You are on page 1of 4

FILSAFAT JIWA AL-FARABI

PENDAHULUAN Abu Nasr Muhammad Al-Farabi adalah seorang filosof Islam yang dikenal dengan sebutan Guru Kedua. Sebutan ini muncul karena Al-Farabi sangat banyak menekuni dan mempelajari karya-karya sang Guru Pertama, yaitu Aristoteles. 1 Al-Farabi menulis komentar-komentar terhadap karya-karya Aristoteles khususnya dan juga filosofi Yunani pada umumnya, meliputi bidang-bidang filsafat, logika, metafisika, psikologi dan ilmu alam (fisika). Salah satu karya filosof Yunani yang membahas tentang filsafat jiwa adalah Alexander of Aphrodisias, seorang pengikut aristoteles dengan bukunya yang berjudul De Anima. Buku tersebut selain ia komentari juga konon menjadi dasar pada pembahasan jiwa dalam karya Al-Farabi Ara Ahl Madina Fadilah.2 Walaupun dia dikenal menekuni dan menulis komentar terhadap karya-karya filosof Yunani, ia pun melahirkan karya-karyanya yang orisinal termasuk karyanya di bidang Filsafat jiwa. Uraian Farabi tentang jiwa tidak sepenuhnya persis dengan Aristoteles seperti pendapatnya tentang hati sebagi pusat hampir semua aktivitas jiwa manusia.3 Akan tetapi untuk menangkap nuansa ini sering tidak mudah. Sehingga tidak sedikit penulis-penulis bahkan dari kalangan muslimin sendiri yang menuduh Al-Farabi terbawa pikiran Yunani dan meninggalkan prinsip-prinsip Islam (Al-Quran dan Hadits). Seperti pendapat Al-Farabi yang menempatkan daya berfikir dalam urutan tertinggi dari daya jiwa, dianggap terpengaruh filsafat Yunani yang berprinsip bahwa manusia adalah hewan yang berfikir. Dan dianggap menyalahi ajaran Islam yang menganggap bahwa kemuliaan dan ketinggian manusia hanya diukur dari taqwa dan perbuatan baiknya.4 Kesalah pahaman terhadap pemikiran filsafat sangat mungkin terjadi, karena itu pulalah Al-Farabi berkeyakinan bahwa filsafat tidak boleh dibocorkan ke tangan orang awam agar iman mereka tidak kacau.5 FILSAFAT JIWA A. Daya-daya Jiwa Manusia Daya dan pembagian jiwa manusia dalam pemikiran Farabi tidak terletak dalam urutan yang bersifat koordinatif, melainkan merupakan satu seri yang bersifat herarkhis (berjenjang ke atas). Daya yang lebih rendah merupakan materi bagi yang lebih tinggi, dan sebaliknya yang lebih tinggi merupakan bentuk (form) bagi yang lebih rendah tadi. Sementara itu daya yang lebih tinggi adalah berfikir, sesuatu yang merupakan non material, dan merupakan bentuk (form) bagi semua bentuk-bentuk yang mendahuluinya.6 Daya-daya jiwa yang pokok (utama) menurut Farabi ada 5 yaitu :
1

M. Th. Houtsma (ed.), First Encyclopaedia of Islam, h. 53. Bandingkan dengan; Stephan and Nandy Ronart, Concise Encyclopaedia of Arabic Civilisation, h. 167 ; B. Lewis (ed.), The Encyclopaedia of Islam, h. 779; Paul Edwards (editor), The Encyclopedia of Philosophy, h. 180; James Hasting (ed), Encyclopaedia of Religion and Ethics, h. 757; dan dengan Bakker, JWM., Sejarah Filsafat Dalam Islam, h. 32. 2 Al Farabi, Kitab Arab Ahl Al Madinah Al-Fadhilah, h. 44 dan Richard Walzer, Al Farabi on The Perfect State, h. 165. 3 Richard Walzer, Ibid, h. 386 4 A.F. Al Ehwany, Al Falsafah Al Islamiyah, h. 146. 5 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, h. 26. 6 De Boer. TJ., The History of Philosophy in Islam, h 118

1. 2. 3. 4. 5.

Daya nutrisi / makan (quwwa ghadhiya). Daya persepsi / merasa (quwwa hassa). Daya Imajinasi (quwwa mutakhayyila). Daya berfikir (Quwa natiqa). Daya kehendak (quwwa nuzuiyya).

