You are on page 1of 2

Belanja via Internet Ke

canggihan teknologi kini sudah menembus batas-batas waktu dan jarak. Lahirnya makhluk ini berdampak cukup signifikan terhadap kehidupan manusia. Contohnya di zaman sekarang, tidak ada lagi istilah jauh jika tekhnologi sudah diikutsertakan. Katakanlah komputer, produk teknologi yang memiliki komponen seperti otak manusia ini mampu berproses layaknya kerja otak manusia. Kinerjanya yang cukup canggih membuat manusia terbantu dalam menyelesaikan pekerjaan lebih efesien. Dewasa ini perkembangan komputer begitu sangat pesat. Apalagi sejak improvisasi komputer muncul dengan istilah Internet. Dengan mekanisme yang cukup sederhana, hanya menyambungkan line (kabel telepon_red) kita bisa menjelajahi dunia. Diantara netter yang banyak memanfaatkannya adalah kalangan industrialis. Cukup dengan membeli domain kemudian dibuat menjadi web hosting lalu mereka bisa mengenalkan sekaligus memasarkan produk-produknya. Hingga tidak jarang kita temukan aneka homepage yang menyediakan perbelanjaan secara online. Lalu jika kita sebagai konsumennya, bagaimana tinjauan hukum yang terdapat pada aktifitas jual beli tersebut. Sebelum melangkah pada pembahasan hukum, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana mekanisme yang berlangsung pada proses jual beli tersebut. Berikut penjelasan singkat tentang prosedur belanja online. Pertama : Perusahaan/toko menawarkan produknya dalam satu dealing room yang dibuat pada link-link homepage. Biasanya dalam link tersebut ditampilkan deskripsi aneka produk yang ingin dijual disertai dengan harga dan ongkos kirimnya. Kedua : Melalui dealing room ini konsumen bisa melakukan demand (permintaan) terhadap barang yang diinginkan. Ketiga : Sebagian toko/perusahaan membuat semacam bargaining (tawaran) pada barang yang ingin dipesan. Dan apabila konsumen merasa tertarik, lalu pembelian bisa dijalankan dengan sistem pembayaran cash. Pembayaran ini biasanya melalui kartu kredit (dengan mencantumkan account pemilik) atau dengan cara transfer via bank ke rekening perusahaan/ toko. Keempat : Setelah uang diterima lalu pihak perusahaan mengirim barang ke alamat yang dimaksud. Jika dilihat pada mekanisme pembelian di atas tidak jauh berbeda dengan pembelian dengan cara manual. Pada pembelanjaan online juga memenuhi tiga rukun jual beli yang disyaratkan oleh ulama. Ketiga rukun tersebut adalah : 'qidn (Penjual dan pembeli), shghat ( ijab dan kabul), ma'qd 'alaih (produk). Namun ada beberapa perbedaan yang muncul pada sistem pembelanjaan ini. Dari sini kita dituntut untuk mengetahui legalisasi hukum yang terdapat di dalamnya. Perbedaan itu kita temukan pada : 1. Ijab kabul : Dalam jual beli manual ijab kabulnya berbentuk ucapan pembeli dan penjual. Akan tetapi pada belanja online, ijab kabul berupa demand (permintaan) tertulis. 2. Penyaksian barang : Pada jual beli manual kita langsung melihat barang (ma'qd 'alaih) karena sifatnya yang langsung. Sementara belanja online berbeda, konsumen hanya diperlihatkan contoh barangnya saja. Ijab kabul termasuk salah satu rukun jual beli. Oleh karena itu tidak sah jual beli jika tidak ada ijab kabul. Sebab ijab kabul merupakan simbol kerelaan (ridho) antara kedua belah pihak (baca; penjual dan pembeli). Dan hanya dengan kerelaanlah jual beli dapat dijalankan. Biasanya ijab kabul berbentuk ucapan. Berbeda halnya dengan sistem satu ini

(baca; belanja online), tidak ada ucapan dalam rangka ijab kabul. Tetapi walaupun demikian ijab kabulnya bisa kita lihat dari tulisan pemesanan barang. Cara ini dibenarkan dan dikenal dalam fikih yang disebut shghat bi al kitbah. Dengan syarat kedua belah pihak berjauhan.(lih: fiqh as sunnah). Meskipun ketika memesan hanya ditampilkan contoh barang, itu sudah mencukupi. Ini tidak mengandung unsur tipuan (gharar). Karena Rasulullah melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Dan pembelian dengan cara ini tidak termasuk dalam pembelian barang yang tergolong tidak bisa dimiliki. Seperti membeli ikan dalam laut. Sebab setelah pemesanan selesai, barang akan dikirim sesuai dengan pesanan. Berbelanja cara ini memang sedikit rentan jatuh pada jenis jual beli ghaib (tidak deketahui barangnya). Oleh karena itu idealnya, cara ini menyertai khiyr. Artinya jika terdapat ketidaksamaan benda yang dicontohkan dan benda yang diterima, maka boleh mengembalikannya. Lalu pihak perusahaan menggantinya dengan yang baru. Dengan begitu belanja via internet sah dalam kaca mata syariah.

You might also like