You are on page 1of 10

Perjalanan EURO: Masa Awal Pembentukan Hingga Krisis Disusun sebagai Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Keuangan

Internasional Tahun Ajaran 2010/2011

Disusun oleh: Kurnia Ningsih 0810210013

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

I.

Pendahuluan Euro- mata uang yang digunakan oleh 17 dari 27 negara Uni Eropa,

merupakan pengikat integrasi ekonomi Eropa. Kehadiran Euro menimbulkan banyak perdebatan dikalangan para ekonom dan politisi, dan dianggap lebih bersifat politis dibandingkan ekonomis. Pembentukan Euro bukanlah merupakan tujuan utama dan satu-satunya. Euro hanyalah alat integrasi ekonomi Eropa, demi terwujudnya comon market di mana alur barang, jasa, dan modal dapat bebas bergerak di wilayah Eropa.

II.

Common Currency Mata uang bersama bukanlah hal yang baru dalam sejarah Eropa. Selama

kurang lebih setengah abad hingga pecahnya Perang Dunia I, standar emas merupakan sistem mata uang bersam ayang berlaku pada saat itu. Ketika standar emas masih dikaitkan dengan kemakmuran, masa-masa perang pada tahun 1920-an hingga 1930-an dengan sistem mata uang bersama yang tidak berfungsi, merupakan masa-masa ketidakstabilan , menurunnya perekonomian, dan konflik politik. Pada konferensi Bretton Woods tahun 1944, J. M Keynes menawarkan sebuah sistem yang dapat menciptakan stabilitas standar emas tanpa keterbatasan yang melekat pada standar logam. Maka, keberadaan standar emas digantikan oleh sistem Bretton Woods. Ketika sistem Bretton Woods masih digunakan, proses integrasi ekonomi Eropa yang berbentuk sebuah institusi mulai terbentuk. Negara-negara yang tergabung dalam integrasi ini, yaitu Belgia, Perancis, Jerman, Italia, Luxembourg, dan Belanda merupakan anggota sistem mata uang tetap Bretton Woods. Hingga pada tahun 1957 ketika European Economic Community (EEC) didirikan, sistem Bretton Woods masih digunakan dan merupakan kerangka kerja stabil yang diaplikasikan oleh seluruh anggota EEC. Pada tahun 1970-an ketika sistem Bretton Woods runtuh, timbul keraguan dalam proses integrasi ekonomi Eropa. Pada awal tahun 1970-an, dimunculkan rencana untuk menetapkan mata uang bersama bagi komunitas negara-negara Eropa. (European Community). Sistem ini terealisasikan pada tahun 1979 dengan dibentuknya European Currency Unit (ECU) sebagai cikal bakal terbentuknya Euro.

III. Dari EMS Menuju Mata Uang Tunggal European Monetary System (EMS) yang didirikan tahun 1979, menghasilkan sebuah sistem keranjang mata uang yang disebut European Currency Unit (ECU). Peran ECU sama seperti dolar AS pada era sistem Bretton Woods, yaitu bertujuan untuk mengatasi asimetri terkait dengan prioritas mata uang tunggal nasional. Berkaca dari sistem Bretton Woods, bergantung hanya kepada satu mata uang nasional saja membawa kepada kekacauan akibat prioritas nasional akan kepemimpinan mata uang. setelah masa-masa penyusunan kembali, EMS stabil pada paruh kedua tahun 1980-an dan keberadaannya didukung dengan menurunnya inflasi dan pertumbuhan yang kokoh. Hal ini memberikan dasar bagi langkah selanjutnya bagi proses integrasi dengan membentuk pasar tunggal. Keberhasilan EMS menghasilkan sebuah konsensus dalam kebijakan ekonomi. Konsensus tersebut yaitu: Nilai tukar yang stabil memberikan manfaat yang sangat besar dalam mempererat integrasi ekonomi Kebijakan moneter harus dibatasi untuk menjamin kestabilan tingkat harga Penyesuaian fiskal merupakan prasyarat kestabilan kondisi moneter baik internal maupun eksternal