Daya kehendak ini muncul bersama-sama dengan daya persepsi, daya imajinasi dan daya berfikir. 7 Dari kelima daya tersebut diatas, yang pertama muncul adalah daya manusia untuk memperoleh makanan yang disebut daya nutrisi. Kemudian setelah itu muncul daya untuk menangkap sesutu yang bisa diindra seperti panas, dingin dan daya untuk mengecap rasa, daya untuk membaui, daya untuk mendengar, serta daya untuk melihat warna dan obyek. Daya-daya ini bisa disebut dengan daya merasa/persepsi. Bersama dengan daya merasa ini muncul pula daya kehendak (Appetition) terhadap obyek yang dipersepsi sehingga muncul rasa senang atau tidak senang terhadap obyek tersebut. Kemudian setelah itu muncul daya lain yang dapat menangkap kesan dari obyek-obyek yang dirasa dalam jiwa, daya ini disebut dengan daya imaginasi (representasi). Dengan daya ini seseorang menghubungkan apa-apa yang dirasa satu sama lain atau memisahkannya dalam hubungan dan perbedaan yang bermacam-macam sehingga sesuatu bisa dikatakan salah dan sebagian lain dikatakan benar. Bersama daya ini muncul juga kehendak terhadap obyek yang diimaginasi tersebut. Setelah itu muncul daya berfikir (rasional), yang dengan daya ini manusia bisa mengetahui segala yang bisa ditangkap fikiran dan dengan daya ini pula memahami seni dan ilmu pengetahuan (sains). Bersama daya berfikir ini muncul pula kehendak/keinginan terhadap obyek yang difikirkan.8 Dalam daya-daya diatas masih terbagi lagi dalam daya-daya pokok serta daya pembantu (auxiliary). Seperti dalam daya nutrisi maka penentu atau daya pokok ada dalam hati sementara daya pembantu ada dalam organ-organ pembantu seperti perut, lever, limpa dan lain-lain yang mana organ-organ pembantu ini hanya melayani dengan menyesuaikan diri pada perintah daya pokok.9 Begitu pula dalam daya perasa (persepsi), daya pokok terdapat dalam hati, sedang daya pembantu terdapat pada organ-organ panca indra. Dalam daya imaginasi tidak punya daya maupun organ pembantu. Ia hanya merupakan satu daya pokok, yang juga terletak di hati. Ia menangkap obyek yang dipersepsi ketika obyek itu hadir di hadapannya dan serta merta pula ia melakukan kontrol dan melakukan penilaian terhadap obyek tersebut. Kemudian ia memisahkan atau mengelompokkan satu dengan yang lainnya dalam beberapa cara (bentuk). Sehingga terjadilah apa yang diimaginasi tersebut sesuai dengan yang dipersepsi perasaan atau berbeda dengannya.10 Daya berfikir tidak mempunyai daya pembantu dalam organ apapun dalam tubuh. Ia mengatur dengan menjangkau seluruh daya-daya lainnya atau persisnya daya imaginasi dan daya penentu dari setiap jenis dimana daya pokok dan daya pembantu ada. Jadi, ia mengatur atas daya imaginasi dan daya pokok persepsi serta daya pokok nutrisi.11 Suatu pengetahuan dimunculkan oleh daya berfikir dan daya imaginasi atau daya persepsi. Ketika ada kehendak terhadap pengetahuan, sesuatu harus difahami oleh daya berfikir, tindakan
7 8

Richard Walzer, Op.Cit., h. 383. Ibid h. 165. 9 Ibid h. 167. 10 Ibid h. 169. 11 Ibid h. 171.

