You are on page 1of 19

Revisi Makalah

Al-MATURIDIYAH

Makalah ini disampaikan pada Seminar Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam Semester I Tahun Akademik 2010/2011

Oleh;
Yusuf Talib
NIM. 80100210114

Dosen Pemandu:
Prof. Dr. Usman, M.Ag Dr. Abdullah, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2010

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aliran al-Maturidiyah adalah sebuh aliran yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asyariyah. Keduanya lahir sebagai bentuk pembelaan terhadap sunnah. Bila aliran al-Asyariyah berkembang di Basrah maka aliran al-Maturidiyah berkembang di Samargand. Kota tempat aliran ini lahir merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju. menjadi pusat perkembangan Mutazilah disamping ditemukannya aliran Mujassimah. Qaramithah dan Jahmiyah, Menurut Adam Metz. juga terdapat

pengikut Majusi, Yahudi dan Nasrani dalam jumlah yang besar.1 Al-Maturidi saat itu terlihat dalam banyak pertentangan dan dialog setelah melihat kenyataan berkurangnya pembelaan terhadap sunnah. Hal ini dapat dipahami karena teologi mayoritas saat itu adalah aliran Mutazilah yang banyak menyerang golongan ahli fiqih dan ahli hadits. Diperkuat lagi dengan unsur terokratis penguasa. Asyari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mutazilah. Bahkan al-Asyary pada awalnya adalah seorang Mutaziliy namun terdorong oleh keinginan mempertahankan sunnah maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar imam ahlussunnah wal jamaah. Sepintas kita mungkin menyimpulkan bahwa keduanya pernah bertemu, namun hal ini membutuhkan analisa
Muhammad Thoha Hasan, Ahlussunna wal Jamaah dalam Persepsi dan Tradisi NU (Cd ii Jakmgn I aniuhnia Prcss 2005). h. 24
1

lebih lanjut. Pada perkembangan aliran al-Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan. Yaitu golongan Samarkand, tempat aliran ini lahir, dan golongan Bukhara yang dipelopori oleh Bazdawi. B. Rumusan Masalah Dari lalar belakang masalah tersebut, pemakalah merumuskan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana sejarah timbul aliran al-Maturidiyah? 2. Bagaimana biografi Abu Manshur al-Maturidi? 3. Hal apa saja yang menjadi pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah? 4. Bagaimana latar belakang al-Bazdawi dan pokok-pokok ajarannya? 5. Bagaimanakah pengaruh al-Maturidiyah di dunia Islam?

BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Timbul Al-Maturidiyah Aliran al-Maturidiyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad ke-4 H di wilayah Samarkand.2 Aliran ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asyariyah. Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang berada dibarisan paling depan adalah Mutazilah, maupun kaum tekstualitas yang dipelopori oleh kaum Hambaliyah (para pengikut Imam Ibnu Hambal). Keduanya berbeda pendapat yang menyangkut masalah cabang dan detailitas.3 Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak. Aliran Asyariyah berkembang di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas sampai ke Mesir sedangkan aliran Maturidiyah di Samarqand dan di daerah-daerah seberang sungai (Oxus-pen). Kedua aliaran ini bisa hidup dalam aliran yang kompleks dan membentuk suatu mazhab. Nampak jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqh kedua aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (pengikut imam Hanafi membentengi aliran-aliran

Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam (Cet I; Jakarta; Sinar Grafika ofset, 1995), Ibid, h. 81

h.80
3

Maturidiyah dan mereka kaitkan akarnya sampai pada imam Abu Hanifah sendiri.4 Teolog yang juga bermazhab Hanafiyah seperti Maturidi adalah Abu Jafar al-Tahawi dan Mesir. Dia adalah seorang ulama besar di bidang hadits dan fiqh yang telah mengembangkan dogma-dogma teologi yang lebih besar. Lebih dari satu abad, mazhab Asyariyah tetap populer hanya di antara pengikut Syafiiyah sementara mazhab Maturidiyah dan begitu juga Tahawiyah terbatas penganutnya di antara pengikut Hanafi.5 B. Biografi Abu Manshur Al-Maturidi Nama lengkap beliau adalah Muhammad Bin Muhammad Abu Manshur Al-Maturidy. Garis keturunannya masih bersambung dengan sahabat Abu Ayub Al-Anshary.6 Dia lahir dikota Maturid, Samarqand. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan jelas, diperkirakan sekitar tahun 238 dan kemudian meninggal pada tahun 333 H. Beliau juga digelar imam al-huda. imam al-mutakallimin, dan raiys ahlussunnah.7. Sedikit yang dapat diketahui secara langsung dari dirinya, karena mazhab yang dibentuknya berkembang tegak melalui tulisan murid-muridnya.8

