You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Guru seharusnya berusaha untuk menyesuaikan pengajarannya dengan
situasi yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran yang
digunakan haruslah bervariasi untuk menghindari kejenuhan pada siswa.
Pembelajaran dianggap eIektiI apabila sesuai dengan tujuan yang akan dicapai,
kesesuaian dengan bahan, kemampuan guru untuk menggunakan, keadaan peserta
didik dan situasi yang melingkupinya.
Selama ini pembelajaran lebih bersiIat ceramah artinya guru berIungsi
sebagai sumber inIormasi, sementara siswa hanya ditempatkan sebagai objek pasiI
yang menerima inIormasi searah dari guru sehingga potensi dan kemampuan
siswa belum sepenuhnya tergali. Metode ceramah adalah cara penyampaian
materi pelajaran (inIormasi) dengan lisan dari seorang guru kepada siswa di dalam
kelas (Suyitno, 2004:2). Seharusnya dalam proses pembelajaran siswa tidak boleh
pasiI, tetapi harus aktiI dan kreatiI dalam pembelajaran. Siswa dapat
mengembangkan pemahamannya sendiri, sehingga potensi dan kemampuan siswa
dapat tergali dan berkembang. Hal ini sesuai dengan paham konstruktivisme,
artinya pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong
(Depdiknas, 2002:11). Dengan paham konstruktivisme, siswa diharapkan dapat
membangun pemahaman sendiri dari pengalaman/pengetahuan terdahulu
(Nurhadi, 2003:8 dalam MustaIiat St, 2007).


Dalam memperolehinIormasi, siswa mempunyai kemampuan mengakses
beragam inIormasi yang dapat digunakan untuk belajar. Guru lebih berIungsi
sebagai Iasilitator dalam membekali kemampuan siswa menyeleksi inIormasi
yang dibutuhkan. InIormasi tidak memuat satu kebenaran tetapi inIormasi hanya
memiliki makna dalam konteks waktu, tempat, permasalahan, dan bidang tertentu.
Salah satu model pembelajaran yang mampu mewujudkan itu adalah model
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Menurut Nurhadi (2003:13) dalam MustaIiat St, 2007 Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar
dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Contextual Teaching and
Learning/CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Belajar akan lebih bermakna jika peserta didik akan
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan menghaIalnya. Dalam kelas
kontekstual, tugas guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi
inIormasi karena tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang saling
bekerjasama (MuntaIiah St:1)
Johnson (2002) mengemukakan ada delapan komponen utama dalam
sistem pembelajaran kontekstual yaitu melakukan hubungan yang bermakna
(making meaniful connections), melakukan kegiatan-kegiatan yang signiIikan
(doing significant work), belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning),
bekerjasama (collaborating), berpikir kritis dan kreatiI (critical and creative
thingking), mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual),
mencapai standar yang tinggi (reacing nigh standars), menggunakan penilaian


autentik ( using authentic assessment) (Nurhadi, 2003:13 dalam MuntaIiah St,
2007 ).
Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran yang
menggunakan model lain. Dalam pembelajaran kontekstual ada kerjasama antar
siswa. Antara siswa dengan guru sebagai Iasilitator dan motivator. Karakteristik
yang kedua yaitu saling menunjang dalam kegiatan pembelajaran, menyenangkan
dan tidak membosankan sehingga siswa lebih bergairah dalam belajar. Kelas
kontekstual juga merupakan kelas yang terintegrasi, materi pembelajaran
menggunakan berbagai sumber bukan satu sumber saja.
Karakteristik pembelajaran kontekstual di atas terdapat kesesuaian antara
siIat-siIat CTL dengan karakteristik beberapa indikator yang terdapat dlam
kurikulum. SiIat yang dimaksud adalah bahwa CTL mengaitkan isi pokok
bahasan dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri. Penerapan CTL
ini dianggap tepat untuk pembelajaran.
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya karena pendekatan CTL dalam kelas
cukup mudah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah perkembangan pembelajaran kontekstual teaching
and learning?
2. Bagaimanakah karakteristik model pembelajaran kontekstual teacing and
learning ?

. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan pembelajaran kontekstual
teaching and learning
2. Untuk mengetahui karakteristik model pembelajaran kontekstual teacing
and learning


BAB II
PEMBAHASAN

Pembelajaran sebagai suatu sistem yang melibatkan komponenkomponen
pembelajaran yang meliputi tujuan, subyek belajar, materi pelajaran, strategi
pembelajaran, media pembelajaran, dan penunjang merupakan suatu kesatuan
yang mempunyai hubungan Iungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan salah satu wujud
kegiatan pendidikan di sekolah. Kegiatan pendidikan di sekolah berIungsi
membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa agar tumbuh kearah positiI.
Maka cara belajar subyek belajar di sekolah diarahkan dan tidak dibiarkan
berlangsung sembarangan tanpa tujuan. Melalui sistem pembelajaran di sekolah,
siswa melakukan kegiatan belajar dengan tujuan akan terjadi perubahan kognitiI,
aIektiI, dan psikomotorik.
Model belajar mengajar adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berIungsi sebagai pedoman para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melakukan aktivitas
pembelajaran (Winatapura, 1993:34 dalam MuntaIiah St, 2007:10). Kegiatan
belajar yang telah dirancang dan dilaksanakan dengan penuh keahlian guru dapat
menghasilkan suasana dan proses pembelajaran yang eIektiI.
Pembelajaran adalah bimbingan kepada siswa yang mengalami proses
belajar. Sedangkan guru hanya membimbing, menunjukan jalan dengan
memperhatikan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktiI berpikir
lebih banyak diberikan kepada siswa, daripada teori yang lain. Hal ini terjadi
disekolah-sekolah (Slameto, 2003:30 dalam MuntaIiah St, 2007:10)
Sesuai dengan IilsaIat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk
karena peran aktiI subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak
pada aliran psikologis kognitiI. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena
pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti
keterkaitan Stimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar


melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan
kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud dari
adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa
mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan Iisik saja, akan
tetapi yang lebih penting adalah adanya Iaktor pendorong yang ada dibelakang
gerakan Iisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki
kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong
manusia untuk berperilaku untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Piaget
hakikat pengetahuan diartikan sebagai berikut:
O Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan
tetapi selalu merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi
selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
O Subjek membentuk skema kognitiI, kategori, konsep, dan struktur yang
perlu untuk pengetahuan.
O Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur
konsepsi membentuk pengetahuan bila konsep itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat
beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut
Sanjaya (2005:114) antara lain:
a. Belajar bukanlah menghaIal, akan tetapi proses mengonstruksi
pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena
itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula
pengetahuan yang mereka peroleh.
b. Belajar bukan sekadar mengumpulkan Iakta yang lepas-lepas.
Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang
dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak,
kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau
perIormance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan
mendalam, maka akan semakin eIektiI dalam berpikir.


c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan
masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya
perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara
kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara
bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar
tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
e. Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang
memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning)
Selanjutnya Sanjaya (2005:115) memberikan penjelasan perbedaan CTL
dengan pembelajaran konvensional, antara lain:
1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa perperan
aktiI dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan
menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran
konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan
sebagai penerima inIormasi secara pasiI.
2) Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui kegiatan kelompok,
seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima, dan memberi.
Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa lebih bnayak belajar
secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghaIal materi
pelajaran.
3) Dalam CTL pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersiIat
teoretis dan abstrak.
4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah nilai dan
angka.


5) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri,
misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari
bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanIaat; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan
oleh Iaktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu
disebabkan takut hukuman, atau sakadar untuk memperoleh angka atau
nilai dari guru.
6) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang
sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa
bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang
dimilikinya.
7) Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi.
Kebenaran yang dimiliki bersiIat absolut dan Iinal, oleh karena
pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor
dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan
dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses
pembelajaran.
9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam
konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan
dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam
kelas.
10)Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan
siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan
berbagai cara misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa,
penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran
biasanya hanya diukur dari tes.
Berdasarkan perbedaan pokok tersebut di atas, bahwa CTL memang
memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses
pelaksanaan dan pengelolaannya. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap


guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu
menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses
pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses
pembelajaran tidak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut
Paulo Freire (Sanjaya, 2005:116-117) sebagai sistem penindasan.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL yakni:
O Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang
sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak
bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang
sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar
akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman
mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur atau
`penguasa`` yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
O Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan
memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru
berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk
dipelajari oleh siswa.
O Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan
antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan
demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa mempu
menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman
sebelumnya.
O Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada
(asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan
demikian tugas guru adalah memIasilitasi (mempermudah) agar anak
mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.


Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu
diperoleh anak bukan dari inIormasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru,
akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus
menghindari mengajar sebagai proses penyampaian inIormasi. Guru perlu
memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa
adalah organisme aktiI yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya
sendiri. Kalaupun guru memberikan inIormasi kepada siswa, guru harus memberi
kesempatan untuk menggali inIormasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan
meraka

A. Sejarah Perkembangan Model Pembelajaran Kontekstual Teaching and
Learning
Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual teaching and Learning
telah lama sekali diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan
agar kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat
dan pengalaman siswa. Dewey tidak menyetujui konsentrasi pembelajaran pada
pengembangan intelektual terpisah dari pengembangan aspek kepribadian. Dewey
juga tidak menyetujui dijauhkannya kegiatan pembelajaran di sekolah dengan
kegiatan di dunia kerja dan di dunia nyata sehari-hari (http://xpresiriau.com/
artikel-tulisan-pendidikan/sejarah-pembelajaran-kontekstual/artikel pendidikan,
2010)
Oleh karena itu model pembelajaran kontekstual atau CTL telah jauh
dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan dan bukan barang baru, salah satunya
adalah John Dewey, seperti dikatakan Dewey bahwa model pembelajaran ini
dikembangkannya pada tahun 1916, yang ia sebut dengan Learning by doing ini
era tahun 1916, kemudian tahun 1970-an konsep model pembelajaran kontekstual
ini lebih dikenal dengan experiential learning, kemudian pada era tahun 1970-
1980 lebih dikenal dengan applied learning, pada tahun 1990-an model
kontekstual ini dikenal dengan school to work. Kemudian pada era tahun 2000-an,
model kontekstual ini lebih eIektiI digunakan.


Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey
(1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang
dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau
peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada
daya pikir yang tinggi, transIer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan
menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu
maupun kelompok. Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi
pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga
dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktiIkan siswa dan guru,
mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan
belajar di sekolah, responsiI, serta rumah dan lingkungan masyara-kat. Pada
akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang
berIokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi
pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan
pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatau pen-dekatan belajar yang
memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah
pendekatan kontekstual (CTL) (artikel pendidikan, 2010 http://xpresiriau.com/
artikel-tulisan-pendidikan/sejarah-pembelajaran-kontekstual/)
Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dikembangkan oleh The
Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang
melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak
dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah
melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di
Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui
Direktorat SLTP Depdiknas (artikel pendidikan, 2010 http://xpresiriau.com/
artikel-tulisan-pendidikan/sejarah-pembelajaran-kontekstual/)
Pendekatan model Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam


kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement oI
Education, 2001 dalam artikel pendidikan, 2010 http://xpresiriau.com/ artikel-
tulisan-pendidikan/sejarah-pembelajaran-kontekstual/)
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manIaatnya,
dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan
menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.
Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang
memerlukan suatu bekal yang bermanIaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan
berusaha untuk meggapinya.
Oleh sebab itulah kalau kita Iahami IilosoIis model pembelajaran
kontekstual ini, ada dua yang disebut : Pertama, FilosoIi pendidikan: berasumsi
bahwa pendidik mempunyai peranan penting me-mbantu siswa menemukan
makna di dalam pendidikannya dengan mengaitkan apa yang mereka pelajari di
kelas dengan bagaimana penerapan pengetahuan itu dunia nyata. Kedua, Strategi
pedagogik, ctl berisi teknik-teknik yang dapat membantu siswa menjadi lebih
aktiI dan reIlektiI terhadap pengalaman-pengalamannya.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan
topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran,
media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah- langkah
pembelajaran, dan authentic assessment-nya. Dalam konteks itu, program yang
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar Iormat antara
program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual.
Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan
yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran
kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya (Kulala Barito,
2010 dalam http://www.papantulisku.com/2010/01/pembelajaran-kontekstual-
contextual.html)


