguhnya, karena Rahasia yang diungkap
dalam buku ini merupakan Rahasia dasar kehidupan.
The Secret memuat cuplikan Rahasia dari 24 tokoh yang menjadi guru Rahasia. Buku ini
terbagi dalam beberapa sub judul yang masing-masing dilengkapi ringkasan yang akan
membantu Anda untuk lebih mudah menyelami dan memahami Rahasia yang telah Anda
baca. Di awal buku, Rhonda akan mengungkapkan Rahasia kepada Anda,
menyederhanakannya hingga Anda bisa menggunakannya.
Rahasia-rahasia yang dijabarkan dalam buku ini merupakan Rahasia yang menyelimuti
kehidupan, mengenai Rahasia Uang dan tentang bagaimana membangun relasi bagi
kepentingan bisnis Anda. Tak ketinggalan, jika Anda ingin tetap sehat, maka Rahasia
Kesehatan yang diungkapkan Byrne sepenuhnya akan membantu Anda.
Lebih lanjut, jika Anda ingin mengetahui Rahasia Dunia dan Rahasia mengenai diri Anda
sendiri, silakan selami setiap bagian pertengahan dari The Secret. Pada bagian terakhir,
jika Anda menyimaknya dengan teliti, Anda akan mengetahui Rahasia
terbesar, yaitu Rahasia Kehidupan.
Rhonda Byrne menulis The Secret dengan bahasa yang lugas dan mudah
dipahami. Dengan menggunakan kutipan kata dan kalimat dari tokoh-tokoh
terkenal dan sukses di bidangnya, buku ini memiliki bobot tersendiri.
Penulis juga memanjakan pembaca dengan merangkum setiap bagian sub
judul buku ini bagi yang langsung ingin mengetahui pokok-pokok dari
setiap sub judul.
• Cetak Artikel
•
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (0)
• Beri Komentar
Lead to Togetherness
"Social Capital? Sejak kapan Robby Djohan tertarik dengan ilmu yang satu ini?"
Begitulah keheranan Soedarpo Sastrosatomo, salah satu pendiri Bank Niaga, tempat
Robby Djohan dikenal sebagai CEO yang berhasil mengangkat dan membesarkan bank
kecil tersebut menjadi bank swasta terbesar kedua di Indonesia pada akhir 1990-an.
Bisa jadi, keheranan yang sama dirasakan oleh mereka yang setia membaca buku-buku
Robby Djohan sebelumnya. Buku pertamanya, The Art of Turn Around: Kiat
Restrukturisasi, membahas pengalamannya meniti karir sebagai bankir hingga
memulihkan Garuda Indonesia dan merger empat bank BUMN menjadi Bank Mandiri.
Namun, apa yang terbayang ketika seorang mantan CEO dari tiga perusahaan besar di
Indonesia tersebut menulis buku mengenai kepemimpinan dan modal sosial? Apakah
pembaca akan merasakan sentuhan yang sama dari kedua buku yang sebelumnya?
Apalagi cakupan buku ini bukan lagi perusahaan, tapi jauh lebih luas lagi, yakni negara.
Berbeda dengan kedua bukunya yang sarat pengalaman memimpin perusahaan, buku
ketiga Robby Djohan ini boleh dibilang sarat pemikiran. Ia tidak lagi menceritakan
pengalaman pribadinya dalam memimpin perusahaan dan berbisnis . Melainkan,
mengupas masalah yang jauh lebih besar daripada itu, yakni kerisauan terhadap negara.
Mengapa negara yang memiliki begitu banyak sumber daya alam seperti Indonesia ini
secara ekonomi kalah dari negara-negara lain yang miskin sumber daya alam?
Dari imbal wacana dengan banyak narasumber dan ahli modal sosial seperti Jousairi
Hasbullah, serta pendalaman terhadap konsep modal sosial Francis Fukuyama (yang
terkenal dengan bukunya, Trust), akhirnya Robby menemukan jawabannya. Tanpa modal
sosial yang kuat, pertumbuhan ekonomi sebuah negara tidak akan berkelanjutan.
Selama ini Robby melihat bahwa sudah banyak modal ekonomi yang diinvestasikan
bangsa ini, baik dalam bentuk natural resources maupun capital resources. Namun,
hasilnya tidak optimal, bahkan return on investment-nya dianggap tidak memadai. Ia
berkeyakinan, masih diperlukan modal lain, yakni modal sosial dan modal manusia. Dari
buku-buku modal sosial yang diperlajari, ia yakin bahwa menggunakan sumber daya
ekonomi (SDE) itu penting.
Buku ini dibagi dalam delapan bagian. Mulai dari bagian pertama "sejarah"
pembangunan Indonesia dari masa ke masa, ia masuk ke bagian kedua mengenai dimensi
modal sosial dalam pembangunan. Di bagian tiga, dibahas modal sosial beberapa suku di
Indonesia. Untuk memperkaya bukunya, di bagian empat dibahas modal sosial di negara
lain. Ia memilih negara-negara superkaya sebagai pembanding, terutama Cina, Korea,
Jepang dan Amerika. Ia juga banyak mengutip buku karangan Fukuyama. Jika Anda
sudah paham banyak mengenai modal sosial, barangkali bosan membaca bagian-bagian
awal ini.
Bagian lima mulai menarik ketika membahas modal sosial dan kualitas manusia
Indonesia. Tulisan makin menarik ke bagian tujuh ketika membahas bagaimana Menuju
Budaya Unggul di Indonesia. Buku ini ditutup dengan bagian delapan yang
membahas kepemimpinan dan modal sosial. Dengan latar belakang yang
begitu kaya sebagai pemimpin di perusahaan-perusahaan raksasa di Indonesia,
Robby mengambil kesimpulan, bahwa modal sosial dapat dibangun di bidang
apa pun, tergantung pada pemimpinnya. Ini bertentangan dengan pemikiran
cendekiawan modal sosial Jousairi Hasbulah, bahwa tipologi, watak dan
karakteristik kepemimpinan seorang pemimpin akan ditentukan oleh budaya
dan spektrum modal sosial tempat pemimpin dibesarkan.
Robby mencoba mengupas pemimpin ideal dari kelas nasional di Jakarta, pemimpin
daerah, pemimpin politik, pemimpin LSM dan agama, serta pemimpin bisnis. Pemimpin
ideal versi Robby adalah pemimpin yang lepas dari mentalitas bonding. Saat ini, bonding
social capital masih mewarnai tipologi modal sosial di Indonesia. Modal sosial jenis ini
menganggap bahwa apa yang terbaik adalah hasil turun-temurun yang telah menjadi
norma keturunan, komunitas atau sukunya .
Sebaliknya, apa yang dari luar dianggap kurang. Itu sebabnya, sulit melahirkan pemimpin
Indonesia yang memiliki semangat lintas suku, agama, kelompok, keturunan dan
sejenisnya. Maka, yang diperlukan di Indonesia adalah pemimpin yang mampu
mentransformasikan masyarakat yang bonding ini ke arah yang lebih bridging dan
linking social capital. Buku ini ditutup dengan bahasan mengenai transformasi ini.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (0)
• Beri Komentar
Siapa pun yang pernah bertemu langsung dengan Eileen Rachman, berbincang atau sekedar mendengarkan
ceramah maupun presentasinya, sulit rasanya untuk tak langsung jatuh hati. Sebagai konsultan HR,
keterampilan olah retorika Eileen yang begitu mengesankan hanya bisa ditandingi oleh para motivator
nomor satu. Toh, meskipun secara "formal" bukan seorang motivator, Eileen memiliki kemampuan
menularkan semangat optimisme dan membangkitkan hasrat orang lain untuk maju melalui kata-kata.
Bagi yang belum pernah berkesempatan langsung bertatap muka dengannya, dalam setahun terakhir ini
bisa menikmati kata-kata ampuh Eileen melalui tulisan-tulisan yang disajikannya di rubrik "Karir" lembar
Klasika Harian Kompas. Buku ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan tersebut. Judul Jadi Nomor Satu
diambil dari satu di antara 40 tulisan yang dihimpun dalam buku ini. Meskipun tulisan-tulisan tersebut
pendek dan ringkas, namun nafas dan gemanya tidak sependek dan seringkas ukurannya.
Disajikan dengan bahasa yang lugas, menghindari jargon dan kata-kata bersayap, tulisan-tulisan tersebut
padat dengan tips dan pengetahuan praktis yang tidak hanya mudah dipahami, tapi juga serba "masuk akal"
untuk dipraktikkan. Eileen selalu memulainya dari sesuatu yang universal, tapi dekat dengan keseharian
kita. Ketika mengajak orang untuk menjadi pemenang, misalnya, Eileen berpijak dari pandangan orang
tentang ranking di sekolah.
Banyak orangtua meyakinkan putra-putrinya agar tidak cemas bila tidak menjadi juara kelas. Itu baik. Tapi,
menurut Eileen, itu sama sekali bukan berarti bahwa seorang anak tidak perlu (juga) menjadi pemenang di
bidang non-akademik, seperti dalam permainan, kesenian, olahraga, keterampilan bergaul atau bahkan
dalam situasi-situasi kemanusiaan yang memerlukan uluran tangan.
Dengan kata lain, Eileen sebenarnya lebih menekankan perlunya sense of success ditanamkan sejak dini
dalam segala hal sehingga setiap individu mempunyai keyakinan bahwa ia bisa menjadi pemenang. Dari
sini, Eileen menarik ke konteks yang lebih luas, di mana "menjadi pemenang" hendaknya jangan hanya
sekedar obsesi, melainkan diupayakan dengan sungguh-sungguh dan jangan hanya berorientasi "ke dalam".
Atau, kalau dalam konteks bisnis, sukses hendaknya tidak hanya dikurung dalam internal perusahaan.
Menjadi pemenang harus diorientasikan ke pelanggan, karena membuat pelanggan happy menjadikan kita
berjiwa pemenang. "Berorientasilah ke mitra bisnis atau mitra profesi, karena perlombaan ada di luar,"
begitulah Eileen mengingatkan. Dengan memakai kata "lomba", Eileen memang mengibaratkan persaingan
dalam arena bisnis sebagai "permainan yang mengasyikan". Namun, ia buru-buru menambahkan, upaya
untuk memenanginya bukan lelucon.
Di tengah upaya yang tidak main-main itu, menurut Eileen, orang sering perlu melakukan tindakan yang
tidak populer seperti miggir dulu, melawan arus, menciptakan hal baru, memisahkan diri untuk berlatih
keras, menolak ajakan teman untuk bersantai, bahkan bersikap keras dalam prinsip. Semua itu akan
membawa hasil belakangan dan baru terasa kenikmatannya bila sudah memenangi suatu situasi. Berat?
Tunggu, sampai pada bagian ketika Eileen mengajukan tips-nya tentang "rileks setiap saat, bekerja setiap
saat".
Simak apa katanya: biarkan diri kita terlena, dan tertidur saat tubuh menuntut untuk beristirahat, di dalam
bus atau pada saat mata perih memandang komputer. Dengan demikian, kita juga memperbolehkan diri kita
untuk menikmati pekerjaan dan berpikir 24 jam sehari 7 hari seminggu. Rileks, berpikir dan bekerja keras
bisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Begitulah, di "tangan" Eileen, ajakan untuk jadi nomor satu
terasa begitu asik.
Buku ini cocok untuk dibaca siapa saja: Anda yang merasa jalur karirnya meragukan atau bahkan mentok,
pemimpin yang ingin lebih memahami keinginan anak buah, bawahan yang ingin "mesra" dengan atasan,
lulusan baru yang pertama kali menginjakkan kaki ke dunia kerja, atau pun seniman yang ingin menguasai
kerja manajerial. Pendek kata, kumpulan tulisan ini lebih merupakan sumber inspirasi bagi siapa pun untuk
mengenali kelemahan diri dan mengubahnya menjadi kekuatan untuk menjalani hidup lebih bermakna.
Dengan pengalamannya memimpin perusahaan konsultasi manajemen dan SDM Experd sejak 1988,
percikan-percikan pemikiran Eileen dalam buku ini tentu tak diragukan lagi merupakan refleksi dari
kepakaran seorang "partner yang memberikan solusi, menciptakan nilai tambah bagi kemajuan organisasi,
mendorong perubahan dan perbaikan". Eileen Rachman sebelumnya menulis buku
Gaul: Meraih Lebih Banyak Kesempatan, bersama Petrina Omar.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (0)
• Beri Komentar
Henry R Meyer, penulis buku ini, melihat tiga komponen penting kecerdasan emosional,
yakni relasi bisnis, hubungan CEO dengan karyawan dan hubungan keluarga sang CEO.
Dari sini sudah nampak arahnya, bahwa kecerdasan emosional tidak lain dimaksudkan
untuk pengembangan kepribadian seseorang sebagai pemimpin yang rasional, modern
dan humanis. Seorang CEO yang memiliki kecerdasan emosional berarti memiliki enam
langkah, yakni pengakuan diri, niat yang teguh untuk berubah, jangka waktu dan disiplin,
transformasi, pemantauan periodik terhadap diri sendiri, gaya manajemen yang cerdas
secara emosional.
Modal kecerdasan emosional ini penting, sebab posisi CEO di era liberal saat ini sangat
sentral. Sentralisme ini bukan karena kekuasaan modalnya, melainkan karena tuntutan
merespons arus perubahan eksternal dalam dunia bisnis yang sedang berlangsung.
Liberalisasi telah meningkatkan aktivitas kerja namun miskin produktivitas. Dampak lain
misalnya, memudarnya hubungan antara antasan dengan bawahan, rasionalitas kaum
pekerja dan efektivitas kerja teknologi. Melihat kondisi ini, sudah seyogianya CEO harus
benar-benar mampu mengendalikan gerak kerja perusahaan secara efektif.
Dalam kondisi seperti itu, seorang CEO tidak bisa bertingkah dan menerapkan pola
kebijakan semau-gue; tukang kritik, menekan bawahan atas nama jabatan, menerapkan
kebijakan non-transparan (irasional), mengontrol secara kaku, gemar mencari kelemahan
pekerja, membuat aturan tanpa melibatkan karyawan.
Jika masih ada bos berkarakter seperti itu, Henry memprediksi, perusahaan akan
mengalami involusi, bahkan menuju jurang kebangkrutan. CEO harus benar-benar
menempatkan organisasi yang berpandangan jauh ke depan. Katanya, “Seseorang bisa
saja memiliki visi, target atau sasaran, tetapi dia masih saja memiliki cara berpikir model
lama, terutama dalam kaitannya dengan relasi bos-bawahan, di mana motivasi dan
pemberdayaan saja tidak ada. Ini mereduksi sukses peluang Anda.
Harus diakui pula bahwa seorang CEO sering punya musuh dalam selimut tanpa
menyadarinya, dan karenanya menjadi cerdas secara emosional membuat perbedaan
besar dalam hal ini. Dalam kecerdasan emosional, kata Henry, seorang pemimpin dituntut
harus marah, tapi ia tidak berhak untuk menjadi kejam dan bengis. Pujian adalah obat
yang menakjubkan; empati adalah sebuah terapi yang murah.
Perusahaan yang memiliki CEO yang bekerja berdasar pada kecerdasan emosional bisa
dilihat dari empat karakter berikut ini, 1) Manajemen dengan motivasi, nilai perusahaan
dan pemberdayaan. 2) Manajemen dengan inovasi, teladan dan sasaran. 3) Manajemen
dengan kerja tim dan strategi. 4) Manajemen dengan konsultasi dan kolaborasi.
Perusahaan yang dipimpin CEO hebat berbasis kecerdasan emosional bak kampus yang
humanis sebab dalam keseharian kerja, perusahaan menekankan rasionalitas hubungan,
mentalitas produktif dan pergaulan yang setara antara bos dan karyawan. Semua
pekerjaan dilakukan dengan penuh kebahagiaan dan fleksibilitas yang tinggi.
Dalam konteks relationships, kecerdasan emosional adalah investasi yang sangat penting.
Menjaga hubungan dapat meningkatkan peluang bagi bidang perdagangan yang lebih
luas, karena pengenalan melalui orang per orang akhirnya dapat mendatangkan bisnis dan
keuntungan yang lebih besar.
Jika loyalitas pelanggan ini mampu kita jaga, maka mereka akan kembali.
Pelayan yang baik adalah mereka yang terlihat gembira, peduli, memberikan
informasi, sabar, santun, jujur, banyak akal dan suka minta maaf. Henry
melihat, produktivitas dalam penjualan sangat bergantung pada stabilitas
emosional, dan ini merupakan sifat penting yang harus diperhatikan semua perusahaan.
Seorang CEO yang cerdas secara emosional dipastikan akan memiliki perhatian dan
empati terhadap kultur masyarakat. Tugas CEO di era hiper-konsumen sekarang ini
benar-benar harus mampu menyelinap masuk dalam ruang emosi masyarakat dengan cara
memperhatikan kearifan lokal.
Di level yang lebih mikro, seorang CEO juga harus mampu menjadi pemimpin yang
dipercaya dan mampu mengendalikan kehidupan keluarganya. Berbagai pengalaman
yang dihimpun dalam buku ini membuktikan, sukses CEO mengelola perusahaan juga
ditentukan oleh sukses yang bersangkutan dalam membangun rumah tangga.
Jika Francis Fukuyama menganggap bahwa modal sosial adalah penentu kesuksesan
seseorang dalam lapangan sosial, ekonomi dan politik, maka buku ini mengajak kita
untuk menyadari bahwa modal emosional adalah salah satu penentu kesuksesan dalam
dunia bisnis.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (1)
• Beri Komentar
Tidak dapat dipungkiri bahwa karakteristik yang paling diperlukan untuk sukses di segala
bidang adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain. Hal ini diucapkan dan
dibuktikan oleh para direktur utama perusahaan yang sukses, pedagang ulung, para guru,
dan orang tua karena mereka menyadari kehidupan bermula dari adanya interaksi dengan
orang lain. Kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang baik
merupakan faktor utama yang tidak ternilai harganya dan akan menentukan seseorang
sukses atau gagal.
Pemimpin yang sukses tahu bahwa mereka harus mendahului kepentingan orang lain dan
menggunakan posisinya untuk melayani orang lain, dengan cara menjadi teladan,
memberikan dorongan yang positif dan yang paling utama selalu memperbaiki hubungan
dengan orang lain. Tingkat kematangan individual seseorang akan diuji ketika ia
menerima tanggung jawab kepemimpinan.
Buku ini terdiri dari lima bagian penting, yaitu kesiapan seseorang untuk memiliki
hubungan dengan orang lain, kesediaan seseorang untuk memberikan fokus pada orang
lain, kepercayaan terhadap orang lain, investasi dalam diri orang lain, dan hubungan
sinergi yaitu untung sama untung. Setiap bagian memiliki prinsip-prinsip yang disertai
contoh detil dan pemahaman yang riil untuk kemudian bisa membuka hati pembaca untuk
menerapkannya secara nyata. Prinsip-prinsip hubungan ini digolongkan oleh penulis
berdasarkan pengalamannya dan telah terbukti berhasil, tidak terbatas hanya pada
lingkungannya saja, namun juga dapat diaplikasikan di seluruh dunia, karena prinsip
yang ia tawarkan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Misalnya ketika membahas prinsip pertukaran - alih-alih menempatkan orang lain pada
tempat mereka, kita harus menempatkan diri sendiri pada tempat mereka - disadari bahwa
lawan dari cinta bukanlah benci melainkan terpusat pada diri sendiri. Jika fokus
seseorang selalu pada dirinya sendiri, ia tidak akan pernah membangun hubungan positif.
Dalam satu lingkungan kerja yang positif, orang tidak melihat segala sesuatu dari satu
sudut pandang semata. Melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain akan membantu
seseorang berhasil dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Misalnya ketika seorang
bawahan terlibat konflik dengan atasannya, sebaiknya ia tidak hanya
berusaha untuk melihat persoalan dari sisinya sendiri, tetapi juga dari sisi atasannya.
Selain itu ada prinsip yang menarik yang dibahas dalam buku ini, yaitu prinsip
pembelajaran, bahwa setiap orang berpotensi mengajarkan sesuatu. Namun bukan berarti
setiap orang yang kita temui akan mengajari kita sesuatu, tetapi setiap
orang memiliki potensi untuk melakukan hal itu apabila kita memberi
kesempatan kepada mereka. Bahkan seorang kriminal pun bisa menjadi
sarana tempat belajar.
Seperti yang diungkapkan penulis dalam bukunya, ”Orang tanpa karisma memasuki suatu
kelompok dan mengatakan ”Inilah saya.” Orang dengan karisma mengatakan ”Itulah
Anda."
Setiap perubahan dimulai dari diri sendiri. Untuk membuat perubahan kehidupan menjadi
lebih baik dengan memperbaiki cara berhubungan dengan orang lain, maka buku ini
sudah semestinya menjadi bacaan wajib.
• Judul Buku: The Starbucks Experience 5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa
menjadi Luar Biasa
• Pengarang: Joseph A. Michelli
• Penerbit: Esensi
• Jumlah halaman: 232
• Penulis Resensi: Is Mujiarso
Kapan pertama kali Anda minum kopi di Starbucks? Yang jelas, kalau saya boleh
menebak, pasti bukan karena tergoda oleh iklan. Sejauh yang bisa Anda ingat, waktu itu
Anda tiba-tiba saja sudah mendapati diri Anda duduk di gerainya yang nyaman. Bisa saja
karena sebelumnya Anda membaca laporan di koran atau mendengar cerita dari seorang
teman, tentang telah dibukanya "sebuah kedai kopi dari Amerika" di Jakarta. Atau, Anda
sedang jalan-jalan ke mall dan tertarik melihat lambang bulatan hijau bertuliskan
"Starbucks Coffee", dan tertarik untuk mencobanya. Yang jelas, Anda pertama kali ke
Starbucks bukan karena iklan. Sebab, Starbucks nyaris tak beriklan.
Buku The Starbucks Experience karya Joseph A Michelli yang diterjemahkan oleh Hero
Patrianto ini mengungkapkan, Starbucks adalah perusahaan yang secara konsisten lebih
banyak mendanai pelatihan untuk karyawannya daripada untuk beriklan. Tidak banyak
-untuk tak mengatakan jarang sekali- sebuah kisah sukses perusahaan diawali dari fakta
tentang penghargaan yang tinggi dari perusahaan tersebut kepada karyawannya. Tapi,
Michelli menekankan aspek itu karena dia melihat, klaim Starbucks tentang
"memperhatikan kepuasan karyawan sebagai fondasi sukses" bukanlah retorika yang
berhenti menjadi sekedar teori yang indah namun minim atau bahkan nol dalam
implementasi. Tak heran jika sejak bagian pendahuluan, buku ini sudah menegaskan
bahwa di Starbucks, para pemimpinnya telah berfokus dalam membangun sebuah budaya
di mana para karyawan bisa mengepakkan sayapnya.
Pemimpin Starbucks menawarkan sebuah filosofi menyegarkan ketika banyak CEO lain
menumpuk kekayaan tapi membiarkan dana pensiun karyawan mereka tak terbayar.
Jajaran eksekutif Starbucks terus-menerus bersedia dengan penuh rasa hormat untuk
berbagi profit dengan para karyawan. Starbucks meyakini bahwa "cara yang benar" untuk
melakukan bisnis adalah benar-benar menjadikan para karyawan sdbagai mitra --
pemegang saham yang memiliki bagian dari keuntungan perusahaan. Dengan adanya
pembagian semacam itu, para karyawan menjadi tersadar akan pentingnya hubungan
langsung antara kerja keras mereka dan kesuksesan bisnis perusahaan. Tapi,
pertanyaannya sekarang, apa artinya pendekatan yang tak biasa itu bagi para pembaca
buku ini --yang mungkin saja hanyalah seorang pengusaha kecil yang jangankan
menghadiahi karyawan dengan saham, menyediakan asuransi kesehatan saja tidak
mampu?
Begitulah, membaca buku tentang kisah sukses seseorang atau sebuah perusahaan
memang selalu menyenangkan. Tantangannya, apakah setelah membaca kita hanya
terbuai lalu bermimpi, ataukah menarik benang merah untuk mempertemukan teori-teori
dalam buku itu dengan situasi yang kita hadapi. Untuk buku ini, kendati orang boleh saja
curiga bahwa ini bukan sesuatu yang terpisah dari upaya besar kampanye perusahaan
Starbucks sendiri, tapi "5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa menjadi Luar Biasa" yang
ditawarkan, harus diakui, memang masuk akal dan universal. Artinya,
orang akan dengan mudah menganggukkan kepalanya setelah membaca
tuntas, dan merasa bahwa memang sudah semestinyalah sebuah bisnis
digerakkan dengan cara seperti itu. Bahwa, misalnya, sebuah bisnis --
apapun itu-- harus memperhatikan detail, dan oleh karenanya semua hal
harus dianggap dan diperlakukan sebagai sesuatu yang penting. Yang
dibutuhkan kemudian adalah komitmen, konsistensi dan kedisiplinan.
Di situlah saya kira, pertama kali, letak makna penting buku ini; bukan
sekedar kisah sukses yang "menarik" dan "mengagumkan", tapi juga
bagaimana kisah itu kemudian membangkitkan orang untuk menemukan
sendiri nilai-nilai yang unik untuk mengembangkan usahanya. Starbucks
telah memulai perjalanannya, dari satu gerai di Seattle, Washington
dengan model-model pendekatan yang unik, yang kemudian dipetakan
oleh Michelli dalam buku ini. Giliran Anda, setelah membacanya,
memulai perjalanan Anda sendiri, dengan cara yang benar.
• Judul Buku: The Starbucks Experience 5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa
menjadi Luar Biasa
• Pengarang: Joseph A. Michelli
• Penerbit: Esensi
• Jumlah halaman: 232
• Penulis Resensi: Is Mujiarso
Kapan pertama kali Anda minum kopi di Starbucks? Yang jelas, kalau saya boleh
menebak, pasti bukan karena tergoda oleh iklan. Sejauh yang bisa Anda ingat, waktu itu
Anda tiba-tiba saja sudah mendapati diri Anda duduk di gerainya yang nyaman. Bisa saja
karena sebelumnya Anda membaca laporan di koran atau mendengar cerita dari seorang
teman, tentang telah dibukanya "sebuah kedai kopi dari Amerika" di Jakarta. Atau, Anda
sedang jalan-jalan ke mall dan tertarik melihat lambang bulatan hijau bertuliskan
"Starbucks Coffee", dan tertarik untuk mencobanya. Yang jelas, Anda pertama kali ke
Starbucks bukan karena iklan. Sebab, Starbucks nyaris tak beriklan.
Buku The Starbucks Experience karya Joseph A Michelli yang diterjemahkan oleh Hero
Patrianto ini mengungkapkan, Starbucks adalah perusahaan yang secara konsisten lebih
banyak mendanai pelatihan untuk karyawannya daripada untuk beriklan. Tidak banyak
-untuk tak mengatakan jarang sekali- sebuah kisah sukses perusahaan diawali dari fakta
tentang penghargaan yang tinggi dari perusahaan tersebut kepada karyawannya. Tapi,
Michelli menekankan aspek itu karena dia melihat, klaim Starbucks tentang
"memperhatikan kepuasan karyawan sebagai fondasi sukses" bukanlah retorika yang
berhenti menjadi sekedar teori yang indah namun minim atau bahkan nol dalam
implementasi. Tak heran jika sejak bagian pendahuluan, buku ini sudah menegaskan
bahwa di Starbucks, para pemimpinnya telah berfokus dalam membangun sebuah budaya
di mana para karyawan bisa mengepakkan sayapnya.
Pemimpin Starbucks menawarkan sebuah filosofi menyegarkan ketika banyak CEO lain
menumpuk kekayaan tapi membiarkan dana pensiun karyawan mereka tak terbayar.
Jajaran eksekutif Starbucks terus-menerus bersedia dengan penuh rasa hormat untuk
berbagi profit dengan para karyawan. Starbucks meyakini bahwa "cara yang benar" untuk
melakukan bisnis adalah benar-benar menjadikan para karyawan sdbagai mitra --
pemegang saham yang memiliki bagian dari keuntungan perusahaan. Dengan adanya
pembagian semacam itu, para karyawan menjadi tersadar akan pentingnya hubungan
langsung antara kerja keras mereka dan kesuksesan bisnis perusahaan. Tapi,
pertanyaannya sekarang, apa artinya pendekatan yang tak biasa itu bagi para pembaca
buku ini --yang mungkin saja hanyalah seorang pengusaha kecil yang jangankan
menghadiahi karyawan dengan saham, menyediakan asuransi kesehatan saja tidak
mampu?
Begitulah, membaca buku tentang kisah sukses seseorang atau sebuah perusahaan
memang selalu menyenangkan. Tantangannya, apakah setelah membaca kita hanya
terbuai lalu bermimpi, ataukah menarik benang merah untuk mempertemukan teori-teori
dalam buku itu dengan situasi yang kita hadapi. Untuk buku ini, kendati orang boleh saja
curiga bahwa ini bukan sesuatu yang terpisah dari upaya besar kampanye perusahaan
Starbucks sendiri, tapi "5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa menjadi Luar Biasa" yang
ditawarkan, harus diakui, memang masuk akal dan universal. Artinya, orang akan dengan
mudah menganggukkan kepalanya setelah membaca tuntas, dan merasa bahwa memang
sudah semestinyalah sebuah bisnis digerakkan dengan cara seperti itu. Bahwa, misalnya,
sebuah bisnis --apapun itu-- harus memperhatikan detail, dan oleh karenanya semua hal
harus dianggap dan diperlakukan sebagai sesuatu yang penting. Yang dibutuhkan
kemudian adalah komitmen, konsistensi dan kedisiplinan.
Di situlah saya kira, pertama kali, letak makna penting buku ini; bukan sekedar kisah
sukses yang "menarik" dan "mengagumkan", tapi juga bagaimana kisah itu kemudian
membangkitkan orang untuk menemukan sendiri nilai-nilai yang unik untuk
mengembangkan usahanya. Starbucks telah memulai perjalanannya, dari satu gerai di
Seattle, Washington dengan model-model pendekatan yang unik, yang kemudian
dipetakan oleh Michelli dalam buku ini. Giliran Anda, setelah membacanya, memulai
perjalanan Anda sendiri, dengan cara yang benar.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (0)
• Beri Komentar
Strategi dan taktik mana, di antara ratusan strategi dan taktik yang
direkomendasikan oleh guru dan pakar manajemen, yang benar-benar membuat
perubahan?
Sebuah tim peneliti yang menamai diri mereka The Evergreen Project meneliti 160
perusahaan besar untuk menemukan jawaban di atas. Mereka berhasil membagi
perusahaan-perusahaan itu menjadi empat kategori: mulai dari Pemenang, yang secara
konsisten mengungguli performa kompetitor mereka; Pecundang, yang jatuh dari waktu
ke waktu; Pemanjat, yang mulai dengan buruk tapi kemudian menemukan cara untuk
memperbaiki diri secara dramatis; dan Yang Jatuh, yang mulai dengan keuntungan
lumayan kemudian hancur.
Para pakar itu kemudian melakukan pemeriksaan silang atas rencana-rencana strategis
tiap perusahaan yang menggunakan dua ratus lebih taktik berkekuatan tinggi. Semua ide
cemerlang ada dalam daftar --mulai dari ”Customer Relationship Manager (CRM)”
sampai ”Six Sigma”, dari ”Umpan Balik 360 derajat” sampai ”Perencanaan Sumber Daya
Bisnis.”
Adapun mengenai strategi yang diterapkan, hasil temuan tim peneliti itu cukup
mengejutkan. Ternyata, apa pun strategi yang diterapkan, sentralisasi atau desentralisasi,
ERP atau CRM, pengaruhnya tidak besar. Yang berpengaruh sangat besar adalah
bagaimana penerapan strategi tersebut. Dan, yang paling menentukan performa
perusahaan adalah genggamannya pada misi paling dasar manajemen --untuk
memastikan semua orang pada setiap tingkatan terlibat.
Laurence Haughton, seorang konsultan manajemen, menyusun buku
berjudul asli It’s Not What You Say…It’s What You Do ini untuk membantu
perusahaan menemukan cara-cara menerapkan strategi manajemen dan
meningkatkan keterlibatan setiap orang. Sebelumnya, Haughton adalah
anggota tim penulis buku laris It’s Not the Big that Eat the Small ... It’s the
Fast that Eat the Slow
Kisah dan pelajaran yang didapat dari para manajer itu dibagi dalam empat
“balok pembangun”, yang menurut Haughton adalah komponen penting
dalam “tindak lanjut” itu. Yaitu, memiliki arah yang jelas sehingga semua
orang mengerti ke mana mereka mengarah tanpa adanya keraguan sedikit
pun; menempatkan orang yang tepat pada setiap tujuan; melakukan awal yang baik
dengan banyak keterlibatan; dan, memastikan semua orang menjaga momentum dengan
meningkatkan inisiatif individu.
Keempat balok pembangun inilah yang merupakan empat bagian utama dalam buku ini.
Untuk menjelaskan masing-masing balok pembangun, keempat bagian tersebut masih
dibagi-bagi menjadi tiga hingga empat bab.
Buku ini penting bagi para manajer maupun pemilik perusahaan, terutama untuk
perusahaan yang sedang berkembang. Karena, tanpa arah yang jelas, hanya
keberuntungan yang membawa Anda pada pencapaian Anda saat ini. Dan, tanpa
keterlibatan semua orang dalam organisasi Anda, maka akan sulit mempertahankan
momentum perkembangan.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (0)
• Beri Komentar
Strategi dan taktik mana, di antara ratusan strategi dan taktik yang direkomendasikan
oleh guru dan pakar manajemen, yang benar-benar membuat perubahan?
Sebuah tim peneliti yang menamai diri mereka The Evergreen Project meneliti 160
perusahaan besar untuk menemukan jawaban di atas. Mereka berhasil membagi
perusahaan-perusahaan itu menjadi empat kategori: mulai dari Pemenang, yang secara
konsisten mengungguli performa kompetitor mereka; Pecundang, yang jatuh dari waktu
ke waktu; Pemanjat, yang mulai dengan buruk tapi kemudian menemukan cara untuk
memperbaiki diri secara dramatis; dan Yang Jatuh, yang mulai dengan keuntungan
lumayan kemudian hancur.
Para pakar itu kemudian melakukan pemeriksaan silang atas rencana-rencana strategis
tiap perusahaan yang menggunakan dua ratus lebih taktik berkekuatan tinggi. Semua ide
cemerlang ada dalam daftar --mulai dari ”Customer Relationship Manager (CRM)”
sampai ”Six Sigma”, dari ”Umpan Balik 360 derajat” sampai ”Perencanaan Sumber Daya
Bisnis.”
Adapun mengenai strategi yang diterapkan, hasil temuan tim peneliti itu cukup
mengejutkan. Ternyata, apa pun strategi yang diterapkan, sentralisasi atau desentralisasi,
ERP atau CRM, pengaruhnya tidak besar. Yang berpengaruh sangat besar adalah
bagaimana penerapan strategi tersebut. Dan, yang paling menentukan performa
perusahaan adalah genggamannya pada misi paling dasar manajemen --untuk
memastikan semua orang pada setiap tingkatan terlibat.
Laurence Haughton, seorang konsultan manajemen, menyusun buku berjudul asli It’s Not
What You Say…It’s What You Do ini untuk membantu perusahaan menemukan cara-cara
menerapkan strategi manajemen dan meningkatkan keterlibatan setiap orang.
Sebelumnya, Haughton adalah anggota tim penulis buku laris It’s Not the Big that Eat the
Small ... It’s the Fast that Eat the Slow
Kisah dan pelajaran yang didapat dari para manajer itu dibagi dalam empat “balok
pembangun”, yang menurut Haughton adalah komponen penting dalam “tindak lanjut”
itu. Yaitu, memiliki arah yang jelas sehingga semua orang mengerti ke mana mereka
mengarah tanpa adanya keraguan sedikit pun; menempatkan orang yang tepat pada setiap
tujuan; melakukan awal yang baik dengan banyak keterlibatan; dan,
memastikan semua orang menjaga momentum dengan meningkatkan
inisiatif individu.
Buku ini penting bagi para manajer maupun pemilik perusahaan, terutama
untuk perusahaan yang sedang berkembang. Karena, tanpa arah yang jelas,
hanya keberuntungan yang membawa Anda pada pencapaian Anda saat ini.
Dan, tanpa keterlibatan semua orang dalam organisasi Anda, maka akan
sulit mempertahankan momentum perkembangan.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (0)
• Beri Komentar
Strategi dan taktik mana, di antara ratusan strategi dan taktik yang direkomendasikan
oleh guru dan pakar manajemen, yang benar-benar membuat perubahan?
Sebuah tim peneliti yang menamai diri mereka The Evergreen Project meneliti 160
perusahaan besar untuk menemukan jawaban di atas. Mereka berhasil membagi
perusahaan-perusahaan itu menjadi empat kategori: mulai dari Pemenang, yang secara
konsisten mengungguli performa kompetitor mereka; Pecundang, yang jatuh dari waktu
ke waktu; Pemanjat, yang mulai dengan buruk tapi kemudian menemukan cara untuk
memperbaiki diri secara dramatis; dan Yang Jatuh, yang mulai dengan keuntungan
lumayan kemudian hancur.
Para pakar itu kemudian melakukan pemeriksaan silang atas rencana-rencana strategis
tiap perusahaan yang menggunakan dua ratus lebih taktik berkekuatan tinggi. Semua ide
cemerlang ada dalam daftar --mulai dari ”Customer Relationship Manager (CRM)”
sampai ”Six Sigma”, dari ”Umpan Balik 360 derajat” sampai ”Perencanaan Sumber Daya
Bisnis.”
Adapun mengenai strategi yang diterapkan, hasil temuan tim peneliti itu cukup
mengejutkan. Ternyata, apa pun strategi yang diterapkan, sentralisasi atau desentralisasi,
ERP atau CRM, pengaruhnya tidak besar. Yang berpengaruh sangat besar adalah
bagaimana penerapan strategi tersebut. Dan, yang paling menentukan performa
perusahaan adalah genggamannya pada misi paling dasar manajemen --untuk
memastikan semua orang pada setiap tingkatan terlibat.
Laurence Haughton, seorang konsultan manajemen, menyusun buku berjudul asli It’s Not
What You Say…It’s What You Do ini untuk membantu perusahaan menemukan cara-cara
menerapkan strategi manajemen dan meningkatkan keterlibatan setiap orang.
Sebelumnya, Haughton adalah anggota tim penulis buku laris It’s Not the Big that Eat the
Small ... It’s the Fast that Eat the Slow
Kisah dan pelajaran yang didapat dari para manajer itu dibagi dalam empat “balok
pembangun”, yang menurut Haughton adalah komponen penting dalam “tindak lanjut”
itu. Yaitu, memiliki arah yang jelas sehingga semua orang mengerti ke mana mereka
mengarah tanpa adanya keraguan sedikit pun; menempatkan orang yang tepat pada setiap
tujuan; melakukan awal yang baik dengan banyak keterlibatan; dan, memastikan semua
orang menjaga momentum dengan meningkatkan inisiatif individu.
Keempat balok pembangun inilah yang merupakan empat bagian utama dalam buku ini.
Untuk menjelaskan masing-masing balok pembangun, keempat bagian tersebut masih
dibagi-bagi menjadi tiga hingga empat bab.
Buku ini penting bagi para manajer maupun pemilik perusahaan, terutama untuk
perusahaan yang sedang berkembang. Karena, tanpa arah yang jelas, hanya
keberuntungan yang membawa Anda pada pencapaian Anda saat ini. Dan, tanpa
keterlibatan semua orang dalam organisasi Anda, maka akan sulit mempertahankan
momentum perkembangan.
• Beri Komentar
Menjadi Raksasa Cara Herry Tjahjono
"April ini jadwal saya sudah penuh," ujar Herry Tjahjono yang tiba-tiba laris
diundang untuk memberikan training pengembangan diri. Apakah Direktur
HR sebuah perusahaan properti yang dikenal luas sebagai corporate culture
theraphist itu telah berubah profesi menjadi seorang motivator? Sama sekali
tidak. Semua itu karena buku yang ditulisnya, The XO Way: 3 Giants & 6 Liliputs.
Terbit awal Maret ini, tak sampai sepekan buku ini langsung ludes di pasaran dan
menurut penulisnya, saat ini tengah dalam proses naik cetak yang ketiga. Judulnya yang
"aneh" dan cover-nya yang eye-chatching barangkali merupakan impuls tersendiri bagi
siapapun yang melihatnya di etalase toko buku. Tapi, menilai karya Herry Tjahjono hanya
lewat aspek yang "sesepele" itu, jelas terlalu sembrono.
Kendati, kalau dilihat dari sampulnya yang "ramai" orang memang dengan mudah akan
memvonis buku ini tak ubahnya buku-buku kiat (self-helf) lainnya yang berjibun di
pasaran. Namun, membaca isinya jelas tidak sama dengan menilai tampilan luarnya.
Setelah membaca tuntas buku ini, Anda akan merasakan kelebihannya dibandingkan
dengan buku-buku sejenis yang umumnya gagap.
Sebaliknya, buku ini menunjukkan kelasnya yang istimewa karena tampak sekali digarap
dengan pendekatan yang "ilmiah": Herry tidak hanya mengandalkan ide-ide kreatifnya,
tapi sekaligus membingkainya dengan teori-teori yang kokoh.
Sejauh pengamatan saya, belum pernah dalam buku tuntunan seperti ini terlihat
bertebaran nama-nama pemikir serius, dari Heidegger ke Deepak Chopra hingga Isaiah
Berlin. Dan, semua itu bukan untuk gagah-gagahan atau kegenitan penulisnya agar
pembaca mendapat kesan, "wah, bacaan penulisnya luas". Melainkan, karena semuanya
memang relevan, mendukung, menopang, membentuk jalinan pondasi yang mendasari
setiap paparan.
Buku ini adalah jawaban bagi banjir buku kiat yang kebanyakan justru tidak membantu
melainkan sekedar menyentuh emosi sesaat, mengobral jurus-jurus instan yang membuai,
namun ujung-ujungnya hanya membuat pembaca terlena dalam bius hampa sihir kiat-kiat
yang tidak membumi.
Dengan bahasa yang lugas, jernih, nyaris tanpa jargon, Herry mengawali paparannya
dengan menjelaskan judul "aneh" yang dipilihnya. Dengan "X.O Way", ia
memaksudkannya sebagai extra-ordinary way alias jalan yang tidak umum. Sedangkan "3
Giants" dan "6 Liliputs", yang kental beraroma dongeng itu, merupakan metafora dari 3
pedoman emas dan 6 teknik ampuh yang ditawarkannya untuk pengembangan diri, baik
sebagai pribadi maupun profesional.
