You are on page 1of 3

PENDAPAT IMAM MALIK TENTANG TAUHID

Oleh
Dr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais

[1]. Al-Harawi meriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa Imam Malik pernah ditanya
tentang Ilmu Tauhid. Jawab beliau: “Sangat tidak mungkin bila ada orang menduga
bahwa Nabi Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam mengajari umatnya tentang cara-
cara bersuci tetapi tidak mengajari masalah tauhid. Tauhid adalah apa yang
disabdakanNabi Shallalahu alaihi wa sallam, “Saya diperintahkan untuk memerangi
manusia sampai mereka mengucapkan la ilaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah).”
[1]

Maka sesuatu yang dapat menyelamatkan harta dan nyawa (darah) maka hal itu adalah
tauhid yang sebenarnya. [2]

[2]. Imam adh-Daruquthni meriwayatkan dari al-Wahid bin Muslim, katanya: “Saya
bertanya kepada Malik, ats-Tsauri, al-Auza’i dan al-Laits bin Sa’ad tentang
hadits-hadits mengenai sifat-sifat Allah. Mereka menjawab: ”Jalankanlah (baca dan
pahami) seperti apa adanya.” [3]

[3]. Imam Ibn ‘Abdil Bar juga menuturkan bahwa Imam Malik pernah ditanya:
“Apakah Allah dapat dilihat pada hari kiamat?” Beliau menjawab: “Ya, dapat
dilihat. Karena Allah berfirman :

“Artinya : Wajah-wajah orang mu’min itu pada hari kiamatberseri-seri, kepada


Tuhannya wajah-wajah itu melihat.” [Al-Qiamah, 22-23]

Dan Allah telah berfirman tentang golongan lain:

“Artinya : Tidak demikian. Mereka (orang-orang kafir) itu pada hari kiamat benar-
benar terhalang hijab (tabir), tak dapat melihat Tuhan mereka.” [Al-Muthaffifin : 15]

Qadhi ‘Iyadh juga menuturkan dalam kitab Tartib al-madarik, II/42, dari Ibn Nafi’
[4] dan Asyhab [5], keduanya berkata, “wahai Abu Abdillah –panggilan akrab Imam
Malik-, apakah benar orang-orang mu’min dapat melihat Allah?”, “Ya, dengan
kedua mata ini”, jawabImam Malik. Kemudian salah seorang dari kedua orang itu
berkata, “Ada sementara orang yang berkata bahwa Allah itu tidak dapat dilihat. Kata
"nadhorot" dalam ayat itu yang secara kebahasaan berarti “melihat” maksudnya
adalah “menungu pahala”. Imam Malik menjawab: “Tidak benar mereka”.
Yang benar adalah Allah dapat dilihat. Apakah kamu tidak membaca firman Allah tentang
Nabi Musa:

“Artinya : Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku, agar dapat melihat-Mu.” [Al-


‘Araf : 143]

Apakah kamu kira Nabi Musa itu memohon sesuatu yang mustahil dari Tuhanna? Allah
kemudian menjawab:

“Artinya : Kamu tidakk akan dapat melihat Aku.” [Al-‘Araf : 143]

Maksudnya, Nabi Musa tidak dapat melihat Allah di dunia, karena dunia itu tempat
kehancuran, dan tidak mungkin sesuatu uang kekal dapat dilihat dengan sesuatu yang
dapat hancur. Apabila manusia sudah sampai ke Akhirat (tempat yang kekal), maka
mereka dapat melihat sesuatu yang kekal (Allah) dengan sesuatu yang dikekalkan (tubuh
manusia di Akhirat)

[4]. Abu Nu’aim juga menuturkan dari ja’far bin Abdillah, katanya: “kami
berada di rumah Malik bin Anas. Kemudian ada orang yang dating dan bertanya:
“wahai Abu Abdillah –panggilan akrab Imam Malik- Allah ar-Rahman bersemayam
(istawa) di atas ‘Arsy. Bagaimana Allah bersemayam?”