dimana sesuatu keinginan dapat dicapai tergantung kepada daya-daya lain yang ada dalam daya berfikir. Daya mengungkapkan cara-cara yang cocok bagi penarik kesimpulan ketika ada keinginan terhadap suatu pengetahuan yang telah ditangkap oleh daya persepsi, maka tindakan untuk mencapai maksud tersebut akan terdiri dari suatu tindakan badan dan jiwa. Contoh sebagaimana halnya bila kita ingin memahami/mengetahui sesuatu. Demikianlah juga terjadi pada indera yang lainnya. Dengan demikian maka daya-daya jiwa ini kemudian menjadi sebagai berikut : Daya nutrisi adalah merupakan materi bagi daya pokok perasaan, sedang daya perasa menjadi bentuk bagi daya nutrisi, daya pokok perasa merupakan materi bagi daya imaginasi sedang daya imaginasi merupakan bentuk dari daya berfikir, sementara daya berfikir merupakan bentuk dari daya imaginasi dengan tidak menjadi materi bagi daya yang lainnya. Ia menjadi bentuk (form) yang terakhir dari semua bentuk yang mendahuluinya. Sementara daya kehendak mempunyai sifat ketergantungan (dependent) terhadap daya perasa, daya imaginasi dan daya berfikir. 12 B. Organ-organ Badan dan Proses Reproduksi Hati adalah organ pokok yang tidak diatur oleh organ badan apapun. Setelah itu pada urutan ke dua adalah otak yang juga merupakan organ pengatur tetapi supremasinya di bawah hati. Ia diatur oleh hati dan juga mengatur organ-organ lainnya. Karena ia adalah pembantu (bawahan) hati dan organ-organ lainnya merupakan pembantu (bawahan) bagi otak. Dalam membantu hati maka otak mempunyai fungsi tertinggi diatas organ-organ lainnya. Urutan berikut setelah otak adalah liver dan setelah itu limpa (kecil) dan kemudian organ Reproduksi.13 Daya yang dapat membentuk atau mengadakan keturunan adalah sebagian daya pokok yang berada di hati dan sebagian daya pembantu yang berada pada organ keturunan. Daya yang membawa keturunan ada 2 macam: yang pertama mempersiapkan materi bagi makhluk yang akan muncul. Dan yang kedua memberi bentuk tentang species dari makhluk yang akan muncul tersebut dan menggerakkan materi untuk mencapai bentuk. Materi dipersiapkan oleh daya dari jenis wanita dan bentuk diberikan oleh daya yang berasal dari laki-laki.14 C. Tingkatan Daya Berfikir Pertama-tama daya berfikir terbagi menjadi 2 macam yaitu daya berfikir teoritis dan daya berfikir praktis. Lalu dalam tingkatan masingmasing akal tersebut dikenal beberapa akal : 1. Akal potensial / akal material, baru mempunyai potensi berfikir. Seperti akal yang ada pada manusia sejak semula merupakan satu sifat (pembawan) dalam bentuk materi yang siap untuk menerima/menangkap kesan-kesan dari yang difahami (obyek pemahaman). 2. Akal aktual yaitu yang telah dapat melepaskan arti dari materinya. Akal potensial dapat berubah menjadi aktual dengan adanya sesuatu yang memindahkannya, yaitu manakala halhal yang dapat difahami muncul dihadapannya. 3. Akal mustafad (aquired intellect) telah dapat menangkap bentuk semata-mata. Akal mustafad mempunyai kesanggupan untuk mengadakan komunikasi dengan atau menangkap inspirasi dari akal yang ada di atas atau di luar diri manusia yaitu akal kespuluh yang disebut akal Aktiv.15

12 13

Ibid h. 175. Ibid h. 183. 14 Ibid h. 187. 15 Harun nasution, Op. Cit., h. 30

KESIMPULAN Ajaran falsafat jiwa Al-Farabi dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dari pembagiannya tentang daya jiwa, maka daya berfikir merupakan daya jiwa yang paling tinggi. 2. Tentang organ-organ tempat berlokasinya daya-daya jiwa maka hati merupakan urutan tertinggi disusul oleh otak, liver, limpa dan alat reproduksi. 3. Tentang tingkatan daya berfikir, maka akal mustafad merupakan tingkatan tertinggi. Dengan akal manusia sebagai akal pasif dengan akal aktiv yaitu akal ke sepuluh yang merupakan emanasi dari Tuhan. DAFTAR PUSTAKA A.F. Al Ehwany, Al Falsafah Al Islamiyah, Kairo, 1962. Al Farabi, Kitab Arab Ahl Al Madinah Al-Fadhilah, Beirut 1986 B. Lewis (ed.), The Encyclopaedia of Islam, E.J. Brill, Leiden-London, 1965. Bakker, JWM., Sejarah Filsafat Dalam Islam, Kanisius, Yogyakarta, 1978. De Boer. TJ., The History of Philosophy in Islam, Dover, New York, t.t. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang , Jakara, 1978. M. Th. Houtsma (ed.), First Encyclopaedia of Islam, E.J. Brill, leiden-London, 1987. James Hasting (ed), Encyclopaedia of Religion and Ethics, Charles Scribners, New York, 1937. Paul Edwards (editor), The Encyclopedia of Philosophy, Vol. III, macmillan Publishing Co., Inc & The Free Press, Ney York, USA, 1972. Richard Walzer, Al Farabi on The Perfect State, Clarendon Press, Oxford, 1985. Stephan and Nandy Ronart, Concise Encyclopaedia of Arabic Civilisation, Djembtan, Amsterdam. 1966.

SUMBER : Makalah ini diambil dari kumpulan makalah milik Drs. H. Hadi Rahmat, M.A., ditulis oleh Sekar Ayu Aryani untuk Diskusi Mata Kuliah Pemikiran dalam Islam Fakultas Pasca Sarjana dan Pendidikan Doktor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Guru Besar Prof. DR. Harun Nasution. Februari 1991. www.irfan-na.blogspot.com

You might also like