Dengan sistematika yang rapi, pembaca seolah diajak bertamasya, menziarahi masa
tertentu, kisah-kisah inspiratif dan tokoh-tokoh besar yang telah tiada yang bisa dijadikan
teladan. Gambar, foto, ilustrasi, kutipan dan lembar-lembar latihan membuat tamasya
terasa lebih menyenangkan dan interaktif: kita seperti dipandu seorang instruktur dalam
sebuah tatap muka yang berlangsung dua arah.
Mengikuti 3 pedoman emas yang disodorkan, buku ini dibagi ke dalam tiga bagian besar,
masing-masing Giant Hope, Giant Paradigm dan Giant Goal. Herry mengkolaborasikan
"3 raksasa" tersebut dengan "6 liliput" --enam teknik super-efektif untuk menjadikan
individu sebagai the giant person, baik itu sebagai karyawan, bos, ibu rumah tangga,
konsultan, pejabat, artis maupun bahkan presiden sekalipun. Salah satu teknik yang
dianjurkan Herry adalah Teknik Landak.
Binatang tersebut mengajarkan kepada kita sebuah filosofi yang sangat penting dan
mendasar, yaitu agar kita jangan terfokus untuk menjadi yang "terbaik dalam banyak
hal", baik di tempat kerja maupun dalam lingkungan masyarakat. Tapi yang lebih utama,
adanya kesadaran dan pemahaman kita untuk menemukan hal terbaik apakah yang ada
dalam diri kita. Intinya, bagaimana kita menemukan "the best in me" kita dalam
menjalani kehidupan.
Seekor landak hanya tahu satu hal besar dalam hidupnya, yakni mempertahankan diri
dengan durinya. Namun, itu demikian efektif untuk menjaga kelangsungan hidupnya
sekaligus melumpuhkan lawan-lawannya. Masih ada lima teknik lagi yang bisa Anda
temukan dalam buku ini, yang selain mudah dipahami juga bisa dipraktikkan oleh
siapapun, untuk melahirkan kembali diri kita menjadi raksasa.
Dengan perspektif yang kaya dan pendekatan metaforik yang universal dan unik --yang
sepengetahuan saya belum pernah dilakukan penulis buku-buku pengembangan lain-- tak
pelak nilai guna buku ini akan melampaui tujuan "utama"-nya untuk mengembangkan
individu menuju kesejahteraan dan kemakmuran hidup. Yakni, mempertinggi kepekaan
dan kearifan kita sebagai manusia.
• Beri Komentar
Ayo, Berani Berkonfrontasi
Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang
sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai
yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di
belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan
pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang
licik dan tak bertanggung jawab?
Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan
dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan
konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih
dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah
terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit
dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi
lebih kuat.
Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh
peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila
konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.
Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini.
Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah.
Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari
pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus
dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.
Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan
bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut.
Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.
Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat
lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi
krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang
mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan
Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan
diskusi untuk kelompok baca.
Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh
lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu
kaku dan sulit dicerna.
• Beri Komentar
Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari,
baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini
adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan
dan perilaku lain yang buruk.
Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang
sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai
yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di
belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan
pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang
licik dan tak bertanggung jawab?
Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan
dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan
konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih
dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah
terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit
dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi
lebih kuat.
Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh
peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila
konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.
Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini.
Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah.
Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari
pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus
dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.
Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi
dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur
keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu
memperluas pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang
mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika
semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan diskusi untuk
kelompok baca.
Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh
lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu
kaku dan sulit dicerna.
• Beri Komentar
Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari,
baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini
adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan
dan perilaku lain yang buruk.
Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang
sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai
yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di
belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan
pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang
licik dan tak bertanggung jawab?
Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan
dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan
konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih
dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah
terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi
yang sulit dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua
dan hubungan menjadi lebih kuat.
Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat
lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi
krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang
mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan
Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan
diskusi untuk kelompok baca.
Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik
apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.
• Beri Komentar
• Judul Buku: See Jane Lead: 99 Kiat Sukses Memimpin bagi Perempuan
• Pengarang: Lois P. Frankel, Ph.D
• Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2006
• Jumlah halaman: 265 halaman
• Penulis Resensi: Meisia Chandra
Melalui buku ini, Dr. Lois P. Frankel, seorang penulis bestseller yang sering menulis
tentang pengembangan diri perempuan, mencoba menegaskan bahwa perempuan melalui
sifat-sifat alamiahnya, memang terlahir menjadi seorang pemimpin.
Dalam buku-buku dia sebelumnya, Nice Girls Don't Get the Corner Office dan Nice
Girls Don't Get Rich, Frankel menuliskan 176 kesalahan yang dilakukan perempuan
dalam mengejar tujuan finansial maupun profesional mereka. Buku yang baru ini tidak
lagi memfokuskan diri pada kesalahan, melainkan pada strategi yang membantu para
perempuan memunculkan kemampuan kepemimpinan mereka dalam berbagai situasi.
Bukan berarti para perempuan tidak lagi melakukan kesalahan dalam hal kepemimpinan.
Ya, mereka masih melakukannya. Tempatkanlah seorang gadis manis dalam sekelompok
laki-laki dan perempuan, maka perempuan pasti akan menunggu seorang laki-laki --atau,
perempuan yang lebih berkuasa-- untuk mengambil kendali.
Mintalah seorang gadis manis untuk mengambil keputusan untuk suatu kelompok, maka
dia akan mengambil suara sebelum bertindak. Berikanlah sekelompok orang untuk
dipimpin kepada seorang gadis manis, maka dia akan memperlakukan mereka seperti
keluarga. Bukan, sekelompok orang yang mengandalkannya untuk kepemimpinan yang
mampu membuat keputusan cepat dan percaya diri tapi manusiawi. Dan, dengan itu, dia
menyangkal karunia bakat yang dimilikinya, yang bisa dimanfaatkan untuk
menjadikannya seorang pemimpin teladan. Kaum perempuan selalu memimpin setiap
saat --mereka hanya tidak menyebutnya kepemimpinan.
Dengan istilah yang tidak teoritis dan menggunakan contoh yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari, buku ini menunjukkan kepada Anda berbagai hal dan kualitas kepemimpinan
yang sudah Anda perlihatkan. "Saya menulis buku ini karena saya ingin Anda melihat
bahwa Anda seorang pemimpin dan Anda benar-benar mempunyai apa yang diperlukan
untuk memimpin sebuah keluarga, proyek, tim, departemen, perusahaan atau negara,"
demikian tulis Frankel dalam Pendahuluan bukunya.
Feminisasi Kepemimpinan
Frankel berpendapat, jika ada satu waktu dalam perjalanan sejarah di mana
kepemimpinan perempuan benar-benar diperlukan, maka sekaranglah saatnya. Karena,
masa kepemimpinan yang bercorak perintah dan kendali pada masa sekarang semakin
tidak bisa dipertahankan. Saat ini, dibutuhkan kualitas-kualitas kepemimpinan yang
banyak di antaranya kualitas-kualitas alamiah seorang perempuan.
Di sisi yang lain, fakta menunjukkan kepemimpinan perempuan masih sangat sedikit.
Buku ini mengutip penelitian yang dilakukan Catalyst, kelompok penelitian perempuan
terbaik di Amerika yang menemukan, walaupun perempuan merupakan 46,4 % dari
tenaga kerja, hanya ada 8 CEO perempuan di perusahaan kategori Fortune 500. Serta,
hanya 5,2 % perempuan yang termasuk dalam jajaran orang berpenghasilan tertinggi dan
hanya 7,9 % yang menyandang jabatan tertinggi dalam perusahaan-perusahaan itu.
Setelah mengetahui titik kelemahan dan kekuatan kita dalam nilai-nilai kepemimpinan
itu, Frankel mengajari kita bagaimana membenahi kemampuan-kemampuan tersebut
yang menurutnya pada dasarnya merupakan kapasitas alamiah seorang perempuan.
• Beri Komentar
• Judul Buku: The Long Tail: Bagaimana Pilihan Tak Terbatas Menciptakan
Permintaan Tak Terbatas
• Pengarang: Chris Anderson
• Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007
• Jumlah halaman: 287
• Penulis Resensi: Nukman Luthfie
Pernahkah terbayang, sebuah produk yang semula tak laku tiba-tiba bisa meledak di
pasaran dan dicari banyak orang? Jika kita masih terjebak cara berpikir dan berbisnis
tradisional, sungguh sulit membayangkan hal itu. Namun, bagi mereka yang terbiasa
dengan telaah ekonomi internet, hal tersebut lebih mudah diterima akal.
Chris Anderson memaparkan contoh yang terjadi di toko buku online Amazon.com dalam
bukunya yang saat ini menghebohkan dunia, The Long Tail. Pada 1988, seorang pendaki
gunung asal Inggris bernama Joe Simpson menulis buku berjudul Touching The Void,
sebuah cerita sangat menegangkan tentang situasi antara hidup dan mati di Pegunungan
Andes di kawasan Peru. Walau resensi mengenai buku ini bagus, penjualannya biasa saja
dan segera dilupakan orang. Satu dasawarsa kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Ketika
sebuah buku lain tentang tragedi pendakian gunung karya Jon Krakauer, Into Thin Air
sukses terjual, tiba-tiba buku Touching The Void mulai terjual lagi.
Apa pemicu semua itu? Ketok tular online alias word of mouth lewat internet. Ketika Into
Thin Air pertama kali dirilis, beberapa pembaca menulis resensinya di Amazon.com yang
menunjukkan kemiripannya dengan buku Touching The Void yang kurang terkenal. Pada
saat yang sama mereka memuji betapa bagusnya buku Touching The Void. Mereka yang
membaca resensi bagus ini kemudian membeli buku itu via Amazon.com. Karena toko
buku online itu memiliki sistem yang canggih, bisa mendeteksi kecenderungan
pembelian, maka muncul rekomendasi dari Amazon.com, bahwa orang yang membeli
Into Thin Air juga membeli Touching The Void.
Efek berantainya pun berlanjut ke dunia nyata. Toko-toko buku mulai memajang buku
Touching The Void bersebelahan dengan Into Thin Air. Lantas IFC Film meluncurkan
sebuah dokudrama mengenai Touching The Void dengan resensi yang bagus. Disusul
kemudian oleh upaya HarperCollins menerbitkan ulang buku dengan versi murah, yang
bertahan 14 minggu dalam daftar buku laris di New York Times. Puncaknya, pada 2004
penjualan Touching The Void mengungguli penjualan Into Thin Air dua kali lipat lebih!
Menurut Anderson, fenomena itu bukan kisah sukses penjual buku online. Itu adalah
sebuah model ekonomi baru untuk industri media dan hiburan. Itulah fenomena Ekor
Panjang, yang dipakai sebagai judul bukunya. Buku ini membuka wawasan baru agar
para pelaku bisnis tidak terpukau oleh produk-produk populer yang digemari oleh banyak
konsumen.
Selama ini kita hampir selalu mengacu pada popularitas. Best seller, top hit dan istilah
sejenisnya selalu menjadi patokan sukses. Toko buku memajang buku-buku best seller di
tempat-tempat strategis. Bioskop hanya memutar film-film laris. Bioskop baru memutar
film tidak populer jika penonton mencapai jumlah tertentu. Radio lebih sering
mengumandangkan lagu-lagu yang sedang menjadi top hit. Sebagian besar uang beredar
di Jakarta, padahal sebagian besar penduduk bertempat tinggal di luar Jakarta.
Jika hal itu dipetakan ke kurva penjualan, kita terpaku pada titik kurva tertinggi.
Sementara di kurva yang rendah, yang membentuk ekor panjang, diabaikan. Intinya,
ingin mendapatkan uang banyak dengan melayani sebagian kecil. Inilah ekonomi dan
bisnis yang kita jalankan selama ini. Kita terpaku pada hukum pareto.
Tidak ada yang salah dengan hal itu. Namun, internet membuka babak baru. Anderson
yang penasaran dengan fenomena ekor panjang ini melakukan riset mendalam di
perusahaan-perusahaan internet yang berhasil seperti Amazon.com, eBay, Rhapsody dan
lainnya. Hasilnya makin meyakinkan pendapatnya bahwa semakin banyak yang kita
sediakan, semakin besar pula hukum ekor panjang terjadi.
Ketiga bisnis dotcom tadi menyediakan produk dalam jumlah hampir tak
terbatas. Amazon tidak hanya menjual buku-buku laris. Buku-buku yang
tidak dijual di toko buku pun ada di sana. E-bay melelang barang-barang
unik yang tak ada di pasaran. Rhapsody menyediakan lagu-lagu usang dan
lagu-lagu yang tak laku di pasaran. Namun, data menunjukkan bahwa ketika
disediakan di internet, buku yang tak laku, lagu yang aneh dan tidak
digemari publik, serta barang yang unik pun ada pembelinya. Tidak pernah
tak laku, meski hanya terjual satu per kuartal. Data juga menunjukkan, jika
penjualan produk-produk kurang laku itu dijumlahkan, nilainya lebih besar
ketimbang nilai penjualan produk-produk populer!
Mereka yang terpaku pada hukum pareto akan sadar bahwa pasar yang
mereka abaikan, pasar yang ecek-ecek, bernilai kecil, ternyata
sesungguhnya adalah pasar yang besar. Popularitas tiba-tiba ambruk dengan
kenyataan ini. Ia tidak lagi memonopoli profitabilitas.
Ekonomi baru ini bukan hanya tantangan untuk kalangan pebisnis, tapi juga
Anda para praktisi HR. Strategi HR seperti apa yang harus diterapkan jika perusahaan
bergerak ke arah ekonomi baru ini? Sayang, hal ini tidak jadi bahan kupasan The Long
Tail. Tapi, Anda perlu membaca ini sehingga ketika CEO Anda sedang membahas hal ini
Anda sudah siap.
• Beri Komentar
• Judul Buku: The Long Tail: Bagaimana Pilihan Tak Terbatas Menciptakan
Permintaan Tak Terbatas
• Pengarang: Chris Anderson
• Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007
• Jumlah halaman: 287
• Penulis Resensi: Nukman Luthfie
Pernahkah terbayang, sebuah produk yang semula tak laku tiba-tiba bisa meledak di
pasaran dan dicari banyak orang? Jika kita masih terjebak cara berpikir dan berbisnis
tradisional, sungguh sulit membayangkan hal itu. Namun, bagi mereka yang terbiasa
dengan telaah ekonomi internet, hal tersebut lebih mudah diterima akal.
Chris Anderson memaparkan contoh yang terjadi di toko buku online Amazon.com dalam
bukunya yang saat ini menghebohkan dunia, The Long Tail. Pada 1988, seorang pendaki
gunung asal Inggris bernama Joe Simpson menulis buku berjudul Touching The Void,
sebuah cerita sangat menegangkan tentang situasi antara hidup dan mati di Pegunungan
Andes di kawasan Peru. Walau resensi mengenai buku ini bagus, penjualannya biasa saja
dan segera dilupakan orang. Satu dasawarsa kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Ketika
sebuah buku lain tentang tragedi pendakian gunung karya Jon Krakauer, Into Thin Air
sukses terjual, tiba-tiba buku Touching The Void mulai terjual lagi.
Apa pemicu semua itu? Ketok tular online alias word of mouth lewat internet. Ketika Into
Thin Air pertama kali dirilis, beberapa pembaca menulis resensinya di Amazon.com yang
menunjukkan kemiripannya dengan buku Touching The Void yang kurang terkenal. Pada
saat yang sama mereka memuji betapa bagusnya buku Touching The Void. Mereka yang
membaca resensi bagus ini kemudian membeli buku itu via Amazon.com. Karena toko
buku online itu memiliki sistem yang canggih, bisa mendeteksi kecenderungan
pembelian, maka muncul rekomendasi dari Amazon.com, bahwa orang yang membeli
Into Thin Air juga membeli Touching The Void.
Efek berantainya pun berlanjut ke dunia nyata. Toko-toko buku mulai memajang buku
Touching The Void bersebelahan dengan Into Thin Air. Lantas IFC Film meluncurkan
sebuah dokudrama mengenai Touching The Void dengan resensi yang bagus. Disusul
kemudian oleh upaya HarperCollins menerbitkan ulang buku dengan versi murah, yang
bertahan 14 minggu dalam daftar buku laris di New York Times. Puncaknya, pada 2004
penjualan Touching The Void mengungguli penjualan Into Thin Air dua kali lipat lebih!
Menurut Anderson, fenomena itu bukan kisah sukses penjual buku online. Itu adalah
sebuah model ekonomi baru untuk industri media dan hiburan. Itulah fenomena Ekor
Panjang, yang dipakai sebagai judul bukunya. Buku ini membuka wawasan baru agar
para pelaku bisnis tidak terpukau oleh produk-produk populer yang digemari oleh banyak
konsumen.
Selama ini kita hampir selalu mengacu pada popularitas. Best seller, top hit dan istilah
sejenisnya selalu menjadi patokan sukses. Toko buku memajang buku-buku best seller di
tempat-tempat strategis. Bioskop hanya memutar film-film laris. Bioskop baru memutar
film tidak populer jika penonton mencapai jumlah tertentu. Radio lebih sering
mengumandangkan lagu-lagu yang sedang menjadi top hit. Sebagian besar uang beredar
di Jakarta, padahal sebagian besar penduduk bertempat tinggal di luar Jakarta.
Jika hal itu dipetakan ke kurva penjualan, kita terpaku pada titik kurva tertinggi.
Sementara di kurva yang rendah, yang membentuk ekor panjang, diabaikan. Intinya,
ingin mendapatkan uang banyak dengan melayani sebagian kecil. Inilah ekonomi dan
bisnis yang kita jalankan selama ini. Kita terpaku pada hukum pareto.
Tidak ada yang salah dengan hal itu. Namun, internet membuka babak baru. Anderson
yang penasaran dengan fenomena ekor panjang ini melakukan riset mendalam di
perusahaan-perusahaan internet yang berhasil seperti Amazon.com, eBay, Rhapsody dan
lainnya. Hasilnya makin meyakinkan pendapatnya bahwa semakin banyak yang kita
sediakan, semakin besar pula hukum ekor panjang terjadi.
Ketiga bisnis dotcom tadi menyediakan produk dalam jumlah hampir tak terbatas.
Amazon tidak hanya menjual buku-buku laris. Buku-buku yang tidak dijual di toko buku
pun ada di sana. E-bay melelang barang-barang unik yang tak ada di pasaran. Rhapsody
menyediakan lagu-lagu usang dan lagu-lagu yang tak laku di pasaran. Namun, data
menunjukkan bahwa ketika disediakan di internet, buku yang tak laku, lagu
yang aneh dan tidak digemari publik, serta barang yang unik pun ada
pembelinya. Tidak pernah tak laku, meski hanya terjual satu per kuartal.
Data juga menunjukkan, jika penjualan produk-produk kurang laku itu
dijumlahkan, nilainya lebih besar ketimbang nilai penjualan produk-produk
populer!
Mereka yang terpaku pada hukum pareto akan sadar bahwa pasar yang
mereka abaikan, pasar yang ecek-ecek, bernilai kecil, ternyata
sesungguhnya adalah pasar yang besar. Popularitas tiba-tiba ambruk dengan
kenyataan ini. Ia tidak lagi memonopoli profitabilitas.
Ekonomi baru ini bukan hanya tantangan untuk kalangan pebisnis, tapi juga
Anda para praktisi HR. Strategi HR seperti apa yang harus diterapkan jika
perusahaan bergerak ke arah ekonomi baru ini? Sayang, hal ini tidak jadi
bahan kupasan The Long Tail. Tapi, Anda perlu membaca ini sehingga
ketika CEO Anda sedang membahas hal ini Anda sudah siap.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
•
• Beri Komentar
• Judul Buku: See Jane Lead: 99 Kiat Sukses Memimpin bagi Perempuan
• Pengarang: Lois P. Frankel, Ph.D
• Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2006
• Jumlah halaman: 265 halaman
• Penulis Resensi: Meisia Chandra
Melalui buku ini, Dr. Lois P. Frankel, seorang penulis bestseller yang sering menulis
tentang pengembangan diri perempuan, mencoba menegaskan bahwa perempuan melalui
sifat-sifat alamiahnya, memang terlahir menjadi seorang pemimpin.
Dalam buku-buku dia sebelumnya, Nice Girls Don't Get the Corner Office dan Nice
Girls Don't Get Rich, Frankel menuliskan 176 kesalahan yang dilakukan perempuan
dalam mengejar tujuan finansial maupun profesional mereka. Buku yang baru ini tidak
lagi memfokuskan diri pada kesalahan, melainkan pada strategi yang membantu para
perempuan memunculkan kemampuan kepemimpinan mereka dalam berbagai situasi.
Bukan berarti para perempuan tidak lagi melakukan kesalahan dalam hal kepemimpinan.
Ya, mereka masih melakukannya. Tempatkanlah seorang gadis manis dalam sekelompok
laki-laki dan perempuan, maka perempuan pasti akan menunggu seorang laki-laki --atau,
perempuan yang lebih berkuasa-- untuk mengambil kendali.
Mintalah seorang gadis manis untuk mengambil keputusan untuk suatu kelompok, maka
dia akan mengambil suara sebelum bertindak. Berikanlah sekelompok orang untuk
dipimpin kepada seorang gadis manis, maka dia akan memperlakukan mereka seperti
keluarga. Bukan, sekelompok orang yang mengandalkannya untuk kepemimpinan yang
mampu membuat keputusan cepat dan percaya diri tapi manusiawi. Dan, dengan itu, dia
menyangkal karunia bakat yang dimilikinya, yang bisa dimanfaatkan untuk
menjadikannya seorang pemimpin teladan. Kaum perempuan selalu memimpin setiap
saat --mereka hanya tidak menyebutnya kepemimpinan.
Dengan istilah yang tidak teoritis dan menggunakan contoh yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari, buku ini menunjukkan kepada Anda berbagai hal dan kualitas kepemimpinan
yang sudah Anda perlihatkan. "Saya menulis buku ini karena saya ingin Anda melihat
bahwa Anda seorang pemimpin dan Anda benar-benar mempunyai apa yang diperlukan
untuk memimpin sebuah keluarga, proyek, tim, departemen, perusahaan atau negara,"
demikian tulis Frankel dalam Pendahuluan bukunya.
Feminisasi Kepemimpinan
Frankel berpendapat, jika ada satu waktu dalam perjalanan sejarah di mana
kepemimpinan perempuan benar-benar diperlukan, maka sekaranglah saatnya. Karena,
masa kepemimpinan yang bercorak perintah dan kendali pada masa sekarang semakin
tidak bisa dipertahankan. Saat ini, dibutuhkan kualitas-kualitas kepemimpinan yang
banyak di antaranya kualitas-kualitas alamiah seorang perempuan.
Di sisi yang lain, fakta menunjukkan kepemimpinan perempuan masih sangat sedikit.
Buku ini mengutip penelitian yang dilakukan Catalyst, kelompok penelitian perempuan
terbaik di Amerika yang menemukan, walaupun perempuan merupakan 46,4 % dari
tenaga kerja, hanya ada 8 CEO perempuan di perusahaan kategori Fortune 500. Serta,
hanya 5,2 % perempuan yang termasuk dalam jajaran orang berpenghasilan tertinggi dan
hanya 7,9 % yang menyandang jabatan tertinggi dalam perusahaan-perusahaan itu.
Namun, isyarat akan adanya perubahan positif ditunjukkan oleh penelitian Catalyst yang
lain, yang mendapati bahwa perusahaan dengan posisi manajemen senior sebagian besar
dipegang oleh perempuan mempunyai laba atas ekuitas 35 % lebih tinggi, dan total laba
atas investasi pemegang saham 34 % lebih tinggi. Dari data-data ini kita dapat melihat
peluang yang besar bagi perempuan untuk memaksimalkan potensinya sebagai
pemimpin.
• Beri Komentar
Setelah cHaNgE!, Rhenald Kasali kembali dengan buku yang semakin dalam mengurai
proses perubahan.
Re-code Your Change DNA adalah buku yang harus dibaca siapa pun yang ingin
melakukan perubahan dalam hidupnya. Untuk beranjak dari satu titik tempat kita sedang
berada ke tempat yang kita inginkan, maka kita harus berubah. Apa yang diperlukan
dalam proses perubahan itu?
Dengan teori yang diajukannya --dari Re-code individu, Re-code leader, Re-code pikiran,
Re-code organisasi, hingga Re-code the critical mass-- Rhenald sepertinya akan kembali
berkeliling dari seminar ke seminar, dan dari organisasi ke organisasi, untuk mengajarkan
langsung teorinya itu. Sebelumnya, hal yang sama terjadi setelah cHaNge! terbit dan
mendapat sambutan yang sangat baik dari pembaca.
Menurut Rhenald, agar tetap unggul dalam dunia bisnis yang kompetitif, setiap organisasi
harus adaptif terhadap perubahan. Organisasi yang adaptif didukung oleh SDM dengan
kadar Change DNA yang tinggi. Change DNA adalah sifat-sifat dasar yang membentuk
diri seseorang sehingga ia mampu melihat dan bergerak melakukan perubahan.
Unsur-unsur pembentuk sifat perubahan (Change DNA) itu dapat disingkat menjadi
OCEAN, yang terdiri dari Openness to experience, Conscientiousness, Extroversion,
Agreeableness, dan Neuroticism. Buku ini juga menyediakan tes untuk mengukur kadar
OCEAN Anda, sehingga Anda bisa mengetahui bagian mana yang perlu Anda benahi
untuk menjadi seorang penggerak perubahan.
Rhenald memberi ilustrasi beberapa individu yang dianggapnya mempunya Change DNA
yang unggul, yaitu Muhammad Yunus yang mendirikan bank untuk pengemis, Paul
Otellini yang membuat perubahan besar-besaran di Intel, Sheikh Mohammed Bin Rashid
Al Maktoum yang mengubah Dubai dari sebuah padang pasir menjadi Hongkong-nya
Timur Tengah, dan juga Martin Luther King yang memperjuangkan hak-hak kaum kulit
hitam.
Cerita-cerita di atas disampaikan dengan cara yang menarik dan sangat inspiratif. Tidak
ketinggalan, disertai juga foto-foto yang menarik, yang mewarnai seluruh buku ini. Buku
ini adalah buku manajemen yang disampaikan dengan cara yang "ngepop". Setiap bab
dilengkapi dengan foto, ilustrasi, kutipan, kesimpulan, komentar penulis, dan bahkan
foto-foto penulis sendiri dalam berbagai ekspresi.
Tidak hanya cerita tentang tokoh-tokoh dunia seperti disebutkan di atas, dalam buku ini
juga terdapat cerita dari organisasi-organisasi di Indonesia, seperti Citibank, BCA, dan
terutama dalam pemerintahan kita. Betapa Rhenald sang guru ingin melihat perubahan
dalam bangsa ini. Perubahan itu harus dimulai dengan adanya pemimpin yang memiliki
Change DNA unggul. Karena itu dalam buku ini juga diuraikan banyak teori tentang
kepemimpinan.
Bila Anda ingin organisasi Anda berubah, maka mulailah dengan me-re-code Change
DNA Anda sendiri.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
• Lihat Komentar (1)
• Beri Komentar
portalhr.com
• eri Komentar
Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang
sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai
yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di
belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan
pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang
licik dan tak bertanggung jawab?
Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan
dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan
konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih
dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah
terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit
dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi
lebih kuat.
Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh
peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila
konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.
Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini.
Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah.
Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari
pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus
dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.
Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan
bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut.
Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.
Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi
dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur
keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu
memperluas pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang
mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika
semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan diskusi untuk
kelompok baca.
Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh
lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu
kaku dan sulit dicerna.
• eri Komentar
Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari,
baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini
adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan
dan perilaku lain yang buruk.
Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang
sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai
yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di
belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan
pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang
licik dan tak bertanggung jawab?
Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan
dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan
konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih
dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah
terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit
dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi
lebih kuat.
Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh
peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila
konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah
fatal.
Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi
dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur
keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas
pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika
Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan
seharusnya; dan, panduan diskusi untuk kelompok baca.
Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik
apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.
• Beri Komentar
Dalam buku Kisah Sukses Google yang dibagi menjadi 26 bab ini memang tidak ada bab
khusus yang berhubungan langsung dengan pengelolaan SDM. Tapi, dalam banyak bab
terselip cerita tentang bagaimana Sergey Brin dan Larry Page, kedua "Google Guys" itu,
menerapkan strategi yang membuat karyawan betah bekerja dan orang di luar tertarik
untuk bergabung.
Brin dan Page menawarkan sepuluh alasan untuk bekerja di Google. Termasuk, teknologi
yang hebat, opsi saham, cemilan dan minuman gratis, serta kepastian bahwa jutaan orang
"akan menggunakan dan memuji perangkat lunak Anda."
Kedua pendiri dan pemilik Google itu mewawancarai sendiri para calon karyawan
mereka. Dan, itu sebisanya tetap mereka lakukan meskipun jumlah karyawan Google saat
ini sudah mencapai lebih dari 4000 orang. Mereka merombak hierarki dalam organisasi
tradisional dan menjalankan perusahaan dengan cara mereka sendiri.
Buku ini menggambarkan betapa Brin dan Page berhemat sekali ketika membangun
infrastruktur komputer untuk menjalankan bisnisnya. Namun, mereka berani
mengeluarkan dana berapa pun untuk menciptakan kultur yang tepat di lingkungan
Googleplex (kompleks kantor Google di Silicon Valley) dan menumbuhkan kesetiaan
serta kepuasan kerja sebesar-besarnya di kalangan para Googler (sebutan untuk karyawan
Google). Benda-benda yang menunjukkan budaya tersebut --bola lempar warna-warni,
lampu lava dan aneka mainan di sana-sini-- menghadirkan suasana keceriaan sebuah
kampus perguruan tinggi ke dalam perusahaan. Semua itu, Brin dan Page yakin, akan
kembali secara berlimpah dalam jangka panjang.
Para karyawan Google bekerja keras sepanjang waktu, namun mereka diperlakukan
seperti keluarga: diberi makan gratis, minuman kesehatan cuma-cuma, dan cemilan yang
berlimpah. Para Googler juga menikmati sejumlah kemudahan seperti layanan binatu,
penata rambut, dokter umum dan dokter gigi, pencucian mobil --dan, belakangan tempat
penitipan anak, fasilitas kebugaran lengkap dengan pelatih pribadi, tukang pijat
profesional-- yang praktis membuat orang tidak perlu meninggalkan kantor.
Tak ketinggalan: Voli pantai, fusbal, hoki sepatu roda, lomba skuter, pohon palma, kursi
bean bag, bahkan anjing. Semuanya dalam rangka menghadirkan suasana kerja yang
menyenangkan dan mendorong kreativitas sehingga para karyawan Google, yang
kebanyakan masih muda dan lajang, senang menghabiskan waktu mereka di sana. Google
bahkan mencarter beberapa bus dengan akses internet nirkabel sehingga para Googler
yang tinggal di San Francisco bisa tetap produktif, bisa langsung bekerja menggunakan
laptop daripada kesal atau melamun karena macet sewaktu berangkat bekerja.
Dalam buku ini diungkapkan, seperti juga telah dimaklumi di mana-mana, di banyak
perusahaan, mengerjakan proyek sampingan atau mengembangkan gagasan baru di luar
tugas pokok umumnya tidak diperbolehkan. Bagi orang-orang kreatif, ini sering membuat
mereka terpaksa mengerjakannya secara sembunyi-sembunyi, sewaktu bos sedang tidak
ada. Di Google, pendekatan 20% tersebut menyarankan pesan yang sebaliknya --gunakan
satu hari dalam seminggu untuk apa pun yang paling Anda inginkan.
Lebih dari itu, secara berkala proyek-proyek pribadi itu didiskusikan bersama dengan
rekan-rekan kerja yang lain. Proyek yang dianggap layak untuk diteruskan akan dibiayai
sepenuhnya oleh Google. Banyak terobosan baru Google telah lahir dari penerapan aturan
20% ini.
Google vs Microsoft
Buku ini mengungkapkan bagaimana CEO Google Eric Schmidt datang ke kampus-
kampus untuk merekrut talenta baru, dan bagaimana perebutan SDM yang sengit antara
Google dengan Microsoft. Banyak karyawan terbaik Microsoft hijrah ke perusahaan yang
lebih muda itu, yang membuat pucuk pimpinan Microsoft Bill Gates menjelang mimpi
buruknya.
Mengapa Google menganggap merekrut orang yang tepat adalah faktor yang paling
penting bagi keberlangsungan organisasinya dituturkan sendiri oleh Schmidt, "Rahasia di
sini bukan dalam hal mengelola orang-orang ini, melainkan dalam memilih mereka."
Lanjut dia, "Model kerja seperti ini berhasil hanya jika kami mendapatkan orang yang
tepat. Ia akan gagal total dalam organisasi dengan orang-orang yang menunggu petunjuk
atasan dan hanya boleh mengerjakan proyek tertentu dan berukuran besar. Sedapat
mungkin kami berusaha agar jumlah manajer tingkat menengah sesedikit mungkin.
Mereka berpeluang menjadi penghambat."
Cerita-cerita seperti itu, dan masih banyak cerita menarik lainnya dalam buku ini, bisa
menjadi inspirasi dalam penerapan sistem pengelolaan SDM khususnya
untuk organisasi yang berhubungan dengan teknologi. Selain itu, kisah
bagaimana Google menjadi raja mesin pencari, dan kini juga menjadi
perusahaan internet paling dominan di jagat raya ini, sekaligus raksasa
pencetak uang, tak kalah menarik sebagai inspirasi dalam berkarya.
Buku ini ditulis oleh David A. Vise, seorang wartawan Washington Post
pemenang Pulitzer Prize, dan Mark Malseed, kontributor untuk Washington
Post dan Boston Herald.
• Beri Komentar
Banyak yang berubah dalam dunia bisnis beberapa dekade terakhir ini yang
mengakibatkan perubahan drastis pada karir individu. Dulu, para pekerja menukarkan
loyalitas demi keamanan posisi mereka. Jika Anda hadir di kantor, bekerja keras dan
tidak membuat masalah, pada umumnya posisi Anda akan aman. Apalagi ketika Anda
diterima di perusahaan besar, itu sama saja berarti karir Anda sudah terjamin.
Tapi, kini bekerja di perusahaan mana pun Anda, bukan berarti karir Anda terjamin.
Karyawan abadi kini tinggal kenangan. Demikian pula para manajer puncak, kini bukan
lagi mengharapkan karyawan yang loyal saja. Ketika ditanya apakah yang Anda
inginkan, mereka rata-rata menjawab, "Saya menginginkan orang yang mampu
memecahkan masalah dan penuh inisiatif. Saya ingin orang-orang yang bekerja untuk
saya bersikap seolah-olah ikut memiliki tempat ini."
Dengan kata lain, ketika para manajer puncak diberi pilihan, mereka menghendaki orang-
orang yang dapat diberdayakan. Yakni, pribadi yang dapat mereka hargai dan percayai
untuk mengambil keputusan-keputusan bisnis yang baik, dengan atau tanpa atasan
mereka.
Lalu, apa yang diinginkan oleh karyawan? Jawaban para karyawan juga universal.
Mereka menginginkan dua hal. Pertama, kejujuran. Mereka berharap perusahaan bersikap
jujur terhadap karyawan. Misalnya, bila akan terjadi pemecatan jangan ditutup-tutupi.
Kedua, mereka menginginkan peluang untuk dapat terus-menerus mempelajari
keterampilan-keterampilan baru.
"Dalam beberapa hal, jika saya harus mencari pekerjaan baru, entah di dalam atau di luar
perusahaan yang sekarang, saya ingin memiliki keterampilan yang lebih baik dan menjadi
lebih bernilai dibandingkan sebelumnya." Caranya? Tidak ada cara yang lebih baik untuk
menjadi lebih bernilai selain memiliki kemampuan berinisiatif, menjadi seorang pemecah
masalah, dan bertindak serta berpikir seperti layaknya sang pemilik. Itu berarti,
manajemen dan karyawan sebenarnya memiliki tujuan yang sama.
Ken Blanchard, yang pernah menulis buku fenomenal The One Minute Manager, kali ini
bersama Susan Fowler dan Laurence Hawkins mencoba menguraikan dengan sederhana,
bagaimana agar karyawan bisa melakukan sendiri pemberdayaan dirinya. Dengan
perumpamaan yang sederhana, dalam tuturan yang berbentuk cerita, buku ini
mengajarkan bagaimana menemukan kekuatan diri untuk menjadi seorang pemimpin
bagi diri sendiri. Dan, layaknya sebuah buku cerita, atau novel, di dalamnya terdapat
tokoh-tokoh fiktif yang menuntun pembaca memahami "teori" hendak disampaikan
dengan lebih mudah.
Tokoh dalam buku ini bernama Steve, seorang account executive muda yang hampir
kehilangan pekerjaannya. Dalam rangkaian perbincangannya dengan seorang pesulap
berbakat bernama Cayla, Steve menyadari kekuatan dari mengambil tanggung jawab atas
situasinya dan tidak sekadar menjadi korban. Sambil meneruskan pengetahuan yang ia
pelajari dari Sang Manajer Satu Menit, Cayla mengajari Steve tiga keterampilan
kepemimpinan diri. Ketiga teknik itu tidak hanya memberinya kekuatan untuk
mempertahankan pekerjaan, tapi juga menunjukkan apa yang ia butuhkan untuk terus
bertumbuh, belajar dan mencapai kesuksesan.
Selama 25 tahun, jutaan manajer di perusahaan-perusahaan Fortune 500 dan bisnis kecil
di seluruh dunia mengikuti metode manajemen Ken Blanchard, yang meningkatkan
produktivitas, kepuasan kerja dan kemakmuran pribadi mereka.
• Beri Komentar
• Judul Buku: Human Resource Champions: The Next Agenda for Adding Value
and Delivering Results
• Pengarang: Dave Ulrich
• Penerbit: Harvard Business School Press
• Jumlah halaman: 341
• Penulis Resensi: Meisia
Di kalangan HR, pastilah nama Dave Ulrich sudah tidak asing lagi. Dialah yang membuat
sebuah teori dalam sistem pengelolaan SDM yang hingga kini masih terus digunakan dan
dibicarakan. Meskipun buku ini pertama diterbitkan pada 1997, semua paparannya masih
relevan. Hingga kini buku ini masih dicari karena di dalamnya termuat teori-teori yang
sangat prinsipil dan mendasari praktik HR saat ini dan bahkan di masa depan.
Dalam buku inilah Ulrich pertama kali memaparkan bahwa seorang Manager HR
memegang posisi strategis dan tidak hanya sebagai "seorang pimpinan sebuah divisi".
Manager HR, menurut dia, mempunyai setidaknya empat posisi penting dalam
membangun sebuah organisasi yang kompetitif.
Keempat peran itu adalah HR sebagai (1) strategic partner, (2) administrative expert, (3)
change agent, and (4) human resource champion. Di dalam buku inilah dijelaskan dengan
rinci bagaimana masing-masing peran itu, dan fungsinya dalam meningkatkan
pencapaian tujuan bisnis.
Dalam buku ini Ulrich juga mengungkap mitos-mitos lama tentang HR dan
membandingkannya dengan kenyataan baru. Seorang pemimpin, dalam level apapun,
menurut Ulrich, harus menjadi seorang Human Resource Champion, agar memberikan
nilai tambah kepada organisasi. Untuk memahami fungsi HR yang baru itu, Ulrich
menggariskan hal-hal apa saja yang menjadi mitos-mitos dan kenyataan baru itu. Di
bawah ini sengaja tidak kami terjemahkan:
Old Myths:
New Realities:
• Beri Komentar
“Bagaimana kalian akan menggunakan waktu saat kalian tidak bekerja?” tanya Robb
kepada tim eksekutifnya. Keheningan menyelimuti ruangan itu, sementara setiap orang
saling menatap dalam keheranan atas pertanyaan aneh dari presiden direktur mereka.
Buku Values-based Leadership berisi cerita yang sangat menarik tentang pengalaman
seorang presiden direktur (CEO) bernama Robb Reinhart. Ia sedang mencoba mengatasi
kondisi perusahaannya yang terombang-ambing, tanpa arah dan kehilangan dasar nilai
untuk membimbing tingkah laku yang konsisten. Uniknya, tokoh Robb Reinhart, seperti
juga tokoh lainnya dalam buku ini, adalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh penulis
Kenneth Majer.
Alkisah, Robb Reinhart terbangun setelah mendapat pertanda dari mimpi mengenai Rapat
Komisaris yang menyudutkan dirinya. Setelah melakukan analisis terhadap
perusahaannya, dia menyadari adanya tanda-tanda ketidakberesan dalam organisasi.
Keasyikan Robb dengan matriks kinerja telah membutakannya terhadap aneka isyarat
kecil yang tak begitu nyata. Isyarat itu menunjukkan bahwa orang-orang pentingnya telah
melenceng dari patokan-patokannya --nilai-nilai dasar-- yang dia kira masih menjadi
dasar perusahaannya.
Melalui alur cerita yang berjalan dengan cepat, Majer memasukkan pendekatan-
pendekatan yang inspiratif mengenai bagaimana memobilisasi, memadukan gerak dan
mengilhami para karyawan. Pendek kata, bagaimana memanfaatkan nilai-nilai untuk
mempertahankan sebuah perusahaan di jalur suksesnya.
Dengan gaya cerita seperti itu, prinsip-prinsip coaching dan team building langsung
kelihatan membumi. Dengan begitu kita bisa belajar cara efektif untuk
membangun tim inti berbasis nilai, membawa nilai-nilai setiap pribadi
untuk membangun seperangkat nilai-nilai dan budaya perusahaan yang
dianut bersama.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
•
• Beri Komentar
“Bagaimana kalian akan menggunakan waktu saat kalian tidak bekerja?” tanya Robb
kepada tim eksekutifnya. Keheningan menyelimuti ruangan itu, sementara setiap orang
saling menatap dalam keheranan atas pertanyaan aneh dari presiden direktur mereka.
Buku Values-based Leadership berisi cerita yang sangat menarik tentang pengalaman
seorang presiden direktur (CEO) bernama Robb Reinhart. Ia sedang mencoba mengatasi
kondisi perusahaannya yang terombang-ambing, tanpa arah dan kehilangan dasar nilai
untuk membimbing tingkah laku yang konsisten. Uniknya, tokoh Robb Reinhart, seperti
juga tokoh lainnya dalam buku ini, adalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh penulis
Kenneth Majer.