4 5 6

Ibid. Sayyed Hossein Nasr. Intelektual islam. (Cet I; Yogakarta; Pustaka Pelajar. 1996), h. 15

AIi al-Magrihiy, Imam Ahlussunnah wal Jamaah Abu Mansur al-Maturidi (Cairo; Risalah Doktorah as-Syarf al al-Uwla. Kulliat al-Adab. t.th ) h. 11-12 AIi Jumah dkk, Mausuah Alam al-Fikr al-lslamiy,(Cet. III; Kairo; Wizarat al-Awqai, 2004), h. 873
8 7

Ibid

Ia memperoleh pelajaran ilmu fiqh dan ilmu kalam dan seorang alim bernama Ali Nazar Bin Yahya Al-Baikhi, yang dalam negerinya sedang terjadi perdebatan antara ulama fiqih dan hadits dengan orang-orang Mutazilah baik mengenai ilmu kalam, maupun ilmu fiqih dan pokok-pokoknya. Suasana yang penuh pertentangan itu mendorong Maturidi bersungguhsungguh menyelidiki persoalan persoalan, sehingga akhirnya ia menjadi seorang alim dalam ilmu fiqh dan ushul-ushulnya serta dalam ilmu kalam. Ulama yang ahli tentang ushuluddin waktu itu sangat sedikit sehingga ia terpaksa mengembara kian kemari untuk memperoleh bahan-bahan dan alasan yang dikehendakinya, sebagaimana ia pernah pergi ke Bashrah sampai 22 kali untuk menghadiri ceramah-ceramah mengenai aqaid dan kuliah-kuliah ilmu fiqh sampai akhirnya ia menjadi ahli dalam ilmu tersebut.9 Al-Asyari hidup di Basrah Irak, pengikut mazhab Syafii, sedangkan AlMaturidi bertempat tinggal di Sarnarkand, pengikut mazhab Hanafi. Karena itu tidak mengherankan kalau pengikut Al-Asyari pada umumnya adalah yang bermazhab Syafii dan pengikut-pengikut Al-Maturidi adalah yang bermazhab Hanafi. Sistem berfikir beliau tidak berbeda banyak dengan Al-Asyari. Banyak segisegi persamaan, disamping ada sekitar 10 masalah yang berbeda pendapat antara lain: masalah taqdir. Asyari tampak lebih dekat kepada Jabariyah sedangkan Al-Maturidi tampak lebih dekat kepada Qadariyah. Persamaannya, adalah menentang

Abubakar Aceh, Ahlussunnah wal Jamaah, (Cet. I; Jakarta: Yayasan Baitul Mal, 1969), h.23

Mutazilah.10 Karena beliau hidup di masa ketika sekte Mutazilah mempergunakan teknik logika Yunani untuk berdebat. Ia mempergunakan argumen itu juga untuk mempertahankan teologi Islam.11 Karangan beliau terbagi dalam 3 cabang penting yaitu tafsir, ilmu kalam dan ushul fiqih. Di antara karya beliau dalam ilmu kalam adalah kitab tauhid yang menunjukkan kemampuan nalar dan keluasan wawasannya dalam menggunakan dalil-dalil aqaid untuk mempertahankan pendapatnya. Buku ini juga memperlihatkan kepada kita bagaimana beliau menguasai beragam pendapat yang bertolak belakang dengan ajaran ahlus-sunnah wal jamaah baik itu dimiliki kelompok yang menyandarkan pada ajaran Islam atau di luar Islam. Semua itu kemudian diradd dengan kemampuan logika yang tinggi. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah

kecuali bagi orang yang telah menguasai dalil-dalil aqli yang ada dan paham akan penggunannnya. Kepandaian beliau juga sangat menonjol dalam penggunaan bahasa. Terbukti dengan komentar Az-Zamakhsyari terhadap beliau berbunyi tidaklah metode ini ditempuh melainkan oleh seseorang yang ahli dalam ilmu maani dan ilmu bayan.12 Karya beliau dalam bidang tafsir tawilatul quran, sedangkan dalam ushul

10 11

Ahmad Hanafi. MA. Teologi Islam (Cet IX: Bulan Bintang: Jakarta. 1991 ), h. 69 Andi Tahir Hamid. Berbagai Agama dun Kepercayaan. (Cet I: Makassar: A.T.Hamid, 2003) h.

