You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN Pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem

kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara

teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir dan bersikap serta bertindak manusia, baik secara individual maupun sosial dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi

kehidupan dengan menggunakan cara tertentu. Secara bersentuhan umum eksistensi dakwah dengan Islam senantiasa yang

dan berhubungan

kenyataan

mengitarinya. Dalam perspektif sejarah, pergumulan dakwah Islam dengan kenyataan sosio kultural menjumpai dua kemungkinan: Pertama : dakwah Islam mampu memberikan output (hasil, pengaruh) terhadap lingkungan dalam arti memberi dasar filosofi, arah, dorongan dan pedoman perubahan masyarakat sampai terbentuknya realitas sosial baru. Kedua : dakwah Islam dipengaruhi oleh perubahan

masyarakat dalam arti eksistensi, corak dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualitas dakwah ditentukan oleh sistem sosio kultural.

Dalam kemungkinan yang kedua ini, sistem dakwah dapat bersifat statis atau ada dinamika dengan kadar yang hampir tidak berarti

bagi perubahan sosio kultural.1

1 Makalah disampaikan pada acara Konferensi International Dakwah dan Media Masa, di Tripoli, Libia, 20-23 Maret 1998.

BAB II PEMBAHASAN METODE DAKWAH PADA MASYARAKAT MARGINAL PERKOTAAN A. Masyarakat Marginal Secara faktual yang dimaksud dengan masyarakat marginal sebenarnya hampir sama dengan masyarakat miskin. Akan tetapi dalam arti sebenarnya perekonomian atau penghasilan atau tidak dimilikinya mata pencaharian yang cukup mapan untuk tempat hidup bergantung masyarakat marginal adalah menyangkutkemiskinan atau propabilitas orang untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupannya. Banyak bukti yang menunjukkan abhwa yang disebut masyarakat marginal pada umumnya selalu lemah daam perekonomian, dan masyarakat marginal ini pada umumnya tidaklah banyak berdaya, ruang geraknya serba terbatas, dan cendertung sulit untuk mengembangkan atau menegakkan hidup fisiknya pada taraf-taraf yang subsistem saja bagi keluarga miskin hampir-hampir merupakan hal yang musthail bila tidak ditopang oleh jaringan dan pranata social di lingkungan sekitarnya. Yang hidup sebagai masyarakat marginal biasanya adalah kaum migrasi seperti pedagang kaki lima, penghuni pemukiman kumuh, dan pedagang asongan yang umumnya tidak terpelajardan tidak terlatih. Golongan masyarakat marginal ini meliputi juga para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah yang sekarang dapat dinamakan dengan golongan ekonomi yang lemah. Menurut Roberty Chambers (1987) masyarakat marginal memiliki lima unsur yaitu : 1. Kemiskinan itu sendiri 2

2. Kelemahan fisik 3. Keteransingan atau kadar isolasi 4. Kerentangan 5. Ketidak berdayaan2

B. Pemetaan Masalah pada Masyarakat Marginal Perkotaan Menurut M. Yusuf kepala desa Kampung Jawa Baru. Mengatakan, bahwa jumlah penduduk di desa tersebut ada sekitar 800 orang dan jumlah kemiskinan sekitar 70% dari desa tersebut dan mata pencaharian penduduk tersebut rata-rata pedagang kaki lima, asongan, pada masyarakat marginal ini memiliki masalah dalam penerimaan dakwah di Kampung jawa baru tersebut, karena mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan uang, istilahnya mencari hari ini untuk makan hari ini. Jadi mereka lebih memikirkan duniawi dari pada akhirat.3 Menurut Ibu Ani, Ibu Rumah tangga bertempat tinggal di Kampung Hawa Baru ini, ia mengatakan bahwasanya kampong ini memiliki masalah dalam bekerja sama pada saat bergotong royong. Masyarakat kampong Jawa Baru lebih memikirkan pekerjaannya, apalagi jika ada dakwah di kampong masyaraklatnya lebih memlih kawan ataupun melihat hiburan di luar seperti kibot, atau pun kuda kepang. Sehingga kesempatan para dai untuk menyampaikan dakwahnya itu lebih kecil kemungkinan untuk dapat diterima oleh masyarakat setempat.4

Moh, Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi Metodelogi, (Yogyakarta: Pelangi AKsara, 2009) hal 165-166 3 Hasil wawncara dengan kepala Desa Kampung Jawa Baru pada tanggal 27 April 2011 4 Hasil wawancara dengan Ibu Ani, Warga Desa Kampung Jawa Baru pada tanggal 27 April 2011
2

C. Format Metode Dakwah yang sesuai dengan amsyarakat marginal perkotaan 1. Dakwah Bil Kitabah Dakwah bil kitabah yaitu dakwah melalui tulisan yang dilakukan dengan keahlian menulis di surat kabar, majalah, buku maupun internet. 2. Dakwah Bil Lisan Dakwah bil-Lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara lain dengan ceramah-cermah, khutbah, diskusi, nasihat dan lain-lain.5 3. Dakwah Bil Hal Dakwah bil Hal adalah memanggil, menyeru ke jalan Tuhan untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat dengan perbuata nyata sesuai dengan keadaan manusia.6 Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata.