Alkisah, Robb Reinhart terbangun setelah mendapat pertanda dari mimpi mengenai Rapat
Komisaris yang menyudutkan dirinya. Setelah melakukan analisis terhadap
perusahaannya, dia menyadari adanya tanda-tanda ketidakberesan dalam organisasi.
Keasyikan Robb dengan matriks kinerja telah membutakannya terhadap aneka isyarat
kecil yang tak begitu nyata. Isyarat itu menunjukkan bahwa orang-orang pentingnya telah
melenceng dari patokan-patokannya --nilai-nilai dasar-- yang dia kira masih menjadi
dasar perusahaannya.
Melalui alur cerita yang berjalan dengan cepat, Majer memasukkan pendekatan-
pendekatan yang inspiratif mengenai bagaimana memobilisasi, memadukan gerak dan
mengilhami para karyawan. Pendek kata, bagaimana memanfaatkan nilai-nilai untuk
mempertahankan sebuah perusahaan di jalur suksesnya.
Dengan gaya cerita seperti itu, prinsip-prinsip coaching dan team building langsung
kelihatan membumi. Dengan begitu kita bisa belajar cara efektif untuk membangun tim
inti berbasis nilai, membawa nilai-nilai setiap pribadi untuk membangun seperangkat
nilai-nilai dan budaya perusahaan yang dianut bersama.
Kehadiran buku ini cukup menyegarkan di antara buku-buku manajemen yang lain,
karena jarang kita bisa selesai membaca buku serupa dalam satu kali duduk. Itulah yang
akan terjadi bila Anda membaca buku ini, karena cerita disampaikan dengan bahasa yang
sederhana dan memikat untuk terus membaca hingga selesai.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
•
• Beri Komentar
“Bagaimana kalian akan menggunakan waktu saat kalian tidak bekerja?” tanya Robb
kepada tim eksekutifnya. Keheningan menyelimuti ruangan itu, sementara setiap orang
saling menatap dalam keheranan atas pertanyaan aneh dari presiden direktur mereka.
Buku Values-based Leadership berisi cerita yang sangat menarik tentang pengalaman
seorang presiden direktur (CEO) bernama Robb Reinhart. Ia sedang mencoba mengatasi
kondisi perusahaannya yang terombang-ambing, tanpa arah dan kehilangan dasar nilai
untuk membimbing tingkah laku yang konsisten. Uniknya, tokoh Robb Reinhart, seperti
juga tokoh lainnya dalam buku ini, adalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh penulis
Kenneth Majer.
Alkisah, Robb Reinhart terbangun setelah mendapat pertanda dari mimpi mengenai Rapat
Komisaris yang menyudutkan dirinya. Setelah melakukan analisis terhadap
perusahaannya, dia menyadari adanya tanda-tanda ketidakberesan dalam organisasi.
Keasyikan Robb dengan matriks kinerja telah membutakannya terhadap aneka isyarat
kecil yang tak begitu nyata. Isyarat itu menunjukkan bahwa orang-orang pentingnya telah
melenceng dari patokan-patokannya --nilai-nilai dasar-- yang dia kira masih menjadi
dasar perusahaannya.
Dengan gaya cerita seperti itu, prinsip-prinsip coaching dan team building langsung
kelihatan membumi. Dengan begitu kita bisa belajar cara efektif untuk membangun tim
inti berbasis nilai, membawa nilai-nilai setiap pribadi untuk membangun seperangkat
nilai-nilai dan budaya perusahaan yang dianut bersama.
Kehadiran buku ini cukup menyegarkan di antara buku-buku manajemen yang lain,
karena jarang kita bisa selesai membaca buku serupa dalam satu kali duduk. Itulah yang
akan terjadi bila Anda membaca buku ini, karena cerita disampaikan dengan bahasa yang
sederhana dan memikat untuk terus membaca hingga selesai.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
•
• Beri Komentar
• Judul Buku: The Success Principles - Cara Beranjak dari Posisi Anda
Sekarang ke Posisi yang Anda Inginkan
• Pengarang: Jack Canfield
• Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
• Jumlah halaman: 654 halaman
• Penulis Resensi: Sri Marlina
Bila sukses punya prinsip dasar, maka itulah yang dijanjikan buku ini. Ditulis
oleh Jack Canfield, penulis seri Chicken Soup for the Soul dan telah menulis 40 buku
terlaris New York Times, buku ini berisi 64 prinsip dasar yang akan mengantar Anda
menuju kesuksesan yang Anda idamkan. Canfield menyusun buku ini berdasarkan
pertemuannya dengan orang-orang sukses dari berbagai bidang dan pengalamannya
selama 30 tahun menjalankan sendiri prinsip-prinsip tersebut. Karena itu dia menjamin,
bila Anda menjalankan prinsip-prinsip di dalam buku ini dengan konsisten dan tekun,
Anda pasti sukses.
Untuk memudahkan pembacanya, Canfield membagi buku ini ke dalam enam bagian.
Yakni, Dasar-Dasar Kesuksesan, Mengubah Diri Anda Agar Sukses, Membangun Tim
Sukses Anda, Menciptakan Hubungan yang Sukses, Kesuksesan dan Uang. Dan, bab
terakhir, Kesuksesan Dimulai Sekarang mengajak Anda untuk mulai menerapkan dan
melatih prinsip-prinsip yang sudah dibahas di bab-bab sebelumnya.
Bagian I mengupas tentang bagaimana bertanggung jawab atas kehidupan Anda dan hasil
yang dicapai, menyangkut tujuan hidup, visi, impian dan keinginan kuat Anda. Bab-bab
selanjutnya berkaitan dengan tindakan-tindakan yang diambil untuk mewujudkan impian
dan keinginan Anda.
Bagian II membantu Anda mengenali rintangan mental dan emosional yang menghalangi
Anda meraih kesuksesan. Rintangan mental berupa keyakinan negatif yang timbul dari
kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam hidup Anda, bayang-bayang ketakutan dari masa
lalu dan kebiasaan buruk yang membatasi kemajuan yang ingin Anda capai.
Membangun Tim Sukses Anda, Bagian III, mengungkapkan cara dan alasan perlunya
membangun tim pendukung sehingga Anda bisa memusatkan pada usaha
memaksimalkan bakat terbesar Anda. Tim pendukung sukses Anda tidak hanya berasal
dari luar diri Anda, tapi juga berasal dari dalam diri Anda sendiri. Faktor luar bisa dengan
belajar dari seorang pembimbing atau teman yang sukses dan berpengaruh. Sedangkan
faktor dari dalam, yaitu dengan mengakses kebijakan batin Anda sendiri untuk
menemukan sendiri jalan kesuksesan Anda.
Canfield dalam bukunya ini juga mengajari bagaimana Menciptakan Hubungan yang
Sukses di Bagian IV. Pada bagian ini ajaran-ajarannya antara lain prinsip-prinsip dan
teknik praktis untuk membangun dan mempertahankan hubungan kelas dunia dalam
rangka membangun jaringan berpengaruh.
Pada Bagian V, tentang uang, yang masih dijadikan ukuran kesuksesan seseorang,
membahas pentingnya kesadaran positif akan uang, kesadaran bahwa Anda punya banyak
uang untuk menjalani gaya hidup yang Anda inginkan sekarang dan di masa depan. Di
bagian terakhir, Anda diajak mulai menerapkan prinsip yang sudah diajarkan pada bagian
sebelumnya.
Prinsip-prinsip dasar ini sederhana, banyak yang sudah kita ketahui malah, tapi terkadang
kita lupa untuk menerapkannya. Pada waktu-waktu tertentu, karyawan Anda dan bahkan
Anda sendiri perlu motivasi baru untuk meningkatkan prestasi. Karena itu buku ini pas
untuk menjadi koleksi bagian SDM dan bagus untuk dijadikan salah satu materi
pelatihan.
Mengutip dari bagian Pendahuluan dalam buku, orang-orang bijaksana tahu, jika mereka
terus berlatih memainkan alat musik, olahraga atau ilmu bela diri, (atau, bagi Anda,
melatih prinsip-prinsip kesuksesan dalam buku ini) mereka seperti melakukan lompatan
tiba-tiba ke tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Bersabarlah. Bertahanlah. Jangan
menyerah. Anda pasti akan melewatinya. Prinsip-prinsip ini selalu berhasil.
Silakan mencoba.
(Buku ini bisa dipesan melalui PortalHR.com. Silakan hubungi
info@portalhr.com)
• Beri Komentar
Tak tahu juga. Yang pasti, Sydney Finkelstein "penulis buku ini" membuka rangkaian
tulisannya dengan fakta yang sangat kontradiktif. Tulisnya: Anda sering melihat mereka
di sampul majalah bisnis terkemuka Forbes, Fortune, dan Business-Week. Anda juga
telah membaca tentang kepemimpinan mereka yang brilian dan seringkali inspirasional.
Anda menyaksikan pendapat guru bisnis dan analis industri yang memuji-muji
perusahaan mereka sebagai sesuatu yang perlu ditiru. Barangkali, Anda juga berinvestasi
dalam saham perusahaan mereka, langsung maupun tidak langsung. Anda mungkin
pernah berkesempatan bekerja untuk mereka atau bermitra dengan mereka.
Pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin pemimpin bisnis itu jatuh
begitu cepat? Kenapa begitu banyak orang salah besar? Berapa banyak kegagalan bisnis
yang kita lihat setiap hari di berbagai negara dan industri? Dan bagaimana caranya
mencegah semuanya itu terjadi kembali?
Penulis mulai mengumpulkan jawaban dari semua pertanyaan itu sejak 7 tahun lalu
dengan melakukan investigasi yang sangat ekstensif. Tujuan penulis bukan hanya
memahami kenapa bisnis mengalami kehancuran dan kegagalan, tetapi lebih terfokus
kepada orang di balik kegagalan tersebut; bukan hanya untuk memahami upaya
menghindari dari malapetaka itu, tetapi untuk mengantisipasi sinyal peringatan dini dari
kegagalan itu sendiri. Penulis menggali akar permasalahan yang sebenarnya di balik
semua kegagalan tersebut.
Yang menarik, di bab awal buku ini, penulis membeberkan kesimpulannya tentang
berbagai alasan di balik kegagalan sebuah perusahaan. Setidaknya ada 7 hal menjadi
penyebab kegagalan tersebut:
• Beri Komentar
Tak tahu juga. Yang pasti, Sydney Finkelstein "penulis buku ini" membuka rangkaian
tulisannya dengan fakta yang sangat kontradiktif. Tulisnya: Anda sering melihat mereka
di sampul majalah bisnis terkemuka Forbes, Fortune, dan Business-Week. Anda juga
telah membaca tentang kepemimpinan mereka yang brilian dan seringkali inspirasional.
Anda menyaksikan pendapat guru bisnis dan analis industri yang memuji-muji
perusahaan mereka sebagai sesuatu yang perlu ditiru. Barangkali, Anda juga berinvestasi
dalam saham perusahaan mereka, langsung maupun tidak langsung. Anda mungkin
pernah berkesempatan bekerja untuk mereka atau bermitra dengan mereka.
Singkatnya, orang-orang tersebut adalah bintang yang paling benderang di bisnis
Amerika maupun dunia. Mereka adalah pahlawan bisnis, genius, dan raksasa. Anehnya,
beberapa tahun atau bahkan beberapa bulan setelah mereka begitu dipuja-puji,
perusahaan mereka ambruk. Satu demi satu operasi utama perusahaan dihentikan.
Karyawan di-PHK. Harga saham perusahaan anjlok. Perusahaan ventura, di mana para
pemimpin itu dan perusahaan mereka berkomitmen, menyisakan investasi nyaris tak
berharga. Ketika debu dibersihkan, ditemukan bahwa para pemimpin itu telah
menghancurkan ratusan juta atau bahkan miliaran dolar nilai kekayaan.
Pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin pemimpin bisnis itu jatuh
begitu cepat? Kenapa begitu banyak orang salah besar? Berapa banyak kegagalan bisnis
yang kita lihat setiap hari di berbagai negara dan industri? Dan bagaimana caranya
mencegah semuanya itu terjadi kembali?
Penulis mulai mengumpulkan jawaban dari semua pertanyaan itu sejak 7 tahun lalu
dengan melakukan investigasi yang sangat ekstensif. Tujuan penulis bukan hanya
memahami kenapa bisnis mengalami kehancuran dan kegagalan, tetapi lebih terfokus
kepada orang di balik kegagalan tersebut; bukan hanya untuk memahami upaya
menghindari dari malapetaka itu, tetapi untuk mengantisipasi sinyal peringatan dini dari
kegagalan itu sendiri. Penulis menggali akar permasalahan yang sebenarnya di balik
semua kegagalan tersebut.
Yang menarik, di bab awal buku ini, penulis membeberkan kesimpulannya tentang
berbagai alasan di balik kegagalan sebuah perusahaan. Setidaknya ada 7 hal menjadi
penyebab kegagalan tersebut:
Penulis membagi rangkaian tulisannya dalam 3 bagian besar (Great Corporate Mistakes,
The Causes of Failure, Learning from Mistakes). Seperti ditegaskannya di bagian awal,
buku ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan pemahaman tentang berbagai
kegagalan untuk mencegah hal itu terulang pada siapa saja. Buku yang mendapat pujian
banyak pihak ini bermanfaat bagi siapa saja yang tidak menginginkan kegagalan dalam
memimpin maupun berbisnis.
• Beri Komentar
Cerita-cerita sederhana mengenai kehidupan sehari-hari pada masa lampau, banyak yang
bisa direnungkan dan dipetik hikmahnya untuk diterapkan dalam kehidupan saat ini.
Ibarat harta karun yang tak habis digali, kisah-kisah klasik ini diturunkan dari generasi ke
generasi melalui cara bercerita lisan.
Melalui buku "Kisah-kisah Kebijaksanaan China Klasik" atau judul aslinya "Victor's
Reflections and Other Tales of China's Timeless Wisdom for Leaders" Michael C. Tang
mencoba mengumpulkan sebagian dari harta karun itu untuk dinikmati oleh kalangan
yang lebih luas. Penulis adalah seorang wirausahawan sukses kelahiran Shanghai yang
melewatkan masa mudanya di China pada masa pemerintahan Mao Zedong.
Pada tahun 1968 ketika berlangsungnya "Revolusi Kebudayaan" yang terkenal itu,
pemerintah Mao Zedong menyingkirkan siapa saja yang dicurigai tidak setia kepadanya
dan melenyapkan segala yang berpotensi menggoyahkan kekuasaannya. Sekolah-sekolah
dan perguruan tinggi ditutup. Rumah-rumah digeledah untuk mencari buku-buku yang
dianggap membahayakan ideologi bangsa.
Dalam kondisi negara seperti itu, pendidikan untuk diri sendiri (di luar Maoism)
diperoleh dengan susah payah. Dengan sembunyi-sembunyi, penulis mendapatkan
kesempatan membaca buku-buku klasik seperti Analects karya Konfusius dan karya-
karya agung China lainnya, seperti Intrigue of the Warring States, Chronicles of the Three
Kingdoms, dan Tales from the Ming Dynasty, di bawah pengawasan kakeknya yang
adalah seorang sarjana karya-karya Klasik.
Ketika penulis hijrah dan bekerja di Amerika, dia menemukan semua nilai-nilai praktis
kebijaksanaan yang sejak dulu menancap kuat pada dirinya, bisa diterapkan dalam dunia
bisnis. Hal itulah yang mendorong penulis mengumpulkan "tabungan"nya di masa muda
itu dalam buku ini, dan tidak hanya menuturkan kisah-kisah itu saja, penulis
menambahkan interpretasinya sendiri berdasarkan pengalamannya.
Buku ini bukan buku cerita yang dibaca sekaligus kemudian disimpan. Buku ini cocok
untuk ditempatkan di rak buku di sisi meja kerja Anda, untuk dibaca-baca lagi ketika
Anda membutuhkan inspirasi. Berbagai cerita menarik yang berhubungan dengan
kebijaksanaan, pendidikan, kepemimpinan, manajemen, bakat dan sikap, nasib, bahkan
cinta dan seks dapat ditemukan dalam buku ini.
Sayangnya, berbagai perumpamaan dan juga cara berpikir orang China yang terdapat
dalam buku ini, tidak serta-merta mudah dipahami oleh kita yang mempunyai
kebudayaan berbeda. Nah di situlah tantangan kita untuk memahami dunia ide dan
strategi masyarakat China. Buku ini memanfaatkan momentum di mana negara China
sedang naik daun dan disebut-sebut sebagai negara paling penting di abad 21, sehingga
kebijaksanaan China pun menjadi semakin menarik untuk dipelajari.
• Cetak Artikel
•
• Beri Komentar
Blink adalah buku mengenai dua detik pertama yang sangat menentukan ketika kita
mengamati sesuatu. Dua detik itu akan memberi pemahaman dalam sekejap mata, yang
terbentuk berkat pilihan-pilihan yang muncul dari dalam "komputer internal" kita, alias
kemampuan bawah sadar kita. Kemampuan inilah yang oleh Malcolm Gladwell disebut
"kemampuan berpikir tanpa berpikir", di mana keputusan sekejap bisa didapat dari
informasi yang sedikit namun akurat.
Ketika Anda bertemu seseorang untuk pertama kalinya, atau masuk ke rumah yang Anda
pertimbangkan untuk dibeli, atau membaca beberapa kalimat utama sebuah buku, otak
Anda hanya perlu sekitar dua detik untuk mengambil sejumlah keputusan. Nah, Blink
adalah buku mengenai dua detik itu.
Anda mungkin mengira buku ini berbicara mengenai intuisi. Tapi, seperti ditulis Gladwell
dalam situs pribadinya, dia tidak menyukai kata-kata itu. Malah, kata itu tidak pernah
muncul sekali pun dalam buku. Intuisi lebih mengarah pada konsep yang kita gunakan
dalam melukiskan reaksi emosional, semacam firasat --pikiran-pikiran dan kesan yang
tidak sepenuhnya rasional.
Dalam Blink, yang dibicarakan adalah yang terjadi dalam dua detik pertama yang
sepenuhnya rasional. Yang terjadi adalah proses berpikir. Hanya saja, proses itu
berlangsung lebih cepat dan bekerja sedikit lebih misterius dibandingkan dengan proses
berpikir dan mengambil keputusan yang sadar dan sengaja, seperti yang biasa kita
asosiasikan dengan kata "berpikir".
Dengan bahasa yang enak dibaca dan contoh-contoh dari kehidupan nyata yang sangat
menarik, Gladwell menjelaskan apa yang dimaksudnya dengan Blink. Dia mencontohkan
cara yang digunakan orang-orang hebat dalam mengambil keputusan, yang seringkali
tidak perlu banyak waktu untuk memproses banyak informasi. Misalnya, apabila George
Soros ditanya bagaimana cara dia menentukan kapan akan membeli atau menjual saham
tertentu, dia tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi dalam otaknya dalam proses
pengambilan keputusan itu. Dia malah memberi penjelasan yang konyol, seperti karena
punggungnya terasa nyeri.
Contoh lain misalnya, seorang pakar pernikahan akan tahu dengan mengamati sepasang
suami-istri beberapa detik saja, apakah suami-istri tersebut akan bercerai. Seorang pelatih
tenis yang berpengalaman akan tahu apakah seorang petenis akan melakukan double fault
hanya dengan melihat gaya melakukan servis. Blink memberikan contoh-contoh nyata,
betapa keputusan yang diambil dalam sekejap bisa sama baiknya dengan keputusan yang
diambil berdasarkan pemrosesan informasi yang banyak dalam waktu lama.
Melalui buku ini, Gladwell mencoba memahami secara rasional apa yang terjadi dalam
dua detik itu, dan menemukan rahasia pengambilan keputusan dalam sekejap. Orang-
orang yang dicontohkan dalam Blink, sudah terlatih melakukan apa yang disebutnya
snap judgment dan thin slicing --menyaring sesedikit mungkin faktor-faktor terpenting
dari sejumlah kemungkinan yang menggunung.
Mudah-mudahan setelah membaca Blink, semua tugas Blink seperti yang ditulis dalam
bab pertama terjawab. Tugas Blink yang pertama adalah meyakinkan bahwa keputusan
yang dibuat dalam sekejap mata bisa sama baik dengan keputusan yang hati-hati dan
direnungkan lama sekali.
Karena komputer internal kita tidak selalu cemerlang, dia bisa juga keliru. Tugas Blink
yang kedua, menjawab kapan kita harus mempercayai naluri kita, dan kapan kita harus
waspada karenanya. Tugas ketiga dan paling penting, meyakinkan Anda bahwa keputusan
sekejap dan penangkapan kesan pertama dapat dilatih serta dikendalikan. Mari kita coba.
• Beri Komentar
• Judul Buku: The Secrets of Successful Team Management - How to lead a team to
innovation, creativity and success
• Pengarang: Prof. Michael West
• Penerbit: Duncan Baird Publishers
• Jumlah halaman: 160 halaman, termasuk index
• Penulis Resensi: Majalah HC
Sejarah kerjasama tim dalam kehidupan manusia hampir setua umur manusia itu sendiri.
Kerjasama tim menjadi vital ketika dunia kemiliteran dan bisnis berkembang dengan
cepat. Sejalan dengan perkembangan pasar dan teknologi, industri tidak lagi bisa berjalan
secara mekanistis. Ia harus bisa bertindak secara fleksibel, dan kebutuhan terhadap
kelompok kerja makin terasa. Para peneliti menemukan bahwa pengaruh kelompok kerja
terhadap produktifitas sama besarnya dengan pengaruh seorang manajer. Hanya saja, saat
organisasi menjadi semakin besar, para pekerja kesulitan untuk saling berbagi
pengetahuan tentang material, proses, dan metode kerja untuk meningkatkan daya saing
organisasi. Ini terjadi karena saluran pertukaran ide dan keahlian di antara karyawan
mampet.
Inovasi model bisnis berkembang selama masarekonstruksi pasca Perang Dunia II.
Jepang memimpin dengan menerapkan etika tim sebagai prinsip-prinsip produksi massal.
Karyawan mereka sangat termotivasi, komit terhadap teknologi, dan sangat produktif.
Kemudian, perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa mengkopi cara Jepang mengelola
pekerjaan itu, sembari menghapus hambatan birokrasi yang sering menghambat inovasi
dalam kultur orang-orang Jepang. Upaya mencontoh itu ternyata bukanlah resep yang
mudah. Hingga saat ini pun upaya mengadopsi pendekatan tim itu masih menjadi
tantangan terbesar pada banyak perusahaan. Direktur HR dari 100 perusahaan paling top
di Amerika (Fortune 100) melaporkan bahwa perhatian utamanya tertuju pada upaya
membangun struktur berbasis tim agar perusahaan mereka bisa bergerak fleksibel,
produktif, tangguh, dan efektif.
Menurut Profesor Michael West, pengarang buku The Secrets of Successful Team
Management, upaya membangun tim bukan hanya soal laba dan inovasi, tetapi ia juga
penting bagi kesehatan kita. Saat bekerja dalam sebuah tim, kita memiliki hubungan
pertemanan yang bagus, dan kita merasa dimengerti dan dihargai. "Kita mempunyai rasa
memiliki yang kini semakin hilang di perusahaanperusahaan besar,"� ujar professor
psikologi organisasi itu. Karyawan melihat adanya gap yang lebar antara retorika sang
CEO (yang selalu mengatakan, "...SDM adalah asset utama terpenting") dengan
kenyataan yang dihadapi sebagai karyawan. Sebagai akibatnya, karyawan sering merasa
tidak dihargai oleh perusahaan dan merasakan minimnya kontrol terhadap kerjanya.
Alienasi semacam itu tercampur saat perusahaan harus merampingkan diri untuk
merespons tekanan ekonomi, karena adanya beban pekerjaan berlebihan dan seringnya
terjadi pengulangan pekerjaan yang dirasakan karyawan.
Manfaat dari kerjasama tim, menurut penulis, sangat banyak. Biasanya organisasi
berbasis tim memiliki struktur yang ramping. Berkerjasama dalam sebuah tim berarti
memberi tanggung jawab dan otoritas kepada tim untuk membuat keputusan tentang
bagaimana bekerja paling efisien, dan ini menyebabkan jumlah manajer dan level
manajer lebih sedikit. Oleh sebab itu, organisasi akan bisa merespons dengan cepat dan
efektif lingkungan yang cepat berubah.
Tim bisa melakukan pengembangan dan peluncuran produk dengan cepat. Tim
memungkinkan organisasi untuk terus belajar (dan mengambil manfaat dari proses itu)
secara lebih efektif. Tim yang melibatkan banyak fungsi akan membantu meningkatkan
manajemen mutu. Ia juga mendorong berkembangnya kreatifitas dan inovasi. Kerjasama
tim juga menghasilkan manfaat finansial, termasuk karena kenaikan produktifitas. Begitu
pula, perubahan dalam sebuah organisasi lebih efektif bila melibatkan kerjasama tim.
Masih banyak manfaat lain dari kerjasama tim.
Selain memberikan analisis teoritis dan praktis tentang manajemen tim, yang menarik
dalam buku ini, penulis memberikan kiat atau tips yang amat berguna untuk
menghasilkan kerjasama tim terbaik. Penulis menyebut kiat atau tips itu dengan istilah
Work Solution, yang berjumlah 23 buah. Penerapan Work Solution ini secara baik
diyakini akan melahirkan kerjasama tim yang kuat di perusahaan Anda. Work Solution 1
mengulas kenapa Anda harus membentuk kerjasama tim, karena tidak semua hal
mengharuskan Anda melakukannya. Work Solution 2 berisi cara untuk menelaah
kompetensi dari tim. Work Solution 3 menyarankan pembuatan jurnal manajemen waktu.
Work Solution 4 mengupas tema "...meditasi pikiran" untuk meresapi tugas tim.
Work Solution 5 berisi cara merespons umpan balik formal. Work Solution 6 tentang cara
mengatasi anggota tim yang sulit. Work Solution 7, jurus mempersiapkan presentasi dari
seorang juru bicara bagi tim. Work Solution 8, tentang seni dari persuasi.
Work Solution 9 berbicara tentang penyusunan aturan main. Work Solution
10 berisi klarifikasi peran. Work Solution 11 tentang bagaimana memproses
informasi yang berguna. Work Solution 12 mengupas kiat membangun
hubungan dua arah. Work Solution 13 tentang cara menyusun objektif.
Sebuah buku yang menarik dan bermanfaat bagi siapa saja pelaku organisasi:
eksekutif, manajer, karyawan, dan siapa saja yang mengandalkan kerjasama
tim dalam pencapaian hasil.
• eri Komentar
Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang
sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai
yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di
belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan
pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang
licik dan tak bertanggung jawab?
Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan
dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan
konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih
dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah
terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit
dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi
lebih kuat.
Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh
peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila
konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.
Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini.
Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah.
Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari
pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus
dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.
Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan
bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut.
Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.
Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat
lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi
krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang
mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan
Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan
diskusi untuk kelompok baca.
Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik
apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.
• Beri Komentar
Indonesian Human Resources Handbook 2005
Buku ini lebih merupakan sebuah langkah awal dari sebuah upaya yang mulia dan
penting, ketimbang hasil akhir yang sudah tuntas dan memuaskan. Merangkum apa,
siapa, di mana, mengapa dan bagaimana-nya dunia HR di Indonesia jelas bukanlah kerja
ringan yang sekali jadi. Sejauh ini, kompilasi yang disusun dan dikeluarkan oleh Ascorp
(PT Ali Syarief Corporation) ini telah memasuki edisi yang kedua, dan itu artinya telah
mengalami berbagai perbaikan dan penambahan data. Dan, kabarnya buku ini akan
segera memasuki edisi ketiga dengan perubahan penampilan dari Bahasa Inggris ke
Bahasa Indonesia, di samping tentu saja, lagi-lagi, penambahan item informasi.
Dijadwalkan, edisi baru tersebut akan diluncurkan pada Mei 2007.
Sebagai sebuah handbook, buku ini memang masih jauh dari lengkap. Ibaratnya, apalah
arti 34 nama yang terdaftar dalam buku ini dibandingkan dengan beratus-ratus, atau
bahkan mungkin beribu-ribu, tokoh HR yang ada di Indonesia. Di samping itu, kalau
maunya memang menjadi Indonesian HR Handbook, mengapa harus menyertakan
sejumlah nama dari luar negeri --sementara masih banyak nama lain dari
negeri sendiri yang mestinya lebih diprioritaskan untuk diperkenalkan kepada
publik HR? Namun, seperti telah disebut di atas, sebagai sebuah langkah awal,
buku ini jelas patut dihargai tinggi-tinggi. Yang sudah sangat bagus dan
"sangat benar" dari buku ini, antara lain, pencantuman indeks yang
memudahkan pembaca untuk menemukan dengan cepat item yang dicarinya.
Untuk perbaikan pada edisi-edisi berikutnya, perlu kiranya penyusun buku ini
merangkul sebanyak-banyak pihak yang terkait dan relevan untuk
memungkinkan terkumpulnya data yang selengkap-lengkapnya.
• Beri Komentar
• Judul Buku: The Success Principles - Cara Beranjak dari Posisi Anda Sekarang ke
Posisi yang Anda Inginkan
• Pengarang: Jack Canfield
• Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
• Jumlah halaman: 654 halaman
• Penulis Resensi: Sri Marlina
Bila sukses punya prinsip dasar, maka itulah yang dijanjikan buku ini. Ditulis oleh Jack
Canfield, penulis seri Chicken Soup for the Soul dan telah menulis 40 buku terlaris New
York Times, buku ini berisi 64 prinsip dasar yang akan mengantar Anda menuju
kesuksesan yang Anda idamkan. Canfield menyusun buku ini berdasarkan pertemuannya
dengan orang-orang sukses dari berbagai bidang dan pengalamannya selama 30 tahun
menjalankan sendiri prinsip-prinsip tersebut. Karena itu dia menjamin, bila Anda
menjalankan prinsip-prinsip di dalam buku ini dengan konsisten dan tekun, Anda pasti
sukses.
Untuk memudahkan pembacanya, Canfield membagi buku ini ke dalam enam bagian.
Yakni, Dasar-Dasar Kesuksesan, Mengubah Diri Anda Agar Sukses, Membangun Tim
Sukses Anda, Menciptakan Hubungan yang Sukses, Kesuksesan dan Uang. Dan, bab
terakhir, Kesuksesan Dimulai Sekarang mengajak Anda untuk mulai menerapkan dan
melatih prinsip-prinsip yang sudah dibahas di bab-bab sebelumnya.
Bagian I mengupas tentang bagaimana bertanggung jawab atas kehidupan Anda dan hasil
yang dicapai, menyangkut tujuan hidup, visi, impian dan keinginan kuat Anda. Bab-bab
selanjutnya berkaitan dengan tindakan-tindakan yang diambil untuk mewujudkan impian
dan keinginan Anda.
Bagian II membantu Anda mengenali rintangan mental dan emosional yang menghalangi
Anda meraih kesuksesan. Rintangan mental berupa keyakinan negatif yang timbul dari
kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam hidup Anda, bayang-bayang ketakutan dari masa
lalu dan kebiasaan buruk yang membatasi kemajuan yang ingin Anda capai.
Membangun Tim Sukses Anda, Bagian III, mengungkapkan cara dan alasan perlunya
membangun tim pendukung sehingga Anda bisa memusatkan pada usaha
memaksimalkan bakat terbesar Anda. Tim pendukung sukses Anda tidak hanya berasal
dari luar diri Anda, tapi juga berasal dari dalam diri Anda sendiri. Faktor luar bisa dengan
belajar dari seorang pembimbing atau teman yang sukses dan berpengaruh. Sedangkan
faktor dari dalam, yaitu dengan mengakses kebijakan batin Anda sendiri untuk
menemukan sendiri jalan kesuksesan Anda.
Canfield dalam bukunya ini juga mengajari bagaimana Menciptakan Hubungan yang
Sukses di Bagian IV. Pada bagian ini ajaran-ajarannya antara lain prinsip-prinsip dan
teknik praktis untuk membangun dan mempertahankan hubungan kelas dunia dalam
rangka membangun jaringan berpengaruh.
Pada Bagian V, tentang uang, yang masih dijadikan ukuran kesuksesan seseorang,
membahas pentingnya kesadaran positif akan uang, kesadaran bahwa Anda punya banyak
uang untuk menjalani gaya hidup yang Anda inginkan sekarang dan di masa depan. Di
bagian terakhir, Anda diajak mulai menerapkan prinsip yang sudah diajarkan pada bagian
sebelumnya.
Prinsip-prinsip dasar ini sederhana, banyak yang sudah kita ketahui malah, tapi terkadang
kita lupa untuk menerapkannya. Pada waktu-waktu tertentu, karyawan Anda dan bahkan
Anda sendiri perlu motivasi baru untuk meningkatkan prestasi. Karena itu buku ini pas
untuk menjadi koleksi bagian SDM dan bagus untuk dijadikan salah satu materi
pelatihan.
Mengutip dari bagian Pendahuluan dalam buku, orang-orang bijaksana tahu, jika mereka
terus berlatih memainkan alat musik, olahraga atau ilmu bela diri, (atau, bagi Anda,
melatih prinsip-prinsip kesuksesan dalam buku ini) mereka seperti melakukan lompatan
tiba-tiba ke tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Bersabarlah. Bertahanlah. Jangan
menyerah. Anda pasti akan melewatinya. Prinsip-prinsip ini selalu berhasil.
Silakan mencoba.
• Beri Komentar
Mau tahu lebih jauh, sebaiknya Anda membaca langsung buku yang terpilih sebagai best-
seller menurut Los Angeles Times ini.
"Manajemen tak lebih merupakan alat untuk memotivasi orang" -- Lee Iacocca.
"Satu-satunya cara untuk membuat orang menyukai kerja keras adalah dengan
memotivasi mereka. Hari ini, orang harus mengerti mengapa mereka (harus) bekerja
keras. Setiap orang dalam organisasi termotivasi oleh sesuatu yang berbeda-beda" --Rick
Pitino
"Motivasi adalah seni membuat orang melakukan apa yang Anda inginkan untuk mereka
lakukan, karena mereka ingin melakukannya." --Dwight D Eisenhower
"Uang tidak pernah menjadi motivasi besar bagiku. Kepuasan sejati adalah permainannya
itu sendiri." --Donald Trump.
"Ide dari semua motivasi adalah perangkap. Lupakan motivasi. Just do it! Latihan,
mengurangi berat badan, tes gula dalam darah, apapun. Lakukan apapun itu tanpa
motivasi. Lalu apa? Setelah kau memulai (melakukan) sesuatu, itulah saat motivasi
datang dan memudahkanmu untuk menjaganya." --John Maxwell.
"Selalu ada motivasi untuk menginginkan kemenangan. Setiap orang punya itu. Tapi,
seorang juara perlu, dalam perilakunya, sebuah motivasi atas dan dalam kemenangan." --
Pat Riley.
"Orang sering bilang bahwa motivasi itu tak ada habisnya. Memang, sama halnya dengan
mandi --itulah sebabnya kami merekomendasikannya setiap hari." --Zig Ziglar.
"Hanya yang keluar dari dalam, motivasi yang berumur panjang dan bisa diandalkan, dan
salah satu kekuatan darinya adalah kesenangan dan kebanggaan bahwa Anda tahu telah
melakukan sesuatu sebaik yang Anda mampu." --Lloyd Dobens and Clare Crawford-
Mason
"Hadiah terbesar yang diberikan oleh kehidupan adalah kesempatan untuk bekerja keras
dalam pekerjaan yang layak dilakukan." --Theodore Roosevelt
"Hasrat adalah kunci motivasi, tapi itu tergantung dan meminta komitmen dari pencarian
yang tiada henti pada tujuan Anda --komitmen untuk excellence-- yang akan
memungkinkan Anda mencapai sukses yang Anda cari." --Mario Andretti
"Aku telah sampai pada kesimpulan bahwa motivasiku sebagian besar telah menjadi
mitos --aku tak tahu mengapa melakukan hal-hal yang kulakukan itu." --J. B. S. Haldane
"Motivasi adalah api dari dalam. Jika seseorang mencoba menyalakan api (dalam dirimu)
itu, kesempatan untuk terbakarnya sangat cepat." --Stephen R. Covey
Apakah jabatan yang saya inginkan realistis? Bolehkah mengirimkan lamaran kerja ke
perusahaan yang tidak sedang membuka lowongan? Apakah berkas lamaran kerja harus
di-print berwarna agar lebih diperhatikan oleh HRD?
Ketika menyiapkan aplikasi untuk melamar pekerjaan, orang sering dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang merisaukan seperti itu, yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Kerisauan-kerisauan tersebut sudah menjadi klasik sehingga justru kontraproduktif.
Berikut sejumlah pertanyaan yang paling sering diajukan oleh para pencari kerja.
Temukan jawabannya sehingga Anda bisa mempersiapkan diri sejak dini, dan lebih bisa
memastikan apakah usaha Anda telah berada di jalan yang benar.
1. Bagaimana saya tahu, pekerjaan yang saya inginkan sesuai dengan kemampuan
saya?
Satu-satunya cara untuk memastikannya adalah dengan menengok kembali ke masa awal
Anda mencari kerja dan melihat apa yang� Anda dapat sekarang. Jika Anda mendapati
diri Anda seperti membentur dinding --baik ketika mencari kerja lewat lembaga jasa
penempatan, networking maupun internet-- maka sadarilah bahwa cita-cita Anda tidak
sesuai dengan realitas pasar. Artinya, Anda perlu menurunkan atau memikirkan kembali
skala target Anda.
Cara terbaik adalah selalu mencoba (memanfaatkan) jaringan yang terhubung dengan
perusahaan itu. Bisa melalui teman Anda, atau temannya teman Anda, yang jelas dia bisa
memperkenalkan Anda dengan "orang dalam" perusahaan yang ingin Anda tuju. Orang
tersebut tak harus berasal dari bagian atau departemen yang Anda inginkan.
Yang Anda perlukan hanya nama yang bisa mengubungkan Anda dengan pihak yang
tepat. Setelah Anda mendapatkan nama, tulislah pesan yang mengungkapkan maksud
Anda, dan menindaklanjutinya dengan menelepon. Tapi, jangan langsung bicara tentang
pekerjaan melainkan mintalah kesempatan untuk bertemu.
3. Adakah sesuatu yang bisa dilakukan untuk membuat resume saya lebih menonjol
dibandingkan yang lain?
Sebenarnya tak banyak yang bisa Anda lakukan untuk mempercantik sebuah resume
sehingga berbeda dari yang lain. Memakai tipografi yang tak biasa atau cetak-berwarna
memang membuat resume Anda beda, tapi pengusaha concern dengan isi.
Kadang metode pengiriman tertentu lebih menyita perhatian, tapi dalam kompetisi yang
ketat hal itu pun tak membantu. Hal terpenting adalah menyebutkan keahlian khusus
yang Anda miliki dalam resume tersebut, yang relevan dengan posisi yang Anda incar.
4. Apa kesalahan paling umum yang dilakukan oleh pencari kerja dalam resume
mereka?
Kesalahan paling umum, sejauh ini, mencantumkan sebanyak-banyaknya fungsi dan
tanggung jawab yang pernah dipegang di perusahaan sebelumnya. Satu saja fungsi dan
tanggung jawab yang spesifik akan lebih membuat orang terkesan akan kemampuan
Anda, dan secara otomatis lebih membantu orang lain mendeteksi kesesuaian Anda
dengan perusahaan/jabatan yang sedang Anda lamar.
Kesalahan kedua, tidak cukup spesifik ketika menyebutkan kemampuan yang dimiliki.
Perusahaan lebih tertarik dengan hal-hal khusus yang Anda kuasai.
Tak ada cara "terbaik". Namun, yang penting adalah bagaimana memberdayakan semua
sumber: keluarga, sahabat, asosiasi bisnis, mantan teman sekelas dan sebagainya. Anda
harus berusaha "terlihat" dan tempatkan diri dalam berbagai situasi yang memberi Anda
kesempatan untuk bertemu orang-orang baru.
Terpenting dari semua itu, ketika kesempatan telah didapat, manfaatkanlah sebaik-
baiknya. Buatlah orang tahu apa yang sedang Anda cari.
6. Apa nasihat terpenting untuk orang yang akan memenuhi panggilan wawancara
kerja?
Senantiasi tempatkan diri sesuai dengan orang yang mewawancarai. Ingatlah apa yang
dia inginkan dari Anda: memastikan apakah Anda memiliki keahlian, atribut personal dan
motivasi yang mendukung sukses dalam kerja. Yang harus Anda "jual" selama
wawancara kerja adalah elemen-elemen itu: keahlian dan personalitas yang dapat
memberi sumbangan penting untuk perusahaan yang sedang mewawancarai Anda.
7. Seberapa jauh saya harus jujur dalam menjawab pertanyaan wawancara kerja?
Pada dasarnya, tentu, harus sejujur mungkin, sebenar mungkin. Tapi, tergantung juga
dengan pertanyaan yang diajukan. Untuk pertanyaan yang jawabannya membutuhkan
lebih banyak opini pribadi, misalnya, tentu tidak bisa diukur dengan salah atau benar,
melainkan jawablah dengan meyakinkan. Intinya, tampilkan diri "sebenar" mungkin.
Sekali Anda tampak meragukan, maka semua yang Anda katakan selama wawancara
akan membuat pewawancara ragu.
Pertama, pastikan dulu apakah tindakan itu bagian dari skenario wawancara --misalnya,
sengaja untuk menguji respon Anda terhadap tekanan. Ini memang jarang dilakukan, tapi
bisa saja terjadi ketika kemampuan untuk bertahan di bawah tekanan merupakan
kualifikasi yang dituntut oleh jabatan yang sedang Anda lamar.
Namun, jika yang Anda hadapi memang seorang pewawancara yang pada dasarnya
"kurang ajar", tetaplah bersikap tenang, dan profesional. Dan, beruntunglah karena Anda
tidak akan berurusan lagi dengan orang tersebut setelah wawancara selesai.
PortalHR.com together with Human Capital Magazine, Oracle Indonesia, Daya Dimensi
Indonesia and Multi Talent Indonesia are proudly present our regular HR Executive
Breakfast Meeting.
As there are many approach, tools & system in conducting selection process, which one
is the best, what are the perquisite condition or skill needed, which one bring the right
candidate to the targeted job/position, find it out at our sharing discussion.