IV. Kehadiran Euro Sebelum Euro digunakan sebagai mata uang tunggal di17 negara Uni Eropa seperti sekarang ini, Euro digunakan berdampingan dengan mata uang nasional. Pihak-pihak yang berwenang pada saat itu menganggap bahwa untuk mengkonversi mata uang nasional menjadi Euro hanyalah masalah teknis saja. Idenya adalah, jangan menetapkan nilai terlalu tinggi atau terlalu rendah agar tidak menimbulkan keuntungan atau kerugian perdagangan kepada negara manapun yang menggunakan Euro. Sebagimana kita ketahui bahwa Euro ditetapkan secara koersif (memaksa), dan daya belinya ditetapkan oleh para ahli. Satu Euro harus sama dengan 1,936,27 lire pada awal kemunculannya dan berlaku untuk selamanya. Jika memang untuk menetapkan daya beli uang ditetapkan dengan cara seperti ini, maka kemiskinan tidak akan terjadi. Otoritas moneter dapat mencetak uang

sebanyak mungkin untuk menciptakan kemakmuran dan menghilangkan kemiskinan. Masalahnya adalah, hal ini tidak terjadi di dunia nyata. Daya beli uang ditentukan oleh keputusan pembeli dan penjual dari waktu ke waktu. Daya beli uang tersebut tidak akan sama untuk selamanya, melainkan berubah-ubah. Di awal kemunculannya, negara-negara pengguna Euro mengalami kenaikan harga, daya beli menurun secara substansial. Hal ini karena masyarakat tidak mengerti nilai riil dari Euro. Lima tahun pertama setelah Euro diperkenalkan, merupakan periode stagnasi di seluruh daratan Eropa. Negaranegara uni Eropa yang belum menggunakan Euro justru mengalami

pertumbuhan ekonomi yang positif dibandingkan negara-negara pengguna Euro. Hal ini diperparah dengan ditolaknya Euro dari pasar internasional. Tabel 1 Perkembangan Nilai Tukar Euro Tanggal 4 Januari 1999 7 Juni 2001 20 September 2007 Nilai 1 (dalam $) $1,18 $0,85 $1,4023

Sumber: Diolah dari Antonio Martino, Milton Friedman and the Euro. Cato Journal Vol 28 No. 2. 2008 Depresiasi Euro membuat barang-barang dari Eropa lebih kompetitif di pasar Amerika, namun hal ini tidak mengganti dampak negatif dari berkurangnya daya beli internal Euro. Ketika proses penyesuaian domestik telah selesai dilakukan untuk mengatasi hal ini, peningkatan nilai internasional Euro menjadikan produkproduk Eropa kurang kompetitif dan hal ini menyebabkan stagnasi menjadi semakin lama. Hal ini tidak akan terjadi jika Euro tidak ditetapkan secara koersif, melainkan dengan waktu yang telah ditentukan selama misalnya 3 atau 5 tahun secara aralel dengan mata uang nasional dengan sistem nilai tukar mengambang bebas. Secara berangsur-angsur, seiring dengan diterimanya Euro oleh masyarakat luas dan mansyarakat terbiasa dengan mata uang yang baru (Euro), daya beli Euro akan ditentukan oleh pasar.

Pertama-tama, mata uang yang baru (Euro) akan menemukan pasarnya di antara transaksi-transaksi berskala besar, misalnya institusi keuangan, atau pihak-pihak yang terbisasa dengan transaksi menggunakan lebih dari satu mata uang. kemudian, secara berangsur-angsur pihak lain akan menggunakannya pula, dan di akhir tahap penerimaan, Euro akan menjadi mata uang yang digunakan oleh pembeli dan penjual.dengan proses yang bertahap seperti ini, akan menjamin penentuan daya beli uang oleh pasar, dan negara-negara pengguna Euro tidak akan mengalami stagnasi dan tingkat pengangguran yang tinggi.