Mendengar pertanyaan itu, Imam Malik marah. Beliau tidak pernah marah seperti itu.
Kemudian beliau melihat ke tanah ssambil memegang-megang kayu di tangannya, lalu
beliau mengangkat kepala beliau danmelempar kayu tersebut, lalu berkata, “cara Allah
beristiwa’ tidaklah dapat dicerna dengan akal, sedangkan istiwa’ (bersemayam)
itu sendiri dapat dimaklumi maknanya. Sedangkan kita wajib mengimaninya, dan
menanyakan hal itu adalah bid’ah. Dan saya kira kamulah pelaku bid’ah itu.
Kemudian Imam Malik menyuruh orang itu agar dikeluarkan dari rumah beliau.” [6]

[5]. Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Yahya bin ar-Rabi’, katanya: “saya
berada di rumah Malik, kemudianada seorang dating dan bertanya, “Wahai Abdillah
–panggilan akrab Imam Malik- apa pendapat anda tentang orang yang menyatakan
bahwa al-qur’an itu makhluk?”

Imam Malik menjawab: “Dia itu kafir zindiq, bunuhlah dia.” Orang tadi bertanya
lagi, “Wahai Abdillah, saya hanya sekedar menceritakan pendapat yang pernah saya
dengar.” Imam Malik menjawab: “Saya tidak pernah mendengar pendapat itu dari
siapapun. Saya hanya mendengar itu dari kamu.” [7]

[6]. Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Nafi’, katanya:
“Imam Malik bin Anas mengatakan, siapa yang berpendapat bahwa al-Qur’an itu
makhluk dia harus dihukum cambuk dan dipenjara sampai dia bertaubat.” [8]
[7]. Imam Abu Daud juga meriwayatkan dari Abdullah bin Nafi’, katanya: “Imam
Malik berkata, ‘Allah di langit, dan ilmu (pengetahuan) Allahmeliputi setiap tempat.â€
 [9]

[Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat
(Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad), Bab Aqidah Imam Malik bin Anas Hanifah, oleh
Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan
Besar Saudi Arabia Di Jakarta]
_________
Foote Note
[1]. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari III/262. Imam Muslim I/51. Imam An-
Nasa'i V/14 dan Imam Abu Daud III/101
[2]. Dzam Al-Kalam, lembar 210
[3]. Ad-Daruquthni. Ash-Shifat, hal. 75 Al-Ajiri, Asy-Syari'ah, hal. 314. Al-Baihaqi, Al-
I'tiqad, hal.118
[4]. Ada dua orang yang bernama Ibn Nafi', dua-duanya meriwayatkan dari Imam Malik.
Yang Pertama bernama Abdullah bin Nafi' bin Tsabit Az-Zubairi (wafat 216H). Yang
kedua adalah Abdullah bin Nafi' bin Abu Nafi' Al-Makhzumi (wafat 206), Tahdzib At-
Tahdzib VI/50-51
[5]. Asyhab bin Abd Al-Aziz bin Daud Al-Qaisi (wafat 204H), Ibid I/359
[6]. Al-Hilyah, VI/325-326. Ash-Shabuni, Aqidah As-Salaf Ash-hab Al-Hadits, hal. 17-
18. Ibn Abd Al-Bar, At-Tamhid, VII/151, Al-Baihaqi, Al-Asma Wa Ash-Shifat, hal. 408.
Ibn Hajar, Fath Al-Bari, XIII/406-407
[7]. Al-Hilyah VI/325. Al-Lalikai, Syarh Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, I/249.
Al-Qadhi Iyadh, Tartib Al-Madarik, II/44.
[8]. Al-Intiqa' hal.35
[9]. Abu Daud, Masail Al-Iman Ahmad, hal. 263. Abdullah bin Ahmad, As-Sunnah hal.
11 Ibn Abd Al-bar, At-Tamhid VII/138

You might also like