You are on page 1of 7

Hampir setiap hari kita mendengar hukum dan keadilan kerap kali kita juga

selalu mempergunakan istilah tersebut. Tanpa memberi pengertian dalam arti apa kita
mempergunakannya. Dalil-dalil tentang hukum itu juga selalu berubah-ubah sesuai
dengan perubahan dan kemajuan jaman Mulai dari pernyataan 'Hukum adalah kemauan
Tuhan yang dinyatakan dalam perintah-perintah-Nya yang diungkapkan-Nya kepada
manusia melalui alat pilihan-Nya. Sampai dengan dalil 'Hukum adalah apa yang
dinyatakan oleh Pengadilan sebagai Hukum.
1

Pada umumnya kebanyakan diantara masyarakat tidak mengetahui apakah
Iungsi dan tugas hukum yang sesungguhnya. Oleh karena itu tugas hukum tidak dapat
dipisahkan dengan keadaan masa atau zaman. Karena setiap masa, zaman memberi
jawaban yang berbeda-beda terhadap apakah tugas hukum itu. Perbedaan antara
jawaban atas pertanyaan apakah tugas hukum itu dari zaman yang satu ke zaman yang
lainnya dan antara masyarakat yang satu ke masyarakat lainnya, yang berhubungan erat
dengan cita-cita untuk memperbaiki masyarakat dan konstelasi negara dalam hukum
berbeda pada zaman dan masyarakat yang bersangkutan.
Hukum merupakan alat pengawasan masyarakat dalam pembangunan.
Pembangunan haruslah dijalankan oleh seluruh unsur yang terinduksi atau masyarakat
yang terlibat didalamnya sehingga dapat tercapaiapa yang diharapkan. Untuk
meweujudkan dimensi pembangunan itu, ada 3 aspek yang perlu diperhatikan :
1. Kemampuan Pemerintah untuk merespon segala persoalan-persoalan nasional;
2. Kemampuan Pemerintah untuk memilih cara-cara pemecahan dan |emerintah
kemudian terikat dengan cara-cara itu;
3. Kemampuan Pemerintah untuk memperoleh dukungan masyarakat.
2

Dukungan masyarakat dalam pengertian demokrasi adalah partisipasi
masyarakat. Dukungan ini artinya, hanya diperoleh dari masyarakat pada umumnya
apabila masyarakat ikut berkepentingan dan hak-haknya dilindungi. Persoalan yang
dihadapai adalah, apakah dalam pembangunan ini masyarakat akan memberi dukungan?
Mengingat kenyataan bahwa tidak jarang terjadi hak-hak asasi manusia yang dilanggar
dalam segi kehidupan.

ndre ta Ujan, Keadilan dan Demokrasi : Telaahan FilsaIat Politik John Rawls, Kanisius, Yogyakarta,
2001, h. 12.

2
ProI.Meriam Budiharjo, SH, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 1977, h. 27.

Kita tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan bahwa di mata beberapa atau
sebagian pejabat eksekutiI terdapat pandangan seolah-olah antara hukum dan
pembangunan telah terjadi konIlik. Padahal apabila kita tempatkan persoalan dalam
hubungan yang tepat, hukum dan pembangunan tidak dapat dipisahkan. Pada
hakikatnya, tegaknya hukum merupakan unsur esensial bagi tercapainya suatu iklim
yang kondusiI sebagai salah satu persyaratan untuk dapat menggairahkan partisipasi
seluruh masyarakat dalam usaha pembangunan.
da beberapa Iaktor yang menyulitkan terlaksananya proses penegakan hukum :
1. Masih ada Undang-undang dan Peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan jiwa
UUD 1945 karena secara material Ketetapan MPRS NO. XIX/MPRS/1966, belum
dilaksanakan mengenai peninjauan kembali produk-produk legislatiI di luar produk
MPRS yang tidak sesuai dengan UUD 1945;
2. Terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam penegakan tertib hukum dan
peradilan seperti :
a. Penahanan yang tidak berdasarkan hukum dan bila benar, proses untuk ke
tingkat putusan pengadilan terlalu bertele-tele dan menjenuhkan karena lamanya
penangananadministrasi.
b. Tidak dijaminya hak-hak asasi manusia para tersangka dan sering terjadi
perlakuan-perlakuan yang menyedihkan dan tidak beradap terhadap para
tahanan.
c. Pelaksanaan putusan-putusan institusi peradilan tidajlah merupakan suatu
jaminan.
d. Kurang beraninya para advokad membela hak-hak terdakwa, dan apabila dibela
tentu terdapat tawar-menawar yang tentu saja harus mendapat keuntungan.
e. Tidak adanya Due process of Law (Kesesuaian dengan proses hukum yang
berlaku)
I. Mentalitas dan tindakan para pejabat/aparat yang berwenang yang sengaja atau
tidak sengaja mengaburkan ketentuan hukum yang berlaku dalam melaksanakan
tugasnya, disamping itu bahwa masyarakat sendiri belum sepenuhnya menyadari
akan hak-hak asasinya serta hak dan kewajibannya menurut hukum.
3