V. Krisis Euro Dipicu oleh krisis yang terjadi di Yunani, banyak pihak yang

mempertanyakan bagaimana masa depan Euro. Akankah Euro akan tetap digunakan, ataukah akan ditinggalkan. Bergabagai pendapat juga muncul mengenai bagaimana melawan krisis yang sedang melanda. Beberapa pihak menyarankan pementukan European Monetary Fund, institusi seperti IMF untk membantu negara-negara anggota mengatasi masalah likuiditas dan

menjalankan reformasi struktural

yang dianggap perlu untuk pertumbuhan

ekonomi jangka panjang. Bahkan ada pihak lain menyarankan hal yang paling ekstrim yaitu berhenti dari keanggotaan Zona Euro dan kembali kepada mata uang nasional. Integrasi ekonomi Eropa yang telah berlangsung sejak tahun 1980-an telah mendorong Uni Eropa, dan negara-negara Zona Euro (negara-negra pengguna Euro) mengalami ketidakseimbangan ekonomi makro secara sistemik. Kelompok negara-negara surplus dengan Jerman sebagai pusatnya di satu sisi, dan kelompok negara-negara defisit di daerah pinggiran Midetariadi sisi yang lain. Ketidakseimbangan inilah yang memicu terjadinya krisis di Eropa. Setelah negosiasi Eropa diakhiri dengan Trakat Maastricht dan integrasi Eropa mulai memasuki babak baru dengan terbentuknya Euro, investasi domestik dan luar negeri meningkat secara substansial. Investasi ini sebagian digunakan untuk integrasi kapasitas produksi dalam rantai persediaan barang di Eropa, dan sebagian untuk pembelian real estate, yang kemudian mendorong perumahan bergaya Amerika dan ledakan kredit perumahan. Masalahnya adalah, barang-barang yang diproduksi oleh sebagian besar negara pinggiran Eropa

hanya merupakan barang-barang yang berfungsi sebagai rantai persediaan, sedangkan barang-barang dengan teknologi tinggi hanya terkonsentrasi di wilayah Jerman. Oleh sebab itu, nilai tambah dari barang-barang tersebut kecil nilainya. Sementara produktivitas dan keuntungan meningkat bagi seluruh proses produksi, perkembangan produktivitas di negara pinggiran Eropa tertinggal, daya saing menurun, dan neraca perdagangan mereka negatif. Untuk sementara waktu, modal yang masuk dan efek gelembung peningkatan permintaa perumahan dapat menutup kerugian akibat penurunan ekspor negara pinggiran. Namun, ketika gelembung ini meledak, diikuti dengan krisis perumahan di Amerika Serikat, maka kredit dan permintaan dalam negeri akan mati, terjadi kegagalan fungsi perbankan, dan pemerintah akan mengambil alih. Hal ini akan menyebabkan krisis fiskal yang melanda negara pinggiran Eropa. Resesi berat pada tahun 2008-2009, menekan negara terlemah dalam kelompok negara defisit mengalami gabungan antara krisis fiskal dan krisis utang luar negeri. Krisis ekonomi Eropa juga menyebabkan ketegangan politik antara Perancis (defisit) dan Jerman (surplus). Krisis ekonomi dunia berubah menjadi krisis politik di Zona Euro.

Tabel 2 Kelompok Defisit Current Account Balance (dalam % dari GDP, 2010) Yunani Irlandia Italia Portugal Spanyol Slovakia Slovenia Perancis Rata-rata -10,6 -1,1 -3,2 -10,7 -4,8 -2,9 -0,7 -3,3 -4,7 -9,6 -32,3 -5,0 -7,3 -9,3 -8,2 -5,8 -7,7 -10,7 -4,2 -0,2 1,1 1,3 -0,2 4,1 1,1 1,6 0,6 2,3 2,6 0,2 0,6 2,1 4,8 2,7 1,2 2,7 2,5 1,7 16,8 1,9 11,5 0,7 0,4 21,2 Jumlah: 56,8 Public Deficit (dalam % dari GDP, 2010) Pertumbuhan GDP (%) Pertumbuhan GDP 2001-20101 (%) Share of EuroZone GDP (%)

Sumber: European Comission, sebagaimana terdapat dalam Schmidt, Ingo. European Monetary Union: Muddling Through, Falling Apart, Going Where? Global Research. 21Desember 2010.

