You are on page 1of 10

Daftar isi Daftar isi.....1 Bab I Pendahuluan..3 Bab II Dinamika permasalahan perbatasan Indonesia Australia4 Penguatan Perbatasan Indonesia.

4 Kepentingan Australia di Timor..6 Kepentingan Politik...6 Kepentingan Ekonomi...8 Bab III Penutup.10 Kesimpulan...10 Daftar pustaka..11

BAB I
1

Pendahuluan Hubungan antara Australia dengan Indonesia bagaikan seseorang yang sedang berpacaran karena mengalami pasang surut atau bisa disebut dengan sering mendingin. Namun belakangan ini sudah mulai membaik. Etika baik Australia pada saat ini bisa terlihat dari keaktifannya dalam organisasi luar misalnya ASEAN. Masalah batas territorial yang dibahas dalam makala ini juga menjadi salah satu penyebab pasang surutnya hubungan Australia dan Indonesia. Masalah perbatsan bisa menjadi sangat kompleks karena sering terjadi perebutan atau seing mengklaim wilayah yang disengketakan adalah termasuk dalam territorial negaranya. Akibat buruk dari permasalahan ini biasanya sering bisa menimbulakan konflik fisik antara kedua Negara yang bersengketa. Masuknya Indonesia ke Timtim memang telah menimbulkan masalah sejak tahun 1975. Restu negara besar karena iklim Perang Dingin mengharuskan soal Timtim segera diselesaikan agar tidak membawa instabilitas kawasan Asia Tenggara. Tidak terpikirkan bahwa berakhirnya Perang Dingin telah membuat Indonesia berada dalam posisi rawan. Australia jelas berkepentingan agar Timtim ini juga tidak jadi sumber instabilitas kawasan Asia Tenggara yang jadi zona penyangga keamanannya dari serangan utara. Sejak awal Australia memahami langkah yang diambil Indonesia untuk menggabungkan kawasan berpenduduk sekitar satu juta itu kedalam negara kesatuan RI. Bahkan secara eksplisit mengakui kedaulatan Indonesia atas Timtim. Namun demikian sikap Australia itu tidak konsisten. Sejak PM John Howard berkuasa dan terjadinya gejolak reformasi di Indonesia sehingga berada pada posisi lemah dalam tawar menawar diplomatik, Howard mendorong agar Indonesia melepaskan Timtim. Presiden BJ Habibie tak sadar terpengaruh gagasan Howard yang dilontarkan bulan Desember 1998. Habibie pada bulan Januari 1999 menyatakan Timtim akan diberi dua pilihan otonomi luas atau menolaknya sehingga bisa memilih melepaskan diri dari Indonesia. Makalah ini akan menganalisa kepentingan politik dan ekonomi Australia dengan Timtim sehingga jajak pendapat rakyat Timtim akhirnya memilih lepas dari Indonesia. Kekacauan
2

setelah jajak pendapat membuat Australia terlibat lebih jauh dengan menekan PBB agar mengijinkan tentaranya masuk Timtim yang saat itu masih sah wilayah Indonesia. Rumusan masalah : 1) Bagaimana pengaruh permasalahan perbatasan terhadap hubungan Australia dengan Indonesia? 2) Apa kepentingan dari Austalia terhadap Timor pasca Timor merdeka? Tuuan penulisan 1) Mengetahui seberapa besar pengauh perbatasan antara Indonesia dan Australia Tehadap hubungan keduanegara
2) Mengetaui sebenarnya apa kepentingan dari Australia terhadap Timor