186 AIi al-Magrihiy, Imam Ahlussunnah wal Jamaah Abu Mansur al-Maturidi (Cairo: Risalah Doktorah as-Syarf al al-Uwla. Kulliat al-Adab. t.th ) h. 20
12

fiqh makhadussyarai dan jadal namun kedua karyanya yang akhir ini tidak ditemukan.13 C. Pokok-pokok Ajarannya Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, al-Maturidi banyak pula memakai akal dalam sistem teologinya. Oleh karena itu antara teologinya dan teologi aI-Asyariyah banyak perbedaan, sungguhpun keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu tazilah.14 Tentang sifat-sifat Tuhan Baginya Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan Mengetahui bukan dengan zatNya tapi dengan pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan zat-Nya. Tentang perbuatan manusia Dalam soal perbuatan manusia, al-Maturidy sependapat dengan golongan Mutazilah, bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-

perbuatannya (paham qadariyah bukan paham jabariyah atau kasb asyariyah) Disamping itu ia berpendapat Tuhan mempunyai kewajiban- kewajiban tertentu Tentang kalam Allah. Al-Maturidy tidak sepaham dengan Mutazilah tentang masalah al-quran

yang menimbulkan pertentangan itu. Ia berpandapat bahwa kalam Allah tidak diciptakan tetapi bersifat qadim.
13

op.cit., h. 876

14

Harun Nasution, Teologi Islam, (Cet V. Jakarta: UI Press, 1986), h. 76-77

Tentang dosa besar Ia sepaham dengan Asyary yaitu orang yang berdosa besar masih tetap mukmin. dan soal dosa besarnya nanti akan ditentukan Allah kelak diakhirat. Jadi a menolak faham posisi menengah kaum Mutaziiah. Tentang al-wad wal waid Beliau sepaham dengan Muktazilah bahwa janji dan ancaman Allah tidak boleh tidak mesti tcrjadi kelak. Tentang antrophomorphisme Al-Maturidi juga sependapat dengan Mutazilah. Ia tidak sependapat dengan Asy-ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk jasmani

tak dapat di interpretasi atau tawil. Menurut pendapatnya bahwa tangan, wajah dan sebagainya di beri arti majazi atau kiasan.15 Ada banyak konsep yang beliau kemukakan namun kiranya yang perlu diketahui sanggahan beliau terhadap pandangan Mutazilah yang menetapkan bahwa apa yang dilakukan oleh Allah itu bukan dengan ikhtiar tapi karena suatu keharusan dan hal lain yang berhubungan dengan filullah Beliau mengatakan bahwa afal yang dimiliki oleh Allah adalah dalam bentuk penciptaanya (khluqan wa iyjadan), sedangkan yang dimiliki manusia adalah kasb sebagai bentul ciptaan. Semua ini sebagai dasar bahwa fiil Allah sebagai sesuatu

15

Ibid.

yang dilihat secara hakikatnya dan fiil manusia sebagai majaz. Teori yang beliau kemukakan nantinya sebagai radd atas paham Jabariyah, Qadariyah dan Mutazilah. Secara umum aliran al-maturidiyah tidak jauh berbeda dengan al-asyariyah dalam prinsip dasar- hanya berbeda dalam pengungkapan atau penjelasannya. Yang paling menonjol adalah bahwasanya asyary berpendapat Maturidi menyetujui kebebasan berkehendak sesuai dengan konsekuensi logis dan gagasan keadilan dan gagasan pembalasan Tuhan, sedang al-Asyari berpendapat bahwa kehendak Tuhan tidak dapat dibayangkan dalam kapasitas logika manusia. Tuhan dapat saja mengirim manusia yang baik ke dalam neraka. Al-Maturidi mengakui bahwa pahala dan atau hukurnan adalah sebanding dengan perbuatan manusia itu sendiri. Perbedaan lain al-asyari berpendapat bahwa makrifat kepada Allah adalah berdasarkan tuntunan syara, sedangkan al- Maturidi berpendapat hal itu diwajibkan oleh akal fikiran. Sesuatu itu baik atau buruk, diwajibkan oleh syara atau dilarangnya. Sedangkan menurut al-Maturidi, sesuatu itu sendiri mempunyal sifat baik dan buruk. Dalam hal mi al-Maturidy tampak lebih mendekati Mutazilah.16 Sekalipun aI-Maturidiyah memberikan porsi akal fikiran lebih banyak dan karena itu dia mendakati Mutazilah. Namun bila diperhatikan ternyata terdapat pula perbedaan. Mutazilah berpendapat bahwa mari fat kepada Allah adalah kewajiban akal fikiran namun al-Maturidi menilai bahwa makrifat kepada Allah mungkin