B.Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual Teacing And Learning
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari
pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan diluar kelas, suatu pendekatan
kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam
membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur
hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan
materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut
digunakan, serta berhubungan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa
belajar.
Materi akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang
disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti didalam proses
pembelajarannya sehingga pembelajaran akan lebih berarti dan menyenangkan.
Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka
menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun
pengetahuan baru. Siswa akan memanIaatkan pemahaman dan pengetahuan
materi itu dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan masalah
dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai
kombinasi dan struktur kelompok.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan
topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran,
media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah- langkah
pembelajaran, dan authentic assessment-nya. Dalam konteks itu, program yang
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar Iormat antara
program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual.
Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan
yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran


kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya (Kulala Barito,
2010 dalam http://www.papantulisku.com/pembelajaran-kontekstual-contextual)
CTL (Kontekstual Teaching Learning) menekankan pada berpikir tingkat
tinggi, transIer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan
pensintesisan inIormasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan, disamping
itu telah diidentiIikasi enam unsur kunci CTL seperti berikut ini (University oI
Washington, 2001 dalam Trianto, 2010: 106)
1. Pembelajaran bermakna; pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi
siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari.
Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka
2. Penerapan pengetahuan; kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang
dipelajari diterapkan dalam tatanan-tanan lain dan Iungsi-Iungsi pada masa
sekarang dan akan datang
3. BerIikir tingkat tinggi; siswa dilatih untuk menggunakan berIikir kritis dan
kreatiI dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau
memecahkan suatu masalah
4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar; konten pengajaran
berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara
bagian, nasional, asosiasi dan atau industri
5. Responsip terhadap budaya; pendidik harus memahami dan menghormati
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama rekan
pendidik. Berbagai macam budaya perorangan dan kelompok
mempengaruhi pembelajaran. Budaya-budaya ini dan hubungan antar
budaya-budaya ini mempengaruhi bagaimana pendidik mengajar. Paling
tidak empat persIektiI seharusnya dipertimbangkan; (1) individu siswa, (2)
kelompok siswa (seperti tim atau keseluruhan kelas, (3) tatanan sekolah,
(4) dan tatanhan masyarakat yang lebih besar
6. Penilaian autentik; penggunaan bernagai macam strategi penilaian secara
valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari
siswa. Strategi ini dapat berupa penilaian atas proyek dan kegiatan siswa,
penggunaan IortoIolio, rubrik ceklist, dan panduan pengamatan disamping


memberikan kesempatan kepada siswa ikut aktiI berperan serta dalam
menilai pembelajaran mereka sendiri dan pengunaan untuk memperbaiki
keterampilan menulis mereka.
Strategi Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan
yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga
siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara Ileksibel dapat diterapkan
(ditransIer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan / konteks lainnya.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransIer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada member
inIormasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang
baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran
guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
Pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat


hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapnnya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual yaitu kontrukstivisme (constructivism), bertanya
(quistioning), inquiri (inquiy), masyarakat belajar (learning comunity), pemodelan
(modeling), dan penilaian autentik (autentic asessment).
a. Konstruktivisme (Construktivism
Salah satu landasan teoritis pendidikan modern termasuk CTL adalah
teori pembelajaran kosntruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan
aktiI proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student
centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar
mengajar berlangsung pada aktivitas siswa. Inquiry based Learning dan
Problem based learning yang disebut sebagai strategi CTL (University oI
washingthon, 2001 dalam Trianto, 2010).
Problem based learning tersebut juga sejalan dengan pengajaran top-
down yang lebih ditekankan pada pendekatan konstruktivistis. Dalam
pengajaran top-down siswa mulai dengan suatu tugas yang kompleks dan
autentik.
b. Inquiri (Inquiry
Inquiri merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat
seperangkat Iakta-Iakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus
merancang pembelajaran yang merujuk pada kegitan menemukan, apapun
materi yang diajarkan, siklus inquiri terdiri dari (1) observasi (obsevation),
(2) bertanya (quitioning) (3) mengajukan dugaan (hipotesis), (4)
pengumpulan data (data gathering), (5) menyimpulkan (conclussion).
Langkah-langkah kegiatan inquiri adalah sebagai berikut:
O Merumuskan masalah
O Mengamati dan melakukan observasi
O Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel dan karya lainnya


O Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru, atau audensi lainnya
c. Bertanya (Quistioning
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berIikir siswa yang juga
senantiasa diintegrasikan dalam kelas dengan pembelajaran CTL. Bagi siswa
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inquiri yaitu menggali inIormasi,
mengkomIirmasikan, apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya. Dalam pembelajaran yang produktiI
kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali inIormasi, baik administrasi
maupun akademis (2) mengecek pemahaman siswa (3) membangkitkan
respon siswa (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa (5)
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa (6) memIokuskan perhatian
siswa sesuatu yang dikehendaki guru (7) membangkitkan lebih banyak lagi
pertanyaan dari siswa dan (8) menyegarkan kembali pengetahuan siswa
d. Masyarakat Belajar (Learniung Community
Konsep Masyarakat Belajar (Learniung Community) menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar
yang diperoleh melalui sharing dengan teman, antar kelompok, masyarakat
sekolah, masyarakat di luar sekolah disebut sebagai anggota masyarakat
belajar.
Dalam kelas CTL, guru selalu disarankan melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu mengajari yang
belum tahu dan seterusnya.
Masyarakat belajar bisa terjadi jika terjadi proses komunikasi dua arah.
Guru yang mengajari siswanya dengan metode ceramah bukan contoh
masyarakat belajar karena komunikasi hanya satu arah, yaitu inIormasi hanya
datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus inIormasi yang perlu dipelajari
guru yang datang dari arah siswa. Dalam masyarakat belajar dua kelompok


atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu
sama lain. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang
dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk
bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau
saling mendengarkan.
e. Pemodelan (odeling
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,
ada model yang ditiru oleh siswa, contohnya saat guru menjadi model saat
mendemonstarsikan suatu konsep pembelajaran.
Pemodel pembelajar CTL tidak semata-mata dilakukan oleh siswa
tetapi juga dapat dilakukan oleh siswa berdasarkan pengalaman yang
diketahuinya. Model juga dapat didatangkan dari luar yang ahli dalam
bidangnya, misalnya mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara
menggunakan termometer
1. Re1leksi (#eflection
ReIleksi adalah cara berIikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berIikir ke belakang tentang apa-apa yang telah dilakukan dimasa yang lalu.
Siswa mendapatkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan
yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya. ReIleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau
pengetahuan yang baru diterima dengan guru membantu siswa membantu
menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru
diterima. ReIleksi dapat dilakukan dalam bentuk
O Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
O Catatan atau jurnal dibuku siswa
O Diskusi
O Hasil karya
g. Penilaian autentik (utentic ssesment
ssesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karena ssesment
menekankan proses pembelajaran, maka data yang harus dikumpulkan harus


diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan
proses pembelajaran. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan
keteramnpilan (performance) yang diperoleh siswa Penilaian tidak hanya
dapat dilakukan oleh guru tetapi juga bisa dilakukan oleh teman atau orang
lain. Karakteristik penilaian autentik diantaranya:
O Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
O Bisa digunakan untuk IormatiI maupun sumatiI
O ang diukur keterampilan dan perIormansi, bukan mengingat Iakta
O Berkesinambungan
O Terintegrasi dan
O Dapat digunakan sebagai feedback
Dalam CTL hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi
siswa, anatara lain; (1) proyek/kegiatan dan laporannya, (2) PR (Pekerjaan
Rumah), (3) Kuis, (4) karya siswa, (5) presentasi atau penampilan siswa, (6)
demonstrasi, (7) laporan, (8) jurnal, (9) hasil tes tulis, (10) karya tulis
. Strategi Model Pembelajaran Kontekstual
Kurikulum dan instruksi yang berdasarkan strategi pembelajaran
kontekstual haruslah dirancang untuk merangsang lima bentuk dasar dari
pembelajaran menurut Trianto (2010) diantaranya:
1. Menghubungkan (#ealiting), adalah suatu konteks belajar berdasarkan
pengalaman nyata siswa dan selanjutnya melalui #ealiting guru dan siswa
berusaha menghubungkan pengalaman awal siswa tersebut dengan konsep
baru yang diketahui.
2. Mencoba (xperincingi), pada bagian ini kemungkinan siswa tidak
mempunyai pengalaman langsung berkenaan dengan konsep tersbut, akan
tetapi pada bagian ini guru haru dapat memberikan kegiatan hands-on
(kerja langsung) sehingga berdasarkan kegitan yang dilakukan oleh siswa
mereka dapat membangun pengetahuannya sendiri
3. Mengaplikasikan (pliying), adalah belajar yang menerapkan konsep-
konsep ketika mereka berhubungan dengan aktivitas penyelesaian masalah
dan atau memberikan latihan yang realistis kepada siswa yang relevan


