You are on page 1of 3

Mudja, Sang Pangeran Semut

Di sebuah rimba hutan yang luas, hiduplah sekelompok semut hitam yang dipimpin oleh seorang Ratu. Rakyat semut hidup rukun dan saling berpangku tangan antara sesama. Mereka bergotong royong demi keberlangsungan hidup mereka. Setiap pangeran dan putri semut juga diajarkan untuk berbaur dengan para semut pekerja dan rakyat semut lainnya. Mereka harus ikut bergotong royong sehingga mereka menjadi tidak sombong. Mudja adalah salah satu dari pangeran semut. Dia sangat cerdas sehingga sang Ratu sangat menyayanginya. Namun, kasih sayang sang Ratu membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang sombong. Mudja tidak pernah mau berkumpul dan bergotong royong bersama dengan rakyatnya. Pangeran dan Putri semut yang lain pun sering menasehatinya. Namun, Mudja tidak pernah peduli dengan semua nasehat dan himbauan saudara-saudarinya. Mudja tak menghiraukan mereka.

Suatu ketika terjadi hujan yang sangat deras selama berharihari. Air hujan tak henti-hentinya menguyur hutan sehingga kerajaan semut yang letaknya jauh di bawah tanah menjadi korban pertama dari musibah banjir ini. Rakyat semut berhamburan ke atas dan mencari perlindungan di pepohonan. Semuanya panik dan berusaha menyelamatkan diri. Rakyat semut pun tercerai berai oleh musibah ini. Banyak semut-semut yang hilang terbawa air. Banyak pula yang mati kaku. Akibatnya, banyak semut yang terpisah dan kehilangan keluarganya. Begitu juga dengan Mudja. Sang Ratu tidak berhasil menyelamatkan diri termasuk beberapa Pangeran dan Putri semut. Setelah hujan berhari-hari, matahari akhirnya kembali menebarkan sinarnya. Rakyat semut yang selamat pun sibuk bergotong royong membangun kembali kerajaan mereka. Namun, tidak ada seekor semut pun yang teringat dengan Mudja. Hal ini dikarenakan kesombongan dan keangkuhannya sehingga tidak ada yang mau bersama dengannya. Kini Mudja tidak lagi memiliki tempat bergantung. Tidak ada lagi yang melindunginya seperti sang Ratu. Merasa di tinggal sendiri, Mudja pun mulai menangis. Pada saat itu, Mudja teringat kembali akan kelakuannya dulu, maka tak heran bila tidak ada seekor semut pun yang mau membantunya. Mudja pun mulai sadar atas kesalahannya. Setiap hari Mudja bermaksud untuk menyapa dan ikut menolong para semut yang lain. Namun dirinya malu dan tidak memiliki keberanian sehingga hanya dapat melihat dari kejauhan selama berhari-hari.

Hingga suatu hari, seekor semut pekerja terseret arus air saat hendak mengambil air minum untuk semut-semut yang lain. Semut itu berusaha untuk naik ke daratan namun arus air yang kuat menyebabkan dirinya tak mampu bergerak. Semut itu hanya dapat bertahan dengan memegang akar pohon. Mudja, yang saat itu sedang mengumpulkan makanan, mendengar permintaan tolong dari semut pekerja itu dan lekas menolongnya. Mudja mengambil sebatang ranting kecil dan menjulurkannya pada semut pekerja itu untuk diraih agar ia dapat menariknya ke tepian. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya semut pekerja itu berhasil diselamatkan. Mudja mengantarnya pulang kepada semut-semut yang lain. Pada saat melihat mereka berdua, kerumunan semut pun menyangka bahwa Mudja telah mencelakakan semut pekerja tadi sehingga mengeluarkan sindiran-sindiran. Kemudian setelah semut pekerja itu menjelaskan kejadian yang sebenarnya, para semut yang lain pun mengerti. Di saat yang sama, Mudja mengakui kesalahannya dulu dan menyampaikan niatnya untuk bergabung dan membangun kembali tempat tinggal mereka. Melihat kesungguhan Mudja, para semut pun menerimanya. Setelah Ratu baru terpilih maka kerajaan semut pun mulai kembali seperti semula. Sejak saat itu, Mudja tidak pernah sombong serta ringan tangan membantu sesama sekalipun tidak diminta. Saat ini, Mudja hidup bahagia bersama dengan yang lainnya. Original by Dewi Sisilia Kulimno. 2011-09-03, Edited by Stef

You might also like