3
ndre ta Ujan, op cit, h. 25.

Penguasa kita hendaknya jangan menutup mata terhadap gejala yang timbul di
masyarakat tentang penyelesaian sengketa, bahwa masyarakat sendiri tidak jarang
meyelesaikan permasalahan bukan melalui saluran hukum, akan tetapi melalui
kekuasaan, intimidasi dan cara-cara lain yang terorganisir seperti sogok, backing, atau
menggunakan senjata.
Belum terlaksananya keseragaman penuntutan dan penghukuman dalam perkara
pidana, sehingga menimbulkan perasaan tidak adil di mata masyarakat. Sehingga ada
kesan bahwa setiap manusia selalu berpikir bahwa adil bagi anda, belum tentu adil bagi
saya, dan sebaliknya.
Untuk mengurangi konIlik yang ditimbulkan oleh tumpukan bermacam-macam
undang-undang dan peraturan-peraturan, sudah saatnya di setiap departemen agar
membentuk draIt tentang Rancangan Undang-undang (RUU) untuk diajukan ke salah
satu Badan bukan langsung diajukan ke DPR. Ternyata praktik di lapangan bahwa di
setiap departemen telah dibentuk biro-biro hukum yang langsung menangani RUU
secara tidak terakoordinir tanpa memperhatikan siIat, bentuk, dan istilah-istilah yang
digunakan, karena tidak ada koordinasi dan penentuan prioritas, sehingga terjadilah
tumpang tindih dan pengacauan hukum. Untuk itu sudah saatnya Badan Pembinaan
Hukum Nasional (BPHN) ditingkatkan kedudukannya, tidak berada dibawah
Departeman Kehakiman dan HM tetapi merupakan suatu badan tersendiri yang tugas
pokoknya adalah membentuk Hukum nasional sampai pengajuan RUU ke DPR. Hal ini
merupakan satu bagian reIormasi total di bidang hukum yang mungkin akan
meringankan beban pemerintah dalam upaya penyegaran hukum dalam era reIormasi.
4

Masyarakat akan sadar, bahwa tegaknya hukum merupakan titik sentral dari
kesejahteraan masyarakat, dan jalannya hukum harus dimulai dari kalangan atas. Sebab
tegaknya hukum juga mengimplikasikan proses legislatiI yang kreatiI dan peranan
judikatiI yang wajar dalam arti bebas dari tekanan pihak eksekutiI maupun dari tekanan
berbagai unsur dalam masyarakat.
Pada prinsipnya ketakutan masyarakat akan hukum tidak perlu terjadi, apakah
itu bentuk kekerasan atau ancaman asal saja dukungan dari penguasa dapat dijamin dan
dijalankan secara terpadu yaitu :

Hans Kohn, Nasionalisme rti dan Sejarahnya, Pembangunan, Jakarta, 1961, h. 230.