BAB II PEMBAHASAN

Dinamika Persoalan perbatasan Salah satu perhatian penting Australia dalam ubungannya dengan Indonesia adalah keadaan perbatsan kedua Negara. Isu keberadaan perbatasan tersebut tidak hanya terletak pada teritorial kedua Negara yang berarti juga pengakuan atas kedaulatan kedua Negara. Tetapi juga persoalan wilayah perbatasan seperti persoalan celah Timor dan pulau Pasir maupun persoalan pelintas batas dari waktu kewaktu. Sejarah menunjukkan bahwa dari dulu sampai dengan sekarang telah terjadi permasalahan tertentu pada pelintas batas Australia dengan Indonesia seperti, penangkapan ikan oleh nelayan tradisional, Imigran gelap, serta perdagangan gelap. Dinamika permasalahan perbatasan tersebut pada kenyataannya telah menjadi isu strategis hubungan kedua Negara yang bertetangga itu. Catatan sejarah telah menunjukkan bagaimana permasalahan perbatasan tersebut menjadi salah satu pemicu pasang surutnya hubungan antara Indonesia dengan Australia. Perhatian Australia terhadap wilayah Timur Indonesia tetap menjadi prioritasnya khususnya Papua. Hal ini dilakukan pemerintah Australia karena mengingat kasus imigran ilegalyang terjadi pada taun 2006 lalu. Akibat dari permasalahan ini pemerintah Australia harus memberikan visa sementara bagi para imigran. Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian bagi Australia. Pandangan politik Indonesia terhadap Australia mengenai masalah inienjadi sangat buruk karena mengingat permasalahan lepasnya Timor Leste atas bantuan dari Australia, sehingga pemerintah Indonesia perlu beati-hati terhadap Australia. Pengatuan Perbatasan Indonesia Sebagai Negara kepulauan Indonesia menggunakan garis pangkal kepulauan utuk menentukan wilayahnya. Indonesia memaknai konsep kesatuan dalam prinsip Negara kepulauan adalah kesatuan geografis, politik, ekonomi, dan keamanan. Berkaitan dengan perbatsan Australia, telah disepakati oleh kedua Negara untuk menggunakan titik batas Zona Ekonomi Eksklusif atau biasa disebut dengan ZEE. Batas landas Indonesia pada laut Arafuru dan Laut Timor yang berbatasan dengan Australia dan jaraknya kurang dari 400 mil laut. Secara keseluruhan daerah perairan Indonesia dengan Australia sangatlah luas. Daeranya terbentang lebih dari 2100 mil laut dari selat Torres sampai denga pulau Chistmas.

Perjanjian perbatasan Indonesia dengan Australia telah dilakukan berdasarkan konvensi Jenewa pada 1958. Secara garis besa pejanjian maritime Indonesia Australia dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 18 Mei 1971: perjanjian perbatasan mengenai batas landas kontinen diwilayah perairan selatan Papua dan laut Arafuru 9 Oktober 1972 : perjanjian perbatasan mengenai batas landas kontinen diwilayah perairan Laut Timor dan Arafuru 14 Maret 1997 : Perjanjian perbatasan mengenai batas ZEE dan batas landas kontinen Indonesia Australia diperairan selat jawa, termasuk perbatsan maritime pulau ashmore dan pulau Christmas. Proses perjanjian perbatasan tersebut tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik yang tejadi di Timor Leste. Berawal dari penetapan wilayah wilayah kedua Negara tersebut dimana daerah yang disengketakan adalah Timor Trough atau terusan Timor, ternyata tidak hanya melibatkan keuda Negara tersebut tetapi juga melibatkan piak Negara ketiga yaitu Portugis. Dalam perundingan, Australia meliat dengan prisip perpanjangan alamiah. Dalam konvensi hokum laut PBB 1958, Australia merasa berhak atas penguasaan terusan Timor. Akan tetapi berdasarkan konvensi hokum laut kedua pada 1982, ditetapkan batas keduanya dengan ditarik garis tengah (median line) antara Timor dan Australia. Naun semua itu berubah setelah Timor Leste keluar dari Indonesia akibatnya perjanjian Celah Timor itu batal dan menjai sengketa antara ketiga Negara. Masalahcelah Timor banyak dimotivasi oleh kepentingan ekonomi Australia pada kawasan tersebut. Perjanjian Celah Timor antara Australia dan Indonesia pada taun 1989, yang mana kawasan tersebut dibagi menjadi tiga zonadengan ketentuan bagi hasil dan ditjukuan Jakarta dan Canberra. Namunkenyataannya pengelolaan celah timor tersebut berada ditangan Australia. Dan yang dieksploitasi aalh zona bagian tengah terlebih dahulu. Australia tetap bersikeras pada haknya dan posisinya yang tidak terlepas dari nilai komersial dan strategi kalkulasi keuntungan. Sumber zona tengah pada dasarnya sebesar 15 milyar feet kubik dan jumlah tersebut sekitar dua kali sumber gas lepas pantai. Dengan lepasnya Timor Leste dari Indonesia maka permasalahan tentang celah Timor tersebut diklaim sebagai masalah internasioanal PBB. Kepentingan Australia di Timor-Timur
5

