You are on page 1of 3

PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH TENTANG QADAR

Oleh
Dr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais

[1]. Seseorang datang kepada Imam Abu Hanifah dan mendebat beliau tentang masalah
qadar. Kata beliau: “Tahukah Anda, bahwa orang yang melihat masalah matahari
dengan matanya, semakin lama ia melihat, ia semakin bingung.” [1]

[2]. Beliau berkata lagi: “Allah telah mengetahui segala sesuatu sejak masa azali,
sebelum segala sesuatu itu terwujud.” [2]

[3]. Beliau juga berkata: “Allah juga mengetahui sesuatu yang tidak ada ketika hal itu
tidak ada, dan juga Allah mengetahui bagaimana hal itu akan ada apabila Allah
,mewujudkannya. Allah juga mengetahui bagaimana kehancuran sesuatu itu.” [3]

[4]. Imam Abu Hanifah berkata: “Taqdir Allah adalah di Lauh Mahfuzh.” [4]

[5]. Beliau juga berkata: “Kita menetapkan, bahwa Allah telah memerintahkan kepada
al-Qalam dn ia berkata, “Apa yang alkan saya tulis wahai Tuhanku?” Allah
menjawab: “Tulislah apa yang ada dan terjadi sampai hari kiamat.” Hal ini
berdasarkan firman Allah “
“ Artinya : Segala sesuatu yang mereka lakukan tertulis dalam al_kitab. Dan segala
yang kecil dan besar tertulis.” [Al-Qamar: 52-53] [5]

[6]. Beliau juga berkata: “Di dunia ini dan akhirat tidaklah ada dan terjadi sesuatu
kecuali berdasarkan kehendak Allah.” [6]

[7]. Kata beliau lagi: “Allah menciptakan segala sesuatu tanpa bahan apa-apa.”

[8]. Beliau juga brkata: “Allah adalah Maha Pencipta sebelum Dia menciptakan.”

[9]. Beliau juga berkata: “Kita menetapkan, bahwa hamba bersama amal-amalnya.
Penetapannya dan pengetahuannya adalah makhluk. Apabila yang berbuat saja makhluk,
maka perbuatan-perbuatannya lebih tepat untuk disebut makhluk.”

[10]. Beliau berkata lagi: “Semua perbuatan hamba, baik yang bergerak ataupun diam,
merupakan usahanya, dan Allah yang menciptakannya. Semua perbuatan itu berdasarkan
kehendak, pengetahuan, penetapan dan qadar Allah.

[11]. Beliau berkata: “Semua perbuatan hamba, baik yang bergerak maupun yang
diam, adalah betul-betul upaya mereka, dan Allah menciptakannya. Semua perbuatan itu
berdasarkan kehendak, ilmu, penetapan, dan qadar Allah. Semua ketaatan adalah wajib
berdasarkan peritah Allah, dan hal itu disukai, diridhai, diketahui dikehendaki, ditetapkan
dan ditaqdirkan Allah. Sedangkan maksiat semuanya diketahui, ditetapkan, ditakdirkan
dan dikehendaki oleh Allah, tetapi Allah tidak menyukai dan tidak meridhai hal
itu,bahkan Allah juga tidak memerintahkannya.” [7]

[12]. Beliau juga berkata: “Allah menciptakan makhluk berdasarkan fithrahnya, suci
dari perbuatan yang terlarang. Kemudian Allah menyuruh mereka untuk berbuat
kebajikan dan melarang untuk berbuat yang tercela. Maka, di antara mereka kemudian
ada yang kafir dengan melakukan perbuatan-perbuatan kekafiran dan mengingkari
kebenaran (hak). Ada juga di antara mereka yang beriman, baik melalui perbuatannya,
iqrar lisannya, dan pembenaran hatinya. Dan hal itu merupakan taufiq dan pertolongan
Allah kepadanya.” [8]

[13]. Beliau juga berkata: “Allah telah mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang
punggungnya dalam bentuk sel-sel, kemudian mereka diberi akal, lalu Allah menyuruh
mereka untuk beriman dan melarang mereka melakukan kekafiran. Kemudian mereka
mengakui ketuhanan (rububiyyah) Allah. Maka hal itu merupakan iman mereka.
Kemudian mereka dilahirkan berdasarkan fithrah tersebut. Karenanya, sebenarnya ia
telah mengubah dan mengganti fitrah itu. Sedangkan orang yang beriman dengan penuh
keyakinan hatinya, maka ia tetap berada dalam fithrah tersebut.[9]

[14]. Beliau juga berkata: “Allah-lah yang menetapkan segala sesuatu. Tidak ada
sesuatupun di dunia dan akhirat kecuali atas kehendak, pengetahuan, dan qadja serta
qadar Allah. Dan hal itu telah ditulis di Lauh Mahfuzh.” [10]

[15]. Beliau juga berkata: “Allah tidak memaksa seorangpun dari makhluk-Nya untuk
menjadi kafir atau mukmin. Tetapi Allah menciptakan mereka menjdai orang-orang.
Sementara beriman atau menjadi kafir ituadalah perbuatan hamba. Allahmengetauhi
orang yang kafir pada saat ia kafir. Manakala setelah itu ia beriman, Allah juga
mengetahui dan dia akan dicintai Allah. Dan ilmu Allah tidak berubah. [11]

[Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat
(Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad), Bab Aqidah Imam Abu Hanifah, oleh Dr.
Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar
Saudi Arabia Di Jakarta]
_________
Foote Note
[1] Qalaid Uqud Al-Aqyan, lembar 77-A
[2] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302-303
[3] Ibid
[4] Ibid, hal. 302
[5] Al-Washiyah bersama Syarhnya, hal. 21
[6] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 303
[7] Ibid
[8] Ibid, hal. 302-303
[9] Ibid, hal. 302
[10] Ibid
[11] Ibid, hal. 303

You might also like