With Realizing The Promise of Selection and Assessment System as our topic this month,
we invite HR Executive & Professionals to join and share with us at:
Sebagian orang mungkin merasa tabu untuk mengakui, bahwa mereka bekerja untuk
mengumpulkan banyak uang. Pada kenyataannya, kita memang selalu bertemu dengan
orang-orang yang bekerja tidak (semata-mata) demi uang, melainkan lebih sebagai
simbol status, atau sarana eksistensi diri. Tentu, kalangan yang disebut terakhir itu adalah
mereka yang tidak memiliki masalah dengan pendapatan, atau setidaknya punya
pendapatan yang lebih. Mereka, dengan demikian, juga tidak lagi memiliki masalah
dalam memenuhi tuntutan gaya hidup yang mereka pilih.
Kalau boleh memilih, tentu siapa pun akan memilih bekerja demi status dan bukannya
demi uang. Tapi, jika kondisi tidak memungkinkan, bukan berarti tidak ada langkah yang
bisa dilakukan demi mewujudkan dambaan itu. Siapa sih yang tidak ingin, bekerja
dengan pendapatan yang lebih, sehingga masalah keuangan tak pernah lagi "ngrecoki",
dan kita tinggal memikirkan "kesenangan"? Joshua Kennon lewat bukunya yang berjudul
How to Become Wealthy: Nine Truths That Can Set You on the Path to Financial
Freedom bisa menjadi salah satu rujukan yang akan membantu Anda mendapatkan uang
yang lebih banyak sesuai keinginan.
Sebelum melangkah lebih jauh ke tataran praktis, Anda perlu terlebih dahulu menyetujui
bahwa langkah pertama yang diperlukan untuk mendapatkan uang lebih banyak adalah
mengubah cara berpikir Anda tentang uang itu sendiri.
Uang adalah sesuatu yang dibayarkan kepada Anda untuk kerja yang telah Anda lakukan
demi tercapainya tujuan perusahaan. Atau, uang adalah gaji yang Anda bayarkan kepada
Anda sendiri sebagai business person yang memperjakan diri pada seseorang
(pengusaha). Dia, uang itu, sama sekali bukanlah akar dari segala kejahatan atau
penderitaan di dunia. Dia semata-mata alat yang memungkinkan Anda memenuhi standar
hidup yang telah Anda tetapkan sendiri.
Arti dari semua itu tak lain, menginginkan untuk mendapatkan uang lebih banyak bukan
hanya baik, melainkan juga penting bagi berbagai rencana yang telah Anda buat.
Meminta gaji lebih tinggi ketika mendapat tawaran kerja baru merupakan hal yang wajar.
Meminta kenaikan gaji pada perusahaan tempat Anda kerja sekarang tak ada salahnya.
Begitu pula dengan memilih karir yang memberikan gaji tinggi, sah-sah saja.
Langkah berikutnya, mengubah cara berpikir Anda tentang diri Anda sendiri
berkaitan dengan uang.
Kalau Anda tidak ingin mendefinisikan karakter Anda berdasarkan banyaknya uang yang
Anda dapatkan, Anda perlu berpikir sebaliknya: apapun yang Anda dapatkan, Anda
memang layak mendapatkannya. Persiapkan diri untuk membuat pilihan-pilihan dalam
karir yang bisa mempertinggi kemampuan untuk mendapatkan uang lebih banyak.
Meminta kenaikan gaji merupakan hal yang menakutkan memang, tapi jika Anda tidak
pernah memintanya, maka Anda akan diam di tempat, dan perusahaan merasa sudah
cukup menggaji Anda.
Pertama, tentu saja, pilihlah karir yang paling memungkinkan Anda untuk
mendapatkan pendapatan besar.
Pekerjaan tertentu, kita tahu, bergaji lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya. Jika
uang penting bagi Anda, pilihlah pekerjaan yang akan memberi Anda bayaran sesuai
yang ingin Anda dapatkan. Atau, buktikan bahwa Anda akan melakukan sesuatu yang
luar biasa untuk mendapatkan uang banyak dari karir yang telah Anda pilih. Anda juga
bisa melakukan kerja sambilan, mengambil pekerjaan paroh waktu di samping pekerjaan
utama, atau memulai bisnis sendiri.
Jika Anda karyawan yang baik dan pekerja keras, jangan pasif dan menunggu, cobalah
lakukan hal-hal di bawah ini:
--negosiasi dengan pimpinan perusahaan berapa besaran gaji yang Anda inginkan, jika
Anda karyawan baru.
--mintalah kenaikan gaji secara reguler setiap Anda bisa memperlihatkan bahwa hasil
kerja Anda memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
--ekspresikan ambisi-ambisi karir Anda, dan apa yang Anda yakin akan bisa Anda
lakukan untuk membantu keberhasilan perusahaan. Tunjukkan komitmen pada atasan.
Setiap perusahaan memiliki daftar karyawan unggulan; pastikan Anda ada di situ sebagai
langkah awal untuk memaksimalkan pendapatan Anda.
Sebagian orang mungkin merasa tabu untuk mengakui, bahwa mereka bekerja untuk
mengumpulkan banyak uang. Pada kenyataannya, kita memang selalu bertemu dengan
orang-orang yang bekerja tidak (semata-mata) demi uang, melainkan lebih sebagai
simbol status, atau sarana eksistensi diri. Tentu, kalangan yang disebut terakhir itu adalah
mereka yang tidak memiliki masalah dengan pendapatan, atau setidaknya punya
pendapatan yang lebih. Mereka, dengan demikian, juga tidak lagi memiliki masalah
dalam memenuhi tuntutan gaya hidup yang mereka pilih.
Kalau boleh memilih, tentu siapa pun akan memilih bekerja demi status dan bukannya
demi uang. Tapi, jika kondisi tidak memungkinkan, bukan berarti tidak ada langkah yang
bisa dilakukan demi mewujudkan dambaan itu. Siapa sih yang tidak ingin, bekerja
dengan pendapatan yang lebih, sehingga masalah keuangan tak pernah lagi "ngrecoki",
dan kita tinggal memikirkan "kesenangan"? Joshua Kennon lewat bukunya yang berjudul
How to Become Wealthy: Nine Truths That Can Set You on the Path to Financial
Freedom bisa menjadi salah satu rujukan yang akan membantu Anda mendapatkan uang
yang lebih banyak sesuai keinginan.
Sebelum melangkah lebih jauh ke tataran praktis, Anda perlu terlebih dahulu menyetujui
bahwa langkah pertama yang diperlukan untuk mendapatkan uang lebih banyak adalah
mengubah cara berpikir Anda tentang uang itu sendiri.
Uang adalah sesuatu yang dibayarkan kepada Anda untuk kerja yang telah Anda lakukan
demi tercapainya tujuan perusahaan. Atau, uang adalah gaji yang Anda bayarkan kepada
Anda sendiri sebagai business person yang memperjakan diri pada seseorang
(pengusaha). Dia, uang itu, sama sekali bukanlah akar dari segala kejahatan atau
penderitaan di dunia. Dia semata-mata alat yang memungkinkan Anda memenuhi standar
hidup yang telah Anda tetapkan sendiri.
Arti dari semua itu tak lain, menginginkan untuk mendapatkan uang lebih banyak bukan
hanya baik, melainkan juga penting bagi berbagai rencana yang telah Anda buat.
Meminta gaji lebih tinggi ketika mendapat tawaran kerja baru merupakan hal yang wajar.
Meminta kenaikan gaji pada perusahaan tempat Anda kerja sekarang tak ada salahnya.
Begitu pula dengan memilih karir yang memberikan gaji tinggi, sah-sah saja.
Langkah berikutnya, mengubah cara berpikir Anda tentang diri Anda sendiri
berkaitan dengan uang.
Kalau Anda tidak ingin mendefinisikan karakter Anda berdasarkan banyaknya uang yang
Anda dapatkan, Anda perlu berpikir sebaliknya: apapun yang Anda dapatkan, Anda
memang layak mendapatkannya. Persiapkan diri untuk membuat pilihan-pilihan dalam
karir yang bisa mempertinggi kemampuan untuk mendapatkan uang lebih banyak.
Meminta kenaikan gaji merupakan hal yang menakutkan memang, tapi jika Anda tidak
pernah memintanya, maka Anda akan diam di tempat, dan perusahaan merasa sudah
cukup menggaji Anda.
Pertama, tentu saja, pilihlah karir yang paling memungkinkan Anda untuk
mendapatkan pendapatan besar.
Pekerjaan tertentu, kita tahu, bergaji lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya. Jika
uang penting bagi Anda, pilihlah pekerjaan yang akan memberi Anda bayaran sesuai
yang ingin Anda dapatkan. Atau, buktikan bahwa Anda akan melakukan sesuatu yang
luar biasa untuk mendapatkan uang banyak dari karir yang telah Anda pilih. Anda juga
bisa melakukan kerja sambilan, mengambil pekerjaan paroh waktu di samping pekerjaan
utama, atau memulai bisnis sendiri.
Jika Anda karyawan yang baik dan pekerja keras, jangan pasif dan menunggu, cobalah
lakukan hal-hal di bawah ini:
--negosiasi dengan pimpinan perusahaan berapa besaran gaji yang Anda inginkan, jika
Anda karyawan baru.
--mintalah kenaikan gaji secara reguler setiap Anda bisa memperlihatkan bahwa hasil
kerja Anda memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
--ekspresikan ambisi-ambisi karir Anda, dan apa yang Anda yakin akan bisa Anda
lakukan untuk membantu keberhasilan perusahaan. Tunjukkan komitmen pada atasan.
Setiap perusahaan memiliki daftar karyawan unggulan; pastikan Anda ada di situ sebagai
langkah awal untuk memaksimalkan pendapatan Anda.
Musibah demi musibah terjadi di negeri kita belakangan ini. Gempa bumi, kapal karam,
pesawat terbang jatuh atau meledak hingga banjir dan angin puting beliung yang melanda
ibukota. Semua itu datang seolah susul-menyusul, mendapat pemberitaan yang besar dari
media massa, sehingga menjadi isu nasional yang mengundang simpati dan keprihatinan
kita semua.
Di antara berbagai musibah itu ada yang terjadi ketika kita sedang bekerja di kantor. Kita
melihat laporannya di televisi, atau membaca beritanya di internet. Tapi, bisa juga, kita
menontonnya selama di rumah, dan pagi harinya dengan heboh membahasnya di kantor
dengan teman-teman. Pendek kata, meskipun tragedi itu terjadi nun jauh di Sidoarjo atau
Yogyakarta, namun imbasnya sampai ke tempat kerja kita juga.
Lebih-lebih, kau ada anggota keluarga teman sekantor yang menjadi korban sebuah
musibah, maka suasana duga lebih terasa di tempat kerja. Yang jelas, langsung atau tidak
langsung pengaruhnya di tempat kerja, tragedi nasional selalu membangkitkan solidaritas
kolektif, yakni keinginan untuk berbuat sesuatu yang bersifat membantu atau
meringankan beban korban.
Lain lagi ceritanya kalau musibah itu menimpa kantor kita sendiri.
Berikut aksi-aksi yang direkomendasikan ketika tragedi terjadi, entah itu nun jauh di sana
maupun dekat atau bahkan di kantor kita sendiri.
Jika musibah atau kecelakaan itu terjadi di tempat kerja, pastikan orang-orang berada
dalam kondisi selamat, sebelum kita melakukan tindakan lebih jauh. Lakukan langkah-
langkah untuk mengatasi keadaan darurat: nyalakan alarm kebakaran, dan lakukan
evakuasi yang paling memungkinkan. Kumpulkan semua orang di satu tempat, sehingga
bisa diketahui bahwa seluruh anggota organisasi dalam keadaan selamat.
Ketika mengalami, atau mendengar, sebuah musibah, sulit bagi siapa saja untuk tetap
bekerja dengan tenang. Itu wajar dan alami. Perhatian mereka akan terpecah. Biarkan
saja. Biarkan mereka terpuasakan dengan berbagai informasi yang ingin mereka ketahui
berkaitan dengan tragedi itu. Dengan begitu, justru orang lebih bisa diharapkan untuk
cepat kembali bekerja dengan produktif.
3. Menimbang keterlibatan personal karyawan
Jika sebuah tragedi mempengaruhi individu secara personal, beri waktu yang cukup
untuk pemulihan, beri dukungan, bantu mendapatkan informasi dan hal-hal lain yang
diperlukan. Perlu juga diputuskan apakah akan tetap membayarkan uang harian bagi
karyawan yang tidak bisa masuk kerja karena musibah. Pikirkan pula tempat
penampungan, kalau diperlukan, atau bentuk-bentuk kompensasi lain selama tragedi.
Pengusaha atau pimpinan perusahaan juga bisa melakukan sesuatu yang membantu ketika
tragedi mengimbas, langsung maupun tak langsung, ke tempat kerja
Orang cenderung merasa lebih nyaman untuk saling berdekatan dan bergandeng tangan
ketika tragedi terjadi. Secara informal, Anda dapat menyediakan kesempatan untuk
interaksi tersebut dengan, misalnya, menyediakan televisi di ruangan khusus. Sambil
berkumpul untuk menyimak perkembangan informasi terbaru, anggota organisasi bisa
saling menguatkan dan memberi dukungan.
Dalam tragedi yang bersifat nasional, orang ingin tahu informasi terbaru tentang apa yang
terjadi. Mereka ingin terus memastikan apakah anggota keluarga atau orang-orang dekat
mereka selamat. Jangan biarkan rumor dan gosip yang tak menentu, menambah
ketidakpastian dan mengganggu kelancaran kerja.
Ketika tragedi terjadi, solidaritas bangkit. Orang ingin ikut meringankan beban korban.
Ambil inisiatif untuk mengkoordinasikan pengumpulan bantuan, atau merencanakan aksi
bakti sosial ke lokasi bencana.
Supervisor dan staf HR merupakan bagian penting dari perusahaan selama tragedi terjadi.
Karyawan yang tertimpa musibah, baik itu dirinya sendiri atau anggota keluarnya,
membutuhkan perhatian khusus. Mereka biasanya datang kepada supervisor atau orang
HR. Luangkan waktu untuk mendengarkan keluh-kesah mereka, dan usahakan bantuan
sejauh diperlukan.
"Manajemen tak lebih merupakan alat untuk memotivasi orang" -- Lee Iacocca.
"Satu-satunya cara untuk membuat orang menyukai kerja keras adalah dengan
memotivasi mereka. Hari ini, orang harus mengerti mengapa mereka (harus) bekerja
keras. Setiap orang dalam organisasi termotivasi oleh sesuatu yang berbeda-beda" --Rick
Pitino
"Motivasi adalah seni membuat orang melakukan apa yang Anda inginkan untuk mereka
lakukan, karena mereka ingin melakukannya." --Dwight D Eisenhower
"Uang tidak pernah menjadi motivasi besar bagiku. Kepuasan sejati adalah permainannya
itu sendiri." --Donald Trump.
"Ide dari semua motivasi adalah perangkap. Lupakan motivasi. Just do it! Latihan,
mengurangi berat badan, tes gula dalam darah, apapun. Lakukan apapun itu tanpa
motivasi. Lalu apa? Setelah kau memulai (melakukan) sesuatu, itulah saat motivasi
datang dan memudahkanmu untuk menjaganya." --John Maxwell.
"Selalu ada motivasi untuk menginginkan kemenangan. Setiap orang punya itu. Tapi,
seorang juara perlu, dalam perilakunya, sebuah motivasi atas dan dalam kemenangan." --
Pat Riley.
"Orang sering bilang bahwa motivasi itu tak ada habisnya. Memang, sama halnya dengan
mandi --itulah sebabnya kami merekomendasikannya setiap hari." --Zig Ziglar.
"Hanya yang keluar dari dalam, motivasi yang berumur panjang dan bisa diandalkan, dan
salah satu kekuatan darinya adalah kesenangan dan kebanggaan bahwa Anda tahu telah
melakukan sesuatu sebaik yang Anda mampu." --Lloyd Dobens and Clare Crawford-
Mason
"Hadiah terbesar yang diberikan oleh kehidupan adalah kesempatan untuk bekerja keras
dalam pekerjaan yang layak dilakukan." --Theodore Roosevelt
"Hasrat adalah kunci motivasi, tapi itu tergantung dan meminta komitmen dari pencarian
yang tiada henti pada tujuan Anda --komitmen untuk excellence-- yang akan
memungkinkan Anda mencapai sukses yang Anda cari." --Mario Andretti
"Aku telah sampai pada kesimpulan bahwa motivasiku sebagian besar telah menjadi
mitos --aku tak tahu mengapa melakukan hal-hal yang kulakukan itu." --J. B. S. Haldane
"Motivasi adalah api dari dalam. Jika seseorang mencoba menyalakan api (dalam dirimu)
itu, kesempatan untuk terbakarnya sangat cepat." --Stephen R. Covey
Apakah jabatan yang saya inginkan realistis? Bolehkah mengirimkan lamaran kerja ke
perusahaan yang tidak sedang membuka lowongan? Apakah berkas lamaran kerja harus
di-print berwarna agar lebih diperhatikan oleh HRD?
Ketika menyiapkan aplikasi untuk melamar pekerjaan, orang sering dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang merisaukan seperti itu, yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Kerisauan-kerisauan tersebut sudah menjadi klasik sehingga justru kontraproduktif.
Berikut sejumlah pertanyaan yang paling sering diajukan oleh para pencari kerja.
Temukan jawabannya sehingga Anda bisa mempersiapkan diri sejak dini, dan lebih bisa
memastikan apakah usaha Anda telah berada di jalan yang benar.
1. Bagaimana saya tahu, pekerjaan yang saya inginkan sesuai dengan kemampuan
saya?
Satu-satunya cara untuk memastikannya adalah dengan menengok kembali ke masa awal
Anda mencari kerja dan melihat apa yang� Anda dapat sekarang. Jika Anda mendapati
diri Anda seperti membentur dinding --baik ketika mencari kerja lewat lembaga jasa
penempatan, networking maupun internet-- maka sadarilah bahwa cita-cita Anda tidak
sesuai dengan realitas pasar. Artinya, Anda perlu menurunkan atau memikirkan kembali
skala target Anda.
Yang Anda perlukan hanya nama yang bisa mengubungkan Anda dengan pihak yang
tepat. Setelah Anda mendapatkan nama, tulislah pesan yang mengungkapkan maksud
Anda, dan menindaklanjutinya dengan menelepon. Tapi, jangan langsung bicara tentang
pekerjaan melainkan mintalah kesempatan untuk bertemu.
3. Adakah sesuatu yang bisa dilakukan untuk membuat resume saya lebih menonjol
dibandingkan yang lain?
Sebenarnya tak banyak yang bisa Anda lakukan untuk mempercantik sebuah resume
sehingga berbeda dari yang lain. Memakai tipografi yang tak biasa atau cetak-berwarna
memang membuat resume Anda beda, tapi pengusaha concern dengan isi.
Kadang metode pengiriman tertentu lebih menyita perhatian, tapi dalam kompetisi yang
ketat hal itu pun tak membantu. Hal terpenting adalah menyebutkan keahlian khusus
yang Anda miliki dalam resume tersebut, yang relevan dengan posisi yang Anda incar.
4. Apa kesalahan paling umum yang dilakukan oleh pencari kerja dalam resume
mereka?
Kesalahan kedua, tidak cukup spesifik ketika menyebutkan kemampuan yang dimiliki.
Perusahaan lebih tertarik dengan hal-hal khusus yang Anda kuasai.
Tak ada cara "terbaik". Namun, yang penting adalah bagaimana memberdayakan semua
sumber: keluarga, sahabat, asosiasi bisnis, mantan teman sekelas dan sebagainya. Anda
harus berusaha "terlihat" dan tempatkan diri dalam berbagai situasi yang memberi Anda
kesempatan untuk bertemu orang-orang baru.
Terpenting dari semua itu, ketika kesempatan telah didapat, manfaatkanlah sebaik-
baiknya. Buatlah orang tahu apa yang sedang Anda cari.
6. Apa nasihat terpenting untuk orang yang akan memenuhi panggilan wawancara
kerja?
Senantiasi tempatkan diri sesuai dengan orang yang mewawancarai. Ingatlah apa yang
dia inginkan dari Anda: memastikan apakah Anda memiliki keahlian, atribut personal dan
motivasi yang mendukung sukses dalam kerja. Yang harus Anda "jual" selama
wawancara kerja adalah elemen-elemen itu: keahlian dan personalitas yang dapat
memberi sumbangan penting untuk perusahaan yang sedang mewawancarai Anda.
7. Seberapa jauh saya harus jujur dalam menjawab pertanyaan wawancara kerja?
Pada dasarnya, tentu, harus sejujur mungkin, sebenar mungkin. Tapi, tergantung juga
dengan pertanyaan yang diajukan. Untuk pertanyaan yang jawabannya membutuhkan
lebih banyak opini pribadi, misalnya, tentu tidak bisa diukur dengan salah atau benar,
melainkan jawablah dengan meyakinkan. Intinya, tampilkan diri "sebenar" mungkin.
Sekali Anda tampak meragukan, maka semua yang Anda katakan selama wawancara
akan membuat pewawancara ragu.
Pertama, pastikan dulu apakah tindakan itu bagian dari skenario wawancara --misalnya,
sengaja untuk menguji respon Anda terhadap tekanan. Ini memang jarang dilakukan, tapi
bisa saja terjadi ketika kemampuan untuk bertahan di bawah tekanan merupakan
kualifikasi yang dituntut oleh jabatan yang sedang Anda lamar.
Namun, jika yang Anda hadapi memang seorang pewawancara yang pada dasarnya
"kurang ajar", tetaplah bersikap tenang, dan profesional. Dan, beruntunglah karena Anda
tidak akan berurusan lagi dengan orang tersebut setelah wawancara selesai.
Seiring dengan makin menuanya angkatan tenaga kerja dari generasi baby boomer,
kalangan pengusaha mulai khawatir akan terjadinya gelombang pensiun secara besar-
besaran. Para pemimpin perusahaan memang pantas khawatir, karena mundurnya baby
boomer berarti juga hilangnya beragam keahlian, pengetahuan dan pengalaman. Inilah
tantangan yang harus dihadapi organisasi dalam waktu dekat.
Menurut analisis para pakar masalah kerja dan penuaan, perusahaan-perusahaan utilitas,
pabrik dan bisnis-bisnis "old economy" lainnya akan paling cepat tersentuh masa yang
mencemaskan itu. Sedangkan sektor teknologi, di mana masa jabatan karyawannya lebih
pendek dan rata-rata mereka berusia muda, bisa lebih bernafas lega.
Bagaimana pun, pekerja yang berusia mendekati 65 tahun sekarang ini jumlahnya sangat
besar. Sudah seharusnya jika kaum pengusaha lebih mencermati masalah-masalah
demografi dan, jika perlu, melakukan langkah-langkah penyesuaian. Sayangnya, hanya
sedikit yang menyadari hal itu.
Memang, menurut penilaian para ahli, populasi tenaga kerja yang menua dewasa ini
belum sampai pada tingkat krisis. Kenyataannya, seperti diperlihatkan oleh hasil sebuah
penelitian, satu dari 5 organisasi mengatakan bahwa karyawan mereka masih tetap
bertahan dalam usia di atas 65 tahun.
Dari survei yang sama disebutkan, karyawan usia tua masih tetap bekerja karena dua
alasan. Pertama, takut kehilangan penghasilan setelah pensiun; kedua, mereka memang
senang bekerja. Namun, pada sisi lain, ditemukan pula tren yang berlawanan, yang secara
statistik signifikan. Yakni, mereka yang lebih memilih pensiun dini.
Lakukan "inventarisasi usia" --bisa secara informal saja-- terhadap karyawan di semua
lini dalam perusahaan Anda. Tahukah Anda bahwa seorang karyawan umumnya
merencanakan pensiun di atas usia 50 tahun? Anda perlu mendeteksi, siapa di antara
mereka yang bisa didorong untuk memilih pensiun lebih cepat dari itu. Pilihan pensiun
dini kepada karyawan akan membantu program-program HR Anda dalam 5 tahun
mendatang atau lebih.
Dengan adanya sistem outsourcing dan jasa teknologi, sejumlah keahlian akan menjadi
kurang penting bagi organisasi. Perusahaan yang memiliki kepekaan bagus akan
kebutuhan masa depan bisa mulai mempersiapkan karyawan muda untuk menggantikan
yang tua. Atau, membuat rencana rekrutmen yang sesuai dengan perubahan permintaan di
tempat kerja.
Intinya, apakah karyawan usia tua di perusahaan Anda berencana untuk pensiun (dini)
atau tidak, mendudukkan mereka berdampingan dengan karyawan muda merupakan
langkah yang bagus. Ketika karyawan senior berbagi cerita tentang perkembangan karir
mereka, itu merupakan mekanisme pengajaran yang powerful.
Anda pasti cukup familiar dengan nama Al Gore. Mantan wakil presiden Amerika
tersebut belum lama ini mencuat (kembali) dalam peran yang sama sekali berbeda. Coba
tebak! Ya, benar, dia memenangkan Piala Oscar! Yakni, lewat kemunculannya dalam film
dokumenter tentang pemanasan global, An Inconvenient Truth. Bagaimana seorang yang
sebelumnya (hanya) berkiprah di panggung politik, tiba-tiba meraih prestasi dan
popularitas yang sejajar dengan selebritas Hollywood? Dengan kata lain, bagaimana
seseorang bisa sukses dalam area yang sama sekali berbeda dan belum pernah dia tekuni
sebelumnya?
Komitmen - Pihak yang menerima (yakni, orang yang dipengaruhi) setuju dengan
keputusan atau permintaan dari pihak agen (orang yang memengaruhi). Pihak penerima
selalu mendukung penuh untuk mewujudkan permintaan agen.
Protes - Penerima setuju, tapi "malas" atau berbeda pendapat, dan memperlihatkan
dukungan yang minimal untuk sesuatu yang diharapkan.
Penolakan - Penerima secara aktif menolak melakukan aksi apapun. Bahkan, kadang dia
meminta pihak yang lebih berkuasa untuk mengubah aturannya.
Mengutip Profesor Sekolah Bisnis pada University of Albany Gary Yukl, Bolger merinci
adanya dua kategori taktik memengaruhi, yakni primer dan sekunder.
Persuasi Rasional adalah penggunaan logika dan fakta-fakta untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Caranya:
-Ungkapkan tujuan Anda dan tanyakan apa yang bisa dilakukan si penerima untuk
membantu mencapai itu
Dengan mempraktikkan taktik-taktik itu, Anda memang tak lantas akan memenangkan
Piala Oscar di tempat kerja, tapi Anda terbantu untuk mewujudkan apa yang Anda
inginkan.
Mengabarkan berita gembira tidak hanya menyenangkan, tapi juga mudah dilakukan.
Seorang manajer tak perlu mencari cara khusus untuk memuji anak buahnya yang telah
menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kalau Anda merasa puas bekerja sama dengan
rekan sekantor dalam sebuah proyek, Anda tak perlu susah-susah merangkai kalimat
untuk menyatakan kepuasan itu.
Tapi, tidak semua kabar yang perlu disampaikan merupakan berita baik. Bayangkan kalau
di kantor Anda ada karyawan yang gemar memakai baju yang terlalu ketat sehingga
"mengganggu pemandangan". Atau, rekan sebelah bangku Anda tak henti-hentinya
mengajak bicara tentang masalah pribadi yang penuh keluh-kesah tak menyenangkan.
Juga, bagaimana jika di antara penghuni kantor ada yang menebar BB alias bau badan?
Situasi-situasi yang mengganggu seperti itu sering menciptakan keadaan yang serba
salah. Menegur mereka secara langsung bukanlah hal yang mudah dilakukan, karena
salah-salah bisa menyinggung perasaan. Namun, membiarkan gangguan-gangguan kecil
itu begitu saja, tak urung membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman, dan ujung-
ujungnya sudah barang tentu mengganggu produktivitas.
Jadi, bagaimana mengemas pemberitahuan itu secara positif sehingga bisa diterima dan
tidak menyinggung perasaan yang bersangkutan?
Dalam kasus karyawan yang menebar bau tak sedap, Anda bisa mengirim email ke semua
orang yang isinya, "Kita punya beberapa karyawan yang menderita alergi tertentu.
Mohon perhatikan penggunaan parfum atau lotion dan usahakan untuk menjaga bau
badan senetral mungkin."
Bagaimana jika langkah pertama tersebut tidak mempan? Javith menyarankan cara
kedua, yakni dengan pendekatan personal secara langsung. Langkah ini bisa dimulai
dengan feedback yang positif sebelum melangkah lebih jauh ke dalam komentar-
komentar negatif dan meminta untuk berubah. Metode ini harus jelas dan to the point.
Sebagai contoh, misalnya di kantor Anda ada karyawan yang tak pernah siap dengan
materi setiap kali meeting tim. Dan, Anda mulai merasa terganggu dengan situasi itu.
Anda bisa memulai dengan pernyataan yang positif, "Saya sangat menghargai pekerjaan
yang telah Anda selesaikan dalam tim ini."
Baru, setelah itu masuk ke pernyataan yang negatif, "Pekan ini saya merasa Anda tidak
siap sebagaimana biasanya." Lalu, lanjutkan dengan pernyataan "permintaan untuk
berubah", "Saya ingin memastikan Anda benar-benar siap dengan data untuk meeting
berikutnya." Jangan lupa, tutup dengan pernyataan dukungan untuk membantu
memberikan jalan keluar, "Apakah ada kesulitan? Ada yang bisa saya bantu untuk
menyiapkan meeting berikutnya nanti?
Dalam situasi-situasi yang lebih sensitif --seperti yang melibatkan karyawan berbau
badan tadi-- pastikan untuk menekankan bahwa Anda "mempermasalahkan" hal itu
semata karena rasa perhatian. Mulailah dengan mengatakan bahwa Anda menyadari,
kadang-kadang orang memang bermasalah dengan bau badan. Jelaskan, bahwa Anda
mengatakan hal itu karena ingin membantu mencarikan solusi dan sekaligus membantu
kelanjutan karir dia. Tanyakan, apakah segalanya baik-baik saja dan apakah ada yang
perlu dibantu.
Memberi saran konkret untuk berubah diharapkan menjadi cara yang efektif untuk
membuat orang yang bersangkuran --sumber gangguan-gangguan kecil itu-- berpikir dan
mulai mengambil langkah untuk berubah dari situasi negatif ke positif. Dalam beberapa
situasi tertentu, memang hampir mustalil untuk mengindari menyinggung perasaan orang.
Tapi, sekali Anda berhasil membuat orang menyadari bahwa ada yang tidak beres pada
dirinya dan itu menganggu orang-orang di sekitarnya, orang tersebut akan menghargai
dan respek dengan kepedulian, kejujuran dan cara Anda.
Namun, pandangan yang menyederhanakan seperti itu bisa berakibat pada munculnya
masalah-masalah yang tak terantisipasi, misalnya masalah hukum yang rumit.
The Power of the Checklist
Anda tentu tidak akan punya waktu untuk melakukan, katakanlah, investigasi setiap hari.
Oleh karenanya, manfaatkan apa yang disebut sebagai "the power of the checklist". Ini
upaya yang sederhana, tapi inilah sarana yang akan menghubungkan apa yang Anda
pikirkan dengan kebutuhan-kebutuhan.
'Checklist' juga membantu menjaga konsistensi; prosedur yang sama berlaku untuk
semua keperluan. Ini vital dalam kerja ke-HR-an, di mana bahkan tuduhan diskriminatif
bisa mengantarkan Anda ke pengadilan.
Program tersebut mencakup sejumlah paket 'checklist' yang luas, yang masing-masing
meliputi salah satu dari area-area berikut ini:
--Benefits and Leave (health cost containment, workers’ compensation, several areas of
leave)
Karena item-item dalam 'checklist' harus disesuaikan dengan konteksnya, maka setiap
paket itu harus memuat ringkasan background tentang hukum-hukum dan isu-isu seputar
topik yang bersangkutan.
Jawaban "ya" Anda memberi kepastian bahwa Anda akan terhindar dari area-area paling
berbahaya dalam hubungan karyawan-perusahaan.
Para pimpinan perusahaan selalu melihat kualitas-kualitas dalam diri calon karyawan
yang akan mereka hire. Hal itu tercermin pada saat mereka mewawancarai kandidat.
Apa sih sebenarnya yang perlu dilihat dan dicari ketika melakukan wawancara dengan
calon-calon karyawan?
Tips berikut mencoba memberikan ide-ide tentang hal-hal yang paling penting untuk
dipertimbangkan ketika Anda meng-hire orang untuk posisi apapun:
1. Work ethic
Kerja keras sering bisa mengatasi masalah minimnya pengalaman seseorang. Oleh
karenanya, Anda perlu meng-hire orang yang, ibaratnya, "bersedia melakukan apapun
demi pekerjaan".
Tak ada ilmu khusus yang bisa mendongkrak kurangnya inisiatif atau etika kerja pada
seseorang. Pertanyaan yang hati-hati akan memberi Anda gambaran, apakah orang yang
sedang Anda wawancarai memiliki work ethic --atau, setidaknya apa yang Anda percaya
akan menjadi work ethic mereka.
2. Attitude
Sesuatu yang dianggap sebagai sikap yang baik, berbeda dalam pandangan tiap-tiap
individu. Tapi, unsur-unsur seperti positif, ramah, ringan tangan alias suka membantu
akan membuat kehidupan di tempat kerja jauh lebih menyenangkan dan mempermudah
kerja setiap orang.
3. Experience
Sesi wawancara dalam proses hiring memberi Anda kesempatan untuk bertanya secara
lebih mendalam, yang memungkinkan kandidat menunjukkan kepada Anda bahwa
mereka memiliki pengalaman atas suatu pekerjaan.
4. Smarts
Orang-orang yang smart mampu menemukan solusi-solusi lebih baik dan lebih cepat atas
masalah-masalah yang menghadang mereka. Dalam dunia bisnis, bekerja secara smart
lebih penting ketimbang buku-buku yang smart.
5. Responsibility
Di luar lima hal tersebut, hal-hal "kecil" seperti datang tepat waktu saat wawancara dan
keserasian penampilan, juga merupakan indikator yang menggambarkan kepekaan
tanggung jawab sang kandidat.
Meng-hire orang yang tepat adalah tugas terpenting para manajer. Sayangnya, mereka
sering tak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan proses
wawancara. Padahal, hasil-hasil yang Anda dapat dari proses hiring tergantung pada
waktu yang Anda sediakan untuk itu.
Jika Anda menyediakan diri untuk menemukan kandidat yang tepat untuk sebuah posisi,
Anda lebih berpeluang menemukan yang Anda cari. Jika Anda hanya menggantungkan
diri pada kesempatan (akan datangnya karyawan baru), bersiap-siaplah untuk kecewa
dengan apa --atau siapa-- yang Anda temukan.
Jangan percaya kalau ada yang bilang, karyawan di perusahaan kecil tidak perlu outing.
Justru sebaliknya, outing bagi karyawan perusahaan kecil bisa dirancang dengan seefisien
dan seefektif mungkin, sehingga hasilnya pun (terhadap peningkatan kinerja) bisa
dirasakan optimal.
Mempersiapkan Outing
Biasanya, bos akan segera meminta proposal anggaran yang reasonable. Bila hal itu
terjadi, tim kecil segera menindaklanjuti dengan mengajak bicara seluruh karyawan untuk
menentukan lokasi tujuan outing. Lakukan polling kecil-kecilan, bisa lewat email atau
mendatangi satu per satu karyawan untuk dimintai pendapatnya. Suara terbanyak berhak
mendapat prioritas pertimbangan. Bila pilihan jatuh pada lokasi di luar kota, hendaknya
jangan terlalu jauh untuk menghemat biaya dan tenaga. Pilihlah lokasi dengan jarak
tempuh tak lebih dari 3 jam perjalanan.
Persiapan Selanjutnya
Untuk memudahkan perencanaan anggaran, perlu dirancang secara detail alur outing
setelah menentukan lokasi
1. Tentukan lamanya waktu outing. Sebaiknya jangan sampai lebih dari sehari semalam.
Pilih Jumat sore sebagai hari keberangkatan, sehingga Sabtu sore sudah kembali. Dengan
jadwal semacam itu, hari Minggu masih bisa istirahat di rumah untuk memulihkan
kelelahan, sehingga Senin-nya kembali ke kantor dengan energi yang segar dan semangat
baru.
2. Buatlah urut-urutan acara. Misalnya, makan malam bersama, malam api unggun,
olahraga pagi dan belanja. Hindari acara-acara yang bersifat terlalu teknis, yang justru
membuat peserta bosan. Hindari pula acara yang terkesan serius dan formal.
3. Carilah penginapan yang murah. Dalam hal ini, vila atau bungalow lebih
dipertimbangkan ketimbang hotel. Agar outing lebih meriah dan mengesankan, rancang
secara khusus acara makan malam di tempat lain di luar penginapan.
4. Pesan sarana transportasi sejak jauh hari. Sesuaikan dengan jumlah peserta untuk
memilih antara bus atau minibus sebagai angkutan.
Selama Outing
2. Bagi pihak perusahaan, ada baiknya memberi kejutan-kejutan kecil di tengah outing,
misalnya mengumumkan kenaikan jabatan karyawan tertentu, atau mengabarkan bahwa
keuntungan perusahaan dalam semester terakhir meningkat. Jika mampu dan
memungkinkan, bahkan perusahaan bisa membagi-bagikan uang tunai ("Jangan dilihat
jumlahnya, tapi semangatnya!") untuk belanja oleh-oleh.
3. Jangan membicarakan masalah pekerjaan, urusan proyek yang belum selesai, prospek
klien baru dan semacamnya.
1. Utamakan selalu kebersamaan selama outing. Peserta harus selalu diabsen dan jika ada
yang mau memisahkan dari rombongan wajib lapor terlebih dahulu pada tim atau orang
yang telah dipilih sebagai "ketua panitia" atau kepala rombongan.
2. Setiap ada sesuatu yang di luar jadwal atau rencana, hendaknya dimusyawarahkan.
Setiap keputusan sejauh mungkin diambil dengan melibatkan semua peserta.
3. Usahakan setiap tahap acara yang telah dirancang berjalan sesuai waktu yang telah
ditentukan, sehingga seluruh rangkaian outing bisa selesai sesuai jadwal.
Networking merupakan salah satu elemen kunci untuk mencapai sukses dalam pergaulan dunia kerja.
Lebih-lebih di era persaingan tinggi seperti sekarang, keterampilan networking tidak lagi sekedar sesuatu
yang "penting", melainkan "wajib". Masalahnya, banyak orang merasa dirinya terlalu introver untuk
melakukan hal itu.
Bagi para introver, "kewajiban" networking bagaikan momok. Bertemu klien, harus berbasa-basi dan
mengimbangi pembicaraan orang lain, beramah-tamah dengan orang-orang yang dijumpai di acara seminar,
bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Sebaliknya, justru membuat stres.
Apakah dengan begitu, orang-orang yang introver tidak memiliki kesempatan untuk sukses?
Memang, kecenderungan selama ini, banyak orang menganggap bahwa networking adalah dominasi orang
dengan tipe kepribadian ekstrover. Yakni, mereka yang mendapatkan gairah hidup dari interaksi dengan
banyak orang di sekitarnya. Mereka luwes dalam bergaul, senang berada di tengah pesta, dan bertemu
dengan orang-orang baru, yang berpotensi untuk mendukung keberhasilan pekerjaan mereka. Bagi orang-
orang seperti itu, networking tampaknya sudah menjadi hal yang alami.
Sementara, orang dengan tipe introver mendapatkan energi dari dalam dirinya sendiri. Mereka tidak suka
dengan pesta atau pertemuan sosial yang mengharuskan mereka bertemu dan berbicara dengan banyak
orang. Bila pun menghadiri suatu pertemuan, mereka berinteraksi dengan beberapa orang orang saja, itu
pun lebih banyak mengambil peran sebagai pendengar. Bagi mereka yang tidak terlalu menikmati
pertemuan dengan banyak orang, membangun jejaring memang membutuhkan usaha ekstra. Lalu, apakah
orang-orang dengan karakteristik introver harus tenggelam di bawah dominasi mereka yang ekstrover?
Direktur Experd Eileen Rachman dalam artikelnya yang berjudul "Mission Not Impossible: Introver Jago
Networking" yang dihimpun dalam buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di Era Persaingan (Gramedia
Pustaka Utama, 2007) menegaskan, pada dasarnya networking tidak selalu mudah, bahkan untuk ekstrover
sekali pun.
Dijelaskan, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitar,
networking bisa berupa interaksi dengan orang lain atau pun pertukaran informasi. Menurut Eileen, setiap
orang bisa mengembangkan ‘gaya’ atau pendekatan networking yang khas dan manjur bagi diri mereka
masing-masing, disesuaikan dengan karakteristik kepribadian.
Bagi si introver, menjadi pendengar yang baik dan menunjukkan kesediaan untuk membantu orang lain,
bisa jadi merupakan modal utama. Membangun kepercayaan diri untuk melakukan networking dapat
dilakukan dengan mendefinisikan ulang esensi dari networking, yaitu tidak hanya sekedar ‘gaul’ saja atau
‘luwes’ saja, tapi membangun kepercayaan dan hubungan yang bermakna dan mendukung kesuksesan
pekerjaannya.
Berikut beberapa tips yang diberikan Eileen Rachman agar introver dapat mengembangkan ‘gaya’ dan
pendekatan khas untuk menjadi jago networking:
Gali kelebihan yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain. Beberapa di
antaranya yang khas bagi introver adalah senang mendengarkan orang lain, bisa mengingat hal kecil,
senang membantu, tidak sungkan memberikan pujian.
-- Perkuat hubungan non-tatap muka, misalnya dengan mengirim email/SMS berisi cerita, anekdot atau
humor untuk menyegarkan hubungan.
-- Kirimkan kartu ucapan selamat, sebagai tindak lanjut dari informasi yang dimiliki atas diri target
networking.
-- Berapa kali melakukan kegiatan bersama dengan klien atau rekan kerja dalam sebulan, bisa berupa
makan siang, olah raga atau belanja bareng.
-- Berapa orang yang akan Anda dekati dalam suatu ajang networking.
4. Miliki skenario
Tak jarang orang tipe introvet merasa tidak nyaman bila harus menelepon seseorang yang belum
dikenalnya. Adanya panduan dan skenario akan membantu untuk mengembangkan pembicaraan.