4. Kerjasama (Cooperating), adalah belajar dalam konteks berbagi, merespon
dan berkomunikasi dalam rangka berbagi inIormasi atau pengalaman.
5. Proses transIer ilmu (transferring), adalah penggunaan pengetahuan dalam
konteks bareu atau situasi baru suatu hal yang belum teratasi/diselesaikan
di dalam kelas
Sementara National School-to-Work Opportunities Office, (1996) dalam
Trianto, merekomendasikan implementasi CTL dengan mempertimbangkan
beberapaq hal:
O Kurikulum, proses pembelajaran, dan asessment
O Hubungan dengan dunia kerja, komunitas organisasi dan konteks terkait
O Pengembangan bagi guru dan pengusaha
O Organisasi sekolah
O Komunikasi dan Waktu untuk membuat rencana dan pengembangan
. Elemen dan Karakter TL
CTL memiliki lima elemen belajar yang kontruktivistik yaitu: (1)
mengatiIkan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), (2) pemerolehan
pengetahuan baru (acquiring knowledge), (3) pemahaman pengetahuan
(understanding knowledge), (4) mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman
(appliying knowledge), (5) dan melakukan reIleksi (reflecting knowledge)
terhadap strategi pengembangan tersebut.
Selain elemen pokok pada CTL karakteristik lain yang membedakan CTL
dengan pembelajaran lainnya adalah (1) kerjasama, (2) saling menunjang, (3)
menyenangkan, mengasyikkan (4) tidak membosankan (5) belajar dengan
bergairah, (6) pembelajaran terintregrasi, (7) menggunakan berbagai sumber siswa
aktiI. Secara mendetail yang membedakan Pembelajaran CTL dengan
Pembelajaran tradisional disajikan dalam tabel berikut:
NO. TL TRADISONAL
Menyandarkan pada memori
spasial (pemahaman makna)
Menyandarkan pada hapalan
2 Pemilihan inIormasi
berdasarkan kebutuh-an siswa
Pemilihan inIormasi di-tentukan oleh
guru


3 Siswa terlibat secara aktiI
dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasiI menerima inIormasi
4. Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata/-masalah yang
disi-mulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
5. Selalu mengkaitkan inIormasi
dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa
Memberikan tumpukan inIormasi kepada
siswa sampai saatnya diperlukan
6. Cenderung mengintegrasikan
beberapa bidang
Cenderung terIokus pada satu bidang
(disiplin) tertentu
7. Siswa menggunakan waktu
belajarnya untuk menemukan,
menggali, berdiskusi, berpikir
kritis, atau mengerjakan proyek
dan pemecahan masalah
(melalui kerja kelompok)
Waktu belajar siswa se-bagian besar
dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku
tugas, men-dengar ceramah, dan
mengisi latihan yang membosankan
(melalui kerja individual)
8. Perilaku dibangun atas
kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
9. Keterampilan dikem-bangkan
atas dasar pemahaman
Keterampilan dikem-bangkan atas dasar
latihan
10. Hadiah dari perilaku baik
adalah kepuasan diri
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian
atau nilai (angka) rapor
11. Siswa tidak melakukan hal yang
buruk karena sadar hal tsb
keliru dan merugikan
Siswa tidak melakukan sesuatu yang
buruk karena takut akan hukuman
12. Perilaku baik berdasar-kan
motivasi intrinsik
Perilaku baik berdasar-kan motivasi
ekstrinsik
13. Pembelajaran terjadi di berbagai
tempat, konteks dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
14. Hasil belajar diukur melalui
penerapan penilaian autentik.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan
akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.
Sumber: (Direktorat jenderal manajemen pendidikan dasar dan menengah
Departemen pendidikan nasional, 2006 dalam images.budicrue.multiply.
multiplycontent.com/.../ model-pembelajaran-yg-efektif.doc?)

. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Suatu kelas dapat dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika
menerpakan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yaitu


kontrukstivisme (constructivism), bertanya (quistioning), inquiri (inquiy),
masyarakat belajar (learning comunity), pemodelan (modeling), dan penilaian
autentik (autentic asessment). CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas,
2002 dalam Trianto, 2010)
Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah-
langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut.
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Kembangkan siIat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Ciptakan masyarakat belajar.
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Lakukan reIleksi di akhir pertemuan.
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi,
Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat
diamati partisipasinya dalam pembelajaran. (Direktorat jenderal
manajemen pendidikan dasar dan menengah Departemen pendidikan
nasional, 2006 dalam images.budicrue.multiply.multiplycontent.com/.../
model-pembelajaran-yg-efektif.doc?)


BAB III
P E N U T U P

A.Kesimpulan
1. Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual teaching and Learning
diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan agar
kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat
dan pengalaman siswa, model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
dikembangkan oleh The Washington State Concortium Ior Contextual
Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah
dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika
Serikat.
2. CTL (Kontekstual Teaching Learning) menekankan pada berpikir tingkat
tinggi, transIer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan,
penganalisisan dan pensintesisan inIormasi dan data dari berbagai sumber
dan pandangan, pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and
learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapnnya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yaitu
kontrukstivisme (constructivism), bertanya (quistioning), inquiri (inquiy),
masyarakat belajar (learning comunity), pemodelan (modeling), dan
penilaian autentik (autentic asessment), pendekatan ini pada dasarnya
menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka
lewat keterlibatan aktiI proses belajar mengajar yang diwarnai student
centered daripada teacher centered




B.Saran
Kepada para guru dalam penagaplikasian model pembelajaran Contekstual
Teaching and Learnig (CTL) diperluykan suatu keterampilan pengelolaan kelas
yang memadai yang selanjutnya disesuaikan dengan perkembangan peserta
didik


























DAFTAR PUSTAKA

Artikel Pendidikan, 2010 http://xpresiriau.com/ artikel-tulisan-pendidikan/sejarah-
pembelajaran-kontekstual/ (diakses tanggal 27 November 2010)

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional, 2006 dalam http/images.budicrue.multiply.
multiplycontent.com/.../model-pembelajaran-yg-efektif.doc? (diakses
tanggal 27 November 2010)

http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/sejarah-pembelajaran-kontekstual/
artikel pendidikan, 2010

Kulala Barito, 2010 , rtikel Pembelafaran Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning (dalam http://www.papantulisku.com/pembelajaran-
kontekstual-contextual.html) (diakses tanggal 27 November 2010)

MuntaIiah St, 2007, Peningakatan Hasil Belafar Melalui Model Pembelafaran
Kontekstua SMK Negeri 9 Semarang, Fakultas Ekonomi UNS: Semarang
(diakses tanggal 27 November 2010)

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Bandung: Fajar Interpratama OIIset.

Trianto, 2010, Mendesain Model Pembelafaran Inovatif-Progresif Cetakan ke-2,
Kencana: Jakarta














PERTANYAAN

1. Apakah model pembelajaran CTL dapat digunakan dalam semua tingkatan umr
dalam pembelajaran?
2. Bagaimanakah karakteristik model pembelajaran CTL?


























