You are on page 1of 11

BAB I Pendahuluan 1.

Asuransi Syariah Asuransi dalam bahasa Arab disebut Attamin yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah mentaminkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang. Sedangkan pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut muamin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut muamman lahu atau mustamin. Konsep asuransi Islam berasaskan konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kafala yakfulu yang artinya tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung/memikul resiko antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Saling pikul resiko inidilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (tabarru) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (tamin, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. Asuransi Syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang dikenal dengan istilah taawun, yaitu prinsip hidup yang saling melindungi dan saling tolong menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah antara sesama anggota asuransi syariah dalam menghadapi hal tak tentu yang merugikan.

2.

Dasar Hukum Asuransi Syariah Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan

legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu : Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan kareni regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan Asuransi Syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis Syariah.

BAB II Asuransi Syariah A. Macam Macam Asuransi Syariah a. Asuransi Kerugian Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keuangan (pecuniary), tanggung jawab hukum (liability) dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan). b. Asuransi Jiwa Pada hakekatnya merupakan suatu bentuk kerja sama antara orang-orang yang menghindarkan atau minimal mengurangi risiko yang diakibatkan oleh risiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), risiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan risiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetapi tidak mustahil terjadi). Kerjasama mana dikoordinir oleh perusahaan asuransi, yang bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the law of large numbers), yang menyebarkan risiko kepada orang-orang yang mau bekerjasama. Yang termasuk dalam program asuransi jiwa seperti : asuransi untuk pendidikan, pensiun, investasi, tahapan, kesehatan. c. Asuransi Sosial Asuransi sosial adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan pemerintah berdasarkan UU. Maksud dan tujuan asuransi sosial adalah menyediakan jaminan dasar bagi masyarakat dan tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan komersial.

B. Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah


1. Asuransi Konvensional

Pengertian asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Ciri-ciri Asuransi Konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah: a) Akad asuransi konvensional adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar premi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan. b) Akad asuransi ini adalah akad muawadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya. c) Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil. d) Akad asuransi ini adalah akad idzan (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,
Asuransi Konvensional Diperbolehkan

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir), dan Abdur Rahman Isa (pengarang kitab Al-Muammalah Al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

Tidak ada nash (Al-Quran dan Sunnah) yang melarang asuransi. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. Saling menguntungkan kedua belah pihak. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil) Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Taawuniyah). Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen. Asuransi dalam bahasa Arab disebut Attamin yang berasal dari kata amanah

2. Asuransi Syariah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah mentaminkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang. Sedangkan pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut muamin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut muamman lahu atau mustamin. Sistem asuransi atau ad-diyah ala alaqilah sudah ada sejak zaman Nabi SAW. Kemudian, turun-temurun tetap ada dalam implementasi syariah Islam sampai kepada sistem kekhalifahan yang paling terakhir yaitu kekhalifahan Utsmaniyah di Turki yang diruntuhkan oleh Kemal Attaturk pada 1920-an. Setelah itu sistem aqilah hilang ditelan bumi. Kemudian, pada Muktamar Ekonomi Islam tahun 1976 di Makkah dan Majma al-Fiqh al Islami al-Alamiy (Kesatuan Ulama Figh Dunia) tahun 1985 memutuskan, bahwa asuransi konvensional yang kita kenal selama ini bertentangan dengan syariah alias hukumnya haram, dan merekomendasikan untuk mendirikan asuransi taawuni atau takaful (Asuransi Syariah). Merespons fatwa ulama tersebut, maka pada 1979 pertama kalinya dikenalkan asuransi syariah dalam versi modern yaitu dengan berdirinya Islamic Insurance di Sudan. Dan di Indonesia, asuransi syariah pertama adalah Asuransi Takaful yang berdiri tahun 1994, sekitar dua tahun setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Saat ini Indonesia sudah

memiliki sekitar 39 perusahaan asuransi yang beroperasi secara syariah dari 50 perusahaan yang sudah mendapat rekomendasi dari DSN MUI. Konsep asuransi syariah berasaskan konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kafala yakfulu yang artinya tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung/memikul resiko antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Saling pikul resiko inidilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (tabarru) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (tamin, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. Ciri-ciri Asuransi Syariah di antaranya adalah sebagai berikut: a) Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudharabah bukan riba.
b) Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi

kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jamaah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

c) Dalam asuransi syariah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan

dan aturan-aturan diambil menurut izin jamaah seperti dalam asuransi takaful.
d) Akad asuransi syariah bersih dari gharar, maisir dan riba.

1. Gharar Gharar atau ketidakjelasan terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara usia seseorang berada di tangan Yang Maha Kuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Perjanjian jual beli atau akad tadabuli tersebut cacat secara hukum. Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Jika nasabah baru pertama kali membayar premi ditakdirkan meninggal maka akan tetap mendapatkan klaim dengan jumlah sesuai seperti yang diperjanjikan. Dana pembayaran klaim tersebut diambil dari dana tabarru, yaitu dana yang dari awal sudah diikhlaskan oleh nasabah untuk digunaksn menolong nasabah lain yang terkena musibah. 1. Maisir Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan." Dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan Al Qimar sama dengan Al - Maisir. Unsur maisir atau judi dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa.

Bila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang sebagai judi karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. 2. Riba Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga. Asuransi syariah menyimpan dananya di bank syariah yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 130, "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." a) b) Dasar Hukum Asuransi Syariah di Al - Quran : Surat Yusuf : 43-49 Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan. Surat Al-Baqarah : 188 Firman Allah ...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan

sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188) c) Al Hasyr : 18 Artinya :Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan.

Dasar Hukum Asuransi Syariah di Indonesia Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan

legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian.Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu: Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan kareni regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan Asuransi Syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di

Indonesia meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis Syariah.

Manfaat Asuransi Syariah a. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota. b. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam saling tolongmenolong. c. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat. d. Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
e. Juga meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan

pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya. f. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti. g. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
h. Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak

dapat berfungsi (bekerja).

Daftar pustaka
Lembaga Keuangan Bukan Bank.scribd.com. 6 Mei 2011 Alhamsyah. Keunggulan Dan Kelemahan Pegadaian Konvensional Dan Syariah. alhamsyah.com. 6 Mei 2011 Departemen Keuangan. Kajian Asuransi Syariah. fiskal.depkeu.go.id. 11 Mei 2011 Wikipedia. Pegadaian. id.wikipedia.org. 7 Mei 2011 Suryo Mukti, Wiku.Asuransi Syariah.wikusuryomurti.com. 7 Mei 2011 Wordpress. Baitul Maal wa Tamwil. infoindonesia.wordpress.com. 7 Mei 2011 Agus dan Nasrudin. Baitul Maal wa Tamwil. images.professorwafa.multiply. multiplycontent.com. 7 Mei 2011 Lembaga Keuangan Non Bank (Leasing, syariah1.blogspot.com. 7 Mei 2011 Nuris. Asuransi, Gadai, dll). SWOT.

Pengembangan Pegadaian Syariah Dengan Analisis images.nuris2007.multiply.multiplycontent.com. 7 Mei 2011

Zona Ekis. Persamaan, Perbedaan Rahn dan Gadai. zonaekis.com. 7 Mei 2011 Kaahil. Pegadaian Konvensional. kaahil.wordpress.com. 8 Mei 2011 SyafiI, Imam. Pegadaian Konvensional. scribd.com. 8 Mei 2011

You might also like