16

Ibid.

10

merupakan kewajiban akal fikiran akan tetapi kewajiban itu tidak akan terjadi kecuali dan yang membuat kewajiban yaitu Allah swt. Bagaimana Maturidi menanggapi beragam pendapat sekitar afalul ibad 1. Jabariyah melihat bahwa semua penyandaran afal itu milik Allah termasuk afal ibad secara hakikatnya. Dan mereka menyangkal penyandaran afal itu baik secara majaz karena pelaku perbuatan adalah Allah swt. Menyandarkan manifestasi perbuatan kepada selain Allah berarti menyerupakan dalam afalnya dengan sesuatu selainnya, dan ini telah dinafikan oleh Allah berdasarkan firman-Nya17 Begitupula bila menyandarkan perilaku sabar sebagai sesuatu yang dimunculkan dan keadaan yang sebelumnya tidak ada berarti hal hal itu semakna dengan kata khalq sehingga manusia itu menurut dugaan mereka disebut khaliq padahal semua sepakat mengatakan la khaliq illallah.18 Disini Maturidy menanggapi bahwa penyandaran afal itu kepada hamba Allah sudah jelas. Sebagaimana digambarkan dalam ayat dan ayat-ayat lain yang semakna dengannya. Jadi lafazh amal itu sudah jelas sebagai isyarat radd atas pendapat Jabariyah yang tidak memberikan peran kepada manusia dalam afal mereka. Maturidy melihat bahwa pada dasarnya panyandaran afal kepada Allah bukanlah seperti yang digambarkan jabariyah tapi menjadikan sesuatu sebagaimana
17 18

loc.cit Ibid

11

bentuknya dan setelah sebelumnya tidak ada lalu hamba Allahlah yang mengusahakannya. Adapun radd Maturidy menurut aqal jika dalam afal itu hal yang buruk lalu hal itu di sandarkan pada Allah maka jadinya Dia yang diperintah, dilarang diberi pahala dan dosa padahal Allahlah yang memberi balasan bukan Dia yang dibalas, sehingga mustahillah pendapat yang menyandarkan afal itu pada Allah. Terlihat pula disini bahwa Maturidy tidak rnemperlebar perdebatan dengan Jabariyah ia karena melihat sesuatu yang sudah keliru dan zhahirnya tidak perlu lagi untuk lebih menampakkan kekeliruannya. Qadariyah menyatakan bahwa afal itu adalah milik hamba Allah menurut hakikatnya. Dasar mereka ada]ah semua amr, nahy, janji, dan ancaman itu ditujukan kepada hamba Allah. Prinsip mereka lebih dikuatkan setelah melihat kekeliruan yang dipahami oleh kaum Jabariyah. Mereka juga menyatakan bahwa sebab yang melahirkan suatu afal kadang-kadang bisa disandarkan kepada seseorang meskipun hakikat dan afal itu bukan miliknya sebagaimana halnya dunia ini yang diidentikkan perhiasan dan tipuan (ghurur) padahal bukan dunia itu yang melahirkan afal secara hakikatnya. 19 Abdul Jabbar menguraikan pendapat Mutazilah yang menyandarkan afal kepada hamba Allah dengan merinci perilaku orang yang berbuat baik dan buruk. Beliau berkata jika kita memuji orang yang berbuat baik dan mencela orang yang

19

Al-Magriby Ali, op.cit.