Sepanjang kita menyadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan akan referensi, kita masih bisa
melakukan networking. Banyak sekali orang tidak kenal restoran yang paling asyik. Banyak sekali orang
merasa beruntung bila diperkenalkan pada rekanan bisnis baru. Nomor-nomor telepon penting sering tidak
dipunyai orang lain. Semua itu bisa kita jadikan materi "sharing" yang menarik sekaligus menguntungkan
semua pihak. Dengan membiasakan hal ini hubungan tolong menolong terjadi secara wajar dan otomatis.
Networking merupakan salah satu alat untuk membangun hubungan yang berjangka panjang. Siapa pun
dapat melakukannya, dan banyak alternatif untuk mewujudkannya, sesuai denqan karakteristik pribadi
masing-masing. "Jika Anda seorang manajer, kiat ini dapat Anda gunakan untuk melatih dan memberi
dukungan pada anak buah yang introver, sehingga dapat membantu yang bersangkutan memanfaatkan
hubungan baik dengan orang lain untuk keberhasilan dalam pekerjaannya," saran Eileen.
Bosan dengan rutinitas, merasa tak berkembang di perusahaan tempat bekerja, dan ujung-ujungnya merasa
mentok dengan karier. Itulah "lagu lama" yang diulang-ulang. Anda sendiri mungkin merasakannya, atau
setidaknya mendengar teman mengeluh seperti itu. Siapa yang harus disalahkan?
Paling baik, tentu saja, instrospeksi dan koreksi diri: mungkin semua karena kekurangan kita, yang tidak
mampu mengembangkan (potensi dan kompetensi) diri sesuai tuntutan perusahaan. Sebab, kalau dipikir-
pikir, pastilah tidak ada perusahaan yang berniat menghambat karier karyawannya.
Namun, di sisi lain, tak ada juga seorang karyawan atau profesional yang mau "dituduh" tidak maksimal,
atau kinerjanya tidak bagus. Semua orang pasti merasa bahwa dirinya telah bekerja dengan baik dan
melakukan yang terbaik untuk perusahaan.
Terlepas dari siapa yang salah siapa yang benar --kalau mau saling menyalahkan tak akan ada habisnya--
sebenarnya sudah "nggak zaman" bagi seorang profesional untuk mengharapkan pihak lain atau perusahaan
bertanggung jawab atas pengembangan dirinya.
Menurut direktur dan pendiri Experd Eileen Rachman, yang menulis buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di
Era Persaingan, profesional yang berhasil adalah mereka yang meyakini bahwa tanggung jawab untuk
masa depan dan pengembangan karier ada di tangan dirinya sendiri.
Kuncinya adalah investasi. Yakni, investasi pada diri sendiri. Dan, itu harus dilakukan terus-menerus.
Investasi pada diri sendiri setidaknya meliputi:
Jangan menampilkan diri sebagai orang yang lamban, sulit diajak kompromi, keras kepala dan merasa
sudah --atau, bahkan paling-- mumpuni. Melainkan, tampilkan diri sebagai orang yang terbuka, mau belajar
dan bisa menyerap setiap isu dengan cepat.
Bangun kebiasaan membaca dan optimalkan penggunaan internet untuk mencari tahu hal-hal baru.
Pelajari cara-cara berkomunikasi, bernegosiasi dan berpersuasi secara langsung dari orang yang ahli yang
ada di sekitar, jangan sekedar dari buku-buku panduan.
Ambil setiap kesempatan untuk belajar memimpin kelompok, mempraktikkan teknik-teknik manajerial dan
menggunakan alat-alat manajemen --perencanaan, laporan, kontrol-- dengan disiplin ketat sehingga cara
kerja manajerial menjadi kebiasaan baru.
Ingat, portfolio sosial Anda bukan hanya terdiri dari orang-orang yang Anda kenal, kerabat dekat sendiri,
tapi juga orang-orang yang kenal dan mengingat Anda.
Contoh yang bagus untuk bagian ini adalah seorang wartawan yang kesulitan mewawancarai narasumber
karena alat perekam yang dibawanya ternyata low batt. Ibaratnya, kalau mengelola baterai satu alat
perekam saja tidak bisa, bagaimana mengelola hal-hal lain yang lebih kompleks.
Ponsel, laptop...merupakan perangkat kerja kaum profesional zaman sekarang --mengoptimalkan fungsi-
fungsinya merupakan suatu keharusan.
Sediakan waktu yang cukup untuk berolahraga, menjaga asupan makanan, menjalani pola hidup sehat.
Luangkan waktu untuk berkontemplasi, merenung dan menjalankan ibadah sehingga badan bugar dan jiwa
bagaikan baterai yang habis di-charge.
Berhentilah mengeluh dan menyalahkan keadaan, dan mulailah berinvestasi pada diri sendiri sehingga
orang lain pun tidak ragu untuk berinvestasi pada diri Anda.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
•
Dewasa ini, assessment center telah diterima secara luas oleh kalangan HR sebagai salah satu metode untuk
mengelola SDM sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kualitasnya. Dalam aplikasinya, metode
tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai sistem pengeloaan SDM, dari rekrutmen dan seleksi,
penempatan, pelatihan dan pengembangan, promosi dan transfer, fit & proper test, talent management
hingga pengurangan karyawan.
Secara sederhana, assessment center bisa didefiniskan sebagai proses evaluasi perilaku yang menggunakan
standar berdasarkan beberapa masukan, dengan teknik dan observasi yang dilakukan oleh beberapa asesor
terlatih. Keputusan akhir penilaian dilakukan berdasarkan integrasi dari beberapa asesor atas perilaku
peserta/kandidat yang muncul dalam sejumlah simulasi, serta mempertimbangkan seberapa sering perilaku
tersebut muncul.
Dari definisi tersebut, bisa ditarik elemen-elemen penting yang harus ada dalam proses assessment center,
yakni:
1. analisis jabatan
2. klasifikasi perilaku
3. teknik assessment
5. simulasi
6. asesor
7. pelatihan asesor
8. rekaman perilaku
9. laporan
Oleh karenannya, hati-hati jika ada lembaga yang mengaku menerapkan assessment center, namun tidak
memenuhi 10 kriteria di atas. Hal-hal lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai assessment center adalah
2. panel interview atau beberapa kali wawancara sebagai satu-satunya alat atau proses dalam menilai
seseorang
3. ketergantungan pada satu teknik saja, sebagai standar dalam mengevaluasi atau menilai seseorang
4. hanya menggunakan battery test yang merupakan kumpulan beberapa tes tertulis
6. penggunaan beberapa simulasi dengan melibatkan lebih dari satu orang asesor namun tidak ada proses
pengintegarian data
7. lokasi fisik, gedung atau tempat yang diberi nama assessment center
4. pada saat seseorang dalam titik transisi yang kritis dalam perjalanan karirnya
Nah, sekarang, jika perusahaan Anda akan atau telah memutuskan untuk menggunakan jasa assessment
center, inilah hal-hal yang perlu dipertimbangkan:
3. perlunya data pendukung yang objektif selain hasil assessment center untuk membuat keputusan yang
lebih solid (terutama dalam penempatan, promosi dan transfer)
4. ada kemungkinan untuk mengarahkan kandidat ke posisi lain (rekrutmen dan seleksi, penempatan,
promosi dan transfer)
5. hasil assessment center bisa digunakan sebagai identifikasi awal untuk kebutuhan pengembangan.
6. diperlukan program tindak lanjut setelah assessment center untuk menjawab kebutuhan masa depan
organisasi (untuk talent management)
7. komunikasi yang tepat pada peserta mengenai tujuan dan pemanfaatan hasil assessment center.
Banyak hal telah berubah dalam dunia pencarian kerja. Namun, ada satu yang tetap sama, yakni tentang
bagaimana Anda harus menampilkan diri pada saat wawancara. Anda bisa saja mengirimkan lamaran via
email, atau direkomendasikan oleh teman yang sudah lebih dulu bekerja di perusahaan yang Anda
inginkan. Namun, Anda belum akan di-hire sampai pimpinan perusahaan bertemu langsung dan berbicara
dengan Anda. Wawancara. Sejauh ini, itulah momok bagi para pencari kerja.
Dalam proses rekrutmen dan seleksi, wawancara merupakan tahapan yang penting ketika perusahaan
dihadapkan pada lebih dari seorang kandidat yang memiliki kriteria dan latar belakang yang kurang-lebih
sama. Atau, tahapan ini menjadi demikian menentukan ketika posisi yang lowong membutuhkan calon
yang memiliki keterampilan-keterampilan interpersonal dan komunikasi, dengan kualifikasi teknis tertentu.
Chairman dan CEO Robert Half International, perusahaan spesialis penempatan tenaga kerja pertama dan
terbesa di dunia, Max Messmer yang menulis buku laris Job Hunting for Dummies menegaskan, kunci
sukses wawancara terletak pada kesan pertama yang Anda tinggalkan kepada pihak perusahaan.
Messmer mencontohkan, banyak kandidat yang melakukan "kesalahan" dengan memperlihatkan aksi yang
lebih menarik perhatian ketimbang jawaban-jawaban yang diberikannya selama wawancara. "Ada kandidat
yang ketika menunggu di lobi sambil makan, ada yang memain-mainkan pupennya selama wawancara dan
ada yang mengenakan pakaian dan tas dalam warna dan ukuran yang mencolok," rinci dia.
Menurut Messmer, persiapan mutlak diperlukan jika Anda hendak menjalani wawancara kerja.
1. Do the research
Pastikan Anda memiliki pengetahuan yang memadai tentang calon perusahaan Anda, sejarahnya,
industrinya dan sebagainya. Jika memungkinkan, cari tahu juga tentang orang yang akan mewawancarai
Anda. Dengan bekal itu, Anda akan memberikan kesan yang lebik baik dalam wawancara nanti.
5. Dress smart
Jangan anggap remeh kekuatan dari penampilan profesional. Ini adalah saat pertama pihak perusahaan
melihat Anda, suka atau tidak, apa yang Anda kenakan bisa mempengaruhi proses berikutnya.
"Ada ide?" ujar seorang bos kepada anak buahnya dalam sebuah rapat. Sejenak ruangan
senyap. Ada yang menunduk, ada yang saling pandang. Hingga akhirnya, seperti tampak
pada sebuah tayangan iklan produk vitamin, seorang karyawan dengan mantap dan penuh
percaya diri bangkit dari duduknya seraya mengatakan, "Ada, Pak!"
"Ada (ide)" tentu hanyalah jawaban pertama. Selanjutnya, bagaimana cara yang baik
untuk menyampaikan ide tersebut, agar apa yang telah tersusun di benak kita dipahami
oleh orang lain, terutama dalam hal ini, bos kita?
Kita tentu tidak mau, hanya karena salah menyampaikan, ide kita terdengar acak-adul
sehingga bukannya menambah poin plus kita di mata bos dan teman-teman sekantor.
Melainkan, sebaliknya, mempermalukan kita dan ujung-ujungnya mengganggu
perkembangan laju karir kita!
"Tentu saja, berdiri di depan orang yang memiliki kontrol terhadap masa depan
perusahaan bukanlah sesuatu yang mudah, tapi bagi yang bisa melakukannya,
imbalannya sangat berarti," ujar Daniels.
Dalam iklim bisnis yang berubah cepat dan hiper-kompetitif, ide-ide kreatif, cemerlang
dan inovatif dari karyawan maupun manajer selalu ditunggu oleh top leader. "Manajer
dan karyawan yang baik adalah mereka yang mengetahui nilai yang bisa mereka berikan
untuk organisasi, dan tahu cara-cara yang benar untuk menyampaikan ide-ide mereka,"
tambah dia.
Anda harus tahu di mana posisi Anda. Perlihatkan rasa hormat dan penghargaan baik
pada orang yang levelnya di bawah Anda maupun di atas. Sebaliknya, dapatkan juga
sikap yang sama dari orang lain dengan cara menghargai dan mendukung ide mereka.
2. Get results
3. Manage up
Pikirkan isu besarnya, siapkan diri untuk mempertahankan pemikiran Anda, tapi harus
tetap fleksibel dengan masukan dan saran dari orang lain.
Ingat bahwa tujuan Anda tak lain meningkatkan kinerja organisasi, dan bukan sekedar ide
Anda diterima.
Anda bisa meningkatkan karir dan hubungan kerja dengan perilaku yang Anda
perlihatkan sehari-hari di kantor. Terlepas dari latar belakang pendidikan Anda,
pengalaman maupun jabatan, jika Anda tidak bisa bergaul dengan baik dengan karyawan
lain, Anda tidak akan pernah berhasil mencapai tujuan kerja Anda.
Hubungan kerja yang efektif merupakan titik awal bagi tercapainya sukses dan kepuasaan
atas pekerjaan dan karir Anda. Di samping itu, hubungan kerja yang efektif juga bisa
menjadi pijakan bagi atasan untuk mempromosikan dan menaikkan gaji Anda.
Sebuah studi membuktikan bahwa "memiliki teman baik di tempat kerja" merupakan satu
dari 11 alasan utama yang mendasari seseorang merasa puas dengan pekerjaannya.
Mengingat pentingnya hubungan yang efektif di tempat kerja, berikut 7 tips yang bisa
membantu Anda mewujudkan terjalinnya hubungan yang baik dengan teman sekantor.
1. Bring suggested solutions with the problems to the meeting table. Banyak
karyawan menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk mengindetifikasi masalah-
masalah. Anda bisa datang dengan solusi-solusi yang cemerlang untuk mendapatkan
perhatian dan penghargaan dari teman dan atasan.
2. Don't ever play the blame game. Hindari sejauh mungkin kecenderungan untuk
terlalu mudah menudingkan jari ke arah orang lain, ketika tim kerja dihadapkan pada
suatu masalah atau gagal mencapai tujuan. Menyalahkan orang lain hanya akan
menciptakan musuh. Anda perlu sekutu untuk menyelesaikan pekerjaan Anda.
3. Your verbal and nonverbal communication matters. Bicara keras, berteriak atau
bahkan membentak mungkin memang cukup efektif membuat suara Anda menggema ke
seluruh ruangan, sehingga semua teman sekantor Anda mendengar. Tapi, pertanyaannya,
pantaskah berteriak-teriak di tempat kerja? Jawabnya tentu saja 'tidak', jika menghargai
orang lain merupakan nilai yang dijunjung tinggi organisasi Anda.
4. Never blind side a coworker, boss, or reporting staff person. Selalu diskusikan
masalah, pertama kali, dengan orang yang bersangkutan. Membicarakan masalah
seseorang dengan orang lain akan membuat Anda tidak dipercaya oleh teman Anda.
5. Keep your commitments. Dalam sebuah organisasi, setiap pekerjaan saling berkaitan.
Kegagalan Anda memenuhi deadline dan komitmen pekerjaan Anda, akan berpengaruh
pada (pekerjaan) orang lain. Jika Anda gagal memenuhi komitmen terhadap pekerjaan
Anda, pastikan karyawan lain tahu apa yang terjadi.
6. Share credit for accomplishments, ideas, and contributions. Seberapa sering Anda
berhasil menyelesaikan proyek tertentu tanpa bantuan orang lain? Atau, jika Anda
manajer, berapa banyak ide brilian yang Anda promosikan merupakan sumbangan dari
bawahan? Luangkan waktu dan perhatian khusus untuk mengucapkan terimakasih,
bersikap menghargai dan mengakui orang-orang yang membantu Anda mencapai tujuan.
7. Help other employees find their greatness. Setiap karyawan memiliki bakat,
keterampilan dan pengalaman. Jika Anda bisa membantu orang lain menemukan apa
yang terbaik dari dirinya, dan satu sama lain melakukan hal yang sama, bayangkan
betapa besar dampaknya bagi kemajuan perusahaan. Dan, Anda tidak harus menjadi
manajer untuk membantu menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan.
Dengan mempraktikkan tips di atas, semoga hubungan kerja yang efektif akan tercipta di
lingkungan kantor Anda: karyawan lain menghargai Anda sebagai kolega dan bos
percaya, Anda telah bermain secara benar dalam tim. Target dan tujuan kerja Anda
tercapai, dan pada saat yang bersamaan Anda mendapatkan kesenangan, pengakuan dan
motivasi diri.
Seiring dengan makin menuanya angkatan tenaga kerja dari generasi baby boomer,
kalangan pengusaha mulai khawatir akan terjadinya gelombang pensiun secara besar-
besaran. Para pemimpin perusahaan memang pantas khawatir, karena mundurnya baby
boomer berarti juga hilangnya beragam keahlian, pengetahuan dan pengalaman. Inilah
tantangan yang harus dihadapi organisasi dalam waktu dekat.
Menurut analisis para pakar masalah kerja dan penuaan, perusahaan-perusahaan utilitas,
pabrik dan bisnis-bisnis "old economy" lainnya akan paling cepat tersentuh masa yang
mencemaskan itu. Sedangkan sektor teknologi, di mana masa jabatan karyawannya lebih
pendek dan rata-rata mereka berusia muda, bisa lebih bernafas lega.
Bagaimana pun, pekerja yang berusia mendekati 65 tahun sekarang ini jumlahnya sangat
besar. Sudah seharusnya jika kaum pengusaha lebih mencermati masalah-masalah
demografi dan, jika perlu, melakukan langkah-langkah penyesuaian. Sayangnya, hanya
sedikit yang menyadari hal itu.
Memang, menurut penilaian para ahli, populasi tenaga kerja yang menua dewasa ini
belum sampai pada tingkat krisis. Kenyataannya, seperti diperlihatkan oleh hasil sebuah
penelitian, satu dari 5 organisasi mengatakan bahwa karyawan mereka masih tetap
bertahan dalam usia di atas 65 tahun.
Dari survei yang sama disebutkan, karyawan usia tua masih tetap bekerja karena dua
alasan. Pertama, takut kehilangan penghasilan setelah pensiun; kedua, mereka memang
senang bekerja. Namun, pada sisi lain, ditemukan pula tren yang berlawanan, yang secara
statistik signifikan. Yakni, mereka yang lebih memilih pensiun dini.
Lakukan "inventarisasi usia" --bisa secara informal saja-- terhadap karyawan di semua
lini dalam perusahaan Anda. Tahukah Anda bahwa seorang karyawan umumnya
merencanakan pensiun di atas usia 50 tahun? Anda perlu mendeteksi, siapa di antara
mereka yang bisa didorong untuk memilih pensiun lebih cepat dari itu. Pilihan pensiun
dini kepada karyawan akan membantu program-program HR Anda dalam 5 tahun
mendatang atau lebih.
Dengan adanya sistem outsourcing dan jasa teknologi, sejumlah keahlian akan menjadi
kurang penting bagi organisasi. Perusahaan yang memiliki kepekaan bagus akan
kebutuhan masa depan bisa mulai mempersiapkan karyawan muda untuk menggantikan
yang tua. Atau, membuat rencana rekrutmen yang sesuai dengan perubahan permintaan di
tempat kerja.
Intinya, apakah karyawan usia tua di perusahaan Anda berencana untuk pensiun (dini)
atau tidak, mendudukkan mereka berdampingan dengan karyawan muda merupakan
langkah yang bagus. Ketika karyawan senior berbagi cerita tentang perkembangan karir
mereka, itu merupakan mekanisme pengajaran yang powerful.
Jika Anda baru lulus --atau masih calon-- dari pendidikan tinggi, maka Anda sebenarnya
tidak tahu banyak, seperti apa hari-hari yang akan Anda lewati di kantor --jika nanti Anda
mendapatkan pekerjaan. Akan seperti apa pekerjaan Anda? Apa yang akan diharapkan
oleh bos dan kolega terhadap diri Anda? Dunia kerja sedang mengalami perubahan
dengan sangat drastis. Tipikal tempat kerja pada 2007 tampak sangat berbeda dari tipikal
kantor pada 20 tahun yang lalu. Teknologi baru dan perubahan gaya hidup menuntut
Anda untuk bekerja dengan cara yang berbeda dari orangtua Anda dulu.
1. Lingkungan kerja telah berubah. Dengan teknologi baru, orang bisa bekerja dengan
lebih cerdas, dan menggunakan waktu lebih sedikit untuk hal-hal yang tidak produktif.
Secara global, pekerja menghabiskan rata-rata satu jam untuk pergi ke kantor. Tapi,
makin luas dan cepatnya koneksi internet memungkinkan mereka bekerja sedikitnya
sekali dalam seminggu dari rumah, dan itu menghemat dua jam perjalanan ke kantor per
hari.
Sebuah survei baru di Inggris memperlihatkan bahwa hampir separo dari perusahaan
terbaik mengizinkan karyawan untuk mengerjakan tugas mereka di rumah. Tentu saja
bekerja dari rumah menimbulkan pertanyaan, seperti bagaimana yang bersangkutan bisa
fokus dan produktif. Tapi, teknologi juga mengatasi masalah itu dengan solusi-solusi
seperti workstreaming, di mana orang bisa dipantau oleh atasan dengan perangkat online.
Seiring makin banyaknya karyawan yang bekerja dari rumah dan melahirkan apa yang
disebut kantor virtual, banyak perusahaan mengurangi ruangan untuk karyawan. Bahkan,
banyak karyawan kini tak punya meja di kantor. Mereka membawa laptop ke mana-mana,
dari rumah ke kantor dan ketika bertemu klien. Di kantor, mereka bisa memakai meja
mana saja yang tersedia. Bagi perusahaan, ini mengurangi biaya untuk listrik dan sewa
ruang.
Pada sisi lain, ketika banyak perusahaan "mempersempit" kantor mereka, sejumlah
perusahaan lain memperbanyak fasilitas untuk menarik talent terbaik mereka. Google
misalnya, menyediakan kafetaria, salon, bengkel mobil, kelas bahasa, kelas senam dan
voli pantai. Perusahaan lain berusaha menyediakan fasilitas-fasilitas khusus.
2. Selain lingkungan kerja, waktu untuk bekerja pun berubah. Rumus lama jam kerja, dari
9 hingga 5, kini ditantang untuk lebih fleksibel. Pada hari-hari tertentu, Anda harus
menyelesaikan laporan sehingga pulang agak malam. Pada hari lain, Anda bisa pulang
cepat untuk pergi ke tempat fitnes atau nonton pekan pemutaran film bersama teman-
teman. Fleksibilitas menjadi aturan main baru yang dituntut di mana-mana. Jam kerja
yang fleksibel tidak hanya memungkinkan Anda bekerja sesuai permintaan, tapi juga
ketika suatu hari Anda bekerja lebih lama, Anda bisa mengambil libur sebagai gantinya
pada hari lain.
Masih berkaitan dengan fleksibilitas kerja, kini makin banyak perusahaan yang
memberikan cuti panjang bagi karyawan. Ini fasilitas yang menarik terutama bagi
generasi muda --generasi Anda-- yang ingin punya kesempatan sekali dalam setahun
untuk bepergian jauh.
Anda akan memasuki dunia kerja yang telah diwarnai dengan pertumbuhan komputer
game, dan sambil bekerja Anda berkirim SMS dan pesan instan kepada teman-teman.
Anda diperhitungkan sebagai generasi yang memiliki perangkat skill yang menuntut bos
Anda untuk mengelolanya --generasi serba bisa, dan memiliki sedikit kesabaran untuk
meeting panjang.
4. Jadi, Anda diharapkan lebih berdaya dan lebih bagus dalam memecahkan persoalan --
dibandingkan generasi pendahulu Anda. Tentu saja, jika teknologi dengan sangat efektif
bisa meningkatkan efisiensi kerja, dia juga bisa mengganggu produktivitas. Teknologi
membawa dampak (buruk) di kantor. Pekerja kini punya jaringan email yang harus selalu
dicek, ada video-video dari YouTube yang bisa dilihat setiap saat, dan game realitas
virtual yang bisa dimainkan sambil bekerja. Semua itu menuntut perusahaan untuk
melakukan pengawasan, dan bila perlu tindakan pencegahan.
5. Bagaimana dengan gaji? Penting untuk diketahui sejak dini, meskipun harapan
terhadap diri Anda terus meningkat, tapi gaji rupanya belum mengikuti. Berbagai riset
menunjukkan, kesenjangan (gaji) antara top management dengan karyawan "biasa" masih
akan lebar. Jadi, Anda harus tetap kerja keras dan mencapai puncak untuk mendapatkan
gaji tinggi.
6. Yang jelas, kini Anda tahu bahwa kaum pengusaha telah dan semakin peka untuk
membahagiakan karyawan dengan berbagai bentuk fasilitas. Namun, Anda juga perlu
tahu bahwa kini mulai muncul kader baru karyawan yang bekerja pada bidang-bidang
pekerjaan yang ekstrem. Extreme job. Harvard Business Review mendefinisikannya
sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh para profesional bergaji tinggi yang bekerja
dengan gila: cepat, dibawah deadline ketat, bekerja sampai di luar jam kerja reguler, siap
sedia untuk klien 24 jam sehari 7 hari seminggu, berada di kantor sedikitnya 10 jam
sehari, sering bepergian, pekerjaan mengandung banyak hal tak terduga, dan memiliki
tanggung jawab yang luas.
7. Fakta-fakta: The Hidden Brain Drain Task Force, sebuah kelompok pemantau tren
dunia kerja di AS mensurvei 6% individu bergaji paling tinggi secara global. Hampir
10% dari para super worker itu menghabiskan lebih dari 100 jam setiap minggu untuk
pekerjaan mereka. Empatpuluh dua persen mengambil 10 hari libur setiap tahun, dan
beberapa dari mereka mengaku selalu menunda rencana liburan mereka.
8. Apakah Anda terobsesi menjadi pekerja ekstrem seperti itu? Sejumlah pengusaha yang
smart, bagaimana pun, akan mencermati efek-efek jangka panjang dari pekerjaan-
pekerjaan ekstrem dan mendorong para pekerja-super itu untuk lebih memperhatikan
keseimbangan hidup dan kerja.
9. Ngomong-ngomong, apa karir masa depan yang tengah atau akan Anda incar?
Mungkin akuntan, manajer, tenaga pemasaran, atau peneliti? Atau, mungkin Anda baru
saja merasa bahwa Anda punya energi besar untuk mencoba pekerjaan ekstrem?
Permintaan terhadap pekerjaan ekstrem memang akan terus meningkat, tapi jika kita
melihat lebih jauh ke depan, pekerjaan-pekerjaan baru yang eksotik akan lebih terbuka.
Jika Anda seorang profesional pada departemen HR, maka Anda dituntut untuk terus-
menerus meningkatkan fungsi-fungsi ketenagakerjaan di perusahaan. Ini tuntutan yang
tak bisa ditawar dalam era dunia yang semakin datar dan persaingan bisnis yang semakin
ketat.
Berikut hal-hal yang bisa Anda lakukan untuk mendukung upaya tersebut.
2. Jadikan customer Anda sebagai sumber rekrutmen perusahaan. Yakni, mereka yang
peduli --dan mungkin memperlihatkan gelagat ingin bergabung-- dengan perusahaan
Anda.
4. Jangan lagi terlalu mempersoalkan biaya ketika meng-hire orang, dan mulailah fokus
pada kualitas dan potensi bisnis dari sang calon.
6. Tingkatkan level bonus dan mulai memberi bonus yang lebih besar untuk orang-orang
yang berkinerja tinggi.
8. Wujudkan salah satu fungsi utama rekrutmen untuk membangun dan menguatkan citra
dan budaya perusahaan, di samping untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan dan
produktivitas perusahaan.
12. Lupakan selamanya ide bahwa rekrutmen harus tatap muka langsung. Kembangkan
rekrutmen jarak jauh dan praktik-praktik hiring yang lebih unggul.
13. Mulailah berusaha untuk menjadi "Perusahaan Pilihan" dalam industri Anda. Cari
informasi apa yang diperlukan untuk mencapai itu, dan "jual" ke top management.
14. Kembangkan sistem pengukuran untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh
bisnis dari karyawan yang bagus dan biaya yang harus ditanggung untuk karyawan yang
buruk.
15. Kembangkan program rotasi yang memungkinkan karyawan tertentu belajar bisnis.
16. Jadikan manajer-manajer lini untuk mensponsori perubahan dan revisi dalam sistem
kepegawaian.
Baiklah, jadi sekarang Anda merasa sudah selayaknya meminta kenaikan gaji pada bos
Anda. Sebelum Anda mengetuk pintu ruangan bos atau mengirim email kepadanya,
lakukan dulu langkah-langkah persiapan.
Pertama: cari informasi mengenai hasil-hasil penelitian tentang kenaikan gaji. Usaha ini
perlu untuk membandingkan praktik pembayaran yang dilakukan perusahaan Anda
dengan tingkat gaji untuk pekerjaan Anda di pasaran. Kenali praktik penggajian di
perusahaan Anda, apakah misalnya menerapkan standar kenaikan gaji setahun sekali
setelah review tahunan, atau lebih sering daripada itu.
Cari tahu survei tingkat gaji di pasaran sesuai jenis atau bidang pekerjaan Anda.
Informasi tentang hal itu tidak terlalu mudah didapat. Hati-hati dengan informasi online
karena kemungkinan besar tidak sesuai dengan kondisi lokal di mana Anda berada. Jika
ternyata Anda telah digaji di atas angka pasar, akan sulit bagi Anda untuk bernegosiasi
meminta kenaikan gaji kepada atasan Anda.
Kalau Anda selesai dengan langkah pertama, maka sebaiknya Anda yakin bahwa Anda
cukup kompetitif untuk meminta kenaikan gaji. Berikutnya, Anda perlu melihat
kontribusi Anda untuk menentukan bagaimana Anda akan merepresentasikan permintaan
kenaikan gaji pada bos Anda.
Atau, jika Anda merasa bahwa sebenarnya gaji Anda sudah cukup kompetitif, tanya
kembali diri Anda mengapa perlu meminta kenaikan gaji --Anda butuh data yang kuat
untuk mendukung permintaan Anda itu. Buatlah daftar proyek-proyek yang berhasil Anda
kerjakan, serta kalau ada, tanggung jawab tambahan lain yang telah Anda selesaikan
dengan baik. Pelajarilah buku-buku dan sumber-sumber lain tentang negosiasi, dan bicara
dengan teman-teman yang memiliki pengalaman sukses meminta kenaikan gaji.
Sekarang, saatnya mengatur jadwal meeting dengan bos untuk membicarakan permintaan
Anda itu. Meeting ini sebaiknya juga melibatkan supervisor yang tepat membawahi
Anda, dan pihak HRD.
Sukses dan tidaknya negosiasi Anda untuk meminta kenaikan gaji pada akhirnya
tergantung pada "jasa" dan prestasi Anda. Maka simak tips berikut:
--Jika bos (akhirnya) mengatakan tidak bisa memenuhi permintaan tersebut, tanyakan apa
yang perlu Anda persiapkan agar Anda diprioritaskan jika sewaktu-waktu ada kenaikan
gaji.
Barangkali gambaran sosok seperti ini cukup akrab bagi Anda: rekan kerja yang tak
pernah punya kata-kata yang menyenangkan, baik itu dalam rapat intern rutin mingguan
maupun dalam obrolan makan siang di kantin. Orang-orang seperti ini biasanya menyita
energi pada sesi brainstorming karena komentar-komentarnya yang "nggak penting".
Kecenderungan mereka yang mudah "bete" juga mengganggu. Pendek kata, negativitas
mereka bisa mengkontaminasi kehidupan kantor.
Seperti ditegaskan oleh Profesor Manajemen dari Sekolah Wharton Sigal Barsade yang
mempelajari pengaruh emosi-emosi di tempat kerja, emosi itu menular. "Berbagai emosi
menjalar dari satu orang ke orang lain seperti virus," kata dia.
Barsade ikut dalam tim penulis paper "Why Does Affect Matter in Organizations?"
Dalam studi perilaku organisasional, "affect" merupakan kata lain dari "emotion". Dan,
jawaban atas pertanyaan yang tersurat dari judul paper itu: mood, emosi dan semua sikap
dari karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja, pengambilan keputusan, kreativitas,
turnover, tim kerja, negosiasi dan kepemimpinan.
"Semua orang membawa emosi-emosi mereka ke tempat kerja," ujar Barsade. "Anda
membawa otak Anda ke kantor. Anda juga membawa emosi-emosi Anda ketika bekerja.
Berbagai perasaan itu menggerakkan kinerja."
Dalam paper tersebut, Barsade dan timnya merinci adanya tiga tipe perasaan yang
berbeda:
1. Discrete, alias emosi-emosi sesaat, seperti senang, marah, takut dan muak
2. Mood, yakni perasaan-perasaan jangka panjang dan tidak berkaitan dengan penyebab
khusus, misalnya seseorang yang periang, atau minder.
Menurut Barsade, beberapa orang memang memiliki kontrol yang lebih baik terhadap
emosinya dibandingkan yang lain. Namun, tidak berarti bahwa orang-orang di sekitarnya
tidak terpengaruh oleh mood mereka.
"Anda mungkin tidak menyadari bahwa Anda sedang memperlihatkan emosi Anda, tapi
itu tercermin dari ekspresi wajah atau bahasa tubuh Anda. Emosi-emosi yang tidak kita
sadari itu bisa mempengaruhi pemikiran dan perilaku kita," ujar dia.
Kepada para manajer Barsade menyarankan agar menstrasfer emosi yang positif,
misalnya dengan mengatakan, "Aku tahu kau khawatir. Segala sesuatunya tidak tampak
baik, tapi kau tahu kita punya cara untuk mengatasinya dan kita bisa menyelesaikannya
bersama-sama."
Karyawan akan mengapresiasi kejujuran seperti itu dan bisa mendapatkan rasa nyaman
untuk bersikap optimis.
Kecerdasan Emosional --frasa yang makin akrab dalam khasanah psikologi dan
pendidikan-- kini mulai banyak dibicarakan juga dalam lingkaran bisnis. Sekolah-sekolah
bisnis kini getol mengajari para eksekutif untuk menjadi cerdas secara emosional dan
bagaimana mengelola emosi-emosi karyawan mereka.
"Ide di balik kecerdasan emosional di tempat kerja tak lain keyakinan akan adanya skill
untuk memperlakukan emosi karyawan sebagai data berharga dalam mengarahkan
situasi," jelas Barsade seraya menegaskan bahwa menurut riset, orang-orang yang
memiliki emosi positif cenderung tampil lebih baik di tempat kerja.
Dikatakan, orang-orang yang positif secara kognitif berproses lebih efektif. Ketika berada
dalam mood positif, orang akan lebih terbuka untuk menyerap informasi dan meng-
handle-nya secara efektif. Kita tidak perlu mengubah rekan-rekan sekantor yang negatif,
tapi cukup dengan menolak untuk "menangkap" mood negatif mereka.
Kita bisa mulai dari diri kita masing-masing, misalnya, sebelum menghadiri rapat
bertekad untuk tidak melayani orang-orang yang tak pernah punya ide, tapi selalu
menganggap ide orang lain buruk.
Mengabarkan berita gembira tidak hanya menyenangkan, tapi juga mudah dilakukan.
Seorang manajer tak perlu mencari cara khusus untuk memuji anak buahnya yang telah
menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kalau Anda merasa puas bekerja sama dengan
rekan sekantor dalam sebuah proyek, Anda tak perlu susah-susah merangkai kalimat
untuk menyatakan kepuasan itu.
Tapi, tidak semua kabar yang perlu disampaikan merupakan berita baik. Bayangkan kalau
di kantor Anda ada karyawan yang gemar memakai baju yang terlalu ketat sehingga
"mengganggu pemandangan". Atau, rekan sebelah bangku Anda tak henti-hentinya
mengajak bicara tentang masalah pribadi yang penuh keluh-kesah tak menyenangkan.
Juga, bagaimana jika di antara penghuni kantor ada yang menebar BB alias bau badan?
Situasi-situasi yang mengganggu seperti itu sering menciptakan keadaan yang serba
salah. Menegur mereka secara langsung bukanlah hal yang mudah dilakukan, karena
salah-salah bisa menyinggung perasaan. Namun, membiarkan gangguan-gangguan kecil
itu begitu saja, tak urung membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman, dan ujung-
ujungnya sudah barang tentu mengganggu produktivitas.
Jadi, bagaimana mengemas pemberitahuan itu secara positif sehingga bisa diterima dan
tidak menyinggung perasaan yang bersangkutan?
Bagaimana jika langkah pertama tersebut tidak mempan? Javith menyarankan cara
kedua, yakni dengan pendekatan personal secara langsung. Langkah ini bisa dimulai
dengan feedback yang positif sebelum melangkah lebih jauh ke dalam komentar-
komentar negatif dan meminta untuk berubah. Metode ini harus jelas dan to the point.
Sebagai contoh, misalnya di kantor Anda ada karyawan yang tak pernah siap dengan
materi setiap kali meeting tim. Dan, Anda mulai merasa terganggu dengan situasi itu.
Anda bisa memulai dengan pernyataan yang positif, "Saya sangat menghargai pekerjaan
yang telah Anda selesaikan dalam tim ini."
Baru, setelah itu masuk ke pernyataan yang negatif, "Pekan ini saya merasa Anda tidak
siap sebagaimana biasanya." Lalu, lanjutkan dengan pernyataan "permintaan untuk
berubah", "Saya ingin memastikan Anda benar-benar siap dengan data untuk meeting
berikutnya." Jangan lupa, tutup dengan pernyataan dukungan untuk membantu
memberikan jalan keluar, "Apakah ada kesulitan? Ada yang bisa saya bantu untuk
menyiapkan meeting berikutnya nanti?
Dalam situasi-situasi yang lebih sensitif --seperti yang melibatkan karyawan berbau
badan tadi-- pastikan untuk menekankan bahwa Anda "mempermasalahkan" hal itu
semata karena rasa perhatian. Mulailah dengan mengatakan bahwa Anda menyadari,
kadang-kadang orang memang bermasalah dengan bau badan. Jelaskan, bahwa Anda
mengatakan hal itu karena ingin membantu mencarikan solusi dan sekaligus membantu
kelanjutan karir dia. Tanyakan, apakah segalanya baik-baik saja dan apakah ada yang
perlu dibantu.
Memberi saran konkret untuk berubah diharapkan menjadi cara yang efektif untuk
membuat orang yang bersangkuran --sumber gangguan-gangguan kecil itu-- berpikir dan
mulai mengambil langkah untuk berubah dari situasi negatif ke positif. Dalam beberapa
situasi tertentu, memang hampir mustalil untuk mengindari menyinggung perasaan orang.
Tapi, sekali Anda berhasil membuat orang menyadari bahwa ada yang tidak beres pada
dirinya dan itu menganggu orang-orang di sekitarnya, orang tersebut akan menghargai
dan respek dengan kepedulian, kejujuran dan cara Anda.
Anda pasti cukup familiar dengan nama Al Gore. Mantan wakil presiden Amerika
tersebut belum lama ini mencuat (kembali) dalam peran yang sama sekali berbeda. Coba
tebak! Ya, benar, dia memenangkan Piala Oscar! Yakni, lewat kemunculannya dalam film
dokumenter tentang pemanasan global, An Inconvenient Truth. Bagaimana seorang yang
sebelumnya (hanya) berkiprah di panggung politik, tiba-tiba meraih prestasi dan
popularitas yang sejajar dengan selebritas Hollywood? Dengan kata lain, bagaimana
seseorang bisa sukses dalam area yang sama sekali berbeda dan belum pernah dia tekuni
sebelumnya?
Komitmen - Pihak yang menerima (yakni, orang yang dipengaruhi) setuju dengan
keputusan atau permintaan dari pihak agen (orang yang memengaruhi). Pihak penerima
selalu mendukung penuh untuk mewujudkan permintaan agen.
Protes - Penerima setuju, tapi "malas" atau berbeda pendapat, dan memperlihatkan
dukungan yang minimal untuk sesuatu yang diharapkan.
Penolakan - Penerima secara aktif menolak melakukan aksi apapun. Bahkan, kadang dia
meminta pihak yang lebih berkuasa untuk mengubah aturannya.
Mengutip Profesor Sekolah Bisnis pada University of Albany Gary Yukl, Bolger merinci
adanya dua kategori taktik memengaruhi, yakni primer dan sekunder.
Persuasi Rasional adalah penggunaan logika dan fakta-fakta untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Caranya:
-Ungkapkan tujuan Anda dan tanyakan apa yang bisa dilakukan si penerima untuk
membantu mencapai itu
Dengan mempraktikkan taktik-taktik itu, Anda memang tak lantas akan memenangkan
Piala Oscar di tempat kerja, tapi Anda terbantu untuk mewujudkan apa yang Anda
inginkan.
Namun, pandangan yang menyederhanakan seperti itu bisa berakibat pada munculnya
masalah-masalah yang tak terantisipasi, misalnya masalah hukum yang rumit.
Anda tentu tidak akan punya waktu untuk melakukan, katakanlah, investigasi setiap hari.
Oleh karenanya, manfaatkan apa yang disebut sebagai "the power of the checklist". Ini
upaya yang sederhana, tapi inilah sarana yang akan menghubungkan apa yang Anda
pikirkan dengan kebutuhan-kebutuhan.
'Checklist' juga membantu menjaga konsistensi; prosedur yang sama berlaku untuk
semua keperluan. Ini vital dalam kerja ke-HR-an, di mana bahkan tuduhan diskriminatif
bisa mengantarkan Anda ke pengadilan.
Program tersebut mencakup sejumlah paket 'checklist' yang luas, yang masing-masing
meliputi salah satu dari area-area berikut ini:
--Benefits and Leave (health cost containment, workers’ compensation, several areas of
leave)
Berikut tiga pertanyaan yang harus Anda pastikan jawabannya "ya" untuk menghindari
kemungkinan-kemungkinan buruk itu terjadi:
Jawaban "ya" Anda memberi kepastian bahwa Anda akan terhindar dari area-area paling
berbahaya dalam hubungan karyawan-perusahaan.
Masih banyak lagi perlakuan tidak menyenangkan yang bisa diketegorikan sebagai
bullying.
Secara tepat, memang agak susah mencari padanan kata tersebut. Namun, secara
sederhana, "bullying" bisa disejajarkan dengan "kasar", "perkataan menyakitkan",
"serangan psikologis".
Per definisi, kita bisa menyimak antara lain pendapat Direktur Workplace Bullying and
Trauma Institute (WBI) di Bellingham, Washington Gary Namie yang mengatakan,
bullying adalah perilaku berulang yang melukai dan mengancam kesehatan satu/lebih
karyawan, yang terjadi melalui banyak cara. Misalnya, kata-kata melukai, ancaman dan
perilaku intimidasi baik verbal, non-verbal maupun fisik yang berhubungan dengan
pekerjaan dan melemahkan kepentingan bisnis.