Kepentingan Politik Isu Timtim sejak lama telah menjadi bagian dari politik dalam negeri Australia. Suara pro dan kontra tentang kebijakan Australia terhadap Indonesia datang silih berganti. Puncaknya, pada masa PM Paul Keating kebijakan Australia terhadap Indonesia sangat dekat. Bahkan hampir-hampir dikatakan bahwa Keating itu adalah salah seorang sahabat Indonesia ditengah masyarakat Australia yang kritis terhadap kekuasaan Presiden Soeharto. Kepentingan politik Australia yang paling kentara terhadap Timtim pertama-tama adalah menghindari tidak melebarnya konflik di Timtim pada masa tahun 1970-an itu menjadi ancaman bagi wilayah Australia. Negeri Kangguru menghendaki Timtim stabil sehingga hubungan politik RI-Australia tidak terganggu. Oleh karena itu pada masa awal Australia seperti "memihak" Indonesia dengan mengakui batas-batas wilayah di daerah Timtim. Puncak pengakuan itu adalah disepakatinya pembagian Celah Timor berdasarkan ketentuan yang disepakati kedua pihak oleh Menlu Ali Alatas dan Menlu Gareth Evans. Secara eksplisit adanya pengaturan batas laut di wilayah yang kaya minyak itu menjadikan Australia negara yang pertama mengakui eksistensi Indonesia atas Timtim. Namun dengan hadirnya PM John Howard sikap Australia berubah total. Mereka mulai menyatakan bahwa Timtim untuk jangka panjang harus merdeka. Australia mulai mengubah kebijakannya atas Timtim dengan dasar bahwa otonomi luas harus diberikan kepada Timtim sebelum merdeka penuh. Sikap ini dilandasi oleh kepentingan jangka panjang Australia terhadap Timtim dan Indonesia. Terhadap Timtim, Australia seolah-olah ingin membalas Kesalahan masa lalu dengan mengakui eksistensi Indonesia di Timtim yang sampai tahun 1998 tidak diakui PBB. Australia juga menilai dengan pendekatan ke Timtim Diharapkan bisa menanamkan pengaruhnya di wilayah berpenduduk 800.000 jiwa ini. Pengaruh Australia di Timtim ini seperti halnya pengaruh Australia di Papua Niugini melebarkan lingkungan pengaruh politiknya yang dianggapnya sudah layak diperbesar. Di
6