a. danya kaedah-kaedah hukum yang memberi kemungkinan kepada anggota-
anggota masyarakat untuk mengembangkan bakatnya.
b. danya Pengakuan dari masyarakat, bahwa kaedah hukum diperlukan.
c. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pembentukan undang-undang
(Menurut UUD 1945 adalah pemerintah dan DPR) dapat menyesuaikan diri
dengan proses perubahan yang cepat dalam masyarakat, dengan demikian
masyarakat dapat menghayati nilai-nilai keadilan.
5

Peranan YudikatiI yang wajar yaitu dimana penegak keadilan antar lain
memberikan hak kuasa, kepada yang berhak mengadili dan memberikan hak rakyat
kepada rakyat. Dengan demikian lambat laun secara murni dan konsekuen peranan
yudikatiI akan menjamin kepastian hukum sebagai ciri pokok suatu pemerintahan yang
berdasarkan hukum. Dengan terbentuknya pola-pola tersebut, maka beratlah tugas
pengadilan dalam menegakkan keadilan. Dengan demikian apabila keadilan dihormati
sebagai integritas para aparat hukum mulai dari para hakimnya sampai petugas
bawahannya haruslah dipupuk, agar pembangunan berhasil, dan hukum harus benar-
benar merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara demokrasi, serta para
penguasa pun harus tunduk pada hukum, dalam arti bahwa pihak yudikatiI harus diberi
tugas dan wewenang mengawasi pelaksanaan tugas kekuasaan pemerintah, atau dengan
kata lain pengadilan diberi wewenang untuk mengawasi kebijakan pemerintah secara
yuridis.
Dengan adanya pengakuan hak-hak asasi yang tercermin dalam bentuk
perundang-undangan dan pelaksanaannya, sedangkan kepastian akan terlindungi oleh
kepentingan hukumnya di pengadilan. Maka seruan pemerintah kepada rakyat untuk
turut serta dalam usaha-usaha pembangunan menuju kemakmuran bersama, pasti
mendapat sambutan dan partisipasi yang baik.
ProI. Oemar Seno dji berpendapat bahwa meskipun menurut penjelasan UUD
1945 bahwa negara kita dalah negara hukum (#echsstaat) dalam kenyataannya
belumlah merupakan negara hukum, Negara Hukum pada pokoknya berarti ketertiban
masyarakat dan tertib negara dapat dijamin dengan adanya peraturan hukum, berarti

Bungasan Hutapea, SH., Kekuasaan hukum dan Keadilan Masyarakat, Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Jakarta, 2002, h. 164

setiap orang yang merasa dirinya terganggu dapat meminta perlindungan hukum. Bagi
hukum nasional kita, seharusnya antara kekuasaan dan hukum wajib ada hubungan
timbal balik. Kekuasaan timbul karena hukum, sedangkan hukum bersumber pada rasa
keadilan masyarakat, maka seharusnya kekuasaan dapat memelihara tertib masyarakat
dengan cara yang adil pula.
6

kan tetapi yang kita alami dalam praktik, bahwa hukum kerap merupakan
hukum asal hantam yang tanpa dasar , norma dan etika bahkan tidak menggambarkan
suatu 2enselfike behandeling (tidak manusiawi) berdasarkan suatu 2enselfike
beschouwing(pandangan manusiawi).
7

Pada era reIormasi sekarang ini, hukum dapt dijadikan sebagai aturan bermain
dalam masyarakat terutama di kalangan elit politik. Hal ini disebabkan kurang
pahamnya masyarakat dalam memandang tentang hukum dan bukan hukum.
Hukum sebagai kaidah sosial merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat, dan hukum yang baik adalah hukum yang hidup dalam
masyarakat. Bila kita melihat perkembangan hukum dewasa ini yang kurang
memuaskan walaupun perkembangan ini mutlak dilakukan, dimana hukum merupakan
bagian dari proses perkembangan sosial, karena pengaruh perkembangan tadi
merupakan hasil pengaruh mempengaruhi antara masyarakat dengan pembentuk
Undang-undang.
Jadi hukum dilihat bukan sebagai suatu katgori dalam kehidupanbermasyarakat,
tetapi sekedar sebagai alat politik belaka. Disiplin hukum menjadi pudar, demikian juga
nasib proIesi hukum seperti yang terlihat sejak rezim orde baru yang mendudukkan
pemerintahan status quo. Dimana para proIesi hukum di Indonesia justru membela para
pejabat yang justru melanggar norma-norma hukum.
Sangat eronis memang dimana sering terjadi baik secara yuridis pra penuntutan
harus didasarkan dengan pembuktian padahal pembuktian dalam setiap perkara yang
diajukan justru adanya kendala pro dan kontra yang menyebabkan terjadinya
disharmonis hukum di mana dalam praktik, yang benar disalahkandan yang salah
dibenarkan.