Satu lagi, profesor manajemen HR di University of Portsmouth, Inggris Charlotte Rayner
mengatakan, bullying termasuk hal-hal yang semestinya tidak dilakukan seperti berteriak,
menulis kata-kata ancaman, mempertanyakan hal-hal terlalu detail dan merendahkan
reputasi seseorang. Charlotte juga menegaskan, tujuan bukanlah alasan karena umumnya
bullies tidak menyadari bahwa mereka adalah bullies meskipun perilaku mereka dapat
melukai orang lain.
Studi terhadap 5000 orang di Inggris yang disponsori oleh British Occupational Health
Research Foundation pada 2000 menunjukkan, meskipun para korban bullying tidak
menyadari bahwa mereka telah diperlakukan bullying, kesehatan mental mereka sangat
terpengaruh.
Kesimpulannya, bullying adalah perilaku negatif yang mengontrol orang lain sehingga
tak berdaya untuk bertahan atau melawan.
HR sebagai Penengah
“Banyak biaya tersembunyi yang disebabkan bullying”, kata Namie seraya menegaskan
bahwa bullying adalah bentuk penganiayaan di tempat kerja. “Ini adalah masalah
kesehatan dan keamanan”.
Begitu pula harga yang harus dibayar oleh korban. Bullying telah menyebabkan korban
teraniaya secara psikis maupun fisik. “Terlalu mahal harga yang harus dibayar untuk
mempertahankan seorang bully di perusahaan. Jika anda harus menganiaya orang lain
untuk memastikan keberhasilan bisnis Anda, seharusnya Anda tidak berada dalam bisnis
tersebut,” kata Namie. “Dan, HR harus menjadi penengah internal.”
Umumnya, bullying di tempat kerja tidak dilaporkan karena karyawan takut melangkah.
Tapi, HR dapat mengamati tanda-tandanya. Jika Anda memiliki angka keluar-masuk
karyawan yang cukup tinggi di suatu departemen atau Anda secara konsisten sulit
mengisi satu posisi secara internal, mungkin ada bully di antara Anda.
Dalam kasus lainnya, karyawan HR bisa saja menyadari adanya bully di perusahaan, tapi
merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu karena bully adalah manajemen eksekutif
atau orang dekat dari pemimpin perusahaan.
Seorang asosiasi profesor dari University of New Mexico Pamela Lutgen-Sandvik, yang
telah mempelajari kasus bullying di tempat kerja selama 6 tahun
mengatakan, bila Anda profesional HR dan seseorang datang pada Anda mengeluh
tentang bullying, ada beberapa hal untuk dipertimbangkan:
1. Jika seseorang melaporkan keluhan, anggaplah ini "puncak gunung es". Jika satu orang
mengeluh, mungkin saja ada yang lainnya. HR bisa melakukan survei di tempat kerja
yang dapat membantu menentukan luasnya masalah.
2. Orang yang melaporkan keluhan akan memberi informasi yang tidak beraturan. Hal ini
bukan berarti orang tersebut tidak menyampaikan kebenaran atau tidak waras. Bisa saja
orang ini terguncang oleh bullying dan memiliki masalah dalam mengkomunikasikan
keluhannya.
Sering, bully adalah orang pertama yang menghubungi HR, biasanya Direktur HR.
Terkadang, tanpa disadari, HR telah menjadi “partner dalam mendukung si bully” bila
seorang pimpinan puncak datang kepada mereka melaporkan keluhan tentang seorang
karyawan yang dianggap menjadi ancaman bagi si bully.
Tanpa menyadari situasinya secara utuh, terkadang HR malah akan memberi saran
kepada si bully untuk menggunakan sistem evaluasi kinerja untuk membuat perencanaan
kinerja si karyawan, yang dapat mengarah kepada rencana mengeluarkan korban dengan
alasan menolong korban.
Anda akan tertipu oleh bully yang lebih pintar dari Anda.
Ingin melewatkan hari-hari yang ekstra produktif dalam setiap pekan kerja tanpa
menambah jam di kantor? Anda dapat melakukannya --dan meningkatkan kepuasan kerja
baik untuk diri Anda sendiri maupun teman sekerja-- dengan memangkas tim yang tak
perlu, mengurangi komunikasi dan mengendorkan pengawasan. Terdengar radikal?
Sepintas mungkin begitulah kesannya. Namun, itulah kunci-kunci untuk bisa lebih cepat
dan lebih sederhana dalam mengelola orang, proyek-proyek dan tim. Anda perlu ingat
bahwa salah satu tanda sukses sebuah perusahaan adalah pertumbuhan yang tiada henti.
Seiring dengan pertumbuhan itu, organisasi menjadi semakin kompleks dan dengan
demikian memerlukan lebih banyak waktu dan usaha untuk menyelesaikan berbagai
pekerjaan.
Tim kerja bukan lagi sekedar teknik melainkan telah menjadi "nilai perusahaan" di
banyak organisasi. Umumnya, setiap orang terlibat dalam semua hal. Namun, kini dalam
era yang serba kompleks --multi-site, multi-cultural dan organisasi-organisasi virtual--
tim menjadi sesuatu yang mahal. Dan, ketika semuanya telah bisa dilakukan melalui
teknologi, bekerja secara kolektif sulit dijalankan.
Sebuah versi survei mengatakan, sepertiga waktu karyawan habis untuk meeting --di
mana dari separonya merupakan meeting yang tidak benar-perlu untuk mereka hadiri.
Oleh karenanya, di era sekarang ini, kerja yang lebih individual dan tim yang ramping
lebih direkomendasikan. Sebab, kebanyakan aktivitas dalam organisasi sebenarnya tidak
memerlukan tim.
Apa yang selama ini kita dengar atau katakan sebagai "kurangnya komunikasi" sejatinya
adalah problem masa lalu. Di saat semua orang telah terhubung dengan alat komunikasi
dan internet, tantangan hari ini justru bagaimana melindungi diri dari komunikasi yang
tidak perlu dan memilih pesan-pesan yang benar-benar penting.
Coba, ingat kembali, berapa email Anda terima setiap hari dan berapa darinya yang
benar-benar relevan dengan pekerjaan?
Setiap perusahaan memiliki mekanisme atau sistem pengawasan yang terpusat. Dalam
perusahaan yang berskala besar, kekuatan-kekuatan pengawas tersebut bisa merusak
kepercayaan. Kolega-kolega mungkin berada pada lokasi yang berbeda, atau bahkan
datang dari budaya yang berbeda pula. Mereka mungkin tidak merespon secepat atau
dalam cara yang sesuai dengan harapan Anda.
Oleh karenanya, yang lebih baik adalah: kontrol lokal sebagai kontrol yang
sesungguhnya. Sebab, kontrol terpusat sering menyebabkan proses-proses pengambilan
keputusan menjadi lambat dan hasilnya juga keputusan yang buruk.
Tips: bangunlah kapasitas lokal secara sistematis untuk memungkinkan pengawasan yang
terkelola.
Basis komunitas di tempat kerja telah berubah, menjadi lebih beragam. Kunci-kunci
komunikasi (misalnya membangun hubungan, berbagi budaya dan pengalaman, tatap
muka) juga telah berubah. Kita perlu menyadari bahwa beberapa dari kunci-kunci
tersebut kini tak tersedia lagi bagi kita, dan beberapa yang lain terlalu mahal untuk
dipraktikkan.
Kita harus fokus pada kunci-kunci yang memang bisa kita gunakan dan bisa mengubah
harapan-harapan kita akan komunitas (di tempat) kerja.
Kesimpulan: dalam situasi yang berubah, jawabannya bukan bekerja lebih keras dengan
keahlian lama, tapi mengimplementasikan cara-cara bekerja yang lebih cepat dan lebih
sederhana.
Mempersiapkan Outing
Biasanya, bos akan segera meminta proposal anggaran yang reasonable. Bila hal itu
terjadi, tim kecil segera menindaklanjuti dengan mengajak bicara seluruh karyawan untuk
menentukan lokasi tujuan outing. Lakukan polling kecil-kecilan, bisa lewat email atau
mendatangi satu per satu karyawan untuk dimintai pendapatnya. Suara terbanyak berhak
mendapat prioritas pertimbangan. Bila pilihan jatuh pada lokasi di luar kota, hendaknya
jangan terlalu jauh untuk menghemat biaya dan tenaga. Pilihlah lokasi dengan jarak
tempuh tak lebih dari 3 jam perjalanan.
Persiapan Selanjutnya
Untuk memudahkan perencanaan anggaran, perlu dirancang secara detail alur outing
setelah menentukan lokasi
1. Tentukan lamanya waktu outing. Sebaiknya jangan sampai lebih dari sehari semalam.
Pilih Jumat sore sebagai hari keberangkatan, sehingga Sabtu sore sudah kembali. Dengan
jadwal semacam itu, hari Minggu masih bisa istirahat di rumah untuk memulihkan
kelelahan, sehingga Senin-nya kembali ke kantor dengan energi yang segar dan semangat
baru.
2. Buatlah urut-urutan acara. Misalnya, makan malam bersama, malam api unggun,
olahraga pagi dan belanja. Hindari acara-acara yang bersifat terlalu teknis, yang justru
membuat peserta bosan. Hindari pula acara yang terkesan serius dan formal.
3. Carilah penginapan yang murah. Dalam hal ini, vila atau bungalow lebih
dipertimbangkan ketimbang hotel. Agar outing lebih meriah dan mengesankan, rancang
secara khusus acara makan malam di tempat lain di luar penginapan.
4. Pesan sarana transportasi sejak jauh hari. Sesuaikan dengan jumlah peserta untuk
memilih antara bus atau minibus sebagai angkutan.
Selama Outing
1. Ciptakan sebanyak mungkin suasana yang bisa mempertinggi keakraban dan
kebersamaan. Misalnya, karaoke selama di perjalanan dalam bus. Atau, buatlah kuis
santai untuk dijawab para peserta, dengan pertanyaan-pertanyaan seputar karyawan dan
lingkungan perusahaan. Seperti, "Siapa karyawan yang selalu datang paling pagi?";
"Siapa karyawan yang sering mencari tumpangan ketika pulang?" yang sifatnya lucu-
lucuan saja.
2. Bagi pihak perusahaan, ada baiknya memberi kejutan-kejutan kecil di tengah outing,
misalnya mengumumkan kenaikan jabatan karyawan tertentu, atau mengabarkan bahwa
keuntungan perusahaan dalam semester terakhir meningkat. Jika mampu dan
memungkinkan, bahkan perusahaan bisa membagi-bagikan uang tunai ("Jangan dilihat
jumlahnya, tapi semangatnya!") untuk belanja oleh-oleh.
3. Jangan membicarakan masalah pekerjaan, urusan proyek yang belum selesai, prospek
klien baru dan semacamnya.
1. Utamakan selalu kebersamaan selama outing. Peserta harus selalu diabsen dan jika ada
yang mau memisahkan dari rombongan wajib lapor terlebih dahulu pada tim atau orang
yang telah dipilih sebagai "ketua panitia" atau kepala rombongan.
2. Setiap ada sesuatu yang di luar jadwal atau rencana, hendaknya dimusyawarahkan.
Setiap keputusan sejauh mungkin diambil dengan melibatkan semua peserta.
3. Usahakan setiap tahap acara yang telah dirancang berjalan sesuai waktu yang telah
ditentukan, sehingga seluruh rangkaian outing bisa selesai sesuai jadwal.
Para pimpinan perusahaan selalu melihat kualitas-kualitas dalam diri calon karyawan
yang akan mereka hire. Hal itu tercermin pada saat mereka mewawancarai kandidat.
Apa sih sebenarnya yang perlu dilihat dan dicari ketika melakukan wawancara dengan
calon-calon karyawan?
Tips berikut mencoba memberikan ide-ide tentang hal-hal yang paling penting untuk
dipertimbangkan ketika Anda meng-hire orang untuk posisi apapun:
1. Work ethic
Kerja keras sering bisa mengatasi masalah minimnya pengalaman seseorang. Oleh
karenanya, Anda perlu meng-hire orang yang, ibaratnya, "bersedia melakukan apapun
demi pekerjaan".
Tak ada ilmu khusus yang bisa mendongkrak kurangnya inisiatif atau etika kerja pada
seseorang. Pertanyaan yang hati-hati akan memberi Anda gambaran, apakah orang yang
sedang Anda wawancarai memiliki work ethic --atau, setidaknya apa yang Anda percaya
akan menjadi work ethic mereka.
2. Attitude
Sesuatu yang dianggap sebagai sikap yang baik, berbeda dalam pandangan tiap-tiap
individu. Tapi, unsur-unsur seperti positif, ramah, ringan tangan alias suka membantu
akan membuat kehidupan di tempat kerja jauh lebih menyenangkan dan mempermudah
kerja setiap orang.
3. Experience
Sesi wawancara dalam proses hiring memberi Anda kesempatan untuk bertanya secara
lebih mendalam, yang memungkinkan kandidat menunjukkan kepada Anda bahwa
mereka memiliki pengalaman atas suatu pekerjaan.
4. Smarts
Orang-orang yang smart mampu menemukan solusi-solusi lebih baik dan lebih cepat atas
masalah-masalah yang menghadang mereka. Dalam dunia bisnis, bekerja secara smart
lebih penting ketimbang buku-buku yang smart.
5. Responsibility
Di luar lima hal tersebut, hal-hal "kecil" seperti datang tepat waktu saat wawancara dan
keserasian penampilan, juga merupakan indikator yang menggambarkan kepekaan
tanggung jawab sang kandidat.
Meng-hire orang yang tepat adalah tugas terpenting para manajer. Sayangnya, mereka
sering tak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan proses
wawancara. Padahal, hasil-hasil yang Anda dapat dari proses hiring tergantung pada
waktu yang Anda sediakan untuk itu.
Jika Anda menyediakan diri untuk menemukan kandidat yang tepat untuk sebuah posisi,
Anda lebih berpeluang menemukan yang Anda cari. Jika Anda hanya menggantungkan
diri pada kesempatan (akan datangnya karyawan baru), bersiap-siaplah untuk kecewa
dengan apa --atau siapa-- yang Anda temukan.
Networking merupakan salah satu elemen kunci untuk mencapai sukses dalam pergaulan dunia kerja.
Lebih-lebih di era persaingan tinggi seperti sekarang, keterampilan networking tidak lagi sekedar sesuatu
yang "penting", melainkan "wajib". Masalahnya, banyak orang merasa dirinya terlalu introver untuk
melakukan hal itu.
Bagi para introver, "kewajiban" networking bagaikan momok. Bertemu klien, harus berbasa-basi dan
mengimbangi pembicaraan orang lain, beramah-tamah dengan orang-orang yang dijumpai di acara seminar,
bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Sebaliknya, justru membuat stres.
Apakah dengan begitu, orang-orang yang introver tidak memiliki kesempatan untuk sukses?
Memang, kecenderungan selama ini, banyak orang menganggap bahwa networking adalah dominasi orang
dengan tipe kepribadian ekstrover. Yakni, mereka yang mendapatkan gairah hidup dari interaksi dengan
banyak orang di sekitarnya. Mereka luwes dalam bergaul, senang berada di tengah pesta, dan bertemu
dengan orang-orang baru, yang berpotensi untuk mendukung keberhasilan pekerjaan mereka. Bagi orang-
orang seperti itu, networking tampaknya sudah menjadi hal yang alami.
Sementara, orang dengan tipe introver mendapatkan energi dari dalam dirinya sendiri. Mereka tidak suka
dengan pesta atau pertemuan sosial yang mengharuskan mereka bertemu dan berbicara dengan banyak
orang. Bila pun menghadiri suatu pertemuan, mereka berinteraksi dengan beberapa orang orang saja, itu
pun lebih banyak mengambil peran sebagai pendengar. Bagi mereka yang tidak terlalu menikmati
pertemuan dengan banyak orang, membangun jejaring memang membutuhkan usaha ekstra. Lalu, apakah
orang-orang dengan karakteristik introver harus tenggelam di bawah dominasi mereka yang ekstrover?
Direktur Experd Eileen Rachman dalam artikelnya yang berjudul "Mission Not Impossible: Introver Jago
Networking" yang dihimpun dalam buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di Era Persaingan (Gramedia
Pustaka Utama, 2007) menegaskan, pada dasarnya networking tidak selalu mudah, bahkan untuk ekstrover
sekali pun.
Dijelaskan, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitar,
networking bisa berupa interaksi dengan orang lain atau pun pertukaran informasi. Menurut Eileen, setiap
orang bisa mengembangkan ‘gaya’ atau pendekatan networking yang khas dan manjur bagi diri mereka
masing-masing, disesuaikan dengan karakteristik kepribadian.
Bagi si introver, menjadi pendengar yang baik dan menunjukkan kesediaan untuk membantu orang lain,
bisa jadi merupakan modal utama. Membangun kepercayaan diri untuk melakukan networking dapat
dilakukan dengan mendefinisikan ulang esensi dari networking, yaitu tidak hanya sekedar ‘gaul’ saja atau
‘luwes’ saja, tapi membangun kepercayaan dan hubungan yang bermakna dan mendukung kesuksesan
pekerjaannya.
Berikut beberapa tips yang diberikan Eileen Rachman agar introver dapat mengembangkan ‘gaya’ dan
pendekatan khas untuk menjadi jago networking:
-- Perkuat hubungan non-tatap muka, misalnya dengan mengirim email/SMS berisi cerita, anekdot atau
humor untuk menyegarkan hubungan.
-- Kirimkan kartu ucapan selamat, sebagai tindak lanjut dari informasi yang dimiliki atas diri target
networking.
-- Berapa kali melakukan kegiatan bersama dengan klien atau rekan kerja dalam sebulan, bisa berupa
makan siang, olah raga atau belanja bareng.
-- Berapa orang yang akan Anda dekati dalam suatu ajang networking.
4. Miliki skenario
Tak jarang orang tipe introvet merasa tidak nyaman bila harus menelepon seseorang yang belum
dikenalnya. Adanya panduan dan skenario akan membantu untuk mengembangkan pembicaraan.
Sepanjang kita menyadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan akan referensi, kita masih bisa
melakukan networking. Banyak sekali orang tidak kenal restoran yang paling asyik. Banyak sekali orang
merasa beruntung bila diperkenalkan pada rekanan bisnis baru. Nomor-nomor telepon penting sering tidak
dipunyai orang lain. Semua itu bisa kita jadikan materi "sharing" yang menarik sekaligus menguntungkan
semua pihak. Dengan membiasakan hal ini hubungan tolong menolong terjadi secara wajar dan otomatis.
Networking merupakan salah satu alat untuk membangun hubungan yang berjangka panjang. Siapa pun
dapat melakukannya, dan banyak alternatif untuk mewujudkannya, sesuai denqan karakteristik pribadi
masing-masing. "Jika Anda seorang manajer, kiat ini dapat Anda gunakan untuk melatih dan memberi
dukungan pada anak buah yang introver, sehingga dapat membantu yang bersangkutan memanfaatkan
hubungan baik dengan orang lain untuk keberhasilan dalam pekerjaannya," saran Eileen.
Membuat karyawan kerasan tinggal di perusahaan, itulah salah satu concern terbesar para
pemimpin perusahaan. Istilahnya retensi, dan semua tahu hal itu dimulai sejak proses
rektrutmen. Nasihat yang sering diberikan: start by hiring smart. Tapi, setelah itu apa?
Generasi pekerja saat ini merupakan generasi yang "mudah bosan". Dalam obrolan
sehari-hari, hal itu terungkap lewat kata-kata "bete deh". Sedikit-sedikit bete, sebentar-
sebentar bete. Ini merupakan tantangan besar bagi segenap pimpinan perusahaan, yakni
bagaimana mengelola dengan "benar" generasi yang sulit diterka apa maunya ini.
Salah satu kuncinya, tak lain retensi. Berikut 8 tips lanjutan untuk mempertinggi retensi
karyawan Anda:
Clarify expectations
Beri karyawan pemahaman yang jelas atas pekerjaan mereka, dan apa standar-standar
yang mereka harapkan untuk mencapai baik "percepatan waktu dan penghindaran
konflik. Sedikit konflik berarti bekerja dengan lebih bahagia, sehingga karyawan akan
cenderung kerasan di perusahaan.
Pelajari hobi-hobi dan minat-minat karyawan, dan terutama tujuan-tujuan jangka panjang
mereka. Hal itu akan membantu Anda memahami kebutuhan mereka, sekaligus
memperlihatkan bahwa Anda peduli.
Give feedback
Selalu komentari apa yang sedang dikerjakan oleh karyawan, dan katakan bahwa Anda
ingin mereka tetap bekerja di perusahaan Anda. Tanamkan bahwa mencintai pekerjaan itu
penting, tapi juga tak kalah penting untuk memastikan bahwa pekerjaan juga mencintai
kita.
Ciptakan budaya kerja sama di mana semua anggota tim mendukung satu sama lain.
Karyawan yang melihat bahwa Anda sedang melakukan investasi pada diri mereka, akan
merasa lebih dihargai dan diapresiasi.
Berbagai bentuk insentif dan reward bisa menciptakan lingkungan kerja yang
menyenangkan dan penuh tanggung jawab, serta memperlihatkan kepekaan apresiasi
yang lebih besar.
Empower employees
Manajer atau kalangan pimpinan perusahaan yang baik mestinya mampu mengembang
peran-peran tersebut. Karyawan akan cenderung kerasan tinggal di perusahaan jika
mereka senang dan hormat terhadap pimpinannya.
Bosan dengan rutinitas, merasa tak berkembang di perusahaan tempat bekerja, dan ujung-ujungnya merasa
mentok dengan karier. Itulah "lagu lama" yang diulang-ulang. Anda sendiri mungkin merasakannya, atau
setidaknya mendengar teman mengeluh seperti itu. Siapa yang harus disalahkan?
Paling baik, tentu saja, instrospeksi dan koreksi diri: mungkin semua karena kekurangan kita, yang tidak
mampu mengembangkan (potensi dan kompetensi) diri sesuai tuntutan perusahaan. Sebab, kalau dipikir-
pikir, pastilah tidak ada perusahaan yang berniat menghambat karier karyawannya.
Namun, di sisi lain, tak ada juga seorang karyawan atau profesional yang mau "dituduh" tidak maksimal,
atau kinerjanya tidak bagus. Semua orang pasti merasa bahwa dirinya telah bekerja dengan baik dan
melakukan yang terbaik untuk perusahaan.
Terlepas dari siapa yang salah siapa yang benar --kalau mau saling menyalahkan tak akan ada habisnya--
sebenarnya sudah "nggak zaman" bagi seorang profesional untuk mengharapkan pihak lain atau perusahaan
bertanggung jawab atas pengembangan dirinya.
Menurut direktur dan pendiri Experd Eileen Rachman, yang menulis buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di
Era Persaingan, profesional yang berhasil adalah mereka yang meyakini bahwa tanggung jawab untuk
masa depan dan pengembangan karier ada di tangan dirinya sendiri.
Kuncinya adalah investasi. Yakni, investasi pada diri sendiri. Dan, itu harus dilakukan terus-menerus.
Investasi pada diri sendiri setidaknya meliputi:
Jangan menampilkan diri sebagai orang yang lamban, sulit diajak kompromi, keras kepala dan merasa
sudah --atau, bahkan paling-- mumpuni. Melainkan, tampilkan diri sebagai orang yang terbuka, mau belajar
dan bisa menyerap setiap isu dengan cepat.
Bangun kebiasaan membaca dan optimalkan penggunaan internet untuk mencari tahu hal-hal baru.
Pelajari cara-cara berkomunikasi, bernegosiasi dan berpersuasi secara langsung dari orang yang ahli yang
ada di sekitar, jangan sekedar dari buku-buku panduan.
Ambil setiap kesempatan untuk belajar memimpin kelompok, mempraktikkan teknik-teknik manajerial dan
menggunakan alat-alat manajemen --perencanaan, laporan, kontrol-- dengan disiplin ketat sehingga cara
kerja manajerial menjadi kebiasaan baru.
Bayangkan Anda punya ratusan relasi, yang bukan hanya dari kalangan yang selevel dengan Anda, tapi
juga dari kalangan manajemen top. Segala gerak Anda akan dipermudah karenanya.
Ingat, portfolio sosial Anda bukan hanya terdiri dari orang-orang yang Anda kenal, kerabat dekat sendiri,
tapi juga orang-orang yang kenal dan mengingat Anda.
Contoh yang bagus untuk bagian ini adalah seorang wartawan yang kesulitan mewawancarai narasumber
karena alat perekam yang dibawanya ternyata low batt. Ibaratnya, kalau mengelola baterai satu alat
perekam saja tidak bisa, bagaimana mengelola hal-hal lain yang lebih kompleks.
Ponsel, laptop...merupakan perangkat kerja kaum profesional zaman sekarang --mengoptimalkan fungsi-
fungsinya merupakan suatu keharusan.
Sediakan waktu yang cukup untuk berolahraga, menjaga asupan makanan, menjalani pola hidup sehat.
Luangkan waktu untuk berkontemplasi, merenung dan menjalankan ibadah sehingga badan bugar dan jiwa
bagaikan baterai yang habis di-charge.
Berhentilah mengeluh dan menyalahkan keadaan, dan mulailah berinvestasi pada diri sendiri sehingga
orang lain pun tidak ragu untuk berinvestasi pada diri Anda.
Dewasa ini, assessment center telah diterima secara luas oleh kalangan HR sebagai salah satu metode untuk
mengelola SDM sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kualitasnya. Dalam aplikasinya, metode
tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai sistem pengeloaan SDM, dari rekrutmen dan seleksi,
penempatan, pelatihan dan pengembangan, promosi dan transfer, fit & proper test, talent management
hingga pengurangan karyawan.
Secara sederhana, assessment center bisa didefiniskan sebagai proses evaluasi perilaku yang menggunakan
standar berdasarkan beberapa masukan, dengan teknik dan observasi yang dilakukan oleh beberapa asesor
terlatih. Keputusan akhir penilaian dilakukan berdasarkan integrasi dari beberapa asesor atas perilaku
peserta/kandidat yang muncul dalam sejumlah simulasi, serta mempertimbangkan seberapa sering perilaku
tersebut muncul.
Dari definisi tersebut, bisa ditarik elemen-elemen penting yang harus ada dalam proses assessment center,
yakni:
1. analisis jabatan
2. klasifikasi perilaku
3. teknik assessment
5. simulasi
6. asesor
7. pelatihan asesor
8. rekaman perilaku
9. laporan
Oleh karenannya, hati-hati jika ada lembaga yang mengaku menerapkan assessment center, namun tidak
memenuhi 10 kriteria di atas. Hal-hal lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai assessment center adalah
2. panel interview atau beberapa kali wawancara sebagai satu-satunya alat atau proses dalam menilai
seseorang
3. ketergantungan pada satu teknik saja, sebagai standar dalam mengevaluasi atau menilai seseorang
4. hanya menggunakan battery test yang merupakan kumpulan beberapa tes tertulis
6. penggunaan beberapa simulasi dengan melibatkan lebih dari satu orang asesor namun tidak ada proses
pengintegarian data
7. lokasi fisik, gedung atau tempat yang diberi nama assessment center
4. pada saat seseorang dalam titik transisi yang kritis dalam perjalanan karirnya
Nah, sekarang, jika perusahaan Anda akan atau telah memutuskan untuk menggunakan jasa assessment
center, inilah hal-hal yang perlu dipertimbangkan:
3. perlunya data pendukung yang objektif selain hasil assessment center untuk membuat keputusan yang
lebih solid (terutama dalam penempatan, promosi dan transfer)
4. ada kemungkinan untuk mengarahkan kandidat ke posisi lain (rekrutmen dan seleksi, penempatan,
promosi dan transfer)
5. hasil assessment center bisa digunakan sebagai identifikasi awal untuk kebutuhan pengembangan.
6. diperlukan program tindak lanjut setelah assessment center untuk menjawab kebutuhan masa depan
organisasi (untuk talent management)
7. komunikasi yang tepat pada peserta mengenai tujuan dan pemanfaatan hasil assessment center.
Banyak hal telah berubah dalam dunia pencarian kerja. Namun, ada satu yang tetap sama, yakni tentang
bagaimana Anda harus menampilkan diri pada saat wawancara. Anda bisa saja mengirimkan lamaran via
email, atau direkomendasikan oleh teman yang sudah lebih dulu bekerja di perusahaan yang Anda
inginkan. Namun, Anda belum akan di-hire sampai pimpinan perusahaan bertemu langsung dan berbicara
dengan Anda. Wawancara. Sejauh ini, itulah momok bagi para pencari kerja.
Dalam proses rekrutmen dan seleksi, wawancara merupakan tahapan yang penting ketika perusahaan
dihadapkan pada lebih dari seorang kandidat yang memiliki kriteria dan latar belakang yang kurang-lebih
sama. Atau, tahapan ini menjadi demikian menentukan ketika posisi yang lowong membutuhkan calon
yang memiliki keterampilan-keterampilan interpersonal dan komunikasi, dengan kualifikasi teknis tertentu.
Chairman dan CEO Robert Half International, perusahaan spesialis penempatan tenaga kerja pertama dan
terbesa di dunia, Max Messmer yang menulis buku laris Job Hunting for Dummies menegaskan, kunci
sukses wawancara terletak pada kesan pertama yang Anda tinggalkan kepada pihak perusahaan.
Messmer mencontohkan, banyak kandidat yang melakukan "kesalahan" dengan memperlihatkan aksi yang
lebih menarik perhatian ketimbang jawaban-jawaban yang diberikannya selama wawancara. "Ada kandidat
yang ketika menunggu di lobi sambil makan, ada yang memain-mainkan pupennya selama wawancara dan
ada yang mengenakan pakaian dan tas dalam warna dan ukuran yang mencolok," rinci dia.
Menurut Messmer, persiapan mutlak diperlukan jika Anda hendak menjalani wawancara kerja.
1. Do the research
Pastikan Anda memiliki pengetahuan yang memadai tentang calon perusahaan Anda, sejarahnya,
industrinya dan sebagainya. Jika memungkinkan, cari tahu juga tentang orang yang akan mewawancarai
Anda. Dengan bekal itu, Anda akan memberikan kesan yang lebik baik dalam wawancara nanti.
5. Dress smart
Jangan anggap remeh kekuatan dari penampilan profesional. Ini adalah saat pertama pihak perusahaan
melihat Anda, suka atau tidak, apa yang Anda kenakan bisa mempengaruhi proses berikutnya.
"Ada ide?" ujar seorang bos kepada anak buahnya dalam sebuah rapat. Sejenak ruangan
senyap. Ada yang menunduk, ada yang saling pandang. Hingga akhirnya, seperti tampak
pada sebuah tayangan iklan produk vitamin, seorang karyawan dengan mantap dan penuh
percaya diri bangkit dari duduknya seraya mengatakan, "Ada, Pak!"
"Ada (ide)" tentu hanyalah jawaban pertama. Selanjutnya, bagaimana cara yang baik
untuk menyampaikan ide tersebut, agar apa yang telah tersusun di benak kita dipahami
oleh orang lain, terutama dalam hal ini, bos kita?
Kita tentu tidak mau, hanya karena salah menyampaikan, ide kita terdengar acak-adul
sehingga bukannya menambah poin plus kita di mata bos dan teman-teman sekantor.
Melainkan, sebaliknya, mempermalukan kita dan ujung-ujungnya mengganggu
perkembangan laju karir kita!
"Tentu saja, berdiri di depan orang yang memiliki kontrol terhadap masa depan
perusahaan bukanlah sesuatu yang mudah, tapi bagi yang bisa melakukannya,
imbalannya sangat berarti," ujar Daniels.
Dalam iklim bisnis yang berubah cepat dan hiper-kompetitif, ide-ide kreatif, cemerlang
dan inovatif dari karyawan maupun manajer selalu ditunggu oleh top leader. "Manajer
dan karyawan yang baik adalah mereka yang mengetahui nilai yang bisa mereka berikan
untuk organisasi, dan tahu cara-cara yang benar untuk menyampaikan ide-ide mereka,"
tambah dia.
Daniels memberikan 6 tips untuk membantu kita bagaimana sebaiknya menyampaikan
ide kepada atasan:
Anda harus tahu di mana posisi Anda. Perlihatkan rasa hormat dan penghargaan baik
pada orang yang levelnya di bawah Anda maupun di atas. Sebaliknya, dapatkan juga
sikap yang sama dari orang lain dengan cara menghargai dan mendukung ide mereka.
2. Get results
3. Manage up
Pikirkan isu besarnya, siapkan diri untuk mempertahankan pemikiran Anda, tapi harus
tetap fleksibel dengan masukan dan saran dari orang lain.
Ingat bahwa tujuan Anda tak lain meningkatkan kinerja organisasi, dan bukan sekedar ide
Anda diterima.
Anda bisa meningkatkan karir dan hubungan kerja dengan perilaku yang Anda
perlihatkan sehari-hari di kantor. Terlepas dari latar belakang pendidikan Anda,
pengalaman maupun jabatan, jika Anda tidak bisa bergaul dengan baik dengan karyawan
lain, Anda tidak akan pernah berhasil mencapai tujuan kerja Anda.
Hubungan kerja yang efektif merupakan titik awal bagi tercapainya sukses dan kepuasaan
atas pekerjaan dan karir Anda. Di samping itu, hubungan kerja yang efektif juga bisa
menjadi pijakan bagi atasan untuk mempromosikan dan menaikkan gaji Anda.
Sebuah studi membuktikan bahwa "memiliki teman baik di tempat kerja" merupakan satu
dari 11 alasan utama yang mendasari seseorang merasa puas dengan pekerjaannya.
Mengingat pentingnya hubungan yang efektif di tempat kerja, berikut 7 tips yang bisa
membantu Anda mewujudkan terjalinnya hubungan yang baik dengan teman sekantor.
1. Bring suggested solutions with the problems to the meeting table. Banyak
karyawan menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk mengindetifikasi masalah-
masalah. Anda bisa datang dengan solusi-solusi yang cemerlang untuk mendapatkan
perhatian dan penghargaan dari teman dan atasan.
2. Don't ever play the blame game. Hindari sejauh mungkin kecenderungan untuk
terlalu mudah menudingkan jari ke arah orang lain, ketika tim kerja dihadapkan pada
suatu masalah atau gagal mencapai tujuan. Menyalahkan orang lain hanya akan
menciptakan musuh. Anda perlu sekutu untuk menyelesaikan pekerjaan Anda.
3. Your verbal and nonverbal communication matters. Bicara keras, berteriak atau
bahkan membentak mungkin memang cukup efektif membuat suara Anda menggema ke
seluruh ruangan, sehingga semua teman sekantor Anda mendengar. Tapi, pertanyaannya,
pantaskah berteriak-teriak di tempat kerja? Jawabnya tentu saja 'tidak', jika menghargai
orang lain merupakan nilai yang dijunjung tinggi organisasi Anda.
4. Never blind side a coworker, boss, or reporting staff person. Selalu diskusikan
masalah, pertama kali, dengan orang yang bersangkutan. Membicarakan masalah
seseorang dengan orang lain akan membuat Anda tidak dipercaya oleh teman Anda.
5. Keep your commitments. Dalam sebuah organisasi, setiap pekerjaan saling berkaitan.
Kegagalan Anda memenuhi deadline dan komitmen pekerjaan Anda, akan berpengaruh
pada (pekerjaan) orang lain. Jika Anda gagal memenuhi komitmen terhadap pekerjaan
Anda, pastikan karyawan lain tahu apa yang terjadi.
6. Share credit for accomplishments, ideas, and contributions. Seberapa sering Anda
berhasil menyelesaikan proyek tertentu tanpa bantuan orang lain? Atau, jika Anda
manajer, berapa banyak ide brilian yang Anda promosikan merupakan sumbangan dari
bawahan? Luangkan waktu dan perhatian khusus untuk mengucapkan terimakasih,
bersikap menghargai dan mengakui orang-orang yang membantu Anda mencapai tujuan.
7. Help other employees find their greatness. Setiap karyawan memiliki bakat,
keterampilan dan pengalaman. Jika Anda bisa membantu orang lain menemukan apa
yang terbaik dari dirinya, dan satu sama lain melakukan hal yang sama, bayangkan
betapa besar dampaknya bagi kemajuan perusahaan. Dan, Anda tidak harus menjadi
manajer untuk membantu menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan.
Dengan mempraktikkan tips di atas, semoga hubungan kerja yang efektif akan tercipta di
lingkungan kantor Anda: karyawan lain menghargai Anda sebagai kolega dan bos
percaya, Anda telah bermain secara benar dalam tim. Target dan tujuan kerja Anda
tercapai, dan pada saat yang bersamaan Anda mendapatkan kesenangan, pengakuan dan
motivasi diri.
• Cetak Artikel
• Kirim ke Teman
•
Karyawan tersebut merasakan hal itu sebagai sebuah keberatan, karena ia tahu di banyak
perusahaan lain tidak seperti itu. Beberapa teman dekatnya menceritakan pengalamannya
di tempat kerja masing-masing, di mana setiap bulan puasa perusahaan menerapkan jam
kerja khusus.
Ada perusahaan yang menggeser jam kerjanya selama bulan puasa ini menjadi 08.00 -
16.30 termasuk satu jam untuk istirahat yang tidak dihilangkan. Ada juga yang sejak hari
pertama puasa mengumumkan perubahan jam kerja, menjadi 08.00 - 16.00 tanpa waktu
istirahat.
Selain ingin maksimal dalam menjalankan ibadah wajib tahunan sebulan penuh tersebut,
si karyawan tadi tentu juga ingin bisa melewatkan saat berbuka puasa di rumah bersama
keluarganya. Sehingga ketiadaan perubahan jam kerja mengikuti "irama" puasa
membuatnya tak nyaman.
Sebenarnya memang tidak salah bagi perusahaan yang tetap menjalankan jam kerja
normal sebagaimana biasanya pada bulan puasa. Tidak ada aturan khusus dari undang-
undang ketenagakerjaan mengenai jam kerja di bulan puasa. Yang jelas, tak satu pun
perusahaan yang melarang karyawannya untuk berpuasa.
Sebaliknya, pihak karyawan pun tidak lantas boleh memanfaatkan momen puasa sebagai
alasan untuk tidak bekerja dengan baik seperti biasanya, tidak produktif dan malas-
malasan.
Selain kombinasi antara kebijakan dengan fleksibilitas, berikut hal-hal mendasar yang
perlu dipahami bersama baik oleh perusahaan maupun karyawan untuk menciptakan
lingkungan kerja yang bisa memenuhi keinginan dan kepentingan semua pihak, berkaitan
dengan ekspresi keagamaan:
-- Aktivitas. Apakah Anda mengizinkan fasilitas kantor digunakan untuk pengajian atau
kebaktian? Jika iya, sebaiknya didiskusikan dulu dengan karyawan dari semua agama
yang ada.
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya, semoga tetap produktif
dan bersemangat di tempat kerja.
Deskripsi Singkat
Salah satu perselisihan yang dikenal dalam hubungan industrial adalah perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.Dasar perselisihannya umumnya adalah
mengenai besarnya nilai Pesangon yang harus dibayarkan oleh pengusaha/perusahaan.
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini lebih sering menjadi pemicu munculnya
demonstrasi buruh/tenaga kerja dibanding tiga jenis perselisihan yang lain, yaitu
Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Antar Serikat Pekerja.
Amandemen UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang
substansinya mengatur tentang Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan
Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh Tenaga Kerja di Indonesia
serta mengatur reformasi PT. Jamsotek sebagai badan penyelenggara diharapkan mampu
memberi warna baru dalam memastikan kesejahteraan buruh/tenaga kerja ketika bekerja
dan setelah berakhir masa kerjanya. Hal ini tentu saja sedikit banyak akan menekan
keinginan buruh/tenaga kerja untuk mengungkapkan ketidakpuasannya secara berlebihan
termasuk akibat Pemutusan Hubungan Kerja.
Atas dasar itulah Corporate Human Resource (CHR) dengan dukungan berbagai pihak
bermaksud mengadakan One Day Seminar & Talk-Show "Jaminan Pesangon Tenaga
Kerja: Analisa Manfaat dan Tantangan Pelaksanaannya" dengan mengundang para
pakarnya dan pihak-pihak terkait.
• Mendapatkan input yang konstruktif dari para ahli dan pihak-pihak terkait dalam
rangka pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis (Industrial Peace).
• Menambah wawasan para peserta dan memperoleh informasi lebih akurat tentang
latar belakang berlakunya suatu regulasi di bidang ketenagakerjaan.
• Sebagai sarana berbagi ilmu, pengetahuan dan wawasan mengenai dunia
ketenagakerjaan serta perkembangan aspek regulasi hubungan industrial.
Nara Sumber/Pembicara
Keynote Speaker:
1. Ir. Erman Suparno, MBA, MSi (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI)
Seminar:
Talkshow:
Sasaran Peserta
(Pengusaha, Serikat Pekerja, Praktisi HRD, Consultant HRD, Pemerhati Hubungan
Industrial, dll)
Investasi:
Rp. 500.000,- / orang, Rp. 800.000,- / 2 orang
**Sudah termasuk Makan siang, Cofee Break, Seminar kit, Majalah Sponsor &
Sertifikat**
EventHR Sebelumnya
Wednesday - Thursday,
July 11th & 12th, 2007
Grand Kemang Hotel, Jakarta
• Team Leadership
• Team Results
• Team Activities
• Team Decision Making
• Team Communications
• Team Abilities
• Team Confidence & Strength
• Team Member Co-Operation
Registration: Githa
Phone/Fax: 021-7192105 or email to githa@opusmanagement.com
portalhr.com
EventHR Sebelumnya
Jika Anda tertarik untuk menggali potensi dan mendukung upaya pemberdayaan wanita
Indonesia, berikan kontribusi Anda dengan mengikuti PSYCHOLOGY EXPO 2007-
WOMEN & NATION, Mengungkap Potensi Wanita Indonesia, sebuah event seminar
tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Anda akan bertatap muka, berdiskusi, berbagi ilmu dan pengalaman dengan para pakar
dan praktisi di bidang politik, social, ekonomi dan bisnis seperti SRI MULYANI, MARI
PANGESTU, MARTHA TILAAR, TODUNG MULYA LUBIS, KARTINI MULYADI,
BETTI ALISJAHBANA, ORIE ANDARI dan lain-lain, serta akan membahas dan
menganalisa dari sudut pandang ilmu psikologi bersama psikolog-psikolog ternama di
Indonesia seperti: YATI UTOYO LUBIS, DIENY TJOKRO, SARLITO W. SARWONO,
NINIEK L. KARIM, EILEEN RAHMAN, HARRY SUSANTO, DLL.