tengah krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia, termasuk Indonesia, posisi Australia sangat menguntungkan. Krisis ekonomi tidak menyebar ke Australia sehingga ketika posisi negara Asia lemah, negeri ini berada dalam kondisi sehat baik militer, politik maupun ekonomi. Kepentingan Australia terhadap Indonesia adalah melakukan unjuk kekuatan politik atas Timtim. Dengan intervensi militer ke Timtim, Australia mengirim pesan kepada Jakarta tentang kemampuan diplomatiknya yang berskala global. Dengan pendekatan kepada Amerika Serikat dan Eropa, Australia dapat menggolkan rencananya untuk memaksa masuk ke Timtim di bawah payung PBB. Sikap Australia paling akhir ini dapat dilihat dari "Doktrin Howard" yang kemudian direvisi sendiri. Menurut Ismet Fanany dalam tulisannya Doktrin Howard dalam Konteks Sejarah, doktrin itu merupakan pedoman politik luar negeri Australia. Howard menjelaskan doktrinnya dalam wawancara dengan Fred Brenchley dalam majalah The Bulletin edisi 28 September 1999. Doktrin ini adalah politik regional yang bersandar pada pandangan politik internasional Australia yang ingin menjadi wakil atau 'deputy' penjaga keamanan dan perdamaian di kawasan ini. Yang dinobatkan sebagai 'ketua'-nya adalah Amerika Serikat. Dengan demikian, sasarannya adalah negara-negara Asia, termasuk Indonesia tentunya. Inti dan dasar pemikiran Doktrin Howard ini telah mengundang, berbagai reaksi dari kawasan Asia dan di Australia sendiri. Di antara inti dan dasar pemikiran tersebut; a) Australia adalah bangsa Eropa yang karenanya punya special characteristics dan occupies a special place di kawasan Asia; ciri istimewa dan memiliki tempat istimewa ini dihubungkan Howard dengan 'nilai' yang dimiliki Australia yang harus dipertahankan dan dipromosikan di kawasan ini; b) untuk menjamin kehidupan nilai yang menjadi pedoman benar/salah dalam kebijakan dan perilaku kebijakan luar negerinya di kawasan ini, Howard menunjuk Australia sebagai wakil Amerika Serikat dalam peranannya sebagai 'polisi' internasional di kawasan ini. Terjemahannya, seperti dikatakan Greg Sheridan dalam The Australian 24 September lalu, Australia akan memasuki setiap daerah di kawasan ini, Memaksakan wawasan demokrasi dan hak asasi manusia yang dianutnya, kalau perlu dengan menggunakan senjata. Di dalam
7

wawancara dengan Brenchley dari The Bulletin itu, Howard menyebutkan peranan Australia di Timtim sebagai contoh kebijakannya. Kepentingan ekonomi Dibalik sikap Australia itu terdapat keinginan menguasai sumber minyak di perbatasan. Akses terhadap energi ini tak bisa disangkal menjadi pendorong semangat Australia campur tangan dalam menangani gejolak di Timtim pasca jajak pendapat. Minyak yang dilukiskan sangat besar kandungannya di perbatasan Timtim-Australia merupakan aset penting bagi perkembangan ekonomi masa depan negeri Kangguru. Mudrajad Kuncoro, kandidat PhD University of Melbourne, dalam diskusi 22 Oktober 1999 menjelaskan, keterlibatan Australia tak lepas dari isu klasik money and power. Ia menilai, Australia mau membantu Timtim bukan untuk membalas jasa rakyat Timtim yang pernah membantu mencegah invasi ke Australia saat Perang Dunia II, melainkan punya kepentingan bisnis yang dikemas dengan wadah humanis. Mudrajat menulis, "Kalau Australia memang pejuang hak-hak asasi manusia dan humanis tulen, hal pertama yang dilakukan sebelum terjun ke Timtim adalah meminta maaf dan memberi referendum kepada suku Aborigin yang nasibnya mirip dengan suku Indian di Amerika Serikat. Menurut Mudrajad, kesepakatan Celah Timor (Timor Gap) yang ditandatangani Indonesia-Australia tahun 1989 menyetujui pembagian 62.000 km persegi zona Kerja sama menjadi tiga wilayah. Wilayah joint development merupakan wilayah yang berada di tengah dan terbesar dimana kedua negara berhak mengontrol eksplorasi dan produksi migas. Dua zona lainnya dibagi secara tidak merata yang masing-masing negara secara terpisah diberi hak mengatur dan menguasainya. Sampai sekaran dari 41 sumur yang telah dibor di zona kerja sama, sekitar 10 ditemukan c adangan migas. Secara ekonomis, kelayakannya relatif kecil. Namun kandungan gas dan hidrokarbon tidak bisa diabaikan. Sebagai contoh, tulis Mudrajad, di ladang Bayu-Undan, ditaksir punya cadangan minyak 400 juta barel, tiga trilyun kubik gas alam dan 370 juta barel cairan (kondensat dan LPG). Menurut Oil & Gas Joournal edisi 1999, cadangan