6
ProI. Oemar Seno dji, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1997, h. 124.
7
ibid, h. 166

Untuk dapat memperbaiki atau setidaknya mengurangi penyalahgunaan hukum
yang menindas keadilan dalam masyarakat, maka terdapat beberapa program aksi di
bidang hukum yakni :
1. Merencanakan agar hukum benar-benar mampu untuk memberikan perlindungan
serta hak-haknya kepada rakyat.
2. Memperjuangkan agar lebih banyak sumber dana yang dapat dianggarkan atau
dialokasikan untuk kepentingan hukum dengan segala otoritasnya tetapi
menggunakan dengan semaksimal mungkin.
3. Menyusun suatu rash progra2 untuk meningkatkan eIektivitas dalam kontrol
pelaksanaan hukum yang terdiri dai :
a. Menyusun Undang-undang yang mengatur tata cara penyusunan peraturan
perundang-undangan yang membuka peluang untuk mengakomodasi aspirasi
masyarakat dengan tetap mengakui dan menghargai hukum agama, dan
hukum adat.
b. Meningkatkan peran Program Legislasi Nasional.
c. Menyempurnakan dan memperbaharui peraturan perundang-undangan untuk
mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi perdagangan bebas
dan perlindungan daya dukung ekosistem dan Iungsi lingkungan hidup serta
perlindungan masyarakat setempat.
d. Melakukan ratiIikasi berbagai konvensi internasional khususnya yang
berkaitan dengan HM serta perlindungan dan peningkatan hak-hak
perempuan dan ketenagakerjaan.
e. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam pengembangan dan
pemanIaatan penelitian hukum antara instansi baik di pusat maupun di
daerah, kalangan akademis, lembaga pengkajian dan penelitian hukum,
organisasi proIesi hukum, dan lembaga swadaya masyarakat.
I. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga perancang peraturan perundang-
undangan (legal drafter) pada masing-masing instansi dan lembaga
pemerintah.
8

8
Bungasan Hutapea, SH., Program ksi Pembaharuan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional,
Jakarta, 2002, h. 176.

Di era reIormasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah saat ini sudah
selayaknya bahwa hukum harus tampil ke permukaan politik, karena dua interprestasi
yang saling bertentangan secara diametrik tentang politik (politik hukum). da orang
beranggapan bahwa politik adalah pergolakan pertempuran untuk mendapatkan
kekuasaan.
Dimana kelompok/individu menentang dominasi dan eksploitasi agar berusaha
melawan dan membinasakannya. Di pihak lain orang beranggapan, Politik sebagai suatu
usaha untuk menegakka ketertiban dan keadilan, sementara yang berkuasa melindungi
kemakmuran umum untuk kepentingan yang khusus.
Kekuasaan dalam negara hukum yang berintikan prerogatiI Presiden atau yang
dilakukan oleh eksekutif power justru dapat mempengaruhi atau mengendalikan tingkah
laku orang atau kelompok lain, kalau seandainya kemampuan ini dibiarkan berlangsung,
secara bebas maka akan terjadi kekacauan dalam masyarakat.
Diantara sekian banyak jenis kekuasaan di dalam masyarakat Indonesia, justru
kekuasaan politik yang mempunyai arti dan kedudukan penting. Oleh karena itu
kekuasaan harus diintegrasikan dengan perwujudan dalam bentuk negara.

You might also like