Segera dapatkan undangan untuk menghadiri PSYCHOLOGY EXPO 2007 yang akan
berlangsung pada tanggal 27-28 Juni 2007 di Hotel Mulia, Jakarta.
Informasi lebih lanjut hubungi: (021) 718 0345 /70007488 atau Kiki 08161368415 atau
Diah Siswanto 08129358492
Pendaftaran:
PortalHR.com
Telepon: (021) 5205803
Fax: (021) 5221906
Email: info@portalhr.com
portalhr.com
EventHR Sebelumnya
Bagaimana kalau setiap anggota organisasi dengan penuh semangat dan antusias
membangun dan mengkongkritkan seluruh talenta dan kekuatan yang dimiliki demi
kelangsungan dan kemajuan organisasi,jabatan, lingkungan dan diri sendiri?
Workshop : Creating a STAR at Work! merupakan program yang dirancang bagi para
praktisi HR untuk menciptakan Budi, Budi, dan kelompok Budi yang lainnya, yaitu
menjadikan setiap anggota organisasi sebagai STAR dalam dunia kerja. STAR at Work
adalah setiap individu yang mampu menjadi sumber inspirasi bagi yang lain, yaitu atasan,
rekan kerja, bawahan, lingkungan dan organisasi secara keseluruhan.
Target Peserta:
Praktisi Human Resource, terutama yang memiliki perhatian dalam penyusunan dan
pelaksanaan program-program ‘people development’ dalam perusahaan / organisasi.
Team Fasilitator:
Ino Yuwono, MA: Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Master Psikologi
Industri & Organisasi, Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi, Konsultan
Organization Change dan fasilitator inhouse training diberbagai perusahaan nasional.
Budi Setiawan, M.Psi: Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Master
Appreciative Inquiry, Penyunting buku “The Power of Appreciative Inquiry (2007)” -
edisi bahasa Indonesia, Pengembang Appreciative Inquiry di Indonesia, Konsultan
Human Resources dan fasiltator inhouse training dibeberapa perusahaan nasional.
Moderator milist http://groups.yahoo.com/group/Appreciativecommunity
Biaya Workshop: Rp. 2.600.000,- / peserta. Diskon 10% bagi pendaftaran sebelum 26
Juni 2007, dan bagi yang mendaftar minimal 3 (tiga) orang dari satu perusahaan yang
sama.
Pembayaran:
BCA – Pepelegi, Sidoarjo A/C : 465 0202 215, a.n. I Made Gunartha, Drs
Bukti pembayaran harap dikirimkan melalui fax ke (021) 5221906 dan (031) 8556702
Waktu dan Tempat: Tanggal 26 - 27 Juli 2007, Pukul 08.30 – 16.30 WIB
Hotel ATLET CENTURY PARK
Jl. Pintu Satu Senayan, Jakarta 10270
Agenda Workshop:
Hari Pertama:
1. Inner Journey
2. Discovery Dialogue & Celebration the Strenght
3. Tentang Appreciative Inquiry
4. Recalling, Coloring and Designing the Future
5. Formulating Grounded Rules
6. Planning the Action
7. Do It Now!
Hari Kedua:
1. Becoming a STAR
2. Prinsip-prinsip Appreciative Inquiry dalam dunia kerja
3. Menciptakan bintang
4. Pengelolaan SDM yang apresiatif
5. Closing & Action Plan
portalhr.com
Teman, setelah sempat vakum pada Juni lalu, pada bulan Juli ini HRI kembali
mengadakan Learning Forum. Berbeda dengan LF sebelumnya di mana hanya ada 1
penyaji, pada LF kali ini akan ada 3 penyaji terdiri dari 1 pembicara dan 2 pembahas –
sehingga sudut pandang atas tema yang didiskusikan menjadi lebih kaya.
LF kali ini akan bicara mengenai kajian atas proses perubahan yang sedang dijalani
Kelompok Kompas Gramedia (KKG) dalam menyikapi persaingan media yang semakin
gencar saat ini, bagaimana skenarionya, apa saja tantangannya, dan apa lessons-learned
yang dapat diambil dari proses yang telah berjalan.
Pembahas:
2. Sahala Harahap dari Sahala Consulting (pengkaji dari sisi penyiapan manusia
menjalani perubahan)
Untuk pendaftaran, mohon hubungi sekretariat HRI dengan Ibu Ifa di 021-70346696.
Kontribusi pengganti biaya teknis sebesar Rp. 150.000,00 diharapkan dari kehadiran
Anda, dapat dibayarkan melalui transfer ke rekening operasional HRI di BCA 035-193-
1425 a/n Sahala Harahap, ataupun tunai di lokasi.
Salam,
Human Resources Indonesia (HRI) adalah organisasi nirlaba berbentuk yayasan berbasis
relawan dengan salah satu misinya melakukan kajian dan pengembangan konsep dan
strategi pengelolaan SDM berbasis kondisi Indonesia. Relawan HRI terdiri dari para
profesional yang telah membangun kesepakatan bahwa dalam berkiprah di HRI, nilai-
nilai relawan, nirlaba dan independen akan selalu dijunjung
portalhr.com
EventHR Sebelumnya
Deskripsi Singkat
Salah satu perselisihan yang dikenal dalam hubungan industrial adalah perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.Dasar perselisihannya umumnya adalah
mengenai besarnya nilai Pesangon yang harus dibayarkan oleh pengusaha/perusahaan.
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini lebih sering menjadi pemicu munculnya
demonstrasi buruh/tenaga kerja dibanding tiga jenis perselisihan yang lain, yaitu
Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Antar Serikat Pekerja.
Amandemen UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang
substansinya mengatur tentang Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan
Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh Tenaga Kerja di Indonesia
serta mengatur reformasi PT. Jamsotek sebagai badan penyelenggara diharapkan mampu
memberi warna baru dalam memastikan kesejahteraan buruh/tenaga kerja ketika bekerja
dan setelah berakhir masa kerjanya. Hal ini tentu saja sedikit banyak akan menekan
keinginan buruh/tenaga kerja untuk mengungkapkan ketidakpuasannya secara berlebihan
termasuk akibat Pemutusan Hubungan Kerja.
Atas dasar itulah Corporate Human Resource (CHR) dengan dukungan berbagai pihak
bermaksud mengadakan One Day Seminar & Talk-Show "Jaminan Pesangon Tenaga
Kerja: Analisa Manfaat dan Tantangan Pelaksanaannya" dengan mengundang para
pakarnya dan pihak-pihak terkait.
• Mendapatkan input yang konstruktif dari para ahli dan pihak-pihak terkait dalam
rangka pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis (Industrial Peace).
• Menambah wawasan para peserta dan memperoleh informasi lebih akurat tentang
latar belakang berlakunya suatu regulasi di bidang ketenagakerjaan.
• Sebagai sarana berbagi ilmu, pengetahuan dan wawasan mengenai dunia
ketenagakerjaan serta perkembangan aspek regulasi hubungan industrial.
Nara Sumber/Pembicara
Keynote Speaker:
1. Ir. Erman Suparno, MBA, MSi (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI)
Seminar:
Talkshow:
Sasaran Peserta
(Pengusaha, Serikat Pekerja, Praktisi HRD, Consultant HRD, Pemerhati Hubungan
Industrial, dll)
Investasi:
Rp. 500.000,- / orang, Rp. 800.000,- / 2 orang
>> Pendaftaran Online
**Sudah termasuk Makan siang, Cofee Break, Seminar kit, Majalah Sponsor &
Sertifikat**
portalhr.com
EventHR Sebelumnya
Learn how you can attract, retain, and motivate your people so that it can help your
organization survive, grow, and win the competition.
Learn how you can transform your organization through people so that it can adapt to the
competitive environment.
Continuing last year seminar of "Transforming HR into a Business Partner", we are now
presenting you:
Transforming HR into a Business Partner 2
Great People. Great Organization.
The one day seminar will focus on developing practical and integrated people
management practices as well as managing organization change.
Combining local experiences with global best practices, speakers from industries and
consulting will share their experiences in developing and implementing sound HR
systems and practices, as well as managing change in the organization.
By attending this event, participants will be able to learn how they can improve and
transform their organization performance through people.
The Event
Transforming HR Into a Business Partner 2
Great people. Great Organization.
HR Seminar & Exhibitions
Mutiara I, Gran Melia Hotel Jakarta
Thursday, August 2, 2007
08.00 - 16.30
The Agenda
Investment
HR Seminar & Exhibition
Rp. 1.500.000,- Regular Price
Rp. 1.000.000,- for first 100 paid participants (up to July 15, 2007)
Rp. 1.250.000,- Discount price for 3 Participants from the same company.
>> Online Registration
portalhr.com
EventHR Sebelumnya
Agenda
07.00-08.00 Registration and Breakfast
08.00-08.10 Opening & Welcome Remarks
08.10-08.45 Selection & Assessment, by Novi Laurina Senior Consultant DDI
08.45-09.00 Make your job Easy: Oracle Technology Enabler, by Diski Naim Senior
Consultant Oracle
09.00-09.30 Q&A
09.30-10.00 Summary & Closing
Please register now for this free event, via email: info@portalhr.com or phone: 021-
5205803.
Space is limited.
portalhr.com
FACILITATOR:
DR. Seger Handoyo, Msi (40) : Dekan dan staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas
Airlangga, Doktor Psiklologi Industri & Organisasi, Anggota Pusat Peningkatan dan
Pengembangan Pendidikan Universitas Airlangga, Konsultan Psikologi Terapan dan
Senior Assesor di berbagai perusahaan nasional.
Drs. Chris. Ino Juwono, MA (53): Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga,
Master Psikologi Industri & Organisasi, Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Industri &
Organisasi, Konsultan Organization Change dan fasilitator inhouse training diberbagai
perusahaan nasional.
Budi Setiawan, M.Psi (32) : Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Master
Appreciative Inquiry, Penyunting buku “The Power of Appreciative Inquiry (2007)” -
edisi bahasa Indonesia, Pengembang Appreciative Inquiry di Indonesia, Konsultan
Human Resources dan fasiltator inhouse training dibeberapa perusahaan nasional.
Moderator milist http://groups.yahoo.com/group/Appreciativecommunity
portalhr.com
Nowadays, the life extension movement that focuses on the aspects of extending life and
living well is starting to grow rapidly. This issue is not only realized by individual but
also by corporate as well. Currently many corporate should become more aware of how
to gain a new perspective and knowledge of living live well, especially for their
employee. since high level of employee absence that deals with low of life quality is still
being a stay-awake workplace issue, many companies should become aware that with
corporate life enrichment, they may get benefit and value added because both company
productivity level and cost saving could be improved.
Life enrichment can also be an investment for company future since it plans and builds
positive habit to afford living well and prolong life. Many businesses should address the
life enrichment necessities because it can reduce workplace absenteeism caused by illness
to decrease the business process disruption.
We provide a new insight on life enrichment issue on this half day seminar. Speakers are
drawn from medical and business background practitioners that will share their
knowledge and experience. with high productivity and high employee performance,
company will be ready to compete against competitors.
The Event
Corporate Life Enrichment
Cost Saving, Healthy and Productive Working Life
Seminar & Exhibition
JW Marriott Hotel, Jakarta
Dua Mutiara 1 & 2 Ballroom
July 25, 2007 at 8.30 - 15.00
Investment
Rp. 750.000,- Regular Price
Rp. 500.000,- Early Bird ( up to June 15, 2007)
Rp. 500.000,- Discount Price for 3 participants or more from the same company
portalhr.com
EventHR Sebelumnya
Deskripsi Singkat
Setiap pimpinan departemen/divisi pada dasarnya dituntut untuk mampu memahami
bagaimana pengelolaan SDM dalam area yang dipimpinnya dapat berjalan dengan baik.
Jika pengelolaan SDM sudah ditangani dengan baik, maka tujuan atau target
departemen/divisi akan relatif lebih mudah terealisasi. Penjelasan tentang proses
pengelolaan SDM mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pemeliharaan yang
dijabarkan melalui workshop ini dipastikan akan mampu mempermudah para peserta
dalam memahami hakekat peran dan fungsi departemen HRD atau SDM.
Workshop ini sangat cocok diikuti oleh para talenta muda calon manajer atau pimpinan
perusahaan dimasa depan, juga para staf Departemen HRD/Personalia yang memerlukan
tambahan wawasan dan konsep tentang HRD itu sendiri. Dengan mengikuti workshop ini
para peserta juga akan memperoleh CD yang berisi tentang file-file penunjang tugas
pengelolaan SDM seperti contoh Application Form, contoh Job Description, contoh
Orientation Form, contoh Job Evaluation Form, Contoh Performance Appraisal Form,
aplikasi penghitungan PPh 21 otomatis, aplikasi penghitungan Jamsostek dan lain-lain.
• Job Description
• Job Specification
• Job Performance Standard
Sasaran Peserta
Supervisor/Asisten Manager semua departemen, Management Trainee, Staff Departemen
HRD/Personalia, dll
Nara Sumber
Mohammad Mustaqim, MM, AAAIJ
Beliau adalah salah satu pendiri PT. Indo Human Resource yang saat ini aktif sebagai
konsultan Sumber Daya Manusia selain juga aktif sebagai staf pengajar di lingkungan
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia baik program D3 maupun S1 Reguler &
Ekstensi. Beliau berpengalaman sebagai praktisi di bidang penanganan SDM pada dua
buah perusahaan multinasional dari Eropa selama periode tahun 2000-2005. Untuk
jenjang pendidikan, beliau menyelesaikan program Sarjana Ekonomi dan program
Magister Manajemen-nya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Beberapa proyek
yang pernah ditangani beliau antara lain: Penyusunan framework training penunjang
kompetensi pada PT. PLN Persero (Pusat), Studi kelayakan program asuransi pendidikan
bagi anak PNS (Proyek Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara), Pengembangan Job
Evaluation & Salary System pada PT. Asuransi Heksa Eka Life, Narasumber pelatihan
Job Evaluation bagi pejabat Depnakertrans Pusat, Narasumber program pendidikan
Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi Indonesia untuk materi Manajemen Sumber Daya
Manusia dan proyek-proyek lainnya.
Investasi :
Special Price: Rp. 750.000,-/ orang (2 peserta lunas pertama), Rp. 1.000.000,- / orang (3
peserta lunas berikutnya)
Normal Price: Rp. 1.250.000,- / orang, Rp. 2.000.000/ 2 orang, transfer ke BCA Cabang
Rawamangun Pemuda A/C.No.094.30.34.700 a.n. PT. Indo Human Resource, Harap
pembayaran dilakukan sebelum hari H dan bukti transfer di fax ke 021-47882280/021-
47882421).
**Sudah termasuk Coffee Break 2X, Makan siang, Seminar kit, Sertifikat & CD
Aplikasi**
portalhr.com
EventHR Sebelumnya
Pertanyaan
Kami dari HR Department banyak mendapat keluhan dari beberapa karyawan pada level
middle management. Keluhan terbanyak karena adanya sikap dan gaya komunikasi dari
seorang Senior Manager. Pada kondisi terakhir beberapa sudah merasa "tidak betah" lagi
untuk tetap bekerja. Bahkan sebagian sudah pernah manyampaikan kalau lebih baik
resign secepatnya. Top Management, sampai saat ini memang memberikan kewenangan
yang cukup besar pada karyawan tersebut. Termasuk beberapa reportnya secara otomatis
bisa dipercaya.
2. Mengurangi pandangan subyektifitas yang sudah menjadi ciri khas karyawan tersebut,
adakah metode training atau seminar yg memiliki kans besar untuk merubah pola pikir
subyektif ini.Saat ini melalui media meeting, milist/email internal sering HR
mengirimkan materi manggugah yang berkaitan dengan program eliminasi masalah
tersebut. Namun, belum berhasil signifikan.Terimakasih atas pencerahannya, semoga
Portal HR semakin maju.....
Jawaban
Halo Pak Subiyanto, memiliki atasan yang bermasalah memang tidak menyenangkan
karena hal ini umumnya sangat mempengaruhi suasana kerja yang ada. Bahkan dengan
makin tingginya jabatan seseorang di dalam organisasi, pengaruh negatif (maupun
positif) yang ditimbulkannya di dalam organisasi juga makin besar. Bagaimanakah sikap
HR dalam menghadapi hal ini?
HR memiliki kewajiban dan hak untuk menyelesaikan masalah ini karena ini terkait
dengan "mandat" utama mereka, yaitu mencari, mendapatkan, mempertahankan dan
memotivasi karyawan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Beberapa hal yang dapat dilakukan HR Department untuk mengatasi hal ini:
Membicarakan masalah ini dengan karyawan terkait, yaitu senior manager tersebut.
Tergantung dari budaya organisasi yang ada, pembicaraan dapat dilakukan baik secara
formal maupun informal. Sering masalah-masalah hubungan antar karyawan dapat
diselesaikan dengan pendekatan informal dan pribadi. Bila bagian terkait dari HR
Department memiliki hubungan yang baik dengan senior manager tersebut, HR dapat
membicarakan dan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan informal dengan
senior manager tersebut. Namun bila ini tidak berhasil, pendekatan formalpun dapat
dilakukan.
HR Department juga perlu bersikap seobjektif dan senetral mungkin di dalam
menyelesaikan masalah ini. Posisi HR adalah sebagai penasehat, fasilitator, atau konselor
bagi seluruh karyawan yang terlibat. Pertimbangkan untuk melibatkan atasan dari senior
manager tersebut untuk memecahkan masalah. Dukunglah pembicaraan yang ada dengan
fakta-fakta, baik yang didapatkan dari hasil wawancara dari karyawan yang
meninggalkan perusahaan (exit interview), hasil survei opini karyawan, maupun focus
group discussions bila ada. Dinamika antar karyawan selalu ada di dalam setiap
organisasi dan tidak mungkin setiap orang menyenangkan setiap orang, namun opini
orang banyak perlu didengarkan, terutama ketika terjadi situasi yang tidak kondusif.
Untuk itu, dapatkan fakta sebanyak dan seobjektif mungkin, termasuk dari si senior
manager tersebut.
Usaha yang lain, seperti memberikan coaching dan mentoring melalui atasan si senior
manager dapat juga diusahakan, tentu setelah HR Department mendiskusikan seluruh
inisiatif perbaikan ini secara terbuka dengan seluruh pihak yang terkait. Sekian dulu dan
semoga keadaan akan menjadi lebih baik.
Perusahaan Kecil juga Perlu Job Description
Bagi Anda yang bekerja di perusahaan besar, job description atau uraian jabatan adalah
sesuatu yang sudah lazim. Tidak perlu dibantah lagi, job description sangat diperlukan.
Job description yang lengkap akan sangat membantu dalam proses seleksi, training,
penilaian kinerja dan perencanaan kompensasi. Tanpa job description, bagaimana Anda
bisa melakukan penilaian yang akurat dan adil bagi karyawan? Berdasarkan kriteria apa
Anda menilai karyawan Anda, bila apa yang diharapkan dari dia tidak jelas?
Namun, masih ada perusahaan, khususnya yang beskala kecil (dengan karyawan tak lebih
dari 50 orang), yang tidak membuat job description untuk karyawannya dengan berbagai
alasan.
Memang tidak mudah membuat job description yang baik, terutama untuk jenis-jenis
pekerjaan yang sifatnya baru, yakni yang hanya ada di perusahaan tertentu. Atau, karena
sedikitnya jumlah karyawan, maka karyawan dituntut untuk memegang berbagai
tanggung jawab yang berbeda. Dengan berbagai alasan ini, maka perusahaan tersebut
tidak membuat job description untuk posisi-posisi yang ada di dalam perusahaan.
Sesungguhnya, membuat job description mungkin tidak sesulit yang Anda bayangkan.
Tulisan ini mencoba membantu Anda membuat job description. Meskipun uraian jabatan
yang Anda buat tidak seratus persen akurat untuk posisi di perusahaan Anda, namun
setidaknya Anda dan karyawan Anda mempunyai pegangan yang jelas dalam
melaksanakan pekerjaan, dan melakukan penilaian.
Analisis Jabatan
Untuk membuat job description, pertama kali yang perlu dilakukan adalah analisis
jabatan. Ini adalah proses menganalisis sebuah posisi/jabatan dan mengumpulkan
informasi selengkap-lengkapnya untuk membuat job description.
Setelah semua informasi terkumpul, si analis menuliskan hasil analisis tersebut dan
melakukan review bersama karyawan pemegang posisi/jabatan tersebut. Dokumen itu
kemudian dipresentasikan kepada supervisor si karyawan untuk review lebih lanjut
(sering si supervisor ini sendiri adalah si analis). Supervisor bisa menambah, menghapus,
atau mengubah tanggung jawab, pengetahuan dan skill yang diperlukan, dan juga
karakteristik yang lain. Setelah mendapat persetujuan dari supervisor, maka dokumen itu
pun diteruskan kepada level yang lebih tinggi untuk mendapat persetujuan terakhir.
Setelah itu maka perusahaan dapat mempersiapkan sebuah dokumen job description
untuk posisi/jabatan tersebut yang ditandatangani secara resmi.
Peran Karyawan
Karyawan memegang peran yang sangat penting dalam proses ini. Beberapa saran di
bawah ini bisa digunakan untuk membantu karyawan dalam proses analisis jabatan:
-Karyawan perlu menyisihkan waktu untuk memikirkan tugas dan tanggung jawab
sehari-harinya. Buatlah catatan atau buku harian untuk merekam aktivitas yang
berhubungan dengan pekerjaan Anda.
-Karyawan perlu menjelaskan persepsi dia sendiri mengenai konsep posisi yang
dipegangnya.
-Karyawan perlu fokus pada fakta saja --tidak melebih-lebihkan dan tidak merendahkan
kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk pekerjaan, serta karakteristik yang
lain.
-Jangan mencampurkan dengan hal lain. Analis hanya ingin mengetahui mengenai
pekerjaan si karyawan, sehingga berbicara mengenai kinerja, gaji, keluhan-keluhan,
hubungan dengan karyawan lain, tidak relevan dalam hal ini.
-Perlu juga diingat bahwa masukan dari karyawan penting, tapi keputusan manajemen
menentukan batasan-batasan dalam sebuah posisi.
-Ingatlah juga bahwa tidak ada konsekuensi yang buruk dari proses analisis jabatan.
Misalnya, tidak akan ada pengurangan gaji atau posisi tertentu yang akan dihilangkan. Si
analis bisa jadi mengusulkan perubahan dalam nama jabatan atau penyesuaian lain, tapi
hal ini terpulang pada keputusan manajemen.
Job description harus ditulis dengan kalimat-kalimat yang singkat dan jelas. Disarankan
menggunakan struktur kalimat yang sederhana yaitu: subyek/kata
kerja/obyek/keterangan.
1. Nama jabatan
2. Tingkat jabatan
3. Atasan langsung
4. Bawahan langsung
5. Ringkasan pekerjaan
9. Persyaratan khusus (bila ada). Contoh: bersedia bekerja lembur, pada hari libur dan
akhir pekan seperti yang disyaratkan oleh pekerjaan tertentu.
Bisa juga ditambahkan Indikator Keberhasilan, Laporan yang harus dibuat, dan
Wewenang dalam posisi tersebut.
Contoh job description bisa Anda lihat di PortalHR.com bagian Gudang Data/Job
Description.
Oleh: Is Mujiarso
"Selera orang HRD memang aneh," demikian komentar yang kerap terdengar setiap kali
ada karyawan baru muncul di kantor. Tentu saja komentar semacam itu muncul dari bibir
karyawan lama yang merasa bahwa si pendatang baru itu tidak meyakinkan, atau
berpenampilan yang kurang sesuai dengan "budaya" perusahaan.
Bukan cerita baru kalau HRD merupakan bagian yang paling sering menjadi bahan olok-
olokan di tempat kerja. Sinetron OB (Office Boy) yang sukses di RCTI bahkan telah
membuat olok-olok itu keluar dari batas dinding perusahaan dan menjadi wacana publik.
Dalam sinetron komedi itu, HRD sebuah stasiun TV menjadi setting cerita dengan tokoh-
tokoh utama para penghuninya, dari direktur, staf hingga OB.
Kelucuan dibangun dari tingkah konyol mereka: Direktur HR Pak Taka yang dingin dan
galak, dua staf utama yang selalu bermusuhan bagai anjing dan kucing --yang satu
dicitrakan sebagai bujang lapuk sehingga sering diledek sebagai penyuka sesama jenis;
sedangkan yang satunya lagi bertingkah playboy kecakepan dan tengil. Satu lagi:
sekretaris yang centil, manja dan kerjaannya hanya mengecat kuku serta menelpon
mantan-mantan pacarnya.
Pendek kata, sinetron itu telah menguatkan stereotip karikatural citra HR selama ini di
mata karyawan atau unit lain dalam sebuah perusahaan. Kalau Anda direktur atau
manajer HR, atau staf di departemen tersebut, pastilah sulit untuk tertawa melihat
sinetron itu, karena akan sama artinya dengan menertawakan diri sendiri. Kecuali, maaf,
Anda tidak sekritis itu, dan menganggap sinetron itu semata lelucon yang tidak berdiri di
atas keterpurukan citra sebuah kelompok yang selama ini dianggap marginal dalam
perusahaan.
Apa yang dilukiskan oleh sinetron itu, tentu saja kontraproduktif terhadap usaha
sekelompok praktisi dan akademi HR di luar sana yang dengan keras meyakinkan dunia
bahwa paradigma HR sudah berubah. Bahwa HR sudah tidak seperti dulu lagi: duduk di
pinggir arena bisnis, memegang CV sampai tangan bengkak, memelototi lamaran sampai
mata jereng. Atau, tukang semprit bagi karyawan yang telat datang ke kantor, tukang
ngitung absen dan mengurusi cuti karyawan.
Cerita seperti itu sudah lewat. Lihat, kami sekarang adalah mitra bisnis yang sejajar
dengan unit-unit lain dalam perusahaan. Kami juga ikut berperan aktif mendampingi
CEO dan manajer-manajer lain dalam mencapai tujuan perusahaan. Bahkan, banyak di
antara kami yang mulai menaggalkan nama human resource, dan berganti menjadi
human capital. Keren, bukan?
Masalahnya, sejauh mana perubahan itu bergema di luar sana? Apakah masyarakat luas
peduli dengan perubahan itu? Di sinetron, orang hanya melihat direktur HR yang punya
kegemaran menghukum push up stafnya, dan tak henti-henti merayu sekretarisnya
dengan gaya seorang pecundang tua yang mesum. Siapa yang bertanggung jawab untuk
menyiarkan kepada masyarakat bahwa HR sudah berubah? Kalau masyarakat memahami
dunia HR lewat potret komikal dari sinetron, sehingga menganggap bahwa dari dulu HR
yang memang begitu, siapa yang (harus di)salah(kan)?
Belum lama ini saya menghadiri Human Resources Expo 2006 di Hotel Borobudur
Jakarta. Saya datang sebagai wartawan dan menjumpai kenyataan yang menyedihkan.
Bahwa event sebesar itu, yang kalau dilihat dari pesertanya yang hadir dari berbagai
pelosok Indonesia, tergolong berskala nasional, tidak mengundang pers untuk meliput.
Saya jadi paham mengapa perubahan paradigma HR yang dibangga-banggakan oleh
orang HR tak cukup bergema di kalangan non-HR. Sebab, orang HR ternyata tidak
(belum) melek media. Sehingga perubahan yang mereka gembar-gemborkan itu tak
terkabarkan ke masyarakat.
Human Resourses Expo 2006 merupakan serangkaian seminar dua hari yang terdiri atas
20 sesi. Sederet pembicara yang kompeten dihadirkan, dan tentu saja seminar itu
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang penting bagi kalangan HR, terkait dengan
perkembangan praktik HR terkini di Tanah Air. Namun, apapun hasilnya, seberapa pun
pentingnya, tak akan ada artinya kalau tidak tersiar ke masyarakat, dan itu sebenarnya
sangat dimungkinkan melalui liputan pers.
Atau, jangan-jangan orang HR sendiri tak peduli bahwa perkembangan dunia mereka
perlu dikomunikasikan kepada publik yang luas? Pasti tidak begitu. Pasti mereka sadar
bahwa perubahan paradigma HR harus melibatkan perhatian semua pihak baik orang HR
sendiri maupun masyarakat luas di luar HR. Barangkali selama ini orang HR hanya
kurang sadar akan fungsi dan kekuatan media massa dalam mendukung dan terus
mendorong perubahan yang telah dan sedang mereka upayakan.
Sinetron OB hanya satu tantangan kecil bagi orang HR untuk membuka mata dunia, dan
mengatakan dengan lantang, bahwa "kami sudah berubah". Sudah saatnya orang HR
berpikir dan beraksi dengan cara baru. Teruslah gelar seminar dan event-event serupa
untuk mensosialisasikan perkembangan HR. Tapi, jangan lupa dekati dan akrabi pers.
Libatkan mereka. Bicaralah pada mereka. Agar perubahan paradigma HR bukan hanya
jargon yang menghibur diri, tapi menjadi bahan pemikiran dan kepedulian bersama,
membuat masyarakat paham dan bersimpati pada isu-isu HR.
Sehingga, tak akan ada lagi gambaran HR sebagai kumpulan orang-orang tua yang kaku,
dingin dan suka menghukum. Atau, "berselera aneh" seperti dibilang Emily dalam film
Devil Wears Prada.
Oleh: S. Brotosumarto
Locus of Control (LoC) adalah sikap seseorang dalam mengartikan sebab dari suatu
peristiwa. Seseorang dengan Internal LoC adalah mereka yang merasa bertanggung
jawab atas kejadian-kejadian tertentu. Hasil adalah dampak langsung dari tindakannya.
Sedangkan, orang dengan External LoC adalah mereka yang sering menyalahkan (atau
bersyukur) atas keberuntungan, petaka, nasib, keadaan dirinya, atau kekuatan-kekuatan
lain di luar kekuasaannya.
Suatu hari, tesnya berhasil. Ia mungkin saja menilai bahwa keberhasilannya bukanlah
disebabkan FI-nya, seperti kecerdasan atau kemampuan berbahasa. Tapi, karena
keberuntungan. Ah, demikian pikirnya, barangkali karena tidak banyak yang melamar.
Jadi, ia menyikapi kegagalan dan keberhasilan dirinya dengan cara berbeda. Ia menerima
kegagalannya karena FI tapi keberhasilannya karena FE (Faktor Eksternal).
Kesimpulannya, orang bisa punya LoC yang berbeda, baik untuk sukses maupun gagal.
Selain dikotomi internal dan eksternal, penting untuk memahami keadaan stabil dan labil.
Sekali lagi contohnya orang yang menjalani tes. Alkisah, nilainya jatuh, karena pada saat
tes ia kelelahan dan konsentrasinya buyar karena ibunya masuk UGD. Jika ia tes lagi
dalam keadaan bugar dan ibunya baik-baik saja, ia akan bisa mencetak nilai tes yang
bagus. Keadaan ia sedang lelah kita sebut FI sedang labil; dan fakta bahwa ibunya di
UGD kita sebut sebagai keadaan (FE) sedang labil, yang sifatnya sementara.
Yang terjadi sering terbalik. Ada yang menganggap keberhasilannya karena dukungan
FE, misalnya karena ekonomi bagus, dll. Dan, ketika ia menghadapi kegagalan, ia
malahan menuduh FI sebagai biangnya, misalnya ia merasa ia goblok. Jika kegagalan itu
terjadi beruntun, lama kelamaan harga diri dan rasa percaya dirinya akan ambyar
sehingga ia terpuruk.
Sikap yang benar adalah menempatkan FI sebagai faktor yang membuat Anda meraih
sukses. Jika Anda naik gaji atau dapat promosi, katakan pada diri sendiri bahwa Anda
memperolehnya karena FI yang Anda miliki: kecerdasan, karisma, atau pun ketekunan.
Bukan karena FE: anugerah dari bos. Anda layak mendapatkan keberhasilan itu karena
jerih payah Anda sendiri, karena memang Anda punya kelebihan. Jika Anda tidak kena
PHK, itu bukan karena Anda beruntung atau dikasihani bos, tapi memang Anda tahan
banting. Jika Anda tiba-tiba mendapat peluang, itu bukan karena beruntung, tapi karena
Anda sudah mejeng memposisikan diri untuk meng-embat peluang itu.
Saat menghadapi keberhasilan, sangat bijak untuk tidak membesar-besarkan FE, tapi jika
Anda sedang dirundung kegagalan, lebih bijak menyimak FI dan FE lebih saksama. Yang
disimak apa? Stabilitas. Bisa jadi FI kita sedang labil misalnya sakit. Atau, karena FE
yang sedang labil, misalnya ada huru hara. Dengan demikian bagian FI kita yang rawan,
yakni harga diri dan rasa percaya diri, akan terlindung.
Labil bermakna bahwa faktor-faktor itu bersifat sementara. Jika faktor-faktor itu sudah
stabil, kita akan mudah bangkit lagi dan tidak gagal. Kita bisa mengerahkan FI yang lebih
berdaya guna. Dengan demikian kita mampu menghadapi kegagalan bertubi-tubi tanpa
menjadi terpuruk dalam lembah keputusasaan. Kita mampu memahami bahwa kegagalan
yang kita derita sifatnya sementara. Dalam kata-kata puitis ‘mendung tak selalu kelabu’, ‘
badai pasti berlalu ‘, ‘esok penuh harapan’. Cengeng dan klise ? Mungkin. Tapi,
percayalah ini pernyataan ilmiah yang didukung dengan riset.
Salah satu peran "baru" HRD yang belakangan ini banyak didengungkan adalah sebagai
agen perubahan. Jelas ini sebuah tuntutan ideal yang tidak mudah. Salah satu kendalanya
ialah asumsi bahwa karyawan akan menerima perubahan sebagaimana adanya, sebagai
sesuatu yang akan terjadi, dan menjalankannya apa adanya.
Hal seperti itu jarang sekali terjadi. Sebaliknya, perubahan lebih sering dianggap sebagai
sumber penyebab rasa takut, perasaan kehilangan atas suasana yang sudah familiar, dan
kecemasan-kecemasan lain. Sehingga, perlu waktu bagi karyawan untuk memahami
makna perubahan itu dan berkomitmen terhadap perubahan itu dengan baik.
Karena itu, penting bagi para manajer HR untuk mengerti bahwa setiap orang cenderung
melalui tahapan-tahapan dalam mengatasi perubahan. Memahami adanya tahapan-
tahapan yang wajar terjadi terhadap suatu perubahan akan membantu para change agent
tersebut untuk mengantisipasi reaksi yang akan terjadi, dan juga tidak bereaksi berlebihan
apabila terjadi perlawanan.
Tahapan yang terjadi dalam menghadapi perubahan, mirip dengan proses yang dialami
ketika seseorang kehilangan seorang yang disayanginya.
Tahap I: Menyangkal
Strategi awal yang biasa digunakan orang dalam menghadapi perubahan adalah
menyangkal apa yang terjadi, atau menyangkal bahwa hal itu akan berlanjut terus.
Respons-respons yang biasa terjadi dalam tahapan ini biasanya:
"Ah, aku sudah pernah mendengar hal beginian sebelumnya. Ingat nggak tahun lalu
mereka mengumumkan inisiatif konsumen baru? Enggak ada yang terjadi tuh, dan yang
ini juga akan segera berlalu."
"Aku bertaruh ini akan jadi seperti yang lain-lain. Paling-paling hebohnya selama enam
bulan saja dan setelah itu semuanya akan kembali normal. Lihat saja."
Menghadapi tahap menyangkal ini akan sulit karena tidak mudah melibatkan orang-orang
untuk merencanakan masa depan, ketika mereka tidak mau menerima masa depan akan
berubah dari saat ini.
Mereka akan keluar dari tahap menyangkal ketika mereka melihat indikasi-indikasi yang
jelas bahwa perbedaan telah terjadi. Bahkan setelah melihat indikasi-indikasi itu beberapa
orang tetap saja menyangkal.
Ketika seseorang tidak bisa lagi menyangkal, mereka cenderung pindah ke tahap marah,
yang diikuti dengan penolakan secara langsung atau pun tersamar. Tahapan ini sangat
kritis dalam keberhasilan implementasi perubahan. Kepemimpinan yang baik diperlukan
dalam mengatasi tahapan ini, dan memindahkan individu tersebut ke tahapan berikutnya.
Bila kepemimpinan tidak baik, maka kemarahan dalam tahap ini akan berlangsung terus,
mungkin jauh lebih lama dari perubahan itu sendiri.
Orang yang berada dalam tahapan ini biasanya mengatakan hal-hal seperti:
Pada tahapan ini orang-orang sudah mulai agak tenang. Mereka berhenti menyangkal,
dan meski masih sedikit marah, kemarahan mereka sudah bisa dikesampingkan. Mereka
sudah lebih mengerti makna perubahan itu dan lebih bersedia mencari tahu lebih jauh,
dan akhirnya menerima perubahan itu. Mereka lebih terbuka, dan kini lebih tertarik untuk
ikut merencanakan hal-hal sekitar perubahan itu dan ikut berpartisipasi dalam proses
tersebut.
Perubahan adalah suatu proses yang memakan waktu. Jangan meremehkannya dengan
berasumsi bahwa semua akan "berjalan dengan sendirinya". Jangan bereaksi secara
berlebihan bila menghadapi penolakan. Malah, kita harus khawatir bila tidak ada
penolakan. Pada perubahan yang cukup signifikan ada kemungkinan orang-orang
menyembunyikan reaksi mereka. Ini harus diantisipasi untuk menghindari reaksi yang
muncul belakangan dan tidak tertanggulangi, yang bisa mengganggu jalannya organisasi.
Apalagi bila reaksi itu sudah berbentuk kemarahan.
portalhr.com
Efek Pygmalion
Pygmalion adalah salah satu legenda terkenal Romawi yang awalnya ditulis oleh
pujangga Ovid. Dalam kisah tersebut, Pygmalion adalah seorang pemahat kesepian yang
mengaku tidak pernah tertarik dengan wanita. Suatu saat, dia memahat patung berbentuk
seorang wanita dari gading. Patung tersebut sangat indah dan realistis sehingga
Pygmalion akhirnya jatuh cinta pada patung tersebut. Karena cintanya, Pygmalion
memohon pada sang dewi cinta Venus untuk menghidupkan patung tersebut untuk
dinikahi. Berkat permohonannya yang sungguh-sungguh dan tulus, Venus akhirnya
mengabulkan permintaan tersebut.
Ide cerita tersebut kemudian dipakai oleh George Bernard Shaw, dramawan Irlandia yang
juga pemenang hadiah nobel kesusasteraan tahun 1925, untuk menghasilkan salah satu
karyanya yang paling dikenal, Pygmalion. Karya Shaw tersebut menceritakan tentang
seorang profesor fonetik yang berhasil merubah seorang gadis penjual bunga yang
sederhana, Eliza Doolittle, menjadi seorang lady di kalangan elit di London.
Walau kisah asli Pygmalion jelas-jelas merupakan legenda yang tidak mungkin terjadi,
namun adaptasi Shaw ternyata menggambarkan sesuatu yang cukup dekat dengan realitas
yang jarang kita sadari: bahwa harapan kita terhadap seseorang akan merubah harapan
orang tersebut terhadap dirinya sendiri dan akhirnya akan merubah harapan tersebut
menjadi kenyataan.
Sekitar tahun 1960-an, Rosenthal dan Jacobson melakukan eksperimen di beberapa
sekolah dasar di US. Dalam salah satu eksperimen tersebut, para guru diberitahu bahwa
sekelompok murid-murid (sekitar seperlima dari kelas) memiliki IQ yang lebih tinggi.
Secara berkala selama eksperimen tersebut dilakukan, dilakukan tes IQ. Dan memang
benar, IQ kelompok murid-murid yang diharapkan memiliki IQ yang lebih tinggi tersebut
memang memiliki IQ yang secara signifi kan lebih tinggi dibanding murid-murid lainnya.
Dalam konteks dunia kerja, efek ini juga pernah diteliti oleh J. Sterling Livingstone. Hasil
penelitian tersebut dipublikasikan di Harvard Business Review pada edisi Sep/Okt 1988
di artikel yang berjudul “Pygmalion in Management“. Menurut Livingstone, bagaimana
manajer memperlakukan anak buahnya dipengaruhi secara tidak sadar oleh harapan
manajer tersebut. Manajer yang memiliki pengharapan positif terhadap anak buahnya
akan cenderung mendapatkan hasil yang positif dan sebaliknya.
Pendapat tersebut ditunjang juga oleh dua peneliti dari Insead, Jean-Francois Manzoni
dan Jean-Louis Barsoux. Penelitian tersebut dituangkan dalam buku “The Set-Up-to-Fail
Syndrome“. Mereka berfokus pada bagaimana para bos secara tidak sadar menyusun
perangkap untuk menggagalkan anak buahnya. Harapan negatif bos membuat sang boss
mengontrol dengan ketat pekerjaan anak buahnya, yang menimbulkan krisis percaya diri
si anak buah, yang menurunkan kinerjanya, yang memperkuat kepercayaan awal sang
bos, dan seterusnya.
Lalu apa artinya efek Pygmalion bagi kita? Dalam dunia kerja, bila kita adalah manajer
atau bos, berhati-hatilah terhadap harapan-harapan negatif terhadap bawahan kita. Bila
ada karyawan yang menunjukkan kinerja rendah, atasan hendaknya berusaha seobjektif
mungkin mencari akar penyebabnya. Bisa jadi penyebabnya ada pada sistem perusahaan,
interaksi yang kurang baik dengan rekan kerjanya, masalah pribadi dan keluarga, atau
karena ketidakcocokan dengan jenis pekerjaan.
Penarikan kesimpulan yang terlalu dini bukan saja akan merugikan karyawan
bersangkutan, namun perusahaan juga. Pada kebanyakan kasus, karyawan yang pernah
mengalami masalah namun merasa mendapat dukungan yang positif, mampu
menghasilkan kinerja yang lebih baik.
portalhr.com
Oleh: S. Brotosumarto
Di tulisan sebelumnya, saya memaparkan bahwa tipe pesimistik merangkak ke papan atas
manajemen. Lantas, kemana si optimis bakal meraih posisi terbaiknya?
Kita tahu, bahwa sang Optimis: expect the expected. Sebaliknya, modus operandi
manajemen adalah pesimistik: expect the unexpected. Jangan diterjemahkan: mengharap
bencana, melainkan SIAP menghadapi yang terburuk.