4. Dakwah Fardhiyah Dakwah fardiyah ialah ajakan atau seruan kejlan Allah yang dilakukan seorang daI (penyeru) kepada orang lain secara individuual, dengan tujuan memindahkan madu (yang diseru) pada keadaan yang lebih baik dan diridhoi Allah SWT. Dakwah Fardiyah memiliki 3 (tiga) pendekatan : Mafhum Dawi dalam dakwah fardiyah yaitu : Usaha seorang daI untuk lebih dekat mengenal madu dalam rangka mengajaknya ke jalan Allah. (Baca dan tadabbur Q.S. Al-Fushilat : 33-36). Mafhum Haraki dalam dakwah Fardiyah yaitu : Menjalin hubungan dengan masyarakat umum, kemudian memilih
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah 2009, hal 178 Ibid. hal 217

5 6

salah seorangdari mereka untuk membina hubungan lebih erat, dalam rangka menuntunnya kejalan Allah. (Pahami dan renungkan hadits nabi Kullu Sulaama dst Riwayat Muslim) Mafhum Tandzhimi dalam dakwah fardiyah, yaitu : Upaya pengorganisasian terhadap seorang madu yang diajak dan dituntun kejalan Allah, Tanzhim tersebut meliputi : taujih (arahan), Tauzif (Penugasan) dan tashnif (Penggolongan).7

5. Dakwah Jamai (Jamiyah) Dakwah jamiiyah merupakan pola dakwah yang dilakukan oleh para dai profesional terhadap sekelompok orang yangtidak memiliki spesifikasi serta tidak melalui slektifitas secara khusus. Madu dalam dakwah ini adalah orang yang mau mendengarkan apa yang disampaikan juru dakwah tanpa ada stratifikasi intelektual, status, etnis, dan sebagainya.

Syukri Syamaun, Dakwah Rasional, Banda Aceh : IAIN Ar Raniry, 2007, hal. 36

BAB III PENUTUP Kesimpulan Marginal kota adalah bentuk masyarakat atau kaum yang taraf kesejahteraan hidupnya sangat rendah tidak hanya dari segi ekonomi tapi juga dari segi pendidikan, pengetahuan, dan lain-lain. Kehidupan mereka sangat lemah dengan pendapatan sangat minim, kesehariannya mereka dihabiskan dengan bekerja ketika siang dam malamnya beristirahat. Kaum marginal kota atau pinggiran pada umumnya bekerja dengan pekerjaan yang diantaranya; ngamen, minta-minta dan sebagainya. Dari sinilah kami termotifasi kaum marginal sebagai objek dakwah dalam penerapan strategi dakwah dalam masyarakat kelas bawah. Menurut Ibu Ani, Ibu Rumah tangga bertempat tinggal di Kampung Jawa Baru ini, ia mengatakan bahwasanya kampong ini memiliki masalah dalam menerima dakwah, jika ada dakwah di kampong masyarakatnya lebih memilih kawan ataupun melihat hiburan di luar seperti kibot, atau pun kuda kepang. Sehingga kesempatan para dai untuk menyampaikan dakwahnya itu lebih kecil kemungkinan untuk dapat diterima oleh masyarakat setempat. Adapun dakwah yang cocok pada masayarakat ini adalah dakwah : Dakwah Bil Kitabah, Dakwah Bil Lisan, Dakwah Bil Hal , Dakwah Fardhiyah, Dakwah Jamai (Jamiyah).

DAFTAR PUSTAKA Suparta, Munzier. 2009. Metode Dakwah, Jakarta, Prenada Media Group Munir Amin, Samsul, 2009. Ilmu Dakwah, Jakarta : Amzah Suisyanto, 2009, Pengantar Filsafat Dakwah. Yogyakarta : Teras, hal, 63 Syukri Syamaun, 2007. Dakwah Rasional, Banda Aceh : IAIN Ar Raniry, Ali Azis, Moh, , 2009. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi Metodelogi, Yogyakarta: Pelangi AKsara Hasil wawncara dengan kepala Desa Kampung Jawa Baru pada tanggal 27 April 2011 Hasil wawancara dengan Ibu Ani, Warga Desa Kampung Jawa Baru pada tanggal 27 April 2011

You might also like