hidrokarbon ini dinilai paling kaya di luar Timur Tengah dan merupakan ladang minyak terbesar Australia di luar selat Bass, Menurut Mudrajad, sejumlah perusahaan Amerika, Australia, Belanda sudah aktif di wilayah Celah Timor ini. Di Ladang Bayu-Undan, kerja sama perusahaan AS Phillips Petroleum Co. dan perusahaan tambang Australia, Broken Hill Propietary (BHP Ltd., mencanangkan akan beroperasi penuh mulai tahun 2002. Kabar terakhir, BHP telah menjual sahamnya di BayuUndan dan Elang kepada Phillips sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan Australia ini. Saat ini Phillips baru mencari pelanggan atas rencananya membangun jarring pipa gas bawah laut dari Bayu-Undan ke Darwin, wilayah utara Australia. Nick Beams dalam World Socialist Web Site (1999) menyebutkan pula kepentingan Australia akan minyak. Ia menyebutkan awal 1990 kepentingan Portugal bangkit kembali ke Timtim setelah ditemukan cadangan minyak yang nilainya diperkirakan antara 11 sampai 19 milyar dollar AS. Tahun 1991, Portugal mengadukan Australia ke Pengadilan Internasional karena menandatangani perjanjian Celah Timor bulan Desember 1989. Timtim yang melebihi kepentingan lainnya. tewas." Namun Beams juga melihat, perilaku Portugal itu juga dimotivasi oleh ketamakan serupa yang dilakukan Australia terhadap sumber minyak.Portugal lalu berusaha merebut kembali wilayah Timtim yang dikuasai Indonesia dengan mendorong penentuan nasib sendiri rakyat Timtim. Beams mengutip pernyataan Portugal yang menyebutkan, "Perjanjian itu dirancang untuk mendapatkan minyak Hanya kerakusan (Australia) seperti itu dapat menjelaskan pengakuan secara de jure aneksasi oleh kekuatan yang memakan korban 100.000

BAB III Penutup Kesimpulan


9

Permasalahan perbatasan antara Indonesia dengan Australia di celah Timor telah membawa hubungan antara Indonesia kembali mendingin. Australia bersikeras untuk mendapatka celah Timor tersebut karena perhitungan Ekonomi yang sangat strategis karena diwilayah itu terdapat ladang minyak. Baik kepentingan politik maupun ekonomi menjadi dasar bagi langkah baru Australia terhadap Timtim. Australia menjadikan isu Timtim menjadi perhatian publik Australia. Dari reaksi rakyat Australia terhadap gejolak di Timtim itu dibenarkan Australia melaksanakan kebijakan luar negerinya dengan mendorong tentaranya masuk Timtim. Sedangkan kepentingan Australia yang berdimensi ekonomi didorong oleh kebutuhan menemukan sumber energi baru. Celah Timor yang sudah dieksplorasi dan diperkirakan mengandung cadangan minyak yang kaya menjadi andalan Australia di masa datang. Oleh karena itu Australia berusaha menyelamatkan kekayaan alam itu dengan memberikan jasa keamanan di Timtim di bawah payung PBB

Daftar Pustaka Adil, Hilman, Hubungan Australia dengan Indonesia 1945-1962. Jakarta: Djambatan, 1993. Siboro, J, Sejarah Australia Jakarta : Direktorat Jendral Pendidiksn Tinggi, 1989 Bahan dari Internet http://www.worldsocialist.org http;//www.wopared.parl.net./library/pubs/m/2003-2004 http://www.polarhome.com/pipermail/marinir/2007-March/001291... - 15k
10

You might also like