RENANA PELAKSANAAN PEMBELA1ARAN
( RPP
Sekolah : SMP
Kelas : VIII (Delapan
Mata Pelajaran : IPA BIOLOGI

Standar Kompetensi
1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia.
Kompetensi Dasar
1.2 Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia.
Indikator
1. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia mulai dari bayi, anak-
anak, remaja, dan dewasa.
2. Membedakan ciri anak-anak dan remaja.

A. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik dapat:
1. Menyebutkan tahapan pada masa pembuahan sampai lahir.
2. Menjelaskan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim ibu.
3. Menyebutkan tahapan pada masa setelah lahir.
4. Menjelaskan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan pada masa
anak-anak.
5. Menjelaskan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan pada masa
remaja.
6. Menjelaskan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan pada masa
dewasa.
7. Menjelaskan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan pada masa
manula.
8. Mengelompokkan variasi manusia berdasarkan tahap perkembangan
manusia.
9. Menjelaskan ciri-ciri remaja yang mengalami pubertas.




B. Materi Pembelajaran
Pertumbuhan dan Perkembangan pada Manusia
. Metode Pembelajaran
1. Pendekatan : Contekstual Teaching and Learning (CTL
2. Model : - Cooperative Learning
3. Metode : - Diskusi kelompok
- Demonstrasi
- Inquiry
D. Langkah-langkah Kegiatan
a. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan Apersepsi:
- Apa masih ada yang ingat apakah metamorIosis termasuk proses
pertumbuhan atau perkembangan
- Sebutkan tahapan masa pembuahan sampai lahir.
- Mengapa seorang perempuan mengalami menstruasi?
Prasyarat pengetahuan:
- Bagaimana tahapan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim
ibu?
- Apakah ciri-ciri perempuan yang mengalami pubertas?

b. Kegiatan Inti
Guru membimbing peserta didik dalam pembentukan kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa dan dibagi secara heterogen
O Mengarahkan setiap individu untuk menuliskan beradasrkan
pengetahuannya tentang :
4Bagaimana seorang ibu bisa hamil
4Mengapa setiap perempuan pada masa tertentu mengalami menstruasi
4Apa yang siswa ketahui tentang puber
4Berapa lama seorang ibu bisa melahirkan anaknya
4Apakah ada proses yang terjadi dalam kandungan sebelum seorang ibu
melahirkan
4Apa yang anda bisa bedakan masa saat dalam kandungan sampai lahir
dan masa setelah lahir


4Menuliskan perbedaan berasarkan Iisik masa anak-anak, masa remaja,
masa dewasa, masa tua
O Setiap siswa diberikan kesempatan untuk menayakan kepada teman
sekelompok, teman kelas, guru hal yang tidak dimengerti tentang masalah
di atas
O Setiap jawaban individu dipertemukan dalam kelompok untuk
selanjutnya didiskusikan untuk menyimpulkan berdasarkan permasalahan
di atas
O Presentase kelompok (pertanggungjwaban kesimpulan kelompok)
O Guru meluruskan jika terjadi mis konsep

c. Kegiatan Penutup
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja
dan kerjasama yang baik.
Peserta didik (dibimbing oleh guru) berdiskusi untuk membuat
rangkuman.
Guru memberikan tugas rumah berupa latihan soal.

E. Sumber Belajar
a. Buku IPA Biologi Jl.2 (Esis) halaman 22-34
b. Carta pertumbuhan dan perkembangan pada manusia














F. Penilaian Hasil Belajar (ASESSMENT
a. Teknik Penilaian:
- Penilaian Proses (diskusi)
b. Bentuk Instrumen penilaian diskusi:
Nama Siswa
Penilaian
InisiatiI Kerjasama Daya Dukung Presentas







Keterangan Penilaian
InisiatiI kemauan (untuk mengemukakan pendapat dalam diskusi)
Kerjasama keterlibatan dalam mengambil dan atau memutuskan kesimpulan
kelompok
Daya dukung dukungan anggota kelompok terhadap kesimpulan akhir kelompok
Presentase struktur bahasa dan kesesuaian dengan konsep bahasan

Skala Penilaian
Sangat Baik : 5
Baik : 4
Cukup : 3
Kurang : 2
Sangat Kurang : 1
...............,......................
Mengetahui
Kepala SMP Guru Mata Pelajaran

......................... ..............................
NIP.

You might also like