12

berbuat jahat artinya afal itu disandarkan kepada kita, terlebih lagi itu semua lahir dan dorongan-dorongan yang ada dalam diri kita. Kalau seandainya hal itu tidak berhubungan dengn kita maka kita tidak akan dibebani kewajiban-kewajiban. Beliau menambahkan diantara bukti yang menguatkan tidak adanya ciptaan Allah pada afalul ibad itu bahwasa seseorang yang berakal tidak akan menjelekkan dirinya dan tidak ingin pula orang lain terjerumus dalam kekeliruan atau kemaksiatan, berarti semua itu berasal dan hamba itu sendiri. Selanjutnya dalam afalul ibad ini pasti terdapat kejahatan yang semua itu tentunya tidak mungkin disandarkan kepada Allah. Terlihat pula disini bahwa Maturidy tidak memperlebar perdebatan dengan Jabariyah ia karena melihat sesuatu yang sudah keliru dan zhahirnya tidak perlu lagi untuk lebih menampakkan kekeliruannya. Samiyyat. Ada banyak hal yang diungkapkan oleh beliau mengenai diantaranya mengenai pelaku dosa besar. Menurutnya pelaku dosa besar itu tidak tergolong kafir atau musyrik dan tidak juga fasik tapi dia tetap mumin. Adapun permasalahan qadha dan qadar antara Maturidi dan Asyari disebutkan hanya dalam segi lafazh, bukan secara makna, karena keduanya mempercayainya sebagai bagian dan rukun iman. Maturidi dalam masalah takdir mengemukakan dalil:20

20

Al-Magriby Ali, Op.cit

13

Allah menetapkan segala sesuatu dengan suatu qadar yang memiliki hikmah sehingga ia tercipta. Hal mi dikuatkan oleh hadits yang berbunyi: Yang maknanya Allah telah menetapkan qadar-qadar dan makhluknya sebelum mereka diciptakan. Lalu kemudian diciptakannya segala sesuatu pada waktu Ia menetapkan akan menciptakannya. Demikianlah makna qadar menurut Maturidiah. Adapun qadha mereka mengartikannya perbuatan (asshunu). Jadi bila qadar adalah fitrah maka qadha adalah tanfidz. Sedangan asyariyah dalam memaknai qadha menyebutkan dengan hadits yang artinya: Dua lelaki bertanya kepada Rasul Ya Rasulullah apakah Engkau mengetahui apa yang akan dikerjakan manusia dan apa yang diusahakannya apakah hal itu sesuatu yang ditetapkan atas mereka yang sebelumnya telah berlalu qadarnya atau sesuatu yang sifatnya akan datang? Maka beliau menjawab: Sesuatu yang ditetapkan baginya. Dalam menyebutkan dalil qadar mereka menggunakan khutbah yang disampaikan oleh Ali ra. yang berbunyi : Jadi rahasia qadar oleh beliau diserupakan dengan laut yang tidak mungkin diketahui karena kedalaman dan keluasannya.21 Bila kita selidiki lebih lanjut maka akan kita dapati bahwa Maturidy memberikan keluasan akal lebih dari pada yang diberikankan asyary. Hal ini terlihat dalam soal-soal sebagai berikut:

Jalal Muhammad Musa, Nasyat al-Asyariyyat wa Tathawwarurha (Dar al-Kitab al-Libaniy: Beirut: t.th.), h. 282-283

21

14

1. Menurut asyariyah mengetahui Tuhan diwajibkan syara sedangkan menurut Maturidiyah diwajibkan akal. 2. Manurut asyariyah sesuatu perbuatan tidak mempunyai sifat baik dan buruk. Baik dan buruk tidak lain karena diperintahkan syara atau dilarangnya. Maturidiyah menilai pada setiap perbuatan itu sendiri ada sifat-sifat baik dan ada sifat-sifat buruk.22 D. Bazdawi dan Ajaran-ajarannya Salah seorang pengikut al-Maturidi ialah Abu al-Yusr Muhammad al-

Bazdawi (421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah murid dan al-Maturidi. dan alBazdawi mengetahui ajaran al-Maturidi dan orang tuanya. Al-Bazdawi sendiri memiliki murid-murid dan salah seorang dari mereka ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-Aqaid al-nasafiah.23 Menurut l-Mawardi, akal mengetahui tiga persoalan teologis, yakni: 1. Akal dapat mengetahui adanya Tuhan 2. Akal dapat rnengetahui kewajiban mengetahui Tuhan 3. Akal dapat mengetahui baik dan buruk. Sedangkan untuk. mengetahui kewajiban berbuat yang baik dan mengetahui perbuatan yang buruk hanya dapat diketahui wahyu. Pendapat ini dapat diterima oleh pengikut Maturidiyah di Samarkand. Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan

22 23

Ahmad Hanafi. . Teoloi Islam (Cet IX: Bulan Bintang: Jakarta. 1991) h. 7 Harun Nasution. Op.cit

15

pendapat Mutazilah. Tetapi pendapat tersebut sebagian ditolak Maturidiyah Bukhara. Menurut Maturidiyah Bukhara: akal hanya dapat mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan. Sebab untuk dapat mengetahui kewajiban tersebut hanya melalui wahyu. Demikian juga akal hanya dapat mengetahui yang haik dan yang buruk. tetapi akal tidak dapat mengetahui kewajiban melakukan yang baik atau yang buruk. Untuk dapat mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut harus dengan melalui wahyu. Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa aliran Maturidiyah Bukhara lebih dekat kepada Asyariyah sedangkan aliran Maturidiyah Samarkand dalam beberapa hal lebih dekat kepada Mutazilah, terutama dalam masalah keterbukaan terhadap peranan akal .24 E. Pengaruh al-Maturidiyah di Dunia Islam Aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara aqal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha menghubungkan antara fikir dan amal, mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya.

24

Muhammad Tholhah Hasan. Aswaja dalam Persepsi dan Tradisi NU

16

Keistimewaan yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan khawarij, rawafidh dan qadariyah.25 Aliran mi selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.

Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq (Dar al-Kutub al-ilmiah: Beirut: t.th). h, 282

25

17

BAB III PENUTUP Untuk mengakhiri makalah ini, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Aliran al-Maturidiyah memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asyariyah yaitu timbul sebagai reaksi dan ajaran Mutazilah. 2. Abu Manshur al-Maturidi sebagai pendiri aliran ini lebih banyak memberikan porsi akal dalam memahami agama dibanding al-Asyari. 3. Pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran al-Asyariyah dalam merad pendapat-pendapat Mutazilah. Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka atau dalam masalah cabang. 4. Pada perkembangannya aliran ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu Maturidiyah Samarkand yang di identikkan lebih dekat ke Mutazillah dalam beberapa hal dan Maturidiyah Bukhara dengan aliran al-Asyariyah. Maturidiyah Bukhara ini dipelopori oleh pengikul Maturidi sendiri yaitu alBazdawi. 5. Aliran al-Maturidiyah sebagian besar didukung oleh pengikut mazhab Hanafi. Hal ini dikarenakan pendirinya mendapatkan pandangan-pandangan tauhid dan pendapat Imam Abu hanifah.

17

18

DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Ahlussunnah wal Jamnaah, Cet I; Jakarta: Yayasan Baitul Mal,1969 a1-Magrihiy, Au, Dr., Imam Ahlussunnah wal Jainaah Abu Manshur al-Maturidi Risalah Doktorah Basriqiyah asy-Syarf al-Uwla Kullliyat al-Adab. Kairo: Jamiah aI-Qahirah, t.th Hanafi. Ahmad, Thologi Islam, Cet IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1991 Hamid, Audi Tahir, Berbagai Agama dun Kepercaaan. Cet 1; Makassar: A. T. Hamid, 2003 Hasan, Muhammad Tholhah, Ahlussunnah wal Jamaah dalam Persepsi dan Tradisi NU. Cet III: Jakarta: Lantahora Press, 2005 Madkour, Ibrahim, Dr., Aliran dan Teori Filsafat Islam. Cet I; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1995 Muhammad, Abdul Qahir bin Tahir, Al-Farqu Bainal Firaq, Beirut: Dar al-Kitab alLubnaniy, t.th Muhammad, Ali Jumah, Dr., Mausuah Alain al-Fikui al-Islamiy, Cet III; Kairo: Wizaratul Awqaf, 2004 Munawwir, Ahmad Wairson. Kainus aI-Munawwir, Cet II: Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 Musa, Jalal Muhammad, Dr., Nasyat al-Asyariyyah wa Tathawwuriha, Beirut: Dar al-Kitab aI-Lubnaniy, t.th Nasution, Harun, Prof, Dr., Islam Ditinjau don Berbugai Aspeknya, Cet I: Jakarta: Bulan Bintang, 1974 Nasi Sayyed Hossein , Intelektual Islam, Cet I; Yogyakarta: Pustaka Pe1ajar 1996

18

You might also like