Eksportir misalnya cenderung pesimis bahwa barang yang dikirim tidak dibayar sehingga
menuntut dibayar sebelum dikirim. Importir tidak mau membayar sebelum barang
dikirim, takut jika barang tersebut ternyata tidak dikirim. Sang pemberi kontrak menuntut
jaminan uang muka karena takut uang mukanya dibawa kabur kontraktor. Sang pemberi
kontrak juga menuntut jaminan mutu, takut kalau rusak kontraktornya tidak mau
memperbaiki. Itulah basis manajemen: expect the unexpected.
Manajemen terdiri atas planning, directing, controling dan excecuting. Pada planning
umumnya dipakai pesimistic plan: the worst case scenario. Jika rencana A gagal, maka
sudah disiapkan rencana B. Hal ini tersurat dalam kontrak-kontrak perusahaan: waktu
pengerjaan sudah ditentukan dan kalau tidak selesai tepat waktu maka konsekuensinya
sudah disepakati. Jika ada perubahan, juga telah diantisipasi di kontrak. Bahkan jika ada
sengketa pun, pasal-pasal itu termuat di kontrak. Sangat pesimistik.
Di-thuthuk berkali-kali tetap saja optimis tidak di-PHK. Akirnya benar-benar di-PHK.
Dari sinilah ejekan buat optimistik muncul: It doesn't hurt to be optimistic. You can
always cry later.
Yang lain ke mana? Sebagian besar ada di papan bawah, sebagai tukang-tukang, teknisi-
teknisi, sopir-sopir, dan di sektor-sektor informal. Mereka nyaman dalam ketidaktentuan.
Sebagian lagi sebagai artis, seniman, olahragawan, penghibur, dan bidang-bidang lain di
mana optimisme dihargai. Mereka optimis, periang dan tidak gentar menghadapi esok.
Entrepreneur, mulai dari tukang sate sampai sekelas Rupert Murdoch, didominasi para
optimis. Dalam kewirausahaan optimisme mutlak diperlukan. Optimisme mereka mampu
menarik banyak pihak (kreditor, pemodal, karyawan, supplier) bergabung. Sifat positif
para optimis adalah tidak gentar mengalami kegagalan.
Kalau gagal mereka bangkit dengan sangat mudahnya. Gagal, bangkit lagi; gagal lagi
bangkit lagi. Optimis umumnya besar nyalinya, baik yang besifat fisik maupun finansial,
berani duel dengan risiko.
Sifat buruk optimis adalah mengulang-ulang kesalahan yang sama. Sangat kontras
dengan pesimis, yang takut gagal. Kalau gagal mereka akan mati-matian supaya tidak
gagal lagi.
Seperti yang saya tulis sebelumnya, masing-masing karakter punya kelebihan dan
kekurangan. Jika Anda bos sebaiknya mengisi beberapa orang yang optimistik dalam
jajaran manajemen, biar pun kerjaannya tidak beres. Mereka membawa cuaca cerah.
Kalau tidak, suasana akan kelabu: seeing doom and gloom. Kalau Anda entrepreneur,
rekrut wajah-wajah muram pesimistik. Mereka akan membentengi Anda dari babak belur.
Sudah pasti Anda akan frustrasi nuthak-nuthuk tapi mereka akan melindungi Anda.
Jika ada yang paham MBTI, di puncak tangga manajemen 80-90% terdiri dari 4 tipe:
ESTJ (terbanyak), ISTJ, ENTJ, INTJ. Perhatikan 2 huruf terakhir: TJ.
Karakter khas mereka: andal dan pesimistik.
Yang dua terakir sedikit jumlahnya karena populasinya sedikit. Entrepreneur didominasi
3 tipe: ESTP, ISTP dan ENTP. Perhatikan 2 huruf terakir: TP.
Dunia seni didominasi ESFP dan ISFP. Karakteristik mereka: entertaining dan optimistik.
portalhr.com
Oleh: S. Brotosumarto
Orang yang pesimis seringkali diposisikan kurang baik dibanding mereka yang optimis.
Itulah pandangan umum yang beredar di publik saat ini. Namun, dalam hal manajerial,
pendapat itu kurang tepat. Kita tidak bisa menghakimi bahwa yang optimis lebih baik
dari pesimis atau sebaliknya. Masing-masing sebenarnya memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Sang optimis seringkali memandang sebuah masalah dari sudut yang berbeda dengan
sang pesimis. Sang optimis ketika disodori gelas berisi air separo misalnya, ia akan
berpikiran bahwa "isi gelas separo PENUH". Sebaliknya, sang pesimis memandang "isi
gelas separo KOSONG". Optimis melihat benefit, baru cost. Pesimis sebaliknya. Optimis
melihat opportunity, baru risiko. Pesimis sebaliknya.
A pessimist is a man who looks both ways before crossing a one-way street.
Yang optimis pun tak luput dari ejekan-ejekan. Misalnya seperti ini:
It doesn't hurt to be optimistic, you can always cry later.
Orang-orang yang optimis adalah mereka yang kalau ditagih selalu menjawab dengan
mantap, “Besok utangmu lunas.” Besoknya ditanya lagi, jawabannya sama. Maka banyak
yang menyarankan: jangan memberi hutang kepada orang-orang optimis.
Saran kedua: jangan memberi kerjaan pada orang-orang optimis. Sebab, setiap kali
ditanya apakah bisa mengerjakan, jawabannya: BISA. Ketika ternyata tidak bisa, ia akan
bilang dengan optimis, “Besok bisa.”
Secara sederhana, ada orang-orang yang cenderung optimis -selanjutnya kita namakan
SP, ada pula yang pesimistik -SJ. Selama saya berkarir di banyak perusahaan dan
membaca banyak riset, saya menemukan komposisi yang seperti ini:
- level manajemen trainee merata: 40% SP, 40% SJ, 20% tipe lain
- level manajemen muda 30% SP, 52% SJ, 18% tipe lain
- level manajemen menengah 20% SP, 65% SJ, 15% tipe lain
- level manajemen senior 15% SP, 73% SJ, 12% tipe lain
- level eksekuti puncak 10% SP, 80% SJ, 10% tipe lain
Angka-angka di atas hanyalah perkiraan, sekedar gambaran. Semakin ke anak tangga atas
manajemen, semakin didominasi orang-orang yang berpembawaan pesimis. Apakah
lantas kita bisa menyimpulkan bahwa yang pesimis berbakat di manajemen? Bukan
begitu. Saya mengartikan, 5-8 dari 10 opsir-opsir korporasi berpembawaan pesimistik.
Nuansa manajemen adalah pesimistik. Nuansa pesimistik ini tidak begitu pekat pada level
pekerja papan bawah. Di level ini tipe-tipe yang ada terdistribusi merata.
Manajemen memang bersifat pesimis seperti itu. Asumsi dasar perbankan misalnya,
adalah pesimistik, yakni utang dikemplang. Maka, mereka memakai berbagai cara agar
itu tidak terjadi, misalnya dengan agunan, notaris dan perangkat pengamanan lain.
Perangkat-perangkat pesimistik sangat mendominasi manajemen. Semisal kontrak,
perjanjian kerja, birokrasi, jaminan keselamatan dan berbagai upaya kontrol.
Optimisme yang umumnya dipersepsikan sebagai 'baik' sebenarnya bisa positif bisa
negatif. Optimis yang negatif adalah bentuk-bentuk meremehkan, menyepelekan,
sembrono, ugal-ugalan, menggampangkan, ceroboh, besar pasak daripada tiang,
serampangan dan tidak serius.
Selaku atasan, baik sebagai eksekutif atau pemilik, saya tidak menyukai jenis optimis
yang begini. Bukan hanya saya, rata-rata yang setara dengan saya, baik sejawat lokal
maupun internasional, memiliki ketidaksukaan yang sama terhadap jenis pekerja yang
optimistik negatif.
Contoh orang pesimis: sebenarnya bisa tapi bilang tidak bisa. Contoh orang optimis:
sebenarnya tidak bisa tapi bilang bisa.
Dua-duanya kurang disukai. Yang pesimis perlu di-"tendang" baru jalan. Kalau
tendangannya sekali dua kali memang tidak masalah, namun kalau terus-terusan pasti
membuat frustrasi atasan. Optimis juga menjengkelken karena omongnya 'bisa, bisa,
bisa', tapi gagal melulu. Sudah gagal tidak merasa kalau gagal, masih optimis 'bisa, bisa,
bisa'. Di sini kita lihat, optimis maupun pesimis negatif sama-sama bikin bludreg.
Jika Anda menjadi atasan, Anda akan merasakan geramnya memiliki staf yang seperti itu.
Ketika Anda masih pada level manajemen muda, Anda akan berhadapan dengan jenis
optimis yang 'bisa, bisa melulu' tadi dan yang selalu bilang 'tidak bisa' hampir sama
banyaknya. Semakin tinggi level manajemen Anda, yang pesimis semakin banyak. Jika
Anda menjadi atasan, Anda perlu belajar seni 'nuthuk'. Terutama untuk mereka yang
pesimistik.
"Tendangan" tidak selalu harus dengan hardikan dan bentakan tapi kadang dengan
memotivasi, bujukan, insentif, dan sejenisnya. Tapi, kalau ada yang tanya, kapan harus
membentak, kapan saat membujuk, saya kelimpungan menjawabnya. Sebagian dari ilmu
nendang atau "nuthuk" harus dipelajari di lapangan.
Dalam banyak hal mereka komplementer, saling mengisi. Yang satu 'gas' satunya 'rem'.
Maka, sarannya sederhana. Jika Anda pesimistik, bergaulah dengan si optimis dan
sebaliknya. Maka akan terjadi proses. Timbul pertanyaan, kalau tipe pesimistik
merangkak ke papan atas manajemen, si optimis ke mana? Where the heck are they
doing?
portalhr.com
Kolom Lainnya
"You are free to choose, but the choice you make today will determine what you will
have, be and do in the tomorrows of your life" Zig Ziglar.
Hasil survey Stanford Research Institute, Harvard University & Carnegie Foundation
menyimpulkan: Bahwa lima belas persen (15 %) dari alasan mengapa seseorang berhasil
meraih keberhasilan dalam pekerjaan banyak ditentukan oleh penguasaan pengetahuan
dan keterampilan mengenai profesi. Bagaimana yang 85 %? Delapan puluh lima persen
dari mereka yang meraih sukses, banyak ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan
mengenai manusia! Survey yang lain pada 16 (enam belas) jenis industri di Amerika
menunjukkan bahwa ternyata prestasi seseorang tidak ditentukan oleh faktor pendidikan
formal apakah seseorang tersebut sarjana atau bukan sarjana,bukan oleh faktor jenis
kelamin apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan, bukan oleh ras apakah mereka itu
kulit putih atau kulit hitam, dan juga bukan oleh umur apakah diatas 40 tahun atau
dibawah 40 tahun.
Prestasi seseorang ditentukan oleh kepribadiannya. Bahkan disimpulkan juga bakat yang
dibawa sejak lahir hanya berperan sebagai faktor imbuhan saja bagi prestasi seseorang.
Kepribadian dan prestasi ibarat flight-attitude yang di-install pada cockpit pesawat
terbang. Bila flight attitude menunjukkan kemiringan 45 derajat, maka berarti pesawat
miring 45 derajat. Bila kepribadian seseorang tidak positif, maka prestasi yang
bersangkutan tidak akan sukses, walau faktor pendukung kesuksesan yang lain
dimilikinya. Oleh sebab itu apabila seseorang ingin sukses, tidak ada jalan lain kecuali
menimba terus ilmu dan pengetahuan agar wawasannya luas, bekerja terus menerus agar
memperoleh pengalaman dan mempertajam keterampilan, berpola pikir dan berpola
tindak positif untuk makin menampilkan kepribadian yang positif. Tiga faktor ini yaitu
"knowledge, skill and behaviour" oleh Dale Carnegie disebut sebagai faktor keberhasilan
seseorang (The Triangle of Success).
KNOWLEDGE
Dalam pergerakannya, ada satu hal yang tidak pernah berubah, yaitu bahwa jaman akan
menawarkan kepada kita berbagai kesempatan terus menerus. Tinggal terserahlah kepada
kita akan menyambut kesempatan tersebut dan menangkap atau membiarkannya berlalu.
Yang jelas kesempatan yang sama tidak akan datang lebih dari satu kali, hilang diambil
oleh yang lain atau lenyap tertelan waktu. Siap atau tidak siap salah satu keberhasilannya
tergantung penguasaan kita terhadap ilmu kita yang kita miliki. Sebab menangkap
kesempatan harus berbekal ilmu pengetahuan. Semakin luas ilmu kita semakin cakap kita
mengambil kesempatan. Hanya orang yang membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan
yang banyak mampu menangkap berbagai peluang dan kesempatan.
SKILL
Keterampilan pada akhirnya akan dicapai seseorang apabila mereka melakukannya dalam
praktek. Penguasaan ilmu pengetahuan saja tidaklah cukup untuk bisa disebut sebagai
terampil apalagi ahli. Dengan praktek seseorang akan menemui berbagai pengalaman
yang sangat variatif, berbagai persoalan dan bagaimana menyelesaikan persoalan
tersebut. Ini membuat penguasaan terhadap fungsi pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya semakin tajam. Berbekal ilmu pengetahuan ditambah pengalaman, seseorang
akan mudah menemukan esensi dari ilmu pengetahuan tersebut, yang akan berpengaruh
kepada keberhasilan dalam pengeterapannya. Solusi-solusi terhadap masalah bisa
dipermudah sebab esensinya dikuasai. Untuk rakyatnya yang diharapkan bisa mandiri
dan tidak tergantung kepada negara lain / kapitalis, Mahatma Gandhi menghimbau agar
rakyatnya mempraktekkan ilmu pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk melakukan
produksi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.. Beliau mengibaratkan betapa tinggi
praktek itu dengan perumpamaan bahwa satu ons praktik nilainya sama dengan satu ton
ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah dengan praktik, seseorang akan mendapatkan
banyak manfaat dan ilmu yang lebih detail dan mendalam, sebab betul-betul
dirasakannya dan dipahaminya.
BEHAVIOUR
Dipengaruhi oleh karakter yang terbawa sejak lahir, serta lingkungan kehidupan sehari-
hari, seseorang akan tampil dengan ciri khusus yang mengemuka sebagai behavior dalam
bentuk pola pikir dan pola tindaknya. Tampilan ini secara umum disebut sebagai
kepribadian atau personality yang dalam awal tulisan disebut mempengaruhi pencapaian
prestasi seseorang dengan dominan. Ada yang beranggapan kepribadian adalah
pembawaan yang merupakan keturunan dari orang tua, atau yang tak bisa dirobah.
Seorang sarjana, James William, menyatakan bahwa kepribadian seseorang ibarat
bawang merah, yang apabila dikupas kulitnya, akan diketemukan kulit yang lain, begitu
berkali-kali. Artinya kepribadian sebagai potensi sesungguhnya sangat banyak dimiliki
oleh seseorang. Namun tidak nampak. Yang nampak atau ditampilkan sekarang ini adalah
sebagian saja dari kepribadian yang dimilikinya. Hakekat dari pengibaratan ini adalah
bahwa kepribadian itu bisa dikembangkan. "Attitude is learned, not inherited." Bisa
dipelajari, bukan bawaan keturunan.
SELF DEVELOPMENT
SIAPA SAYA?
Alangkah sulitnya seseorang yang ingin berkembang tetapi tidak mengenal dirinya
sendiri. Untuk itu jurnal kehidupan senantiasa harus diikuti, neraca kehidupan senantiasa
harus dibuat. Dengan introspeksi, dengan retrospeksi. Seberapa luas ilmu pengetahuan
kita miliki? Seberapa terampilkah kita bekerja? Sepositif apakah kepribadian kita?
Pengenalan diri sendiri dan kesadaran akan kekuatan serta kelemahan sendiri merupakan
modal utama seseorang untuk bisa melakukan pengembangan diri. Tidak pula bisa
dianggap sepele adalah pengenalan seseorang dari atau oleh orang lain yang harus
dimanfaatkan sebagai 'feed-back' bagi koreksi akan hal-hal yang tidak baik pada diri kita.
DIMANA SAYA?
Seseorang hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak terlepas dari interaksi antar berbagai
aspek kepentingan baik manusia yang memiliki kepribadian berbeda-beda., dengan teman
sekerja, lembaga / perusahaan dimana kita bekerja, masyarakat, bahkan sistem kerja yang
saling interaksi secara global. Seseorang selalu berada di tengah-tengah berbagai faktor
yang mempengaruhi keberhasilannya. Oleh sebab itu dimana letak posisi seseorang
dalam interaksi organisasi, apa statusnya, harus disadari sebagai awal pijak perjalanan
prestasi yang panjang.
Tujuan hidup hendaklah jelas. Clear Goal in Life kata sebagian orang. Bekerja sebagai
usaha mewujudkan tujuan hidup haruslah jelas juga.Buat apa kita bekerja? Puaskah kita
dengan kondisi sekarang? Atau kita ingin berkembang? Kemana kita akan menuju?
Menentukan tujuan dengan jelas merupakan motivasi yang akan menggerakkan kita.
Seberapa kuat (strength) kita, apa saja kelemahan (weakness) kita. Apabila sudah kita
ketahui, dinamika interaksi sosial banyak menawarkan peluang (opportunities). Bahwa
kita bisa menggapai kesempatan, adalah tergantung kesiapan kita. Adakah itu? Di
samping itu harus diwaspadai pula bahwa di dalam berbagai kesempatan, ada juga
ancaman -ancaman (threats) yang bisa membuat tujuan kita gagal.
BAGAIMANA CARANYA?
Dibumbuhi oleh semangat (enthusiasm), seseorang harus mencapai prestasinya. Untuk itu
dalam pelaksanaannya haruslah berbahasa prestasi, bermotif prestasi (achievement
motive orieented). Pada diri seseorang, motif prestasi bisa dikembangkan. Kebiasaan
mengetahui apa yang dilakukan, senantiasa ingin mencapai hal yang lebih baik dari
waktu sebelumnya, membandingkan antara hasil dan resiko-resiko, akan membawa
seseorang kepada peningkatan motif prestasi yang semakin tinggi. Akhirnya secara
naluriah pada diri seseorang akan terbentuk jiwa yang selalu ingin berprestasi. Seiring
perjalanan hidupnya, tampillah suatu sosok jati diri yang mencerminkan kepribadian
yang positif,yang bisa filling-nya mempercepat pemilihan antara kegiatan yang berguna
bagi prestasinya dengan yang tidak. Dan kata tanya yang tepat untuk ini adalah di dalam
kita berkegiatan atau bekerja, selalu ada pertanyaan kepada diri sendiri kenapa tidak yang
terbaik yang aku lakukan?
Pada akhirnya seiring perjalanan umur, sampailah kita di terminal tujuan hidup kita, di
puncak karir dan bolehlah kita menghela nafas panjang sambil berucap: "Alhamdulillah,
aku menjadi sebaik-baik diriku. Alhamdulillah tidak sia-sia hidupku,".
portalhr.com
Kebutuhan Karyawan
Salah satu teori motivasi yang banyak mendapat sambutan yang amat positif di bidang
manajemen organisasi adalah teori Hirarki Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham
Maslow. Menurut Maslow setiap individu memiliki kebutuhan – kebutuhan yang tersusun
secara hirarki dari tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling
tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan
muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah, dicantumkan
berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian pada tingkatan yang lebih
tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan yang bersifat sosial. Pada tingkatan yang paling
tinggi, dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
Kebutuhan akan rasa aman: lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk ancaman,
keamanan jabatan/posisi, status kerja yang jelas, keamanan alat yang dipergunakan.
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi: interaksi dengan rekan kerja, kebebasan
melakukan aktivitas sosial. kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang
akrab dengan orang lain.
Kebutuhan untuk dihargai : pemberian penghargaan atau reward, mengakui hasil karya
individu
Mengingat bahwa setiap individu dalam perusahaan berasal dari berbagai latar belakang
yang berbeda-beda, maka akan sangat penting bagi perusahaan untuk melihat apa
kebutuhan dan harapan karyawannya, apa bakat dan keterampilan yang dimilikinya serta
bagaimana rencana karyawan tersebut pada masa mendatang. Jika perusahaan dapat
mengetahi hal-hal tersebut, maka akan lebih mudah untuk menempatkan si karyawan
pada posisi yang paling tepat, sehingga ia akan semakin termotivasi.
Tentu saja usaha-usaha memahami kebutuhan karyawan tersebut harus disertai dengan
penyusunan kebijakan perusahaan dan prosedur kerja yang efektif. Untuk melakukan hal
ini tentu bukan perkara yang gampang, tetapi memerlukan kerja keras dan komitmen
yang sungguh-sungguh dari manajemen.
Semua karyawan memiliki kebutuhan untuk mengungkapkan diri, ingin diterima sebagai
bagian dari “anggota keluarga/perusahaan”, ingin dipercaya dan didengar kata-katanya,
dihargai oleh manajemen dan bangga terhadap apa yang dikerjakannya. Melalui
komunikasi dua arah (termasuk rapat/meeting) pihak manajemen dapat mengidentifikasi
hal-hal tersebut sekaligus menginformasikan tentang tujuan-tujuan perusahaan, target
market dan rencana masa depan lalu mendorong karyawannya untuk memberikan feed
back.
Pihak manajemen juga harus belajar bagaimana membentuk “budaya perusahaan” dan
lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini hanya dapat dicapai melalui praktek
kemanusiaan, keadilan bagi semua, struktur karir yang jelas, program pelatihan dan
pengembangan yang terpadu, dukungan peralatan kerja yang memadai, penilaian kinerja
yang objektif, program “reward” yang tepat, gaji dan tunjangan yang memadai serta
kegiatan-kegiatan lain yang diadakan oleh perusahaan.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah karyawan perlu mengetahui bahwa pihak
manajemen mengakui kehadiran mereka, sadar akan arti penting karyawan bagi
perusahaan, para manajer mampu mengingat nama-nama bawahannya, dan tidak segan
menyapa mereka. Manajer yang gagal mengingat nama bawahannya atau tidak merespon
ketika disapa oleh bawahan akan membuat karyawan kehilangan motivasi kerja, kurang
loyal dan kurang kepercayaan pada manager tersebut. Para manager dapat memperoleh
loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya sebagai
“mitra kerja”, menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan saran dan
keluhan dan mau saling berbagi pengalaman.
Akhirnya tinggal satu pertanyaan yang harus dijawab para manajer: mungkinkah untuk
melakukan hal-hal tersebut di perusahaan Anda. Dengan perencanaan yang matang dan
niat baik yang didasari kepedulian akan pentingnya kualitas hidup setiap orang dalam
perusahaan, saya yakin para manajer akan dapat melakukannya.
portalhr.com
Dalam banyak paparan baik yang tertulis maupun dalam seminar-seminar, upaya untuk
meningkatkan peran SDM di berbagai organisasi perusahaan semakin sering kita dengar.
Dimulai dari hal-hal yang bersifat mendasar, penyebutan nama unit organisasi SDM
misalnya, dan penggunaan nama personalia menjadi Sumber Daya Manusia. Akhir-akhir
ini bahkan mulai banyak kita dengar penggunaan nama Human Capital.
Sesuai dengan namanya, peran manajemen SDM pun telah banyak melalui proses
transformasi. Dari peran dan fokus pada kegiatan administrasi personalia semata-mata,
menjadi mitra bisnis dari jajaran manajemen ini. Manifestasi peran strategis ini salah
satunya dapat terlihat dari keterlibatan langsung para pimpinan puncak perusahaan dalam
pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM; keberadaan anggota direksi yang
khusus mengelola aspek perencanaan dan pengembangan SDM.
Sebagaimana dikatakan oleh David Ulrich, seorang pakar dan penulis di bidang SDM :
HR should not be defined by what it does but by what it delivers to the organization's
customers, investors and employees. Peran dan fokus tidak lagi pada aspek standard
staffing dan penyelesaian isu-isu kompensasi misalnya, tetapi lebih pada aspek-aspek
yang berorientasi pada outcomes.
Dan berbagai survei dan pengamatan, isu-isu strategis SDM belakangan ini semakin
sering kita dengar; semakin banyak menjadi topik bahasan menarik dalam forum-forum
eksekutif. Pengembangan kepemimpinan, transformasi organisasi dan budaya
perusahaan, identifikasi dan pengelolaan talenta, peningkatan produktivitas dan
pembelajaran, perencanaan dan penyelenggaraan program-program pelatihan telah
menjadi fokus perhatian para jajaran pimpinan perusahaan. Fenomena ini merupakan
gambaran yang amat menggembirakan bagi kita para profesional SDM. Isu SDM tidak
lagi semata-mata menjadi isu SDM, tetapi telah menjadi isu strategis para eksekutif
pengelola bisnis dan organisasi.
Sekalipun banyak perusahaan yang telah melalui proses transformasi SDM sebagaimana
disebutkan di atas, masih banyak perusahaan yang masih mencoba mengidentifikasi di
mana sesungguhnya letak permasalahan yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan
aspek manajemen SDM. Keluhan-keluhan para jajaran eksekutif yang banyak kita dengar
antara lain, bahwa manajemen SDM perusahaan tidak dapat merespon cepat kebutuhan-
kebutuhan bisnis perusahaan seperti misalnya menurunnya kepuasan pelanggan,
pertumbuhan revenue, dll.
Di sisi lain, data dan informasi SDM yang tersedia seringkali sulit dimanfaatkan untuk
pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM perusahaan. Kebijakan dan prosedur
pengelolaan SDM tidak jelas, tidak konsisten penerapannya. Mengapa kita tidak dapat
menarik, mempertahankan tenaga profesional yang handal.
Sebagai suatu perangkat diagnostik awal, berikut kami sajikan suatu kerangka
pendekatan yang dapat digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang merasa perlu
melaksanakan assessment sebagaimana dijabarkan di atas. Pertama-tama, analisa dan
tetapkan fokus / alasan utama mengapa assessment perlu dilakukan. Kelompokkan
kemudian informasi / pertanyaan ke dalam sejumlah topik :
• HR organizational structure
Berdasarkan sasaran dan strategi yang telah ditetapkan, sejauh mana pengelompokan
fungsi-fungsi organisasi SDM menunjang pencapaian sasaran dan strategi? Apakah
pengelolaan SDM akan menjadi lebih efisien bila sebagian kegiatan dilakukan di-shared
service center / outsource? Berapa jumlah staf yang ada? Profil kompetensi? Sejauh
mana profil kompetensi yang ada menunjang pencapaian sasaran dan strategi SDM? Apa
yang diharapkan menjadi ukuran kinerja SDM?
Sejauh mana kebijakan-kebijakan SDM yang ada menunjang sasaran dan strategi SDM?
Sejauh mana keterkaitan terapan kebijakan dan praktek-praktek SDM dengan hasil (HR
outcomes)? Apakah kinerja karyawan meningkat? Absentism menurun? Orientasi
karyawan pada pelanggan meningkat? Pendelegasian wewenang pengambilan keputusan
berjalan efektif?
• HR Information Technology.
Siapa yang menjadi client/customer (pelanggan) dari SDM? Sejauh mana kepuasan
pelanggan SDM diukur? Sejauh mana ukuran kinerja SDM terutama yang terkait dengan
aspek kepuasan pelanggan dirumuskan secara jelas? Sejauh mana isu-isu kepuasan
pelanggan dikelola? Sejauh mana teknologi menunjang kelangsungan proses SDM
dengan HR client ?
Penulis adalah Managing Partner TASS Consulting, Chairman Human Capital Forum
2005-2006
Sumber: Majalah HC
Pertanyaan
Jawaban
Sistem Penilaian Karyawan atau Appraisal Management System itu adalah sistem yang
membantu perusahaan mulai dari Perencaan (Plan), Pelaksanaan (Execute) sampai
dengan Penyimpanan (History) data historis dari pelaksanaan appraisal itu sendiri. Di luar
dari tahapan-tahapan itu, yang tidak kalah penting adalah laporan (Report) yang
digunakan oleh HR operasional dan juga HR Management (Analytical).
Sebelum kita masuk ke tiga tahapan di atas, yang diperlukan oleh sistem adalah jenis
proses Appraisal apa yang akan diimplementasikan; apakah akan menggunakan proses
konvensional (Grandpa System), atau sampai menggunakan sistem 360 degree. Hal yang
lain adalah, appraisal system ini akan dihubungkan dengan Company Objective dan turun
sampai kepada Individual Objective atau tidak --tergantung keinginan perusahaan dalam
pelaksanaanya.
Perencanaa (Plan)
Dalam tahapan ini kita harus memilih komponen apa yang akan kita evaluasi dari
karyawan kita. Biasanya yang dievaluasi adalah Kompetensi, Individual Objective dan
juga hal-hal yang umum. Jika kita memilih untuk melakukan evaluasi terhadap
Kompetensi, maka sistem yang baik adalah sistem yang memiliki Integrated Kompetensi
Data. Karena data Kompetensi itu juga dipakai untuk hal-hal yang lain, seperti Individual
Profile, Training, Career Succession Planning dan lain sebagainya.
Setelah itu maka kita harus menentukan bisnis prosesnya. Apaka appraisal ini akan
dilakukan oleh manajernya saja, atau menggunakan proses 2 arah: manajer dan
karyawan, atau menggunakan sistem 360 yang melibatkan pihak lain.
Pelaksanaan (Execute)
Dalam tahap ini kita harus menentukan jenis dan waktu pelaksanaan appraisal. Selain itu,
kapan akan dilakukan review di tengah prosesnya. Hal lain yang cukup penting adalah
proses Approval yang akan melibatkan beberapa pihak di perusahaan.
Penyimpanan (History)
Sistem HR yang baik biasanya dapat langsung merekam semua aktifitas appraisal yang
telah terjadi. Sehingga pihak manajemen dapat melihat dengan jelas proses appraisal
yang masih berlangsung dan juga hasil yang didapat dari akhir proses appraisal yang ada.
Selain merekam, sistem HR yang baik adalah yang dapat berintegrasi dengan sistem
Payroll (penggajian). Banyak perusahaan yang melakukan perubahan gaji atau
pendapatan pegawainya dari hasil Appraisal, selain faktor lain seperti Length of Service,
Posisi di Grade-nya, Salary Survey dan lain-lain.
Pertanyaan
Perusahaan kami sedang memerlukan data detail, penyakit apa saja yang biasanya bisa
di-cover biaya pengobatannya. Aturan yang selama ini ada di perusahaan kami, untuk
penyakit yang berhubungan dengan gigi, mata, kulit dan kehamilan/kandungan tidak
mendapatkan penggantian.
Hanya saja ada beberapa karyawan kami yang mengalami sakit yang berhubungan
dengan kandungan seperti kista, namun yang bersangkutan tidak hamil bahkan belum
menikah.
Jawaban
Mbak Inneke,
Penggantian biaya pengobatan merupakan fasilitas yang diberikan perusahaan. Tidak ada
panduan detail mengenai hal ini, semuanya tergantung dari kebijakan perusahaan dan
kesepakatan antara perusahaan dan karyawan. Makin maju dan mapan sebuah perusahaan
semestinya fasilitas pengobatan yang diberikan kepada karyawan semakin baik dan
makin beragam, serta batas maksimal penggantian juga makin besar.
Pertanyaan
Saya di-PHK oleh perusahaan tanpa alasan yang kuat, dan tanpa SP. Padahal, menurut
kontrak kerja, masa kerja saya masih tersisa 18 bulan. Apakah saya bisa mendapatkan
kompensasi dan ganti rugi? Kalau iya, kira-kira berapa nilai penggantian yang akan saya
terima, dan bagaimana kalkulasinya. Gaji pokok saya Rp 1,3 juta.
Jawaban
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja
bukan karena :
-- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Maka, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada
pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja. Jadi sesuai UU di atas, Bapak berhak mendapatkan 18 x (Gaji pokok +
tunjangan tetap). Semoga bapak cepat mendapat pekerjaan lain yang lebih baik. Selamat
berjuang & tetap semangat! Salam hangat.
Pertanyaan
Referensi untuk Karyawan Kontrak, Perlukah?
Bila karyawan kontrak pada kontrak pertama akan diperpanjang, apakah diberi referensi
pekerjaan pada awal kontrak kerja ke-2? Saya pernah menemukan orang yang selama 9
tahun di suatu perusahaan menjalani pekerjaan dengan sistem kontrak, apakah hal ini bisa
diterima? Terima kasih
Jawaban
Pada dasarnya, referensi kerja diberikan kepada karyawan yang sudah tidak bekerja lagi
di perusahaan. Namun, jika ibu hendak membuatkan referensi kerja untuk karyawan yang
kontraknya diperpanjang, silakan saja.
Menurut UU yang berlaku, kontrak kerja maksimal 3 tahun, itu pun untuk jenis pekerjaan
tertentu saja. Kontrak selama 9 tahun tentu saja menyalahi UU. Namun, dalam praktiknya
hal ini banyak terjadi, dan karena butuh pekerjaan karyawan yang bersangkutan juga
setuju saja. Pihak Menaker sendiri kurang ketat dalam pengawasan kontrak kerja
sehingga pelanggaran seperti ini banyak terjadi.
Salam Hangat
Pertanyaan
Dear Pak/Bu,
Sebenarnya bagaimana prosedur pembatalan cuti tahunan? Seperti yang saya alami,
karyawan seenaknya menulis cuti untuk 'jaga-jaga', katanya dan tidak jadi cuti tanpa
pemberitahuan kepada saya. Sehingga, selang beberapa bulan dia baru memberi tahu
pada saat saya melaporkan sisa cuti tahunannya. Adakah prosedur khusus untuk
pembatalan cuti? Terimakasih.
Syaiful
Jawaban
Prosedur pelaksanaan cuti diatur sendiri oleh masing-masing perusahaan, dan biasanya
dicantumkan dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama. Jika dalam
peraturan perusahaan tersebut belum diatur secara detail, Bapak bisa membuat juklak
(petunjuk pelaksanaan) cuti yang mengatur mengenai prosedur pembatalan cuti.
Agar efektif, hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan peraturan adalah perlunya
sosialisasi kepada karyawan mengenai peraturan baru dan adanya sangsi jika peraturan
tersebut dilanggar.
Salam hangat.
Pertanyaan
Bagaimana alurnya bila diterapkan dari mulai proses rekutmen. Mohon pencerahannya
pak....
Thanks,
AAR
Ardiansyah , Jakarta
Jawaban
Karena kompetensi menjadi dasarnya, maka yang diperlukan terlebih dahulu adalah
memiliki model kompetensi untuk organisasi tersebut, yang tentunya dibangun
berdasarkan kapabilitas organisasi yang ingin dibangun oleh organisasi tersebut.
Model ini menggambarkan kompetensi yang diperlukan, baik teknis maupun behavioral,
oleh berbagai jabatan yang ada di dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian, model kompetensi di satu organisasi dengan yang lain dapat berbeda
karena situasi dan kebutuhannya tidak selalu sama.
Setelah model kompetensi dibangun, maka proses berikutnya adalah menggunakan model
ini sebagai dasar dari seluruh sistem maupun program SDM yang ada di dalam
organisasi.
Sebagai contoh, dalam proses rekrutmen, pastikan bahwa evaluasi yang dilakukan atas
kandidat yang ada dilakukan dengan melihat kompetensi yang diperlukan oleh jabatan
yang akan ditempati oleh kandidat tersebut. Kalau kita sudah menetapkan kompetensi
yang diperlukan untuk posisi Marketing Manager, misalnya, maka evaluasi, tes,
pengujian yang dilakukan pada kandidat tentu perlu mengacu pada kompetensi.yang telah
ditetapkan.
Contoh lain, dalam sistem penilaian kinerja, penilaian kinerja karyawanpun dapat
menggunakan (profil) kompetensi yang telah ditetapkan untuk jabatan tersebut. Demikian
juga dengan program pelatihan dan pengembangan di dalam organisasi. Program
pelatihan yang diberikan tentunya perlu mengacu pada kompetensi apakah yang ingin
dibangun. Ini untuk memastikan bahwa pada akhirnya kita membangun kompetensi dan
kapabilitas organisasi yang memang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai visi dan
misinya.
Bila semua hal di atas dilakukan dengan konsisten, maka Bapak akan membangun suatu
sistem SDM yang terintegrasi dan memiliki basis yang sama; yaitu kompetensi.
Model kompetensi yang digunakan untuk melakukan proses rekrutmen akan sama dengan
model yang digunakan untuk penilaian kinerja maupun pelatihan dan pengembangan
karir.
Dari mana mulainya? Pertama, definisikan dulu kompetensi yang diperlukan untuk
masing-masing jabatan di perusahaan Bapak, baik kompetensi teknis maupun behavioral.
Kedua, gunakan model yang ada sebagai dasar dalam membangun dan menjalankan
sistem dan program SDM di perusahaan Bapak, seperti contoh-contoh di atas tadi.
Penggunaannya di dalam sistem dan program SDM yang ada tentu perlu dilakukan
berdasarkan prioritas, tingkat kepentingan maupun implikasinya terhadap organisasi.
Salam,
IR
Pertanyaan
Apabila kita telah mengambil salah satu cuti tersebut dalam 1 tahun, apakah dengan
otomatis cuti yang lainnya akan hangus? Contohnya, bagi perempuan yang telah
mengambil cuti melahirkan, apakah cuti tahunannya akan otomatis hangus? Begitu pula
dengan cuti-cuti yang lain. Apa ada aturan yang mengatur tentang itu?
Cuti bersalin yang diberikan selama 3 bulan itu apakah ada aturan khusus yang mengatur
bahwa cuti itu hanya untuk anak ke-1 & 2 saja?
Apabila seorang karyawan pernah meminta izin tidak masuk kerja atau sakit, apakah itu
diperhitungkan ke dalam cuti tahunan?
Vina, Bandung
Jawaban
Tidak ada batasan bahwa cuti melahirkan hanya diberikan untuk anak ke-1& 2.
Mengenai pemeriksaan dari tim audit ketenagakerjaan, saya tidak tahu waktunya karena
tiap-tiap dinas ketenagakerjaan memiliki jadwal masing-masing.
Pertanyaan
Jawaban
Ibu Febriyani,
Sebelumnya saya minta maaf, saya tidak dapat memberikan saran/penjelasan yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut UU ketenagakerjaan, kontrak kerja harus memenuhi syarat tertentu dengan masa
kontrak 2 tahun dan dapat diperpanjang selama 1 tahun dengan masa tenggang lebih dari
30 hari dari berakhirnya kontrak 1.
Jika kontrak kerja yang tidak memenuhi ketentuan UU ketenagakerjaan yang berlaku,
maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (menjadi karyawan
tetap).
Salam Hangat
Pertanyaan
Perusahaan saya padat karya. Bagaimana implementasi performance management di perusahaan dengan
tipikal karyawan seperti itu? Bagaimana pula implementasi program multi skill yang sesuai? Apakah
"Talent Management" dapat diterapkan di perusahaan saya? Apakah pola 'supervisor reinforcement' juga
dapat diterapkan pada perusahaan dengan karyawan padat karya?
Jawaban
Jawaban:
Performance management pada dasarnya adalah proses untuk me-"manage performance" (PM), sehingga
setiap organisasi yang memiliki manusia di dalamnya tentu memerlukan suatu proses untuk mengelola
"performance" dari manusia tersebut. Dengan demikian, proses PM yang efektif (planning,
reviewing/assessing, rewarding) dapat diterapkan pada berbagai jenis organisasi, termasuk di perusahaan
padat karya. Perbedaan antara PM yang satu dengan yang lain umumnya terletak pada isi dari apa yang
direncanakan maupun dinilai di dalam sistem PM yang digunakan. Juga, bagaimana hasil PM tersebut
digunakan dalam me-"manage" SDM yang ada di dalam organisasi, misalnya dihubungkan dengan sistem
pelatihan, bonus/insentif dll.
"Talent Management" dapat disederhanakan sebagai suatu proses untuk me-"manage talent" di dalam suatu
organisasi, dengan demikian setiap organisasi akan memerlukannya, termasuk pada organisasi padat karya.
Di industri memang ada 2 jenis definisi mengenai "talent management" (TM). Yang satu mengatakan, TM
adalah proses managing talent dari "recruitment" sampai "employee separation", sementara yang lain lebih
fokus pada "pengembangan karir talent" maupun "program suksesi" di dalam organisasi. Apapun definisi
yang Bapak gunakan, proses-proses umum di dalam pengelolaan talent ini organisasi akan dapat digunakan
dalam berbagai jenis organisasi.
Salam,
IR
Pertanyaan
Dear PortalHR, saya mau tanya tentang apa saja indikator pengelolaan SDM yang
efektif?
Jawaban
Mohon maaf untuk respon yang cukup lama dari saya karena banyaknya pertanyaan yang
masuk. Berikut ini adalah masukan dari saya. �
Indikator (KPI) pengelolaan SDM sebaiknya dibangun dengan melihat apa yang perlu
dan ingin dicapai oleh fungsi SDM tersebut ---– dengan melihat apa yang ingin dicapai
oleh organisasi.
Secara umum, tujuan fungsi SDM di dalam organisasi adalah merekrut, mempertahankan,
membangun dan memotivasi SDM pilihan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai,
namun tujuan (spesifik) yang ingin dicapai untuk fungsi SDM di berbagai organisasi bisa
berbeda tergantung urgensi atau hal penting yang perlu dilakukan fungsi SDM tersebut
untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Dengan demikian --- sambil melihat
tujuan besar fungsi SDM --- penetapan indikator di dalam fungsi SDM di dalam suatu
organisasi perlu melihat tujuan spesifik dari fungsi SDM di dalam organisasi tersebut --
mana yang memang penting untuk diukur.
Secara umum, indikator-indikator yang digunakan di dalam sistem SDM, a.l. untuk
rekrutmen; “Rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan proses rekrutmen” (dan
KPI ini bisa dipecah untuk tingkatan pegawai yang berbeda di dalam organisasi) atau
“Tingkat turnover (%) dari recruitee dalam periode 1 tahun”. Untuk pengembangan dan
pelatihan, misalnya “Gap kompetensi”, “Jumlah rata-rata jam pelatihan per karyawan per
tahun”, untuk retensi karyawan “Turnover (%) karyawan pilihan” dll. Beberapa
organisasi juga menggunakan “Sales (Rp)/employee” atau “Profit/Employee” sebagai
indikator. Apapun yang digunakan, pemilihan KPI ini perlu dibangun berdasarkan apa
yang memang penting bagi organisasi.
Selain penilaian kuantitatif, organisasi pun dapat melakukan penilai kualitatif, dengan
melakukan wawancara maupun focus group discussions untuk melihat *persepsi*
karyawan terhadap berbagai aktivitas SDM di dalam organisasi.
Salam Sejahtera.
IR