Tabel 3 Kelompok Surplus Current Account Balance (dalam % dari GDP, 2010) Austria Belgia Denmark Finlandia Jerman Luxemburg Belanda Rata-rata 3,0 1,7 4,5 1,3 4,8 8,4 5,2 4,1 -4,3 -4,8 -5,1 -3,1 -3,7 -1,8 -5,8 -4,1 2,0 2,0 2,3 2,9 3,7 3,2 1,7 2,5 1,5 1,4 0,7 1,8 0,9 3,0 1,3 1,5 3,1 3,7 2,5 1,9 27,1 0,4 6,4 Jumlah: 45,1 Public Deficit (dalam % dari GDP, 2010) Pertumbuhan GDP (%) Pertumbuhan GDP 2001-20101 (%) Share of EuroZone GDP (%)

Sumber: European Comission, sebagaimana terdapat dalam Schmidt, Ingo. European Monetary Union: Muddling Through, Falling Apart, Going Where? Global Research. 21Desember 2010.

Defisit satu negara dalam Zona Euro akan menjadi beban negara lain. Ketika satu negara menghadapi krisis, maka kemungkinan besar krisis tersebut akan berdampak pada negara lain yang juga menggunakan Euro. Ketika Yunani menghadapi krisis, Yunani menerima bailout sebesar 45 juta. Dana khusus ini kemudian menjadi dana berjaga-jaga untuk mengatasi masalah likuiditas yng muncul akibat krisis fiskal dan krisis utang luar negeri. Ketidakseimbangan neraca pembayaran yang persisten antar negara-negara Zona Euro pada saat ini, pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1980-an. Mengikuti dampak berakhirnya fixed exchange rates dan krisis ekonomi dunia tahun 1970-an, ketidakseimbangan internal Eropa terbentu secara paralel, dan sebagiannya tumpang tindih, dengan ketidakseimbangan global diantara perekonomian negar-negara besar seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. Jika diamati, negara-negara yang pada saat ini termasuk dalam kelompok defisit, memang sudah termasuk dalam kelompok defisit sejak tahun 1980-an. Namun di sisi lain, negara-negara yang termasuk dalam kelompok surplus terus bertammbah dari waktu ke waktu. Hal ini berarti, integrasi Eropa akan mendorong suatu negara meninggalkan jebakan defisit dan utang jika pemerintahnya membuat kebijakan yang tepat. VI. Kesimpulan Pembentukan Euro bukanlah tujuan utama. Euro dibentuk sebagai alat untuk menguatkan integrasi ekonomi negara-negara Eropa. Sebelum Euro digunakan, negara-negara Komunitas Eropa telah membentuk European Currency Unit yang merupakan bagian dari European Monetary System. Sistem ini dirancang sedemikian rupa sehingga tidak akan mengulangi kegagalan the Bretton Woods System. Pada awal kemunculannya, Euro memicu terjadinya inflasi di negara-negara yang menggunakannya, nilainya pun terus menurun. Seiring berjalannya waktu dan kestabilan ekonomi tercipta, Euro mulai diterima dan nilainya terus menguat. Di saat krisis Eropa terjadi, banyak pihak mempertanyakan bagaimana masa depan Euro. Apakah negara-negara defisit akanmampu keluar dari jerat krisis fiskal dan krisis utang luar negeri. Defisit yang dialami suatu negara dapat diatasi jika pemerintah mengambil kebijakan yang tepat.

Daftar Pustaka

Martino, Antonio. Milton Friedman and the Euro. Cato Journal, Vol. 28, No. 2. 2008

Mueller, Anthony P. The Political of Common Monetary Arrangements: Lessons from the European Experience.

Schmidt, Ingo. European Monetary Union: Muddling Through, Falling Apart, Going Where? Global Research. 21 Desember 2010.

You might also like